Anda di halaman 1dari 73

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM


BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN
Alamat : Jl. Raya Banyuwangi-Situbondo Km.35, Wonorejo, Banyuputih
Situbondo-68374. Telp. (0333)461650 Faks.(0333)463864
Website: www.balurannationalpark.web.id Email: balurannationalpark@gmail.com

BUKU ZONA PENGELOLAAN


TAMAN NASIONAL BALURAN
Tahun 2016

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN


2016
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

Jl. Raya Situbondo-Banyuwangi Desa Wonorejo, Kec. Banyuputih Kab. Situbondo.

Telp (333) 461650, Fax : 333-463864

REVISI ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL BALURAN

TAHUN 2016

Disusun Oleh:

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

2016
PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kegiatan Revisi Zonasi Taman
Nasional Baluran Tahun 2016 dapat terselesaikan sebagai mana yang diharapkan.
Kegiatan ini merupakan bagian dari pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran yang
secara umum diperlukan berkaitan berbagai dinamika kondisi kawasan baik secara internal
ataupun eksternal. Dimana zonasi yang ada saat ini merupakan hasil revisi tahun 2011-2012,
maka revisi zonasi pada tahun 2016 ini dimaksudkan sebagai upaya penataan kawasan sesuai
kondisi terkini dan berbagai kebutuhan pengelolaan seiring perubahan kondisi selama rentang
4-5 tahun terakhir ini.
Diharapkan dokumen ini dapat mengakomodir kepentingan para pihak, dan menjadi
acuan bersama para pemangku kepentingan di tingkat Balai Taman Nasional Baluran selaku
pengelola kawasan, Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo selaku pemegang otoritas
kewilayahan dan pembangunan masyarakat, serta pihak-pihak lainnya untuk berkolaborasi
dalam peningkatan pembangunan konservasi di Taman Nasional Baluran, serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat di desa-desa penyangganya. Semoga Allah SWT memperkenankan
segala harapan.
Dalam proses pelaksanaan kegiatan ini perlu disampaikan juga penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan dan berkontribusi mendukung
penyelesaian dokumen ini.
.

Situbondo, September 2016


Kepala Balai TN Baluran
Ir. Emy Endah Suwarni, M.Sc.
LEMBAR PENGESAHAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

PENATAAN ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL BALURAN TAHUN 2016

Dinilai Oleh :
Disusun Oleh: Direktur Pemolaan dan Informasi
Balai Taman Nasional Baluran Konservasi Alam,

Ir. Emy Endah Suwarni, M.Sc. Ir. Listya Kusumawardhani, M.Sc.


NIP. 19611101 198603 2 001 NIP. 19590520 198501 2 001

Disahkan oleh :
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem

Dr. Ir. Tachrir Fathoni, M.Sc.


NIP. 19560929 198202 1 001

ii
RINGKASAN EKSEKUTIF

Kawasan Taman Nasional Baluran ditunjuk secara parsial berdasarkan Keputusan


Menteri Kehutanan No. 279/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 tentang Penunjukan Taman
Nasional Baluran Seluas 25.000 Ha yang Terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Situbondo,
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Kawasan merupakan keterwakilan ekosistem yang
spesifik kering di Pulau Jawa. Bentang alam kawasan mencakup berbagai tipe habitat yang
sangat bervariasi mulai daerah perairan laut, pantai, dataran rendah hingga gunung
berketinggian 1.250 m dpl. sehingga merupakan faktor penting terbentuknya keanekaragaman
hayati yang tinggi mencakup species flora/fauna hingga tipe vegetasi/ekosistem.

Inisiasi wacana penunjukan kawasan Baluran sebagai suaka margasatwa dimulai tahun
1928 oleh K.W. Dammerman. Kemudian tanggal 23 Januari 1930 Baluran ditetapkan sebagai
Hutan Lindung (Boschreserve) melalui SK. Pemerintah Hindia Belanda (Gouvernement Besluit
van 23 Januari 1930, No. 83). Pada bulan Maret 1934 K.W. Dammerman mengusahakan kembali
wacana penunjukan kawasan Baluran sebagai suaka margasatwa, hingga pada tahun 1937
Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 25
September 1937, No. 9, Lembaran Negara Hindia Belanda 1937, No. 544, kawasan Baluran
ditunjuk sebagai SM (Wildreservaat) seluas 25.000 Ha.

Pada era pemerintahan Republik Indonesia, kawasan Baluran ditunjuk sebagai taman
nasional berdasarkan pengumuman Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1980 bertepatan
Kongres Taman Nasional sedunia di Bali, yang kemudian penunjukan secara resmi melalui
Keputusan Menteri Kehutanan No. 279/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 tanggal 23 Mei 1997
seluas 25.000 Ha. Penunjukan kembali melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan
No.417/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
Jawa Timur Seluas 1.357.206,30 Ha (kawasan Taman Nasional Baluran termasuk di dalamnya,
bagian dari Kawasan Pelestarian Alam), dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : :
SK.395/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No.417/Kpts-II/1999 dengan perubahan diantaranya :
1. Kawasan hutan dan konservasi perairan di wilayah Jawa Timur seluas ± 1.361.146 Ha.
2. Kawasan hutan dan konservasi perairan tersebut diantaranya terdiri dari Kawasan Suaka
Alam/Kawasan Pelestasrian Alam Daratan seluas ± 230.126 Ha (4,80%) dan Perairan
seluas ± 3.506 Ha (0,07%), kawasan Taman Nasional Baluran termasuk di dalamnya.

iii
Zonasi Taman Nasional Baluran Tahun 2012 (zona pengelolaan sebelumnya) disahkan
melalui Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor :
SK.228/IV-Set/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang Zonasi Taman Nasional Baluran.
Seiring dengan perkembangan dan dinamika yang ada, pada sebagian zonasi yang ada dinilai
perlu dilakukan evaluasi berkaitan kesesuaian peruntukan dan kondisinya saat ini untuk
kemudian dilakukan revisi. Beberapa hal khusus yang melatar belakangi diperlukannya revisi
zona pengelolaan Taman Nasional Baluran tersebut, diantaranya :

1. Perlunya penanganan ekosistem tegradasi akibat invasi Acacia nilotica.


Sebaran invasi tahun 2013 seluas ± 5.592,92 Ha. Dampak terparah terutama pada savana,
menjadi tegakan homogen Acacia nilotica sehingga memerlukan perlakuan penanganan
berupa pemulihan ekosistem di daerah-daerah terdampak.
2. Upaya perlindungan populasi dan habitat satwa prioritas,
Perkembangan pendataan satwa prioritas Macan Tutul (Panthera pardus) pada tahap
data yang dapat diaanggap cukup baru di tahun 2015. Perkiraanan populasi 24 individu
dengan confident interval antara 17 – 31 individu; distribusi relatif terkonsentrasi di
bagian tenggara kawasan (terutama daerah Perengan). Penataan ruang kawasan
diperlukan guna mendukung perlindungan populasi dan habitat satwa prioritas.
3. Penyediaan ruang kawasan guna mendukung pembangunan sarana prasarana strategis.
Rencana pembangunan Jaringan SUTET 500 kV Jawa-Bali, melintasi kawasan hutan
Bitakol yang berstatus Zona Rimba.
4. Optimalisasi pengusahaan pariwisata alam melalui pengembangan lokasi-lokasi atau
daerah-daerah potensial.
Mengakomodir lokasi atau daerah-daerah potensial pengembangan pariwisata alam yang
belum terakomodir tata ruang pengelolaannya pada zonazi sebelumnya, sehingga
menguatkan perencanaan pengelolaan pariwisata alam yang telah disusun sebelumnya.

Revisi zonasi secara umum mempertimbangkan kesesuaian antara kondisi kawasan


saat ini, tujuan pengelolaan dan kriteria zona pengelolaan taman nasional sebagaimana diatur
pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Setjen/2015,
yaitu dilakukan dengan cara menggabungkan hasil inventarisasi potensi kawasan, hasil review
dan evaluasi zona pengelolaan sebelumnya, tujuan pengelolaan dan kesesuaiannya dengan visi
pihak-pihak terkait disesuaikan dengan kriteria zona pengelolaan taman nasional.

Berdasarkan hasil review tujuan pengelolaan, review dan evaluasi zonasi sebelumnya,
dan analisa kesesuaiannya dengan kondisi terkini kawasan dan kriteria zona pengelolaan taman

iv
nasional, berikut hasil penataan zona pengelolaan pada kawasan Taman Nasional Baluran tahun
2016 dan perubahannya dari zonasi sebelumnya :

Zona Pengelolaan 2012 Zona Pengelolaan 2016


No Zona Pengelolaan
Luas % Luas %
1. Zona Inti 6.920,18 27,68 6.920,18 27,68
2. Zona Rimba 12.604,14 50,42 8.843,46 35,37
3. Zona Perlindungan Bahari 1.174,96 4,70 958,70 3,83
4. Zona Pemanfaatan 1.856,51 7,43 2.368,85 9,48
5. Zona Tradisional 1.340,21 5,36 1.804,82 7,22
6. Zona Rehabilitasi 365,81 1,46 3.511,52 14,05
7. Zona Khusus 738,19 2,95 592,47 2,37
JUMLAH 25.000,00 100,00 25.000,00 100,00

1. Zona Inti seluas ± 6.920,18 Ha. Terdiri dari 2 lokasi. Lokasi pertama di daerah Gunung
seluas ± 5.411,03 Ha, mencakup keseluruhan wilayah gunung mulai daerah lereng,
punggung gunung, dasar kawah, dinding kawah hingga puncak gunung dan daerah sekitar
lereng yang ada di bawahnya. Di bagian timur melebar hingga Blok Curah Uling. Lokasi
kedua di daerah kering dataran rendah bagian timur kawasan seluas ± 1.509,15 Ha,
meliputi Blok Curah Uling sebelah timur jalan Batangan-Bekol, sebagian Ketokan Kendal,
Baha, Sumber Batu, Gunung Malang, gunung Montor, Popongan, Palongan, Grekan, Rowo
Jambe, hingga sebagian Blok Curah Jarak. Potensi penting daerah ini terutama oleh karena
adanya tipe ekosistem asli dalam kondisi alami yang merepresentasikan keragaman
ekosistem kawasan Baluran, selain pada daerah gunung fungsi penting terutama
berkaitan perannya sebagai daerah tangkapan air. Secara umum keseluruhan areal
merupakan daerah penting bagian dari habitat satwa prioritas dan berbagai satwa liar
lainnya.

2. Zona Rimba seluas ± 8.843,46 Ha, mengelilingi Zona Inti dan membatasi dengan zona-
zona lainnya. Di wilayah timur Zona Rimba memotong Zona Inti untuk memisahkannya
dengan area jalan Batangan-Bekol. Cakupan areal Zona Rimba meliputi daerah
bertutupan vegetasi hutan musim, savana, semak belukar, hutan pantai, hutan mangrove
dan hutan tanaman (hutan produksi) jati dan gmelina. Sebagaian dari cakupan daerah ini
juga merupakan bagian dari home range satwa prioritas atau penting yaitu banteng,
macan tutul, jalak putih dan merak. Pemanfaatan wisata alam secara terbatas sesuai
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Setjen/2015,
perlu diatur kemudian secara detil berkaitan keberadaan jenis-jenis satwa prioritas dan
habitat-habitat sensitif lainnya di daerah-daerah tertentu.
v
3. Zona Perlindungan Bahari seluas ± 958,70 Ha berada di daerah perairan pantai Gatel – Air
Tawar, Secang – Merak, Kakapa – Balanan, Batu Sampan – Sirontoh, dan Sirokok – Jung
Bedi. Terutama ditujukan untuk perlindungan tipe ekosistem perairan, terumbu karang,
padang lamun hingga daerah peralihan laut dan daratan yang secara fisik ditandai oleh
cakupan daerah pasang surut.

4. Zona Pemanfaatan Luas ± 2.368,85 Ha. Terdiri dari wilayah daratan dan perairan. Zona
Pemanfaatan di wilayah daratan seluas ± 1.480,72 Ha, mencakup lokasi-lokasi yang
terdiri dari Karangtekok, Bilik-Sijile, Batuhitam–Kajang–Kalitopo–Bama–Batusampan,
Bekol, Candibang, Perengan, Jalan Batangan–Bekol–Bama, Batangan–Camping Ground–
Waduk Bajulmati, Bitakol. Di wilayah perairan Zona Pemanfaatan seluas ± 888,13 Ha,
mencakup lokasi-lokasi yang terdiri dari Bilik-Sijile, Bama, Candibang, Perengan.

5. Zona Tradisional Luas ± 1.804,82 Ha. Terdiri dari wilayah daratan dan perairan. Zona
Tradisional di wilayah daratan seluas ± 762,33 Ha, mencakup lokasi-lokasi yang terdiri
dari lokasi Watunumpuk – Gatel (seluas ± 74,22 Ha; berupa areal savana dekat batas
kawasan dengan wilayah Desa Sumber Waru), Daerah di sekitar areal eks HGU. PT.
Gunung Gumitir di Labuhan Merak, Widuri, Sumber Batok, Air Karang, Lempuyang,
Sirondoh, Simacan dan Balanan (seluas ± 469,55 Ha) dan lokasi Pal Boto – Tegal Wero
(seluas ± 218,56 Ha; tutupan lahan berupa hutan musim, telah sejak lama dimanfaatkan
oleh masyarakat desa Wonorejo berkaitan jenis-jenis bernilai ekonomi seperti asem jawa
(Tamarindus indica), ules-ules (Helicteres isora), madu, kroto.

6. Di wilayah perairan Zona tradisional seluas ± 1.042,49 Ha, mencakup lokasi-lokasi yang
terdiri dari wilayah perairan sekitar areal eks HGU dan wilayah perairan pantai Perengan
(telah sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat desa Wonorejo berkaitan berbagai
aktivitas pelabuhan ikan).

7. Zona Rehabilitasi Luas ± 3.551,52 Ha. Terdiri dari 4 lokasi di wilayah daratan.
Keseluruhannya merupakan daerah bertipe ekosistem savana dan saat ini telah rusak
akibat invasi Acacia nilotica. Yaitu areal Karangtekok (Luas ± 973,31 Ha), areal Labuhan
Merak (Luas ± 385,01 Ha), areal Bekol dan sekitarnya (Luas ± 1.850,93 Ha) dan areal
Derbus dan sekitarnya (Luas ± 302,26 Ha).

8. Zona Khusus luas ± 592,47 Ha. Terdiri dari 6 (enam) lokasi di wilayah daratan. Yaitu :

a. Jalur Jalan Raya Banyuwangi-Situbondo-Surabaya seluas ± 52,8 Ha. Memotong


kawasan sepanjang 22 km selebar 24 m melintasi zona rimba (bertutupan hutan jati).

vi
Diorientasikan mengakomodir kemungkinan pembangunan sarana prasarana umum
pendukung jalan secara terbatas sepanjang tidak mengganggu fungsi utama kawasan.

b. Areal Eks HGU. PT. Gunung Gumitir di Labuhan Merak – Balanan seluas ± 331,64 Ha.
Terletak memanjang di daerah pesisir pantai daerah Labuhan Merak, Widuri, Sumber
Batok, Air Karang, Lempuyang, Sirondoh, Simacan dan Balanan. Diorientasikan
mendukung upaya penyelesaian konflik kepemilikan lahan.

c. Areal Translok AD di wilayah kerja Resort Perengan,Luas ± 62,05 Ha. Kondisi saat ini
berupa pemukiman dan areal pertanian dan beberapa sarana umum (masjid, jalan,
pemakaman umum dan makam pahlawan). Diorientasikan mendukung upaya
penyelesaian konflik kepemilikan lahan.

d. Jaringan SUTET lama (150 kV) Karangtekok – Batangan Luas ± 30,00 Ha. Telah ada
sebelumnya, memotong kawasan melintasi tutupan hutan jati.

e. Rencana jaringan SUTET baru (500 kV) Karangtekok – BatanganLuas ± 85,81 Ha.
Masih dalam tahap persiapan pelaksanaan. Di lokasi yang sama dengan jaringan
SUTET lama, memotong kawasan melintasi tutupan hutan jati.

f. Areal Tanah Gentong. Luas ± 30,17 Ha. Terletak di daerah Blok Gentong, di wilayah
kerja Resort Watunumpuk. Kondisi areal saat ini berupa lahan garapan untuk
pertanian. Diorientasikan mendukung upaya penyelesaian konflik kepemilikan lahan.

vii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... ii
RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

I. PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................................. 6

II. DESKRIPSI KAWASAN .............................................................................. 3


2.1. Lokasi ..................................................................................................... 3
2.2. Sejarah dan Status Kawasan ................................................................... 5
2.3. Kondisi dan Potensi Kawasan ................................................................ 7
2.3.1. Fisik Kawasan .............................................................................. 11
2.3.2. Ekosistem .................................................................................... 13
2.3.3. Flora ............................................................................................ 19
2.3.4. Fauna ........................................................................................... 20
2.3.5. Permasalahan, Gangguan dan Tekanan pada Kawasan .............. 23
2.4. Daerah Penyangga ................................................................................. 23
2.4.1. Letak, Luas dan Aksesibilitas ..................................................... 23
2.4.2. Keadaan Biofisik Daerah ............................................................. 24
2.5. Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Sekitar ................... 25
2.5.1. Jumlah Penduduk ......................................................................... 25
2.5.2. Agama .......................................................................................... 25
2.5.3. Pendidikan ................................................................................... 26
2.5.4. Pola Pemukiman ......................................................................... 27
2.5.5. Mata Pencaharian ........................................................................ 28

viii
III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN ZONA ........................ 30
3.1. Tata Waktu Pelaksanaan ......................................................................... 30
3.2. Kerangka Dasar ....................................................................................... 30
3.2.1. Pengelolaan Taman Nasional ...................................................... 30
3.2.2. Zona Pengelolaan Taman Nasional ............................................. 31
3.3. Tahapan Zonasi ....................................................................................... 33
3.4. Metode Penataan Zona Pengelolaan ....................................................... 34

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................................ 35


