Anda di halaman 1dari 11

KL2222 OSEANOGRAFI FISIKA

Diajukan untuk pemenuhan tugas Oseanografi Fisika

Disusun Oleh:

Putri Audry Mustaqiemah 119300042


Musfira Dewi Maharani 119300046
Friska Santiaga Naibaho 119300086

Dosen
Trika Agnestasia Br Tarigan, S.Kel., M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN


JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan perbandingan luas laut
mencapai 2:3 dengan luas daratan. Laut yang luas menandakan potensi sumberdaya
hayati laut yang berlimpah, tetapi hingga kini pemanfaatan dan pengelolaan belum
optimal. Laut merupakan medium yang selalu bergerak dan meyebabkan sirkulasi
air skala besar (Nontji, 1993). Perbedaan tekanan udara dapat menyebabkan
pergerakan angin di daerah tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah serta
perbedaan kelembapan dan curah hujan ke laut. Inilah yang membuat perbedaan
karakteristik antar wilayah (Sunarto, 2008).
Upwelling merupakan fenomena naiknya massa air yang dingin serta kaya
zat hara dari lapisan yang lebih dalam ke lapisan atas atau menuju permukaan.
(Hutabarat dan Evans, 1985). Upwelling merupakan naiknya massa air di lapisan
bawah (thermocline) ke permukaan karena adanya dorongan air di atas perairan
yang menyebabkan adanya kekosongan sehingga diisi oleh massa air yang berada
dibawahnya.
Karakteristik dari lapisan thermocline memiliki suhu yang lebih rendah
dengan salinitas yang tinggi dan kaya akan nutrien. Jika terjadi fenomena upwelling
dan lapisan thermocline naik maka karakteristik perairan di permukaan akan
berubah. Suhu permukaan laut akan turun dari biasanya dan salinitas mencapai 34
ppt, perairan juga akan menemukan plankton-plankton dan menyebabkan
banyaknya ikan-ikan yang berkumpul di perairan ini. (Thurman, 2004).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan upwelling?
2. Bagaimana mekanisme terbentuknya upwelling?
3. Apa saja jenis – jenis upwelling?
4. Kapan terjadinya upwelling di Selat Lombok?
5. Apa penyebab terjadinya upwelling di Selat Lombok?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari upwelling.
2. Mengetahui mekanisme terbentknya upwelling.
3. Mengetahuhi jenis - jenis upwelling.
4. Mengetahui waktu terjadinya upwelling di Selat Lombok.
5. Mengetahui penyebab terjadinya upwelling di Selat Lombok.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mekanisme Terbentuknya Upwelling


Fenomena upwelling merupakan suatu fenomena yang bermanfaat dalam
pengaplikasian di dunia perairan karena mampu meningkatkan taraf ekonomi dari
hasil penangkapan ikan di kawasan upwelling tersebut. Fenomena upwelling terjadi
karena pengaruh angin (wind – driven), dan divergensi Ekman. Mekanismenya
berupa angin yang bertiup akan mendorong permukaan air hingga menyebabkan
kekosongan di bagian atas, akibatnya air dari dasar perairan akan naik
menggantikan kekosongan tersebut (Surinati, 2009).
Air di dasar perairan mengandung sedikit oksigen, bertemperatur dingin,
namun kandungan nutrien seperti nitrat dan fosfat melimpah yang merupakan hasil
dari dekomposisi materi organik (dead/detrial plankton). Oleh karena itu, apabila
terjadi upwelling, massa air bergerak ke atas bersama nutrien tersebut mengisi
kekosongan di dasar air. Fitoplankton di area upwelling bertambah, sehingga
produktivitas rantai makanan di area tersebut tinggi.

