Anda di halaman 1dari 32

BLOK PENGELOLAAN

SUAKA MARGASATWA BENTAYAN


KABUPATEN BANYUASIN DAN MUSI BANYUASIN
PROVINSI SUMATERA SELATAN
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA DAN EKOSISTEM
BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM SUMATERA SELATAN
Jln. Kol. H. Burlian/Punti Kayu Km. 6 No. 79, Palembang Telp/Fax. (0711) 410948 / (0711) 411578
Website: www.bksdasumsel.com, email: bksdasumsel@yahoo.co.id

BLOK PENGELOLAAN
SUAKA MARGASATWA BENTAYAN
KABUPATEN BANYUASIN DAN MUSI BANYUASIN
PROVINSI SUMATERA SELATAN

PALEMBANG, 2023
LEMBAR PENGESAHAN

BLOK PENGELOLAAN
SUAKA MARGASATWA BENTAYAN
KABUPATEN BANYUASIN DAN MUSI BANYUASIN
PROVINSI SUMATERA SELATAN

Disusun di : Sekayu
Pada tanggal :
Oleh :
Kepala Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan,

Ujang Wisnu Barata, S.Hut., M.Sc., M.Si


NIP. 19751201 200312 1 004
Disahkan Dinilai
Pada tanggal : Pada tanggal :
Oleh Oleh
Direktur Jenderal Direktur Perencanaan Kawasan
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Konservasi,

Prof.Dr. Satyawan Pudyatmoko,S.Hut.,M.Agr.Sc Ahmad Munawir, S. Hut., M. Si


NIP. 19710809 199512 1 001 NIP. 19730323 199903 1 002

RINGKASAN EKSEKUTIF

Hutan Bentayan Register 29 (1927) ditunjuk menjadi Suaka


Margasatwa berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 276/Kpts/Um/4/1981
tanggal 8 April 1981 seluas 19.300 hektar (ha). Dasar penunjukan kawasan
SM Bentayan di kawasan tersebut ditumbuhi jenis-jenis meranti, merawan,
medang, manggeris, dan balam serta jenis satwa gajah, tapir, harimau
sumatera, menjangan, kijang, trenggiling, jenis burung sehingga perlu
dibina kelestariannya. Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor SK. 2852/Menhut-VII/KUH/2014 Tanggal 16 April 2014 ditetapkan
sebagai suaka margasatwa dengan luas 23.634,15 hektar. Dan terakhir
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor SK.454/MENLHK/SETJEN/PLA.2/6 /2016 tanggal 17 Juni
2016 dengan luas 23.634,145 ha.

Sejak pertama kali ditunjuk menjadi kawasan konservasi pada tahun


1981, kawasan ini telah mendapat tekanan dan gangguan yang massif
berupa pemukiman, perambahan, penebangan liar, perburuan satwa dan
kebakaran hutan. Kondisi ini menyebabkan perubahan baik jenis maupun
kelimpahan flora dan fauna. Bahkan tanda kehadiran Gajah Sumatera
(Elephas maximus sumatranus) dan Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae) sebagai spesies kunci SM Bentayan tidak ditemukan. Jenis flora
sesuai pada saat penunjukan kawasan sudah jarang ditemukan.

Penataan blok kawasan konservasi SM Bentayan telah dilakukan oleh


Balai KSDA Sumatera Selatan, dan telah mendapatkan pengesahan dari
Direktur Jenderal KSDAE melalui Surat Keputusan Nomor
SK.198/KSDAE/SET/KUM.0/7 /2016 tanggal 20 Juli 2016. Sehubungan
dengan adanya pemukiman masyarakat, fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang telah terbangun di kawasan SM Bentayan maka diperlukan evaluasi
terhadap blok pengelolaan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Evaluasi blok pengelolaan kawasan SM Bentayan sendiri dilakukan


dengan berpedoman pada Peraturan Dirjen KSDAE Nomor
P.14/KSDAE/SET/KSA.0/9 /2016 tanggal 30 September 2016 tentang
Petunjuk Teknis Evaluasi Zona Pengelolaan atau Blok Pengelolaan Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Evaluasi yang dilakukan
terhadap blok pengelolaan SM Bentayan yang telah disahkan oleh Dirjen
KSDAE ini masuk dalam kategori evaluasi kondisi tertentu berdasarkan Pasal
4 Perdirjen KSDAE Nomor P.14/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016. Evaluasi kondisi
tertentu ini diartikan sebagai evaluasi yang dilakukan berdasarkan kondisi
tertentu antara lain perubahan kawasan, bencana alam, kebakaran hutan,
serangan hama dan penyakit atau adanya kebutuhan kepentingan
pengelolaan yang memerlukan penyesuaian kriteria dan kegiatan pada KSA
dan KPA.

Adanya pemukiman masyarakat yang sudah lama terbangun di dalam


dan sekitar kawasan SM Bentayan memberikan pengaruh terhadap
keberadaan Suaka Margasatwa Bentayan. Pada dokumen penataan blok
sebelumnya area pemukiman masyarakat tersebut menjadi bagian dari blok
rehabilitasi. Hal ini menjadi kendala bagi BKSDA Sumatera Selatan dalam
melakukan kegiatan rehabilitasi kawasan mengingat bahwa di area
pemukiman masyarakat tidak mungkin dilakukan penanaman. Selain itu,
keberadaan pemukiman masyarakat di dalam kawasan Suaka Margasatwa
saat ini sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
pengelolaan kawasan konservasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi
terhadap blok pengelolaan SM Bentayan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Perubahan penetapan blok pengelolaan SM Bentayan dilakukan


