Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KONSERVASI

“Konservasi Mangrove di Daerah Jawa Timur”

Oleh NIM
1. Edo Prasetyo S 060610063P
2. Wisnu Purbo 060610113P

JURUSAN S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan YME karena limpahan rahmat,
petunjuk dan karuniaNya akhirnya makalah dengan judul Konservasi Mangrove di
Daerah Jawa Timur
Konservasi Mangrove di Daerah Jawa Timur ini adalah makalah yang penulis
kerjakan untuk melengkapi tugas mata kuliah Konservasi Perairan Semester VII S1
Program Studi Budidaya Perairan. Makalah ini membahas tentang betapa pentingnya
wilayah mangrove di area terestrial bagi kelangsungan hidup perikanan di perairan
Indonesia khususnya.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kegiatan dan
aktifitas perikanan mahasiswa S1 Program Studi S1 Budidaya Perairan dan bagi
mahasiswa perikana di indonesia khusunya. Penulis sadar makalah ini masih jauh dari
sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah
berikutnya.

Surabaya, Desember 2009

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR...................................................................................................2

BAB I.............................................................................................................................3

PENDAHULUAN.........................................................................................................3

BAB II...........................................................................................................................5

PEMBAHASAN............................................................................................................5

2.1 HUTAN MANGROVE DI JAWA TIMUR........................................................5


2.2 INVENTARISASI MANGROVE DAN MASALAH DAERAH PESISIR.......7
2.3 RANCANGAN PEMBANGUNAN DAERAH PESISIR .................................8
BAB III........................................................................................................................10

KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................10

KESIMPULAN........................................................................................................10
SARAN....................................................................................................................11
BAB IV........................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dalam rangka


pengembangan ekonomi nasional telah menempatkan wilayah ini pada posisi yang

3
sangat strategis. Kebutuhan sumber daya pesisir dan laut dalam negeri meningkat
sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk sehingga mengakibatkan
tekanan terhadap ruang pesisir semakin besar. Berbagai pembangunan sektoral,
regional, swasta dan masyarakat yang memanfaatkan kawasan pesisir seperti
sumberdaya perikanan, lokasi resort, wisata, pertambangan lepas pantai, pelabuhan
laut, industri dan reklamasi kota pantai serta pangkalan militer. Ditambah lagi dengan
adanya salah tafsir tentang persepsi otonomi daerah, dengan anggapan bahwa
otonomi daerah semata – mata berorientasi pada upaya peningkatan PAD. Hal ini
menimbulkan persoalan pembangunan wilayah darat dan wilayah laut, khususnya
kawasan pesisir perlu perencanaan dan pengendalian kelestarian ekosistem. Bila
dilihat kondisi yang ada banyak terjadi penyimpangan pemanfaatan tetapi banyak
juga sumberdaya potensial yang belum dioptimalkan dan sebagian lagi bahkan belum
dimanfaatkan.
Kompetisi dan tumpang tindih pengelolaan antara pihak-pihak yang
berkepentingan telah memicu konflik pemanfaatan ruang dan konflik kewenangan.
Hal ini masih ditambah lagi dengan belum adanya pemanfaatan ruang laut dan pesisir
yang mengalokasikan ruang laut untuk kegiatan yang saling mendukung dan
memisahkannya dari kegiatan yang bisa merusak. Oleh sebab itu perlu diupayakan
adanya suatu perencanaan/penataan ruang wilayah pesisir dan laut yang bersifat
terpadu dan berkelanjutan.
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan memiliki wilayah daratan dan
wilayah laut sejauh 12 (dua belas mil laut), diukur dari garis pantai ke arah laut lepas
dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah
kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
Kewenangan daerah terhadap sumberdaya pesisir dan lautan meliputi
kewenangan dalam :
1. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut.
2. Pengaturan kepentingan administratif.
3. Pengaturan tata ruang.
4. Penegakan hukum yang menjadi wewenangnya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 HUTAN MANGROVE DI JAWA TIMUR

Kawasan Pesisir utara Jawa Timur seperti Tuban, Lamongan, Gresik,


Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo dan Situbondo, merupakan satu kesatuan

