Anda di halaman 1dari 10

Berbagai Fenomena Oseanografi Pada Suatu Daerah Penangkapan Ikan

I.Fenomena Front Daerah Penangkapan Ikan


A. Definisi Front
Front adalah daerah pertemuan dua massa air yang mempunyai karakteristik berbeda
baik temperature maupun salinitas, misal pertemuan antara massa air dari Laut Jawa yang
agak panas dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin.
Front laut merupakan batas kemiringan antara badan air yang berbeda karakteristik.
Front juga analog dengan front atmosfer antara massa udara yang berbeda dan muncul dalam
skala yang berbeda. Keduanya terbentuk dalam estuari (antara air sungai dan air estuari yang
tinggi salinitasnya), dan di luar mulut-mulut estuari (antara air estuari dan air laut).
Umumnya terdapat di laut-laut dangkal dan memisahkan air terlapis dari air yang tercampur
vertikal; dan di sepanjang pinggiran paparan benua, memisahkan pantai atau air paparan dari
air laut terbuka.
B. Faktor penyebab terjadinya front
Arus dapat dikatakan menjadi faktor penyebab utama dari front. Karena dengan
adanya arus, maka perairan dimana pun dapat bergerak mengikuti laju arusnya.
C. Kondisi perairan saat terjadi front
Gambaran front yang jelas adalah pada perbedaan densitas antara air masing-masing
bagian front. Front itu sendiri biasanya ditandai oleh garis busa atau sisa-sisa yang
mengapung karena front adalah daerah-daerah dimana air permukaan saling bertemu pada
bagian-bagian batas. Konvergensi tersebut disebabkan oleh angin di permukaan tetapi juga
merupakan hasil perbedaan densitas di sepanjang front.
Oleh karena properti air di kedua bagian front berbeda maka front mudah dikenali
dari fotografi aerial (foto udara) dan citra satelit terutama bila terdapat perubahan kekasaran
permukaan dan refleksi optiknya. Temperatur air biasanya signifikan berbeda untuk tiap
bagiannya dan air dingin yang kurang berlapis (tercampur baik) di suatu bagian memiliki
banyak nutrien dibandingkan air hangat yang berlapis di bagian lainnya.
Hasilnya, front biasa dikenali berdasarkan perbedaan produksi biologi dan
temperaturnya dimana keduanya berhubungan. Pencampuran terjadi di sepanjang front yang
merupakan pertimbangan penting misalnya untuk pertukaran air pantai dan laut terbuka
karena pencampuran mengatur pergerakan polutan ke laut-dalam.
D. Kondisi Daerah Penangkapan Ikan (DPI)

Robinson (1991) menyatakan bahwa front penting dalam hal produktivitas perairan
laut karena cenderung membawa bersama-sama air yang dingin dan kaya akan nutrien
dibandingkan dengan perairan yang lebih hangat tetapi miskin zat hara. Kombinasi dari
temperatur dan peningkatan kandungan hara yang timbul dari percampuran ini akan
meningkatkan produktivitas plankton. Hal ini akan ditunjukkan dengan meningkatnya stok
ikan di daerah tersebut.
Front yang terbentuk mempunyai produktivitas karena merupakan perangkap bagi zat
hara dari kedua massa air yang bertemu sehingga merupakan feeding ground bagi jenis ikan
pelagis, selain itu pertemuan massa air yang berbeda merupakan perangkap bagi migrasi ikan
atau penghalang bagi migrasi ikan, karena pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar.
Karena, pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar, hal ini menyebabkan daerah front
merupakan fishing ground yang baik. Sehingga front sangat berpengaruh terhadap daerah
penangkapan ikan.
II. Fenomena Upwelling Pada Daerah Penangkapan Ikan
A. Defenisi upwelling
Upwelling merupakan fenomena oseanografi yang melibatkan wind-driven motion
yang kuat, dingin dan biasanya membawa massa air yang kaya akan nutrien ke arah
permukaan laut. Upwelling adalah fenoma atau kejadian yang berkaitan dengan gerakan
naiknya massa air laut. Gerakan vertikal ini adalah bagian integrasi dari sirkulasi laut tetapi
ribuan sampai jutaan kali lebih kecil dari arus horizontal. Gerakan vertikal ini terjadi akibat
adanya stratifikasi densitas air laut karena dengan penambahan kedalaman mengakibatkan
suhu menurun dan densitas meningkat yang menimbulkan energi untuk menggerakkan massa
air secara vertikal. Laut juga terstratifikasi oleh faktor lain, seperti kandungan nutrien yang
semakin meningkat seiring pertambahan kedalaman. Dengan demikian adanya gerakan massa
air vertikal akan menimbulkan efek yang signifikan terhadap kandungan nutrien pada lapisan
kedalaman tertentu.
B. Lokasi upwelling
Perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh tipe iklim Muson yang terdiri dari musim
barat (Desember-Februari), musim peralihan I (Maret-Mei), musim timur (Juni-Agustus), dan
musim peralihan II (September-November). Pada gilirannya tipe iklim ini akan berpengaruh
terhadap kehidupan, kekayaan jenis, kelimpahan, sebaran biota maupun sifat-sifat dan
fenomena oseanografi yang terjadi, misalnya proses upwelling.