terutama terhadap blok rehabilitasi yang saat ini terdapat pemukiman
masyarakat yang telah puluhan tahun menduduki kawasan untuk kemudian
diubah menjadi blok khusus.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan karuniaNya maka Dokumen Evaluasi Penataan Blok Suaka Margasatwa (SM)
Bentayan, Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan dapat diselesaikan.
Evaluasi zona/blok pengelolaan adalah kegiatan untuk menilai
perkembangan penerapan kriteria dan kegiatan zona pengelolaan atau blok
pengelolaan KSA/KPA maupun membandingkan perkembangan dari realisasi
masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap penerapan
kriteria dan kegiatan sebagai dasar pengambil keputusan tindakan yang
diperlukan di dalam penyesuaian kriteria dan kegiatan pada zona pengelolaan
atau blok pengelolaan KSA/KPA. Evaluasi Blok Pengelolaan SM Bentayan ini
dibuat dalam rangka efektifitas pengelolaan kawasan melalui penyesuaian
terhadap kondisi tertentu dimana kegiatan-kegiatan pengelolaan tidak dapat
secara maksimal terkendala penetapan blok sebelumnya. Evaluasi blok ini juga
disusun dalam rangka penyesuaian dengan regulasi penetapan kawasan yang
baru.
Evaluasi blok pengelolaan SM Bentayan disusun dengan berpedoman
pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :
P.76/Menlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional
dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Alam serta Peraturan Direktur Jenderal KSDAE Nomor : P.14/
KSDAE/SET/KSA.0/9/2016 tentang Petunjuk Teknis Evaluasi Zona Pengelolaan
atau Blok Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Terima kasih kami ucapkan kepada berbagai pihak yang telah
berpartisipasi aktif dalam penyusunan Dokumen Evaluasi Blok Pengelolaan SM
Bentayan Provinsi Sumatera Selatan ini serta semua pihak yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran demi penyempurnaan Dokumen ini.
Palembang, Desember 2023
Kepala Balai KSDA Sumsel,

Ujang Wisnu Barata, S.Hut., M.Sc., M.Si


NIP. 19751201 200312 1 004

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
DESKRIPSI KAWASAN

A. LOKASI
Kawasan SM Bentayan memiliki luas 23.634,15 ha. Secara geografis, SM
Bentayan terletak pada 10338’-1044’ Bujur Timur dan 204’ – 239’ Lintang Selatan.
Secara administrasi pemerintahan, SM Bentayan masuk wilayah Kabupaten Musi
Banyuasin seluas 16.103,07 ha (69,35%) dan Kabupaten Banyuasin seluas 7.116,93 ha
(30,65%). Kawasan SM Bentayan yang masuk Kabupaten Musi Banyuasin antara lain
Kecamatan Bayung Lencir yaitu Desa Mangsang, Kecamatan Tungkal Jaya yaitu Desa
Simpang Tungkal, Beji Mulyo, dan Suka Damai. Adapun kawasan SM Bentayan yang
masuk Kabupaten Banyuasin di Kecamatan Tungkal Ilir yaitu Desa Bentayan dan Desa
Keluang.
Kawasan SM Bentayan berbatasan langsung dengan wilayah sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan hutan produksi (Eks HPH Silva)
- Sebelah barat berbatasan dengan Desa Simpang Tungkal
- Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan PT ConocoPhillips
- Sebelah timur berbatasan dengan Desa Keluang/ Desa Bentayan

B. SEJARAH DAN DASAR HUKUM/STATUS KAWASAN


Pada awalnya, hutan Bentayan Register 29 (1927) ditunjuk menjadi
Suaka Margasatwa berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 276/Kpts/Um/4/1981
tanggal 8 April 1981 seluas 19.300 hektar (ha), selanjutnya melalui SK Menteri
Pertanian Nomor No. 925/Kpts/Um/4/1982 tanggal 27 Desember 1982 ditunjuk
kembali dengan luasan 29.080 ha. Kemudian diubah dengan turunnya SK Menteri
Kehutanan No. 410/Kpts-II/1986 tanggal 29 Desember 1986 total luas kawasan
SM Bentayan menjadi 38.000 ha. Hasil tata batas tahun 1996 bahwa luas
kawasan SM Bentayan adalah 23.220 ha. Berdasarkan hasil tata batas tersebut
maka terbit SK Menteri Kehutanan Nomor 76/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001
tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Propinsi Sumatera Selatan
yang menyatakan SK Menteri Kehutanan No. 410/Kpts-II/1986 tidak berlaku lagi
dan luas SM Bentayan adalah 23.220 ha. Selanjutnya melalui Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor SK. 2852/Menhut-VII/KUH/2014 Tanggal 16 April 2014
ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa dengan luas 23.634,15 hektar. Sejarah
pengukuhan kawasan SM Bentayan disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Sejarah Pengukuhan Kawasan SM Bentayan
Surat Keputusan Perkembangan Luas
No
Dari Nomor Tanggal Perihal Luas (Ha) Keterangan

1 Menteri Pertanian No.276/Kpts/Um/ 06 April 1981 Penunjukan Kelompok Hutan Dangku 19.300
4/1981 dan sekitarnya seluas 29.080 Ha dan
kelompok Hutan Bentayan seluas 19.300
Ha yang terletak di DaerahTingkat II
Musi banyuasin dan Daerah Tingkat I
Sumatera Selatan

2 Menteri Pertanian No. 27 Desember Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Dati 29.080
925/Kpts/Um/4/1982 1982 I Sumatera Selatan seluas ±4.624.950
Ha sebagai Kawasan Hutan