4.1. Tujuan Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Baluran ........................ 35
4.2. Review dan Evaluasi Zona Pengelolaan Sebelumnya ............................ 36
4.3. Penempatan Tujuan Pengelolaan pada Skema Zona Pengelolaan
Berdasarkan Potensi dan Kondisi Terkini Kawasan dan Kriteria Zona .. 40
4.4. Penataan Bagian Kawasan pada Zona Pengelolaan .............................. 48
4.5. Proyeksi Peta dan Penentuan Luas Hasil Penataan Zona Pengelolaan ... 49

V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL BALURAN ................... 52


5.1. Zona Inti .................................................................................................. 52
5.2. Zona Rimba dan Zona Perlindungan Bahari .......................................... 56
5.3. Zona Pemanfaatan ................................................................................. 57
5.4. Zona Tradisional .................................................................................... 59
5.5. Zona Rehabilitasi ................................................................................... 60
5.6. Zona Khusus .......................................................................................... 61

ix
Balai Taman Nasional Baluran

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Taman Nasional Baluran merupakan kawasan pelestarian alam dengan keterwakilan


ekosistem yang spesifik kering di Pulau Jawa, yang terletak di Kabupaten Situbondo, Provinsi
Jawa Timur.Pengelolan kawasan konservasi, yang membedakannya dengan kegiatan
pengelolaan kawasan lainnya terutama pada adanya pembatasan-pembatasan aktivitas melalui
pendekatan alokasi ruang. Pembatasan ditujukan untuk mempertahankan daya dukung alam
(carrying capacity), kelangsungan potensi sumberdaya alam (natural capital stock) dan
keanekaragaman hayati (biodiversity). Lebih spesifik lagi dalam pengelolaan taman nasional ini
pembatasan-pembatasan atau pembagian ruang-ruang kawasan tersebut dilakukan melalui
pendekatan zonasi. Zonasi taman nasional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai pembagian wilayah pengelolaan kawasan taman nasional ke dalam unit pengelolaan,
sesuai dengan peruntukannya serta kondisi dan potensi kawasannya agar dapat diciptakan
perlakuan pengelolaan yg tepat, efektif, dan efisien. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor : P.56/Menhut-II/2006 zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang
dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan,
pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik,
perancangan, tata batas dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-
aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Adapun zona taman nasional adalah
wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakanmenurut fungsi dan kondisi ekologis,
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Awalnya kawasan ini ditetapkan sebagai Hutan Lindung (Boschreserve) pada tanggal 23
Januari 1930 melalui Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda (Gouvernement Besluit van 23
Januari 1930, No. 83). Kemudian pada tahun 1937, melalui Surat Keputusan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda tanggal 25 September 1937, No. 9, Lembaran Negara Hindia Belanda 1937, No.
544 (Besluit van Gouverneur Generaal van Nederlandsch-Indië van 25 September 1937, No. 9,
Staatsblad van Nederlandsch- Indië 1937, No. 544), areal Baluran ditunjuk sebagai Suaka
Margasatwa (wildreservaat) seluas 25.000 ha. Pada masa pemerintahan Republik Indonesia
Kawasan Baluran dideklarasikan sebagai Taman Nasional berdasarkan pengumuman Menteri
pertanian pada tanggal 6 Maret 1980 bertepatan dengan pelaksanaan kongres Taman Nasional
sedunia di Bali. Adapun surat penunjukkan kawasan sebagai taman nasional melalui SK. Menteri
Kehutanan Nomor : 279/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|I. PENDAHULUAN 1


Balai Taman Nasional Baluran

Penunjukan Zonasi Taman Nasional Baluran pertama kali dilakukan pada tahun 1987
melalui Surat Keputusan Direktur JenderalPerlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA)
nomor 51/Kpts/DJ-VI/1987. Duabelas tahun setelah itu zonasidiperbarui dengan Surat
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA) nomor 187/Kpts/DJ-
V/1999. Menurut surat keputusan tersebut kawasan TNB seluas + 25.000 ha terdiri dari : Zona
Inti + 12.000 ha, Zona Rimba + 5.637 ha, Zona Pemanfaatan Intensif + 800 ha, Zona Pemanfaatan
Khusus + 5.780 ha dan Zona Rehabilitasi + 783 ha. Kemudian pada tahun 2011 dilakukan Revisi
Zonasi yang memperbarui zonasi kawasan sebelumnya melalui Surat Keputusan Direktur
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor : SK.228/IV-SET/2012.
Menurut surat keputusan tersebut kawasan TNB seluas + 25.000 ha terdiri dari : Zona Inti
8.039,029ha, Zona Rimba 16.537,390 ha, Zona Pemanfaatan Intensif 2.156,68 ha yang mencakup
wilayah daratan (1.344,45 Ha) dan wilayah perairan (812,23 Ha), Zona Tradisional seluas
1.556,9 Ha yang terdiri dari wilayah daratan seluas 870,01 Ha dan wilayah perairan (laut) seluas
686,89 Ha, Zona Rehabilitasi 424,96 ha, dan Zona Khusus seluas 327,23 Ha.

Zona-zona tersebut telah menjadi panduan pengelolaan kawasan Taman Nasional


Baluran pada periode 4 tahun terakhir (2013-2016). Termasuk pada aspek perencanaan
menjadi bagian penting acuan tersusunnya Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Alam Taman
Nasional Baluran Tahun 2013, Rencana Pengelolaan Balai Taman Nasional Baluran (RPTN)
2014-2023, Rencana Strategis Balai Taman Nasional Baluran 2015-2019, dan Desain
Engineering tahun 2015. Seiring perkembangan dan dinamika yang ada, baik pada kawasan dan
faktor-faktor eksternal lainnya, menuntut adanya review dan evaluasi di beberapa bagian
kawasan berkaitan kesesuaian satus zona pengelolaannya dengan kondisi kawasan saat ini.

Review dan evaluasi zona pengelolaan di beberapa bagian kawasan ini sepanjang dapat
dinilai masih relevan maka akan tetap dipertahankan sebagai bagian dari strategi pengelolaan
kawasan ke depan. Adapun pada bagian-bagian dimana status zona pengelolaannya dinilai
kurang sesuai dengan kondisi saat ini atau kurang mendukung strategi pengelolaan saat ini dan
ke depan maka akan dilakukan perubahan-perubahan atau revisi sehingga dapat tetap adaptif,
berfungsi efektif dan berkelanjutan.

Beberapa hal atau kondisi tersebut, yang dinilai penting sehingga memerlukan
tindakan pengelolaan yang cukup mendasar berupa penataan kembali (revisi) zonasi yang telah
ada, yaitu berkaitan :

1. Degradasi ekosistem di beberapa bagian kawasan,


2. Upaya perlindungan populasi dan habitat satwa prioritas,
3. Penyediaan ruang kawasan guna mendukung pembangunan sarana prasarana vital atau
strategis,
Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|I. PENDAHULUAN 2
Balai Taman Nasional Baluran

4. Optimalisasi pengusahaan pariwisata alam melalui pengembangan lokasi-lokasi atau


daerah-daerah potensial.

Beberapa bentuk perubahan tutupan lahan atau tipe vegetasi, penurunan komposisi
jenis satwa, penurunan populasi beberapa jenis satwa di beberapa bagian kawasan secara
umum mengindikasikan adanya kerusakan ekosistem. Diantaranya yaitu:

1. Tutupan hutan tanaman (hutan produksi jati) di daerah Batangan – Karangtekok;


Penggunaan lahan sebagai hutan tanaman di areal ini terjadi sejak jaman Belanda,
sebelum status konservasi diterapkan pada kawasan Baluran. Tutupan vegetasi atau
ekosistem semula dari areal ini belum dapat dipastikan, tetapi diperkirakan merupakan
bentuk savana, hutan musim atau bentuk asosiasi antara keduanya. Status legal ganda
pada tata guna lahan areal ini sebagai hutan produksi yang sekaligus juga kawasan
konservasi bagian dari Taman Nasional Baluran, menyebabkan kondisi ini tidak dapat
dimaknai sebagai bentuk kerusakan dalam pengelolaannya. Yang dengan demikian
perlakuan pemulihan ekosistem pada bentuk ekosistem semula juga tidak dapat
diwacanakan.
Bentuk pengelolaan secara kolaboratif yang masih diterapkan hingga saat ini,
mempertemukan status hutan produksi pada pengelolaan Perhutani dan pada status
konservasi (zona rimba) pada pengelolaan Taman Nasional Baluran. Dimana secara
konseptual sesungguhnya jelas terbaca kedua status berkorelasi saling kontradiktif dalam
banyak hal, dan lebih lanjut sangat berpeluang saling kontraproduktif pada
pengelolaannya.
2. Perubahan fungsi lahan menjadi areal pertanian dan pemukiman di daerah Labuhan
Merak – Balanan, Translok AD di Perengan dan Gentong;
Terjadi sebelum penunjukan sebagai taman nasional, yaitu ketika masih berstatus suaka
margasatwa. Pengelolaan mencakup areal-areal ini masih pada upaya penyelesaian
permasalahan status kepemilikan lahannya. Sehingga berkaitan kerusakan ekosistem di
areal tersebut, konflik kepemilikan yang masih ada menyebabkan pemulihan ekosistem
tidak dapat diwacanakan.
3. Penurunan populasi satwa banteng di keseluruhan kawasan;
Penurunan populasi Banteng di Taman Nasional Baluran terindikasi sejak tahun 2002-an.
Dengan berbagai upaya yang ada kemudian mulai naik (meski belum cukup signifikan) di
tahun 2014. Berbagai upaya tersebut meliputi pembinaan populasi hinga pembinaan
habitat, terutama di daerah-faerah konsentrasinya.
4. Hilangnya populasi Babi Hutan (Sus spp.) di daerah Bekol – Bama;

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|I. PENDAHULUAN 3


Balai Taman Nasional Baluran

Hampir seiring dengan menurunnya populasi Banteng di Taman Nasional Baluran,


populasi Babi Hutan (Sus spp.) turut menurun hingga nyaris tidak dijumpai lagi di daerah
Bekol – Bama. Penyebab kondisi ini belum dapat dipastikan hingga saat ini. Namun
demikian mengingat komposisi jenis satw aberikut kondisi polupasi merupakan faktor
penting penunjang keseimbangan ekosistem, kondisi ini ke depan juga memerlukan
perlakuan-perlakuan pembinaan populasi dan habitatnya.
5. Invasi Acacia nilotica
Sebaran invasi Acacia niloticapada tahun 2013 diperkirakan seluas 5.592,92 Ha,
mencakup beberapa tipe ekosistem alami kawasan (savana, hutan musim, hutan
pantaiDaerah terdampak terbesar adalah savana; yaitu berubahnya secara total tutupan
savana menjadi tegakan homogen Acacia nilotica, sehingga perlu perlakuan penanganan
invasi dan pemulihan ekosistem

Penataan ruang kawasan berkaitan bagian-bagian kawasan dengan kondisi ekosistem


terdegradasi sebagaimana disebutkan diatas berupa penetapan status zona rehabilitasi pada
areal-areal tersebut guna mendukung pelaksanaan program pemulihan ekosistem. Dimana
program pemulihan ekosistem ini mengingat sangat luasnya areal yang harus ditangani
dimungkinkan tidak dapat terealisasi dengan mengandalkan sumber daya internal saja.
Sehingga pada saat harus melibatkan pihak-pihak mitra melalui kerangka kerja sama dapat
memberikan kepastian hukum yang jelas bagi kedua pihak.

Upaya perlindungan populasi dan habitat pada satwa prioritas Banteng (Bos javanicus)
telah dilakukan, secara konsep telah terepresentasikan pada zona pengelolaan sebelumnya
sehingga telah terproyeksi kebutuhan-kebutuhan perlakuan pengelolaannya pada perencanaan-
perencanaan pengelolaan hingga saat ini. Adapun berkaitan satwa prioritas Macan Tutul
(Panthera pardus), perkembangan pendataannya baru didapatkan di tahun 2015, yaitu populasi
diperkirakan 24 individu dengan confident interval antara 17 – 31 individu; dengan kondisi
distribusi yang relatif terkonsentrasi di daerah Perengan atau bagian tenggara kawasan
(Inventarisasi Macan Tutul di Taman Nasional Baluran tahun 2015).

Penataan ruang kawasan berkaitanupaya perlindungan populasi dan habitat satwa


prioritas Macan Tutul (Panthera pardus) ini berupa status zona inti atau rimba. Status
perlindungan satwa prioritas Macan Tutul (Panthera pardus) ini pada skema zona pengelolaan
ke depan mendasari pula penentuan kebutuhan-kebutuhan perlakuan pengelolaan lainnya pada
perencanaan-perencanaan pengelolaan berikutnya.

Meskipun berbagai permasalahan tersebut berkaitan keberadaan ekosistem alami dan


populasi satwa target merupakan hal penting dan prioritas, pada tataran pengelolaan kawasan
taman nasional secara umum tidak serta merta dapat mengugurkan prioritas aspek-aspek
Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|I. PENDAHULUAN 4
Balai Taman Nasional Baluran

penting lainnya, semisal pemanfaatan. Konsepsi pengelolaan kawasan taman nasional


menghendaki berjalannya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan keseluruhan sumber
daya alam kawasan secara seimbang sehingga berkelanjutan. Dimana penataan zonasi (zona
pengelolaan) menjadi salah satu representasi penataan proporsi aspek-aspek pengelolaan yang
kemudian diproyeksikan pada kawasan.

Berkaitan areal-areal pada kawasan dengan kondisi adanya sarana parasarana fisik
yang bersifat strategis dan areal-areal konflik penggunaan dan kepemilikan lahan sebagai lahan
pertanian dan/atau pemukiman sebleum status penunjukannya sebagai taman nasional, secara
umum telah terakomodasi pada zonasi pengelolaan sebelumnya sebagai zona khusus. Revisi
pada zona khusus ini diperlukan berkaitan :

1. Keberadaan areal Translok AD di Blok Gentong


Pada zona pengelolaan sebelumnya berstatus zona rehabilitasi. Perlakuan rehabilitasi
terkendala oleh masih adanya konflik penggunaan dan kepemilikan lahan. Wacana
penetapan statusnya sebagai zona khusus diorientasikan mendukung upaya penyelesaian
masalahan.
2. Rencana pembangunan jaringan SUTET baru 500 kV
Selain jalur atau jaringan SUTET (150 kV) yang sudah ada, rencana pembangunan jaringan
SUTET baru (500 kV) juga memerlukan areal berupa jalur di daerah yang sama
(sebelumnya berstatus Zona Rimba). Penataan ruang kawasan berkaitan kepentingan ini
berupa Zona Khusus.

Kemudian berkaitan optimalisasi pengelolaan kawasan pada aspek pemanfaatan,


perencanaan yang tertuang pada Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Alam Taman Nasional
Baluran Tahun 2013 dan Desain Engineering tahun 2015 dalam penyusunannya secara umum
telah diorientasikan sesuai batasan-batasan atau kriteria pada zona pengelolaan yang ada
(Zonasi Taman Nasional Baluran; Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA) Nomor : SK.228/IV-SET/2012, tanggal 26 Desember 2012). Namun
demikian tetap diupayakan untuk mencakup keseluruhan lokasi atau daerah-daerah potensial
untuk dikembangkan pengusahaan pariwisata alamya, baik yang telah diketahui sebelumnya
ataupun yang diketahui pada proses penyusunan perencanaannya. Review zonasi diharapkan
mencakup telaah kesesuaian perencanaan-perencanaan ini, sehingga kemudian sesuai dengan
batasan kriteria zona penelolaan sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Setjen/2015 dan batasan fungsi pokok kawasan sebagai
taman nasional dapat dilakukan revisi guna mendukung efektivitas pencapaiannya.

Revisi zonasi (zona pengelolaan) kawasan Taman Nasional Baluran pada kesempatan
ini, dengan demikian, secara umum diperlukan sebagai bentuk adaptasi atas segala bentuk
Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|I. PENDAHULUAN 5
Balai Taman Nasional Baluran

dinamika kondisi kawasan dan lingkungan sekitar kawasan serta perkembangan regulasi dan
kebijakan yang ada sehingga pegelolaan dapat senantiasa adaptif dan efektif.