Setidak-tidaknya dikenal ada tujuh lokasi upwelling di perairan Indonesia. Sebagian


besar lokasi upwelling ini terletak di Wallace area, yaitu suatu kawasan perairan yang
dibatasi oleh garis Wallace di bagian barat dan garis Lydekker di bagian timur .
Daerah ini dikenal memiliki keanekaragaman jenis dan kelimpahan biota yang tinggi,
beberapa jenis di antaranya bersifat unik dan endemik, yang merupakan sumbangan besar
bagi keanekaragaman biota global. Selain Selat Makassar dan Laut Banda, upwelling juga
terjadi di Laut Seram, Laut Maluku, Laut Arafura, dan perairan utara kepala burung dan
perairan timur Papua. Satu-satunya lokasi upwelling di luar kawasan Wallacea adalah di
perairan selatan Jawa hingga Sumbawa.
Upwelling adalah proses yang terjadi di arus permukaan yang sangat penting bagi
produksi biota planktonik ini dapat terjadi pada waktu tertentu (sekurang-kurangnya dalam
hitungan minggu). Seperti diketahui arus air tidak hanya bergerak secara mendatar
(horizontal), tetapi dalam beberapa sebab dapat pula bergerak secara menegak (vertikal).
Fenomena upwelling akan terjadi apabila angin berembus terus-menerus di sepanjang pantai
dengan kecepatan 15-25 knot yang menyebabkan massa air pantai yang bersuhu hangat (2829C) di permukaan bergerak ke arah laut lepas (Ekman transport).
Kekosongan massa air di permukaan ini selanjutnya diisi oleh naiknya massa air yang
lebih dingin (25-27C) dari kejelukan antara 50-300 meter dengan kecepatan 1-5 meter per
hari yang kaya unsur hara. Tingginya kadar hara, terutama fosfat, nitrat, dan silikat di
permukaan dipadukan dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi, akan memacu laju
fotosintesa, fitoplankton (plankton nabati).
Selanjutnya fitoplankton ini akan dimakan oleh kopepoda dan zooplankton lainnya
yang bersifat plankton feeder yang merupakan pakan utama bagi berbagai jenis ikan pelagis
kecil. Semua anggota dari fitoplankton tampaknya digunakan sebagai makanan oleh
kelompok kopepoda kecuali cyanobacteria yang pada umumnya tidak disukai, kecuali oleh
harpacticoid, Microsetella gracilis yang memakan Trichodesmium yang sungguh dibutuhkan
sebagai makanannya. Ketika fitoplankton berlimpah isi perut kopepoda penuh dengan
kumpulan sel-sel biota ini sehingga tubuhnya tampak berwarna hijau.
C. Keuntungan dan kerugian
Lokasi upwelling merupakan daerah yang subur dan ideal bagi ikan-ikan pelagis kecil
untuk memperoleh pakan, yang pada gilirannya akan dimangsa oleh ikan-ikan yang
berukuran besar. Hubungan yang saling berkesinambungan ini menjadikan lokasi upwelling
sebagai area yang sangat ideal untuk menangkap ikan (fishing ground).

