Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Oseanografi adalah ilmu yang mempejari laut dalam segala aspek dengan penekanan laut

sebagai suatu lingkungan. Oseanografi terbagi lagi menjadi beberapa bidang keilmuan salah

satunya adalah osenografi kimia. Osenografi kimia mempelajari segala sesuatu tentang zat-

zat yang terkandung didalam air laut. Hal-hal yang dipelajari yaitu tentang jenis-jenis zat

yang ada dilaut, asal-usul pembentukannya, proses reaksi yang terjadi dan faktor-faktor yang

menguasai atau mempengaruhi penyebaran zat-zat tersebut baik di samudera dan di dasar

laut. Sumber air terbanyak di bumi ini adalah air laut, namun untuk sampai pada tahap

penggunaan sehari-hari tidak bisa langsung digunakan harus melalui pengolahan terlebih

dahulu, mengingat salinitas air laut sangat tinggi. HYDRO sea water membran dapat

mengubah air laut dengan salinitas tinggi menjadi air tawar untuk penggunaan sehari-hari.

Laut sendiri menurut sejarahnya terbentuk 4,4 milyar tahun yang lalu, dimana awalnya

bersifat sangat asam dengan air yang mendidih (dengan suhu sekitar 100C) karena panasnya

bumi pada saat itu. Asamnya air laut terjadi karena saat itu atmosfer bumi dipenuhi oleh

karbon dioksida. Keasaman air inilah yang menyebabkan tingginya pelapukan yang terjadi

yang menghasilkan garam-garaman yang menyebabkan air laut menjadi asin seperti sekarang

ini. Pada saat itu, gelombang tsunami sering terjadi karena seringnya asteroid menghantam

bumi. Pasang surut laut yang terjadi pada saat itu bertipe mamut alias 'luar biasa' tingginya

karena jarak bulan yang begitu dekat dengan bumi. Air laut mengandung 3,5% garam-

garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan

garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik

1
beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak

menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara

signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut

(salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Pada versi yang lebih

lengkap Salinitas merupakan jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu

kilogram air laut jika semua karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida dan yodium

dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi Kandungan garam pada

sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil (kurang dari 0,005 ppt)

sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Jika lebih dari itu, air

dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 30 ppt dan dikatakan

brine jika kobnsentrasinya lebih dari 50 ppt. Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas

1. Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka

salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air

lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya. Penguapan bisa disebabkan oleh

panas dari sinar matahari atau oleh pergerakan angin.

2. Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air

laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun

salinitas akan tinggi.

2
3. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang

bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya

makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.

Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 32-35 ppt.

Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari

air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 300 ppt.

Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga

berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di

utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut

Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit

masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi.

Temperatur atau suhu merupakan derajat panas suatu objek yang diakibatkan oleh tumbukan

antar molekul yang tidak beraturan

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penyebaran salinitas berdasarkan lintang ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui peneyebran salintis berdasarkan

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peneyebran salinitas berdasarkan lintang

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut dalam air. Yaitu

jumlah gram garam yang terlarut untuk setiap liter larutan. Biasanya dinyatakan dalam satuan

0/00 (parts per thousand). Oleh karena itu, suatu sampel air laut yang seberat 1000 gram yang

mengandung 35 gram senyawa-senyawa terlarut mempunyai salinitas 350/00 (Kordi and

Tancung 2007:66).

Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam

pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat

ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara

definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau

menjadi Saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.

Distribusi salinitas secara horizontal yaitu semakin kearah lintang tinggi maka salinitas

juga akan bertambah tinggi. Maka dari itulah salinitas di daerah laut tropis (daerah di sekitar

khatulistiwa) lebih rendah daripada salinitas di laut subtropis. Daerah yang memiliki salinitas

paling tinggi berada pada daerah lintang antara 30°LU dan 30°LS kemudian menurun ke arah

lintang tinggi dan khatulistiwa. Di perairan Indonesia yang termasuk iklim tropis, salinitas

meningkat dari arah barat ke timur dengan kisaran antara 30-35 o/oo. Air samudera yang

memiliki salinitas lebih dari 34o/oo ditemukan di Laut Banda dan Laut Arafuru yang diduga

berasal dari Samudera Pasifik (Wyrtki,1961). Sebaran salinitas secara horizontal tersebut

terjadi karena faktor-faktor utama yang telah disebutkan di atas, yaitu run off, presipitasi,

evaporasi dan pola sirkulasi air namun selain itu ada beberapa faktor lainnya yang ternyata

mempengaruhi distribusi secara horizontal yaitu angin dan topografi. Presipitasi di daerah

tropis lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya maka terjadi pengenceran air laut yang

4
menyebabkan rendahnya salinitas di daerah tropis. Di Indonesia system angin munson sangat

berpengaruh terhadap sebaran salinitas baik secara vertical dan horizontal. Secara horizontal

dikarenakan angin munson mempengaruhi arus untuk bergerak dan arus akan membawa

massa air. Angin munson akan menyebabkan terjadinya musim hujan dan musim panas.