1.2. Maksud dan Tujuan

Revisi Zonasi Taman Nasional Baluran ini dimaksudkan gunamewujudkan pembagian


zona-zona yang efektif dan efisien berdasarkan kondisi aktual demi terwujudnya pengelolaan
taman nasional yang mapan sesuai dengan visi dan misi Taman Nasional Baluran.
Secara umum tujuan pelaksanaan revisi zonasi (zona pengelolaan) Taman Nasional
Baluran ini adalah :
1. Pengumpulan data-data berkaitan kondisi dan potensi kawasan baik data primer ataupun
sekunder untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi kawasan yang merepresentasikan
kondisi saat ini.
2. Analisa kesesuaian kondisi/potensi terkini kawasan dengan kriteria zona pengelolaan
sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :
P.76/Menlhk-Setjen/2015, tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok
Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
3. Telaah evaluatif berkaitan efektifitas dan relevansi (kesesuaian) zonasi yang telah
ditetapkan sebelumnya dengan kondisi dan potensi kawasan saat ini serta kriteria zona
pengelolaan sebagaimana ketentuan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Stjen/2015.
4. Penentuan tujuan umum dan tujuan khusus pengelolaan berkaitan perkembangan kondisi
kawasan, regulasi dan kebijakan yang ada (Rencana Strategis Direktorat Jenderal
Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem Tahun 2015-2019,Rencana Pengelolaan
(RPTN) Balai Taman Nasional Baluran 2014-2023, Rencana Strategis (Renstra) Balai
Taman Nasional Baluran 2015-2019, Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Alam Taman
Nasional Baluran Tahun 2013, Desain Engineering tahun 2015).
5. Penataan kembali ruang kawasan (revisi zonasi) dalam bentuk zona-zona pengelolaan
taman nasional, berdasarkan hasil review zona pengelolaan sebelumnya, kondisi dan
potensi kawasan saat ini, tujuan-tujuan khusus pengelolaan yang belum tercakup dalam
zona pengelolaan sebelumnya dan kriteria zona pengelolaan sebagaimana ketentuan pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Stjen/2015.
6. Proyeksi penataan ruang kawasan ke dalam zona-zona pengelolaan sehingga
menghasilkan peta zona pengelolaan Taman Nasional Baluran tahun 2016.
7. Penyusunan Buku Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran tahun 2016.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|I. PENDAHULUAN 6


Balai Taman Nasional Baluran

Adapun tujuan-tujuan khusus pengelolaan yang belum tercakup dalam zona


pengelolaan sebelumnya, yaitu :
1. Kebutuhan perlakuan pemulihan ekosistem pada areal-areal ekosistem terdegradasi di
beberapa bagian kawasan;
2. Upaya perlindungan populasi dan habitat satwa prioritas Macan Tutul (Panthera pardus).
3. Penyediaan ruang kawasan guna mendukung pembangunan sarana prasarana vital atau
strategis dan upaya penyelesaian areal konflik penggunaan atau kepemilikan lahan.
4. Optimalisasi pengusahaan pariwisata alam melalui pengembangan lokasi-lokasi atau
daerah-daerah potensial guna mendukung dan menguatkan perencanaan pengelolaan
pariwisata alam yang telah ada.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|I. PENDAHULUAN 7


Balai Taman Nasional Baluran

II. DESKRIPSI KAWASAN

2.1.Lokasi

Kawasan Taman Nasional Baluran secara administratif terletak di Kecamatan


Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. Kawasan ini di sebelah Utara
berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Timur berbatasan dengan selat Bali, sebelah Selatan
berbatasan dengan Sungai Bajulmati, Desa Wonorejo dan sebelah Barat berbatasan dengan
Sungai Klokoran, Desa Sumberwaru. Pada peta bumi, letak geografis kawasan berada di
7°29`10”-7°55`55” LS dan 114°29`10”-114°39`10” BT.

2.2. Sejarah dan Status Kawasan

Eksistensi kawasan Baluran dalam kesejarahannya diawali pada taun 1920 dengan
usulan pencadangan hutan Bitakol seluas ± 1.553 Ha untuk ditetapkan sebagai areal hutan
produksi tanaman jati (jatibosch) (Wind dan Amir, 1977).

Upaya konservasi kawasan Baluran telah dilakukan sejak lama pada masa
pemerintahan Hindia Belanda. Rintisan penunjukannya menjadi suaka margasatwa telah
dilakukan oleh Kebun Raya Bogor sejak tahun 1928. Rintisan tersebut didasarkan pada usulan
A.H. Loedeboer (pemegang konsesi lahan perkebunan pada sebagian kawasan Baluran di daerah
Labuhan Merak dan Gunung Mesigit pada saat itu).

Pada tanggal 23 Januari 1930 diterbitkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda
No. 83 (Gouvernement Besluit van 23 Januari 1930, No. 83) Baluran ditetapkan sebagai Hutan
Lindung (Boschreserve).

Pada tanggal 8 Juni 1937, diproses areal-areal yang dimasukkan dalam HutanLindung
Baluran meliputi :
- Tanah Negara (darat)- Timur Laut dari Semburannya seluas + 219,8 Ha
- Tanah konsesi- gunung Masigit seluas + 227 Ha
- Tanah Negara (Rama)- Rama Masigit seluas + 107,5 Ha
- Hutan Produksi Jati Bitakol seluas + 3.164 ha
- Hutan Lindung Jati seluas + 1.523 ha.

Baru kemudian pada tanggal 25 September 1937, Pemerintah Hindia Belanda


menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 9, Lembaran Negara

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 8


Balai Taman Nasional Baluran

Hindia Belanda 1937, No. 544 (Besluit van Gouverneur Generaal van Nederlandsch-Indië van 25
September 1937, No. 9, Staatsblad van Nederlandsch- Indië 1937, No. 544), areal Baluran ditunjuk
sebagai Suaka Margasatwa (wildreservaat) seluas ±25.000 ha.

Tanggal 24 Juni 1940 (Suppletio Proses Verbaal Grensregeling) memasukandaerah-


daerah kedalam Suaka Margasatwa meliputi :
- Kawasan C.O Bajulmati I dan II seluas ± 731.22 Ha (kultuuronderneming)
- Kawasan Tanah Negara, daerah Parengan seluas 202 Ha.
- Kawasan sebelah Barat C.O Bajulmati III seluas 168,33 ha.

Pada penunjukan kawasan Baluran sebagai wild resevaat (game reserve) pada tahun
1937, areal hutan produksi jati Bitakol dimasukkan juga sebagai bagian kawasan dimaksud
seluas total ±25.000 Ha. Namun demikian penebangan dan penanaman jati terus dilakukan
dalam skala kecil. Pada tahun 1949 jawatan kehutanan Banyuwangi membuat rencana
pengelolaan hutan untuk hutan Bitakol, diperluas hingga daerah lain di sepanjang jalan provinsi
meliputi total areal seluas 4.739 Ha.Areal ini tidak pernah dikeluarkan dari kawasan suaka oleh
pemerintah, dan meski disahkan oleh jawatan kehutanan di Jawa sebagai areal pemanfaatan
jangka pendek mulai tahun 1955 sampai 1964, kegiatan eksploitasi terus meningkat. Area hutan
seluas sekitar 1.000 Ha ditebang habis dan ditanami kembali dengan jati mulai tahun 1955
sampai 1965 dan selanjutnya pada areal seluas sekitar 2.000 Ha mulai tahun 1966 sampai 1976.
Kampung-kampung masyarakat juga dibuat di areal ini (masih dalam kawasan suaka) pada
periode tersebut untuk menyediakan tenaga kerja dalam pengelolaan areal hutan yaitu di blok
Panggang dan Sidorejo (Wind dan Amir, 1977).

Kemudian berkaitan lahan konsesi (HGU) di Labuhan Merak pada tanggal 11 Mei
1962melalui Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No.SR/II.P.A/1962, disebutkan tanah
konsesi Labuhan Merak seluas 293,6 ha dimasukkan kedalam Suaka Margasatwa Baluran.

Pada prakteknya kemudian dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan yang masih


berstatus Suaka Margasatwa, pada tahun 1975 Menteri Dalam Negeri melalui Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor : SK.16/HGU/DA/1975 memberikan izin usaha kepada PT.
Gunung Gumitir atas tanah Labuhan Merak dan Gunung Mesigit seluas 363 Ha selama 25 tahun.
Kemudian Menteri Pertanian dengan surat nomor: 544/Mentan/VII/1975 memberi tanggapan
terhadap surat keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut, bahwa areal dimaksud telah
ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa Baluran sejak tahun 1962. Melalui surat Menteri
Dalam Negeri nomor : BtU.10/343/10-77 tanggal 18 Oktober 1977, memberi petunjuk kepada
Direktur Utama PT Gunung Gumitir untuk mengembalikan tanah konsesi tersebut kepada Suaka
Margasatwa Baluran setelah HGU berlangsung selama 10 tahun, yaitu pada Tahun 1985.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 9


Balai Taman Nasional Baluran

Pada tanggal 6 Maret 1980 bertepatan dengan pelaksanaan kongres Taman Nasional
sedunia di Bali, Kawasan Baluran termasuk menjadi salah satu dari 5 (lima) kawasan yang
dideklarasikan sebagai taman nasional oleh Menteri Pertanian seluas ± 25.000 Ha. Yang
kemudian penunjukan secara resmi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
279/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 seluas ± 25.000 Ha.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 279/Kpts-VI/1997 ini secara resmi merubah


status kawasan Baluran yang semula Suaka Margasatwa menjadi Taman Nasional. Dimana pada
amar pertama keputusan tersebut, ditetapkan perubahan fungsi Suaka Margasatwa Baluran
seluas 23.317 Ha dan perairan sekitarnya seluas 1.287 Ha yang terletak di Kabupaten Dati II
Situbondo, Propinsi Dati I Jawa Timur menjadi Taman Nasional Baluran dengan luas 25.000 Ha.
Dimana di dalamnya termasuk bagian hutan Bitakol seluas 5.612,3 Ha.

Pada perkembangannya kemudian, pada tahun 1999 melalui Keputusan Menteri


Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 417/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 Menteri Kehutanan
dan Perkebunan menunjuk kembali kawasan hutan di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Timur seluas 1.357.206,30 (satu juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu dua ratus enam, tiga puluh
perseratus) Ha. Dan lebih lanjut dalam rangka pengelolaannya, berdasarkan Surat Keputusan
Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA)Nomor : 187/Kpts./DJ-V/1999
tanggal 13 Desember 1999, penataan zona pengelolaan pada kawasan seluas ± 25.000 Ha
tersebut dibagi terdiri dari Zona Inti seluas ±12.000 Ha, Zona Rimba seluas ±5.537 Ha (perairan
= 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), Zona Pemanfaatan Intensif seluas ± 800 Ha, Zona
Pemanfaatan Khusus seluas ± 5.780 Ha, dan Zona Rehabilitasi ±783 Ha.

Pada tanggal 21 Juli 2011, diterbitkan lagi Keputusan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor : SK.395/Menhut-II/2011 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor 417/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di
Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur seluas 1.357.206,30 Ha. Perubahan tersebut
mencakup perubahan luas kawasan hutan dan konservasi perairan di wilayah Provinsi Jawa
Timur menjadi seluas ± 1.361.146 (satu juta tiga ratus enam puluh satu ribu seratus empat
puluh enam) hektar. Dimana kawasan Taman Nasional Baluran termasuk sebagai bagian di
dalam Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA) seluas 230.126 Ha (4,8 %)
untuk wilayah daratan daratan dan 3.506 Ha (0,07 %) wilayah perairan.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 10


Balai Taman Nasional Baluran

2.3. Kondisi dan Potensi Kawasan

2.3.1. Fisik Kawasan

A. Aksesibilitas

Secara umum aksesibilitas yang dapat menghubungkan kawasan Taman Nasional Baluran
dengan daerah lainnya cukup banyak dan relatif mudah. Akses darat relatif mudah karena
adanya jalur jalan raya propinsi (Jalur Pantura) yang melewati atau memotong kawasan bagian
selatan. Bandara udara terdekat adalah BandarUdara Blimbingsari di Banyuwangi, Bandar
Udara Ngurah Rai di Denpasar dan Bandar Udara Juanda di Surabaya. Adapun jalur laut selain
melalui Dermaga atau Pelabuhan Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, akses langsung menuju
kawasan seperti Pantai Bama atau Pantai Perengan juga memungkinkan dilakukan dengan
kapal-kapal berukuran kecil atau perahu.

Berikut gambaran aksesibilitas di Taman Nasional Baluran :

No Rute Jarak (km) Jenis Kondisi Waktu (menit)

1. Batangan - Bekol 12 Aspal Rusak 30


2. Bekol – Bama 3 Aspal Rusak 10
3. Bekol – Kramat 1 Jalan Berbatu Rusak 20
4. Kramat – Talpat 3 Jalan Berbatu Rusak 40
5. Bama – Kelor – Kalitopo 3 Jalan Trail Rusak 40
6. Sumberanyar – Lab. Merak 12 Jalan Berbatu Rusak 60
7. Batangan – Karangtekok 23 Hotmix Baik 35
8. Surabaya – Batangan 255 Hotmix Baik 300
9. Situbondo – Batangan 60 Hotmix Baik 60
10. Banyuwangi – Batangan 35 Hotmix Baik 40
11. Denpasar – Gilimanuk 125 Aspal Baik 180
12. Gilimanuk – Ketapang 7 Laut - 45
13. Ketapang – Batangan 27 Hotmix Baik 30

B.Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson kawasan TN Baluran beriklim kering tipe F
dengan temperatur berkisar antara 27,2ºC-30,9º C, kelembaban udara 77 %, kecepatan angin 7
nots dan arah angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara yang kuat. Musim hujan pada
bulan November-April, sedangkan musim kemarau pada bulan April-Oktober dengan curah

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 11


Balai Taman Nasional Baluran

hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari. Namun secara faktual, perkiraan tersebut sering
berubah sesuai dengan kondisi global yang mempengaruhi.

C.Tanah dan Geologi

Secara geologi TN Baluran memiliki dua jenis golongan tanah, yaitu tanah pegunungan
yang terdiri dari jenis tanah aluvial dan tanah vulkanik, serta tanah dasar laut yang terbatas
hanya pada dataran pasir sepanjang pantai daerah-daerah hutan mangrove. Tanah vulkanik
berasal dari pelapukan basalt, debu vulkanik, batuan vulkanik intermedia yang berbentuk suatu
urutan bertingkat dari kondisi tanah yang berbatu-batu di lereng gunung yang tinggi dan curam
sampai tanah aluvial yang dalam di dataran rendah. Keadaan tanahnya terdiri dari jenis yang
kaya akan mineral tetapi miskin akan bahan-bahan organik, dan mempunyai kesuburan kimia
yang tinggi tetapi kondisi fisiknya kurang baik karena sebagian besar berpori-pori dan tidak
dapat menyimpan air dengan baik.

Tanah yang berwarna hitam yang meliputi luas kira-kira setengah dari luas daratan
rendah, ditumbuhi rumput savana. Daerah ini merupakan daerah yang sangat subur, serta
membantu keanekaragaman kekayaan makanan bagi jenis satwa pemakan rumput. Tanah-tanah
ini lebih mudah longsor dan sangat berlumpur pada musim penghujan. Sebaliknya pada saat
musim kemarau keadaan permukaannya menjadi pecah-pecah dengan patahan sampai
mencapai kedalaman 80 cm. Keadaan jenis tanah ini sangat menyulitkan untuk kontruksi jalan,
karena selalu terjadi pemuaian dan penyusutan sesuai dengan musim.

D.Hidrologi Perairan Sungai

Taman Nasional Baluran mempunyai tata air radial, terdapat sungai-sungai besar
termasuk sungai Kacip yang mengalir dari kawah menuju Pantai Labuhan Merak, Sungai
Klokoran dan Sungai Bajulmati yang menjadi batas TN Baluran di bagian Barat dan Selatan.
Banyak dasar sungai yang berisi air selama musim penghujan yang pendek, akan tetapi banyak
air yang meresap melalui abu vulkanik yang berpori-pori sampai mencapai lapisan lava yang
keras di bawah tanah dan keluar lagi pada permukaan tanah sebagai mata air -mata air pada
sumber air di daerah pantai (Popongan, Kelor, Bama, Mesigit, Bilik, Gatal, Semiang dan Kepuh),
daerah kaki bukit (sumber air Talpat), pada daerah ujung pantai (teluk Air Tawar) dan air laut
(dekat Tanjung Sedano). Pada musim hujan, tanah hitam sedikit sekali dapat meloloskan air
sehingga air mengalir di permukaan tanah, membentuk banyak kubangan (terutama di sebelah
selatan daerah yang menghubungkan Talpat dengan Bama). Pada musim kemarau air tanah di
permukaan tanah menjadi sangat terbatas dan persediaan air pada beberapa mata air tersebut
menjadi berkurang.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 12


Balai Taman Nasional Baluran

2.3.2. Ekosistem

Kawasan Taman Nasional Baluran merupakan kawasan yang memiliki keterwakilan


beberapa ekosistem alami di Pulau Jawa yang secara spesifik merupakan representasi daerah
beriklim kering di dataran rendah Pulau Jawa. Sehingga beberapa diantaranya juga bersifat khas
dan bernilai tinggi baik secara ekologis, aspek estetika hingga potensi pemanfaatannya secara
ekonomi. Dan di sisi lain karena bentang habitat kawasannya yang meliputi wilayah perairan,
pantai, dataran rendah hingga gunung berketinggian 1.250 m dpl. di tengah-tengah kawasan
juga menjadi faktor terbentuknya tipe-tipe ekosistem yang relatif lengkap atau beragam.
Berbagai tipe habitat, vegetasi dan ekosistem tersebut yaitu :

A. Ekosistem Perairan

a. Terumbu karang

Spot-spot lokasi dengan tutupan ekosistem terumbu karang cukup banyak dan tersebar
di sepanjang wilayah perairan pantai Baluran yang panjangnya ± 40 km. Yaitu di
daerah perairan Blok Gatel – Kajar - Air Tawar, Bilik - Sijile, sepanjang perairan pantai
Air Karang – Sirontoh (Air Karang, Demang, Lempuyang, Sirondo, Kakapa, Simacan,
Balanan, Batu Hitam, Kajang, Cemara, Kalitopo, Bama, Kelor, Batu Sampan, Popongan,
Sigedung dan Sirontoh). Spot di daerah Bama, Bilik dan Sijile merupakan spot dengan
kondisi terbaik dibanding spot-spot lainnya dan telah cukup dikenal dalam pengelolaan
wisata alam di baluran.

b. Padang lamun

Spot-spot lokasi dengan tutupan ekosistem padang lamun juga banyak tersebar di
sepanjang wilayah perairan pantai Baluran yang panjangnya ± 40 km. Yaitu di daerah
perairan Blok Gatel – Kajar - Air Tawar, Bilik - Sijile, Air Karang, Demang, Lempuyang,
Sirondo, Kakapa, Simacan, Balanan, Batu Hitam, Kajang, Kalitopo, Bama, Kelor, Batu
Sampan, Popongan, Sigedung dan Sirontoh. Tutupan padang lamun di daerah Bama
paling luas karena merupakan satu hamparan yang meliputi daerah pantai di Blok
Kajang – Kalitopo Bama – Kelor – Batu Sampan – Popongan – Sigedung hingga Sirontoh.