Lokasi upwelling di perairan lepas pantai California telah lama dikenal sebagai
tempat yang baik untuk penangkapan ikan Sardinopsis (dari famili Clupeidae). Tak berbeda
jauh di perairan lepas pantai Peru yang menjadi era penangkapan ikan anchovy (dari famili
Engraulidae). Di pantai barat Afrika, Sardinella sp. merupakan jenis ikan yang sangat
dominan ditangkap.
D. Fungsi daerah upwelling terhadap daerah penangkapan ikan
Meskipun daerah upwelling diakui sebagai tempat yang ideal untuk penangkapan
ikan, namun daerah ini juga menjadi tempat peminjahan ikan yang potensial untuk
mendukung proses perekrutan ikan tembang, japuh, lemuru (Clupeidae), serta puri atau teri
dari kelompok Engraulidae. Proses upwelling akan sangat berguna bagi perekrutan ikan
apabila kecepatan angin tidak melebihi 5-6 meter per detik.
Kecepatan angin yang tinggi akan berdampak negatif bagi proses perekrutan. Hal lain
yang sangat penting adalah timing (ketepatan atau ketidak tepatan) dalam ketersediaan pakan
alami bagi larva ikan tersebut. Maka penangkapan ikan di daerah upwelling harus
dipertimbangkan tentang kelestariannya karena penangkapan yang berlebihan (overfishing)
akan merugikan secara ekonomi dan biologi.
Pengayaan hara (nutrient enrichment) akibat upwelling juga dapat memicu terjadinya
red tide, akibat terjadinya biakan massal populasi fitoplankton tertentu dengan jumlah
puluhan juta sel per liter air.
Biakan massal ini dapat merubah warna perairan menjadi merah kecoklatan, hijau
kekuningan atau biru kehijauan. Akumulasi konsentrasi dari sel-sel tersebut terletak dari
permukaan hingga lapisan kedalaman 2-5 meter.
Secara normatif red tide dapat terjadi karena adanya sumbangan hara dari daratan
yang sangat tinggi, perubahan cuaca (El Nino), hujan yang berlebihan, atau kurangnya
zooplankton (kopepoda) herbivora yang mengontrol populasi fitoplankton penyebab red tide.
Peristiwa red tide menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan sumber daya ikan
di perairan alami, tambak, serta menghilangnya ikan-ikan dari lokasi penangkapan.
Munculnya jenis-jenis plankton red tide akan menimbulkan kematian massal biota laut akibat
pengurasan oksigen (anoxious), merusak dan mengganggu sistem pernapasan ikan, dan
meracuni lingkungan perairan dan biota laut lainnya.
Di satu sisi, pengayaan nutrien (eutrofikasi) akibat mekanisme upwelling berdampak
positif bagi kesuburan suatu perairan dengan terpeliharanya sumber daya perikanan. Di sisi
lain, upwelling juga dapat menyebabkan kerugian karena menimbulkan ledakan pertumbuhan
(blooming) dari jenis-jenis plankton penyebab red tide.

III. Fenomena Arus Divergen dan Konvergen Terhadap Daerah Penangkapan Ikan
A. Defenisi arus
Arus air laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horisontal sehingga
menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan
dunia. Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan tiupan angin
atau perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang . Pergerakan arus dipengaruhi
oleh beberapa hal antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya
Coriolis dan arus ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwellng , downwelling.
Selain

