RAHMI NAILAH
ANDRI NUR AZIZAH
M. FAADHIL NOVIANTO
SARAH ANINDIYA S
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2014
1
RAHMI NAILAH
ANDRI NUR AZIZAH
M. FAADHIL NOVIANTO
SARAH ANINDIYA S
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2014
JUDUL : PENGOLAHAN DATA KLIMATOLOGI MENGGUNAKAN
SOFTWARE MATLAB, PHYTON, OPEN GRADS DAN
RCLIMDEX DI BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI
DAN GEOFISIKA, JAKARTA
Menyetujui,
Koordinator PKL,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan dan penyusunan Laporan
Praktik Kerja Lapang (PKL) mengenai Pengolahan Data Klimatologi
Menggunakan Software Matlab, Phyton, Open Grads dan Rclimdex di Badan
Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika, Jakarta.
Penulisan laporan PKL ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tim Dosen Pembimbing Praktik Kerja Lapang Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan.
2. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Dr. Ir. Iskandar, M.Si.
3. Koordinator Program Studi Ilmu Kelautan, Dra. Sri Astuty, MSc.
4. Dr. Ir. Zahidah Hasan, MS, Lintang Permata Sari Yuliadi, S. Kom., M.Si.
dan Dra. Sri Astuty M.Sc., sebagai Dosen Wali dari penulis: Rahmi
Nailah, Andri Nur Azizah dan M. Faadhil Novianto serta Sarah Anindiya.
5. Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng.
6. Pembimbing PKL BMKG Bidang Inderaja Sub. Bidang Pengolahan Citra
Satelit dan Radar, serta Deputi Bidang Klimatologi Pusat Perubahan Iklim
dan Kualitas Udara.
7. Seluruh Staff dan karyawan di BMKG Bidang Inderaja Sub. Bidang
Pengolahan Citra Satelit dan Radar, serta Deputi Bidang Klimatologi Pusat
Perubahan Iklim dan Kualitas Udara
8. Teman-teman mahasiswa Ilmu Kelautan FPIK Unpad 2012.
Penulis menerima segala masukan, baik kritik dan saran membangun yang
akan menjadikan Laporan Praktik Kerja Lapang ini menjadi lebih baik. Akhir
kata, semoga Laporan Praktik Kerja Lapang ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Jatinangor, 17 November 2014
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR GAMBAR........................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................... viii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Tujuan...................................................................................... 2
1.3 Tempat dan Waktu................................................................... 2
DAFTAR ACUAN............................................................................ 55
LAMPIRAN...................................................................................... 56
DAFTAR GAMBAR
1
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan PKL yang di maksud antara lain :
1) Mempelajari cara pengolahan data klimtologi menggunakan software
MATLAB, PHYTON, OPEN GRADS dan RCLIMDEX.
2) Menambah pengalaman bekerja dan bersosialisasi di lingkungan pekerjaan
sebenarnya.
3) Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang Hidro-oseanografi.
3
2.2 Sejarah BMKG
Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai pada
tahun 1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh
Dr. Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya
berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil pengamatan cuaca
dan geofisika. Tahun 1866, kegiatan pengamatan perorangan tersebut oleh
Pemerintah Hindia Belanda diresmikan menjadi instansi pemerintah dengan nama
Magnetisch en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium Magnetik dan
Meteorologi dipimpin oleh Dr. Bergsma.
Pada tahun 1879 dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun
pengamatan di Jawa. Tahun 1902 pengamatan medan magnet bumi dipindahkan
dari Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempa bumi dimulai pada tahun 1908 dengan
pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta, sedangkan
pemasangan komponen vertikal dilaksanakan pada tahun 1928.
Tahun 1912 dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi dengan
menambah jaringan sekunder. Sedangkan jasa meteorologi mulai digunakan untuk
penerangan pada tahun 1930. Pada masa pendudukan Jepang antara tahun 1942
sampai dengan 1945, nama instansi meteorologi dan geofisika diganti menjadi
Kisho Kauso Kusho.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, instansi
tersebut dipecah menjadi dua: Di Yogyakarta dibentuk Biro Meteorologi yang
berada di lingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia khusus untuk
melayani kepentingan Angkatan Udara. Di Jakarta dibentuk Jawatan Meteorologi
dan Geofisika, di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.
Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil alih
oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti menjadi Meteorologisch en
Geofisiche Dienst. Sementara itu, ada juga Jawatan Meteorologi dan Geofisika
yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia , kedudukan instansi
tersebut di Jl. Gondangdia, Jakarta.
Tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan negara Republik Indonesia
dari Belanda, Meteorologisch en Geofisiche Dienst diubah menjadi Jawatan
Meteorologi dan Geofisika dibawah Departemen Perhubungan dan Pekerjaan
Umum. Selanjutnya, pada tahun 1950 Indonesia secara resmi masuk sebagai
anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization atau
WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika menjadi Permanent
Representative of Indonesia with WMO.
Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya
menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan,
dan pada tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan
Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada tahun 1965, namanya
diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan Geofisika, kedudukannya tetap di
bawah Departemen Perhubungan Udara.
Tahun 1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya
menjadi Pusat Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di
bawah Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1980 statusnya dinaikkan
menjadi suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan
Geofisika, dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen Perhubungan.
Pada tahun 2002, dengan keputusan Presiden RI Nomor 46 dan 48 tahun
2002, struktur organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan Meteorologi dan Geofisika.
Terakhir, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan Meteorologi
dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga Pemerintah Non
Departemen.
Tanggal 1 Oktober 2009 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika disahkan oleh
Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
2.5.6 Inspektorat
Bidang Inspektorat membawahi tiga pusat yaitu Pusat Pendidikan dan
Pelatihan, Pusat Penelitian Pengembangan, dan UPT.
1) Pusat Pendidikan dan Pelatihan,
a. Bidang Litbang Meterorologi
b. Bidang Litbang Klimatologi dan Kualitas Udara
c. Bidang Litbang Geofisika
2) Pusat Penelitian Pengembangan
a. Bidang Perencanaan, Pengembangan dan Penjaminan Mutu
b. Bidang Penyelenggaran
3) UPT
Gambar 9. Meja Kerja di Ruang Analisis Bid. Pengelolaan Citra Inderaja Satelit
2) Ruang Forecasting
Ruangan forecasting merupakan sebuah ruangan besar yang ada di lantai 4
gedung Meteorologi maritim di BMKG. Ruangan ini berisi beberapa layar
monitor besar untuk menampilkan informasi mengenai cuaca, angin, curah
hujan, gelombang, dengan fasilitas layar besar (Gambar 10). Ruangan ini
dikontrol setiap saat oleh beberapa orang staff da nada pergantian shift.
Ruangan ini digunakan untuk kegiatan peramalan cuaca.
Gambar 10. Ruang Forecasting
3) Mushola
Mushola terdapat di setiap lantai di gedung Meteorologi dan Geofisika.
4) Lift
Terdapat 2 Lift untuk 5 lantai di gedung Meteorologi dan Geofisika.
16
pembentukan awan melalui proses kondensasi uap air dan interaksi antar partikel
butir air (Sarjani, 2009).
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari
awan yang terdapat di atmosfer. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik
kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini
mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu
dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan
curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm).
Curah hujan 1 (satu) milimeter memiliki arti bahwa dalam luasan satu
meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau
tertampung air sebanyak satu liter (Sarjani, 2009). Hingga saat ini terdapat
beberapa cara untuk mengukur curah hujan, mulai dari cara yang sederhana
hingga cara yang kompleks.