3 Menteri No.410/Kpts-II/1986 29 Desember Perubahan Surat Keputusan Menteri 38.000


Kehutanan 1986 Pertanian No.925/Kpts/Um/4/1982
tanggal 27 Desember 1982 tentang
Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Dati
I Sumatera Selatan seluas ±4.624.950
Ha sebagai Kawasan Hutan
4
4 Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1994 28 Februari 1994 RTRWP Propinsi Sumatera Selatan 23.220
Propinsi Sumatera
Surat Keputusan Perkembangan Luas
No
Dari Nomor Tanggal Perihal Luas (Ha) Keterangan

Selatan

5 Menteri No.76/Kpts-II/2001 15 Maret 2001 Penunjukan Kawasan Hutan dan 23.220


Kehutanan Perairan di Wilayah Propinsi Sumatera
Selatan seluas ± 4.416.837 ha

6 Menteri SK.822/Menhut-II/2013 19 November Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan 23.220


Kehutanan 2013 menjadi Bukan Kawasan Hutan,
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan dan
Penunjukan bukan Kawasan hutan
menjadi Kawasan Hutan di Provinsi
Sumatera Selatan

7 Menteri SK.2852/Menhut-VII/ 16 April 2014 Penetapan Kawasan Hutan Suaka 23.634,15


Kehutanan KUH/2014 Margasatwa Bentayan Seluas 23.634,15
(Dua Puluh Tiga Ribu Enam Ratus Tiga
Puluh Empat dan Lima Belas Perseratus)
Hektar di Kabupaten Musi Banyuasin dan
Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera
Selatan.
Surat Keputusan Perkembangan Luas
No
Dari Nomor Tanggal Perihal Luas (Ha) Keterangan

8 Menteri SK.866/Menhut-II/ 29 September Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan 23.634,15


Kehutanan 2014 2014 Provinsi Sumatera Selatan. (shp)

9 Menteri LHK SK.454/MENLHK/ 17 Juni 2016 Perubahan atas keputusan Menteri 23.634,15
SETJEN/PLA.2/6/2016. Kehutanan No. SK.866/Menhut-II/2014 (shp)
tanggal 29 September 2014 Kawasan
Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi
Sumatera Selatan.
C. HASIL-HASIL INVENTARISASI POTENSI
a. Potensi Flora dan Fauna