angin,

arus

dipengaruhi

oleh

paling

tidak

tiga

faktor,

yaitu

1. Bentuk Topografi dasar lautan dan pulau pulau yang ada di sekitarnya : Beberapa sistem
lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan pula oleh arus equatorial
counter di sisi yang keempat. Batas batas ini menghasilkan sistem aliran yang hampir
tertutup dan cenderung membuat aliran mengarah dalam suatu bentuk bulatan.
2. Gaya Coriollis dan arus ekman : Gaya Corriolis mempengaruhi aliran massa air, di mana
gaya ini akan membelokkan arah mereka dari arah yang lurus. Gaya corriolis juga
yangmenyebabkan timbulnya perubahan perubahan arah arus yang kompleks susunannya
yang terjadi sesuai dengan semakin dalamnya kedalaman suatu perairan.
3. Perbedaan Densitas serta upwelling dan sinking : Perbedaan densitas menyebabkan
timbulnya aliran massa air dari laut yang dalam di daerah kutub selatan dan kutub utara ke
arah daerah tropik.
B. Fungsi arus terhadap daerah penangkapan ikan
Arus sangat mempengaruhi penyebaran ikan, Lavastu dan Hayes (1981) menyatakan
hubungan arus terhadap penyebaran ikan adalah arus mengalihkan telur-telur dan anak-anak
ikan petagis dan spawning ground (daerah pemijahan) ke nursery ground (daerah
pembesaran) dan ke feeding ground (tempat mencari makan). Migrasi ikan-ikan dewasa
disebabkan arus, sebagai alat orientasi ikan dan sebagai bentuk rute alami; tingkah laku ikan
dapat disebabkan arus, khususnya arus pasut, arus secara langsung dapat mempengaruhi
distribusi ikan-ikan dewasa dan secara tidak langsung mempengaruhi pengelompokan
makanan, atau faktor lain yang membatasinya (suhu); arus mempengaruhi lingkungan alami
ikan, maka secara tidak langsung mempengaruhi kelimpahan ikan tertentu dan sebagai
pembatas distribusi geografisnya.
Ikan bereaksi secara langsung terhadap perubahan lingkungan yang dipengaruhi oleh
arus dengan mengarahkan dirinya secara langsung pada arus. Arus tampak jelas dalam organ
mechanoreceptor yang terletak garis mendatar pada tubuh ikan. Mechanoreceptor adalah

reseptor yang ada pada organisme yang mampu memberikan informasi perubahan mekanis
dalam lingkungan seperti gerakan, tegangan atau tekanan. Biasanya gerakan ikan selalu
mengarah menuju arus. (Reddy, 1993).
Fishing ground yang paling baik biasanya terletak pada daerah batas antara dua arus
atau di daerah upwelling dan divergensi. Batas arus (konvergensi dan divergensi) dan kondisi
oseanografi dinamis yang lain (seperti eddies), berfungsi tidak hanya sebagai perbatasan
distribusi lingkungan bagi ikan, tetapi juga menyebabkan pengumpulan ikan pada kondisi ini.
Pengumpulan ikan-ikan yang penting secara komersil biasanya berada pada tengah-tengah
arus eddies. Akumulasi plankton, telur ikan juga berada di tengah-tengah antisiklon eddies.
Pengumpulan ini bisa berkaitan dengan pengumpulan ikan dewasa dalam arus eddi (melalui
rantai makanan). (Reddy, 1993). Jadi, dengan mengetahui nilai suhu, salinitas dan arus pada
perairan, akan dapat dianalisis fenomena yang merupakan daerah potensi ikan.
IV. Fenomena Gyre Terhadap Daerah Penangkapan Ikan
Gyre merupakan arus laut skala besar yang terdapat di lautan terbuka, tercipta karena
pengaruh gaya Coriolis dan Ekman Transport. Di dunia, terdapat lima gyre, satu di Samudera
Hindia, dua di Samudera Pasifik, dan dua lainnya di Atlantik.
Dalam sebuah simulasi perubahan seperti itu di wilayah Pasifik Utara, penelitian
menemukan bahwa pembentukan topan menurun 70 persen. Itu merupakan penurunan besar
untuk sebuah wilayah yang menghasilkan topan lebih dari setengah yang dilaporkan di dunia.
Ternyata pembentukan topan sangat dimediasi oleh kehadiran klorofil atau pigmen hijau
kecil yang membantu organisme bersel tunggal yang disebut fitoplankton untuk merubah
sinar matahari menjadi makanan untuk ekosistem kelautan seperti yang dilansir oleh physorg.
Klorofil berperan dalam warna laut.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Geophysical Research Letters yang
merupakan jurnal Uni Geofisika Amerika, tim Gnanadesikan menjelaskan bagaimana sebuah
penurunan konsentrasi klorofil dan selanjutnya penurunan warna laut bisa menyebabkan
penurunan pembentukan topan di kawasan penurunan warna. Meski studi itu melihat pada
efek simulasi penurunan populasi fitoplankton, penelitian yang baru dipublikasikan
membantah bahwa populasi global fitoplankton telah secara tetap menurun selama abad
terakhir.
Pada skenario terakhir, ketidakhadiran klorofil di wilayah subtropis gyre
mempengaruhi pembentukan topan dengan merubah penyaluran sirkulasi udara dan panas di
dalam dan luar gyre. Malahan, di sepanjang ekuator atau khatulistiwa, pola-pola baru di luar
gyre tersebut mengakibatkan peningkatan pembentukan topan sekitar 20 persen. Sekalipun