a. Alat pengukur curah hujan manual
Pengukuran curah hujan harian (dalam satuan milimeter) dilakukan satu
kali pada pagi hari. Alat yang digunakan yaitu ombrometer dengan tinggi 120 cm,
2
luas mulut penakar 100 cm . Setelah dilakukan pengukuran maka didapatkan:
B. Satelit Polar
Satelit polar adalah satelit yang mengelilingi bumi secara dekat atau
melewati daerah kutub bumi, dengan eksentrisitas orbital sama dengan 90o jika
dilihat dari garis khatulistiwa. Satelit polar mengorbit hampir paralel dengan garis
meridien bumi. Satelit ini melewati kutub utara dan kutub selatan bumi tiap kali
revolusi bumi. Saat bumi berotasi menuju timur di bawah satelit, tiap monitor
mentransferkan gambar ke barat sehingga menghasilkan gambar dengan area yang
lebih besar. Orbit polar sering digunakan untuk pemetaan muka bumi, observasi
muka bumi, satelit pengintai dan beberapa satelit cuaca.
Hasil dari penggunaan satelit dengan orbit polar, yaitu :
a. Memantau lokasi, intensitas dan pergerakan badai tropis,
b. Mendeteksi kebakaran hutan,
c. Mendeteksi debu vulkanik (Volcanic ash detection),
d. Local sounding,
e. Mendeteksi awan rendah dan kabut,
f. Menganalisa tipe awan, NDVI, SST dan LST, OLR,
g. Memantau ozon total.
Selain itu, ada juga yang menggunakan satelit jenis ini untuk komunikasi.
Meskipun satelit polar memiliki resolusi ruang yang lebih besar dibandingkan
dengan satelit geostasioner, satelit polar juga memiliki kekurangan. Kekurangan
dari satelit polar adalah bahwa tidak ada satu tempat di permukaan bumi dapat
dimonitor secara terus menerus dari satelit dalam orbit kutub. Satelit polar tidak
tepat pada satu tempat di bumi, melainkan berkelana dari satu tempat ke tempat
yang lain.
Satelit polar memiliki keuntungan dalam memotret dinamika awan yang
tepat berada di bawah satelit tersebut. Gambar satelit geostasioner untuk daerah
kutub terdistorsi disebabkan sudut penglihatan satelit yang sempit ke kutub.
Satelit polar juga mengorbit pada ketinggian yang lebih rendah ( 850 km)
sehingga mampu menyediakan informasi badai dan sistem dinamika awan yang
lebih mendetail. Beberapa satelit yang menggunakan sistem orbit polar yaitu
AQUA, TERRA, NOAA, METOP, FENGYUN1, dan METEOR.
3.2.2 Radar
RADAR (Radio Detection And Ranging) adalah salah satu sistem
penginderaan jauh aktif. Prinsip kerjanya yaitu dengan mentransmisi gelombang
elektromagnet ke antena, setelah mengenai target gelombang tersebut oleh antena
akan dipantulkan kembali dan diterima sebagai echo, untuk selanjutnya akan
diproses sehingga menghasilkan gambar atau citra pada layar monitor.
Salah satu sistem yang penting untuk mendukung pengamatan meteorologi
adalah dengan penggunaan Radar Cuaca (Weather Radars). Radar cuaca adalah
peralatan radar yang didesain khusus untuk pengamatan cuaca. Radar cuaca
sebagai alat pengamat fenomena meteorologi dan presipitasi mampu memberikan
informasi yang lebih detail untuk mendukung pelayanan bagi publik dalam skala
dan waktu yang dibutuhkan.
Radar cuaca memiliki fungsi untuk:
a. Menentukan lokasi presipitasi sehingga dapat mendeteksi tingkat lemah
atau kuatnya suatu badai sebagai suatu fenomena cuaca,
b. Mendeteksi kandungan partikel air dan es di dalam atau di bawah awan
yang sangat mungkin untuk jatuh sebagai hujan, salju atau rambun,
c. Mengetahui posisi hujan, memperhitungkan gerakannya, memperkirakan
jenisnya (hujan, salju, hujan es, dan sebagainya).
Radar cuaca modern kebanyakan radar yang memakai prinsip Doppler
(pulse-Doppler radars), mampu mendeteksi gerakan tetesan hujan untuk
menentukan intensitas curah hujan. Kedua jenis data dapat dianalisa untuk
menentukan struktur badai dan potensi mereka untuk menyebabkan cuaca buruk.
