Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Studi literatur
salinitas, densitas dan suhu di Samudera Hindia. Salam dan salawat kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang merupakan tauladan bagi kaum muslimin dimuka bumi ini. Walaupun
berbagai macam tantangan yang dihadapi, tapi semua itu telah memberikan pengalaman yang
berharga untuk dijadikan pelajaran dimasa yang akan datang.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Kelompok 6

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Samudra Hindia, Samudra Indonesia atau Samudra India adalah kumpulan air terbesar
ketiga di dunia, meliputi sekitar 20% permukaan air Bumi. Di utara dibatasi oleh selatan
Asia; di barat oleh Jazirah Arabia dan Afrika; di timur oleh Semenanjung Malaya, Sumatera,
Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, dan Australia; di selatan oleh Antartika. Samudra ini
dipisahkan dengan Samudra Atlantik oleh 20 timur meridian, dan dengan Samudra Pasifik
oleh 147 timur meridian. Samudera Hindia memiliki luas sebesar 68. 556.000 km dengan
kedalaman rata-rata 3.850 m. Termasuk didalamnya Laut Merah, Teluk Persia, Laut Jawa,
dan Laut Arab.
Samudera Hindia memiliki kandungan minyak murni dan mineral yang sangat banyak
jumlahnya sehingga, diperkirakan akan menjadi tempat eksploitasi baru yang sangat
berpotensial sebagai sumberdaya mineral dan produsen minyak terbanyak diseluruh dunia.
Perairan Kepulauan Indonesia adalah sangat unik dan khas bila dipandang dari sudut
oseanografi. Salah satu keunikan dan kekhasan adalah sebagai penghubung antara perairan
Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia. Dalam konteks ini, sudah lama dikenal dengan
Arus Lintas Indonesia (Arlindo), suatu massa perairan Samudera Pasifik bagian utara yang
melintasi Kepulauan Indonesia dan masuk keperairan Indonesia. Sesampainya di Indonesia
arus ini akan berhubungan sangat erat dengan fenomena-fenomena oseanografi regional
seperti angin musim,upwelling, masukan (intrusi) air tawar dari sungai dan daratan serta
curah hujann yang tinggi.
Informasi tentang variasi parameter oseanografi seperti temperatur, salinitas, dan
densitas diperlukan untuk mempelajari karakteristik massa air, yang merupakan suatu cara
untuk mengetahui kondisi perairan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana studi literatur mengenai salinitas,densitas dan suhu pada perairan atau
Samudera Hindia?
C. Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui studi literatur mengenai salinitas,densitas dan suhu pada perairan
atau Samudera Hindia

BAB II

PEMBAHASAN
Salinitas, Densitas dan Suhu pada perairan atau Samudera Hindia
1. Salinitas
Salinitas adalah banyaknya kadar garam (dalam gram) yang terdapat dalam setiap 1
kg air laut. Salinitas permukaan air laut di khatulistiwa mencapai 3,5 0/00 (permil atau
perseribu). Hal ini disebabkan adanya penguapan yang tinggi diimbangi dengan curah hujan
yang tinggi pula. Salinitas di daerah garis balik utara-selatan (subtropika) lebih tinggi, yaitu
mencapai 370/00 karena penguapan yang terjadi tidak diimbangi dengan curah hujan tinggi.
Adapun di daerah laut yang tertutup dari arus bebas, seperti Laut Tengah dan Laut Merah
mencapai 400/00. (Yusman Hestiyanto. Geografi SMA Kelas X. Yudistira,2006. Hlm146).
Salinitas adalah banyaknya kadar garam (dalam gram) yang terdapat dalam setiap 1
kg air laut.Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat
kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam
sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air
dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih
dari 5%, ia disebut brine.
Di daerah tropis hujannya lebih lebat daripada daerah yang berada di lintang tinggi.
(Tjasyono HK, Bayong. Klimatologi Edisi kedua. Bandung:Penerbit ITB, 2004. Hlm 18).Hal
ini disebabkan di daerah sub tropis curah hujan tidak terlalu tinggi sedangkan penguapan
relatif tinggi karena sedikitnya awan. Sehingga lautan yang secara keseluruhan berada di
daerah khatulistiwa mempunyai salinitas yang terbilang rendah daripada daripada daerah
kutub. Seperti misalnya Samudera Hindia yang memilki salinitas yang terendah ketimbang
Samudera lainnya.
Secara keseluruhan, salinitas air permukaan Samudra Hindia bervariasi antara 32 dan
37 bagian per seribu, dengan perbedaan lokal yang besar. Laut Arab memiliki padat, lapisan
tinggi salinitas (37 bagian per seribu) untuk kedalaman sekitar 400 kaki (120 meter) karena
tingkat penguapan yang tinggi pada suhu subtropis dengan variasi musiman yang moderat.
Salinitas di lapisan permukaan Teluk Bengal sangat rendah, sering kurang dari 32 bagian per
seribu, karena drainase besar air tawar dari sungai. Salinitas permukaan yang tinggi (lebih
besar dari 35 bagian per seribu) juga ditemukan dibelahan bumi selatan zona subtropis antara
25dan35S; sementara zona rendah salinitas membentang di sepanjang batas hidrologi dari
10S dari Indonesia ke Madagaskar. Antartika salinitas permukaan air umumnya di bawah 34
bagian per seribu.
Salinitas dibagian timur Samudera Hindia
Data yang di analisis adalah data pada tahun 2007-2010 dengan 6 plot stasiun yang terletak
pada satu garis bujur 90 BT dan dari 15 LU hingga ekuator. Stasiun penelitian dapat
dilihat pada Tabel 1.