5
pantai yang memiliki pola perkembangan garis pantai yang berbeda, sebagian besar
dari wilayah pantai diatas memiliki ciri topografi wilayah pantai yang relatif datar
dengan kemiringan 0-3 derajat, banyaknya sungai yang bermuara di sepanjang
mengakibatkan beberapa wilayah dikawasan pessir utara jawa mengalami
pertambahan luas tanah sehingga pantainya semakin menjorok kelaut
(sedimentasi)garis pantaiMangrove hanya tumbuh pada wilayah pesisir yang
memiliki .
Dari penelitian yang dilakukan oleh ecoton, sepanjang Patura Jawa Timur
terdapat lebih dari 25 jenis tumbuhan mangrove, tumbuhan yang ditemukan sebagian
besar merupakan jenis bakau dan api-api, kedua golongan ini paling umum dijumpai
dan dikenal masyarakat pesisir karena selain tumbuh alami di tepi pantai jenis ini
ditanam masyarakat ditepi-tepi tambak tradisional yang difungsikan sebagai penahan
pematang tambak agar tidak longsor sebagian lagi ditanam ditengah tambak untuk
mengundang kawanan burung untuk bersarang dipohon bakau dan api-api yang
ditanam karena sebagian besar petambak di daerah Ujung Pangkah Gresik, Sememi
(Surabaya) dan Curah sawo (Probolinggo) merasakan manfaat keberadaan burung
tersebut karena menurut mereka kotoran burung yang bersarang berpengaruh pada
produksi ikan yang mereka panen.Hutan mangrove yang ada di Jawa Timur
umumnya menempati daerah muara sungai, kawasan terbesar adala daerah delta
Brantas yang meliputi Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan dan sebagian
Probolinggo, karena transport sedimen yang cukup besar dari Sungai yang bermuara
disepanjang pantai tersebut lambat laun daerah tersebut membentuk tanah yang terus
maju kelaut (tanah oloran) hal ini semakin dipercepat dengan pantai yang landai
dengan ombak yang tenang. Pada tahun 70an kawasan ini merupakan belantara
mangrove yang menyimpan keanekaragaman hayati tinggi, hal ini terbukti dengan
digunakannya daerah ini sebagai daerah persinggahan burung pengembara (migran)
yang berasal dari benua eropa menuju Australia, tempat tinggal dari puluhan jenis
burung air diantaranya kuntul (Egretta alba), Bangau Tongtong(Leptoptilos
javanicus), Belibis kembang (Dendrocygna arquata), Pecuk ular(Anhinga
melanogaster), dan jenis burung air lainnya, namun sekarang karena semakin

6
bertambah banyaknya jumlah manusia di Jawa Timur keberadaan mangrove
digantikan oleh lahan-lahan yang memenuhi kebutuhan hidup manusia seperti tambak
udang dan bandeng, pemukiman, tempat rekreasi, pelabuhan laut, pemukiman dan
sawah. Penyusutan tersebut lambat laun membawa dampak pada kualitas dan daya
dukung lingkungan pesisir yang diawali dengan punahnya 4 jenis tumbuhan
mangrove di delta brantas.

2.2 INVENTARISASI MANGROVE DAN MASALAH DAERAH PESISIR

Keberadaan mangrove di Jawa Timur tersebar di hampir semua Daerah


Tingkat II di Pantura Jawa Timur.Hal ini disebabkan struktur / karakter pantai yang
mendukung pertumbuhan vegetasi mangrove. Hutan mangrove dapat tumbuh pada
daerah pesisir yang memiliki ciri khusus yaitu

1. memiiliki topografi pantai yang landai dengan kemiringan 0-5 derajat,

2. adanya pengaruh pasang surut, adanya suplai air tawar,

3. beriklim sedang dengan kisaran suhu 25 – 30 Derajat Celcius.