Komponen utama radar cuaca :
a. Pemancar (transmitter)
Terdiri atas sebuah tabung osilator bebas (magnetron) yang bekerja dalam
implusi antara 0,5 dan 2,0 s dan menimbulkan daya emisi sebesar 100
kW dan 2,0 MW.
b. Antena
Alat ini adalah bagian yang memancarkan impulsi daya dan menerima
echo. Antena yang memusatkan energi radioelektrik yang terletak di dalam
sebuah kerucut relatif kecil antara 0,5 dan 3 memberikan gain.
c. Penerima (receiver)
Alat ini mendeteksi dan mengubah signal yang diterima dalam bentuk
video.
d. Indikator
Alat ini bekerja sebagai osiloskop. Umumnya radar meteorologi
menggunakan indikator RHI (Range Height Indicator) dan indikator
panoramik PPI (Plan Position Indicator).
Transmitter membangkitkan pulsa energi pendek pada frekuensi radio
dalam spektrum elektromagnetik. Pulsa-pulsa energi ini difokuskan oleh antena ke
dalam sinar yang sempit yang menjalar dengan kecepatan cahaya. Jika pulsa-pulsa
tersebut menangkap sebuah obyek dengan karakteristik refraktif yang berbeda
dengan udara, maka ada arus yang diinduksikan dalam objek yang mengganggu
pulsa dan menyebabkan beberapa energi dihamburkan. Sebagian energi ini akan
diretrodifusikan ke antena dan jika komponen energi yang diretrodifusikan cukup
besar maka energi akan dideteksi oleh antena.
Fungsi utama radar adalah mengukur jarak dan memuat objek (target)
yang diretrodifusikan. Jarak diselesaikan dengan putaran waktu yang
memperhitungkan waktu antara transmisi (pemancaran) suatu pulsa dan
penerimaan sebuah sinyal. Arah target ditentukan dengan mencatat elevasi dan
azimut antena pada saat sinyal diterima. Umumnya radar cuaca memakai 1 antena
untuk memancarkan dan menerima energi dengan bantuan "komutator" otomatik
yang berfungsi menutup penerima pada waktu transmitter bekerja.
Presipitasi ataupun fenomena meteorologi lain yang menghasilkan echo
adalah target yang diamati oleh radar cuaca. Target antara lain berupa awan,
hujan, salju, rambun, petir, badai dan squall line. Selain echo dari target yang
diinginkan, ada juga echo yang tercampur dan terekam pada layar monitor. Echo
tersebut bukan dari fenomena meteorologi, dikenal sebagai clutter. Ada 4 macam
clutter yang penting diketahui yaitu: Ground Clutter, Sea Clutter, Weather Clutter
dan Particular Clutter.
Untuk melenyapkan clutter dapat dilakukan dengan menengadahkan
antena dengan dengan konsekuensi target pada ketinggian rendah akan ikut lenyap
pada layar radar atau dengan Moving Target Indicator (MTI) yang berfungsi
untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan clutter yang dihasilkan dari
sasaran diam tanpa mengubah arah antena yaitu dengan merekayasa sedemikian
rupa sehingga sasaran yang diam tidak tampak di layar radar.
Hasil pengamatan radar berupa gambar (citra) yang dapat dilihat pada
layar monitor radar. Gambar tersebut memiliki makna bila pengamat mampu
menerjemahkan informasi yang terkandung di dalamnya dengan interpretasi
gambar. Interpretasi adalah kegiatan mendeteksi dan menilai arti penting obyek
dari suatu target yang terlihat pada layar monitor radar. Tampilan citra radar perlu
diinterpretasi dengan teliti agar menghasilkan informasi yang benar. Echo yang
dihasilkan pada target presipitasi umumnya akan tampak sebagai daerah yang
padat (cells), garis atau luasan. Bagian pusat echo biasanya menunjukkan daerah
presipitasi yang hebat.
