ABSTRAK
Keong air tawar yang biasa disebut keong tutut (viviparid) sangat umum
dikenal, merupakan jenis yang menyebar luas di kawasan perairan tawar di Asia
Tenggara. Di Indonesia, khususnya di pulau Jawa dan Sumatera keong ini biasa
dimakan oleh penduduk setempat. Keong ini menyebar luas pada beberapa tipe
habitat, baik sungai, sawah, danau, kolam, rawa yang berair tenang maupun berair
deras. Di Indonesia tercatat 15 jenis yang dijumpai di Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi dan Papua. Jenis Filopaludina javanica menyebar luas hampir di semua
pulau, sedangkan jenis F. costata, F. persculpta, F. crassibucca, F. lutulenta, F.
rudipelis merupakan jenis-jenis endemik Sulawesi. Tercatat pula 8 jenis dari Papua
yang diduga juga terbatas sebarannya. Kelompok ini termasuk suku (Family)
Viviparidae dan selama ini semua jenisnya digolongkan pada marga (Genus)
Bellamya. Status taksonomi kelompok ini sedang dipelajari berdasarkan karakter
morfologi dan anatominya. Hasil pengamatan pendahuluan terlihat bahwa jenis
jenis dari Jawa berkelompok dengan jenis-jenis dari Sumatera dan Kalimantan dan
terpisah dari jenis jenis yang berasal dari Sulawesi dan Papua.
PENDAHULUAN
Keong air tawar genus Filopaludina Habe, 1964 yang termasuk dalam suku
(Family) Viviparidae, merupakan jenis keong yang umum dikenal di Asia dan Asia
Tenggara. Di Indonesia biasa disebut keong tutut, dijumpai menyebar luas hampir di
berbagai tipe habitat, seperti sungai, rawa, danau, sawah, kolam baik yang berarus
tenang maupun deras. Keong ini juga biasa dikonsumsi masyarakat terutama di
daerah Jawa dan Sumatera namun berpotensi pula sebagai inang antara cacing
Trematoda (Echinostoma) yang dapat menyebabkan penyakit echinostomiasis (Van
Benthem Jutting, 1956; Berry, 1974; Sulianti, 2006).
II-202
karakter morfologi dan anatomi yang lebih lengkap perlu diamati untuk melengkapi
deskripsi jenis jenis yang dijumpai di Indonesia dan memantapkan status
taksonominya.
II-203
Brandt (1968)
Berdasarkan morfologi
cangkang dewasa, jenis - jenis yang ada di Indonesia secara umum terbagi 3 yakni
kelompok yang memiliki karakter morfologi marga Filopaludina (tanpa rusuk lingkar)
, marga Sinotaia(memiliki rusuk lingkar agak tebal), dan marga yang bukan
keduanya (cangkang dan rusuk lingkar sangat tebal). Marga yang bukan keduanya
diwakili oleh populasi yang hanya dijumpai dari danau Poso yakni yang dideskripsi
oleh Sarasin & Sarasin (1898) sebagai Vivipara persculpta.
viviparid Indonesia belum selesai dilakukan, maka dalam makalah ini untuk
sementara semua jenis viviparid dikelompokkan pada marga Filopaludinam
termasuk dalam dendogram yang masih menggunakan nama genus Bellamya.
Pengamatan karakter cangkang dilakukan terhadap 35 nomor koleksi yang
berasal dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Karakter cangkang
dewasa yang diamati, diukur dan dihitung adalah, ukuran cangkang (tinggi, lebar
cangkang dan tinggi seluk akhir (body whorl), tinggi, lebar mulut cangkang
(aperture)), jumlah seluk (whorl), bentuk seluk, jumlah rusuk lingkar (spiral ribs),
bentuk mulut cangkang, tutup cangkang (Gambar 1).
II-204
rachis
marginal
lateral
pengamatan
cangkang
dewasa
dan
analisanya
(Gambar
3)
II-205
F. costata, F.
karakter pembeda antara keduanya yang utama adalah adanya garis lingkar,
perbedaan jumlah seluk dan ukuran rata-rata cangkang. Jenis F. javanica umumnya
memiliki garis lingkar sedang dan ukuran cangkangnya relatif lebih besar
dibandingkan F. sumatrensis, namun ukuran embryonic shell nya lebih kecil. Jumlah
embryonic shell pada F. javanica lebih banyak ( rata-rata 14 /induk) dibandingkan F.
sumatrensis (rata-rata 12/induk). Ukuran radula pada F. javanica rata rata lebih
panjang ( > 3mm) dari F. sumatrensis ( < 3mm), demikian pula jumlah baris gigi
pada F. javanica lebih besar , yakni 115 baris, sedangkan pada F. sumatrensis
hanya 96 baris.
