PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perairan Indonesia yang dipengaruhi oleh sistem pola angin muson memiliki pola
sirkulasi massa air yang berbeda dan bervariasi antara musim, disamping itupula
juga dipengaruhi oleh massa air Lautan Pasifik yang melintasi perairan Indonesia
menuju Lautan Hindia melalui sistem arus lintas Indonesia (Arlindo). Sirkulasi
massa air perairan Indonesia berbeda antara musim barat dan musim timur.
Dimana pada musim barat, massa air umumnya mengalir ke arah timur perairan
Indonesia, dan sebaliknya ketika musim timur berkembang dengan sempurna
suplai massa air yang berasal dari daerah upwelling di Laut Arafura dan Laut
Banda akan mengalir menunju perairan lndonesia bagian barat (Wyrtki, 1961).
Perbedaan suplai massa air tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan
terhadap kondisi perairan yang akhirnya mempengaruhi tinggi rendahnya
produktivitas perairan. Tisch et al. (1992) mengatakan perubahan kondisi suatu
massa air dapat diketahui dengan melihat sifat-sifat massa air yang meliputi
suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan kandungan nutrien.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari dan menganalisa faktor-
faktor oseanografi yang mempengaruhi produktivitas primer di perairan
Indonesia.
Suhu
Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya
pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun. Pemanasan
tersebut mengakibatkan terbentuknya stratifikasi di dalam kolom perairan yang
disebabkan oleh adanya gradien suhu. Berdasarkan gradien suhu secara vertikal
di dalam kolom perairan, Wyrtki (1961) membagi perairan menjadi 3 (tiga)
lapisan, yaitu: a) lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga
lapisan permukaan tercampur; b) lapisan diskontinuitas atau biasa disebut
lapisan termoklin; c) lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir
homogen, dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan.
Menurut Lukas and Lindstrom (1991), kedalaman setiap lapisan di dalam kolom
perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari
permukaan sampai lapisan dalam. Lapisan permukaan tercampur merupakan
lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,03 oC/m (Wyrtki, 1961),
sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan
sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,1 oC/m
(Ross, 1970).
Salinitas
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi
air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat curah
hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah
sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya
tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu
perairan.
Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan bertambahnya
kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan penyebaran
salinitas secara vertikal. Pengadukan di dalam lapisan permukaan
memungkinkan salinitas menjadi homogen. Terjadinya upwelling yang
mengangkat massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam juga mengakibatkan
meningkatnya salinitas permukaan perairan.
Cahaya
Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton, maka
jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda pula.
Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi fotosintesa. Fujita (1970)
dalam Parsons et al. (1984) mengklasifikasi alga laut berdasarkan efisiensi
fotosintesa oleh pigmen kedalam tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan
euglenoid; tipe klorofil-a, c, dan caratenoid untuk diatom, dinoflagelata, dan alga
coklat; dan tipe klorofil-a dan ficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru.
Nutrien
Nutrien adalah semua unsur dan senjawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan-
tumbuhan dan berada dalam bentuk material organik (misalnya amonia, nitrat)
dan anorganik terlarut (asam amino). Elemen-elemen nutrien utama yang
dibutuhkan dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen, fosfor, oksigen, silikon,
magnesium, potassium, dan kalsium, sedangkan nutrien trace element
dibutuhkan dalam konsentrasi sangat kecil, yakni besi, copper, dam vanadium
(Levinton, 1982). Menurut Parsons et al. (1984), alga membutuhkan elemen
nutrien untuk pertumbuhan. Beberapa elemen seperti C, H, O, N, Si, P, Mg, K,
dan Ca dibutuhkan dalam jumlah besar dan disebut makronutrien, sedangkan
elemen-elemen lain dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit dan biasanya
disebut mikronutrien atau trace element.