Ekosistem referensi SM Bentayan termasuk kelompok hutan hujan tropis


dataran rendah, berdasarkan data dokumen RPJP SM Bentayan periode tahun
2005-2024 yang disusun tahun 2004 jenis flora yang paling dominan adalah
Famili Dipterocarpaceae. Potensi flora di SM Bentayan antara lain meranti
(Shorea spp.), pulai (Alstonia sp.), durian (Durio sp.), jelutung (Dyera sp.),
terentang (Campnospermae sp.), bayam-bayam (Raynaenedertil), cempedak
(Artocarpus teymanii), kedondong hutan (Santiria ablongifolia), kerlim
(Scrodocarpus borneensis), laban (Vitex pubescens), ramin (Gonystilus
bancanus), mahang (Macaranga hyploenca), nedang bau (Dahasia caesia),
merawan (Hopea gerrugenia), manggeris (Kompassia malacensis), merbau (Histia
palembanica), perupuk (Lophopethalum baccarianum), petai hutan (Parkia
speciosa), rengas (Gluta renghas), tembesu (Fagraea fragrans), kompas
(Pithecellebium splendens) sedangkan tumbuhan bawah yang banyak dijumpai
adalah rotan, resak, pandan dan semak belukar.
Namun jenis-jenis tersebut di atas telah mengalami eksploitasi secara tidak
sah sehingga telah sulit dijumpai di SM Bentayan. Sehingga berdasarkan hasil
inventarisasi penataan blok SM Bentayan tahun 2015 diketahui bahwa jenis flora
tingkat pohon yang mendominasi SM Bentayan adalah medang ( Litsea sp), laban
(Vitex pubescens), mahang (Macaranga hyploenca), pulai (Alstonia sp), jelutung
(Dyera costulata), sungkai (Peronema canescens), terap (Artocarpus elastica),
meranti (Shorea sp) dan manggeris (Kompassia malaccencis). Jenis flora yang
sama juga ditemukan pada tingkat tiang, pancang dan semai. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa keragaman jenis flora di SM Bentayan mengalami penurunan.
Sebaran flora hanya ditemukan dalam areal berhutan di sebelah timur kawasan
SM Bentayan, sedangkan di areal perambahan didominasi oleh karet dan kelapa
sawit.
Jenis fauna yang teridentifikasi baik secara langsung maupun tidak
langsung di SM Bentayan adalah beruang madu (Helarctos malayanus), tupai,
musang, babi (Sus scrofa), monyet ekor panjang ( Macaca fascicularis), biawak,
dan beberapa jenis burung. Tanda kehadiran gajah sumatera ( Elephas maximus
sumatranus) dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) sebagai flagship
spesies SM Bentayan tidak ditemukan. Pada tahun 2006, harimau sumatera
sudah tidak ditemukan dalam survey yang dilakukan Balai KSDA Sumatera
Selatan dan ZSL.
b. Potensi Ekosistem
Kawasan SM Bentayan dengan ketinggian antara 20-130 m dpl merupakan
tipe ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah. Hal ini dicirikan oleh jenis
vegetasi dominan dataran rendah yang terdapat di kawasan ini. Keseluruhan
bagian kawasan memiliki kondisi ekosistem yang relatif sama. Hal ini disebabkan
karena ketinggian dari permukaan laut yang hampir merata dengan topografi
landai hingga bergelombang ringan.
c. Kondisi Jasa Lingkungan
Selain tujuan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengelolaan kawasan suaka alam
juga bertujuan untuk pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari.
Pemanfaatan suaka margasatwa diantaranya adalah penyimpanan dan/atau
penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas dan angin serta
wisata alam terbatas.
Potensi penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta
energi air, panas dan angin tidak ditemukan di SM Bentayan. Secara umum
kawasan SM Bentayan memiliki potensi wisata alam (obyek wisata) yang rendah.
Daya tarik wisata alam seperti air terjun, gua, serta panorama alam yang indah
tidak dijumpai di dalam kawasan. Hal ini disebabkan karena bentuk topografi
yang landai serta kondisi hutan yang sebagian besar sudah mengalami kerusakan
akibat perambahan dan penebangan liar. Potensi wisata yang masih
memungkinkan untuk dikembangkan di SM Bentayan antara lain pengamatan
burung dan photo hunting.
Keberadaan sungai di dalam kawasan jarang ditemukan, hanya beberapa sungai
kecil sebagai sumber air bagi satwa. Sedangkan sungai yang keluar kawasan
dimanfaatkan hanya untuk kepentingan MCK bagi masyarakat sekitar.
d. Gangguan dan Ancaman
Beberapa temuan yang tidak sesuai yang dijumpai di SM Bentayan
diantaranya adalah terdapat tumpang tindih kawasan antara Balai KSDA
Sumatera Selatan dengan Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT London
Sumatera seluas kurang lebih 31,615 ha. Kondisi ini belum diakomodir Balai KSDA
Sumatera Selatan sebagai blok khusus dalam pengelolaan kawasan sehingga
berpotensi menghambat upaya pengelolaan kawasan SM Bentayan kedepan.
Keberadaan camp PT. Pertamina dan sumur-sumur minyak di dalam
kawasan yang masih beroperasi hingga saat ini merupakan kondisi yang tidak
sesuai dengan tujuan pengelolaan kawasan konservasi SM Bentayan, namun
berdasarkan pertimbangan bahwa hal ini adalah bagian dari kegiatan strategis
nasional, maka Balai KSDA Sumatera Selatan telah mengakomodir areal-areal
sumur minyak dan camp pertamina dalam pengelolaan SM Bentayan sebagai blok
lainnya.
Temuan tidak sesuai lainnya adalah terdapat pemukiman masyarakat
kawasan SM Bentayan di areal Belido, Sridamai, Bentayan dan Mangsang yang
sudah lama terbangun. Masyarakat yang bermukim di areal-areal tersebut
merupakan warga local Musi Banyuasin dan pendatang yang berasal dari luar
Musi Banyuasin dan luar Provinsi Sumatera Selatan. Sebagaimana layaknya
sebuah pemukiman yang membutuhkan sarana prasarana penunjang,
pemukiman masyarakat di dalam kawasan SM Bentayan juga terdapat fasilitas
social dan fasilitas umum berupa sekolah, pasar, puskesmas dans sarana ibadah.
Pembangunan fasilitas social dan fasilitas umum dilakukan secara swadaya
maupun bantuan dari pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin.
D. AKSESBILITAS KAWASAN
Aksesibilitas untuk mencapai SM Bentayan dari Palembang melalui jalan
darat dengan kendaraan umum/ pribadi melalui Jalan Palembang-Jambi ± 162
km atau selama 4 jam sampai di Pos Simpang Bulian. Akses lainnya dapat
dijangkau dari desa terdekat dengan SM Bentayan yaitu Desa Simpang Tungkal.
Dari desa ini perjalanan dilanjutkan ke dalam kawasan melalui jalan tanah
sepanjang ± 10 km selama ¼ jam perjalanan kendaraan bermotor.

E. Kondisi Fisik Kawasan


a. Jenis Tanah
Berdasarkan Peta Tanah Eksplorasi Sumatera Bagian Selatan skala 1 :
1.000.000 dari Lembaga Penelitian Tanah dan Pemupukan tahun 1964, tanah di
Kawasan SM Bentayan pada umumnya tergolong jenis rosen (aluvium) dan bogs.
b. Iklim
Tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson adalah tipe A dengan curah hujan rata-
rata 2.350 – 2.864 mm per tahun. Kelembaban berkisar antara 50% – 80% dan
temperatur 28o – 34o C.
c. Topografi
Keadaan topografi SM Bentayan termasuk landai hingga bergelombang ringan,
memiliki kelerengan antara 0-25% dengan ketinggian dari permukaan laut antara 20-
130 m. Pada beberapa bagian kawasan terdapat rawa tergenang sepanjang tahun
sebagai sumber mata air.
d. Hidrologi
Kawasan SM Bentayan dan sekitarnya termasuk dalam pengelolaan daerah aliran
sungai (DAS) Musi, sub DAS Lalan. Di dalam kawasan terdapat sungai-sungai kecil dan
rawa-rawa. Di sekitar sungai kecil maupun rawa-rawa umumnya terdapat pepohonan
yang cukup rapat.

