Anda di halaman 1dari 45

HABITAT IKAN

Ulasan mengenai hubungan ekologi suatu kelompok yang


hanya dibahas dalam satu bab, nampaknya hanya akan
mengecewakan.

Penjelasan tentang sejumlah kelompok dan habitatnya adalah


sesuatu yang tidak akan habis dibahas.

Selain itu, adaptasi dan reaksi suatu kelompok terhadap


lingkungannya terkadang sulit untuk dimengerti.

Umumnya, ikan-ikan yang telah dikenal dari sudut pandang


ekologinya adalah ikan-ikan yang bernilai ekonomis dan
memiliki peran sebagai sumber rekreasi atau komersial.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, perhatian untuk
melindungi ikan-ikan langka dan yang terancam
punah telah menyebabkan minat dalam
mempelajari ekologi semua ikan terus
bertambah.

Dalam bab ini, akan dibahas mengenai


karakteristik habitat yang menjadi tempat
spesies ikan hidup dan beberapa dinamika yang
terjadi di habitat tersebut serta bagaimana ikan
dapat hidup di habitat tersebut.
Medium Air
Densitas air, yaitu sekitar 800 kali densitas gas,
menyebabkan air harus berpindah dengan cepat dari
satu medium ke medium lainnya.

Air bersifat melekat/kental, sehingga objek yang


memiliki nilai rasio luas permukaan berbanding
volume yang  tinggi akan tenggelam ke dasar dengan
perlahan, walaupun gravitasi spesifiknya sedikit
melebihi air yang setara dengan 1 pada 40C.

Material yang agak ringan, seperti gas atau minyak


yang masuk ke dalam badan air, akan menyebabkan
daya apung suatu objek yang terdapat di dalam
badan air tersebut bersifat netral.
Tekanan —yang akan meningkat sekitar 1 atm setiap
kedalaman bertambah 10 meter— memiliki efek pada
kehidupan dan struktur ikan-ikan perairan dalam,
termasuk jumlah kalsium di dalam skeleton,
kemampuan mempertahankan gas bladder dan lain-
lain.
Gaya berat air akan berubah seiring dengan
berubahnya suhu —gaya berat air akan semakin besar
pada suhu 40C. Fakta bahwa densitas terbesar air
tawar berada pada suhu 40C,  sangat penting untuk
diketahui karena es terbentuk di permukaan bukan di
dasar.
Panas air yang spesifik memungkinkan perluasan arus
dingin dan hangat, jauh di laur garis lintang —tempat
dimana es terbentuk—, sehingga memengaruhi
penyebaran dan distribusi ikan
Air memiliki kemampuan sebagai pelarut. Ketika air
jatuh ke daratan (sebagai air hujan) dan menyerap ke
dalam tanah, air tersebut membawa banyak
substansi, yakni karbondioksida, oksigen, klorida,
kalsium sulfat dan karbonat, sodium, magnesium,
dan pottasium.

Senyawa silikon dan phospor, juga material organik


lainnya ikut terbawa pula oleh air.

Terdapat hubungan yang lebih atau kurang kompleks


berkaitan dengan konsentrasi ion hidrogen dan
kelarutan senyawa tertentu di perairan, seperti
karbonat. 
Oksigen terlarut —yang dipengaruhi oleh tekanan, suhu, dan
material lainnya yang terlarut— dapat memengaruhi jenis
spesies yang menempati badan air.

Mengingat volume udara terdiri dari hampir 21% oksigen, maka


kemampuan air tawar dalam melarutkan suatu zat sangatlah
kecil, yakni 10,23 cc/liter pada 00C atau bahkan kurang, seiring
meningkatnya suhu.

Air laut yang memiliki salinitas 30 ppt memiliki kadar oksigen


terlarut sebesar 8,8 cc/liter pada suhu 00C. Umumnya fauna
ikan air tawar yang beragam dapat hidup pada konsentrasi
oksigen terlarut 3,5 cc/liter atau sekitar 55% saturasi pada suhu
200C.