B. Ekosistem Pantai

a. Formasi Pes-caprae

Tipe vegetasi di daerah pantai berpasir, baik pantai berpasir putih ataupun hitam, yang
umumnya didominasi oleh jenis Tang Katang (Ipomoea Pes-caprae) dan Tikusan
(Spinifex littoreus). Terdapat di beberapa daerah pantai yaitu Pantai di Blok Gatel-Kajar,
Bilik-Sijile, Kakapa dan Perengan. Beberapa jenis asing dan jenis invasif juga dijumpai

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 13


Balai Taman Nasional Baluran

tumbuh di beberapa lokasi yaitu jenis Salsola kali dan Tribulus terrestris di daerah
Pantai Bilik, Kakapa dan Batu Sampan.

b. Hutan mangrove

Tipe hutan alami di daerah pantai yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
baik di bawah garis pantai hingga wilayah sempadan pantai ke arah darat. Kawasan
Baluran yang lebih dari separuh batas kawasannya merupakan batas pantai (lebih dari
40 km), hutan mangrove ini umumnya tumbuh membentuk green belt (sabuk hijau) di
sepanjang pantai. Hutan pantai di daerah Blok Batu Sampan merupakan yang paling
tebal (hingga lebih dari 750 m ke arah darat) karena tumbuh di daerah tanjung
(Tanjung Batu Sampan). Hutan mangrove yang ada di daerah Perengan secara umum
juga membentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tidak terlalu tebal, tetapi di
daerah ini beberapa jenis mangrove sejati (Sonneratia caseolaris, Excoecaria agallocha)
dapat dijumpai tumbuh hingga jauh ke darat (hingga lebih dari 2 km dari pantai)
berasosiasi dengan vegetasi rawa atau formasi Barringtonia di daerah Blok Rowo
Jambe-Putatan.

Rekapitulasi hasil inventarisasi mangrove mulai tahun 2005 hingga tahun 2012 yang
meliputi keseluruhan areal tutupan hutan mangrove di Taman Nasional Baluran (hutan
mangrove di Resort Bama, Watunumpuk-Labuhan Merak, Perengan dan Balanan)
didapat luas hutan mangrove di seluruh kawasan ± 411,76 Ha dengan keragaman
sebanyak 26 jenis mangrove sejati yang tersebar di sepanjang pantai Baluran.

No Jenis No Jenis
1. Acanthus ilicifolius 14. Heritiera littoralis
2. Acrostichum aureum 15. Lumnitzera racemosa
3. Aegiceras courniculatum 16. Nypa fruticans
4. Aegiceras floridum 17. Osbornia octodonta
5. Avicennia alba 18. Pemphis accidula
6. Avicennia lannata 19. Rhizophora apiculata
7. Avicennia marina 20. Rhizophora mucronata
8. Bruguiera cylindrica 21. Rhizophora stylosa
9. Bruguiera gymnorrhyza 22. Sonneratia alba
10. Bruguiera sexangula 23. Sonneratia caseolaris
11. Ceriops decandra 24. Xylocarpus granatum
12. Ceriops tagal 25. Xylocarpus molluccensis
13. Excoecaria agallocha 26. Xylocarpus rumphii

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 14


Balai Taman Nasional Baluran

Hingga saat ini belum dapat dilakukan monitoring dengan pendekatan yang tepat
namun keseluruhan luas areal hutan mangrove yang ada secara indikatif dapat
dikatakan cukup dinamik. Selain tutupan hutan mangrove yang rusak di masa lau oleh
adanya aktivitas pemanfaatan lahan di daerah eks HGU Labuhan Merak hingga Air
Karang, di beberapa lokasi seperti di pantai Blok Bilik-Sijile dan Kakapa tegakan muda
dijumpai juga dijumpai terbentuk ke arah laut. Di beberapa areal hutan mangrove yang
menjorok ke daerah daratan juga dijumpai adanya saltflats (hamparan garam) yang
terbentuk seperti di daerah Blok Alas Malang, Air Tawar-Bilik, Sumber Batu, Sigedung,
Sisrontoh dan Uyahan.

c. Hutan pantai – hutan rawa pantai (formasi Barringtonia)

Secara umum tutupan ini merujuk pada tipe vegetasi di daerah pantai di luar hutan
mangrove hingga daerah yang berbatasan (peralihan) dengan vegetasi darat. Karena
secara fisik habitat yang ada merupakan pertemuan dua faktor lingkungan (laut dan
darat) dan umumnya memiliki kelembaban tinggi, daerah ini umumnya memiliki
keragaman jenis vegetasi tinggi karena terdiri dari tetumbuhan darat dan tetumbuhan
pantai yang umum dikenal sebagai mangrove associate (mangrove ikutan). Hutan
pantai di daerah Blok Gatel, Demang dan Perengen-Rowo Jambe merupakan daerah
yang merupakan kantong keragaman di kawasan Baluran sehingga merupakan daerah
penting secara ekologis.

C. Dataran Rendah

a. Savana

Merupakan tipe vegetasi dengan tutupan dominan rerumputan baik secara homogen
atau asosiasi vegetasi (perdu, pepohonan atau hutan musim), secara umum sangat
dipengaruhi oleh iklim dan sebagian besar merupakan bentuk klimaks api (karena
adanya kebakaran secara reguler). Dimungkinkan merupakan proporsi tutupan terluas
dari keseluruhan tutupan vegetasi pada kawasan Baluran. Wind dan Amir (1977)
memperkirakan luasnya sekitar 10.000 Ha.

Secara umum merupakan tipe vegetasi (tipe ekosistem) yang khas dan spesifik,
terutama di Pulau Jawa. Sehingga memiliki nilai penting yang tinggi dalam pengelolaan
kawasan Baluran baik secara ekologis ataupun secara ekonomis berkaitan potensi
pemanfaatannya dalam pengelolaan pariwisata alam.

Dari komposisi vegetasinya dapat dibedakan menjadi beberapa sub-tipe :


- Sub-tipe grass savanna

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 15


Balai Taman Nasional Baluran

Daerah dengan tutupan homogen rerumputan. Terdapat di daerah puncak gunung


dan Blok Palongan.
- Sub-tipe shrub savanna
Daerah dengan tutupan dominan rerumputan berasosiasi dengan jenis-jenis
vegetasi perdu. Terdapat di daerah Blok Maronggean.
- Sub-tipe trees savanna
Daerah dengan tutupan dominan rerumputan berasosiasi dengan tutupan jarang
pepohonan. Umumnya membentuk hamparan yang luas di dataran rendah hingga
lereng gunung dan merupakan proporsi terluas dari keseluruhan savana yang ada di
Taman Nasional Baluran.
- Sub-tipe woodland savanna
Daerah dengan tutupan dominan rerumputan berasosiasi dengan hutan terbuka
(woodland). Terutama tersebar di daerah peralihan dengan hutan musim atau
membentuk spot-spot kecil-luas tersebar di daerah-daerah bertutupan hutan musim
yang terbuka (berkepadatan pohon rendah).

Namun saat ini karena adanya invasi jenis asing Acacia nilotica, sebagian besar areal
tutupan savana telah terinvasi dan sebagiannya lagi telah mengalami kerusakan akibat
invasi dimana tingkat terparah dari dampak invasi ini adalah berubahnya tipe vegetasi
yang semula savana (tutupan dominan-homogen rerumputan) menjadi tegakan
homogen Acacia nilotica. Hasil pemetaan dan pengukuran sebaran invasi Acacia
nilotica pada kawasan Baluran tahun 2013 diperkirakan luas total areal terinvasi seluas
± 5.592,68 Ha meliputi tipe habitat/vegetasi savana, hutan musim dataran rendah,
semak belukar, hutan tanaman (jati), areal sekitar perkebunan kapuk randu PT.
Baluran Indah dan areal pertanian dan pemukiman masyarakat eks HGU di Labuhan
Merak-Balanan. Sebagian besar invasi Acacia niloticaterdapat di savana.

b. Hutan musim

Tipe vegetasi atau hutan yang secara umum sangat dipengaruhi oleh iklim (karena
adanya periode musim yang menyebabkan perbedaan kelembaban dan kekeringan
sangat signifikan, yaitu musim kemarau dan musim hujan). Dapat dibedakan menjadi
dua :
- Hutan musim di dataran rendah.
Secara umum membentuk hamparan yang luas di dataran rendah. Didominasi oleh
jenis-jenis vegetasi semusim (herba) dan vegetasi (perdu dan pepohonan) gugur
yang merepresentasikan respon adaptasi pada kondisi kekeringan yang panjang
dengan musim hujan yang pendek dalam setahun. Vegetasi yang ada di dominasi

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 16


Balai Taman Nasional Baluran

oleh jenis walikukun (Schouthenia ovata), talok (Grewia spp.), asem (Tamarindus
indica), mimbo (Azadirachta indica), pilang (Acacia leucophloea), klampis (Acacia
tomentosa), laban (Vitex pubescens), kepuh (Sterculia foetida) dan lain-lain.
- Hutan musim di dataran tinggi hingga pegunungan
Hutan musim yang ada di daerah dataran tinggi hingga pegunungan. Memiliki
penampakan dan komposisi vegetasi yang signifikan berbeda dengan yang ada di
dataran rendah karena adanya kondisi edafik dan iklim (yang berbeda). Vegetasi
yang ada secara umum sebagian terdiri dari vegetasi gugur yang umum tumbuh di
daerah kering dataran rendah dan vegetasi evergreen (hijau sepanjang tahun)
seperti serut (Streblus asper), Ficus spp., Pterospermum spp., kawang (Palaquium
amboinense), trenggulun (Protium javanicum), kemiri (Aleurites molluccana) dan
lain-lain. Dapat dijumpai tumbuh di daerah punggung gunung Baluran bagian
selatan hingga barat laut dan dasar kawah.

c. Curah

Merupakan sungai tadah hujan yang terdistribusi secara radial hampir merata ke
seluruh bagian kawasan karena tempat tertinggi sebagai daerah tangkapan hujan
(gunung) ada di tengah-tengah kawasan. Hanya mengalirkan air pada saat hujan dan
beberapa saat sesudahnya karena segera meresap ke dalam tanah. Meski demikian
tetap saja daerah ini memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibanding dataran rendah
umumnya, sehingga memungkinkan bagi tumbuhnya lebih banyak keragaman vegetasi.
Sehingga secara umum tutupan vegetasi di areal ini merupakan alur-alur hijau hampir
sepanjang tahun. Berfungsi strategis secara ekologis baik sebagai bagian dari habitat
satwa atau sebagai sekat-sekat alami pada saat terjadinya kebakaran pada savana.

d. Sungai

Hanya terdapat di beberapa daerah saja yaitu di daerah gunung (dasar kawah) dan di
pinggir kawasan (Sungai Bajulmati, Sungai Klokoran). Karena ketersediaan air dan
kondisi kelembaban yang tinggi sepanjang tahun menyebabkan daerah ini menjadi
habitat yang kondusif bagi banyak jenis tumbuhan, selain perannya secara ekologis
sebagai penyedia air permanen bagi kelangsungan hidup satwa liar.

e. Telaga

Di daerah kering dataran rendah ekosistem telaga ini pada kawasan tidak cukup
banyak, sehingga hampir merupakan kondisi fenomenal yang khas di tengah-tengah
kondisi kawasan yang umumnya kering. Diantaranya yaitu telaga yang ada di Blok
Telogo dan Dung Biru. Di daerah Telogo jenis Nymphaea nouchali dijumpai tumbuh di

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 17


Balai Taman Nasional Baluran

perairannya. Dan di daerah Dung Biru tumbuhan air Hydrilla verticillata dijumpai
tumbuh di perairannya. Secara umum tempat-tempat ini berfungsi ekologis sangat
strategis terutama bagi kelangsungan hidup satwa liar karena ketersediaan airnya
sepanjang tahun sebagai bagian dari komponen habitat.

f. Rawa dan kubangan-kubangan alami.

Bentukan rawa dan kubangan-kubangan lami ini dpada kawasan Baluran umumnya
terdapat di daerah sepanjang pantai hingga peralihannya dengan dataran rendah. Tipe
vegetasi yang terbentuk umumnya juga spesifik karena ketersediaan air yang cukup
lama di sepanjang tahun atau bahkan beberapa berair sepanjang tahun. Seperti di
daerah Puyangan dan Semiang genangan air yang cukup lama membentuk tutupan
savana dengan komposisi vegetasi (terutama rerumputan) berbeda dengan savana
umumnya di Baluran.

Adapun kubangan-kubangan alami secara fisik merupakan kantong-kantong kecil


terkumpulnya air tawar (dari adanya sumber air) hingga air payau (sumber air dari
tanah yang terpengaruh oleh intrusi atau pasang surut air laut).

Kondisi-kondisi tersebut selain merupakan habitat kondusif bagi tumbuhnya beragam


tetumbuhan evergreen juga merupakan penyedia air minum dan berkubang satwa liar
sehingga bernilai sangat strategis. Dapat dikatakan keseluruhan jenis satwa liar yang
ada di kawasan Baluran memanfaatankan sumber-sumber air ini.

D. Gunung

Selain hutan musim evergreen yang tumbuh di punggung gunung bagian selatan-barat laut
dan dasar kawah, bagian gunung lainnya pada punggung gunung sebelah utara hingga
tenggara secara umum beriklim kering sehingga bertipe vegetasi gugur tetapi berbeda
dengan tipe vegetasi kering/gugur di daerah kering dataran rendah. Demikian juga pada
bagian dinding kawah yang sangat curam dan berbatu juga didominasi oleh vegetasi
kering yang memiliki komposisi spesifik.

Daerah-daerah ini dapat dinilai kurang dalam pemantauannya berkaitan dengan


komposisi biotanya (baik flora ataupun faunanya), dimana hal ini terutama disebabkan
oleh sulitnya aksesibilitas dan kondisi medan yang berat.

Daerah ini juga merupakan daerah yang secara umum terbebas dari aktivitas manusia.
Namun demikian karena tipe vegetasinya yang kering, kebakaran tahunan yang lazim
terjadi di daerah kering dataran rendah kawasan (terutama yang berasal dari savana dan
hutan musim) berpotensi besar menyebar hingga daerah-daerah ini.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 18


Balai Taman Nasional Baluran

2.3.3. Flora

Pada tahun 1977, Wind dan Amir (1977) mengemukakan keragaman jenis yang ada di
kawasan Baluran yang dikatakan sebagai list jenis flora permulaan (preliminary list of flora of
Baluran) sebanyak 444 jenis, dimana 25 jenis diantaranya merupakan jenis asing.

Upaya inventarisasi tumbuhan terus dilakukan, dan hingga saat ini telah tercatat
keragaman tumbuhan yang ada di kawasan Taman Nasional Baluran 511 jenis. Tetumbuhan
tersebut tumbuh tersebar mulai daerah perairan pantai (padang lamun), pantai, dataran rendah
hingga gunung. Dari jenis-jenis tumbuhan tersebut, 26 jenis diantaranya merupakan jenis
mangrove sejati, 267 jenis diantaranya merupakan jenis tanaman obat (berkhasiat obat) dan 63
jenis diantaranya tercatat dan teridentifikasi sebagai jenis tumbuhan asing.

Dari jenis-jenis tumbuhan asing yang ada di kawasan Taman Nasional Baluran tersebut,
sebagian diantaranya merupakan jenis invasif (jenis asing invasif). Acacia nilotica salah satu
diantaranya yang saat ini telah menginvasi kawasan dan menimbulkan dampak paling besar
dibanding jenis-jenis asing invasif lainnya.

Hasil kegiatan pemetaan sebaran invasi Acacia nilotica pada kawasan Taman Nasional
Baluran tahun 2013 (dengan pendekatan interpretasi citra satelit dan ground check),
diperkirakan luas sebaran invasi Acacia nilotica seluas ± 5.592,68 Ha. Daerah sebaran meliputi
tipe vegetasi savanna, hutan musim dataran rendah, semak belukar, hutan tanaman (hutan
produksi) di Blok Bitakol, areal sekitar perkebunan kapuk randu PT. Baluran Indah dan areal
pertanian dan pemukiman masyarakat eks pekerja HGU PT. Gunung Gumitir. Tingkat kepadatan
invasi bervariasi, dikelompokkan pada kepadatan rendah (low density) < 500 btg/Ha, kepadatan
sedang (medium density) 500 – 1.000 btg/Ha, hingga kepadatan tinggi (high density) > 1.000
btg/Ha.

Di beberapa lokasi dijumpai adanya kerapatan yang sangat tinggi. Di Derbus kerapatan
mencapai 3.478 btg/Ha, hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya perlakuan pemberantasan
yang kemudian tumbuh dan terinvasi kembali. Di daerah Watunumpuk, Lemahbang dan Alas
Malang kerapatan dapat mencapai 4.364-5.900 btg/Ha, hal ini karena adanya aktivitas
pemotongan (diantaranya perencekan) harian sehingga individu yang ada berupa trubusan
dengan batang cukup banyak membentuk rumpun serupa perdu.

Dampak terbesar dari invasi Acacia niloticapada kawasan Taman Nasional Baluran ini
terutama pada habitat savana, dimana dampak terparah yang ditimbulkan mengakibatkan
kerusakan ekosistem atau vegetasi hingga berubahnya secara total tipe vegetasi yang ada. Yaitu
tipe vegetasi yang semula savana berubah totalmenjadi tegakan homogen Acacia nilotica.
Sehingga penanganan invasi pada tingkatan dampak seperti terebut diatas, tidak cukup hanya

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 19


Balai Taman Nasional Baluran

dengan perlakuan pengendalian saja tetapi juga harus diikuti dengan perlakuan pemulihan
ekosistem untuk mengembalikan tutupan semula yaitu tipe vegetasi savana.

Peta daerah sebaran invasi Acacia nilotica pada kawasan Taman Nasional Baluran (tahun 2013).

2.3.4. Fauna

Secara umum keragaman keseluruhan fauna yang ada di kawasan Baluran belum di
dapatkan (terutama insekta, mollusca, reptil dan lain-lain). Dari Wind dan Amir (1977)
didapatkan angka keragaman jenis mamalia 26 jenis, diantaranya yaitu Banteng (Bos javanicus
javanicus), Kerbau Liar (Bubalus bubalis), Ajag (Cuon alpinus javanicus), Kijang (Muntiacus
muntjak muntjak), Rusa (Cervus timorensis russa), Macan Tutul (Panthera pardus melas), Kancil
(Tragulus javanicus pelandoc), dan Kucing Bakau (Prionailurus viverrinus). Keseluruhan jenis
tersebut masih memerlukan monitoring untuk kepastian keberadaannya saat ini di kawasan
Baluran. Seperti jenis kucing bakau (Prionailurus viverrinus) sangat langka baik secara global
atau secara spesifik di kawasan Taman Nasional Baluran, hingga saat ini belum ada laporan yang
dapat menjadi justifikasi atau bukti keberadaannya.