Perubahan musim inilah yang menyebabkan variasi tahunan salinitas perairan seperti

terjadinya perubahan sirkulasi massa air yang bersalinitas tinggi dengan massa air

bersalinitas rendah. Sedangkan topografi mempengaruhi salinitas suatu wilayah perairan

karena terkait dengan ada tidaknya limpasan air tawar yang berasal dari sungai menuju

muara. Akibatnya adanya limpasan (run off) maka akan terjadi pengadukan yang berdampak

pada pengenceran.

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,

penguapan, curah hujan, aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah sekitar kuala dapat

mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air

tawar yang relatif lebih ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat

menentukan. Pertama adalah perairan dengan stratifikasi salinitas yang sangat kuat, terjadi di

mana air tawar merupakan lapisan yang tipis di permukaan sedangkan di bawahnya terdapat

air laut. Ini bisa ditemukan di depan muara sungai yang alirannya kuat sedangkan pengaruh

pasang-surut kecil. Nelayan atau pelaut di pantai Sumatra yang dalam keadaan darurat

kehabisan air tawar kadang-kadang masih dapat menyiduk air tawar di lapisan tipis teratas

dengan menggunakan piring, bila berada di depan muara sungai besar. Kedua, adalah

perairan dengan stratifikasi sedang. Ini terjadi karena adanya gerak pasang-surut yang

menyebabkan terjadinya pengadukan pada kolom air hingga terjadi pertukaran air secara

vertikal. Di permukaan, air cenderung mengalir keluar sedangkan air laut merayap masuk

dari bawah. Antara keduanya terjadi percampuran. Akibatnya garis isohalin (=garis yang

menghubungkan salinitas yang sama) mempunyai arah yang condong ke luar. Keadaan

5
semacam ini juaga bisa dijumpai di beberapa perairan estuaria di Sumatra. Di perairan lepas

pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan di lapisan atas hingga

membentuk lapisan homogen kira-kira setebal 50-70 m atau lebih bergantung intensitas

pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen ini berlanjut sampai ke dasar. Di lapisan

dengan salinitas homogen, suhu juga biasanya homogen. Baru di bawahnya terdapat lapisan

pegat (discontinuity layer) dengan gradasi densitas yang tajam yang menghambat

percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya. Di bawah lapisan homogen, sebaran

salinitas tidak banyak lagi ditentukan oleh angin tetapi oleh pola sirkulasi massa air di lapisan

massa air di lapisan dalam. Gerakan massa air ini bisa ditelusuri antara lain dengan mengakji

sifat-sifat sebaran salinitas maksimum dan salinitas minimum dengan metode inti (core layer

method). Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati

kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di

daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5 o– 40o LU atau 23,5o – 40o LS),

salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi

(penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan

kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis

salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi

(curah hujan).

Disribusi secara vertical terjadi dengan semakin bertambahnya kedalaman. Sebaran

menegak salinitas dibagi menjadi 3 lapisan yaitu lapisan tercampur dengan ketebalan antara

50-100 m dimana salinitas hampir homogen , lapisan haloklin yaitu lapisan dengan

perubahan sangat besar dengan bertambahnya kedalaman 600-1000 m dimana lapisan

tersebut dengan tegas memberikan nilai salinitas minimum. Angin sangat menentukan

penyebaran salinitas secara vertical. Di Indonesia, Sistem angin muson berpengaruh bagi

sebaran salinitas perairan secara vertikan maupun horizontal. Angin menyebabkan arus yang

6
membawa massa air seperti arus yang bersalinitas tinggi dari Lautan Pasifik yang masuk

melalui Laut Halmahera dan Selat Torres. Di Laut Flores, salinitas perairan rendah pada

Musim Barat sebagai akibat dari pengaruh masuknya massa air Laut Jawa, sedangkan pada

Musim Timur, tingginya salinitas dari Laut Banda yang masuk ke Laut Flores mengakibatkan

meningkatnya salinitas Laut Flores. Laut Jawa memiliki massa air dengan salinitas rendah

yang diakibatkan oleh adanya run-off dari sungai-sungai besar di P. Sumatra, P. Kalimantan,

dan P. Jawa Faktor selain angin adalah pengadukan. Pengadukan dalam lapisan permukaan

seperti upwelling dapat memungkinkan salinitas menjadi homogen. Upwelling mengangkat

massa air dengan tingkat salinitas tinggi di lapisan dalam dan mengakibatkan naiknya tingkat

salinitas permukaan perairan

Distribusi temperatur di permukaan laut cenderung membentuk zonasi, bervariasi secara

horisontal sesuai garis lintang dan secara vertikal sesuai kedalaman. Temperatur juga penting

dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Seperti kita ketahui bersama

bahwa organisme laut bersifat poikilotermik/ektotermik, artinya temperatur tubuhnya

dipengaruhi oleh temperatur masa air di sekitarnya. Secara umum terdapat empat zona

biogeografik berdasarkan temperatur, yaitu : kutub, tropik, beriklim sedang-panas dan

beriklim sedang-dingin Temperatur di laut mengalami penurunan drastis pada kedalaman 50-