F. KONDISI EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA


a. Keadaan Penduduk
Keadaan penduduk desa sekitar kawasan SM Bentayan berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada Tabel 2. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 51,75%
penduduk yang berjenis kelamin laki-laki berada di sekitar kawasan SM Bentayan dan
48,25% penduduk berjenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan potensi
sumberdaya manusia perempuan di sekitar kawasan konservasi perlu diberdayakan
karena jumlah yang tidak berbeda jauh dengan jumlah yang berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa di Sekitar SM Bentayan Berdasarkan Jenis Kelamin

Nama Desa dan Jumlah Jumlah


No. Jumlah
Kecamatan Laki-laki Perempuan
1. Mangsang 4.714 4.170 8.884
Kec. Bayung Lencir
2. Beji Mulyo 2.032 1.866 3.898
Kec. Tungkal Jaya
3. Simpang Tungkal 2.483 2.256 4.739
Kec. Tungkal Jaya
4. Suka Damai 3.464 3.372 6.836
Kec. Tungkal Jaya
5. Bentayan 2.272 2.021 4.293
Kec. Tungkal Ilir
6. Keluang 2.251 2.231 4.482
Kec. Tungkal Ilir
Jumlah 19.421 18.110 37.531

Tingkat migrasi masyarakat di sekitar SM Bentayan relatif tinggi karena


keberadaan perusahaan perkebunan/pertambangan di sekitar kawasan. Selain
keberadaan masyarakat sekitar kawasan, terdapat juga kelompok-kelompok masyarakat
yang berada di dalam kawasan (sebagian besar pendatang), melakukan pembukaan
kawasan untuk kebun karet dan kelapa sawit dan membangun fasilitas umum seperti
tempat ibadah dan sekolah.
b. Mata Pencaharian
Sebagian besar masyarakat sekitar kawasan SM Bentayan memiliki mata
pencaharian sebagai petani, lainnya adalah pedagang, PNS (guru, tenaga
kesehatan, aparat desa, dll.), penyedia jasa (ojek, bengkel, toko kelontong, dll.)
dan buruh. Umumnya, komoditas yang diusahakan oleh masyarakat adalah karet
dan kelapa sawit. Pola pertanian masyarakat di sekitar kawasan berupa
perladangan dan berkebun karet. Rata-rata setiap kepala keluarga memiliki
ladang seluas 0,5 -1 hektar. Kurangnya luasan lahan ini menjadi salah satu
pemicu terjadi perambahan di kawasan.
Keterbatasan sarana transportasi menjadi faktor rendahnya pendapatan
masyarakat sekitar kawasan. Hasil pertanian yang diangkut ke pasaran di kota
kabupaten umumnya memerlukan biaya angkut yang besar.
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat sekitar kawasan rata-rata lulusan Sekolah
Dasar 6 tahun. Hal ini dikarenakan karena terbatasnya sarana pendidikan di
desa-desa sekitar kawasan SM Bentayan. Rata-rata sarana pendidikan yang
tersedia di desa hanya sebatas sarana pendidikan setingkat SD, sarana setingkat
MTS dan SMA baru didirikan pada tahun 2014. Untuk menjangkau sarana
pendidikan yang lebih tinggi harus menuju ke ibukota kecamatan. Ibukota
kecamatan dapat ditempuh rata-rata 60 menit, dengan aksesibilitas cukup mudah
sampai sulit.
d. Kesehatan
Kondisi alam di sekitar kawasan konservasi SM Bentayan yang dikelilingi
oleh beberapa perusahaan perkebunan beserta industrinya seperti pabrik karet,
pabrik kelapa sawit membawa dampak negatif terhadap kesehatan lingkungan.
Bau yang tidak sedap serta limbah yang dialirkan ke sungai oleh beberapa pabrik
sedikit banyak telah berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar. Penyakit
yang sering diderita oleh masyarakat antara lain penyakit diare, flu dan infeksi
kulit. Gejala ini diduga akibat pencemaran air sungai sebagai satu-satunya
sumber air bagi kehidupan masyarakat desa sekitar kawasan SM Bentayan.
Kondisi ini tidak didukung oleh sarana prasarana kesehatan yang memadai
sehingga penyebaran penyakit seringkali tidak dapat dihindari.
e. Agama dan Budaya
Masyarakat desa-desa yang berada di sekitar Kawasan SM Bentayan
sebagian besar memeluk agama Islam. Sebagian lainnya adalah pemeluk Agama
Kristen Protestan dan Kristen Katholik. Pemeluk Agama Islam merupakan
masyarakat asli setempat sedangkan pemeluk Agama Protestan dan Katolik
merupakan masyarakat pendatang. Adapun mengenai budaya pada Desa Beji
Mulyo karena sejarah terdahulu merupakan daerah transmigrasi sehingga budaya
yang menonjol yaitu kebudayaan dari Pulau Jawa. Berbeda dengan kondisi
masyarakat Desa Keluang dan Bentayan yang rata-rata merupakan penduduk asli
atau pribumi sehingga kebudayaan yang diusung yaitu kebudayaan melayu .
f. Pemilikan dan Pola Pemanfaatan Lahan
Umumnya kepemilikan lahan merupakan milik sendiri, luas rata-rata lahan
yang dimiliki adalah 1 – 2 ha per Kepala Keluarga (KK). Pola pemanfaatan lahan
adalah sepanjang tahun ditanami karet dan kelapa sawit, sedangkan masyarakat
lainnya memanfaatkan lahan secara musiman untuk tanaman padi.
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. METODE PENENTUAN BLOK


Pembagian blok pengelolaan SM Bentayan dilakukan berdasarkan kriteria
menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-
Setjen/2015. Kriteria blok pengelolaan tersebut kemudian diterjemahkan dalam bentuk
data-data spasial yang diperlukan sebagai masukan dalam analisa spasial penentuan
blok pengelolaan kawasan SM Bentayan. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi
parameter spasial yang relevan sesuai kriteria yang disebutkan dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 dan kebutuhan data
spasial yang digunakan sebagai pendekatan untuk mempresentasikan kriteria tersebut
secara keruangan.
Analisis keruangan untuk penentuan blok ini disusun berdasarkan indikator-
indikator yang memenuhi kriteria tiap-tiap blok SM Bentayan. Hasil dari seluruh analisis
keruangan masing-masing blok kemudian ditumpangsusunkan ( overlay) menjadi satu
peta penataan blok pengelolaan SM Bentayan.