Bentuk, ukuran dan kekuatan echo dapat dijadikan petunjuk untuk
mendeteksi cuaca yang berbahaya khususnya berkaitan dengan thunder storms.
Dengan menggunakan pointer untuk memilih titik-titik atau pixel yang diinginkan
pada layar, maka akan langsung dapat dibaca data posisi dan nilai rata-rata curah
hujan dalam milimeter per jam (mm/jam) pada sisi layar.
3.3 Blending Data Observasi dan Data TRMM Curah Hujan dengan
menggunakan Software MATLAB
MATLAB (MATrix LABoratory), merupakan bahasa pemrograman yang
dikembangkan oleh The Mathwork Inc. MATLAB merupakan bahasa
pemrograman level tinggi yang dikhususkan untuk kebutuhan komputasi teknis,
visualisasi dan pemrograman seperti komputasi matematik, analisis data,
pengembangan algoritma, simulasi dan pemodelan dan grafik-grafik perhitungan.
Pada kegiatan PKL di Deputi Bidang Klimatologi Pusat Perubahan Iklim
dan Kualitas Udara software MATLAB digunakan untuk menggabungkan
(blending) dua data hujan dengan sumber yang berbeda yakni hasil observasi dan
TRMM sehingga diperoleh interpolasi data curah hujan.
Data observasi merupakan data yang didapatkan berdasarkan hasil
observasi lapangan dimana pengukuran curah hujan dilakukan secara manual.
Data curah hujan diambil setiap hari di stasiun pengamatan milik BMKG yang
tersebar di seluruh penjuru kota di Indonesia (Gambar 12). Data TRMM
(Trophical Rainfall Measuring Mission) merupakan data yang diambil dari satelit
yang menghitung intensistas hujan. Data Blend merupakan data gabungan hasil
interpolasi data observasi dan data TRMM.
Gambar 12. Tampilan file hasil data observasi dalam format .xlsx
A. Installasi MATLAB
Menginstall MATLAB merupakan suatu hal yang mudah dilakukan namun
membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk menginstall MATLAB ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti antivirus yang terpasang pada
komputer dalam keadaan mati (tidak aktif). Hal tersebut dilakukan karena dalam
sistem komputer, patch MATLAB dianggap sebagai antivirus. Selain itu, harus
mematikan koneksi internet karena proses install MATLAB akan berjalan jika
komputer dalam keadaan tidak terjadi koneksi dengan internet.
Prosedur penginstallan MATLAB adalah sebagai berikut
a) Perangkat komputer dikondisikan dalam keadaan tidak terhubung ke
internet dan antivirus dimatikan.
b) Daemon Tools Ultra 2.2.0.0226 dan patch diinstall sampai selesai.
c) MATLAB2013.iso dibuka via Daemon.
d) Pilih menu installasi tanpa menggunakan internet, klik next.
e) Periksa License Agreement, pilih yes, kemudian klik next.
f) Masukan kode Instalation key, klik next.
g) Pilih menu Typical, klik next.
h) Pilih folder untuk menyimpan program MATLAB, kemudian klik next.
i) Pilih menu button install.
j) Program MATLAB akan terpasang di komputer dan siap digunakan.
B. Proses Blending Data Curah Hujan
Blending data curah hujan merupakan pekerjaan yang dilakukan untuk
membuat data curah hujan menjadi lengkap karena merupakan gabungan dari dua
pengukuran yang berbeda yaitu hasil observasi atau pengukuran secara langsung
di stasiun pengamatan juga data hasil pengukuran satelit yang dikenal dengan
nama data TRMM.
Berikut merupakan prosedur pengerjaan Blending data observasi dan data
TRMM curah hujan dengan menggunakan software MATLAB:
1) Data dan script yang akan digunakan disiapkan.
2) Program MATLAB dibuka (Gambar 13).
Gambar 14. Tampilan lembar kerja MATLAB saat proses running data
5) Script scriptSemivar.m dibuka dan diisi informasi sesuai dengan data yang
akan di-run.
