Anda di halaman 1dari 37

Laporan Fieldtrip Oceanografi

ANALISIS KAJIAN OCEANOGRAFI DI PULAU PRAMUKA TAMAN


NASIONAL KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

Disusun Oleh : Kelompok 8

Ajeng Anggraini Putri (1402617036)

Lina Rahayu (1402617009)

Dosen Pengampu : Rayuna Handawati S.Si, M.Pd

PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Jl. Rawamangun Muka, RT.11/RW.14, Rawamangun, Jakarta Timur, 13220

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya
laporan kegiatan fieldtrip Oceanografi. Laporan ini merupakan hasil dari observasi yang
dilakukan pada tanggal 7 sampai dengan 9 Desember 2018.

Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan wisata Pulau Pramuka di Taman Nasional


Kepulauan Seribu harus mendapat perhatian penuh. Banyaknya kunjungan wisatawan dari
berbagai daerah ke kawasan mengindikasikan bahwa kawasan Taman Nasional Kepulauan
Seribu (Pulau Pramuka) mempunyai daya tarik wisata yang dapat dikembangkan.

Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak yang
bersangkutan. Kritik dan saran sangat dibutuhkan demi penyempurnaan dan
pengembangan penelitian selanjutnya.

Jakarta, 17 Desember 2018

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………… ii

BAB I (PENDAHULUAN) …………………………………………………………. 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………………… 1


B. Tujuan …………………………………………………………………………. 2
C. Manfaat ………………………………………………………………………… 2
D. Urgensi ………………………………………………………………………… 2

BAB II (TINJAUAN PUSTAKA) ………………………………………………….. 3

A. Pengertian Fieldtrip …………………………………………………………… 3


B. Pengertian Pulau Kecil ……………………………………………………….. 4
C. Kepulauan Seribu …………………………………………………………….. 5
D. Aspek-aspek Fisik Kelautan Pulau Kecil …………………………………….. 6
E. Aspek-aspek Biota Pulau Kecil ………………………………………………. 8
F. Aspek-aspek Sosial Pulau Kecil ……………………………………………… 11

BAB III (METODE) ………………………………………………………………… 13

A. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………………… 13


B. Teknik Penyajian Data ……………………………………………………….. 16

BAB IV (HASIL TEMUAN) ……………………………………………………….. 17

A. Data Umum Wilayah Pulau Pramuka Bagian Timur ………………………… 17


B. Karakteristik Pantai ………………………………………………………….. 17
C. Karakteristik Air Laut ……………………………………………………….. 18
D. Kondisi Klimatologis ………………………………………………………… 18
E. Pasang Surut ………………………………………………………………….. 19
F. Kecerahan Air Laut …………………………………………………………... 20
G. Material Di Sekitar Pantai dan Hasil Tangkapan …………………………….. 20
H. Biota Laut Menggunakan Transek Di Pulau Kotok …………………………. 21
I. Sketsa Pantai …………………………………………………………………. 23
J. Sumber dan Kualitas Air ……………………………………………………… 23
K. Mitigasi Bencana …………………………………………………………….. 23

BAB V (KESIMPULAN DAN SARAN) …………………………………………… 25

A. Kesimpulan ……………………………………………………………………. 25
B. Saran …………………………………………………………………………… 26

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 27

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………… 30

ii
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ………………………………………………….. 31

LAMPIRAN ………………………………………………………………………….. 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gambar 1.1 Peta Pulau Pramuka

Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di


Indonesia yang terletak kurang lebih 45 km pada lokasi geografis 5°23’ - 5°40’ LS,
106°25’ - 106°37’ BT sebelah utara Jakarta. Secara administratif kawasan TNKPS berada
dalam wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yang tepatnya di tiga
kelurahan yaitu Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan. Secara geografis
Taman Nasional ini terletak pada 5°24’ - 5°45’ LS, 106°25’ - 106°40’ BT' dan mencakup
luas 107.489 ha (SK Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002), yang terdiri dari
wilayah perairan laut seluas 107.489.ha (22,65% dari luas perairan Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu) dan 2 pulau (Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran
Timur) seluas 39,50 ha. Dengan demikian, pulau-pulau lain (wilayah daratan) yang
berjumlah 108 sesungguhnya tidak termasuk dalam kawasan TN Kepulauan Seribu.
Pulau Pramuka dulu sering juga disebut dengan nama Pulau Elang oleh
penduduk setempat alasannya menurut para tetua pulau karena di pulau ini dulunya
terdapat banyak sekali burung elang bondol hingga sekitar tahun 1980-an. Kemudian
dijadikan sebagai lambang dari Daerah Khusus Ibukota Jakarta sampai sekarang ini.
Tetapi sayangnya keberadaan elang-elang tersebut semakin lama semakin hilang seiring
dengan pembersihan pulau untuk dijadikan sebagai perkampungan. Pulau Pramuka
memiliki berbagai objek wisata diantaranya penakaran hiu, penakaran penyu sisik, serta
berbagai kegiatan wisata seperti snorkling, diving dan memancing.
Oleh karena itu, Mahasiswa Geografi Universitas Negeri Jakarta Angkatan
2017 mengadakan beberapa kajian di wilayah Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan
Seribu. Dengan diselenggarakannya kegiatan ini, maka diharapkan dapat bermanfaat bagi
mahasiswa yang mempelajari ilmu Biogeografi dan Oseanografi dalam perkuliahan.

1
B. Tujuan
1) Tujuan Fieltrip
 Mengkaji fenomena biotik dan fenomena laut yang ada di Kepulauan Seribu,
terutama di Pulau Pramuka
 Mengaplikasikan keterampilan mahasiswa dalam mengukur dan mengumpulkan
data fisik di lapangan dengan berbagai alat ukur
 Menyusunan laporan akhir kegiatan Fieldtrip sebagai bahan tugas perkuliahan
2) Tujuan Pemilihan Tempat di Pulau Pramuka
 Memiliki ombak yang tidak terlalu tinggi sehingga tidak membahayakan
keselamatan
 Memiliki akses dan biaya yang relatif
 Memiliki panorama bawah laut yang kaya akan habitat terumbu karang, hutan
mangrove, pengembangbiakan penyu sisik

C. Manfaat
1) Manfaat Kegiatan Field trip
 Memberikan pemahaman teradap kondisi masyarakat di Kepulauan Seribu.
 Memberikan penambahan informasi terkait bentang alam dan perekonomian
masyarakat daerah pesisir nelayan
 Mengaplikasikan berbagai teori dan ilmu pengetahuan terhadap kondisi lapangan
2) Manfaat Kegiatan Feldtrip di Pulauan Pramuka
 Memberikan pengetahuan tentang kondisi bentang alam dan biota yang ada di
Kepulauan Seribu
 Mengetahui potensi bahari yang sekiranya dapat dikembangkan lagi
 Memberikan ilmu pengetahauan bagaimana penduduk dalam menanggulangi
mitigasi bencana yang ada di Kepulauan Seribu.

D. Urgensi
1) Alasan Darurat Fieldtrid
Agar mahasiswa dapat mengimplementasikan dan mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang di dapat terhadap kondisi lapangan yang sebenarnya dan juga dapat
menambah wawasan bahwa kondisi di lapangan mengalami perubahan dan dapat
mengetahui sejarah serta keanekaragaman potensi yang ada di wilayah Kepulauan
Seribu.
2) Alasan Darurat Fieldtrip di Pulau Pramuka
Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa lokasi tersebut
merupakan perwakilan wilayah di Kepulauan Seribu yang saat ini tengah giat
mengembangkan wisata bahari. Selain itu lingkungan sumberdaya laut yang alami,
menawarkan banyak kegiatan wisata dan terletak di salah satu pusat kota Jakarta yang
memiliki posisi strategis dengan akses transportasi yang lancar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian/Definisi fieldtrip
Fieldtrip merupakan kegiatan observasi turun lapangan yang di dasari pada ilmu
pengetahuan yang telah di dapatkan. Metode fieldtrip dapat mengakses keterampilan
proses sains. Keterampilan proses sains yang dapat diakses melalui fieldtrip yaitu
keterampilan dasar, keterampilan memroses dan keterampilan menginvestigasi.
Keterampilan proses sains yang dominan yaitu keterampilan dasar dan keterampilan
memproses.
Data fieldtrip berasal dari hasil penelitian dan kajian terhadap fenomena alam
yang dilakukan melalui proses ilmiah. Proses ilmiah sendiri melibatkan observasi,
pengumpulan data, analisis, dan proses verifikasi terhadap data dan gejala alam. Sejalan
dengan itu, Collete & Chiappetta (2007) mengemukakan bahwa ilmuwan dalam
memperoleh pengetahuan dan produk berupa transformasi ilmu pengetahuan (Gardner,
1999). Anderson & Krathwohl (2001) menyatakan bahwa kemampuan memahami
(understand) dalam ranah kognitif digolongkan menjadi 7, yaitu: interpretasi
(interpreting), menerangkan dengan contoh (exemplifying), mengklasifikasi (classifying),
merangkum (summarizing), inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan
eksplanasi (explanation).
Salah satu metode pembelajaran yang dapat membatu siswa mengkonstruksi
pengetahuan mahasiswa yaitu melalui metode field trip. Suparno (2007) menyatakan
bahwa belajar melalui field trip merupakan pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran
konstruktivisme menekankan pembentukan pengetahuan mahasiswa. Pengetahuan
merupakan konstruksi mahasiswa sendiri terhadap sebuah objek yang diamati.
Pentingnya pembentukan pengetahuan mahasiswa yang utuh terhadap objek
yang diamatinya, maka perlu metode yang dapat menjembatani antara pengetahuan yang
bersifat teori dan praktik. Amosa et.al. (2015) menyatakan bahwa field trip merupakan
perjalanan kelompok dari lingkungan pendidikan formal untuk mendapatkan pengalaman
langsung dari tempat yang diminati.
Marini et al., (2015) menyatakan bahwa melalui penerapan metode field trip
pembelajaran sains lebih menyenangkan dan meningkatkan pemahaman siswa. Kegiatan
mengamati objek secara langsung dapat meningkatkan pemahaman siswa serta efektif
meningkatkan hasil belajar.
Patrick et al., (2013) menyatakan bahwa field trip perlu menggabungkan
keterampilan memecahkan masalah, terikat dalam kurikulum, fokus pada standar, dan
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik. Upaya menuju pembelajaran di ruang
informal yang lebih efisien, maka siswa lebih banyak untuk merancang dan melaksanakan
kegiatan batas secara struktural.
Amosa et.al, (2015) menyatakan bahwa field trip dalam pengajaran dan
pembelajaran menghasilkan pembelajaran yang efektif dan efisien. Fatkur (2013)
menyatakan bahwa field trip dapat meningkatkan hasil belajar sains. Yuliati, & Martuti
(2014:185) pembelajaran menggunakan metode field trip efektif meningkatkan hasil
belajar, kepedulian siswa terhadap lingkungan dan respon positif siswa.