B. METODE PENGUMPULAN DATA


a. Data Primer
Data primer merupakan hasil pengukuran di lapangan berupa: perjumpaan
satwa, kerapatan vegetasi, tempat kawin/bersarang /berpijah /pembesaran
ssatwa/biota target, delineasi area dari fenomena alam/geologi unik, lokasi-lokasi religi,
situs budaya, sejarah di dalam kawasan, lokasi atau delineasi area bangunan strategis
dan lokasi atau delineasi area pemukiman sementara di dalam kawasan
b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam pembuatan peta arahan zona pengelolaan
TN Gunung Maras antara lain: peta topografi, peta citra Satelite untuk mengidentifikasi
kerusakan ekosistem dan Peta penutupan lahan/penggunaan lahan.

c. Metode Analisis Data


Analisis data dan informasi merupakan kegiatan mengelompokan data yang
diperoleh sebelumnya berdasarkan variabel yang telah ditentukan. Metode analisis yang
digunakan dalam menganalisis data dan informasi dalam kegiatan evaluasi ini
menggunakan metode SMCA (Spatial Multi Cirteria Analysis). Metode SMCA merupakan
metode proses pengambilan keputusan yang analisisnya mempertimbangkan dan
mengevaluasi berbagai skor kriteria dengan masing – masing bobot faktornya secara
spasial. Penentuan skor dan bobot pada metode ini ditentukan oleh pengguna metode
sesuai dengan tingkat kepekaan di lapangan dan dengan berfokus pada hasil yang
diinginkan. Kelebihan penggunaan SMCA dalam analisis evaluasi zonasi pengelolaan
ialah karena metode ini dapat memberikan cara pengambilan keputusan yang terukur
dan sistematis, meskipun dengan beragam parameter kriteria yang digunakan.

Kriteria yang digunakan dalam evaluasi zonasi pengelolaan ini yaitu sensitivitas
ekologi dan sensitivitas sosial. Sensitivitas ekologi merupakan tingkat kepekaan yang
digunakan untuk menilai potensi keanekaragaman hayati, kondisi dan kualitas habitat,
sumber air sebagai penyedia dan penyimpan air, serta karakter fisik kawasan yang
dapat menjadi faktor area terkonsentrasinya aktivitas satwa liar serta sebagai pembatas
keanekaragaman hayati terhadap interaksi manusia. Sensitivitas sosial merupakan
tingkat kepekaan yang digunakan untuk penilaian aktivitas sosial masyarakat di dalam
maupun di sekitar kawasan yang dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik kawasan dan
akan berdampak terhadap perubahan fungsi ekologis kawasan konservasi dan
berpotensi kehilangan potensi keanekaragaman hayati. Kriteria faktor sensitivitas
ekologis terdapat empat sub - faktor yang dinilai, yaitu:
1. Sebaran Satwa
2. Tutupan Lahan
3. Kelerengan/Kontur
4. Sumber Air
Sedangkan kriteria factor sensivitas social terdapat dua sub – factor yang dinilai,
yaitu :
1. Jarinagn Jalan
2. Pemukiman (Daerah Penyangga Kawasan)
Masing - masing faktor dan sub-faktor dilakukan skoring bobot oleh pengguna
metode berdasarkan tingkat kepekaan dilapangan. Berikut gambaran kriteria skoring
bobot dari masing - masing faktor dan sub - faktor:

GOAL

Penataan zonasi
Pengelolaan sesuai
dengan fakta di lapangan

FAKTOR FAKTOR

SENSITIVITAS EKOLOGI SENSITIVITAS SOSIAL EKONOMI


(0.4) (0.6)

SUB FAKTOR SUB FAKTOR

1. Jaringan Jalan (0.4)


1. Sebaran Satwa (0.3)
2. Pemukiman (Daerah Penyangga
2. Tutupan Lahan (0.2)
Kawasan) (0.6)
3. Kelerengan (0.2)
4. Sumber Air (0.3)

Gambar . Penggambaran Kriteria Skoring Bobot Faktor dan Sub – Faktor


untuk penentuan zona pengelolaan kawasan

Semua sub-faktor dari masing-masing faktor mempunyai nilai constraints


(pembatas) dengan kelas skor antara 1 sampai 3. Pada sensitivitas ekologi penjelasan
kelas skor adalah rendah (skor 1), sedang (skor 2), dan tinggi (skor 3). Nilai constraints
(pembatas) pada sub - faktor sensitivitas ekologi sebagai berikut:
Tabel . Nilai Constraints pada setiap Sub - Faktor Sensitivitas Ekologi
KELAS
NO. SUB FAKTOR
RENDAH SEDANG TINGGI
(Skor:1) (Skor:2) (Skor:3)

1. Sebaran Satwa*¹ 0 – 1 Km 1 – 3 Km > 3 Km

Eksistem
Eksistem Asli, Buatan/Rusak
2. Eksistem Sekunder,
Penutupan Lahan*² Belum Pernah /Lahan Kosong/
Pernah Berubah
Dirusak Dirambah/
Bukan Hutan
3. Kelerengan/Kontur*³ >10° 1 - 10° 0 - 1°
4. Sumber Air*⁴ <200 m 200 – 300 m >300 m
Keterangan
*¹) Angka tersebut menunjukkan bahwa dalam radius (jarak) tersebut menunjukkan tanda-
tandakehadiran, aktivitas, dan jejak satwa liar (suara, kotoran, cakaran, jejak, dll)
*²) Angka tersebut menunjukkan kondisi tutupan lahan
*³) Angka tersebut menunjukkan kondisi kelerengan/kontur lahan
*⁴) Angka tersebut menunjukkan radius (jarak) dari sumber air