Nilai Sea Surface Salinity (SSS) Maksimum pada Stasiun II, nilai salinitas minimum
pada stasiun VI. Secara umum mengecil dari stasiun lintang rendah menuju stasiun
lintang tinggi, hal ini dipengaruhi oleh faktor geografis stasiun lintang tinggi yang diduga
mendapat masukan air yang lebih rendah salinitasnya dari muara sungai- sungai besar
disekitar lokasi.
Sebaran salinitas di laut

dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut (Nontji, 1993) :


pola sirkulasi air,
penguapan,
curah hujan, dan
aliran air sungai.

Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan lapisan
atas hingga membentuk lapisan homogen sampai kedalaman 50-70 meter atau lebih
tergantung dari intensitas pengadukan.Di lapisan dengan salinitas homogen suhu juga
biasanya homogen, baru di bawahnya terdapat lapisan pegat dengan degradasi densitas yang
besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah. (Nontji,
1993).
2. Densitas
Densitas air laut merupakan jumlah massa air laut per satu satuan volume. Pada
umumnya nilai densitas (berkisar antara 1,02 1,07 gr/cm3) akan bertambah sesuai dengan
bertambahnya salinitas dan tekanan serta berkurangnya temperatur. Perubahan densitas dapat
disebabkan oleh proses-proses :

Evaporasi di permukaan laut


Massa air pada kedalaman < 100 m sangat dipengaruhi oleh angin dan gelombang,
sehingga besarnya densitas relatif homogen
Di bawah lapisan ini terjadi perubahan temperatur yang cukup besar (Thermocline)
dan juga salinitas (Halocline), sehingga menghasilkan pola perubahan densitas yang
cukup besar (Pynocline)

Di bawah Pynocline hingga ke dasar laut mempunyai densitas yang lebih padat

Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat perbedaan


pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Lambang yang
digunakan untuk menyatakan densitas adalah (rho).
Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p).
Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of State of Sea
Water), maka rumusnya : = (T,S,p)
denagn : = Massa Jenis
T = Temperatur
S = Salinitas
P = Tekanan
Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur,
kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air laut terletak pada kisaran
1025 kg m3. Densitas maksimum terjadi di atas titik beku sedangkan untuk salinitas di bawah
24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini mengakibatkan adanya
peristiwa konveksi panas.
Densitas dibagian timur Samudera Hindia
Densitas perairan yang dalam hal ini digambarkan melalui sebaran nilai sigma-t
pada permukaan, menunjukkan pola yang mirip dengan salinitas. Sigma-T permukaan
Maksimum terdapat pada
Stasiun II, 21.40 Kg/m3 dan Sigma-T lapisan permukaan
Minimum pada stasiun VI, yaitu 20.24 Kg/m3. Setalah kedalaman 50m, Sigma-T pada
Stasiun III adalah yang paling besar, yang diduga terjadi kenaikan massa air secara vertikal.

