Anda di halaman 1dari 4

Upwelling adalah naiknya air dingin dari lapisan dalam ke permukaan laut sedangkan

downwelling merupakan turunnya air permukaan laut ke lapisan lebih dalam. Upwelling
memperbesar jumlah plankton di laut, karenanya daerah upwelling merupakan daerah
perikanan yang kaya.
Upwelling terjadi karena adanya kekosongan massa di lapisan permukaan dan harus
diganti oleh massa air di lapisan dalam. Downwelling terjadi karena adanya penumpukan
massa di lapisan permukaan yang harus di alirkan ke lapisan dalam

Di laut, dikenal adanya fenomena upwelling. Upwelling merupakan naiknya massa air di
lapisan bawah (thermocline) ke permukaan (baca tentang stratifikasi kolom air pada
artikel sebelumnya). Naiknya massa air dikarenakan adanya angin yang bergerak di atas
perairan sehingga angin ini akan mendorong massa air di permukaan. Semakin
terdorongnya massa air di permukaan ini maka akan terjadi kekosongan sehingga
kekosongan ini lah yang kemudian diisi oleh massa air yang berada di lapisan
bawahnya.

Seperti yang telah dibahas tentang stratifikasi kolom air, karakteristik lapisan
thermocline memiliki sifat dimana suhu yang lebih dingin dan salinitas yang lebih tinggi.
Selain kedua hal ini juga, di lapisan thermocline ini juga kaya akan nutrien. Oleh karena
itu, ketika terjadinya upwelling dan lapisan thermocline naik, maka karakteristik perairan
di permukaan pun akan berubah. Jika pada umumnya karakteristik perairan di
permukaan memiliki suhu yang hangat, maka saat terjadi upwelling suhu permukaan laut
akan lebih dingin (turun sekitar 2o C di daerah tropis) dari biasanya, salinitas juga bisa
mencapai 34 ppt, perairan permukaan juga akan kaya dengan nutrien serta plankton-
plankton. Keberadaan plankton yang banyak ini juga menjadi faktor akan banyaknya ikan
yang nantinya berkumpul di perairan ini.

Ada 3 proses yang menyebabkan terjadinya upwelling, yaitu:

1. Ketika terdapat tikungan yang tajam di garis pantai yang mengakibatkan arus
bergerak menjauhi pantai sehingga terjadi kekosongan massa air di dekat pantai,
lalu massa air thermocline pun akan naik mengisi kekosongan tersebut.
2. Ketika terjadi hembusan angin yang terus menerus dengan kecepatan yang cukup
besar dan dalam waktu yang cukup lama. Bila angin bertiup ke suatu arah sejajar
dengan garis pantai dimana garis pantai berada di sebelah kiri dari angin untuk
belahan bumi utara (BBU) atau di sebalah kanan dari angin untuk belahan bumi
selatan (BBS), maka akibat adanya Gaya Coriolis (gaya yang ditimbulkan akibat
adanya rotasi bumi) massa air yang bergerak sejajar dengan garis pantai akan
dibelokkan arahnya menjauhi garis pantai dengan arah tegak lurus angin ke laut
lepas. Angin menyebabkan air laut menjauhi pantai sehingga akan terjadi
kekosongan massa air di daerah pantai. Kondisi ini yang akhirnya menyebabkan
naiknya massa air di lapisan bawah ke atas.
3. Ketika terjadi arus dalam (deep current) yang membentur penghalang di dasar laut
yang menyebabkan arus tersebut dibelokkan ke atas permukaan.
Menurut Wyrtki (1961), ada 3 jenis upwelling yaitu:

1. Tipe stasioner, upwelling terjadi sepanjang tahun meskipun dengan intensitas


yang bervariasi.
2. Tipe periodik, upwelling terjadi hanya selama satu musim saja.
3. Tipe berganti, upwelling dan sinking terjadi bergantian dalam satu tahun. Pada
satu musim terjadi upwelling dan musim berikutnya terjadi downwelling (kebalikan
dari upwelling). Tipe seperti ini terjadi di Laut Banda dan Laut Arafura.