Daerah Pantura yang memiliki potensi tumbuhnya mangrove/memenuhi


syarat tumbuhnya mangrove adalah daerah Delta Brantas, namun ironis sekali sebab
daerah ini merupakan daerah urban dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi yang
memerlukan banyak fasilitas infrastruktur dan memanfaatkan wilayah pesisir :

1. dengan melakukan reklamasi pantai,

2. pembangunan/perluasan dermaga,

3. pembangunan perumahan pantai, sarana rekreasi, industri dan

4. pembangunan tambak,

sehingga selain berdampak pada kerusakan mangrove kini daerah perairan


Delta Brantas terancam telah tercemar. Kondisi pesisir Pantura Jawa Timur saat ini

7
mengalami beberapa kerusakan lahan terutama daerah yang telah digunakan sebagai
tambak intensif yang mengalami kegagalan dan ditinggalkan pemiliknya sehingga
saat ini banyak lahan tidur yang terdapat di daerah Situbondo dan Probolinggo.
Berhentinya rencana pembangunan di daerah Pantai Timur Surabaya membuat hutan
mangrove yang terlanjur dibabat kini tak terurus, disebabkan karena:

1. Belum ditetapkannya tata ruang pesisir, sehingga terjadi


penyerobotan hutan mangrove dan pengalihan fungsi yang cenderung
merusak kelestarian lingkungan,
2. Tidak tegasnya Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur
dalam menangani masalah kerusakan pesisir,
3. Tidak jelasnya instansi yang bertanggung jawab dalam upaya
pengelolaan dan pengawasan kawasan pesisir Pantura Jawa Timur,
4. Lemahnya data potensi keanekaragaman hayati pesisir dan
manfaatnya.

Kerusakan ekosistem mangrove dan pesisir akan bertambah dahsyat apabila


Pemerintah Daerah lambat dalam menangani masalah tersebut, sebagaimana kita
terlambat mengetahui punahnya 4 jenis vegetasi mangrove di daerah Delta Brantas,
terancam punahnya beberapa jenis burung air dari ordo Ciconiformes, dan semakin
tingginya tingkat pencemaran B3 di kawasan kota pesisir (Surabaya, Sidoarjo dan
Pasuruan)

2.3 RANCANGAN PEMBANGUNAN DAERAH PESISIR

2.3.1 Potensi, Masalah Dan Prospek Kawasan Pesisir Dan Kepulauan di


Jawa Timur

• Potensi
sumberdaya kelautan pada kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi
keaneka-ragaman hayati yang bernilai ekonomi tinggi seperti berbagai jenis ikan,

8
udang dan kerang, yang kesemuanya merupakan aset yang sangat strategis untuk
dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumberdaya alam
dan jasa-jasa lingkungan (environmental service) kelautan.
Dan yang tak kalah pentingnya keberadaan ketiga ekosistem pesisir dan laut
tersebut memiliki arti penting bagi kelestarian kehidupan organisme perairan laut dan
sumberdaya pesisir. Pemanfaatan secara ekonomi terhadap pulau kecil bagi
masyarakat adalah pemanfaatan lingkungan alam yang indah dan nyaman dalam
bentuk kegiatan pariwisata laut, kegiatan budidaya (ikan, udang, rumput laut) yang
dapat bermanfaat bagi peningkatan pendapatan atau mata pencaharian penduduk
setempat, serta potensi sumberdaya hayati yang memiliki keanekaragaman yang
tinggi dan bernilai ekonomis, seperti berbagai jenis ikan, udang, kerang yang
kesemuanya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat.

• Masalah
Dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan di Provinsi Jawa Timur kurang
optimal, kondisi tersebut tercermin dari lesunya produktifitas perikanan. Selain itu
pulau-pulau kecil di perairan Jawa Timur sangat banyak dan belum dimanfaatkan,
kondisi tersebut juga terbukti bahwa terdapat 53 pulau yang belum diberi nama.
Selain itu banyak masyarakat yang kurang paham dalam pelestarian lingkungan,
kebiasaan nelayan dalam menggunakan bahan peledak dan racun dalam menangkap
ikan akan mengakibatkan kerusakan ekosistem bawah laut terutama komunitas
terumbu karang.
• Prospek
prospek kawasan pesisir dan kepulauan sangat besar, maka pemanfaatan
kawasan tersebut diupayakan optimal dalam pelaksanaanya, seperti: pengembangan
pariwisata bahari, pembangunan pelabuhan pendaratan ikan, pengembangan budidaya
perikanan tambak atau keramba serta rumput laut, pemberdayaan masyarakat pesisir,
sumberdaya pesisir dan laut dikembangkan dengan berbagai pembangunan sektoral,
regional, swasta dan masyarakat yang memanfaatkan kawasan pesisir meliputi

9
sumberdaya perikanan tangkap dan budidaya, lokasi resort, wisata, pertambangan
lepas pantai, pelabuhan laut dan potensi strategis bagi kepentingan militer.