3
Berbeda dengan hasil penelitian Japar (2017) yang menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan hasil belajar siswa melalui field trip dengan yang tidak melakukan field trip.
Keunggulan metode field trip menurut Amosa, et al. (2015) yaitu mahasiswa
mendapatkan pengalaman langsung pada seting alami, meningkatkan minat siswa dalam
belajar untuk mengumpulkan data, materi atau objek untuk pelajaran di kelas serta untuk
mengamati objek atau fenomena yang tidak mungkin dibawa masuk kelas. Omosewo
(2009) menjelaskan bahwa kunjungan lapangan dapat digunakan sebagai kesempatan
untuk mengumpulkan data untuk analisis selanjutnya, untuk menghasilkan karya dan
merangsang diskusi baik di lokasi maupun di sekolah dan tutorial di universitas, seminar
dan lokakarya.
Pradyani et al. (2014) dan Ratnasari (2014) menyatakan bahwa pembelajaran
field trip mempunyai keunggulan yaitu, dengan melihat objek langsung siswa dapat
memperdalam pengetahuan, siswa dapat melihat, mendengar, meneliti, dan mencoba
objek secara langsung.
Mundilarto & Suharyanto (2015) menyatakan bahwa outdor learning (field trip)
dapat menumbuhkan kompetensi inti aspek spiritual, aspek pengetahuan dan sosial siswa
pada mata pelajaran fisika.
Patrick (2010) pembelajaran melalui metode field trip dapat meningkatkan
kemampuan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Pembelajaran fisika melalui
eksperimen dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir
tingkat tinggi (Ubaidillah, 2016). Temuan Amosa et al. (2015) terkait field trip guru harus
mengajak siswa melakukan kunjungan lapangan untuk mempromosikan dan mendorong
keterlibatan aktif dalam pembelajaran, motivasi diri, belajar penemuan dan belajar dengan
pengalaman.

B. Pengertian Pulau Kecil


Pulau-pulau pada Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah kawasan
pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 45 km pada lokasi
geografis 5°23’ - 5°40’ LS, 106°25’ - 106°37’ BT sebelah utara Jakarta. Secara
administratif kawasan TNKPS berada dalam wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu, terletak di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, tepatnya di tiga kelurahan yaitu
Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan. Secara geografis Taman Nasional ini
terletak pada 5°24’ - 5°45’ LS, 106°25’ - 106°40’ BT' dan mencakup luas 107.489 ha (SK
Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002), yang terdiri dari wilayah perairan laut
seluas 107.489.ha (22,65% dari luas perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu)
dan 2 pulau (Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur) seluas 39,50 ha. Dengan
demikian, pulau-pulau lain (wilayah daratan) yang berjumlah 108 sesungguhnya tidak
termasuk dalam kawasan TN Kepulauan Seribu.
Kriteria umum bagi suatu Taman Nasional adalah terdiri dari areal yang utuh
dan belum terganggu pada lahan yang relatif luas, memiliki nilai alamiah serta
mempunyai kepentingan pelestarian dan potensi rekreasi yang tinggi, mudah dicapai oleh
pengunjung dan dapat memberi keuntungan pada daerah yang bersangkutan. Taman
Nasional daratan maupun perairan memiliki ciri khas tertentu, dan mempunyai multi
fungsi yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan dan pemanfaatan
secara lestari jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

4
Suatu kawasan untuk dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai Taman Nasional,
harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: (1) kawasan yang ditetapkan
mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami;
(2) memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun
satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; (3) memiliki satu
atau beberapa ekosistem yang masih utuh; memiliki keadaan alam yang asli dan alami
untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam; (4) merupakan kawasan yang dapat dibagi
ke dalam zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lain yang karena
pertimbangan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan dan dalam
rangka mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Menurut Ngadiono (2004), taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi. Fungsi Taman Nasional adalah sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta kawasan
pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Menurut Munasef (1995:200) Taman Laut merupakan wilayah laut sebagai
wilayah laut yang memiliki ciri khas berupa keindahan atau keunikan yang diperuntukkan
secara khusus sebagai kawasan konservasi laut, untuk dibina dan dipelihara yang berguna
bagi perlindungan plasma nutfah, rekreasi, pariwisata, pendidikan, dan kebudayaan.

C. Kepulauan Seribu
Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKPS) memiliki areal seluas
107.489 Ha yang ditunjuk dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-
II/2002 tanggal 13 Juni 2002. Jumlah pulau yang berada di kawasan TNKPS berjumlah
78 buah dimana dari jumlah tersebut tercatat 20 buah yang telah dikembangkan sebagai
pulau wisata, 6 buah pulau yang dihuni penduduk (pemukiman) dan sisanya dikuasai
perorangan atau badan usaha dalam bentuk Hak Perorangan. Pulau-pulau yang terdapat di
Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu sangat berpotensi sebagai obyek wisata.
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata, sektor pariwisata di kawasan Taman Nasional
Kepuluan Seribu yang terletak di Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu sektor yang
perlu dikembangkan secara berkelanjutan dan memiliki andil yang cukup besar terhadap
perubahan nilai sosial-ekonomi masyarakat sekitar kawasan.
Taman Nasional Kepulauan Seribu memiliki pulau wisata yang menjadi tujuan
utama wisatawan berkunjung. Salah satu pulau wisata yang terdapat di Kawasan TNKPS
adalah Pulau Pramuka. Kawasan wisata bahari Pulau Pramuka memiliki potensi untuk
dikembangkan dan berperan dalam peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah.
Menurut data statistik Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu Tahun 2010 menunjukkan jumlah wisatawan baik mancanegara dan
domestik yang datang ke Pulau Pramuka sebanyak 25.654 orang. Meningkatnya jumlah
wisatawan mendorong masyarakat lokal untuk terlibat dalam kegiatan wisata.
Adanya kawasan wisata Pulau Pramuka mendatangkan dampak bagi masyarakat
lokal seperti peningkatan pendapatan, peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha.
Pada kondisi masyarakat sebelum adanya kegiatan wisata bahari (dalam arti dikelola
secara intensif), masyarakat sekitar kawasan secara ekonomi 40% (Data Monografi
Kelurahan Kepulauan Seribu 2002) masih bekerja sebagai nelayan tangkap sehingga

5
pendapatannya masih tergolong rendah. Seiring berkembangnya kegiatan wisata bahari di
Pulau Pramuka, banyak wisatawan domestik maupun mancanegara datang untuk
menikmati keindahan panorama laut. Pengunjung yang datang sangat berpengaruh
terhadap pendapatan masyarakat sekitar lokasi wisata. Hal ini dikarenakan pengunjung
yang datang di kawasan Pulau Pramuka akan mengeluarkan sebagian uangnya terhadap
kegiatan wisata yang ada di pulau pramuka. Sehingga berdampak terhadap tingkat
pendapatan dan mata pencaharian masyarakat yang mulai bervariasi yang dahulu hanya
berprofesi sebagai nelayan, saat ini masyarakat memulai membuka unit usaha yang
bergerak di bidang wisata seperti rumah makan, homestay, jasa penyewaan alat, souvenir
dan jasa transportasi kapal.
Menurut Depbudpar (2004), tolak ukur keberhasilan pembangunan pariwisata
untuk memperoleh pemasukan adalah jumlah kunjungan, pengeluaran dan lama
kunjungan wisatawan mancanegara adalah dari segi pencapaian target: Jumlah kunjungan
wisata mancanegara; Pengeluaran wisatawan mancanegara (foreign tourist expenditures);
Lamanya wisata mancanegara tinggal (foreign tourist lenght of stay). Peningkatan jumlah
kunjungan wisatawan domestik, mampu menggerakkan ekonomi dari satu kota ke kota
lain maupun dari perkotaan ke pedesaan, yang dapat berdampak pada peningkatan
ekonomi dan pendapat daerah tujuan wisata yang bersangkutan.
Hal ini terkait dengan potensi yang dimiliki kawasan Pulau Pramuka
mengandung nilai ekonomi sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat yang
berada di sekitar kawasan serta untuk membantu masyarakat lokal agar lebih menyadari
akan pentingnya lokasi wisata ini bagi peningkatan perekonomian masyarakat lokal dan
mendorong masyarakat untuk turut serta melindungi kawasan wisata tersebut. Menurut
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 Bab I Pasal 1, Taman Nasional adalah kawasan
pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan system zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata dan rekreasi.