Suhu
OSEANOGARFI INDONESIA
Perairan Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia berada
dalam suatu sistem pola angin yang disebut sistem angin muson. Angin muson
bertiup ke arah tertentu pada suatu periode sedangkan pada periode lainnya
angin bertiup dengan arah yang berlawanan. Terjadinya angin muson ini karena
terjadi perbedaan tekanan udara antara daratan Asia dan Australia (Wyrtki,
1961). Pada bulan Desember Pebruari di belahan bumi utara terjadi musim
dingin sedangkan di belahan bumi selatan terjadi musim panas sehingga pusat
tekanan tinggi di daratan Asia dan pusat tekanan rendah di daratan Australia.
Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari daratan Asia menuju Australia.
Angin ini dikenal di sebelah selatan katulistiwa sebagai angin Muson Barat Laut.
Sebaliknya pada bulan Juli Agustus berhembus angin Muson Tenggara dari
daratan Australia yang bertekanan tinggi ke daratan Asia yang bertekanan
rendah.
Sirkulasi air laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh sistem angin muson.
Oleh karena sistem angin muson ini bertiup secara tetap, walaupun kecepatan
relatif tidak besar, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat baik untuk
terjadinya suatu pola arus. Pada musim barat, pola arus permukaan perairan
Indonesia memperlihatkan arus bergerak dari Laut Cina Selatan menuju Laut
Jawa. Di Laut Jawa, arus kemudian bergerak ke Laut Flores hingga mencapai Laut
Banda. Sedangkan pada saat Muson Tenggara, arah arus sepenuhnya berbalik
arah menuju ke barat yang akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan (Wyrtki,
1961).
Sumber air yang dibawa oleh Arlindo berasal dari Lautan Pasifik bagian utara dan
selatan. Perairan Selat Makasar dan Laut Flores lebih banyak dipengaruhi oleh
massa air laut Pasifik Utara sedangkan Laut Seram dan Halmahera lebih banyak
dipengaruhi oleh massa air dari Pasifik Selatan. Gordon et al. (1994) mengatakan
bahwa massa air Pasifik masuk kepulauan Indonesia melalui 2 (dua) jalur utama,
yaitu:
1. Jalur barat dimana massa air masuk melalui Laut Sulawesi dan Basin Makasar.
Sebagian massa air akan mengalir melalui Selat Lombok dan berakhir di Lautan
Hindia sedangkan sebagian lagi dibelokan ke arah timur terus ke Laut Flores
hingga Laut Banda dan kemudian keluar ke Lautan Hindia melalui Laut Timor.
2. Jalur timur dimana massa air masuk melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku
terus ke Laut Banda. Dari Laut Banda, menurut Gordon (1986) dan Gordon et al.,
(1994) massa air akan mengalir mengikuti 2 (dua) rute. Rute utara Pulau Timor
melalui Selat Ombai, antara Pulau Alor dan Pulau Timor, masuk ke Laut Sawu dan
Selat Rote, sedangkan rute selatan Pulau Timor melalui Basin Timor dan Selat
Timor, antara Pulau Rote dan paparan benua Australia (Gambar 2).
Struktur massa air perairan Indonesia umumnya dipengaruhi karakteristik massa
air Lautan Pasifik dan sistem angin muson. Dimana pada Musim Barat (Desember
Pebruari) bertiup angin muson barat laut di bagian selatan katulistiwa dan
timur laut di utara katulistiwa, karakteristik massa air perairan Indonesia
umumnya ditandai dengan salinitas yang lebih rendah, sedangkan pada Musim
Tmur (Juni Agustus) bertiup angin muson tenggara di selatan katulistiwa dan
barat daya di utara katulistiwa, perairan Indonesia memiliki karakteristik dengan
nilai salinitas yang lebih tinggi.