Jenis ikan salmon dan ikan perairan dingin lainnya dapat hidup
dengan baik pada kadar oksigen terlarut mendekati saturasi,
yaitu 6,4 cc/liter pada suhu 200C.
Habitat dan Adaptasi
Air Tawar
Perairan tawar memiliki porsi yang sangat kecil dari seluruh
perairan di bumi (0.01%). Walaupun demikian, terdapat sekitar
41% spesies air tawar yang telah diketahui.
Hal ini mungkin berkaitan dengan niche yang banyak terdapat di
perairan mengalir dan tergenang (yang memiliki jangkauan garis
lintang dan ketinggian yang lebar) dan juga kesempatan isolasi
geografi.
Perairan tawar sangat berbeda dengan perairan lainnya dalam
banyak hal, seperti suhu, arus, kedalaman, bahan tersuspensi,
material terlarut termasuk oksigen dan nutrien, serta substrat
dan ketetapan waktu.
Hal ini, dengan banyak faktor lainnya, dapat memengaruhi
kemampuan ikan untuk hidup di suatu daerah, menemukan
makanan dan tempat perlindungan, serta memenuhi kebutuhan
lainnya.  
Perkembangan fauna ikan di daerah hulu sangat bergantung pada kemampuan
ikan untuk beradaptasi dengan faktor-faktor yang berpengaruh, seperti yang
telah disebutkan sebelumnya.

Tetapi, faktor yang sangat penting dalam hal ini adalah kapasitas lingkungan
untuk menghasilkan makanan. Di perairan —seperti habitat terrestrial—
produksi makanan yang melimpah bergantung pada cahaya matahari,
tumbuhan hijau, dan nutrient.

Di sungai berbatu, dengan gradiennya yang curam, kesempatan tumbuhan


berakar untuk tumbuh sangatlah terbatas, sehingga berbagai jenis alga —
terutama diatom— merupakan produsen utama penghasil makanan.

Hubungan trofik sederhana antara ikan di perairan mengalir melibatkan


spesies yang dapat beradaptasi dengan cara menempel atau bertahan di atas
batu dan menyingkirkan diatom serta organisme menempel (aufwuch).

Ikan-ikan di perairan ini telah berkembang di Asia, terutama di kawasan


Himalaya dan Andes, juga di kawasan pegunungan di daerah tropis lainnya.
Gambar 1. Cakram penghisap ikan Homalopteridae (Nikolsky dalam Bond, 1979)
Spesies ikan yang terdapat di sungai kecil dan anak sungai
yang lebar di Amerika Selatan adalah berbagai jenis
spesies bertubuh streamline yang dapat berpindah-
pindah diantara riffle dan bertahan pada posisinya di arus
yang deras.

Sebagai contoh adalah ikan putih pegunungan,


Prosopium williamsoni; ikan rol batu, Campostoma sp;
creek chubsucker, Erimyzon oblongus; Torrent sucker,
Moxostoma rhothoecum; dan sucker pegunungan,
Catostomus platyrhynchus.

Selain itu, ikan dari genus Rhinichthys dan Cottus, serta


ikan darter dari genus Etheostoma juga berada di daerah
hulu, tetapi spesies ini lebih sering berada di dekat dasar
perairan.
Ikan-ikan khas daerah hulu bergerak hingga ke daerah tengah sungai,
jika air deras dengan suhu dan dasar yang sesuai tetap ada.

Ikan-ikan ini dengan demikian dapat dikaitkan dengan peningkatan


jumlah spesies yang memanfaatkan niche yang lebih besar di sungai
bagian tengah.

Bagian tengah sungai ini dapat dicirikan dengan lebih banyak pool
dan air deras —dari pada riffle— yang ada. 

Arus akan bervariasi, tetapi lebih lambat dari pada arus sungai di
hulu. Selain itu, material dasar perairan pun akan lebih bervariasi,
mulai dari partikel koarsa, yang ditemukan di air deras hingga deposit
pasir dan endapan yang ditemukan di pool.