D. Aspek-aspek Fisik Kelautan dan Pulau Kecil


Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri
dari Perairan Nusantara seluas 2.8 juta km2, Laut Teritorial seluas 0.3 juta km2. Perairan
Nasional seluas 3,1 juta km2, Luas Daratan sekitar 1,9 juta km2, Luas Wilayah Nasional
5,0 juta km2, luas ZEE (Exlusive Economic Zone) sekitar 3,0 juta km2, Panjang garis
pantai lebih dari 81.000km dan jumlah pulau lebih dari 18.000 pulau.
Aspek fisik kelautan dan pulau kecil lainnya juga dapat dilihat dari keragaman
biotik, dan non-biotik. Seperti:
 Pembangunan
Potensi Wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi Pembangunan adalah
sebagai berikut:
1. Sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti; Perikanan (Tangkap, Budidaya,
dan Pascapanen), Hutan mangrove, Terumbu karang, Industri Bioteknologi
Kelautan dan Pulau-pulau kecil.
2. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti; Minyak bumi dan Gas,
Bahan tambang dan mineral lainnya serta Harta Karun.
3. Energi Kelautan seperti; Pasang-surut, Gelombang, Angin, OTEC (Ocean
Thermal Energy Conversion).

6
4. Jasa-jasa Lingkungan seperti; Pariwisata, Perhubungan dan Kepelabuhanan
serta Penampung (Penetralisir) limbah.
 Sumberdaya Pulih (Renewable Resource)
Potensi wilayah pesisir dan lautan lndonesia dipandang dari segi Perikanan
meliputi; Perikanan Laut (Tuna/Cakalang, Udang, Demersal, Pelagis Kecil, dan
lainnya) sekitar 4.948.824 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 15.105.011.400,
Mariculture (rumput laut, ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara sebanyak 528.403
ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 567.080.000, Perairan Umum 356.020 ton/tahun,
dengan taksiran nilai US$ 1.068.060.000, Budidaya Tambak 1.000.000 ton/tahun,
dengan taksiran nilai US$ 10.000.000.000, Budidaya Air Tawar 1.039,100 ton/tahun,
dengan taksiran nilai US$ 5.195.500.000, dan Potensi Bioteknologi Kelautan tiap
tahun sebesar US$ 40.000.000.000, secara total potensi Sumberdaya Perikanan
Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan yang baru sempat digali sekitar US$
17.620.302.800 atau 24,5 %. Potensi tersebut belum termasuk hutan mangrove,
terumbu karang serta energi terbarukan serta jasa seperti transportasi, pariwisata
bahari yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan.
 Sumberdaya Tidak Pulih (Non Renewable Resource)
Pesisir dari Laut Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas, mineral dan
bahan tambang yang besar. Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan
minyak yang terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40
cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara
intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40
cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak, namun baru
16,7 miliar barel yang diketahui dengan pasti, 7,5 miliar barel di antaranya sudah
dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89,5 miliar barel berupa kekayaan yang
belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 miliar
barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar
barel terdapat di laut dalam. Sementara itu untuk sumberdaya gas bumi, cadangan
yang dimiliki Indonesia sampai dengan tahun 1998 mencapai 136,5 Triliun Kaki
Kubik (TKK).
Cadangan ini mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya
sebesar 123,6 Triliun Kaki Kubik. Sedangkan Potensi kekayaan tambang dasar laut
seperti aluminium, mangan, tembaga, zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium,
vanadium, dan lain sebagainya yang sampai sekarang belum teridentifikasi dengan
baik sehingga diperlukan teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi
tersebut.
 Geopolitik
Indonesia memiliki posisi strategis, antar benua yang menghubungkan negara-
negara ekonomi maju, posisi geopolitis strategis tersebut memberikan peluang
Indonesia sebagai jalur ekonomi, misalnya beberapa selat strategis jalur
perekonomian dunia berada di wilayah NKRI yakni Selat Malaka, Selat Sunda, Selat
Lombok, Selat Makasar dan Selat Ombai Wetar. Potensi geopolitis ini dapat
digunakan Indonesia sebagai kekuatan Indonesia dalam percaturan politik dan
ekonomi antar bangsa. Kriteria dan indikator sumberdaya alam merupakan faktor
kunci untuk investasi di Pulau Pulau Kecil. Minat investor untuk berinvestasi sangat
terkait dengan keberadaan sumber daya alam dan lingkungan yang terdapat di Pulau

7
Pulau Kecil. Sedangkan faktor strategis geografis kendati merupakan faktor
pendukung, akan tetapi juga memegang peranan penting terkait dengan posisi geo-
strategis dari pulau yang akan dikembangkan untuk kegiatan investasi.
 Sumberdaya Manusia
Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi SDM adalah
sekitar 60 % penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir, sehingga pusat
kegiatan perekonomian seperti: Perdagangan, Perikanan tangkap, Perikanan
Budidaya, Pertambangan, Transportasi laut, dan Pariwisata bahari. Potensi penduduk
yang berada menyebar di pulau-pulau merupakan aset yang strategis untuk
peningkatan aktivitas ekonomi antar pulau sekaligus pertahanan keamanan negara.

Terdapat 4 (empat) ekosistem utama pembentuk sistem ekologis kawasan


TNKPS Pulau Pramuka, yaitu : hutan pantai, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu
karang. Secara ekologis keempat ekosistem utama tersebut merupakan penyangga alami
bagi daratan pulau yang memberikan sumbangan manfaat bagi manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem Pulau-Pulau
Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal, yang terdiri dari Gugus Kepulauan dengan 78
pulau sangat kecil, 86 Gosong Pulau dan hamparan laut dangkal pasir karang pulau
sekitar 2.136 hektar (Reef flat 1.994 ha, Laguna 119 ha, Selat 18 ha dan Teluk 5 ha),
terumbu karang tipe fringing reef, Mangrove dan Lamun bermedia tumbuh sangat miskin
hara/lumpur, dan kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m.

E. Aspek-Aspek Biota dan Pulau Kecil


Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang cukup besar
karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan
keamanan serta adanya ekosistem khas tropis dengan produktivitas hayati tinggi yaitu
terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), hutan pantai dan hutan bakau
(mangrove). Keempat ekosistem tersebut saling berinteraksi baik secara fisik, maupun
dalam bentuk bahan organik terlarut, bahan organik partikel, migrasi fauna, dan aktivitas
manusia. Pulau-pulau kecil tentu memiliki potensi atau aspek biota yang dapat
dikembangkan seperti :
 Terumbu karang

Gambar 2.1 Terumbu Karang Di Pulau Pramuka

Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan massif kalsium karbonat


(CaCO3), yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang
hermatipik) dari filum Cnidaria, OrdoScleractinia yang hidup bersimbiose dengan
alga bersel satu Zooxanthellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta

8
organisme lain yang mensekresi kalsium karbonat. Jenis-jenis terumbu karang yang
dapat ditemukan pada Pulau Pramuka adalah jenis karang keras (hard coral) seperti
karang batu (massive coral) misalnya Monstastrea dan Labophyllia; karang meja
(Table coral); karang kipas (Gorgonia); karang daun (Leaf coral); karang jamur
(Mushroom coral); dan jenis karang lunak (Soft coral).
 Padang Lamun (Seagrass)

Gambar 2.2 Tanaman Lamun

Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang


memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut. Lamun
mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang dihasilkan
secara sexual (dioecious). Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di
dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari untuk mendukung
pertumbuhannya, biasanya hidup diperairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman
berkisar antara 2-12 meter, dengan sirkulasi air yang baik. Substrat lumpur-berpasir
merupakan substrat yang paling disukai oleh lamun dan berada diantara ekosistem
mangrove dan terumbu karang.
Pada kawasan TNKPS ditumbuhi 7 jenis lamun dan 18 jenis alga (rumput
laut). Jenis lamun yang dapat teridentifikasi yaitu Thalassia hemprichii (Ehrenb.)
Asch., Cymodocea rotundata Ehrenb. & Hempr. ex Asch., Cymodocea serrulata
(R.Br.) Asch. & Magnus, Enhalus acoroides (L.F.) Royle, Halophila ovalis (R.
Brown) J.D. Hooker, Syringodium isoetifolium (Ascherson) Dandy, Halodule
uninervis (Forsk.) Asch. Sedangkan jenis alga (rumput laut) dapat dipisahkan ke
dalam tiga kelompok, yaitu 9 jenis alga hijau (Chlorophyta), 3 jenis alga coklat
(Phaeophyta) dan 6 jenis alga merah (Rhodophyta).
 Hutan Mangrove

