Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Isnaini Fadhilah Prasetyo 5016201046
2. Tsabita Bayu Rahmania 5016201051
3. Syalsabila Eka Adriyanti 5016201076
4. Dwi Sugma Safitri 5016201090
2022
1. Definisi Sirkulasi Air Laut dan Penyebabnya
Salah satu aspek oseanografi yang penting untuk mengetahui hidrodinamika dari
suatu perairan adalah pola sirkulasi arus air lautnya. Sirkulasi air laut berhubungan erat
dengan arus air laut, karena bila kita telaah lagi pengertian dari arus adalah pergerarakan
massa air secara vertikal dan horizontal sehingga menuju keseimbangannya atau gerakan
air laut yang sangat luas yang terjadi di seluruh permukaan laut di dunia (Hutabarat dan
Evans, 1986). Sistem sirkulasi arus utama umumnya berasal dari samudera-samudera di
dunia. Tetapi pada skala yang lebih sempit atau kecil juga terdapat arus-arus tertentu yang
bergerak secara teratur. Sirkulasi air laut ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
- Angin
- Salinitas
- Suhu
- Rotasi bumi
- Gravitasi
- Sifat-sifat air, keadaan dasar dan distribusi pantai
Dikarenakan itu juga maka sistem sirkulasi arus air laut ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu:
- Berdasarkan penyebab terjadinya
- Arus Ekman, arus yang terjadi karena pengaruh angin
- Arus Termohaline, arus yang dipengaruhi oleh densitas gravitasi
- Arus Pasut, arus yang dipengaruhi oleh pasut
- Arus Geostropik, arus yang dipengaruhi oleh gradien tekanan mendatar dan gaya
coriolis
- Wind Driven Current, arus yang dipengaruhi oleh pola pergerakan angin dan terjadi
pada lapisan permukaan
- Berdasarkan kedalaman
- Arus Permukaan, terjadi pada beberapa ratus meter dari permukaan, bergerak
dengan arah horizontal dan dipengaruhi oleh pola sebaran angin
- Arus Dalam, terjadi jauh di dasar kolam perairan, arah pergerakannya tidak
dipengaruhi oleh pola sebaran angin dan membawa massa air dari daerah kutub ke
daerah ekuator
Secara umum sirkulasi laut dunia dapat dibedakan menjadi dua, yakni arus
permukaan (surface circulation) dan arus laut dalam (deep sea circulation). Kelompok
pertama terutama disebabkan oleh angin permukaan (wind-driven current), sedangkan
kelompok kedua terutama disebabkan oleh adanya perbedaan suhu dan salinitas
(thermohaline circulation).
Beberapa fenomena oseanografi yang berhubungan dengan sirkulasi arus dan
mempunyai pengaruh penting terhadap kondisi lingkungan atmosfer antara lain El Nino
dan La Nina yang terjadi Samudera Pasifik (Mann and Lazier, 1991) dan Indian Ocean
Dipole yang terjadi di Samudera Hindia. Fenomena tersebut menyebabkan terjadinya
bencana kekeringan dan banjir dalam skala global. Selama dua dekade terakhir wilayah
ekuator dan tropis menjadi fokus penelitian para ahli osenografi karena diindikasikan
arus ekuator dalam skala besar menentukan dinamika atmosfer (Tolmazin, 1985).
Gambar 1. Pola umum sirkulasi air laut karena gerakan rotasi bumi
(Sumber: Google Images)
Pola arus air laut tidak hanya disebabkan gerak rotasi tapi juga oleh pengaruh pola
angin yang bertiup pada waktu itu. Air dilapisan bawahnya ikut terbawa, karena adanya
gaya coriolis, yakni gaya yang diakibatkan oleh perputaran bumi, maka arus di
permukaan laut berbelok kekanan dari arah angina dan arus di lapisan bawahnya akan
berbelok lebih kekanan lagi dari arah arus permukaan, hal ini terjadi di belahan bumi
utara dan juga sebaliknya.
Gambar 2. Pola umum sirkulasi air laut karena angin yang bertiup
(Sumber: Google Images)
3. Sirkulasi Termohalin
Pada 1960 Henry Stommel dan Arnold Arons mengemukakan Teori sirkulasi
Termohalin untuk pertama kali. Thermohaline Circulation atau Sirkulasi termohalin atau
juga bisa dikenal dengan The Great Ocean Conveyor Belt adalah proses pergerakan arus
laut dalam skala besar yang disebabkan oleh perbedaan dansitas lautan dan karakteristik
tempratur. Proses ini terus menerus berfungsi untuk membawa air laut dalam ke
permukaan laut dan juga mensirkulasikan air laut dalam ke kedalaman laut. Meskipun
tidak terpengaruh oleh angin di laut dalam, massa air bergerak bahkan di laut dalam, dan
gerakan itu disebut sirkulasi termohalin.