Script scriptSemivar.m yang berisi perintah program mengolah data sesuai
dengan keterangan yang dimasukkan (Gambar 15). Pada line 5,6 dan 7
diisi dengan keterangan data tahun, bulan dan tanggal dari data yang akan
diolah. Pada line 9 diisi dengan nilai Bin dari data yang diolah, selama
pengerjaan pengolahan data curah hujan tersebut, nilai Bin ditetapkan
sebesar 20. Line 10 berisi keterangan sill sebagai nilai optimun dari hasil
blending data yang diolah.
Gambar 15. Script scriptSemivar.m
A. Arus
Sirkulasi air pada lapisan permukaan sangat dipengeruhi oleh angin
muson, sehingga pola sirkulasi mengalami perubahan sesuai dengan pola angin.
Selama muson barat arus permukaan di Indonesia bergerak dengan arah utama
dari barat ke timur dan pada musim timur terjadi sebaliknya (Wyrtki dalam
Awaludin, 2009). Posisi geografis juga mempengaruhi pergerakan arus permukaan
di perairan selat Makassar. Pada daerah pertemuan antara massa air Laut Jawa,
laut Flores dan selat Makassar bagian selatan terjadi perubahan arus permukaan
yang sesuai dengan pergerakan angin muson (Wyrtki dalam Awaludin, 2009).
Berdasarkan pola arus yang berhasil dipetakan terlihat bahwa Samudera
Pasifik menyumbang lebih banyak massa air ke perairan selat Makassar dibanding
samudera Hindia. Di Selat Makassar arus mengalir secara tetap sepanjang tahun
menuju ke selatan dan dengan kecepatan sedang. Kecepatan terendah terjadi pada
bulan Desember, Januari dan Mei. Sedangkan kecepatan tertinggi terjadi pada
bulan Februari, Maret dan dari Juli sampai September (Wyrtki dalam Awaludin,
2009).
B. Suhu
Seperti keadaan laut pada umumnya, SPL Selat Makassar juga dipengaruhi
oleh kondisi cuaca. Oleh karena itu keadaan SPL selalu berpola musiman. Pada
musim barat posisi matahari terhadap bumi menyebabkan proses penyinaran dan
pemanasan lebih banyak berada di belahan bumi selatan, sehingga SPL berkisar
antara 29-37oC dan di bagian utara khatulistiwa berkisar antara 27-28oC.
Sebaliknya pada musim timur terjadi pergeseran wilayah pemanasan yang
berlebihan ke arah utara sehingga suhu perairan Indonesia bagian utara akan naik
menjadi 28-30oC dan SPL di perairan Indonesia sebelah selatan akan turun
menjadi 27-28oC (Wyrtki dalam Awaludin, 2009). Berdasarkan posisinya, perairan
Indonesia, khususnya perairan Selat Makassar menunjukkan suhu yang cukup
tinggi terutama pada lapisan permukaan (Wyrtki dalam Awaludin, 2009).
Keterangan :
sdfopen (membuka file data citra)
set lat, set lon (mengatur letak geografis lokasi)
q files (melihat keseluruhan data yang digunakan)
set mpdsethires (mengatur garis pantai agar lebih detail)
set csmooth on (memperhalus tampilan vector)
set gxout shaded (mengatur hasil berupa gradien warna)
run cbarn.gs, cbarn (menampilkan skala data)
d (menampilkan hasil data)
draw title (memberikan judul)
printim (menyimpan hasil data)
Gambar 25. Rata-Rata Curah Hujan Bulanan Selat Makassar Tahun 2014
Gambar 26. Rata-Rata Suhu Permukaan Laut Selat Makassar Tahun 2014
Hasil pengolahan data menyatakan bahwa curah hujan berbanding terbalik
dengan kondisi sebaran suhu. Hal ini dibuktikan pada pengolahan data tersebut di
mana saat kondisi suhu tertinggi di selat Makassar justru curah hujan di wilayah
tersebut malah rendah. Kondisi disebabkan karena saat curah hujan meningkat,
hal tersebut membuat kondisi suhu perairan menurun disebabkan turunnya tingkat
radiasi matahari dan pengaruh suhu air hujan yang mengontaminasi perairan laut.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa suhu permukaan laut dapat menjadi indikator
untuk menunjukkan kondisi curah hujan di suatu wilayah, artinya curah hujan
dapat diprediksi berdasarkan perubahan suhu permukaan laut pada zona dengan
korelasi yang tertinggi pada setiap bulannya.