2.2 Jenis - Jenis Upwelling


Upwelling dibagi menjadi beberapa jenis (Makmur, 2008), yaitu : (1)
upwelling jenis tetap (stationary type), upwelling ini terjadi sepanjang tahun dengan
intensitas dinamis dimana massa air akan naik dari lapisan bawah hingga mencapai
permukaan, kemudian bergerak ke luar secara horizontal. Jenis ini dapat ditemukan
di perairan Peru, dan Pantai Gading di Afrika Barat, (2) upwelling berkala (periodic
type), terjadi pada satu musim seperti di pantai barat laut Australia. Massa air di
permukaan akan meninggalkan lokasi air akan naik, kemudian massa air yang lebih
berat di lapisan bawah bergerak ke permukaan. Pada musim berikutnya, saat tidak
terjadi upwelling, air yang berasal dari dasar perairan akan mengalami perubahan
sifat fisik. Massa air tersebut akan pergi menjauh saat terjadi upwelling musim
berikutnya (WYRTKI, 1961), dan (3) upwelling jenis silih berganti (alternating
type) ditemukan di Selat Makassar, Selat Bali, Teluk Bone, Laut Flores, dan selatan
Jawa. Mekanismenya sama dengan upwelling pada umumnya, namun di musim
tertentu massa air yang berasal dari dasar menuju ke permukaan akan tenggelam.
Berdasarkan lokasinya, upwelling dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : (1)
coastal upwelling, tipe ini lebih banyak berhubungan dengan aktivitas dan interaksi
manusia karena hasil ikan tangkapannya meningkat akibat tipe ini. Di dekat pantai,
angin sejajar dengan garis pantai yang mengakibatkan air permukaan bergerak
menjauhi atau mendekati pantai. Akibat gesekan angin, air mulai bergerak di
permukaan, efek coriolis bekerja (ke kanan untuk belahan bumi utara, ke kiri untuk
belahan bumi selatan), serta terjadi transport Ekman (Surinati, 2009), (2) equatorial
upwelling, jenis yang terjadi di ekuator dengan pemicunya berupa angin dan
perubahan arah efek Coriolis. Pada utara ekuator, transport Ekman ke kanan menuju
barat laut, sedangkan pada selatan ekuator, transport Ekman ke kiri menuju barat
daya. Sehingga terjadi divergensi atau saling menjauhi ekuator, dimana air di bawah
permukaan akan dibawa ke zona fotik. Efek Coriolis bernilai nol tepat di ekuator,
arus di sisi lainnya akan tetap menuju kutub, dan (3) southern ocean upwelling,
upwelling ini dipengaruhi oleh angin hembusan barat ke timur yang mengelilingi
Antartika. Dalam skala besar, upwelling terjadi di daerah tropis, karena berkumpul
di lintang rendah (Surinati, 2009).

2.3 Identtifikasi Upwelling Berdasarkan Indikator Suhu dan Klorofil-a di


Selat Lombok
Selat Lombok merupakan salah satu perairan yang memiliki produktivitas
perairan yang tinggi akibat adanya fenomena upwelling yang terjadi secara
musiman di Selat Lombok. Kami mengambil jurnal Oseangrafi Volume 5, Nomor
4, Tahun 2016, Halaman 530 – 537 dari Randy Yuhendrasmiko, Kunarso, Anindya
Wirasatriya dengan judul “Identifikasi Variabelitas Upwelling Berdasarkan
Indikator Suhu dan Klorofil - A Di Selat Lombok”
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif,
karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik atau
model (Sugiyono, 2009). Pengumpulan data secara kuantitatif meliputi data SPL,
data klorofil-a dan data angin. Data yang dihasilkan berupa angka – angka yang
kemudian diolah sehingga diperoleh gambaran variabilitas klorofil-a dan SPL
secara spasial dan temporal yang akan dikaitkan dengan pengaruh dari angin.
Secara temporal SPL (Suhu Permukaan Laut) memiliki pola waktu yang
menujukkan naiknya SPL dan turunnya SPL. Suhu yang hangat di perairan Selat
Lombok cenderung terjadi pada bulan November-Mei 2015 dengan SPL yang
berkisar antara 25,460C-33,320C. Suhu yang paling hangat terjadi pada bulan April
2015 dengan Suhu mencapai 33,320C. SPL mengalami pendinginan pada bulan
Juni-Oktober dengan nilai suhu yang berkisar antara 23,380C-29,540C. Menurut
Nontji (1993), lemahnya angin menyebabkan laut yang tenang sehingga proses
pemanasan terjadi lebih kuat. Hangatnya massa air permukaan laut disebabkan
karena angin yang bertiup pada musim ini cenderung lemah sehingga bahang yang
dilepaskan dari permukaan laut menjadi lebih kecil. Kecepatan angin pada bulan
Desember-April berkisar antara 0,75-2,4 m/detik. Lemahnya angin mengakibatkan
percampuran massa air kolom perairan tidak terjadi secara baik, sehingga
stratifikasi suhu perairan semakin kuat, dampaknya suhu permukaan laut menjadi
hangat.
Sebaran Temporal dan Spasial SPL dan klorofil-A tahun 2015 di Selat
Lombok ditampilkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Sebaran Spasial dan Temporal SPL dan klorofil-a tahun 2015
Gambar 2. Grafik Fluktuasi Kecepatan Angin di Selatan Selat Lombok Tahun 2015