Upaya review keragaman jenis fauna di kawasan Taman Nasional Baluran terus
dilakukan hingga saat ini. Keragaman jenis satwa mamalia diketahui terdapat 28 jenis. Jenis

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 20


Balai Taman Nasional Baluran

kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera) 158 jenis. Jenis burung 234 jenis. Ikan-ikan karang 358
jenis.

Adapun jenis burung dari hasil inventarisasi didapatkan 196 spesies, dari 58 family, 17
ordo. Beberapa diantaranya merupakan jenis dilindungi seperti Elang Jawa (Spizaetus bartlesi),
Merak Hijau (Pavo muticus), Rangkong Badak (Buceros rhinoceros), Bangau Tong-tong
(Leptoptilos javanicus), Jalak Putih (Sturnus melanopterus).

Beberapa jenis satwa yang merupakan bagian dari satwa target peningkatan populasi
secara nasional juga terdapat di Baluran yaitu Banteng (Bos javanicus), Macan Tutul (Panthera
pardus melas) dan Elang Jawa (Spizaetus bartlesi).

Dari keseluruhan jenis satwa yang ada, dua jenis satwa termasuk jenis prioritas
nasional yang ditargetkan peningkatan populasinya sebesar 10 % di tahun 2019. Yaitu jenis
Banteng (Bos javanicus) dan Macan Tutul (Panthera pardus).

Berikut gambaran kondisi populasi satwa prioritas Banteng (Bos javanicus) dan Macan
Tutul (Panthera pardus) dan beberapa jenis satwa penting lain hasil inventarisasi hingga tahun
2016 :

Jumlah (ekor) Keterangan


No Jenis satwa
2011 2012 2013 2014 2015

1 Banteng (Bos javanicus) 22 26 33-43 *** 46 ***


2 Kerbau liar 56 94 *** *** ***
Tidak ada
(Bubalus bubalis)
kegiatan
3 Merak hijau *** 1000- *** *** *** inventarisasi
(Pavo muticus) 1500 satwa
4 Macan Tutul Jawa *** *** *** *** 24
(Panthera pardus melas)

Daerah sebaran Banteng secara umum terkonsentrasi di bagian tenggara kawasan,


meliputi daerah Bekol dan sekitarnya (hingga Talpat, Batu Hitam, Sumber Batu dan Evergreen
forest di Curah Uling), daerah Palongan-Semiang dan sekitarnya (meliputi daerah Curah jarak,
Popongan, Dung Biru, Plalangan, Rowo jambe dan Grekan) dan daerah Bitakol dan sekitarnya
(meliputi daerah Telogo, Panggang, Panjaitan, Tengkong, dan area-areal lain di sepanjang Sungai
Bajulmati). Meski daerah sebaran dan daerah konsentrasi dari Banteng telah diketahui, hingga
saat ini belum dapat dipastikan populasi banteng yang ada di ketiga daerah konsentrasi tersebut
(Bekol, Palongan, Bitakol) merupakan kesatuan populasi atau populasi yang terpisah.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 21


Balai Taman Nasional Baluran

Cakupan daerah sebaran Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran.

Cakupan daerah sebaran Macan Tutul (hasil pendataan sementara hingga tahun 2015).

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 22


Balai Taman Nasional Baluran

Adapun berkaitan satwa prioritas Macan Tutul (Panthera pardus), perkembangan


pendataannya baru didapatkan di tahun 2015, yaitu populasi diperkirakan 24 individu dengan
confident interval antara 17 – 31 individu; dengan kondisi distribusi yang relatif terkonsentrasi
di daerah Perengan atau bagian tenggara kawasan (Inventarisasi Macan Tutul di Taman
Nasional Baluran tahun 2015).

2.3.5. Permasalahan, Gangguan dan Tekanan pada Kawasan

Secara umum permasalahan yang berpotensi besar menjadi gangguan dan tekanan
pada kawasan, ekosistem dan hidupan liar didalamya disebabkan oleh adanya berbagai aktivitas
masyarakat baik yang ada di dalam ataupun dari luar kawasan. Diantaranya yaitu :
1. Bencana alam
Erosi, abrasi di beberapa lokasi (masih dalam skala kecil).
2. Kebakaran
3. Pemanfaatan kawasan oleh masyarakat
a. Pemukiman dan pertanian
b. Penggembalaan ternak dan pengembilan rumput
c. Pencurian kayu (ilegal logging), kayu bakar, bambu dan rotan
d. Pemanfaatan hasil hutan non kayu
e. Perburuan

2.4. Daerah Penyangga

2.4.1.Letak, Luas dan Aksesibilitas

Daerah Penyangga TN Baluran terdiri atas 5 (lima) desa penyangga yaitu Sumberwaru,
Sumberanyar, Wonorejo yang masuk Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo; dan
Bajulmati dan Watukebo yang masuk Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi. Tetapi
yang secara geografis berbatasan langsung dengan kawasan hanya 2 (dua) desa yaitu Desa
Sumberwaru dan Desa Wonorejo. Kedua desa inilah yang sering berinteraksi nyata dengan
hutan Baluran.

No Nama Desa Status Desa Luas (ha)


1. Sumberwaru Berbatasan Langsung 988,75
2. Wonorejo Berbatasan Langsung 414,019
3. Sumberanyar Tidak Berbatasan Langsung 9.338,8
4. Bajulmati Tidak Berbatasan Langsung 411,36
5. Watukebo Tidak Berbatasan Langsung 5.480

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 23


Balai Taman Nasional Baluran

Sumber: Monografi desa 2015

Kecamatan Banyuputih merupakan wilayah administrasi dari Kabupaten Situbondo


yang terletak sekitar 38 Km kearah timur dari pusat pemerintahan, dan memiliki batas-batas :
Sebelah timur Selat Bali, Sebelah Selatan Kabupaten Banyuwangi, Sebelah Utara Selat Madura,
dan Sebelah Barat Kecamatan Asembagus. Untuk mencapai daerah penyangga tersebut, dapat
digunakan sarana transportasi darat maupun air. Sarana transportasi darat adalah pilihan
utama mengingat desa-desa tersebut dilalui oleh jalur pantai utara (Pantura) yang
menghubungkan Banyuwangi/Bali-Surabaya, sedangkan jalur air bisa dilalui menggunakan
perahu dimana pelabuhan terdekat ada di Pandean (Wonorejo) dan Ketapang (Sumberwaru) di
kecamatan Banyuputih dan Kecamatan Jangkar.

Pada umumnya di tingkat desa telah terdapat aparat/perangkat desa yang terdiri dari
kepala desa, sekretaris dan staf serta adapula BPD (Badan Perwakilan Desa) yang terdiri dari
tokoh-tokoh masyarakat. Administrasi umum desa telah berjalan teratur namun di sebagian
besar desa, pelaksanaan administrasi kependudukan dan administrasi keuangan masih banyak
yang tidak teratur.

2.4.2.Keadaan Biofisik Daerah

Luas Kecamatan Banyuputih adalah 481.670Km2 atau 48.167 Ha, yang memiliki pantai
dan sebagian besar wilayah Kecamatan Banyuputih merupakan tanah datar dengan ketinggian
0-10 m dari permukaan laut. Rata – rata curah hujan adalah 172 mm tahun 2010 dengan
keadaan tanah datar dan sifat tanah legosol.

Berdasarkan letak geografisnya, desa-desa di Kecamatan Banyuputih ini dikategorikan


sebagai desa pantai karena wilayahnya berbatasan dengan garis pantai/laut dengan corak
kehidupan sebagian masyarakatnya tergantung pada potensi laut.

Tanah di desa-desa daerah penyangga umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang


relatif rendah serta mengandung bahan induk masam dan miskin zat hara. Wilayah Kecamatan
Banyuputih seluas 481,67 km2 terbagi atas lahan sawah seluas 3.103 ha dan lahan kering seluas
5.159 ha. Luas lahan sawah menurut penggunaannya terbagi menjadi 64 ha sawah berpengairan
sederhana, 3.039 ha teknis dan tidak ada sawah tanpa pengairan (sawah tadah hujan).
Sedangkan luas lahan kering menurut penggunaannya terbagi menjadi tegalan (3.165 ha),
pekarangan (1.259 ha), dan penggunaan lainnya (735 ha).

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 24


Balai Taman Nasional Baluran

2.5.Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Sekitar

2.5.1.Jumlah Penduduk

Besar jumlah penduduk sangat mempengaruhi tekanan terhadap kawasan. Semakin


besar jumlah penduduk dalam suatu kawasan berarti semakin tinggi pula kebutuhan lahan
untuk pertanian maupun pemukiman. Jumlah penduduk secara keseluruhan di masing-masing
desa tersebut berbeda satu dengan yang lain. Luas Desa Sumberwaru mencapai 988,75 hektar
sedangkan luas Desa Wonorejo hanya 414,019 hektar. Adapun jumlah penduduk di Desa
Sumberwaru lebih besar daripada Desa Wonorejo dengan selisih sekitar 1.868 jiwa. Namun
demikian, jika dilihat dari tingkat kerapatan penduduknya, Desa Wonorejo lebih tinggi dari pada
Desa Sumberwaru. Hal ini dikarenakan faktor luasan wilayah total kedua desa ini sangat jauh
berbeda (selisih 574,73 ha).

Pola penyebaran penduduk di Desa Suberwaru tampak menyebar tidak mengelompok


membentuk pemukiman yang padat seperti di Desa Wonorejo. Inilah yang menyebabkan tingkat
kerapatan penduduk desa Wonorejo justru lebih tinggi (1500 per km2) dibanding Desa
Sumberwaru.

Jumlah penduduk di desa yang berbatasan dengan TN Baluran

Jumlah Jumlah Penduduk Jumlah Kepadatan


No Nama Desa
Penduduk Laki-Laki Perempuan Keluarga Penduduk per km2
1. Sumberwaru 8.426 4.217 4.229 3.018 250
2. Wonorejo 6.558 3.229 3.329 2.024 1.500
3. Sumberanyar 15.514 7.643 7.882 4768 210
4. Bajulmati 8.330 4.057 4.273 2.429 824
5. Watukebo 6.171 3.048 3.087 3.102 675

Sumber: Monografi desa tahun 2015

2.5.2.Agama

Desa Sumberwaru dan Wonorejo keduanya termasuk dalam wilayah Kecamatan


Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Kabupaten Situbondo sangat kental dengan masyarakat yang
didominasi keislamannya. Artinya mayoritas penduduknya memeluk agama Islam dan sebagian
lagi agama yang lain.

No Agama Desa Sumberwaru (org) Desa Wonorejo (org)

1. Islam 8.113 5.922

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 25


Balai Taman Nasional Baluran

No Agama Desa Sumberwaru (org) Desa Wonorejo (org)

2. Kristen 304 458


3. Katholik 9 174
4. Hindu - 4
5. Budha - -
6. Khonghucu - -
7. Kepercayaan Kepada Tuhan YME - -
8. Aliran Kepercayaan lainnya - -
Sumber: Monografi desa tahun 2015

Keragaman agama di Desa Wonorejo dapat dilihat lebih bervariatif dibandingkan


dengan Desa Sumberwaru. Masyarakat Desa Wonorejo yang beragama Kristen dan Katholik
lebih banyak daripada di Desa Sumberwaru. Hal ini dikarenakan historis desa Wonorejo itu
sendiri pada awal mulanya di bangun oleh sesepuh/leluhur masyarakat Kristen. Namun seiring
perkembangan jaman, masyarakat muslim dari berbagai daerah banyak berdatangan ke desa ini
dan menjadi berkembang hingga sekarang.

Masuknya agama Hindu ke Desa Wonorejo juga menjadi khasanah keberagaman


tersendiri di masyarakat ujung timur Kabupaten Situbondo ini. Terdapat 4 (empat) orang warga
Desa Wonorejo yang memeluk agama Hindu. Hal ini dikarenakan lokasi desa yang dekat dengan
Pulau Bali, sehingga banyak warga desa ini yang mendapat penghidupan di Bali. Sehingga tidak
dipungkiri bahwa interaksi sosial masyarakat Desa Wonorejo dan masyarakat dari Pulau Bali
sudah sering terjadi.

2.5.3.Pendidikan

Meskipun lokasi desa Sumberwaru dan Wonorejo berada di sekitar hutan yang jauh
dari kota Situbondo, tetapi tingkat pendidikan masyarakat setempat dapat dikatakancukup
memadai. Sudah banyak sekali lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal. Sekolah
dasar hingga sekolah menengah sudah banyak yang berdiri. Terbukti di Sumberwaru terdapat 8
(delapan) sekolah dasar negeri, 3 sekolah Tsanawiyah (setingkat SLTP) dan 1 Aliyah (setingkat
SLTA). Sedangkan di Wonorejo terdapat kurang lebih 5 sekolah dasar negeri, 1 SLTP Negeri, 1
SLTP swasta dan 1 SMK. Disamping sekolah formal, juga terdapat beberapa lembaga non-formal
seperti Pondok Pesantren, Diniyah dan Lembaga Kursus bahasa.

Berdasarkan data yang tersaji di atas, secara umum dapat diketahui bahwa angka
masyarakat yang mengenyam pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga sarjana (S-1) lebih
banyak di Desa Wonorejo. Masyarakat Desa Sumberwaru yang tamat sekolah dasar hanya 901
orang sedangkan di Desa Wonorejo terdapat 1.504 orang. Hal ini yang menyebabkan

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 26


Balai Taman Nasional Baluran

pemerintah daerah mulai memperbanyak sekolah dasar lagi hingga sekarang terdapat 8 sekolah
dasar. Tamatan SLTP maupun SLTA di Desa Sumberwaru masih terbilang kalah dibandingkan
masyarakat di Desa Wonorejo.

Penduduk dengan tingkat pendidikan hingga S-1 di Desa Wonorejo mencapai 89 orang
sedangkan di Sumberwaru mencapai 41 orang. Kebanyakan masyarakat Desa Wonorejo
mengejar pendidikan hingga bangku kuliah dengan tujuan keluar kota Situbondo. Kebanyakan
dari mereka menempuh kuliah di Jember, Surabaya, Malang hingga Bali. Walaupun terkadang
orang tua hanya berprofesi sebagai petani biasa, namun semangat orang tua ini sangat tinggi di
dalam menyekolahkan anak-anaknya. Semangat ini lah yang membedakan antara masyarakat
Desa Wonorejo dengan Sumberwaru.

Ketika melihat tingkat pendidikan pasca SMU baik mulai dari D-1 hingga S-3 kita dapat
melihat bahwa di Desa Sumberwaru masyarakatnya lebih variatif. Masyarakat Desa
Sumberwaru sebagian kecil sangat fanatik dengan pendidikan terlebih dalam pendidikan agama.
Setelah tamat SMU kebanyakan orangtua menyekolahkan anaknya ke bangku D-1 atau yang lain.
Namun di masyarakat Desa Wonorejo, kebanyakan setelah tamat SMU sudah berani mulai
mencari pengalaman kerja. Rata-rata masyarakat Wonorejo lulusan SMU banyak bekerja ke
Pulau Bali.

2.5.4.Pola Pemukiman

Pola pemukiman masyarakat menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat


tinggal menetap dan melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat
diartikan sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah dimana penduduk terkonsentrasi dan
hidup bersama menggunakan lingkungan setempat, untuk mempertahankan, melangsungkan,
dan mengembangkan hidupnya. Dapat disimpulkan bahwa pola pemukiman penduduk adalah
bentuk persebaran tempat tinggal penduduk berdasarkan kondisi alam dan aktivitas
penduduknya.

Pola persebaran pemukiman penduduk dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan


tanah, tata air, topografi dan ketersediaan sumber daya alam yang terdapat di wilayah tersebut.
Ada tiga pola pemukiman penduduk dalam hubungannya dengan bentang alamnya, yaitu
sebagai berikut: Pola Pemukiman Memanjang, Pola Pemukiman Terpusat dan Pola Pemukiman
Menyebar.

Secara umum pola pemukiman di Desa Sumberwaru dapat dinyatakan sebagai pola
pemukiman yang tersebar. Namun tidak dalam artian tersebar seperti layaknya pola
pemukiman di wilayah perkebunan atau lahan-lahan pertanian. Sebagian wilayah Desa
Sumberwaru masih ada yang membentuk pola pemukiman terpusat dan memanjang mengikuti

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 27


Balai Taman Nasional Baluran

aliran sungai dan jalan. Pemukiman tersebar mencapai sekitar 60 %, sedangkan pemukiman
terpusat sekitar 25% dan yang memanjang mencapai 15%.

Berbeda dengan di Desa Sumberwaru, justru di Desa Wonorejo hampir sebagian besar
pola pemukimannya terpusat atau mengelompok. Bisa dilihat bahwa pola pemukiman di desa ini
terkumpul secara rapat dan padat. Pola pemukiman terpusat dapat diperkirakan mencapai 70%
sedangkan beberapa pola pemukiman yang mengkuti jalan desa dan laut mencapai sekitar 30 %.
Dapat disimpulkan bahwa pola pemukiman penduduk di Desa Wonorejo merupakan
pemukiman terpusat.

2.5.5.Mata Pencaharian

Kondisi sosial masyarakat dalam suatu daerah sangat ditentukan oleh status sosial
yang baik. Menurut ilmu sosiologi pedesaan disebutkan bahwa status sosial masyarakat
ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya yang paling mendasar yaitu faktor tingkat
penghasilan masyarakat. Tingkat penghasilan dapat terukur melalui parameter mata
pencaharian atau pekerjaan masyarakatnya. Melalui mata pencaharian inilah dapat dilihat
kesejahteraan masyarakat suatu tempat.