begitu, peningkatan itu lebih dari komposisi 70 persen penurunan badai di bagian utara yang
lebih jauh, di luar dan dekat gyre. Pemetaan tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak topan
akan mengena Filipina dan Vietnam, tapi sedikit yang akan mencapai Cina dan Jepang.
Pada skenario non klorofil, sinar matahari mampu menjangkau lebih ke dalam laut
yang menyebabkan air permukaan lebih dingin. Penurunan suhu permukaan dalam pemetaan
mempengaruhi pembentukan topan dalam tiga langkah: air yang dingin memiliki tenaga lebih
kurang, pola sirkulasi udara berubah yang mengakibatkan lebih banyak udara kering di atas
yang menyebabkan topan sulit perkembang. Perubahan pada sirkulasi udara tersebut memicu
angin kuat di atas yang cenderung mencegah badai petir membentuk superstruktur yang
kemudian berkembang menjadi topan.
Penurunan topan di Pasifik Utara hanya merupakan satu contoh bagaimana perubahan
konsentrasi klorofil bisa memiliki efek lebih jauh yang sebelumnya tidak dipertimbangkan.
Hasil rincian beberapa bagian laut akan berbeda berdasarkan arus lokal dan kondisi laut, ujar
Gnanadesikan.
Ketidakhadiran penuh klorofil di beberapa wilayah laut akan menyebabkan perubahan
drastis, tambah Gnanadesikan. Namun, dampak potensialnya masih penting untuk
dipertimbangkan, katanya. Gyre Pasifik bagian utara yang dipelajarinya sudah merupakan
"padang gurun laut," katanya. Oleh karena itu yang mengejutkan ialah bahwa "walau wilayah
ini nampaknya jernih, pemanasan yang dimediasi secara biologis adalah penting."
V. Fenomena Continental Shelf Terhadap Daerah Penangkapan Ikan
Landas benua (bahasa Inggris: continental shelf) atau Paparan benua adalah perluasan
perimeter pada masing-masing benua yang terhubung dengan dataran pesisir. Landas benua
yang mengelilingi sebuah pulau disebut landas insuler.
Daerah Penangkapan Ikan yang terbentuk karena faktor Kemiringan Benua
(Continental shelves).Separoh dari sumber biologis di lautan ada pada daerah kemiringan
benua, dan ikan-ikan sangat menyukai tinggal di daerah tersebut. Banyak sungai yang
membawa nutrient dalam jumlah yang besar yang masuk ke perairan Continental shelves.
Kenyataanya gelombang dan arus dapat mempengaruhi suhu perairan antara lapisan atas
dengan lapisan dibawahnya. Daerah kemiringan benua mulai dari permukaan hingga kedasar
kaya akan nutrient, penetrasi sinar matahari berlimpah dan jumlah organik matternya besar,
sehingga menghasilkan phitoplankton dan zooplankton.
Di Daerah kemiringan benua, banyak ikan dan binatang laut lainnya yang menjadi
target dari operasi penangkapan. Di daerah kemiringan benua merupakan tempat yang ideal
bagi ikan-ikan yang masih muda untuk tumbuh, karen banyak organisme dasar yang hidup