Vegetasi dapat bervarisi mulai dari diatom dan material lainnya ynag
hidup di bebatuan hingga tanaman air berakar di area terdeposit.
Penutupan di daerah pinggiran sungai dapat menjadi relatif tidak
penting dengan semakin lebarnya sungai.
Perairan tergenang (lingkungan lentik). Tidak seperti sungai —
dimana evolusi terjadi mulai dari yang kecil hingga besar— ukuran
badan air di perairan tergenang berubah dari besar menjadi kecil,
dari dalam menjadi dangkal.
Saat danau terbentuk, melalui berbagai proses geologi yang dapat
mengakibatkan terbentuknya kolam di permukaan bumi, kolam
tersebut mulai terisi dengan material yang berasal dari sungai,
tertiup angin, atau dihasilkan oleh danau itu sendiri.
Perubahan alami yang terjadi di danau, dimulai dari kolam hingga
rawa dan akhirnya daerah yang kering —jika proses dapat berlanjut
dengan adanya waktu yang cukup.
Danau kecil yang dangkal yang terbentuk di moraine (tumpukan batu
di gunung es) glasial atau disebabkan karena longsoran yang
membentuk lembah kecil, memiliki masa hidup yang relatif singkat
dan dapat menyebabkan hilang atau punahnya danau tersebut dalam
beberapa ratus tahun.
Danau yang terbentuk akibat adanya celah yang besar di permukaan
bumi, memiliki masa hidup yang lama dan hanya terjadi sedikit
perubahan serta prosesnya masih terus berjalan. Danau seperti
Baikal di Siberia dan Deep Reef Lake of Afrika adalah contoh danau
permanen, yang dapat bertahan selama jutaan tahun.
Gambar 2. Diagram danau oligotrofik daerah temperate, memperlihatkan stratifikasi
Suhu (Bond, 1979)
Nutrien dapat terakumulasi di danau —seiring bertambahnya waktu—
dengan masuknya mineral dalam bentuk larutan ke dalam perairan, dan
adanya bahan organik yang tercuci atau jatuh, serta melalui berbagai
macam proses lainnya. Nutrien dapat terperangkap di danau dan
dikonversi menjadi bahan organik di dalam tubuh flora dan fauna serta
tenggelam di dasar perairan dalam bentuk organisme mati. Dari sini,
organisme tersebut dapat di daur ulang dengan cara dikonsumsi oleh
pemakan bangkai (scavenger) atau terdekomposisi oleh
mikroorganisme. Nutrien yang terlarut di daerah hipolimnion memiliki
kesempatan yang kecil untuk dapat mencapai lapisan yang lebih atas —
yang terkena cahaya matahari secara efektif dimana fotosisntesis
terjadi— sehingga untuk mencapai lapisan diatasnya harus terjadi
sirkulasi di danau. Sirkulasi terjadi pada saat suhu mulai dingin di musim
gugur dan mulai hangat pada musim semi serta ketika suhu di dasar dan
di bawah perairan sama. Tentu saja, terdapat pengecualian di dalam
pola sirkulasi yang terjadi setahun dua kali ini, karena sirkulasi ini
tergantung pada faktor lainnya seperti kedalaman, ketinggian,
pemaparan terhadap angin, serta garis lintang.
Habitat Laut dan Adaptasi
Samudera dicirikan oleh ukurannya yang luas dan dalam,
berkesinambungan dalam ruang dan waktu, diversitas tipe dasar
perairan, gerakan air, suhu, dan kandungan garam. Ikan-ikan laut dapat
hidup dekat atau di dasar perairan, yang disebut alam bentik (benthic
realm) atau di laut lepas yang disebut alam pelagis (pelagic realm).
Tentu saja, semua ini telah mengarah pada formasi asosiasi ekologi dan
komunitas, mulai dari yang paling sederhana hingga yang kompleks, dan
banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi,
menggambarkan, dan menganalisis hubungan ekologi dan
komunitasnya. Kerangka kerja umum dimana para ahli ekologi laut
bekerja, terdapat di salah satu zonasi dari dua alam ini, seperti yang
telah disebutkan. Batas-batas zona ini dilintasi oleh banyak hewan dan
karena zona-zona ini dibangun oleh beberapa faktor seperti penetrasi
cahaya, suhu, dan luasan paparan benua dan lereng (slope), maka zona
ini memiliki arti biologis yang penting.
Alam bentik terbagi atas zona paparan, yang mempunyai kedalaman
hingga 200 meter; lereng atas (upper slope) yang kedalamannya hingga
1000 meter; lereng bawah (lower slope), yang kedalamannya mencapai
3000 meter; abisal, yang kedalamannya mencapai 6000 meter; dan
zona hadal, yang meliputi palung dalam (deep trench).