Berdasarkan analisis data angin, tampak pada bulan Juni hingga November
angin musim bertiup dari arah tenggara menuju barat laut cenderung sejajar garis
pantai pada bagian selatan Pulau Nusapenida dan Pulau Lombok. Angin yang
bertiup ke arah barat laut ini akan menimbulkan transpor massa yang arahnya tegak
lurus angin kearah kiri (barat daya). Akibat adanya transpor massa yang bergerak
menjauhi pantai, maka terjadi kekosongan massa di lapisan permukaan.
Kekosongan massa air permukaan akan diisi oleh massa air dari lapisan dalam yang
bergerak ke permukaan. Gerakan massa air lapisan dalam yang bergerak menuju
permukaan ini dinamakan upwelling. Proses ini terjadi selama bulan Juni-
November ditunjukkan dengan suhu permukan yang lebih dingin dari pada daerah
sekitarnya. Kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Juni hal ini sangat
berpengaruh terhadap dinginnya suhu permukaan laut. Hal ini dibuktikan dengan
adanya korelasi antara suhu permukaan laut dan angin dengan nilai r = - 0,88.
Secara Fenomena yang terjadi terhadap sebaran klorofil a di Selat Lombok
tidak menentu. Konsentrasi klorofil- a yang tinggi terjadi pada bulan Mei, Juni,
November dan Desember 2015. Konsentrasi tertinggi berada pada bulan Juni di
bagian selatan Pulau Lombok yang menandakan adanya upwelling. Menurut Nontji
(1993) menyatakan bahwa konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai pada muson
tenggara, dimana pada saat tersebut terjadi upwelling. Hal ini berbeda pada bulan
selanjutnya dimana pada bulan Juli, Agustus, mengalami penurunan konsentrasi
klorofilnya. Fenomena ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kunarso (2005), yang memperlihatkan adanya hubungan antara SPL dan
konsentrasi klorofil-a pada musim ini, sehingga perlu ada penelitian lebih lanjut
mengenai hal ini.
Daerah Upwelling
Berdasarkan hasil analisis upwelling secara horizontal menunjukkan
fenomena upwelling terjadi pada musim timur (Juni-Agustus) dan musim peralihan
II (September-November) (Gambar 3). Daerah upwelling berada di bagian selatan
Selat Lombok. Kecepatan angin pada musim timur (Juni-Agustus) sangat tinggi
sehingga menyebabkan suhu perairan Selat Lombok mulai mendingin dengan
kisaran suhu di permukaan antara 23,38°C–29,40°C. Upwelling yang paling luas
terjadi pada bulan Juni dengan luasan 1225,267 km2 dan luasan yang terkecil terjadi
pada bulan November dengan luasan 383,167 km2.