Salah satu contoh terjadinya upwelling di perairan Indonesia adalah di Selat


Makassar. Upwelling terjadi dikarenakan adanya sill (bentuk dasar cekungan yang
menjulang ke atas tetapi tidak sampai ke permukaan laut, biasanya terdapat di mulut
cekungan laut dan berfungsi menghambat aliran air yang melewatinya) yang dilalui oleh
massa air Pasifik. Adanya sill di kedalaman 550 meter di ujung Selat Makassar ini
menghalangi jalannya massa air dari Selat Makassar menuju Laut Flores sehingga aliran
massa air hanya terjadi pada kedalaman di atas 550 meter saja. Aliran massa air pada
bagian atas yang terjadi di Laut Flores ini seolah-olah menyeret lapisan di bawahnya.
Akibatnya terjadi kekosongan massa air di lapisan atas Laut Flores bagian barat yang
kemudian terjadilah upwelling. Di wilayah perairan Indonesia lainnya yaitu Laut Banda,
Laut Arafura, Laut Maluku, juga dikenal sebagai daerah yang sering terjadi upwelling. Hal
ini terjadi pada musim timur dimana massa air di lapisan atas perairan tersebut terdorong
oleh angin musim timur sampai ke Laut Jawa, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan.
Adanya internal waves yang terjadi sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya pasang surut
dan ARLINDO berperan memperkuat terjadinya upwelling.

Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang kuat


antara upwelling dengan penetuan daerah tangkapan ikan dimana upwelling ini akan
menyebabkan banyaknya ikan-ikan yang berkumpul, namun ada juga beberapa kejadian
yang menunjukkan bahwa upwelling menyebabkan banyaknya ikan-ikan yang mati.
Mengapa demikian? Upwelling memang menyebabkan naiknya nutrien dari lapisan
bawah ke permukaan, nutrien dan cahaya di perairan yang cukup akan memicu
pertumbuhan fitoplankton.
Keadaan ini yang justru dapat menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton
atau yang disebut blooming algae. Dalam kondisi ini, fitoplankton yang berkumpul di
permukaan akan membuat pencahayaan di perairan berkurang dan adanya “persaingan”
oksigen bagi organisme perairan sehingga kondisi lingkungan ini tidak lagi optimal bagi
pertumbuhan ikan-ikan. Selain itu, blooming algae juga dapat mempengaruhi kualitas air
di perairan tersebut. karena suatu saat plankton-plankto tadi akan mati secara massal
akibatnya tejadi kembali penumpukan bahan organik di perairan. Dalam hal ini, tugas
mikroorganisme pengurai di dasar perairan untuk mengurai bahan organik tersebut.
Masalahnya adalah ketika malam hari maka proses fotosintesis akan berhenti karena
tidak adanya cahaya matahari sehingga suplai oksigen di perairan pun berkurang. Dalam
kondisi seperti ini maka bakteri pengurai akan bekerja secara anaerob (tanpa oksigen)
sehingga zat yang dihasilkannya adalah zat-zat yang bersifat toksik yang buruk bagi
organisme perairan.

Referensi:

 Aldrian, E. 2008. Meteorologi Laut Indonesia. Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. 243
hlm.
 Hasanudin, M. 1998. Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Jurnal Oseana, Vol. XXIII, No. 2, Hal. 1-
9. LIPI.
 Makmur, M. 2010. Pengaruh Upwelling Terhadap Ledakan Alga (Blooming Algae) di
Lingkungan Perairan Laut. Proc. Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah IV. Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN.
 Thurman, H. V., A. P. Trujillo. 2004. Introductory Oceanography. Pearson Prentice Hall. New
Jersey.
 Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters. Naga Report 2. Inst.
Of Oceanography.

Anda mungkin juga menyukai