3. Suhu
Suhu laut merupakan salah satu parameter oseanografi yang sangat penting untuk
mempelajari gejala-gejala fisika di lautan serta kaitannya dengan kehidupan organisme di laut
(Nontji 2001). Menurut Gunarso (1988) perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya
sirkulasi dan stratifikasi secara langsung maupun tidak langsung yang berpengaruh terhadap
distrubusi organisme perairan. Suhu laut di permukaan sangat bergantung pada jumlah panas
yang diterima dari matahari. Daerah-daerah yang paling banyak menerima panas matahari
adalah daerah pada lintang 00, sehingga suhu air laut tertinggi akan ditemukan pada daerah
ekuator (Bada 2011).
Indonesia sendiri memiliki SPL berkisar antara 28C 31C dan pada daerah yang
sering mengalami proses upwelling seperti perairan selatan Jawa suhu permukaan bisa turun
sampai sekitar 25oC (Nontji 2001). Purba et al. (1997) mengemukakan bahwa sebaran suhu
permukaan laut pada musim barat di perairan selatan Jawa Bali berkisar antara 28oC
29oC, sedangkan pada musim timur suhu permukaan laut selatan Jawa berkisar antara 26oC 28oC.Suhu perairan bervariasi baik secara horisontal maupun secara vertikal berdasarkan
pada kedalamannya.
Sebaran atau variasi suhu secara vertikal di perairan Indonesia pada umumnya dapat
dibedakan menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan homogen (mixed layer) di bagian atas, lapisan
termoklin di tengah, dan lapisan dingin di bagian bawah (Nontji 2001). Stratifikasi suhu di
perairan Indonesia menurut Ilahude (1999) dalam Bada (2011), yaitu :
a. Lapisan homogen
Pada daerah tropis, pengadukan ini dapat mencapai kedalaman 50 100 m dengan
suhu berkisar 26C 30C dan gradien tidak lebih dari 0,03C/m. Lapisan ini sangat
dipengaruhi oleh musim dan letak geografis. Pada musim timur/tenggara, lapisan ini dapat
mencapai 30 40 m dan bertambah dalam pada musim barat, yaitu mencapai 70 90 m
sehingga mempengaruhi siklus vertikal dari perairan.
b. Lapisan termoklin
Lapisan termoklin dapat dibagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan termoklin atas (main
thermocline) dan termoklin bawah (secondary thermocline). Suhu pada lapisan termoklin atas
lebih cepat menurun dibandingkan dengan lapisan termoklin bawah, yaitu 27C pada 100 m
menjadi 8C pada kedalaman 300 m atau rata rata penurunan suhu dapat mencapai
9,5C/100 m, sedangkan pada termoklin bawah suhu masih terus turun dari 8oC pada 300 m
menjadi 4 Cpada kedalaman 600 m atau rata rata penurunan mencapai 1,3C/100 m.
c. Lapisan dalam
Pada lapisan ini suhu turun menjadi sangat lambat dengan gradien suhu hanya mencapai
0,05oC/100 m, lapisan ini dapat mencapai kedalaman 2500 m. Pada daerah tropis kisaran
suhu di lapisan ini antara 2C 4C. Suhu permukaan laut juga dipengaruhi oleh kondisi
meteorologi seperti penguapan, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan
angin oleh karenanya suhu permukaan biasanya mengikut pola musiman. Seperti contoh pada
saat Musim Peralihan, angin biasanya lemah dan permukaan laut akan tenang sehingga
proses pemanasan dipermukaan terjadi sangat kuat. Akibatnya pada Musim Peralihan suhu
lapisan permukaan mencapai maksimum (Nontji 2001).

Suhu dibagian timur Samudera Hindia


Sebaran vertikal temperatur menunjukkan nilai SST (Sea Surface Temperatur) stasiun
I dan II lebih besar dari stasiun lain. SST tertinggi (29.32 oC) terdapat pada stasiun II dan,
SST terendah (28.74 oC) pada stasiun VI. Lapisan teraduk paling tebal (100 m). Ketebalan
termoklin 60 m (80-140 m), kecuali stasiun 6, 40 m (100-140m). Temperatur badan air
stasiun VI tertinggi setelah sekitar batas bawah termoklin atau setelah 140 m.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Secara keseluruhan, salinitas air permukaan Samudra Hindia bervariasi antara 32 dan
37 bagian per seribu, dengan perbedaan lokal yang besar.

Nilai SST semakin berkurang dari stasiun I ke stasiun VI pada periode DesemberFebruari dan Maret-Mei, sebaliknya akan semakin bertambah pada periode JuniAgustus dan September-November. Pada kedalaman 140 m kebawah nilai temperatur
semakin berkurang dari stasiun I ke stasiun VI di semua periode. Sementara Nilai
Salinitas dan Densitas di semua lapisan cenderung semakin berkurang dari stasiun I
menuju stasiun VI.

Indonesia sendiri memiliki SPL berkisar antara 28C 31C dan pada daerah yang
sering mengalami proses upwelling seperti perairan selatan Jawa suhu permukaan bisa
turun sampai sekitar 25oC. Sebaran suhu permukaan laut pada musim barat di
perairan selatan Jawa Bali berkisar antara 28oC 29oC, sedangkan pada musim
timur suhu permukaan laut selatan Jawa berkisar antara 26oC - 28oC.Suhu perairan
bervariasi baik secara horisontal maupun secara vertikal berdasarkan pada
kedalamannya.