2.3.2 Strategi Penataan Kawasaan Pesisir dan Kepulauan


Wilayah yang memiliki pulau terbesar berlokasi di administrasi Kabupaten
sumenep sedangkan lainnya tersebar di sekitar pesisir selatan, pengembangan wilayah
d kepulauan Provinsi Jawa Timur, adalah sebagai berikut :
• Peningkatan akses menuju kota-kota pesisir yang manjadi orientasi utama di
wilayah Jawa Timur
• Pengembangan pelayanan penunjang kegiatan perdagangan internasional.
Bersekala kecil hingga besar.
• Peningkatan sarana dan prasarana penunjang kegiatan sosial – ekonomi
masyarakat
• Pengembangan kegiatan ekonomi dengan sebesar-besarnya memanfaatkan
daya lokal (SDM, SDA dan SDB)
• Meningkatkan industri di kawasan pesisir dan kelautan.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

• Berdasarkan kondisi alam yang ada, ternyata di wilayah Jawa Timur


banyak mengalami kerusakan lingkungan terutama rusaknya hutan dan berbagai
wilayah pegunungan gundul, juga di kawasan hutan lindung maupun hutan
produksi. Pola ini ternyata bukan hanya merusak lingkungan yang sudah ada,
akan tetapi sekaligus juga banyak menimbulkan efek lanjutan seperti longsor,
banjir, pelumpuran sungai, bahkan kekeringan di berbagai wilayah. Untuk ini
maka diperlukan gerakan massal dan penyesuaian dengan kondisi setempat mulai

10
dari cara reboisasi, penentuan komoditas, maupun cara pengelolaannya. Pada sisi
lain juga diperlukan peningkatan luas hutan bahkan pada beberapa bagian
diperlukan peralihan fungsi dari hutan produksi menjadi hutan lindung. Demikian
juga dengan perlunya tetap mempertahankan sawah khususnya yang beririgasi
teknis.
• Perkembangan kawasan terbangun selanjutnya diarahkan pada
kawasan sekitar perkotaan dan kawasan yang memiliki kesuburan tanah tidak
tinggi. Terkait dengan hal ini ternyata sangat banyak perubahan fungsi lahan,
khususnya kawasan yang seharusnya merupakan kawasan lindung menjadi
kawasan budidaya. Untuk ini guna meningkatkan fungsi lindung yang ada
diperlukan penataan pada kawasan yang seharusnya memiliki fungsi lindung.

SARAN

Pengembangan wilayah tetap memperhatikan batasan wilayah dengan fungsi


lindung. Pengembalian funsi lindung menjadi fokus utama dalam menjaga daya
dukung lingkungan agar tetap stabil. Strategi yang dilakukan adalah :
• Konservasi tanah dan air pada kawasan khusus.
• Kerjasama antar wilayah kabupaten/kota dalam pengelolaan kawasan lindung.
• Pemberdayaan masyarakat di daerah pesisir
• Rehabilitasi hutan mangrove daerah pesisir di Jawa Timur.

11
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur 2008

Direktorat Jenderal Perikanan. 1985. Statistik Perikanan 1984. Direktorat Jenderal


Perikanan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2001. Kriteria dan
standar teknis rehabilitasi hutan mangrove. Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial, Jakarta. 79 hlm.

Perhutani. 1995. Pengelolaan Hutan Mangrove dengan Pendekatan Sosial Ekonomi


pada Masyarakat Desa Pesisir Pulau Jawa. Prosidings Seminar V: Ekosistem
Mangrove, Jember, 3-6 Agustus 1994: 35-42. Kontribusi MAB Indonesia No.
72-LIPI, Jakarta.

12
13

Anda mungkin juga menyukai