Umumnya masyarakat pedasaan dahulu mata pencaharian bertani telah menjadi


dominan. Namun seiring perkembangan jaman, masyarakat modern sudah banyak yang lebih
memilih kerja keluar daerah daripada bertani. Gambaran ini pun dapat dilihat di masyarakat
Desa Sumberwaru dan Wonorejo.

Desa Sumberwaru (org) Desa Wonorejo (org)


No Agama
L P Jumlah L P Jumlah
1. Petani 942 270 1.212 621 6 627
2. Buruh tani 185 162 347 1.807 869 2.676
3. PNS 62 47 109 36 19 55
4. Pengrajin Industri RT 76 44 120 - - -
5. Pedagang Keliling 30 37 67 4 5 9
6. Peternak 577 - 577 410 - 410
7. Nelayan 173 - 173 696 296 992
8. Montir 24 - 24 8 - 8
9. Pembantu RT / TKW 8 16 24 - 17 17
10. TNI 88 - 88 2 - 2
11. POLRI 6 - 6 2 - 2
12. Pensuinan PNS/TNI/POLRI 21 9 30 78 11 89
13. Pengusaha Kecil Menengah 128 4 132 - - -
14. Dukun Kampung Terlatih - 6 6 - 4 4
15. Jasa Pengobatan Alternatif - - - 2 2 4

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 28


Balai Taman Nasional Baluran

Desa Sumberwaru (org) Desa Wonorejo (org)


No Agama
L P Jumlah L P Jumlah
16. Karyawan Swasta 7 5 12 - - -
17. Sopir 39 - 39 8 - -
18. Tukang Becak 5 - 5 4 - 4
19. Tukang Ojek 14 - 14 12 - 12
20. Tukang Cukur 8 - 8 3 3 6
21. Tukang Batu / Kayu 45 - 45 101 - 101
22. Kusir Dokar - - - 21 - 21
23 Perawat Desa - - - 11 1 12
24. Guru Tidak Tetap,dll - - - 34 17 51

Sumber data : Monografi desa tahun 2015

Keterangan : L = Laki – laki; P = Perempuan

Mata pencaharian masyarakat Desa Sumberwaru dan Wonorejo dapat dikatakan sangat
bervariatif. Mulai dari mata pencaharian petani, peternak, nelayan hingga pegawai negeri sipil
serta pengusaha pun ada. Apabila kita melihat angka buruh tani di Desa Wonorejo sangat tinggi
(2.676 orang) dibandingkan di Sumberwaru (347 orang). Hal ini disebabkan bahwa masyarakat
Desa Wonorejo hanya sebagian kecil orang yang mempunyai lahan pertanian. Sedangkan
kebanyakan dari pemilik lahan menggarapkan lahannya kepada tetangga sekitarnya. Hal ini
berbeda dengan di Sumberwaru, walaupun banyak warga yang memiliki lahan tetapi mereka
mayoritas digarap sendiri.

Kesuburan lahan di Desa Sumberwaru dapat dijadikan penyebab menurunnya kegiatan


pertanian setempat. Di desa ini banyak sekali terdapat lahan-lahan kritis dan tandus, sehingga
lahan sawah sangat minim. Hal ini menjadikan masyarakat desa setempat enggan untuk
menggarap sawah atau lahan, pun para buruh tani lebih memilih pekerjaan yang lain.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|II. DESKRIPSI KAWASAN 29


Balai Taman Nasional Baluran

III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN ZONA PENGELOLAAN

3.1. Tata Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan Revisi Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran dialokasikan


pelaksanaannya pada tahun 2016.

3.2. Kerangka Dasar

3.2.1. Pengelolaan Taman Nasional

Pada tahap awal setelah taman nasional ditunjuk, perencanaan akan terfokus pada
pembentukan organisasi pengelolaan, rekonstruksi kawasan dan pengadaan sarana-prasarana
serta alat-alat inventaris pengelolaan. Rekonstruksi kawasan meliputi penatan batas luar
kawasan dan penataan ruang atau zonasi. Tata batas diperjelas untuk menegaskan eksistensi
kawasan taman nasional dalam jaringan lansekap disekitarnya, dimana otoritas pemangkuanya
dan peruntukannya juga beragam. Sementara tata ruang kawasan atau sistem zonasi tidak saja
sebagai acuan dalam menentukan gerak langkah pengelolaan dan pengembangan konservasi di
taman nasional, tetapi juga merupakan ”penumpahruahan” konsep-konsep dan tujuan-tujuan
sistem perlindungan dan pelestarian yang akan mengendalikan kegiatan-kegiatan di dalamnya.

Praktek pengelolaan pengelolaan taman nasional, pada dasarnya adalah melakukan


pembatasan-pembatasan melalui strategi pengaturan atau pengalokasian ruang, untuk
menyeimbangkan kepentingan perlindungan dan pengawetan sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya dengan kemanfaatannya bagi manusia yang didasari oleh prinsip intergeneration
equity.

Pada dasarnya kegiatan-kegiatan pengelolaan dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu
kelompok manajemen kawasan, manajemen sumberdaya alam, dan manajemen kelembagaan.
Secara umum kegiatan dalam tiga dimensi manajemen tersebut adalah :

a. Manajemen Kawasan, adalah strategi pengelolaan taman nasional yang meliputi


pemantapan kawasan, penataan kawasan dan pengamanan kawasan. Manajemen kawasan
merupakan prasyarat keharusan dalam pengelolaan taman nasional. Pada dimensi ini
meliputi pengukuhan kawasan, penataan kawasan berdasarkan fungsinya atau zonasi, dan
pengamanan kawasan.
b. Manajemen Sumberdaya Alam, adalah strategi pengelolaan taman nasional yang
merupakan inti kegiatan pengelolaan taman nasional yang meliputi perlindungan sistem

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 30
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati dan pemanfaatan sumberdaya


alam.
c. Manajemen Kelembagaan, merupakan prasyarat kecukupan agar pengelolaan taman
nasional dapat berlangsung dan berberkembang sesuai dengan target yang telah
ditetapkan. Pada kelompok ini setidaknya harus terdapat tiga hal pokok, yaitu; penataan
organisasi, sumberdaya manusia, dan keuangan

3.2.2. Zona Pengelolaan Taman Nasional

Perhatian khusus diberikan kepada daerah-daerah yang kritis, misalnya gejala-gejala


alam yang unik dan jenis-jenis langka atau terancam punah beserta habitatnya. Dari proses
pengidentifikasian dengan titik tekan pada daerah-daerah khusus tersebut, kawasan dibagi-bagi
kedalam beberapa zona dimana masing-masing zona memiliki satu atau lebih sub tujuan,
definisi, deskripsi atau uraian, dan azas-azas pengelolaan (Miller dalam Sumardja, 1977). Tujuan
zonasi taman nasional adalah mengklasifikasikan zona konservasi dan pemanfataan lestari pada
suatu kawasan taman nasional berdasarkan data ilmiah; menunjukkan prioritas dari suatu area
yang difokuskan untuk pengelolaan rencana aksi; dan mendapatkan konsensus masyarakat
untuk rencana pengelolaan.

Keistimewaan ekologis menjadi faktor terpenting dalam proses zonasi yang biasanya
dilakukan dengan pendekatan jenis dan pendekatan keanekaragaman atau komunitas. Pada
pendekatan jenis, unsur-unsur pertimbangannya adalah endemisitas, kelangkaan, status
konservasi suatu jenis, fungsinya dalam ekosistem, dan simbolisme atau jenis flagship.
Sementara pada pendekatan keanekaragaman atau komunitas unsur-unsur yang
dipertimbangkan adalah kekayaan jenis, keterancaman komunitas, dan fragmentasi habitat.
Proses zonasi juga mempertimbangkan faktor ketinggian dengan unsur-unsur berupa landscape
(pegunungan, air terjun, dan pemandangan), igir sungai (termasuk persebaran penduduk yang
tergantung pada aliran sungainya), dan kemiringan.

Faktor sosial, ekonomi, dan budaya dikonsepkan dalam zona pemanfaatan dan zona
lain, yaitu zona tradisional, zona religi, dan zona khusus yang ditelaah dari sejarah masyarakat
kaitannya dengan ketergantungannya terhadap kawasan. Aspek pemanfaatan yang didesain
dalam sistem taman nasional secara formal adalah turisme, sehingga berbagai sumberdaya
turisme juga menjadi prioritas dalam proses zonasi, misalnya area yang memiliki pemandangan
indah, air terjun, jalur observasi dan interpretasi hidupan liar, dan lain-lain.

Dalam Permenhut No.P.56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional


disebutkan bahwa Zonasi Taman Nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman
nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 31
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

analisis data, penyusunan draft rancangan-rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan,


tata batas antar zona, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-
aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Sementara Zona Taman Nasional adalah
wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis,
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Adapun zona-zona pengelolaan dalam pengelolaan taman nasional sebagaimana diatur


dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Stjen/2015
tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka
Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam adalah sebagai berikut :

1. Zona inti adalah kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan
adanya perubahan berupamengurangi, menghilangkan fungsi dan menambah jenis
tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
2. Zona rimba adalah bagian Taman Nasional yang ditetapkan karena letak, kondisi dan
potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona
pemanfaatan.
3. Zona Perlindungan Bahari adalah bagian dari kawasan perairan laut yang ditetapkan
sebagai areal untuk perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem serta sistem
penyangga kehidupan.
4. Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang ditetapkan karena letak, kondisi
dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam
dan kondisilingkungan lainnya.
5. Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan sebagai areal untuk
kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang secara turun-temurun
mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam.
6. Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan sebagai areal untuk
pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan.
7. Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan
sebagai areal untuk kegiatan keagamaan, kegiatan adat-budaya, perlindungan nilai-nilai
budaya atau sejarah.
8. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan sebagai areal untuk
pemukiman kelompok masyarakat dan aktivitas kehidupannya dan/atau bagi kepentingan
pembangunan sarana telekomunikasi dan listrik, fasilitas transportasi dan lain-lain yang
bersifat strategis.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 32
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

3.3. Tahapan Zonasi

Tahapan penataan zona pengelolaan taman nasional diatur pada BAB IV Pasal 20
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Stjen/2015 meliputi
tahapan :
1. Penyusunan
Penyusunan rancangan zona pengelolaan dilakukan oleh unit pengelola (Taman Nasional
Baluran), dengan cara menggabungkan hasil inventarisasi potensi kawasan dengan
kriteria masing-masing zona pengelolaan.
Hasil penyusunan rancangan berupa dokumen rancangan zona pengelolaan, yang
kemudian dibahas melalui konsultasi publik dengan para pihak. Dokumen rancangan zona
pengelolaan hasil konsultasi publik disusun dalam bentuk dokumen zona pengelolaan
yang dilampiri peta zona pengelolaan.
2. Penilaian
Penilaian dokumen zona pengelolaan dilakukan oleh Direktur Jenderal yang dalam hal ini
dapat menugaskan Direktur Teknis. Penilaian meliputi aspek administrasi dan substansi,
dan unsur-unsur yang meliputi deskripsi kawasan, analisis dan pembahasan serta
deskripsi masing-masing zona.
3. Pengesahan dan penetapan
Dalam hal hasil penilaian tidak memenuhi unsur-unsur penilaian, dokumen zona
pengelolaan dikembalikan untuk dilakukan penyempurnaan. Tetapi apabila telah
memenuhi unsur-unsur penilaian dokumen zona pengelolaan disampaikan oleh Direktur
Teknis kepada Direktur Jenderal untuk dilakukan pengesahan dengan menerbitkan surat
keputusan penetapan zona dengan tembusan kepada para pihak.
4. Penandaan batas
Penandaan batas dilakukan setelah penetapan zona pengelolaan, oleh unit pengelola
(Balai Taman Nasional Baluran). Penandaan batas dapat dilakukan secara bertahap sesuai
prioritas pengelolaan.

Lebih lanjut dijelaskan pula pada Pasal 26 ayat 1 dan 2, bahwa penetapan zona
pengelolaan menjadi dasar penyusunan rencana pengelolaan. Dan khusus untuk zona
pemanfaatan digunakan sebagai dasar penyusunan desain tapak.

3.4. MetodaPenataan Zona Pengelolaan

Penyusunan rancangan zona pengelolaan diatur menurut Peraturan Menteri


Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Setjen/2015, dilakukan oleh unit

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 33
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

pengelola (Pasal 21, ayat 1), dengan cara menggabungkan hasil inventarisasi potensi kawasan
dengan kriteria masing-masing zona pengelolaan (Pasal 21, ayat 3). Kriteria zona pengelolaan
taman nasional disusun sebagai acuan dalam penataan kawasan guna terwujudnya pengelolaan
yang efektif dan efisien (Pasal 2). Ruang lingkup kriteria zona pengelolaan taman nasional diatur
pada Pasal 3 meliputi tujuan pengelolaan, jenis dan kriteria, peruntukan, tata cara penataan,
pemantauan dan evaluasi zona pengeloaan (Pasal 3). Tujuan pengelolaan ditentukan
berdasarkan hasil inventarisasi kawasan yang meliputi keunikan, keanekaragaman hayati,
ekosistem, geomorfologi, kondisi lingkungan, sejarah dan/atau budaya (Pasal 4, ayat 2).

Adapun berkaitan penyusunan rancangan zona pengelolaan Taman Nasional Baluran


ini berikut metodologi (pendekatan) dan tahapannya :
1. Pengumpulan data kondisi dan potensi kawasan
2. Analisa data-data inventarisasi dan survei selama ini sehingga menghasilkan deskripsi
kawasan yang merepresentasikan kondisi dan potensi kawasan saat ini
3. Review tujuan pengelolaan
4. Review dan Evaluasi Zona Pengelolaan Sebelumnya
Evaluasi dilakukan melalui pendekatan analisa kesesuaian dengan mengkomparasikan
secara deskriptif hasil review zona pengelolaan sebelumnya dengan kondisi/potensi
kawasan saat ini, tujuan pengelolaan dan kriteria zona pengelolaan sesuai Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Setjen/2015.
5. Revisi Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran
Penyesuaian tujuan pengelolaan pada skema kriteria zona pengelolaan berdasarkan
potensi dan kondisi kawasan saat ini.
6. Ploting atau penataan bagian kawasan sesuai tujuan pengelolaan, potensi dan kondisi
terkini kawasan pada skema zona pengelolaan.
7. Proyeksi peta hasil ploting bagian kawasan sesuai tujuan pengelolaan, potensi dan kondisi
terkini kawasan pada skema zona pengelolaan.
8. Penyusunan dokumen rancangan zona pengelolaan
9. Konsultasi publik.
10. Penyusunan dokumen zona pengelolaan.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 34
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Tujuan Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Baluran

Tujuan pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran merujuk Rencana Pengelolaan


Taman Nasional Baluran Tahun 2014-2023 dan Rencana Strategis (RENSTRA) Balai Taman
Nasional Baluran 2015-2019 secara umum direpresentasikan pada visi dan misi yang termuat di
dalamnya. Dimana sesuai dengan struktur organisasi Direktorat Jenderal KSDAE, bahwa Balai
Taman Nasional Baluran merupakan unit pelaksana teknis yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal KSDAE. Visi dan misi pengelolaan tersebut juga
merupakan representasi dari sasaran strategis yang ingin dicapai Direktorat Jenderal KSDAE.
Yaitu :

A. Visi
Mengembalikan kondisi satwa dan habitatnya seperti pada kondisi awal tahun 1960-an,
serta mampu memberikan manfaat secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat.

B. Misi dan Sasaran Strategis


a. Melakukan pengelolaan satwa dan habitatnya secara efektif, efisien, dan lestari guna
mengembalikan kondisi satwa dan habitatnya seperti pada kondisi awal tahun 1960-
an.
b. Melakukan pengelolaan wisata alam melalui pengembangan ekowisata dan wisata
minat khusus untuk meningkatkan jumlah kunjungan dan pendapatan negara.

C. Sasaran Strategis
a. Tujuan 1
Melakukan pengelolaan dan perlindungan habitat banteng dan peningkatan kapasitas
breeding Banteng secara efektif, efisien, dan lestari dengan sasaran :
 Meningkatnya kualitas savanna dan habitat banteng.
 Memperkuat kapasitas sistem breeding yang sedang dikembangkan untuk
menghasilkan individu-individu banteng baru dengan vitalitas tinggi yang siap
dilepas liarkan di TNB.
 Meningkatkan dukungan dan kepedulian masyarakat dan stakeholder dalam
konservasi banteng. Meningkatkan kompetensi dan kecakapan staf dalam
pengelolaan, perlindungan dan manajemen breeding site
b. Tujuan 2
Melakukan pengelolaan wisata alam secara lestari dengan sasaran :

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 35
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

 Meningkatkan kontribusi dan distribusi pemanfaatan pariwisata alam bagi


para pihak di Taman Nasional Baluran, peningkatan pendapatan negara dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
 Meningkatkan daya saing dan keberlanjutan pengelolaan destinasi dan atraksi
wisata di TNB dengan memaksimalkan peran pariwisata dalam konservasi
dan meminimalkan dampak pariwisata thd keanekaragaman hayat

4.2. Review dan Evaluasi Zona Pengelolaan Sebelumnya

Zonasi pengelolaan Taman Nasional Baluran yang terakhir disahkan tahun 2012
melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA)
Nomor : SK.228/W-Set/2012 tanggal 26 Desember 2012. Zonasi pengelolaan tersebut yang
didapat melalui penilaian zonasi (dengan metode scoring untuk menilai tingkat sensitivitas dan
tekanan ekologis sehingga dapat diketahui tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan pada
penegalolaan kawasan), penyamaan visi dan pencapaian kesepahaman dengan berbagai pihak.
Zonasi pengelolaan tersebut terdiri dari Zona Inti (ZI) +6.920,18 Ha (27,68 %), Zona Rimba (ZR)
+12.604,14 Ha (50,42 %), Zona Pemanfaatan (ZP)+1.856,51 Ha (7,43 %), Zona Tradisional (ZTr)
+1.340,21 Ha (5,36 %), Zona Khusus (ZKh) + 738,19 Ha (2,95 %), Zona Perlindungan Bahari
(ZB) ± 1.174,96 Ha (4,70 %) dan Zona Rehabilitasi (ZRe) +365,81 Ha (1,46 %).