Gambar 2.3 Hutan Mangrove Di Sekitar Pulau

9
Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi
biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan
abrasi, amukan angin, taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut,
dan lain sebagainya. Sedangkan secara ekonomis berfungsi sebagai penyedia kayu,
bahan baku obat-obatan dan lain-lain. Disamping itu, ekosistem hutan mangrove juga
memberikan manfaat tidak langsung, terutama sebagai habitat bagi bermacam-
macam binatang seperti binatang laut (udang, kepiting, dan beberapa jenis ikan), dan
binatang melata lainnya.
Ekosistem mangrove asli dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu
hanya terdapat di 11 pulau, yaitu Pulau Penjaliran Barat, Penjaliran Timur, Jagung,
Sebaru Besar, Puteri Barat, Pemagaran, Melintang, Saktu, Harapan, Kelapa,
Tongkeng. Terdapat 15 jenis mangrove sejati yaitu, Avicennia marina (Forssk.)
Vierh, Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam., Bruguiera cylindrica (L.) Blume, Ceriops
tagal C.B. Rob, Rhizophora stylosa Griff., Rhizophora apiculata Blume., Sonneratia
alba J. Sm., Sonneratia caseolaris (L.) Engl., Lumnitzera racemosa Willd., Xylocarpus
granatum Koen., Xylocarpus molluccensis (Lam.) M. Roem., Xylocarpus rumphii
(Kostel.) Mabb., Aegiceras corniculatum L. Blanco, Pemphis acidulata J. R. Forst. &
G. Forst., Excoecaria agallocha L.. Jenis mangrove yang paling dominan dalam
kawasan TNKPS adalah jenis Rhizophora stylosa Griff. Untuk jenis tumbuhan laut,
 Hutan Pantai

Gambar 2.4 Hutan Pantai Di Pulau Kotok

Hutan pantai sering terdapat di daerah yang kering tepi pantai dengan kondisi
tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Habitat hutan
pantai pada umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering menerima angin
kencang dengan hembusan garam. Spesies-spesies pohon yang pada umumnya
terdapat dalam ekosistem hutan pantai antara lain Barringtonia asiatica, Terminalia
catappa, Calophyllum inophyllum, Hibiscus tiliaceus, Casuarina equisetifolia, dan
Pisonia grandis. Selain spesies-spesies pohon tersebut, temyata kadang-kadang
terdapat juga spesies pohon Hernandia peltata, Manilkara kauki, dan Sterculia foetida.
Jenis-jenis vegetasi yang dapat dijumpai di Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu adalah pandan laut (Pandanus tectorius), butun (Barringtonia asiatica), cemara
laut (Casuarina equisetifolia), mengkudu (Morinda citrifolia), sentigi (Pemphis
acidula), ketapang (Terminalia Catappa) dan seruni (Wedelia biflora).
 Sumberdaya Perikanan
Secara ekologis, pulau-pulau kecil di daerah tropis dan sub-tropis berasosiasi
dengan terumbu karang. Dengan demikian di kawasan ini memiliki spesies-spesies

10
yang menggunakan karang sebagai habitatnya yaitu ikan ekonomis penting seperti
kerapu, napoleon, kima raksasa (Tridacna gigas), teripang dan lain-lain sehingga
komoditas seperti ini dapat dikatakan sebagai komoditas spesifik pulau kecil.
Jenis ikan hias yang banyak ditemukan pada Pulau Pramuka diantaranya
adalah jenis-jenis yang termasuk dalam famili Chaetodontidae,
Apogonidae dan Pomancanthidae, sedangkan jenis Ikan konsumsi yang bernilai
ekonomis tinggi antara lain adalah Baronang (Family Siganidae), Ekor Kuning
(Family Caesiodiae), Kerapu (Family Serranidae) dan Tongkol (Eutynus sp.).
Echinodermata yang banyak dijumpai diantaranya adalah Bintang Laut, Lili Laut,
Teripang dan Bulu Babi yang juga merupakan indicator kerusakan terumbu
karang. Crustacea yang banyak dikonsumsi antara lain Kepiting, Rajungan (Portumus
sp.) dan Udang Karang (Spiny lobster). Moluska (binatang lunak) yang dijumpai
terdiri dari Gastropoda, Pelecypoda, termasuk jenis yang dilindungi diantaranya
adalah Kima Raksasa (Tridacna gigas) dan Kima Sisik (Tridacna squamosa).

Kawasan TNKPS merupakan habitat dan tempat peneluran bagi Penyu sisik
(Eretmochelys imbricata) yang dilindungi, dan keberadaannya cenderung semakin
langka. Dalam upaya pelestarian satwa ini, selain dilakukan perlindungan terhadap
tempat-tempat penelurannya seperti Pulau Peteloran Timur, Penjaliran Barat,
Penjaliran Timur dan Pulau Belanda, telah dilakukan juga pengembangan pusat
penetasan, pembesaran dan pelepasliaran Penyu Sisik di Pulau Pramuka dan Pulau
Sepa. Kegiatan di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa tersebut dilakukan dengan cara
mengambil telur dari pulau-pulau tempat bertelur untuk ditetaskan secara semi alami.
Anak penyu (tukik) hasil penetasan tersebut kemudian sebagian dilepaskan kembali
ke alam, dan sisanya dipelihara untuk dilepaskan secara bertahap.
Satwa yang khas dan dominan di taman nasional ini yaitu jenis-jenis biota laut
yang merupakan satu kesatuan ekosistem terumbu karang sebanyak 257 jenis, 113
jenis ikan, dan 28 jenis burung.

F. Aspek-Aspek Sosial Pulau Kecil


Penilaian terhadap sosial ekonomi dan budaya ditentukan berdasarkan parameter
yang dapat menggambarkan nilai pulau-pulau kecil dari aspek sosial, ekonomi dan
budaya. Parameter tersebut adalah nilai sejarah pulau-pulau kecil, jumlah penduduk,
kepadatan penduduk, potensi luas daratan pulau untuk pengembangan investasi, potensi
ekonomi lokal, tingkat pendapatan penduduk pulau, nilai ekonomi sumberdaya pulau-
pulau kecil, keamanan pulau, budaya dan adat istiadat serta presentase tingkat
pendidikan. Berbagai instrumen tersebut dijadikan parameter yang mempunyai indikator
dengan skor 1 sampai dengan 5 biasanya data-data tersebut dapat diperoleh dari Badan
Pusat Statistik. Secara umum semakin tinggi suatu parameter bisa memberikan nilai
tambah dan memperbesar peluang investasi di pulau kecil maka semakin tinggi skor yang
diperoleh.
Dari jumlah pulau yang berada di dalam kawasan TNKPS yangberjumlah 78
pulau, diantaranya 20 pulau sebagai pulau wisata, 6 pulau sebagai hunian penduduk dan
sisanya dikelola perorangan atau badan usaha.
Jumlah penduduk pada Kecamatan Kepulauan Seribu Utara pada tahun 2012
adalah sebanyak 14.138 jiwa yang tersebar di tiga Kelurahan yaitu Kelurahan Pulau

11
Panggang (5.784 jiwa), Kelurahan Pulau Kelapa (6.158 jiwa) dan Kelurahan Pulau
Harapan (2.196 jiwa). Kalau dilihat dari kepadatan penduduk terlihat seolah-olah
kepadatan penduduk rendah, tetapi dari beberapa pulau yang berada dalam satu kelurahan
hanya pulau-pulau tertentu yang ditempati untuk pemukiman sehingga kepadatan
penduduk pada pulau-pulau tersebut tinggi (Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau
Kelapa, Pulau Kelapa Dua, dan Pulau Harapan) yang berada di dalam Kawasan Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu. Umumnya masyarakatnya pendatang yang berprofesi
sebagai nelayan berasal dari berbagai etnis dengan dominan adalah etnis Betawi, Sunda,
dan Bugis. Budaya yang berkembang di masyarakat ini tidak membentuk suatu kesatuan
budaya yang khas tetapi lebih mencerminkan budaya dan etnis masing-masing.
Kehidupan sehari-hari masyarakat tidak lepas dari keberadaan dan fungsi laut.
Kegiatan rutin sebagian besar orang tua adalah melaut untuk mencari ikan. Tetapi
kegiatan tersebut tidak mereka lakukan pada setiap hari Jumat. Apabila tidak melaut,
mereka memperbaiki atau membuat jaring maupun memperbaiki atau membuat kapal.
Profil struktur sosial budaya masyarakat Kepulauan Seribu memperlihatkan
kecenderungan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dan rendahnya rendahnya
migrasi ke luar pulau. Pemukiman penduduk hanya terkonsentrasi pada pulau pemukiman
yang telah ada. Masyarakat Kepulauan Seribu merupakan masyarakat campuran
pendatang. Suku bangsa yang ada adi Kecamatan Kepulauan Seribu Utara adalah Jawa,
Sunda, Betawi, Madura, Batak, Minang, Bugis, Melayu, dan lainnya. Dengan demikian
budaya setempat tidak dapat disebut dalam corak secara jelas selain aktivitasnya sebagai
nelayan.