Dalam proses pembentukan sirkulasi termohalin ini berkaitan erat dengan
perbedaan dalam densitas air laut, dimana densitas air sangat berkaitan dengan suhu dan
salinitas. Oleh karena itu sistem arus ini dinamakan sirkulasi thermo (suhu) - haline
(salinitas). Salinitas massa air laut dipengaruhi oleh surface freshwater flux. Evaporasi
dan pembentukan es lautan meningkatkan salinitas, sedangkan presipitasi, run-off dari
daratan, dan pencairan es menurunkan salinitas.
Pergerakan arus permukaan yang tersusun dari sistem gyre cenderung lebih kuat
dibandingkan dengan arus termohalin yang mengandalkan perbedaan densitas air.
Rata-rata kecepatannya 1 cm per detik sehingga satu siklus berlangsung dalam kurun
waktu yang sangat lama. Meskipun proses ini berlangsung relatif lambat, volume air yang
terpengaruh olehnya sangat besar. Hal ini dikarenakan cakupannya yang mencakup massa
air di dekat permukaan hingga massa air di dasar samudera.
Gambar 4. Peta Kepulauan Indonesia dengan nama pulau dan selat yang diuraikan. Kontur
abu-abu muda pada gambar menunjukkan isobath 200 m berdasarkan kumpulan data ETOPO2
Administrasi Kelautan dan Atmosfer nasional. Lokasi tambat di Alur Maluku ditandai dengan
bintang hitam.
Laut Sulawesi termasuk sebagai salah satu pintu utama masuknya Arus Lintas
Indonesia (Arlindo) dari Samudra Pasifik menuju Hindia, yang melintasi perairan
6 3 −1
Indonesia dengan volume transpor sekitar 11 𝑥 10 𝑚 𝑠 . Arlindo memiliki pengaruh
besar dalam transportasi massa air di Laut Sulawesi, khususnya pada lapisan permukaan
hingga lapisan termoklin. Arlindo merupakan cabang arus dari sirkulasi arus termohalin
global, yang membawa massa air hangat di lapisan termoklin.
Fenomena pergerakan massa air yang terjadi sepanjang tahun di perairan
Indonesia, salah satunya bagiannya yaitu Laut Sulawesi akan mengakibatkan terjadinya
variabilitas parameter oseanografi baik suhu, salinitas, maupun arus. Variabilitas tersebut
dapat terjadi dalam periode fluktuasi intra-musiman (intra-seasonal), musiman
(seasonal), tahunan (annual), dan antar-tahunan (inter-annual), yang dapat diketahui
melalui analisis deret waktu. Penelitian Qiu et al. (1999) di Laut Sulawesi menunjukkan
adanya variasi intra-musiman pada skala 50 harian akibat dari rambatan gelombang
Rossby dan eddy siklonik Mindanao.
Salah satu sistem pemodelan sirkulasi laut adalah model Nucleus for European
Modeling of the Ocean (NEMO), yang menggunakan persamaan primitif 3-dimensi
dalam skala global (Madec, 2008). Sistem grid horizontal untuk distribusi variabel model
menggunakan jenis grid Arakawa (grid C), dimana variabel kecepatan arus zonal
ditempatkan pada sisi grid timur/barat, variabel kecepatan arus meridional pada sisi
utara/selatan, serta variabel skalar (suhu, salinitas, densitas, tinggi muka laut)
ditempatkan di tengah grid. Grid vertikal model NEMO menggunakan 50 step
z-coordinate dengan resolusi lebih tinggi di bagian permukaan. Program pemodelan
oseanografi INDESO (Infrastructure Development for Space Oceanography) di wilayah
laut Indonesia dan sekitarnya menggunakan sistem NEMO (CLS 2015, Tranchant et al.
2015).
Data keluaran model INDESO untuk variabel anomali tinggi muka laut dan suhu
permukaan laut divalidasi dengan menggunakan data dari hasil observasi satelit.
digunakan variabel anomali tinggi muka laut (SSHA) dan suhu permukaan laut (SPL).
Data deret waktu SSHA dan SPL dari satelit dan model dari tahun 2007-2012
ditampilkan pada Gambar 5. Nilai koefisien korelasi dari kedua data tersebut sekitar 0.78,
yang menunjukkan tingkat keeratan yang cukup tinggi. Data deret-waktu SPL dari satelit
dan model (Gambar 5b) terlihat menunjukkan fluktuasi yang cukup besar. Nilai koefisien
korelasi antara kedua data tersebut tercatat cukup tinggi sekitar 0.75. Dengan demikian,
keluaran model untuk variabel suhu, SSHA dan arus cukup mampu mereproduksi
keadaan sebenarnya di alam.