Gambar 2. Lintasan massa air asal Lautan Pasifik Utara dan selatan di Perairan
Indonesia (Publikasi Universitas Columbia, internet, 1997 dalam Naulita, 1998)
Perairan Indonesia yang merupakan bagian dari laut tropik dicirikan oleh cukup
tersedia cahaya matahari namun memiliki konsentrasi nutrien rendah. Keadaan
ini mengakibatkan produktivitasnya sangat rendah. Seperti halnya dengan laut
tropik, laut lepas merupakan bagian dari badan perairan bahari yang memiliki
laju produktivitas rendah. Menurut Valiela (1984), laut terbuka yang luasnya 90
% dari laut dunia memiliki laju produktivitas yang rendah bila dibandingkan
dengan lingkungan laut lainnya, misalnya perairan pantai, dimana
produktivitasnya melebihi 60 % dari produktivitas yang ada di laut.
Laju produksi primer di lingkungan laut ditentukan oleh berbagai faktor fisika
antara lain:
1. Upwelling
Dari pengamatan sebaran konsentrasi klorofil-a di Laut Banda dan Laut Aru
diperoleh bahwa konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai pada Musim Timur,
dimana pada saat tersebut terjadi upwelling di Laut Banda, sedangkan klorofil-a
terendah dijumpai pada Musim Barat. Pada saat ini di Laut Banda tidak terjadi
upwelling dalam skala yang besar sehingga nilai konsentrasi nutrien di perairan
lebih kecil. Di perairan Banda (Vosjan and Nieuwland, 1987) pada Musim Timur
terdapat 2 (dua) periode bloom fitoplankton, pertama pada bulan Juni dan
kedua di bulan Agustus/September. Selanjutnya Nontji (1975), dari hasil studi
distribusi klorofil-a di Laut Banda pada fase akhir di bulan September diperoleh
bahwa konsentrasi klorofil tertinggi di bagian timur Laut Banda, khususnya di
sekitar Pulau Kei dan Tanimbar. Juga dikatakan bahwa 60% dari klorofil-a tersebut
berada pada kedalaman 25 m. Hendiarti dkk. (1995) mendapatkan bahwa pada
Musim Timur di perairan selatan Pulau Jawa-Bali dimana terjadi upwelling, rata-
rata konsentrasi klorofil-a sebesar 0,39 mm/l dan pada Musim Barat sekitar 0,18
mm/l.
Percampuran massa air secara vertikal dipengaruhi oleh tiupan angin. Pada saat
Musim Timur di perairan Indonesia bertiup angin Muson Tenggara yang
mengakibatkan sebagian besar perairan Indonesia Timur mengalami pergolakan
yang mengakibatkan terjadinya percampuran massa air secara vertikal.
Tubalawony (2000) berdasarkan data ekspedisi Baruna Jaya pada musim timur
tahun 1991 mendapatkan adanya percampuran vertikal massa air di perairan
lepas pantai Laut Timor yang umumnya lebih dangkal. Akibatnya kandungan
klorofil-a di dalam kolom perairan umumnya lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bagian lain dari perairan Laut Timor.
Sistem angin muson dan arlindo juga mempengaruhi pola sirkulasi massa air di
Perairan Indonesia. Sistem ini mengakibatkan terjadinya percampuran antara
dua massa air yang berbeda di suatu perairan. Misalnya pada saat Musim Timur,
massa air dari Lautan Pasifik akan bertemu dengan massa air Laut Banda yang
mengalami upwelling atau pada saat bertiup angin muson tenggara terjadi
penyebaran massa air perairan Indonesia Timur ke perairan Indonesia bagian
barat dan sebaliknya terjadi pada saat bertiup angin muson barat laut. Dengan
demikian sirkulasi massa air dan percampuran massa air akan mempengaruhi
produktivitas primer suatu perairan. Tingginya produktivitas suatu perairan akan
berhubungan dengan daerah asal dimana massa air di peroleh. Nontji (1974)
dalam Monk et al. (1997) mengatakan bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a di
perairan Indonesia kira-kira 0,19 mg/m3 dan 0,16 mg/m3 selama Musim Barat,
dan 0,21 mg/m3 selama Musim Timur.
KESIMPULAN