12
BAB III

METODE

Kerangka pemikiran dalam laporan oseanografi ini memiliki struktur rencana


penelitian yang mengaitkan setiap tahapan pelaksanaan penelitian dengan harapan tujuan
penelitian dapat tercapai. Penelitian ini diawali dengan mengetahui kondisi laut dan
gelombang laut. Penilaian gelombang dan konsdisi laut meliputi kecerahan, biota, dan tingkat
pasang surut yang berpengaruh terhadap kondisi masyarakat di pulau pramuka.

A. Teknik Pengumpulan Data


Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh secara langsung di lokasi penelitian dengan teknik survei yakni dengan
mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan baik lisan maupun tertulis
menggunakan kuisioner kepada pengunjung dan wawancara mendalam. Pengumpulan
data untuk kondisi masyarakat sebelum dan setelah adanya kegiatan wisata bahari
dilakukan dengan teknik wawancara personal (Wardiyanta 2006).
Wawancara personal merupakan metode wawancara langsung terhadap
masyarakat dengan melakukan pendekatan personal dan wawancara mendalam.
Sedangkan untuk nilai multiplier (dampak ganda), akan dihitung melalui pengeluaran
atau aliran uang dari setiap wisatawan, unit usaha, tenaga kerja. Selain itu untuk
memperoleh informasi yang lebih detail dilakukan wawancara mendalam (in-depth
interview) dengan aparat pemerintah dalam hal ini khususnya dengan perwakilan dari
Suku Dinas (Sudin) Pariwisata, Dinas Pariwisata, dan pihak Taman Nasional Kepulauan
Seribu.
Data sekunder tentang kegiatan di kawasan Kepulauan Seribu diperoleh melalui
laporan lembaga pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata, Balai TNKPS serta studi literatur atau referensi lainnya yang
berupa jurnal, buku, artikel hasil penelitian sebelumnya serta penelusuran data melalui
internet.
Dalam penelitian ilmiah, pengumpulan data merupakan langkah yang sangat
penting yang kemudian dapat dikumpulkan untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan. Adapun teknik pengumpulan data meliputi:

1) Studi Literatur
Metode studi literatur dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data
berupa kondisi umum lokasi kawasan wisata pulau pramuka Taman Nasional
Kepulauan Seribu, data-data mengenai jumlah pengunjung kawasan, demografi
masyarakat dan data tentang perkembangan ekonomi kawasan (supply dan demand).

2) Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini adalah pengumpulan data dengan cara
menanyakan secara langsung kepada masyarakat yang terdapat di sekitar kawasan
wisata baik masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat kegiatan wisata, dengan
pedoman pertanyaan yang disusun secara sistematik sebelumnya. Wawancara tersebut
dilakukan secara langsung yang dilakukan kepada masyarakat sekitar kawasan wisata
tersebut.

13
Wawancara yang dilakukan dimaksudkan untuk mendapatkan data secara
keseluruhan yang mencakup mata pencaharian, pendapatan, biaya pengeluaran,
pendidikan, umur, jenis kelamin serta mengetahui mengenai kondisi ekonomi
masyarakat sebelum adanya kegiatan wisata bahari maupun kondisi ekonomi
masyarakat setelah adanya kegiatan wisata. Hal ini bertujuan agar dapat mengetahui
perbedaan kondisi dan pengaruh ada atau tidaknya kegiatan wisata bahari bagi
masyarakat sekitar kawasan.

3) Kuisioner
Untuk kegiatan wawancara dengan pengunjung dilakukan dengan menggunakan
kuisioner secara langsung. Kuisioner yang diberikan bertujuan untuk mengetahui
umur, daerah asal, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran yang telah dikeluarkan
pengunjung selama melakukan aktivitas wisata di kawasan tersebut.

4) Pengamatan Lapang
Observasi adalah pengambilan data dengan cara pengamatan langsung di
lapangan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi atau keadaan objek
kajian dengan cara mengunjungi seluruh kawasan wisata dan melihat keseluruhan
kondisi kawasan secara langsung, baik kondisi fisik, sarana dan prasarana, aktifitas
pengunjung serta sumberdaya manusia pengelolaannya. Selain itu untuk
menyesuaikan data-data yang diperoleh dari hasil studi literatur dengan keadaan yang
ada. Yang terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan seperti :
a) Pembagian titik koordinat kajian berdasarkan peta laut menjadi 4 kelompok, yang
menggambarkan pembagian wilayah pulu pramuka. Kemudian diambil titik
koordinat berdasarkan maps atau aplikasi titik koordinat.
b) Mengukur pasang surut dengan cara mengambil titik tersurut untuk melihat
ketinggian pasang dari titik 0 meter. Titik tersurut terjauh digunakan sebagai titik
surut atau tempat untuk menaruh pasak berupa kayu atau bambu. Titik surut
dihitung dari ujung bibir pantai hingga pasak. Mengukur ketinggian pasang
dengan melihat titik tertinggi air yang merendam pasak.
c) Cara melihat kecerahan laut dengan menggunakan disc di ikatkan tali dan di taruh
di laut. Kemudian renggangkan tali sampai terkena dasar laut (jika masih terlihat)
atau jika tidak terlihat diukur menggunakan meteran. Disc diukur dari sejauh
mana disc itu dapat terlihat hingga tidak terlihat.
d) Pengambilan data biota dalam bentuk transek, dilakukan di wilayah utara Pulau
Pramuka. Dengan menggunakan jalur sepanjang 5 meter dengan lebar 1 meter
disetiap segmen atau kotaknya (1x1 m) yang disusun memanjang, kemudian
dilihat tanaman dan hewan yang terdapat di petak/kotak.

 Pengambilan titik koordinat


Pengambilan titik koordinat diambil dibagian pengukuran pasang surut, titik
paling Utara dan titik paling Selatan di wilayah Timur Pulau Pramuka, selain itu
pengambilan titik koordinat juga diambil di Taman Nasional Kepulauan Seribu
dengan menggunakan aplikasi google maps.

14
 Pengambilan data kecerahan air laut

Gambar 3.1 Pengambilan Data Kejernihan Air

Pengukuran dilakukan di Dermaga (barat) Pulau Pramuka. Atau 5˚44’33” LS


dan 106˚36’40” BT. Dengan alat dan bahan sebagai berikut :
o Meteran
o Tali
o CD bekas
o Pemberat
o Batang kayu (±3meter)

Pertama CD diberi pemberat dan diikatkan dengan benang/tali yang kemudian


langsung di tenggelamkan ke dasar. Kemudian lihat warna pantulan dari CD yang
di tenggelamkan, tancapkan batang/bilah kayu ke tempat CD kemudian ukur
bekas air yang membasahi batang kayu menggunakan meteran. Hasil dari
kejernihan air adalah jernih, karena CD masih dapat terlihat hingga mencapai
dasar yaitu dengan kedalaman 210 cm.

 Pengambilan data pasang surut

Gambar 3.2 Pasak Untuk Menghitung Pasang Surut

Pengukuran dilakukan di wilayah Timur Pulau Pramuka atau 5˚44’53.754” LS


dan 106˚36’49.5072” BT. Dengan alat dan bahan sebagai berikut :
o Meteran
o Tali
o Pasak berupa batang kayu atau bambu setinggi ±3 meter

15
Pengambilan data pasang surut diambil dengan cara menancapkan pasak
dengan panjang 3 meter di antara tempat tersurut. Kemudian data tersebut di ukur
dengan meteran dari ujung bibir pantai sampai titik tersurut, dan mengukur
ketinggian air dari dasar sampai batas titik pasak terendam air tertinggi. Pada
pengukuran pasang surut ini untuk menentukan jenis/tipe pasang surut dan
ketinggian muka air laut rata-rata (MSL=Mean Sea Level) sebagai titik referensi
(titik nol) untuk pengukuran elevasi. Pasang surut terjadi akibat gerakan bulan
mengelilingi bumi, dimana tipe pasang surut untuk suatu daerah akan bervariasi
tergantung pada beberapa hal yaitu, besarnya massa air laut yang bergerak, faktor
angin, topografi dasar laut (Bathimetri), dan gerakan bulan mengelilingi bumi.

 Pengambilan data biota pada Pulau Kotok dalam bentuk transek

Gambar 3.3 Transek Laut Di Pulau Kotok

Pengukuran dilakukan di Pulau Kotok dengan alat dan bahan sebagai berikut :
o Transek
o Kertas untuk mencatat dan alat tulis
Pertama taruh transek ditempat yang akan menjadi tempat pengambilan
sampel biota. Kemudian kita lihat tanaman dan hewan apa yang terdapat di
petak/kotak setelah itu catat nama atau jenis tunbuhan ataupun hewan tersebut
dalam bentuk tabel.