Secara umum zona pengelolaan yang telah ada tersebut masih cukup relevan untuk
dijadikan dasar penerapan pengelolaan kawasan hingga saat ini. Kecuali beberapa zona di
beberapa bagian kawasan, karena adanya beberapa perubahan kondisi juga memerlukan
perubahan sebagai bentuk adaptasi pengelolaan. Yaitu :

A. Zona Inti

Zona Inti seluas 6.920,18 Ha (27,68 %). Sebaran spasial zona inti menutup semua wilayah
Gunung Baluran melebar ke arah timur kawasan sampai Bukit Malang, Bukit Motor dan
savanna Palongan. Dengan tujuan penetapan :

- Perlindungan satwa prioritas jenis Banteng (Bos javanicus);Macan Tutul (Panthera


pardus), mamalia besar Rusa Timor (Rusa timorensis), Kijang (Muntiacus muntjak),
Anjing Hutan (Cuon alpines), dan Trenggiling (Manis javanica); satwa endemik dan
terancam punah Elang Jawa (Nisaetusbartelsi), Merak Hijau (Pavo muticus), dan
Ayam Hutan-hijau (Gallus gallus).

- Perlindungan flora langka berdasarkan SK MENTAN No. 54/Kpts/Um/2/1972


tanggal 5 Februari 1972, antara lain Trenggulun (Protium javanicum), Balang

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 36
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

(Pterospermum diversifolium), Bayur (Pterospermum javanicum), Kemiri (Aleurites


moluccana), Mimba(Azadirachta indica), dan Aren (Arenga pinnata).

- Perlindungan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah, savanna dataran rendah
dan dataran tinggi, hutan musim dataran rendah.

- Pelestarian dan pengawetan fauna dan flora, sumber plasma nutfah


danperlindungan dan pengawetan tata air.

Pertimbangan penting penetapan daerah ini sebagai zona inti diantaranya adalah :

- Keberadaan potensi berikut upaya perlindungan habitat dan jenis satwa banteng
dan jenis mamalia besar lainnya (rusa timor, kijang, kerbau liar, macan tutul).

- Keberadaan hutan primer di Gunung Baluran sebagai Catchment area untuk


menjaga sistem hidrologis.

Pada perkembangannya hingga saat ini perlindungan pada skala prioritas tertinggi
terhadap potensi-potensi penting di daerah tersebut masih diperlukan. Namun demikian
relevansi area zona inti ini pada kondisi saat ini terutama berkaitan kebutuhan
pengelolaan dengan adanya invasi Acacia nilotica yang telah cukup luas (5.592,62 Ha di
tahun 2013). Dimana areal terinvasi Acacia niloticatersebut telah meluas hingga ke
daerah-daerah bertipe habitat savana di lereng Gunung Baluran yang berdampak
berubahnya tipe vegetasi savana menjadi tegakan homogen Acacia niloticasehingga
menuntut adanya perlakuan penanganan invasi dan pemulihan ekosistem.

B. Zona Rimba

Seluas 12.604,14 Ha (50,42 %). Mencakup wilayah yang sangat luas, mengelilingi Zona Inti
dan memisahkan dengan zona-zona lainnya. Di wilayah timur Zona Rimba membelah Zona
Inti di sepanjang jalan Batangan-Bekol (500 meter kanan dan 500 meter kiri jalan
Batangan-Bekol).Tujuan penetapan untuk pemanfaatan secara terbatas atas potensi jasa
lingkungan berupa kegiatan wisata alam, wisata bahari, wisata budaya, dan kegiatan
penelitian, pelatihan, demplot tanaman obat, tanaman keras dan tanaman budidaya.

Adapun pertimbangan penetapan zonasi daerah ini :


- Mencakup beragam tipe habitat bagi perlindungan berbagai spesies satwa dan
menjadi miniatur tipe hutan yang lengkap sebagai laboratorium alam;
- Hutan musim di wilayah timur merupakan habitat ideal (daerah cover) bagi
beberapa satwa penting seperti Banteng, Rusa, Kijang, Primata, Burung Merak.
Rangkong dan Burung Pemangsa;

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 37
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

- Lahan Basah di sisi Barat Laut merupakan lokasi persinggahan burung air migrant
yang melintasi pulau Jawa.

Secara umum status zona rimba di daerah ini yang sesuai dengan kriteria zona
pengelolaan taman nasional pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor : P.76/Menlhk-Setjen/2015 ditetapkan karena letak, kondisi dan potensinya
mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan pemanfaatan, juga masih
dapat dinilai cukup relevan. Beberapa perubahan di perlukan pada daerah berstatus zona
rimba pada kondisi saat ini terutama berkaitan :

- Kebutuhan penetapan status zona rehabilitasi pada areal-areal savana terinvasi


Acacia nilotica (sebelumnya berstatus zona rimba).

- Tuntutan optimalisasi pemanfaatan potensi kawasan di daerah-daerah berpotensi


pengembangan wisata untuk dapat mengakomodir aktivitas-aktivitas pengelolaan
yang dibutuhkan (berkonsekuensi penambahan lokasi dan perluasan areal zona
pemanfaatan).

C. Zona Perlindungan Bahari

Zona Perlindungan Bahari berada di semua perairan Taman Nasional Baluran kecuali di
blok Bilik-Sijile (antara Tanjung Air Tawar sampai Tanjung Merak), dan sekitar pantai
Bama (antara Tanjung Batusampan sampai Blok Kajang).

Adapun pertimbangan penetapan zonasi daerah ini :


- Zona Perlindungan bahari merupakan ekosistem perairan yang masih asli yang
perlu dijaga kelestariannya;
- Keberadaan hutan mangrove di wilayah pesisir seluas ± 411,76 Ha membentuk
green beltsepanjang 41 km di sepanjang pantai merupakan ekosistem asli dan
habitat ideal bagi kehidupan biota laut, mendukung kelangsungan ekosistem laut
serta menjaga pantai-pantai dari resiko abrasi;
D. Zona Pemanfaatan

Diperuntukkan bagi pengembangan dan penyediaan ruang usaha kepariwisataan alam.


Pada perkembangannya saat ini, beberapa lokasi karena karena potensi dan kondisinya
saat ini memenuhi syarat untuk diwacanakan sebagai zona pemanfaatan untuk
mendukung pengembangan dan penyediaan ruang usaha kepariwisataan alam serta
pemanfaatan jasa lingkungan.

E. Zona Tradisional

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 38
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

Seluas total 1.340,21 Ha, meliputi areal di daerah Watunumpuk-Gatel di Karangtekok, dan
areal di daerah Blok Pal Boto hingga hutan pantai Perengan. Perubahan pada areal zona
tradisional ini terutama diperlukan di daerah Perengan, berkaitan perkembangannya saat
ini yang kemudian diketahui (dari hasil inventarisasi kawasan) merupakan daerah
konsentrasi satwa target (prioritas yaitu macan tutul). Selain itu tutupan daerah ini yang
berupa hutan pantai, secara umum masih merepresentasikan bentuk hutan primer dan
juga kantong keragaman vegetasi karena merupakan daerah peralihan dengan gradasi
perubahan vegetasi yang cukup panjang mulai hutan mangrove, hutan pantai (formasi
Barringtonia) hingga vegetasi daratan.

F. Zona Khusus

Seluas 738,19 Ha (2,95 %). Meliputi areal eks HGU. PT Gunung Gumitir di daerah Labuhan
Merak hingga Balanan, areal Translok AD di daerah Perengan, dan Tanah Gentong.
Pertimbangan penetapan berkaitan adanya sengketa kepemilikan lahan, dimana telah ada
pemanfaatan lahan sebagai pemukiman dan lahan pertanian pada saat masih berstatus
suaka margasatwa. Status zona khusus pada areal-areal ini masih diperlukan karena
upaya penyelesaiannya masih terus diupayakan hingga saat ini.Upaya tersebut meliputi
pendataan, monitoring, perlindungan areal kawasan sekitarnya sehingga tidak meluas
hingga terbentuknya tim terpadu untuk upaya penyelesaian mencakup pihak-pihak terkait
di tingkat kabupaten hingga propinsi.

Selain itu beberapa areal karena adanya sarana prasarana strategis memerlukan
penerapan status yang tepat guna mendukung efektivitas pengelolaannya ke depan yaitu :

 Jalur jalan raya propinsi Banyuwangi-Situbondo-Surabaya yang melintasi daerah


bertutupan hutan tanaman (jati, gmelina) di Bitakol sejauh 22 km.

 Jalur jaringan SUTET lama (150 kV) melintasi daerah bertutupan hutan tanaman
(jati, gmelina) di Bitakol sejauh 22 km.

 Rencana pembangunan jaringan SUTET 500 kV melintasi daerah bertutupan hutan


tanaman (jati, gmelina) di Bitakol sejauh 22 km.

G. Zona Rehabilitasi

Seluas 365,81 Ha (1,46 %). Meliputi areal savana di daerah Karangtekok (Tanah Gentong,
savana Lemahbang hingga savana Alasmalang.

Relevansi keberadaannya saat ini terutama berkaitan dengan perkembangan laju invasi
Acacia nilotica pada areal bertipe vegetasi savana. Dimana sebagian besar areal terinvasi

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 39
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

tersebut memerlukan perlakuan penanganan berupa pengendalian invasi dan pemulihan


ekosistem.

4.3. Penempatan Tujuan Pengelolaan pada Skema Zona Pengelolaan berdasarkan


Potensi dan Kondisi Terkini Kawasan dan Kriteria Zona

Berkaitan penataan zona pengelolaan merujuk ketentuan pada Peraturan Menteri


Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Setjen/2015 (diatur pada Pasal 4)
penentuan tujuan pengelolaan dilakukan berdasarkan hasil inventarisasi kawasan yang meliputi
keunikan, keanekaragaman hayati, ekosistem, geomorfologi, kondisi lingkungan, sejarah
dan/atau budaya. Penyusunan rancangan zona pengelolaan (diatur pada Pasal 21) dilakukan
oleh unit pengelola, dengan cara menggabungkan hasil inventarisasi potensi kawasan dengan
kriteria masing-masing zona pengelolaan.

Kriteria zona pengelolaan taman nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan


Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Setjen/2015 selain
menjelaskan kondisi-kondisi tertentu berkaitan persyaratan penetapan suatu daerah untuk
menjadi zona tertentu juga merepresentasikan tujuan pengelolaan kawasan taman nasional di
Indonesia secara umum. Sehingga pada penerapan zona pengelolaan ini selain didasarkan pada
tujuan pengelolaan yang didasarkan pada kondisi/potensi kawasan saat ini juga diupayakan
mencakup keseluruhan tujuan pengelolaan hingga sasaran-sasaran strategis yang hendak
dicapai dalam setidaknya 10 (sepuluh) tahun ke depan.

Berikut penerapan zona pengelolaan tersebut berdasarkan tujuan pengelolaan yang


hendak dicapai dan kondisi-kondisi tertentu sebagaimana diatur pada kriteria zona pengelolaan
taman nasional menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :
P.76/Menlhk-Setjen/2015 :

A. Zona Inti :
a. Tujuan :
 Perlindungan ekosistem atau merupakan perwakilan tipe ekosistem atau
fenomena/gejala alam dan formasi geologi yang masih asli atau alami;
 Perlindungan daerah konsentrasi komunitas tumbuhan/biota target dan/atau
area dengan keragaman jenis yang tinggi;
 Perlindungan daerah tempat kawin dan bersarang satwa target dan/atau tempat
berpijah dan pembesaran satwa dan/atau biota target;
 Perlindungan daerah tempat singgah satwa migran secara periodik.
b. Peruntukan :

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 40
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

Mengakomodir aktivitas pengelolaan yang berupa perlindungan dan pengamanan;


inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; pembinaan
habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan
liar; penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; pendidikan dan peningkatan
kesadartahuan konservasi alam; pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma
nutfah untuk penunjang budidaya; pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan
terbatas (untuk menunjang aktivitas pengelolaan di zona inti) dan penyimpanan
dan/atau penyerapan karbon
B. Zona Rimba / Perlindungan Bahari
a. Tujuan :
 Perlindungan daerah sebaran tumbuhan dan daerah jelajah satwa serta
perkembangbiakan jenis target;
 Perlindungan daerah lokasi tempat kawin/berpijah dan pembesaran satwa/biota
target;
 ekosistem yang masih asli dan alami;
 daerah dengan keragaman tumbuhan dan satwa/biota utama dalam jumlah
cukup dan
 fungsi perlindungan zona inti dengan zona lainnya.
b. Peruntukan :
Mengakomodir aktivitas pengelolaan yang berupa perlindungan dan pengamanan;
inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; pembinaan
habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan
liar; penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; pendidikan dan peningkatan
kesadartahuan konservasi alam; wisata alam terbatas; penyimpanan dan/atau
penyerapan karbon; pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya
dan pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas (untuk menunjang
aktivitas pengelolaan di zona rimba atau perlindungan bahari).
C. Zona Pemanfaatan
a. Tujuan :
Pemanfaatan wilayah yang memiliki keindahan alam/daya tarik alam atau nilai
sejarah dan/atau wilayah dengan aksesibilitas yang mampu mendukung aktivitas
pemanfaatan
b. Persyaratan :

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 41
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

Memungkinkan dibangunnya sarana prasarana penunjang pemanfaatan dan


pengelolaan; bukan merupakan areal dengan keragaman jenis yang tinggi; terdapat
potensi jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan
c. Peruntukan :
Mengakomodir aktivitas pengelolaan yang berupa perlindungan dan pengamanan;
inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; pembinaan
habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan
liar; penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; pendidikan dan peningkatan
kesadartahuan konservasi alam; wisata alam terbatas; penyimpanan dan/atau
penyerapan karbon; pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk
penunjang budidaya; pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam;
pengusahaan pariwisata alam dan pengusahaan kondisi lingkungan berupa
penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, masa air, energi air, energi panas dan
energi angin; pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas (untuk
menunjang aktivitas pengelolaan di zona pemanfaatan) dan pemulihan ekosistem.
D. Zona Tradisional
a. Tujuan :
Mengakomodir aktivitas pemanfaatan karena karena telah dimanfaatkan untuk
kepentingan tradisional masyarakat secara turun temurun.
b. Persyaratan :
Memenuhi kriteria zona rimba dan pemanfaatan
c. Peruntukan
Mengakomodir aktivitas pengelolaan yang berupa perlindungan dan pengamanan;
inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; pembinaan
habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan
liar; penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan; wisata alam
terbatas; pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk penunjang
budidaya; pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas (untuk
menunjang aktivitas pengelolaan di zona tradisional); dan pemanfaatan potensi dan
kondisi sumber daya alam oleh masyarakat secara tradisional.
E. Zona Rehabilitasi
a. Tujuan :
Mengakomodir aktivitas pengelolaan yang berupa pemulihan ekosistem karena
adanya yang telah mengalami kerusakan sehingga perlu dilakukan pemulihan
ekosistem.
b. Peruntukan :
Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 42
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

Mengakomodir aktivitas pengelolaan yang berupa perlindungan dan pengamanan;


inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan; penyerapan dan
penyimpanan karbon; pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk
penunjang budidaya; pemulihan ekosistem; pelepasliaran dan/atau reintroduksi
satwa liar; dan pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas (untuk
menunjang aktivitas pengelolaan di zona rehabilitasi).
F. Zona Religi, budaya dan sejarah
a. Tujuan :
Mengakomodir pemanfaatan pada areal yang telah dilakukan pemanfaatan untuk
kepentingan religi, adat budaya, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.
b. Persyaratan :
Memenuhi kriteria zona rimba atau pemanfaatan
c. Peruntukan :
Mengakomodir aktivitas pengelolaan yang berupa perlindungan dan pengamanan;
inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan; pendidikan dan peningkatan kesadartahuan
konservasi alam; pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk
penunjang budidaya; Penyelenggaraan upacara adat budaya dan/atau keagamaan;
pemeliharaan situs religi, budaya dan/atau sejarah; wisata alam terbatas; dan
pemulihan ekosistem.
G. Zona Khusus
a. Tujuan :
Perwakilan daerah karena terdapatnya bangunan yang bersifat strategis yang tidak
dapat dielakkan; merupakan pemukiman masyarakat yang bersifat sementara yang
keberadaannya telah ada sebelum penetapan kawasan sebagai taman nasional;
perwakilan daerah yang karena kondisinya sehingga memenuhi syarat sebagai
wilayah pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan yang keberadaannya
tidak mengganggu fungsi utama kawasan.
b. Peruntukan :
Mengakomodir aktivitas pengelolaan yang berupa perlindungan dan pengamanan;
inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan; pemulihan ekosistem dengan
cara rehabilitasi dan restorasi; pembangunan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana berupa sarana telekomunikasi dan listrik, fasilitas transportasi, pertahanan
dan keamanan dan lain-lain yang bersifat strategias dan tak terelakkan.
Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 43
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

Adapun kesesuaian zona-zona pengelolaan tersebut pada tujuan pengelolaan dan


kondisi-kondisi tertentu yang ada digambarkan pada tabel berikut :