File yang dimasukkan harus dalam bentuk .txt, meng-input data tidak bisa
dilakukan dengan secara sembarang. Pertama kita harus mempunyai file Ms.Excel
series macro, file ini sudah disetting dan akan dimasukkan data daerah yang
didapat dari satelit yang kemudian dimasukkan dahulu ke series macro dengan
cara meng-copy data per bulan tersebut ke dalam file series macro dan data ini
akan di run macro (Gambar 30). Fungsinya adalah agar datadata yang masuk
akan menjadi bentuk vertikal sehingga software RClimdex dapat membacanya.
Gambar 30. Tampilan Series Macro
Data yang sudah di run, akan berubah menjadi vertikal (Gambar 31). Data
tersebut akan dicopy ke dalam file Ms.Excel yaitu format RClimdex untuk
memudahkan pengerjaan. Data yang sudah di copy, simpan dalam bentuk .txt, lalu
data tersebut diload.
Pop-up set parameters akan mucul seperti pada Gambar 33, kriteria nomor
standar deviasinya diisi dengan angka 3 agar nilai yang didapat tidak berlebihan.
Nama stasiun dapat diganti sesuai data daerah yang dipakai.
Data presipitasi curah hujan diatas (Gambar 37) menyatakan bahwa grafik
jumlah hari hujan maksimum dengan ch lebih dari 1 mm secara berturutturut
dalam setahun di Kota Bogor dan Depok. Hasil pembacaan grafik di atas
menunjukkan nilai signifikan yang terjadi di tahun 2012, jumlah curah hujan
maksimum bulanan dalam tahun 2012 adalah 44 mm. Sedangkan hasil nilai
minimum yang terjadi adalah pada tahun 2010 dengan nilai presipitasi curah
hujan 5 mm. Titik minimum yang terjadi selain tahun 2010 juga terjadi pada tahun
2005 dengan presipitasi curah hujan 12 mm.
Grafik diatas menunjukkan jumlah presipitasi curah hujan yang
diakumulasikan pertahun memiliki perbedaan yang signifikan hanya dalam kurun
waktu 2 tahun, hal ini disebabkan karena adanya perubahan iklim yang terjadi
sehingga musim hujan dan musim kemarau yang terjadi sudah tidak sesuai dengan
yang diprediksikan atau dapat berubahubah. Perubahan iklim ini disebabkan oleh
terjadinya kenaikan trend jumlah hari panas pada malam hari dan jumlah hari
panas pada siang hari dapat menggambarkan kemungkinan adanya peningkatan
frekuensi harihari dimana akumulasi jumlah awanawan rendah yang lebih
sering terjadi pada malam hari dan peningkatan kondisi langit yang cerah pada
siang hari.