Alam pelagis dibagi ke dalam zona epipelagis, yang mencapai


kedalaman 200 meter (hal ini berhubungan dengan kedalaman dan
penetrasi cahaya efektif serta tepi paparan benua); zona mesopelagis,
yang memiliki kedalaman hingga 1000 meter dan merupakan batas dari
semua permukaan yang terkena cahaya matahari; zona batipelagis,
yang bersifat afotik dan mencapai kedalaman 6000 meter; zona
hadopelagis, dengan kedalaman dibawah 6000 meter. Beberapa ahli
ekologi merasa bahwa pembagian tersebut sesuai dan cocok untuk
membagi laut ke dalam sistem neritik (di dan di atas paparan benua)
dan sistem laut (di luar paparan) (Gambar 3)
Gambar 3. Zonasi ekologi wilayah laut (Bond, 1979)
Ikan sculpin sebenarnya berwarna indah, tetapi
nampak berburik, sehingga menyebabkan ikan
tersebut tidak terlihat mencolok ketika berada di
atas batu, tumbuhan hijau, alga koral, dan material
lainnya.
Clinocottus globiceps, diantara spesies lainnya, dapat
merubah warnanya dengan cepat untuk
menyesuaikan diri dengan substrat.
Selain itu, spesies ini dapat menyerupai ikan lainnya
karena mempunyai bentuk sisir (cirri) di kulitnya.
Sirip pektoral yang lebar memudahkan ikan tersebut
untuk bergerak dengan lambat di dasar perairan
untuk mencari makanan.
Banyak spesies ikan yang hidup di daerah supratidal,
beberapa diantaranya berada di perairan semi-permanen
dimana terdapat deburan atau percikan ombak. Jenis ikan
lainnya yang menghabiskan sebagian hidupnya di luar
daerah ini, membuat ekskursi diantara bebatuan dan
tumbuhan.
Di pantai berbatu, ikan jenis sculpin, sleeper (Eleotridae),
blenni, gobi, dan cling fish sering menempati daerah
supratidal (daerah percikan) atau supralittoral.