Gambar 3. Daerah Upwelling di Selat Lombok Tahun 2015

Susanto et al.,2001 dalam Ningsih (2013) yang menyatakan bahwa


terjadinya upwelling di sepanjang pantai Jawa-Sumbawa merupakan respons
terhadap bertiupnya angin muson tenggara. Masih kuatnya angin muson tenggara
pada musim peralihan II (September – November), menyebabkan suhu perairan
Selat Lombok masih tampak dingin sampai dengan bulan November dengan
kisaran suhu permukaan antara 25,46 – 31,19 °C. Respon terhadap bertiupnya angin
muson tenggara yang kencang sejajar garis pantai Pulau Nusapenida dan Pulau
Lombok bagian selatan diduga mengakibatkan transport Ekman yang kuat kearah
barat daya. Arus ini mengakibatkan kekosongan massa air permukaan sehingga
massa air bersuhu rendah dari lapisan bawah naik mengisi kekosongan tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Fenomena upwelling merupakan suatu fenomena yang bermanfaat dalam
pengaplikasian di dunia perairan karena mampu meningkatkan taraf
ekonomi dari hasil penangkapan ikan di kawasan upwelling tersebut.
2. Fenomena upwelling terjadi karena pengaruh angin (wind – driven), dan
divergensi Ekman
3. Air di dasar perairan mengandung sedikit oksigen, bertemperatur dingin,
namun kandungan nutrien seperti nitrat dan fosfat melimpah.
4. Upwelling dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu upwelling stationary type,
upwelling periodic type, dan upwelling alternating type.
5. Berdasarkan lokasinya, upwelling dibedakan menjadi coastal, equatorial,
dan southern ocean upwelling.
6. Variabilitas SPL di Selat Lombok secara umum adalah sebagai berikut,
pada musim timur (Juni-Agustus) dan peralihan II ( September-
November) nilai SPL lebih dingin dibandingkan dengan musim barat
(Desember –Februari) dan musim peralihan I (Maret-Mei). Variabilitas
SPL ini tampak tidak mempengaruhi konsentrasi klorofil-a di wilayah
tersebut yang ditunjukkan nilai korelasi (r) sebesar 0,19.
7. Upwelling terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan November 2015
dengan puncak terluas terjadi pada bulan Juni di selatan Pulau Nusa penida
dan selatan Pulau Lombok.
8. Angin Muson tenggara tampak berpengaruh positif terhadap kejadian
upwelling di bagian selatan Selat Lombok. Hal ini tampak dari indikator
korelasi (r) antara kecepatan angin dan SPL yang tinggi dengan nilai
sebesar -0,88.
3.2 Saran
1. Berdoa sebelum mengerjakan essai.
2. Dalam pengerjaan essai harus dengan teliti dan tekun.
3. Perhatikan penulisan kata atau kalimat asing dalam jurnal yang telah
dibaca.
Daftar Pustaka

Makmur, M. (2008). Pengaruh Upwelling terhadap Ledakan Alga (Blooming Algae) di


Lingkungan Perairan Laut. Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi -
RISTEK, 250-245.

Surinati, D. (2009). Upwellng dan Efeknya Terhadap Perairan Laut. Oseana, Volume
XXXIV, Nomor 4, 35-42.

WYRTKI, K. (1961). Physical Oceanography in The Southeast Asian Waters. Naga Report
Vol. 2. Sripss Institution of Oceanography. California , 195 pp.

Thurman, H. V., A. P. Trujillo. 2004. Introductory Oceanography. Pearson


Prentice Hall. New Jersey.

Hutabarat, S. dan S. M. Evans. 1985. Pengantar Oseanography. Universitas


Indonesia Press. Jakarta. 159.hlm.

Kudela, R. G., Pitcher, T.P. Byn, F. Figueras, T. Moita, dan V. Trainer. 2005.
Hamrful Alga Blooms in

Coastal Upwelling System. J Oseanography.18(2): 185-1967 Kunarso. 2005.


Kajian Penentuan Lokasi-Lokasi Upwelling Di Perairan Indonesia dan
Sekitarnya Serta Kaitannya dengan Fishing Ground tuna. [Thesis],
PS.Oseanografi, Saints Atmosfir dan Seismologi,ITB, Bandung, 250 hlm.

Ningsih, N.S., N.Rakhmaputeri dan A.B. Harto. 2013. Upwelling Variability along
the Southern Coast of Bali and in Nusa Tenggara Waters. Ocean Sci. J.,
48(1):49-57.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta, 362 hlm.

Susanto, R.D., A.L. Gordon, and Q. Zheng. 2001. Upwelling along the Coast of
Java and Sumatra and Its relation to ENSO, J. Geophysical Research Letters.
28(8): 1599-1602.

Anda mungkin juga menyukai