didasar perairan. Didaerah ini proses rantai makanan berlangsung lebih cepat, sehingga
produktivitas biologinya tinggi.
Di daerah kemiringan benua yang merupakan daerah yang dangkal dengan sudut
dasar kesinambungan adalah merupakan daerah operasi penangkapan yang baik bagi jenisjenis alat yang cara pengoperasiaannya diseret (Drag Net). Perairan pantai di daerah
kemiringan benua umumnya berhubungan langsung perairan laut yang terbuka. Contohnya di
Timur Laut Cina tidak hanya dijumpai banyak ikan yang berenang, tetapi juga ditemukan
penambahan ikan-ikan dasar. Contoh lainnya adalah di Laut Bering merupakan daerah yang
spesifik karena masuknya air dingin dari utara.
Dibawah ini adalah beberapa contoh daerah penangkapan di dunia yang merupakan
daerah kemiringan benua :

Di Samodra Pasifik sekitar Alaska yang merupakan daerah penangkapan Cod dan
Kepiting (Crab) di laut Bering

Di Samodra Atlantik yang merupakan daerah penangkapan Turbot, Sole, Cod dan
Sardine, di Laut Utara dan Laut Barents, Sea Bream dan Octopus di pantai barat
Afrika, serta Cod dan Sardina di Newfoundland.

V. Perilaku Ikan Akibat Pengaruh Faktor Oseanografi


A. Defenisi Oseanografi
Oseanografi (berasal dari bahasa Yunani oceanos yang berarti laut dan graphos yang
berarti gambaran atau deskripsi juga disebut oseanologi atau ilmu kelautan) adalah
cabang dari ilmu bumi yang mempelajari segala aspek dari samudera dan lautan. Secara
sederhana oseanografi dapat diartikan sebagai gambaran atau deskripsi tentang laut.
Para ahli oseanografi mempelajari berbagai topik, termasuk organisme laut dan dinamika
ekosistem; arus samudera, ombak, dan dinamika fluida geofisika; tektonik lempeng dan
geologi dasar laut; dan aliran berbagai zat kimia dan sifat fisik didalam samudera dan
pada batas-batasnya. Topik beragam ini menunjukkan berbagai disiplin yang
digabungkan oleh ahli oceanografi untuk memperluas pengetahuan mengenai samudera
dan memahami proses di dalamnya: biologi, kimia, geologi, meteorologi, dan fisika.
B. Pengaruh Faktor Oseanografi Di Laut Pada Tingkah Laku Dan Kelimpahan Ikan.
1. Suhu air laut
Ikan adalah hewan berdarah dingin, yang suhu tubuhnya selalu menyesuaikan dengan
suhu sekitarnya. Selanjutnya dikatakan pula bahwa ikan mempunyai kemampuan untuk
mengenali dan memilih range suhu tertentu yang memberikan kesempatan untuk