Di dasar perairan yang halus pada pantai yang lebih hangat,


the mudskipper (Periophthalmidae) umumnya memanjat
akar mangrove atau menarik diri mereka dari genangan
lumpur dengan sirip pectoral yang menyerupai tangan
Secara umum, pantai berpasir tidak sekaya pantai berlumpur
dalam hal sumberdaya makanan, dimana ikan meliang dapat
hidup. Tetapi, di daerah ini jumlah jenis vegetasi yang
melekat dan tumbuh dapat sangat banyak dijumpai dan juga
bahan organik yang terakumulasi di dasar dapat pula
menunjang pertumbuhan fauna avertebrata. Walaupun dasar
perairannya yang halus tidak menjadi tempat ditemukannya
berbagai jenis ikan intertidal —seperti yang ditemukan di
pantai berbatu—, daerah ini tetap menyediakan makanan
guna menghasilkan biomassa yang lebih besar per unit area.
Kebanyakan ikan yang mencari makan di daerah ini beruaya
dari pantai atau pantai berlumpur ke tempat dimana dapat
ditemukan berbagai krustacea seperti, cacing, moluska, dan
avertebrata lainnya. Beberapa spesies, khususnya ikan jenis
gobi, tetap berada di pantai berlumpur, bersembunyi di
dalam lubang, atau di dalam liang udang.
Modifikasi bentuk mulut ikan untuk mengumpulkan makanan sangat
bervariasi, mulai dari mulut berukuran kecil dengan moncong yang
panjang yang dimiliki ikan-ikan koral, seperti Forcipiger dan moorish
idol, Zanclus hingga paruh penghancur koral yang dimiliki ikan kakak tua
(Scaridae). Ikan Wrass (Labridae) umumnya memiliki ukuran mulut yang
kecil hingga sedang dengan gigi anterior seperti taring untuk
menangkap makanan dan gigi posterior untuk menghancurkannya. Ikan
bass laut (Serranidae) memiliki mulut lebar yang cocok untuk
kebiasaanya memangsa. Sumberdaya di ekosistem terumbu karang
sangat melimpah, termasuk polip kerang dan juga berbagai alga serta
plankton. Tentu saja, ikan-ikan karang mengambil manfaat dar semua
level produksi —beberapa jenis ikan terspesialisasi memakan polip
karang, beberapa jenis lainnya bersifat herbivor dan ada juga jenis ikan
pemakan organisme avertebrata.
Lingkungan perairan, walaupun memiliki berbagai jenis
habitat, tetapi hanya menyediakan satu fraksi niche di
perairan yang lebih dangkal. Di perairan ini, terdapat
sejumlah besar spesies dengan biomass yang rendah atau
sedang serta beberapa spesies dengan biomassa besar. Tidak
peduli, apakah ikan-ikan yang berada di daerah tersebut
adalah ikan bentik asli —yang menghabiskan semua
waktunya di dasar perairan— atau benthopelagis —yang
berenang ke luar dasar perairan, tetapi kembali untuk
mencari makan—, mereka tetap ditangkap oleh trawl. Banyak
ikan-ikan yang terkenal di dunia berada di wilayah paparan
(shelf).   ikan flounder dan sole, rockfish (Sebastes) dan gadid
(Gadus, Pollachius, Melanogrammus, Urophycis) adalah
spesies yang sering ditangkap.
Adaptasi reproduksi beberapa spesies nampaknya dilakukan untuk
mencegah ikan juvenil agar tidak terlalu jauh berpindah dari habitat
yang sesuai. Beberapa jenis ikan brotula dan ikan pari listrik bersifat
ovovivipar dan sejumlah eelpout bersifat vivipar. Agonid dan beberapa
jenis eelpout menyimpan telur demersalnya dan kemudian menjaga
telur tersebut. Ikan cod, macrourid, dan belut memiliki telur pelagis
yang dapat hanyut secara bebas pada arus dalam. Karena telur-telur ini
berukuran sangat kecil dan dapat menelurkan larva pelagis yang harus
hanyut untuk sementara, maka jumlahnya sangat banyak. Oleh karena
itu, jumlah yang cukup harus dipijahkan untuk menyeimbangkan
kerugian akibat predator dan akibat hanyutnya juvenil ke tempat yang
tidak optimum. Pada kebanyakan spesies, telur dan larva secara
hidrostatik telah mencapai keseimbangan untuk dapat mengapung pada
kedalaman sedang dan tidak pada permukaan. Pada beberapa jenis ikan
flat, telur dan larva ikan tersebut dapat hanyut menuju dekat pantai,
dimana terdapat daerah pengasuhan. Setelah itu, juvenil ikan flat
kembali ke perairan yang lebih dalam. Beberapa jenis ikan liparid
menempatkan telur-telurnya di dalam rongga ingsang kepiting.
Walaupun fauna ikan di wilayah bentik —pada kedalaman di
bawah 1000 meter— terdiri atas banyak spesies yang
berasal dari lereng atas, modifikasi pada organ tubuh
spesies tersebut tetap ada. Mata ikan umumnya berukuran
kecil, bahkan vestigial di beberapa spesies ikan, dan sangat