B. Teknik penyajian data


Pada teknik penyajian data pada laporan penelitian terdapat bahasa mengenai
deskripsi data, analisis data dan pembahasan. Deskripsi data adalah kegiatan menyajikan
data dari data yang dikumpulkan. Data yang dikumpulkan dalam prosses pengumpulan
data merupakan data yang berserakan, tidak beraturan dan sulit dibaca, agar tersusun
dalam bentuk yang teratur dan mudah dibaca maka dilakukan penyajian data atau
penyusunan data. Dengan demikian, penyajian data adalah kegiatan menyusun data
mentah yang berserakan menjadi lebih teratur sehingga mudah dibaca, dipahami dan
dianalisis. Data yang di peroleh dari hasil kajian di lapangan diolah meliputi deskripsikan
dan di klasifikasikan berdasarkan tabel yang kemudian akan di presentasikan.

16
BAB IV

HASIL TEMUAN

A. Data Umum Wilayah Pulau Pramuka Bagian Timur

Gambar 4.1 Peta Pulau Pramuka Bagian Timur

Pulau Pramuka memiliki luas wilayah 16,73 Hektare (Ha) dan Kepulauan
seribu memiliki luas 107,489 Hektare (Ha). Titik Koordinat yang berbatasan dengan utara
yaitu -5º 74’ 85.25” LU - 106º 61’37.00’’ BT dan Titik Koordinat yang berbatasan
dengan selatan yaitu -5º 74’ 38.49” LU - 106º 61’59.26’’ BT. Jumlah penduduk wilayah
Pulau pramuka ±2.000 jiwa. Mayoritas pekerjaan penduduk sekitar adalah nelayan,
pedagang, sewa homestay, pariwisata dan karyawan. Di Pulau Pramuka terdapat beberapa
kantor pemerintahan seperti Dinas Perhubungan, Kantor Perpustakaan dan Arsip, Kantor
Kelurahan, BPBD, dan lainnya serta memiliki fasilitas kesehatan berupa gedung RSUD
Kepulauan Seribu dan kapal ambulan.

B. Karakteristik Pantai

Gambar 4.2 Pantai Berpasir Wilayah Timur

Indonesia memiliki 3 macam karakteristik pantai yaitu pantai berpasir, pantai


berlumpur dan pantai berbatu. Pada wilayah bagian Timur Pulau Pramuka memiliki
karakteristik pantai berpasir, karena di dominasi oleh daratan pasir. Maka dari itu wilayah
timur ini hanya ada sedikit spesies tanaman yang dapat di tumbuh. Jika tanaman itu
tumbuh pun butuh waktu yang lebih lama untuk tumbuh berkembang. Kondisi topografi
Pulau Pramuka Bagian Timur adalah pantai landai, karena merupakan pantai yang
topografinya relatif datar.

17
C. Karakteristik Air Laut

Gambar 4.3 Pengukuran pH Air Laut Gambar 4.4 Pengukuran Salinitas Air Laut

Gambar 4.5 Warna Air Laut

Karakteristik air laut di wilayah Timur yaitu pH asam-netral (6,2-7), Salinitas


rata-rata 25/1.020 per mill yang artinya setiap 1.020 mg air terdapat 25 mg garam, rasa
airnya asin dan warna laut di wilayah Timur berwarna biru muda jernih yang artinya air
dangkal dan jernih.

D. Kondisi Klimatologis
Kondisi klimatologis bagian sebelah Timur pulau pramuka, arah angin dan
temperatur sebagai berikut:

No. Tanggal Pukul Arah angin Temperatur

1. 7 Desember 15.00 Barat Daya 32,2˚


2018 WIB
2. 8 Desember 14.00 Tenggara 32˚
2018 WIB
3. 9 Desember 08.00 Barat Laut 29˚
2018 WIB
Tabel 1.1 Kondisi Klimatologis

Pada saat tanggal 9 Desember 2018 terjadi hujan pada pagi hari dari pukul
04.15 WIB hingga pukul 06.10 WIB. Sehingga pada hari itu suhu di Keplauan Pramuka
pada pagi hari lebih dingin dibanding hari sebelumnya.

18
E. Pasang surut
Pasang surut adalah naik atau turunnya posisi permukaan perairan atau
samuderan yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari. Tipe
pasang surut Pulau Pramuka bagian Timur yaitu mikrotidal, < 2 meter. Berikut data
pasang surut sebelah Timur Pulau Pramuka:
No Tanggal Titik Koordinat Pukul Pasang Surut
(WIB) (Cm) (Cm)

1. 7 Desember 2018 S 5˚ 44’ 53.754” 15.00 85 0


E 106˚ 36’ 49.507”
16.00 74 17

17.00 61 37

18.00 49 64

19.00 37 97

20.00 28 140

23.00 0 260

2. 8 Desember 2018 S 5˚ 44’ 53.754” 06.00 29 156


E 106˚ 36’ 49.507”
15.00 83 0

17.00 60 44

18.00 47 79

19.00 36 103

20.00 26 154

21.00 17 178

3. 9 Desember 2018 S 5˚ 44’ 53.754” 06.00 40 59


E 106˚ 36’ 49.507”
08.00 68 42

11.00 112 0

Tabel 1.2 Pasang Surut Air Laut

Titik pasang tertinggi terjadi pada siang hari sekitar pukul 10.30 hingga 11.00
sebesar 112 cm. Titik surut terjauh terjadi pada malam hari sekitar pukul 23.00 hingga
00.35 sepanjang 260 cm.
Pada pulau pramuka ini pada saat pagi hari arus laut dari arah selatan menuju
arah utara. Sedangkan pada saat sore hari arus berbalik dari arah utara menuju arah
selatan.

19
F. Kecerahan air laut

Gambar 4.6 Kecerahan Air Laut

Kecerahan air merupakan ukuran kecerahan suatu perairan, semakin tinggi suatu
kecerahan perairan semakin dalam cahaya menembus kedalam air. Kecerahan laut disebut
juga warna air laut yang tergantung pada zat organik maupun anorganik yang ada di laut.
Titik koordinat pengambilan data kecerahan laut yaitu 5º44’33’’ S 106º36’40” T. Pada
kedalaman 2,10 meter masih terlihat cerah di daerah pinggir antara laut dalam dan laut
dangkal.
G. Material Disekitar Pantai dan Hasil Tangkapan Nelayan
Material di Pulau Pramuka bagian Timur ditemukan gosong pasir, pecahan
koral dan terumbu karang, kelomang, kecoa laut, siput, kepiting, ikan, dan tumbuhan
bakau dan lamun
1) Gosong pasir adalah bentukan daratan yang terkurung atau menjorok pada suatu
perairan, biasanya terbentuk dari pasir, geluh, dan atau kerikil. Bentukan geografi
ini terjadi akibat adanya aliran dangkal dan sempit sehingga memungkinkan
pengendapan material ringan dan mengarah pada pendangkalan tubuh air.
2) Pecahan koral dan terumbu karang merupakan unsur yang membentuk daratan
pantai di Pulau Pramuka ini.
3) Kelomang dapat kita jumpai di sekitar pinggiran pantai wilayah Timur. Walaupun
jumlahnya sedikit, tetapi masih dapat kita jumpai di wilayah Timur.
4) Kecoa laut adalah binatang yang paling sering dijumpai di wilayah Timur.
Binatang ini dapat hidup di air maupun di darat. Hidupnya selalu mempel pada
dinding-dinding pembatas laut.
5) Siput juga merupakan salah satu binatang yang sering dijumpai dan menempel
pada dinding pembatas.
6) Kepiting dapat kita lihat disekitaran pinggir pembatas pantai. Namun, kepiting
sulit untuk ditemui karena jumlahnya sedikit.
7) Ikan merupakan biota yang paling dicari oleh penduduk di Pulau Pramuka.
Karena matapencaharian penduduk sehari-harinya sebagai nelayan. Ikan pada
wilayah Timur hanya sebatas ikan-ikan kecil dan juga jarang ditemui.
8) Tumbuhan bakau dan lamun banyak dijumpai pada wilayah Timur Pulau
Pramuka. Di Pulau Pramuka bagian Timur terdapat wilayah konservasi bakau
yaitu Taman Nasional Kepulauan Seribu.

20
Gambar 4.7 Material Di Sekitar Pantai

H. Biota Laut menggunakan Transek di Pulau Kotok

Gambar 4. 8 Peta Pulau Kotok Besar

Pada kajian transek biota laut kali ini, berbeda tempat dari tempat kajian yang
lainnya. Kajian transek laut dilakukan di tempat koservasi elang yang berada di Pulau
Kotok. Tempat transek laut berada pada titik koordinat 5.701759° LS dan 106.542091°
BT. Berikut adalah tabel-tabel hasil pengamatan transek laut di Pulau Kotok :

Spesies Sub Plot (jumlah) Jumlah Keseluruhan


1 2 3 4
Sargassum polycystum 9 9
Fucus sp 7 7
Padina 5 5
Bladderwrack 2 2 4
Tabel 1.3 Biota Laut Di Pulau Kotok

Diketahui jumlah petak 4 buah. Luas 1 petak adalah 20 cm x 20 cm = 400 cm2.