DAFTAR PUSTAKA

Al Ayubi M. Albab, Surbakti Heron, dan Mbay La Ode Nurman. 2013. Identifikasi
Massa Air Di Perairan Timur Laut Samudera Hindia. Maspari Journal, 5 (2), 119-133

Dipo .P, Nurjaya I.W dan Syamsudin.F. 2011. Karakteristik Oseanografi Fisik Di
Perairan Samuderahindia Timur Pada Saat Fenomena Indian Ocean Dipole (Iod)
Fase Positif Tahun 1994/1995, 1997/1998 Dan 2006/2007. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal. 71-84

Hutabarat, Sahala dan M.Evans,Stewart. 2008. Pengantar Oseanografi. Penerbit


Universitas Indonesia: Jakarta

Talley D Lynne et al, 2011. Describtive Physical Oceanografi AN INTRODUCTION,


Copyright by Elsiver : London.

http://faiqun.edublogs.org/2012/01/30/fenomena-salinitas-air-dalam-alquran.html

Lampiran
Soal
1. Kenaikan massa air secara vertikal pada stasiun I. Apa yang dimaksud dengan
kenaikan massa air secara vertikal? (Marlivia Berhitu)
2. Apa yang dimaksud dengan Stasiun I-VI, mengapa salinitas dan suhu yang tertinggi
pada stasiun II ? (Tizha K.Nasela)
3. Kenapa Salinitas Stasiun II lebih tinggi dari stasiun VI ? (Jecky Marantika)
Jawab
1. Penaikan massa air secara vertikal adalah proses naiknya massa air dari lapisan yang
lebih dalam ke lapisan yang lebih atas atau lapisan permukaan, sehingga air laut di

lapisan permukaan mempunyai suhu rendah, salinitas dan kandungan zat hara yang
lebih tinggi dibandingkan dengan massa air disekitarnya
2. Stasiun I-VI merupakan posisi tempat penelitian berlangsung dimana terletak pada
satu garis bujur 90 BT dan dari 15 LU hingga ekuator. Stasiun penelitian dapat
dilihat pada Tabel 1.

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi
air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Pada lokasi penelitian, salinitas
tertinggi pada stasiun II dan terendah pada stasiun VI. Perairan dengan tingkat curah
hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai disekitar lokasi pada permukaan
perairan stasiun VI menyebabkan salinitas dipermukaan perairan tersebut menjadi
rendah sedangkan pada permukaan perairan stasiun II yang memiliki penguapan yang
tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam
penyebaran salinitas di suatu perairan.
Sebaran vertikal temperatur dari hasil penelitian menunjukkan nilai SST (Sea
Surface Temperatur) stasiun I dan II lebih besar dari stasiun lain. SST tertinggi
(29.32 oC) terdapat pada stasiun II dan, SST terendah (28.74 oC) pada stasiun VI.
Suhu laut di permukaan sangat bergantung pada jumlah panas yang diterima dari
matahari.
Daerah-daerah yang paling banyak menerima panas matahari adalah daerah
pada lintang 00, sehingga suhu air laut tertinggi akan ditemukan pada daerah ekuator.
3. Nilai Sea Surface Salinity (SSS) Salinitas Maksimum pada Stasiun II (34,4 0/00 ) nilai
salinitas minimum pada stasiun VI ( 32,5 0/00 ).
Secara umum salinitas mengecil dari stasiun lintang rendah menuju stasiun
lintang tinggi, karena dilihat dari peta penelitian stasiun VI terletak dilintang tinggi
dan dekat dengan daratan yang menjadi tempat pertemuan air tawar yang memiliki
salinitas yang lebih rendah dari muara sungai-sungai yang langsung menuju laut
lokasi penelitian stasiun VI.
Disribusi salinitas secara vertikal terjadi dengan semakin bertambahnya
kedalaman. Dari lokasi penelitian pada stasiun II memiliki kedalaman lebih dalam
daripada stasiun VI yang terletak didekat daratan.

TUGAS KIMIA LAUT


Studi Literatur Tentang Salinitas, Densitas dan Suhu di Samudera
Hindia

Oleh :

Kelompok VI
1. Dian R Maskat
2. Yulita Sahetapy
3. Saniyah Rahawarin
4. Ruhaidin
5. Rio S. Maspaitela
6. Rifal Ramadhan
7. Dewi Kawa
8. Mersy T. Andries
9. Marlin B. Hattu
10. Sally Wedilen

(2012-41-063)
(2012-41-026)
(2012-41-024)
(2012-41-166)
(2012-41-153)
(2009-41
(2009-41-037)
(2012-41
(2012-41

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2015

Anda mungkin juga menyukai