Dari keempat faktor tersebut dilakukan penjumlahan skor pada setiap faktor–
faktor tersebut. Data yang sebelumnya berupa data vektor diubah menjadi data raster
yang mana pada data raster setiap pixel yang telah diberi nilai sesuai dengan skor
constraints pada setiap sub - faktor. Penjumlahan skor dilakukan dengan nilai constraint
dari setiap pixel tersebut dikalikan dengan bobot dari setiap sub faktor lalu hasilnya
akan dijumlahkan semuanya sehingga mendapatkan jumlah nilai angka tertentu yang
mewakili pixel hasil tersebut yang menunjukkan hasil dari penjumlahan tersebut
terhadap tingkat sensitivitas ekologi. Proses yang dilakukan sama seperti pada proses
dalam analisis yang hasilnya diperuntukkan untuk pemukiman, bahkan dapat
menggunakan data yang sama sehingga pada penjelasan dibawah penetepan nilai
constraints untuk sensitifitas ekologi dilewatkan.
Setelah sensitifitas ekologi selesai, maka proses selanjutnya penetapan nilai
constraints pada setiap Sub–Faktor sensitivitas sosial dengan penjelasan skor adalah
rendah (skor 1), sedang (skor 2), dan tinggi (skor 3). Nilai constraints (pembatas) pada
sub - faktor sensitifitas sosial sebagai berikut:

Tabel. Nilai Constraints pada setiap Sub - Faktor Sensitivitas Sosial


KELAS
NO SUB FAKTOR
RENDAH SEDANG TINGGI
(Skor : 1) (Skor : 2) (Skor : 3)
1. Jaringan Jalan*¹ > 200 m 100 - 200 m 0 - 100 m

2. Pemukiman*² > 200 m 100 - 200 m 0 - 100 m

3. Potensi Wisata Alam*³ > 200 m 100 - 200 m 0 - 100 m

Keterangan:
*¹) Angka tersebut menunjukkan radius (jarak) dari jaringan jalan.
*²) Angka tersebut menunjukkan radius (jarak) dari pemukiman di daerah penyangga
kawasan
*³) Angka tersebut menunjukkan radius (jarak) dari potensi wisata alam di daerah
penyangga kawasan

Sama seperti penentuan tingkat sensitifitas sosial sebelumnya dari kedua faktor
tersebut dilakukan penjumlahan skor pada setiap faktor–faktor tersebut. Data yang
sebelumnya berupa data vektor diubah menjadi data raster yang mana pada data raster
setiap pixel yang telah diberi nilai sesuai dengan skor constraints pada setiap sub -
faktor. Penjumlahan skor dilakukan dengan nilai constraint dari setiap pixel tersebut
dikalikan dengan bobot dari setiap sub faktor lalu hasilnya akan dijumlahkan semuanya
sehingga mendapatkan jumlah nilai angka tertentu yang mewakili pixel hasil tersebut
yang menunjukkan hasil dari penjumlahan tersebut terhadap tingkat sensitifitas sosial.
Proses yang dilakukan sama seperti pada proses dalam analisis yang hasilnya
diperuntukkan untuk pemukiman.
Lalu setelah semua hasil skoring dari kedua kriteria faktor tersebut didapatkan
maka pada tahap selanjutnya menggabungkan kedua faktor tersebut untuk
mendapatkan hasil dari penjumlahan nilai sensitifitas sosial dan ekologi
BAB III
DESKRIPSI MASING-MASING BLOK

Berdasarkan analisis keruangan sebagaimana dijelaskan pada Bab II, Blok


pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa Dangku terdiri dari Blok Perlindungan, Blok
pemanfaatan, Blok rehabilitasi dan Blok khusus. Adapun setelah hasil evaluasi Bloking
yang dilakukan diperoleh rincian luasan Bloking SM Dangku sebagaimana Tabel

Luas
No Arahan Blok Ha %
1 Perlindungan 1.349 5,81
2 Rehabilitasi 21.725 93,56
Subblok Rehabilitasi 7.790 34,15
A
Intensif
Subblok Rehabilitasi untuk 6.328 27,74
B
Pengayaan Tanaman
Subblok Rehabilitasi untuk 7.607 33,35
C
Pengayaan Jenis
3 Pemanfaatan 100 0,43
4 Lainnya 46 0,2
Total 23.220 100

Adapun data selengkapnya mengenai deskripsi, kondisi, letak, arahan kegiatan


masing-masing Blok pengelolaan dalam SM Dangku disajikan pada sub bab di bawah ini.

A. Blok Perlindungan
Blok perlindungan adalah blok dengan kekhasan/ keunikan dan/atau
keanekaragaman satwa liar yang ditujukan untuk melindungi habitat guna kelangsungan
hidup satwa liar tersebut.
1. Tujuan Penetapan
Tujuan penetapan blok perlindungan SM Bentayan adalah untuk upaya
perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang
peka terhadap gangguan dan perubahan khususnya satwa Gajah, Harimau, Tapir dan
Beruang Madu.
2. Pertimbangan Penetapan Blok
Blok perlindungan SM Bentayan ditentukan dengan pertimbangan :
a. Merupakan areal yang sudah memiliki fungsi perlindungan ekosistem yang
berperan sebagai habitat satwa.
b. Merupakan habitat spesies Gajah, Harimau, Beruang Madu dan Tapir.
3. Kegiatan yang Dilakukan
Dalam aktivitas pengelolaannya, kegiatan yang boleh dilakukan di dalam blok
perlindungan adalah :
a. Perlindungan dan Pengamanan
b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
c. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan
d. Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permanen dan terbatas untuk
kegiatan pendidikan, penelitian dan pengelolaan.