termodifikasi serta hampir tidak ada mata pada satu genus
(Ipmops). Pigmentasi, yang umumnya hitam atau gelap,
dapat tidak terlihat pada beberapa ikan. Sistem garis literal
sangat berkembang dengan pesat, dengan neuromasts yang
sering ditemukan. Banyak spesies gadiform di sini memiliki
kemampuan untuk menghasilkan suara yang dapat berguna
untuk menentukan lokasi lawan jenis. Bioluminesce sangat
umum diantara jenis spesies macrourid.  
Spesies yang hidup di alam pelagis membutuhkan
adaptasi untuk mengumpulkan makanan. Dasar
jaring-jaring makanan adalah fitoplankton yang
dimakan oleh avertebrata, walaupun beberapa ikan
memakan tumbuhan kecil, dan kemudian
avertebrata tersebut dimakan oleh ikan kecil
maupun besar. Ikan dilengkapi dengan organ untuk
menangkap zooplankton satu persatu atau dengan
memiliki organ penyaring yang baik, sehingga dapat
menyaring zooplankton dalam jumlah  besar. Tentu
saja, sistem ini meliputi berbagai jenis avertebrata
predator dan ikan-ikan predator yang mengambil
keuntungan dari konsumen tingkat satu dan dua.
Terdapat sekitar 70 famili ikan-ikan yang berada di zona epipelagis.
Mulai dari ikan saury kecil (Scomberosocidae) yang memiliki ukuran 15
cm hingga hiu putih yang berukuran 18 meter, tetapi kebanyakan jenis
ikan yang ditemukan di kawasan ini memiliki panjang 30 cm hingga 1
meter. Perenang cepat —seperti ikan tuna—, seperti ikan mackerel,
ikan hiu pelagis, dan beberapa jenis carangid memiliki bentuk tubuh
streammline dengan tangkai caudal yang sempit dan terbalik serta sirip
caudal yang berbentuk bulan sabit. Billfish, seperti ikan marlin dan ikan
pedang, mungkin mendapatkan keuntungan meluncur dengan
kecepatan yang tinggi karena bentuk moncongnya ynag memanjang;
hewan ini dilaporkan memiliki kecepatan hingga 130 km per jam.
Kebanyakan famili ikan di kawasan ini agaknya tidak memiliki bentuk
fusiform, beberapa spesies memiliki sirip caudal bercabang dua dan
memiliki tubuh yang dimampatkan serta beberapa spesies memiliki
tubuh yang memanjang, bahkan berbentuk seperti panah, salah satunya
ikan barracuda.  
Ikan-ikan meropelagis yang menyimpan telur demersalnya,
harus melakukan beberapa usaha agar larva dapat hanyut
menuju daerah pengasuhan yang cocok sebelum menjadi
juvenil. Oleh karena itu, ikan-ikan tersebut menyusun pola
migrasi untuk memijah, yakni dengan bersimbiosis dengan
spesies holopelagis yang membutuhkannya, yang membawa
telur dan larva yang hanyut pada arus yang cocok. Larva yang
hanyut umumnya dapat menyesuaikan diri untuk dapat
mengapung —dengan permukaannya yang lebar sampai
perbandingan volume, atau dengan inklusi minyak. Ikan hiu
epipelagis, hampir di seluruh dunia, adalah jenis ovovivipar
atau vivivar yang melahirkan juvenil yang dapat berenang dan
mencari makan. Akibatnya, anak ikan hiu jumlahnya sedikit.
Ikan hiu putih bersifat ovipar dan jumlah telur yang
disimpannya sangat sedikit.
Spesies Keterangan
Famili
Squalidae Etmopterus hillianus Interzonal (shallow)
Alepocephalidae Isistius brasiliensis Interzonal (deep)
Argentinidae Slickhead, A/epocephalus bairdi Interzonal
Bathylagidae Pacific argentine, Argentina sia/is Interzonal
Opisthoproctidae California smoothtongue, Bathy/agus stilbius Interzonal Interzonal
Gonostomatidae Barreleye, Macropinna microstoma Interzonal Interzonal
Sternoptychidae Lightfish, Gonostoma Interzonal
Melanostomiatidae Anglemouth, Cyclothone microdon
Chauliodontidae Hatchetfish, Argyropelecus olfersi
Stomiatidae Longfin dragonfish, Tactostoma macropus
Idiacanthidae Pacific viperfish, Chauliodus macouni
Chlorophthalmidae Boafish, Ichthyococcus ovatus
Paralepididae Stalkeyed fish, Idiacanthus fasciola
Alepisauridae Shortnose greeneye, Chlorophthalmus agassizi
Anotopteridae Paralepis atlanticus
Myctophidae Longnose lancetfish, Alepisaurus ferox
Scopelarchidae Daggertooth, Anotopterus pharao
Synaphobranchidae Lanternfish, Myctophum punctatum
Nemichthyidae Northern lampfish, Stenobrachius leucopsaurus
Bregmacerotidae (Numerous additional genera and species)
Trachipteridae Northern pearleye, Benthalbe/la dentata
Gempylidae Atlantic deep-sea eel, Synaphobranchus infernalis
Slender snipe eel, Nemichthys scolopaceus
Antenna codlet, Bregmaceros atlanticus
Dealfish, Trachipterus arcticus
Oilfish, Ruvettus pretiosus
Polutan Terdekomposisi