Sehingga luas keseluruhan total petak yaitu 1600 cm2 atau 1,6 m2.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑖
 𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 (𝐾𝑀) = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘

21
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑖
 𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓(𝐾𝑅) = 𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝑥 100%

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡𝑖 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑖


 𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 (𝐹𝑀) = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘

𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑖


 𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓(𝐹𝑅) = 𝑥 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑖
 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 (𝐷𝑆) = ∑ 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛

No Spesies Jumlah KM KR (%) FM FR DS


1 Sargassum 9 5,6 22,4% 0,625 2,5% 0,36
polycystum
2 Fucus sp 7 4,4 17,6% 0,625 2,5% 0,28
3 Padina 5 3,1 12,4% 0,625 2,5% 0,25
4 Bladderwrack 4 2,5 10% 1,25 5% 0,16
Tabel 1.4 Perhitungan Transek Laut

Biota laut pada transek ini didominasi oleh spesies Sargassum polycystum
sebanyak 9 buah dengan dominasi spesies sebesr 0,36. Maka dari itu tingkat kerapatan
mutlak dan relatifnya dari spesies Sargassum polycystum yang paling besar. Untuk
kerapatan mutlaknya sebesar 5,6 dan kerapatan relatifnya sebesar 22,4%. Namun, karena
jumlah petak pada spesies Bladderwrack lebih banyak maka frekuensi mutlak dan
individunya lebih besar. Untuk frekuensi mutlaknya sebesar 1,25 dan frekuensi relatifnya
sebesar 5%.

Gambar 4.9 Transek Laut

22
I. Sketsa Pantai

Bibir Pantai Timur (Sketsa


Horizontal)

Gambar 4.10 Sketsa Pantai Pulau Pramuka Bagian Timur

J. Sumber dan Kualitas Air


Hasil wawancara oleh responden yang bernama Ibu Zuhro dan Ibu Eliya,
sumber air yang mereka gunakan yaitu air tanah, PAM, dan gerobak. Sumber air minum
berasal dari air tanah, PAM, dan air galon. Untuk pemakaian mandi, cuci, dan kakus
sehari-harinya menggunakan air tanah. Kualitas air PAM dan air tanah pada wilayah
Timur ini tidak berwarna alias bening/tidak keruh, tidak berbau, dan rasanya payau.
Lokasi penjualan air gerobak barada di tengah Pulau Pramuka dengan harga Rp. 500 –
Rp. 7000. Pemerintah telah membantu masyarakat Pulau Pramuka mendapatkan air
bersih yaitu berupa hasil penyulingan, air tadah hujan yang ditampung dari atap rumah
lalu disalurkan ke ember, sumur yang mereka buat sendiri yang kedalamannya ± hanya 2
meter saja dan sumur bor dari pemerintah yang berada di ujung pulau. Namun, sumur bor
dari pemerintah kualitas airnya keruh dan bau amis. Ada pun masyarakat yang membeli
layak minum dari Jakarta yang seharga Rp. 25.000 jika sudah mempunyai
galon/tabungnya sedangkan Rp. 75.000 jika membeli galonnya juga. Masalah sumber air
bersih yang terdapat pada wilayah Timur ini, jika musim kemarau airnya menjadi asin
dan apabila musim hujan airnya tidak terlalu asin/payau atau hingga tidak berasa.

K. Mitigasi Bencana
Menurut hasil wawancara dengan responden yang bernama Ibu Eliya dan Ibu
Tri Oktaria, berikut adalah mitigasi kebencanaan mengenai kekeringan, banjir rob, dan
tsunami yang terjadi di Pulau Pramuka bagian Timur.
1) Kekeringan

23
Kekeringan pernah melanda di wilayah Timur. Air tanah dan air PAM pun
kering hingga menjadi langka. Sehingga warga pun memanfaatkan air seadanya
hingga air tanah atau air PAM normal kembali. Bahkan warga ada yang terpaksa
menggunakan air laut atau tetap menunggu hujan turun untuk menampung air.
2) Banjir Rob
Banjir rob tidak pernah terjadi di wilayah Timur, hanya sampai batas bibir
pembatas pantai. Sejauh ini untuk air pasang tidak pernah naik hingga ke pemukiman.
Untuk berjaga-jaga jika terjadi banjir rob sejumlah bangunan dibuat seperti panggung.
3) Tsunami
Tsunami tidak pernah terjadi pada wilayah Timur. Oleh karena itu, tidak adaya
upaya pemerintah untuk mensosialisasikan tsunami mengenai jalur evakuasi dan
mitigasi.

24
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di
Indonesia yang terletak kurang lebih 45 km pada lokasi geografis 5°23’ - 5°40’ LS,
106°25’ - 106°37’ BT sebelah utara Jakarta. Secara administratif kawasan TNKPS berada
dalam wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yang tepatnya di tiga
kelurahan yaitu Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan. Secara geografis
Taman Nasional ini terletak pada 5°24’ - 5°45’ LS, 106°25’ - 106°40’ BT' dan mencakup
luas 107.489 ha (SK Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002), yang terdiri dari
wilayah perairan laut seluas 107.489.ha (22,65% dari luas perairan Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu) dan 2 pulau (Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran
Timur) seluas 39,50 ha.
Pulau Pramuka memiliki luas wilayah 16,73 Hektare (Ha) dan Kepulauan
seribu memiliki luas 107,489 Hektare (Ha). Titik Koordinat yang berbatasan dengan utara
yaitu -5º 74’ 85.25” LU - 106º 61’37.00’’ BT dan Titik Koordinat yang berbatasan
dengan selatan yaitu -5º 74’ 38.49” LU - 106º 61’59.26’’ BT. Jumlah penduduk wilayah
Pulau pramuka ±2.000 jiwa. Mayoritas pekerjaan penduduk sekitar adalah nelayan,
pedagang, sewa homestay, pariwisata dan karyawan. Pada wilayah bagian Timur Pulau
Pramuka memiliki karakteristik pantai berpasir. Karakteristik air laut di wilayah Timur
yaitu pH asam-netral (6,2-7), Salinitas rata-rata 25/1.020 per mill yang artinya setiap
1.020 mg air terdapat 25 mg garam, rasa airnya asin dan warna laut di wilayah Timur
berwarna biru muda jernih yang artinya air dangkal dan jernih. Temperatur rata-rata pada
pukul 14.30 sebesar 32˚C. Titik pasang tertinggi terjadi pada siang hari sekitar pukul
10.30 hingga 11.00 sebesar 112 cm. Titik surut terjauh terjadi pada malam hari sekitar
pukul 23.00 hingga 00.35 sepanjang 260 cm. Pada pulau pramuka ini pada saat pagi hari
arus laut dari arah selatan menuju arah utara. Sedangkan pada saat sore hari arus berbalik
dari arah utara menuju arah selatan. Material di Pulau Pramuka bagian Timur ditemukan
gosong pasir, pecahan koral dan terumbu karang, kelomang, kecoa laut, siput, kepiting,
ikan, dan tumbuhan bakau dan lamun. Biota laut pada transek ini didominasi oleh spesies
Sargassum polycystum sebanyak 9 buah dengan dominasi spesies sebesr 0,36. Maka dari
itu tingkat kerapatan mutlak dan relatifnya dari spesies Sargassum polycystum yang
paling besar. Untuk kerapatan mutlaknya sebesar 5,6 dan kerapatan relatifnya sebesar
22,4%. Namun, karena jumlah petak pada spesies Bladderwrack lebih banyak maka
frekuensi mutlak dan individunya lebih besar. Untuk frekuensi mutlaknya sebesar 1,25
dan frekuensi relatifnya sebesar 5%.
Sumber air minum berasal dari air tanah, PAM, dan air galon. Untuk
pemakaian mandi, cuci, dan kakus sehari-harinya menggunakan air tanah. Kualitas air
PAM dan air tanah pada wilayah Timur ini tidak berwarna alias bening/tidak keruh, tidak
berbau, dan rasanya payau. Pemerintah telah membantu masyarakat Pulau Pramuka
mendapatkan air bersih yaitu berupa hasil penyulingan, air tadah hujan yang ditampung
dari atap rumah lalu disalurkan ke ember, sumur yang mereka buat sendiri yang
kedalamannya ± hanya 2 meter saja dan sumur bor dari pemerintah yang berada di ujung
pulau. Namun, sumur bor dari pemerintah kualitas airnya keruh dan bau amisMasalah
sumber air bersih yang terdapat pada wilayah Timur ini, jika musim kemarau airnya

25
menjadi asin dan apabila musim hujan airnya tidak terlalu asin/payau atau hingga tidak
berasa.
Untuk mitigasi kebencanaan pada Pulau Pramuka bagian Timur pernah terjadi
Kekeringan. Air tanah dan air PAM pun kering hingga menjadi langka. Sehingga warga
pun memanfaatkan air seadanya hingga air tanah atau air PAM normal kembali. Bahkan
warga ada yang terpaksa menggunakan air laut atau tetap menunggu hujan turun untuk
menampung air. Sedangkan untuk banjir rob dan tsunami tidak pernah terjadi di wilayah
ini.