Pada website tersebut BMKG mengolah beberapa data citra satelit, dari
satelit MTSAT, Fengyun, MODIS, dan NOAA. Langkah pemeriksaan dari
masing-masing satelit ini adalah sebagai berikut ;
1) Memeriksa kelengkapan data satelit dari GSR selama 24 jam terakhir
a. MTSAT2 : periksa data MTSAT2 pada workstation MTSAT2
Receiving System dalam format .dat, .nc, dan, .hdf
b. MODIS : periksa data MODIS pada workstation ES&S
SATRAX700 Recipient System dalam format .PDS, .nc, dan ,hdf
c. FY2D/E : periksa data FY2D/E pada workstation FY2Cast Recipient
System dalam format .vsr dan .gpf
d. NOAA : periksa data NOAA pada workstation NOAA LEXICAL
System dalam format .HRPT, .nc dan .zld
2) Memeriksa kelengkapan data satelit dari internet selama 24 jam terakhir :
a. SATAID: periksa data MTSAT2 dalam format .Z untuk sistem
SATAID di server VPN JMA
b. OCAI: periksa data OCAI dalam format .bin untuk sistem SATAID di
server VPN JMA
c. HOTSPOT : periksa data titik panas dari satelit TERRA dan AQUA
dalam format .txt (tab delimited) yang diperoleh dari website FIRMS
d. NDVI : periksa image NDVI dari satelit TERRA dan AQUA dalam
format .png yang diperoleh dari website MODIS.
e. TRUECOLOR : periksa image true color dari satelit TERRA dan
AQUA dalam format .png yang diperoleh dari website MODIS.
Gambar 40. Pengarahan dan Pengenalan website satelit BMKG
3.7.4 Forecasting
Forecasting merupakan kegiatan utama yang dilakukan oleh BMKG.
Forecasting adalah kegiatan menganalisis data untuk memprakirakan keadaan
wilayah perairan Indonesia untuk jangka waktu 12 jam ke depan, 24 jam ke
depan, dan 7 hari ke depan untuk kepentingan kegiatan perairan seperti pelayaran,
penangkapan ikan, kegiatan pelabuhan, dll. Forecasting ini dilakukan untuk
menetukan tinggi gelombang, arah arus, arah angin, dan peringatan dini bencana
seperti banjir Rob dan Tsunami. Forecasting dilakukan setiap 12 jam sekali dalam
sehari dan dilakukan setiap hari.
4.1 Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
a. Pengolahan data menggunakan software MATLAB untuk mem-blending
data hujan menghasilkan peta interpolasi presipitasi hujan gabungan data
observasi dan TRMM.
b. Pengolahan data menggunakan Phyton untuk mengolah data reflektivitas
radar dengan format .netcdf untuk kemudian dibuat dalam bentuk peta.
c. Pengolahan data menggunakan openGrads untuk melihat korelasi curah
hujan dengan suhu permukaan laut, menggunakan data curah hujan dan
suhu permukaan laut, hasil yang didapatkan adalah bahwa curah hujan
berbanding terbalik dengan kondisi sebaran suhu.
d. Pengolahan data menggunakan RClimdex dilakukan untuk melihat
presipitasi curah hujan yang ditampilkan dalam bentuk grafik, data yang
digunakan merupakan data spasial curah hujan dari beberapa kota di
Indonesia tahun 2004-2012, hasil yang didapat berupa grafik plot
presipitasi hujan.
4.2 Saran
Pada awal pelaksanaan kegiatan PKL di BMKG penulis mengalami
kesulitan dalam memahami materi yang diberikan oleh pembimbing dikarenakan
materi tersebut belum didapatkan pada waktu kuliah, oleh karena itu bagi
mahasiswa yang hendak melakukan kegiatan PKL di BMKG disarankan untuk
mempelajari/membaca laporan PKL tahun sebelumnya. Selain itu, disarankan
pada saat PKL harus lebih aktif berdiskusi dengan pembimbing lapangan untuk
meningkatkan pemahaman mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan serta
menjalin komunikasi yang baik dengan pembimbing dan staff sehingga hasil
kegiatan PKL yang didapat lebih luas.
56
DAFTAR ACUAN
58
LAMPIRAN
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan di BMKG
Kegiatan Belajar di Sub Bidang Inderaja Kegiatan Belajar di Sub Bidang Inderaja
BMKG BMKG
Kegiatan Kuliah Umum bersama Mrs. Foto bersama pembimbing di Sub Bidang
Suzuki Citra Satelit, Mas Andersen
Foto bersama pembimbing di Sub Foto bersama tim 1 dan 2 PKL BMKG di
Bidang Citra Radar, Pak Taufik pelataran Gedung Klimatologi
64