B. Blok Rehabilitasi
Blok rehabilitasi atau restorasi merupakan bagian kawasan konservasi yang di
dalamnya dapat dilakukan kegiatan pemulihan kembali atas kerusakan kawasan dan
potensi sumberdaya alam, agar dapat berfungsi atau mendekati fungsi seperti sebelum
mengalami kerusakan.
Blok rehabilitasi merupakan blok dimana areal/bagian kawasan mengalami
degradasi/kerusakan dan diperlukan/dilakukan upaya pemulihan habitat sesuai kondisi
awalnya untuk menunjang peningkatan daya dukungnya. Bagian kawasan yang menjadi
prioritas rehabilitasi merupakan areal dengan tingkat tekanan kerusakan tinggi dan areal
rentan/kritis, yang disebabkan oleh fenomena kebakaran dan tekanan degradasi lahan
(perambahan lahan).
Blok rehabilitasi SM Bentayan dikelola dengan arahan dasar subblok yang
didasarkan pada sistem grid dengan kriteria-kriteria yang sesuai dengan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemulihan Ekosistem pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Tiga sub blok tersebut adalah :

a. Sub Blok Rehabilitasi Intensif

Merupakan suatu ekosistem yang mengalami kerusakan ringan atau


terdegradasi. Sub blok dengan areal yang telah berubah secara ringan atau gradual
namun telah mengurangi integritas dan kesehatan ekologis.

b. Sub Blok Rehabilitasi untuk Pengayaan Tanaman

Merupakan suatu ekosistem yang mengalami kerusakan sedang atau terganggu.


Sub blok dengan areal yang mengalami perubahan secara akut dan nyata.

C. Sub Blok Rehabilitasi untuk Pengayaan Jenis

Merupakan suatu ekosistem yang mengalami kerusakan berat atau terdestruksi.


Sub blok dengan areal yang mengalami kerusakan yang telah menghilangkan semua
kehidupan makroskopik dan umumnya telah menghancurkan lingkungan fisik, termasuk
telah terjadi konversi ekosistem menjadi ekosistem lain.
Fungsi blok rehabilitasi adalah untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang
rusak menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alaminya.

Kriteria blok rehabilitasi:

 Kawasan telah rusak akibat perbuatan manusia maupun bencana alam.

 Kawasan yang telah mengalami perubahan dan proses pemulihannya memerlukan


waktu yang cukup lama.

1. Tujuan Penetapan
Tujuan penetapan blok rehabilitasi adalah untuk :
a. Mengembalikan fungsi habitat sesuai fungsi awalnya dan mengembalikan
keberlangsungan proses-proses ekologis ekosistem.
b. Mencegah dan menanggulangi bentuk tekanan terhadap kerusakan/degradasi
kawasan SM Bentayan.
c. Sebagai bentuk kolaborasi pengelolaan dengan masyarakat sekitar yang dapat
dilibatkan dalam proses rehabilitasi kawasan.
2. Pertimbangan Penetapan Blok
Blok rehabilitasi di SM Bentayan ditunjuk berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
a. Adanya perubahan fisik lahan yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian
habitat dan ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia.
b. Kemudahan aksesibilitas untuk menunjang kegiatan rehabilitasi lahan.
3. Kegiatan yang Dilakukan
Dalam aktivitas pengelolaannya, kegiatan yang boleh dilakukan di dalam blok
rehabilitasi adalah :
a. Perlindungan dan pengamanan.
b. Pemanfaatan kawasan dan potensinya untuk kegiatan penelitian, pendidikan
c. Rehabilitasi dan restorasi ekosistem dengan jenis dan tumbuhan asli dan prospektif,
d. Habitat improvement.
C. Blok Pemanfaatan
Blok pemanfaatan merupakan bagian SM Bentayan yang letak, kondisi, dan
potensi alamnya dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, pengetahuan,
dan kondisi/ jasa lingkungan.
1. Tujuan Penetapan
Blok pemanfaatan SM Bentayan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
pengembangan bidang pendidikan dan penelitian terkait rehabilitasi lahan untuk
mendukung terwujudnya habitat satwa liar.
2. Pertimbangan Penentuan Blok
Blok pemanfaatan di SM Bentayan ditunjuk berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
a. Adanya kebutuhan untuk mengembangkan model rehabilitasi khusus untuk
pengembangan habitat satwa liar
b. Akses mudah dan ketersediaan SDM di sekitarnya.
3. Kegiatan yang Dilakukan
Dalam aktivitas pengelolaannya, kegiatan yang boleh dilakukan di dalam blok
pemanfaatan adalah Pembuatan demplot model rehabilitasi lahan untuk habitat satwa
liar.
D. Blok Lainnya
Blok yang ditetapkan karena adanya kepentingan khusus guna menjamin
efektivitas pengelolaan SM Bentayan. Blok lainnya antara lain : blok perlindungan
bahari, blok koleksi tumbuhan dan/atau satwa, blok tradisional, blok rehabilitasi, blok
religi, budaya, dan sejarah, dan blok khusus.

Anda mungkin juga menyukai