300 m (zona termoklin). Lapisan termoklin terjadi sepanjang tahun di perairan tropik, di

daerah beriklim sedang terjadi pada musim panas dan di kutub tidak ada. Temperatur juga

berpengaruh terhadap kerapatan air laut. Air laut yang hangat kerapatannya lebih rendah dari

air yang dingin pada salinitas yang sama. Temperatur suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi

matahari, posisi matahari, letak geografis, musim, kondisi awan serta proses interaksi antara

air dan udara. Rata-rata radiasi matahari yang mencapai bumi dan menembus atmosfir hanya

sekitar 70%. Sebesar 30% lainnya dikembalikan ke angkasa oleh awan dan partikel debu.

Dari sekitar 70% yang ada, sebanyak 17% diserap atmosfer, 23 sampai ke atmosfer sebagai

7
difusi cahaya siang hari dan 30% sampai ke permukaan bumi sebagai sinar matahari

langsung.

Intensitas insolasi (radiasi matahari yang benar-benar sampai ke permukaan bumi)

terutama tergantung pada sudut dimana sinar matahari mengenai permukaan. Distribusi

temperatur di permukaan bumi bervariasi terhadap lintang dan musim karena sumbu bumi

mengikuti orbitnya mengitari matahari. Temperatur permukaan laut tergantung pada insolasi

dan penentuan jumlah panas yang kembali diradiasikan ke atmosfer. Temperatur rata-rata

laut adalah 3,8oC, namun pada daerah ekuator temperatur rata-rata lebih rendah dari 4,9 o C.

Pada lapisan perairan dimana terjadi perubahan suhu secara drastis pada kedalaman perairan,

dengan temperatur 8-15o C disebut sebagai lapisan termoklin. Pada daerah tropis, lapisan

termoklin terjadi pada kedalaman 150-400 meter, sedangkan pada daerah subtropis, lapisan

ini terjadi pada kdalaman 400 – 1000 meter. Panas juga ditransfer di sepanjang permukaan

laut melaui konduksi dan konveksi serta pengaruh penguapan. Jika permukaan laut lebih

panas dari udara di atasnya maka panas dapat ditransfer dari laut ke udara. Panas yang hilang

dari laut ke udara di atasnya terjadi melalui proses konduksi. Namun demikian, kehilangan

panas tersebut tidak penting untuk total panas lautan dan pengaruhnya dapat diabaikan

kecuali untuk percampuran konvektif oleh angin yang memindahkan udara hangat dari

permukaan laut. Penguapan (transfer air ke atmosfer sebagai uap air) yaitu mekanisme utama

dimana laut kehilangan panasnya sekitar beberapa magnitude dibandingkan yang hilang

melalui konduksi dan percampuran konvektif. Laju kehilangan panas dalam proses

penguapan merupakan perkalian antara panas laten penguapan dan laju penguapan.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada penyebaran salinitas yang kita ketahui air laut mengandung garam. Garam tersebut

terdiri dari zat-zat terlarut yang dibagi dalam 4 kelompok yaitu : elemen mayor, gas terlarut,

elemen minor dan trance elemen. Selain zat-zat terlarut di atas, air laut juga mengandung

butiran-butiran halus dalam suspensi. Sebagian zat ini akan terlarut dan sebagian lagi akan

mengendap ke dasar laut dan sisanya diuraikan oleh bakteri laut. Semua zat-zat terlarut inilah

yang menyebabkan rasa asin pada air laut. Pada distribusi salinitas juga di pengaruhi oleh

beberapa factor utama yaitu pla sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan (presipitasi)

9
DAFTAR PUSTAKA

Hutabarat, Sahala, dan Stewart M. Evans, 1985. Pengantar Oseanografi.Universitas Indonesia

Press,Jakarta.

DADANG, K.M.; SOENARYO dan M. ALI 1982. Pendahuluan Oseanografi. Diktat Kuliah

Jur. Geofisika dan Meteorologi, ITB.

NINING, S. N. 2002. Oseanografi Fisis. Kumpulan Transparansi Kuliah Oseanografi Fisika,

Program Studi Oseanografi, ITB.

10

Anda mungkin juga menyukai