Tidak Terdekomposisi

Limbah persisten sampai ke laut:


Leaching
Sedimen dari tanah
Limbah domestik dan limbah industri
Limbah dari operasi kapal
Senyawa dari atmosfer yang jatuh bersama hujan
Limbah Domestik dan Limbah Pertanian

Terjadi eutrofikasi

Deterjen
-mengandung 2,5 kali kandungan nitrogen
-Blue green algae
-peningkatan populasi menyebabkan penetrasi
cahaya matahari berkurang
Pestisida
-DDT dan berbagai bahan hidrokarbon chlorin telah banyak
digunakan sejak tahun 1940, dan saat ini rata-rata meningkat
sekitar 8% per tahun
-tidak dapat diuraikan oleh bakteri
-penggunaan pestisida di Jepang 6 kali lebih besar dari Eropa, tetapi
hasil panen 60% lebih tinggi
-Dapat terkumulasi dalam jaringan lemak, konsentrasinya akan
semakin tinggi sesuai dengan tingkat pada rantai makanan
Minyak
-Mengkontaminasi laut dengan cepat
-mengandung komponen toksik padabiota laut
-Menyebabkan kematian burung laut
Limbah
Pembilasan tangker minyak di laut
Perkapalan
Produksi minyak lepas pantai
Operasi penyulingan
Limbah industri minyak dan otomotif dan
tumpahan minyak
Limbah Organik lainnya
Industri petrokimia
Kertas da pulp
Turunnya kualitas air, mengganggu kesehatan
manusia, menyebabkan kematian bagi
organisma akuatik
Limbah anorganik
Masuk ke ekosistem air tawar, memberikan pengaruh
yang serius
Terdapat beberapa sumber polutan yang dapat
membahayakan ekosistem perairan
Bahan-bahan mengandung radioaktif
Jatuhan bahan-bahan radioaktif
Nuclear -power ship -sub marine
Nuclear power plant
Limbah thermal
Meningkatkan suhu perairan
Menyebabkan gangguan fungsi reproduksi
Limbah Padat
Efek polutan terhadap perikanan
Efek biologi
Migrasi
Behavior
Timbulnya penyakit
Siklus hidup
Proses fisiologi
Nutrisi dan rantai makanan
Efek genetik
Efek Ekologi

Kemungkinan efek positif


Penggunaan limbah organik untuk budidaya ikan
Penggunaan thermal
Pengaruh pada ikan dan hasil budidaya

Anda mungkin juga menyukai