B. Saran
Dengan dijadikannya pulau pramuka sebagai wisata bahari, sebaiknya yang
harus dilakukan oleh penduduk yang tinggal di pulau pramuka tersebut adalah bijak
melestarikan dan menjaga kawasan tersebut agar aspek-aspek biota laut yang terdapat
disana tidak dapat rusak dikarenakan banyak wisatawan yang berkunjung. Begitu pula
dengan para wisatawan yang datang, harus lebih bijak dalam berkunjung ke pulau
pramuka ini. Hal yang dapat dilakukan oleh para wisatawan dalam menjaga kelestarian
alam ini dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, tidak mengambil ataupun
merusak biota laut yang ada, dan dapat ikut serta dalam penanaman mangrove di pulau
pramuka agar kawasan tersebut tetap lestari. Melestarikan dan menjaga alam merupakan
kewajiban kita semua. Karena alam yang memberikan kita kehidupan. Segala kebutuhan
hidup manusia dapat diperoleh dari alam.

26
DAFTAR PUSTAKA

Parino Rahardjo. 2013. Pendekatan Ekosistem Untuk Mitigasi Akibat Perubahan Iklim Pada
Pulau Kecil (Kepulauan Seribu Pulau Pramuka).
http://repository.untar.ac.id/1237/1/makalah%20%20P%20Pramuka.pdf

Yesy Meynawati . 2017. Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data Penelitian.


http://www.academia.edu/33020503/Pengumpulan_Pengolahan_Dan_Penyajian_Data_MAK
ALAH_Metodologi_Penelitian_

Eprint Universitas Negeri Yogyakarta. 2010. Kajian Teori Metode Fieltrip


https://eprints.uny.ac.id/7690/3/bab%202%20-%2008108241041.pdf

Media Universitas Padjadjaran. 2017. Karakteristik Pulau-Pulau Kecil.


http://media.unpad.ac.id/thesis/230110/2006/230110066001_2_1006.pdf

Direktori Pulau - Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil. 2014. www.ppk-


kp3k.kkp.go.id/ver3/media/download/RE_keputusan-menteri-kelautan-dan-perikanan-nomor-
kep-39-men-2014_20141008144611.pdf

Siti Aminah. 2017. Ekosistem Pulau-pulau Kecil.


http://www.academia.edu/9786721/Ekosistem_Pulau_-_Pulau_kecil

Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS. Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan, Perikanan
Dan Perhubungan Laut Dalam Abad 21. http://www.lfip.org/english/pdf/bali-
seminar/pemberdayaan%20sumber%20daya%20kelautan%20-
%20tridiyo%20kusumastanto.pdf

Elroy, J. L. dan H. Lucas. 2014. A Note On The Significance Of Geographic Location In

Island Studies. Island Studies Journal. Vol 9 (2 ): 363 – 366.

Dahuri, R. 2013. Pengelolaan Pembangunan Pulau-pulau Kecil Secara Optimal dan


Berkelanjutan. Bahan Kuliah : Pengelolaan Sumberdaya Pulau-pulau Kecil. IPB. Bogor.

Direktorat Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil. 2014. Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta
DKI Jakarta. KKP. Jakarta.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2001. Keputusan Menteri Negara Lingkungan


Hidup No. 4 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang.

Pandiadi dan S. H. Warsono. 2012. Daya Tarik Investasi Berdasarkan Kondisi Prasarana dan
Sarana Dipusat Pertumbuhan. Jurnal Ketransmigrasian Vol. 29 : 82 – 95.

Direktorat Pendayagunaan Pulau-pulau kecil. 2011. Kriteria Pulau-pulau Kecil Yang Bernilai
Ekonomi Tinggi Untuk Mendukung Investasi. KKP. Jakarta.

Parino Rahardjo. 2013. Pendekatan Ekosistem Untuk Mitigasi Akibat Perubahan Iklim Pada
Pulau Kecil (Kepulauan Seribu Pulau Pramuka).
http://repository.untar.ac.id/1237/1/makalah%20%20P%20Pramuka.pdf

27
Yesy Meynawati . 2017. Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data Penelitian.
http://www.academia.edu/33020503/Pengumpulan_Pengolahan_Dan_Penyajian_Data_MAK
ALAH_Metodologi_Penelitian_

Eprint Universitas Negeri Yogyakarta. 2010. Kajian Teori Metode Fieltrip


https://eprints.uny.ac.id/7690/3/bab%202%20-%2008108241041.pdf

Media Universitas Padjadjaran. 2017. Karakteristik Pulau-Pulau Kecil.


http://media.unpad.ac.id/thesis/230110/2006/230110066001_2_1006.pdf

Direktori Pulau - Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil. 2014. www.ppk-


kp3k.kkp.go.id/ver3/media/download/RE_keputusan-menteri-kelautan-dan-perikanan-nomor-
kep-39-men-2014_20141008144611.pdf

Siti Aminah. 2017. Ekosistem Pulau-pulau Kecil.


http://www.academia.edu/9786721/Ekosistem_Pulau_-_Pulau_kecil

Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS. Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan, Perikanan
Dan Perhubungan Laut Dalam Abad 21. http://www.lfip.org/english/pdf/bali-
seminar/pemberdayaan%20sumber%20daya%20kelautan%20-
%20tridiyo%20kusumastanto.pdf

Collette, A. T. & Chiappetta, E. L. (2007). Science instruction in the middle and


secondary schools. New York: Macmillan.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). Ataxonomy for learning, teaching, and
assessing: a revision of bloom’s taxonomy of educational objectives.
Abridged Edition. New York: Adisson Wesley Longman.

Gardner, H. (1999). The dicipline mind: What all students should understand. New York:
Simon & Schuster Inc.

Suparno, P. (2007) Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan


Menyenangkan.Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.

Patrick, P., C. Mathews. (2013). Using a field trip inventory to determine if listening to
elementary school students' conversations, while on a zoo field trip, enhances preservic
teachers' abilities to plan zoo field trips. International Journal of Science Education, 35(15),
2645-2669.

Amosa, A.G., Ogunlade, O.O., & Atobatele, A.S. (2015). Effect of field trip on student
academic performance in basic technology in Ilorin Metropolis, Nigeria. Malaysian Online
Journal of Educational Technology, 3 (2): 1-6.

Fatkur, T. R. (2013). Peningkatan pembelajaran pelestarian alam melalui metode field trip
siswa sekolah dasar. Journal of Elementary Education, 2(1): 29-35

Yuliati, T., & Martuti, N. K. (2014). Efektivitas penerapan metode field trip untuk
meningkatkan hasil belajar dan kepedulian siswa terhadap lingkungan. Jurnal Matematika
dan Sains 11(2):178–86.

28
Ubaidillah, M. (2016). Pengembangan LKPD fisika berbasis problem solving untuk
meningkatkan keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir tinkat tinggi. EduFisika,
1(2): 9-20.

Omosewo, E. O. (2009). Formal instructional method (3): laboratory, demonstration and field
trip methods on instruction. principle and practice of instruction. Ilorin Nigeria: Bamitex.

Pradyani, I.A.A.M., I Made S., & I Made A. (2014). Penerapan metode field trip sebagai
upaya meningkatkan katrampilan menulis karangan deskripsi siswa di Kelas VII A.3 SMP
Negeri 1 Singaraja. E-journal Universitas Pendidikan Ganesha, 2(1):1-10.

Mundilarto & Suharyanto. (2015). Pengembangan model outdoor learning untuk


menumbuhkan sikap spiritual dan sosial melalui pembelajaran fisika. Yogyakarta: LPPM.
Available online: http://eprints.uny.ac.id/36773/

29
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Pulau Pramuka

Gambar 2.1 Terumbu Karang Di Pulau Pramuka

Gambar 2.2 Tanaman Lamun

Gambar 2.3 Hutan Mangrove Di Sekitar Pulau

Gambar 2.4 Hutan Pantai Di Pulau Kotok

Gambar 3.1 Pengambilan Data Kejernihan Air

Gambar 3.2 Pasak Untuk Menghitung Pasang Surut

Gambar 3.3 Transek Laut Di Pulau Kotok

Gambar 4.1 Peta Pulau Pramuka Bagian Timur

Gambar 4.2 Pantai Berpasir Wilayah Timur

Gambar 4.3 Pengukuran pH Air Laut

Gambar 4.4 Pengukuran Salinitas Air Laut

Gambar 4.5 Warna Air Laut

Gambar 4.6 Kecerahan Air Laut

Gambar 4.7 Material Di Sekitar Pantai

Gambar 4. 8 Peta Pulau Kotok Besar

Gambar 4.9 Transek Laut

Gambar 4.10 Sketsa Pantai Pulau Pramuka Bagian Timur

30
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kondisi Klimatologis

Tabel 1.2 Pasang Surut Air Laut

Tabel 1.3 Biota Laut Di Pulau Kotok

Tabel 1.4 Perhitungan Transek Laut

31
LAMPIRAN

32
33

Anda mungkin juga menyukai