Gambar 5. (a). Korelasi anomali tinggi muka laut dari data satelit altimetri AVISO
(merah) dan keluaran model INDESO (hitam), (b). Korelasi suhu permukaan laut dari
data satelit MODIS (merah) dan keluaran INDESO (hitam). Nilai koefisien korelasi
anomali tinggi muka laut adalah 0.78 dan suhu permukaan laut sekitar 0.75
Pola Sirkulasi Arlindo Sulawesi
Lintasan arus utama dengan vektor arus yang lebih kuat terlihat jelas mengalir dari pintu
masukan (inflow) di bagian selatan Tanjung Mindanao ke arah barat daya dan melintasi
bagian tengah Laut Sulawesi, kemudian berlanjut masuk menuju pintu utara Selat
Makassar, dan sebagian mengalami resirkulasi. Lintasan arus utama ini adalah
representasi sumbu Arus Lintas Indonesia (Arlindo) di Laut Sulawesi. Arus utama yang
masuk dari wilayah inflow merupakan cabang dari arus kuat Arus Mindanao yang
menjadi pangkal Arlindo.
Pola sebaran suhu air laut berkaitan erat dengan pola sirkulasi di tiga kedalaman berbeda
tersebut. Suhu air laut di lapisan tercampur (Gambar 6a) di wilayah tengah resirkulasi
arus sisi utara dan selatan dari sumbu Arlindo menunjukkan suhu yang lebih tinggi
dibandingkan suhu di wilayah sumbu arus utama Arlindo dengan gradien horizontal suhu
sekitar 1-1.5°C. Pada Di lapisan termoklin (Gambar 5b) di wilayah resirkulasi utara dan
selatan menunjukkan suhu yang lebih rendah dibanding suhu di wilayah arus utama
dengan gradien horizontal suhu sekitar 2-2.5°C. Di lapisan bawah termoklin (Gambar 5c)
suhu di wilayah resirkulasi utara terlihat lebih tinggi dibanding dengan suhu di wilayah
resirkulasi selatan maupun arus utama Arlindo dengan gradien horizontal suhu sekitar
0.3-1°C.
Arlindo yang merupakan sistem arus antar basin Samudera Pasifik ke Hindia
menunjukkan paras laut di sisi Pasifik selalu lebih tinggi dibandingkan paras laut di sisi
Hindia, sehingga terbentuk aliran Arlindo (Timmermann et al., 2010; McGregor et al.,
2012). Pengaruh komponen gaya Coriolis dapat terjadi pada sirkulasi di Laut Sulawesi,
dimana Arlindo yang terbentuk cenderung dibelokan ke arah kanan dari arah alirannya
karena Laut Sulawesi berada di Bumi Belahan Utara. Hal ini terlihat dari sumbu utama
Arus utama di Laut Sulawesi secara dominan membawa massa air masuk ke Selat
Makassar. Arus utama tersebut merupakan bagian dari Arlindo, yang memiliki pengaruh
besar dalam transportasi massa air di Laut Sulawesi Semakin dalam pergerakan arus di
Laut Sulawesi, semakin rendah besaran kecepatan arusnya. Hal ini terjadi karena arus
yang bergerak pada kedalaman yang lebih dalam lebih sedikit terkena pengaruh eksternal
yang dapat membangkitkan arus.
Anonymous. 2009. The Thermohaline Circulation - The Great Ocean Conveyor Belt. Diakses
pada 20 Mei 2022 melalui
https://gpm.nasa.gov/education/videos/thermohaline-circulation-great-ocean-conveyor-be
lt
Ridzki R. Sigit. 2014. Penelitian: Pemahaman Lintasan Arus Laut di Indonesia Ungkap
Fenomena Iklim Dunia. Diakses pada 20 Mei 2022 melalui
https://www.mongabay.co.id/2014/06/24/penelitian-pemahaman-lintasan-arus-laut-di-ind
onesia-akan-mampu-ungkap-fenomena-iklim-dunia/
Supangat, Agus. 2020. Arus Bawah Pengangkut dan Penimbun Mikroplastik di Pusat
Biodiversitas Laut Dalam. Diakses pada 20 Mei 2022 melalui
https://www.mongabay.co.id/2020/05/19/arus-bawah-pengangkut-dan-penimbun-mikropl
astik-di-pusat-biodiversitas-laut-dalam/
Windayanti, Rainey. 2014. Proses Dinamika Sirkulasi Air Laut. Diakses pada 20 Mei 2022
melalui
Proses Dinamik Sirkulasi Air Laut | Marine Earth Proses Dinamik Sirkulasi Air Laut |
Blog mahasiswa Universitas Brawijaya (ub.ac.id)
Atmadipoera, Agus S., dan Mubaraq, L. Galang. 2017. Struktur dan Variabilitas Arlindo di Laut
Sulawesi. Jurnal Kelautan Indonesia Vol.11 No.3.
http://dx.doi.org/10.15578/jkn.v11i3.6116
Hu, X., Sprintall, J., Yuan, D., Tranchant, B., Gaspar, P., Koch-Larrouy, A., et al. (2019).
Interannual variability of the Sulawesi Sea circulation forced by Indo-Pacific planetary
waves. Journal of Geophysical Research: Oceans, 124.
https://doi.org/10.1029/2018JC014356
Yapanto,Lis M. Kesesuaian Lahan Kawasan Wisata di Teluk Tomini. Gorontalo. Fakultas
Perikanan dan Kelautan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Negeri
Gorontalo.