melakukan aktivitas secara maksimum dan pada akhirnya mempengaruhi kelimpahan dan
distribusinya. Pengaruh suhu terhadap ikan adalah dalam proses vertikall, seperti
pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang, serta
dalam rangsangan syaraf. Pengaruh suhu air pada tingkah laku ikan paling jelas terlihat
selama pemijahan. Suhu air laut dapat mempercepat atau memperlambat mulainya
pemijahan pada beberapa jenis ikan. Suhu air dan arus selama dan setelah pemijahan
adalah faktor-faktor yang paling penting yang menentukan kekuatan keturunan dan
daya tahan larva pada spesies-spesies ikan yang paling penting secara komersil. Suhu
ekstrim pada daerah pemijahan (spawning ground) selama musim pemijahan dapat
memaksa ikan untuk memijah di daerah lain daripada di daerah tersebut. Perubahan suhu
jangka panjang dapat mempengaruhi perpindahan tempat pemijahan (spawning ground)
dan fishing ground secara vertical.
Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi
matahari pada siang hari. Karena pengaruh angin, maka di lapisan teratas sampai
kedalaman kira-kira 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu
hangat (sekitar 28C) yang vertical. Oleh sebab itu lapisan teratas ini sering pula disebut
lapisan vertikal. Karena adanya pengaruh arus dan pasang surut, lapisan ini bisa menjadi
lebih tebal lagi. Di perairan dangkal lapisan vertikal ini sampai ke dasar. Lapisan
permukaan laut yang hangat terpisah dari lapisan dalam yang dingin oleh lapisan tipis
dengan perubahan suhu yang cepat yang disebut termoklin atau lapisan diskontinuitas
suhu. Suhu pada lapisan permukaan adalah seragam karena percampuran oleh angin dan
gelombang sehingga lapisan ini dikenal sebagai lapisan percampuran (mixed layer).
Mixed layer mendukung kehidupan ikan-ikan pelagis, secara pasif mengapungkan
plankton, telur ikan, dan larva, sementara lapisan air dingin di bawah termoklin
mendukung kehidupan hewan-hewan bentik dan hewan laut dalam.
Pada saat terjadi penaikan massa air (upwelling), lapisan termoklin ini bergerak ke
atas dan gradiennya menjadi tidak terlalu tajam sehingga massa air yang kaya zat hara
dari lapisan dalam naik ke lapisan atas.jangka pendek dari kedalaman termoklin
dipengaruhi oleh pergerakan permukaan, pasang surut, dan arus. Di bawah lapisan
termoklin suhu menurun secara perlahan-lahan dengan bertambahnya kedalaman.
Kedalaman termoklin di dalam lautan Hindia mencapai 120 meter. Menuju ke selatan
di daerah arus equatorial selatan, kedalaman termoklin mencapai 140 meter.
2. Pengaruh arus

Ikan bereaksi secara langsung terhadap perubahan lingkungan yang dipengaruhi oleh
arus dengan mengarahkan dirinya secara langsung pada arus. Arus tampak jelas dalam
organ

mechanoreceptor

yang

terletak

garis

mendatar

pada

tubuh

ikan.

Mechanoreceptoradalah reseptor yang ada pada vertikal yang mampu memberikan


informasi perubahan mekanis dalam lingkungan seperti gerakan, tegangan atau tekanan.
Biasanya gerakan ikan selalu mengarah menuju arus. Fishing ground yang paling baik
biasanya terletak pada daerah batas antara dua arus atau di daerah upwelling dan
divergensi. Batas arus (konvergensi dan divergensi) dan kondisi oseanografi dinamis
yang lain (seperti eddies), berfungsi tidak hanya sebagai perbatasan distribusi lingkungan
bagi ikan, tetapi juga menyebabkan pengumpulan ikan pada kondisi ini. Pengumpulan
ikan-ikan yang penting secara komersil biasanya berada pada tengah-tengah arus eddies.
Akumulasi plankton, telur ikan juga berada di tengah-tengah antisiklon eddies.
Pengumpulan ini bisa berkaitan dengan pengumpulan ikan dewasa dalam arus eddi
(melalui rantai makanan).
3. Pengaruh cahaya
Ikan bersifat fototaktik baik secara positif maupun vertikal. Banyak ikan yang tertarik
pada cahaya buatan pada malam hari, satu fakta yang digunakan dalam penangkapan
ikan. Pengaruh cahaya buatan pada ikan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan lain dan
pada beberapa spesies bervariasi terhadap waktu dalam sehari. Secara umum, sebagian
besar ikan pelagis naik ke permukaan sebelum matahari terbenam. Setelah matahari
terbenam, ikan-ikan ini menyebar pada kolom air, dan tenggelam ke lapisan lebih dalam
setelah matahari terbit. Ikan demersal biasanya menghabiskan waktu siang hari di dasar
selanjutnya naik dan menyebar pada kolom air pada malam hari. Cahaya mempengaruhi
ikan pada waktu memijah dan pada larva. Jumlah cahaya yang tersedia dapat
mempengaruhi waktu kematangan ikan. Jumlah cahaya juga mempengaruhi daya hidup
larva ikan secara tidak langsung, hal ini diduga berkaitan dengan jumlah produksi organik
yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya. Cahaya juga mempengaruhi tingkah
laku larva. Penangkapan beberapa larva ikan pelagis ditemukan lebih banyak pada malam
hari dibandingkan pada siang hari.

Anda mungkin juga menyukai