II-206
II-207
berhubungan dengan adanya variasi pada kondisi habitat, keadaan nutrisi individu
dan ukuran atau umur induk betina. Dalam penelitian ini spesimen yang diperiksa
juga berasal dari beberapa tipe habitat yang berbeda sehingga variasi jumlah
embriopun cukup tinggi.
Pengamatan radula menghasilkan perbandingan seperti tersaji dalam Tabel 1.
II-208
Tabel 1.
No
10
Karakter
Kelengkapan
radula
Jumlah baris
gigi dalam
kantung
radula
Jumlah
tonjolan pada
gigi median
Bentuk
mesocone
pada gigi
median
Perbandingan
ukuran
mesocone
dengan
ectocones
pada gigi
median
Jumlah gigi
lateral dalam
satu baris
Jumlah
tonjolan pada
satu gigi
lateral
Jumlah gigi
marginal
pada satu
baris
Jumlah
tonjolan pada
satu gigi
marginal
dalam
Panjang
radula (mm)
NK
3
NK
18
NK
21
NK
24
NK
25
NK
26
NK
29
NK
31
NK
32
NK
33
a55
96
165
162
136
177
128
66
70
128
113
a56
11
11
11
11
11
13
a59
a60
11
11
11
a61
a62
11
11
a63
2,80
3,77
4,33
5,18
6,27
5,03
2,23
3,40
3,07
4,21
Kode
a54
Kode Numerik
Tidak
lengkap
lengkap
triangular
rounded
rectangular
square
mesocone
<
ectocones
mesocone
=
ectocones
a57
a58
mesocone
>
ectocones
II-209
pada
menggunakan
tingkatan
spesies
terlalu
bervariasi.
Michel
(2000)
awalnya
Tanganyika, Afrika. Namun setelah dilakukan penelitian lebih detil terhadap jaringan
tubuhnya, diduga perbedaan radula terjadi akibat jenis tersebut mengonsumsi
makanan yang berbeda.
Pengaruh substrat terhadap bentuk radula juga didukunh oleh Rintelen et. al. (2004)
yang menyatakan bahwa walaupun kebanyakan Pachychilidae Sulawesi memiliki
radula yang identik, tetapi perbedaan substrat yang ditempatinya diduga
menyebabkan beberapa perbedaan karakter radulanya. Rintelen et. al. (2007)
melakukan penelitian terhadap Tylomelania di danau-danau Sulawesi dan
menemukan bentuk radula yang mirip antara dua jenis, dari danau yang berbeda
tetapi pada substrat yang sama. Contohnya pada jenis yang menempati substrat
batu yaitu T. insulaesacrae (Danau Towuti) dan T. zeamais (Danau Matano) dimana
keduanya tidak memiliki kekerabatan yang dekat. Contoh lainnya pada jenis yang
menempati substrat lumpur yaitu T. gemmifera (Danau Matano), T. wolterecki
(Danau Mahalona) dan T. kristinae (Danau Towuti). Kemungkinan F. costata (dari
Tondano) dan Filopaludina sp.(dari Sentani) menyukai jenis substrat yang sama,
sehingga mempunyai karakter radula yang mirip.
II-210
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
II-211
II-212
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/052006/28/geulis/lainnya.htm
Van Benthem Jutting, W.S.S. 1956. Systematic Studies On The Non-Marine
Mollusca Of The Indo-Australian Archipelago. Critical Revision of The
Javanese Freshwater Gastropods. Treubia 23 (2) : 259 477
Van Benthem Jutting, W.S.S. 1959. Catalogue of The Non-Marine Mollusca of
Sumatra and of Its Satellite Island. Beaufortia 7 (83) : 41 191
Van Benthem Jutting, W.S.S. 1963. Non Marine Mollusca of West New Guinea, Part.
1. Mollusca from Fresh and Brackish Waters. Nova Guinea (20): 409-521
II-213