Tujuan Pengelolaan dan Beberapa Kondisi Penempatan pada Skema


No.
berdasarkan Ketentuan Kriteria Zona Pengelolaan Zona Pengelolaan
1. Perlindungan daerah yang memiliki ekosistem, Zona Inti, Rimba,
fenomena alam atau formasi geologi yang masih asli Perlindungan Bahari dan
atau alami Tradisional
2. Perlindungan daerah konsentrasi komunitas biota Zona Inti, Rimba,
target (flora-fauna) atau daerah dengan keragaman Perlindungan Bahari dan
jenis tinggi (mendukung efektivitas capaian Tradisional
peningkatan populasi satwa target)
3. Perlindungan daerah tempat kawin, bersarang, tempat Zona Inti, Rimba,
berpijah dan pembesaran biota target (mendukung Perlindungan Bahari dan
efektivitas capaian peningkatan populasi satwa target) Tradisional
4. Perlindungan daerah tempat singgah satwa migran Zona Inti
secara periodik
5. Perlindungan daerah sebaran tumbuhan dan daerah Zona Rimba, Perlindungan
jelajah satwa serta perkembangbiakan jenis target Bahari dan Tradisional
(mendukung efektivitas capaian peningkatan populasi
satwa target)
6. Perlindungan daerah zona inti dengan zona lainnya Zona Rimba dan Perlindungan
Bahari
7. Pemanfaatan daerah yang memiliki potensi keindaham, Zona Pemanfaatan dan
daya tarik alam atau nilai sejarah dengan aksesibilitas Tradisional
yang dapat mendukung aktivitas pemanfaatan,
memungkinkan pembangunan sarana prasarana
penunjang pemanfaatan, bukan merupakan daerah
konsentrasi biota target dan bukan merupakan areal
dengan keragaman jenis tinggi (mendukung efektivitas
capaian target PNBP sektor wisata)
8. Pemanfaatan potensi jasling (mendukung efektivitas Zona Pemanfaatan dan
capaian target PNBP sektor jasa lingkungan) Tradisional
9. Pemanfaatan daerah atau bagian kawasan karena telah Zona Tradisional
adanya pemanfaatan untuk kepentingan tradisional
masyarakat secara turun temurun (mendukung
program pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat sekitar kawasan sehingga dapat
menurunkan tekanan pada kawasan)
10. Pemulihan ekosistem pada daerah-daerah yang telah Zona Rehabilitasi
mengalami kerusakan (mendukung efektivitas capaian
pemulihan ekosistem pada ekosistem terdegradasi)
11. Pemanfaatan wilayah atau areal karena telah adanya Zona Religi
pemanfaatan untuk kepentingan religi, adat budaya,
perlindungan nilai-nilai budaya/sejarah
12. Daerah atau areal yang telah terdapat bangunan Zona Khusus
strategis yang tidak dapat terelakkan
13. Daerah atau areal yang telah terdapat pemukiman Zona Khusus
masyarakat yang bersifat sementara yang
keberadaannya telah ada sebelum penetapan kawasan
sebagai taman nasional
14. Daerah atau areal yang memenuhi kriteria sebagai Zona Khusus

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 44
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

wilayah pembangunan strategis yang tidak dapat


dielakkan yang keberadaannya tidak mengganggu
fungsi utama kawasan

Setelah tujuan pengelolaan dan beberapa kondisi tertentu (diatur pada Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Setjen/2015) diatur
kesesuaian ruangnya pada skema zona pengelolaan ditentukan, bahan ini digunakan untuk
menentukan penempatan berbagai potensi dan kondisi kawasan sesuai dengan tujuan dan zona
pengelolaan. Sehingga dengan demikian akan terlihat, daerah atau bagian-bagian kawasan
setelah ditempatkan ruangnya pada skema zona pengelolaan memiliki kondisi dan potensi yang
saling bertentangan atau tidak.

Dapat dicontohkan suatu daerah atau bagian kawasan karena potensi keindahan
alamnya potensial untuk adanya pengembangan pemanfaatan tetapi di sisi lain juga merupakan
daerah konsentrasi satwa target. Pada daerah seperti ini harus dipertimbangkan secara khusus
untuk ditentukan prioritasnya, atau diakomodir kedua potensinya dengan perlakuan tertentu.
Sehingga dengan demikian bisa didapatkan bentuk atau konsep dimana antara tujuan
pengelolaan dengan kriteria zona dan dengan kondisi/potensi kawasan saat ini saling
berkesesuaian.

Berikut penempatan daerah atau bagian kawasan pada zona pengelolaanberdasarkan


potensi dan kondisinya saat ini, yaitu :

Penempatan Tujuan dan Kondisi/Potensi


Potensi dan Kondisi Tertentup pada
No. Kondisi Tertentu pada Zona Kontradiktif dengan
Kawasan
Pengelolaan Penempatan Zona
1 Perlindungan daerah yang a. Ekosistem savana, hutan musim, Tidak ada potensi
memiliki ekosistem, fenomena daerah tangkapan air (daerah gunung) pertentangan; prioritas
alam atau formasi geologi b. Savana, hutan musim (di sebagian perlindungan tertinggi
yang masih asli atau alami besar daerah kering dataran rendah dapat ditemptkan pada
(Zona Inti, Rimba atau kawasan) Zona Inti, prioritas
Perlindungan Bahari) c. Fenomena hutan evergreen di sekunder dapat
daerah kering dataran rendah (Blok ditempatkan pada Zona
Curah Uling) Rimba.
2 Perlindungan daerah Habitat inti dan home range Banteng, Daerah Zona Rmba
konsentrasi komunitas biota Macan Tutul, Elang Jawa, Jalak Putih karena kondisinya
target (flora-fauna) atau (gunung, Kacip, Bekol, Talpat, sebagai konsentrasi biota
daerah dengan keragaman Palongan, semiang, Bitakol) target atau merupakan
jenis tinggi (Zona Inti, Rimba, Daerah kantong keragaman vegetasi kantong keragaman jenis
Perlindungan Bahari atau (gunung, hutan pantai Gatel, hutan pada saat diwacanakan
Tradisional) pantai Perengan). sebagai zona tradisional
perlu dipertimbangkan
resiko kerusakannya.
3 Perlindungan daerah tempat Habitat inti dan home range banteng, Penempatan Zona
kawin, bersarang, tempat macan tutul, elang jawa, jalak putih, Tradisional di daerah
berpijah dan pembesaran kucing bakau (gunung, Kacip, Bekol, dengan kondisi/potensi
biota target (Zona Inti, Rimba, Talpat, Palongan, Semiang, Bitakol, ht ini (terutama berkaitan
Perlindungan Bahari atau pantai-mangrove Gatel-Perengan) keberadaan banteng)

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 45
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

Tradisional) berpotensi
kontraproduktif pada
upaya peningkatan
populasinya.
4 Perlindungan daerah tempat Burung migran, elang jawa (ht pantai Keberadaannya di daerah
singgah satwa migran secara gatel, Semiang, Kacip) potensial konflik
periodik (Zona Inti) (interaksi tinggi dengan
manusia) perlu
perlakuan khusus.
5 Perlindungan daerah sebaran Banteng (Talpat, Bekol, Bama - Penempatan Zona
tumbuhan dan daerah jelajah Sumber Batu, Derbus, Evergreen; Tradisional di daerah
satwa serta Palongan – Semiang – Putatan - dengan kondisi/potensi
perkembangbiakan jenis Grekan; Tengkong – Bitakol – ini (terutama berkaitan
target (Zona Rimba, Panjaitan - Telogo) keberadaan banteng)
Perlindungan Bahari atau Macan Tutul (hutan musim daerah berpotensi
Tradisional) gunung, hutan pantai seluruh kontraproduktif pada
kawasan); upaya peningkatan
elang jawa (Kacip dsk.) populasinya.
Jalak Putih (savana-hutan musim
Bekol dan sekitarnya);
Kucing Bakau (ht.pantai seluruh
kawasan);
Pohon bayur, aren, Trenggulun, Kemiri
(hutan musim daerah gunung)
6 Perlindungan daerah zona inti Kondisional; mengikuti ploting Zona
dengan zona lainnya (Zona Inti
Rimba, Perlindungan Bahari)
7 Pemanfaatan daerah yang Entry gate dan VC (Karang tekok); Beberapa daerah dengan
memiliki potensi keindaham, Wisata Bahari, terumbu karang, potensi tinggi
daya tarik alam atau nilai lanskap pantai-savana-gunung, atraksi pemanfaatan merupakan
sejarah dengan aksesibilitas satwa, dll (Bilik-Sijile); daerah konsentrasi atau
yang dapat mendukung Wisata Bahari, terumbu karang, home range satwa target,
aktivitas pemanfaatan, lanskap pantai-savana-gunung, atraksi diantaranya macan tutul
memungkinkan pembangunan satwa, fasilitas akomodasi dll (Batu dan kucing bakau (hutan
sarana prasarana penunjang Hitam, Kajang, Cemoro, Kalitopo, pantai Batu Hitam,
pemanfaatan, bukan Bama, Kelor, Manting, Batusampan); Kajang, Cemoro, Kalitopo,
merupakan daerah atraksi satwa, lanskap savana, fasilitas Bama, Kelor, Manting,
konsentrasi biota target dan akomiodasi (Bekol); Sumber Nyamplung,
bukan merupakan areal lanskap mangrove-salflats, savana Sumber Batu), banteng
dengan keragaman jenis tinggi pantai, tegakan lontar, bird watching, (Bekol, Sumber
(Zona Pemanfaatan atau wisata bahari, wisata religi Nyamplung, Sumber
Tradisional) (Candibang); Batu) dan jalak putih
wisata bahari, entry gate dan VC, (Bekol).
treking hutan pantai, atraksi satwa, Prioritas pengelolaan
sunrise (Pantai Perengan); pada kedua potensi
entry gate dan VC, camping ground, tersebut harus disertai
waduk, bird watching, goa Jepang perlakuan atau syarat-
(Batangan-Waduk-Panggang); syarat khusus untuk
menara pandang, lanskap woodland menjamin
savana, rest area, wana wisata, bird keberlangsungan
watching, treking, entry gate dan VC keduanya.
(Bitakol-Panjaitan)
8 Pemanfaatan potensi jasling Sumber air artesis dengan kualitas Tidak ada potensi
(Zona Pemanfaatan, baik (Pantai Perengan) pertentangan
Tradisional)
9 Pemanfaatan daerah atau Rumput hijauan pakan ternak; hingga
bagian kawasan karena telah saat ini msh digunakan sbg areal
adanya pemanfaatan untuk penggembalaan (Gatel-Watunumpuk);
Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 46
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

kepentingan tradisional rumput aritan, rencek, HHNK, hasil


masyarakat secara turun laut (areal sekitar pemukiman dan
temurun (Zona Tradisional) pertanian masyarakat eks HGU PT.
Gunung Gumitir di Labuhan Merak -
Balanan hingga wilayah perairannya);
hasil laut (wil perairan pantai Jung
Wedi);
rumput aritan, madu, kroto dan HHNK
lainnya (Batangan-Pal Boto-Tegal
Wero)
10 Pemulihan ekosistem pada Daerah savana terinvasi oleh Acacia Mencakup areal yang
daerah-daerah yang telah nilotica sangat luas;
mengalami kerusakan (Zona pertimbangan diperlukan
Rehabilitasi) berkaitan kesesuaian
dengan pencapaian
tujuan pengelolaan
lainnya.
11 Pemanfaatan wilayah atau Situs makam Nyai Fatimah
areal karena telah adanya (Candibang);
pemanfaatan untuk Situs makam Pucuk Sera (Sirontoh)
kepentingan religi, adat
budaya, perlindungan nilai-
nilai budaya/sejarah (Zona
Religi)
12 Daerah atau areal yang telah Jalan raya propinsi Banyuwangi- Kondisi tipe vegetasi
terdapat bangunan strategis Surabaya (hutan jati Batangan- memungkinkan;
yang tidak dapat terelakkan Karangtekok); pertimbangan diperlukan
(Zona Khusus) Jaringan SUTET lama (Batangan- berkaitan kemungkinan
Karang tekok; melintasi hutan jati); overlap dengan daerah
Waduk Bajulmati (Tengkong; hutan sebaran satwa target.
jati)
13 Daerah atau areal yang telah Areal pemukiman dan pertanian Orientasi sementara
terdapat pemukiman masyarakat eks HGU. PT. Gunung hingga proses
masyarakat yang bersifat Gumitir (sejak 1975) di Labuhan penyelesaian sengketa
sementara yang Merak hingga Balanan; lahan dapat dilakukan.
keberadaannya telah ada areal Translok AD (sejak 1975) di
sebelum penetapan kawasan daerah Perengan
sebagai taman nasional (Zona
Khusus)
14 Daerah atau areal yang rencana Jaringan SUTET baru Kondisi tipe vegetasi
memenuhi kriteria sebagai (Batangan-Karang tekok; melintasi memungkinkan;
wilayah pembangunan hutan jati) pertimbangan diperlukan
strategis yang tidak dapat berkaitan kemungkinan
dielakkan yang overlap dengan daerah
keberadaannya tidak sebaran satwa target.
mengganggu fungsi utama
kawasan (Zona Khusus)

4.4. Penataan atau Penempatan Bagian Kawasan pada Zona Pengelolaan

Dari hasil analisa kesesuaian antara tujuan pengelolaan dengan kriteria zona dan
dengan kondisi/potensi kawasan saat ini sebagaimana terurai di atas, berikut penyimpulan

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 47
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

analisa tersebut dengan menempatkan daerah atau bagian-bagian kawasan berdasarkan potensi
dan kondisinya saat ini pada skema zona pengelolaan,yaitu :

No ZONA PENGELOLAAN LOKASI AREAL


1. Zona Inti a. Keseluruhan daerah Gunung Baluran (puncak gunung
hingga lereng dan sekitarnya termasuk evergreen
forest di Blok Curah Uling di sebelah barat jalan
Batangan-Bekol)
b. Daerah kering dataran rendah (meliputi ekosistem
savana, hutan musim, hutan pantai) meliputi Blok
Curah Uling sebelah timur jalan Batangan-Bekol,
sebagian Ketokan Kendal, Baha, Sumber Batu, Gunung
Malang, gunung Montor, Popongan, Palongan, Grekan,
Rowo Jambe, hingga sebagian Blok Curah Jarak.
2. Zona Rimba dan Zona a. Daerah-daerah di sekeliling Zona Inti hingga
Perlindungan Bahari pertemuannya dengan areal zona lainnya (Zona
Pemanfaatan, Tradisional, rehabilitasi dan zona
Khusus.
b. Daerah-daerah lain yang karena kondisi dan
potensinya yang cukup strategis sehingga
memerlukan skala perlindungan sekunder atau tidak
memungkinkan penentuan statusnya sebagai Zona
Inti.
3. Zona Pemanfaatan Daratan a. Entry gate dan VC (Karang tekok);
dan zona Pemanfaatan Bahari b. Wisata Bahari, terumbu karang, lanskap pantai-
savana-gunung, atraksi satwa, dll (Bilik-Sijile);
c. Wisata Bahari, terumbu karang, lanskap pantai-
savana-gunung, atraksi satwa, fasilitas akomodasi dll
(Batu Hitam, Kajang, Cemoro, Kalitopo, Bama, Kelor,
Manting, Batusampan). Juga merupakan daerah
konsentrasi dan secara umum merupakan bagian dari
home range satwa macan tutul dan kucing bakau.
d. atraksi satwa, lanskap savana, fasilitas akomiodasi
(Bekol); juga merupakan daerah konsentrasi banteng
dan jalak putih.
e. lanskap mangrove-salflats, savana pantai, tegakan
lontar, bird watching, wisata bahari, wisata religi
(Candibang);
f. wisata bahari, entry gate dan VC, treking hutan pantai,
atraksi satwa, sunrise (Pantai Perengan);
g. entry gate dan VC, camping ground, waduk, bird
watching, goa Jepang (Batangan-Waduk-Panggang);
h. menara pandang, lanskap woodland savana, rest area,
wana wisata, bird watching, treking, entry gate dan VC
(Bitakol-Panjaitan)
4. Zona Tradisional Daratan dan a. Rumput hijauan pakan ternak; hingga saat ini msh
Zona Tradisional Bahari digunakan sbg areal penggembalaan (Gatel-
Watunumpuk);
b. rumput aritan, rencek, HHNK, hasil laut (areal sekitar
pemukiman dan pertanian masyarakat eks HGU PT.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 48
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

Gunung Gumitir di Labuhan Merak - Balanan hingga


wilayah perairannya);
c. hasil laut (wil perairan pantai Jung Wedi);
d. rumput aritan, madu, kroto dan HHNK lainnya
(Batangan-Pal Boto-Tegal Wero)
5. Zona Rehabilitasi Daerah savana terinvasi oleh Acacia nilotica
6. Zona Khusus a. Jalan raya propinsi Banyuwangi-Surabaya (hutan jati
Batangan-Karangtekok);
b. Jaringan SUTET lama (Batangan-Karang tekok;
melintasi hutan jati);
c. Waduk Bajulmati (Tengkong; hutan jati)
d. Areal pemukiman dan pertanian masyarakat eks HGU.
PT. Gunung Gumitir (sejak 1975) di Labuhan Merak
hingga Balanan;
e. areal Translok AD (sejak 1975) di daerah Perengan
f. rencana Jaringan SUTET baru (Batangan-Karang
tekok; melintasi hutan jati)

4.5. Proyeksi Peta Hasil Ploting Lokasi Zona Pengelolaan dan Penentuan Luasnya
pada Kawasan Taman Nasional Baluran

Hasil akhir dari analisa sebagaimana terurai diatas adalah penempatan zona-zona
pengelolaan pada bagian-bagian kawasan Taman Nasional Baluran yang diorientasikan pada :
1. Tujuan pengelolan umum yang telah ditetapkan pada dokumen-dokumen perencanaan
sebelumnya,
2. Potensi atau kondisi kawasan pada saat ini, dan
3. Tujuan pengelolaan yang merupakan bentuk adaptasi pada dinamika atau perkembangan
kondisi dan potensi kawasan saat ini.

Berikut proyeksi penempatan zona-zona pengelolaan tersebut pada bagian-bagian


kawasan Taman Nasional Baluran.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 49
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

Peta Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016.

Adapun luas dari masing-masing zona pengelolaan yang telah ditempatkan pada
bagian-bagian kawasan tersebut, dijelaskan pada tabel berikut :

PROPORSI
No ZONA PENGELOLAAN LUAS JUMLAH
(%)
1 Zona Inti 6.920,18 27,68
a. Wilayah Gunung 5.411,03
b. Daerah kering dataran rendah bagian timur 1.509,15
2 Zona Rimba 8.843,46 35,37
3 Zona Perlindungan Bahari 958,70 3,83
4 Zona Pemanfaatan
a. Zona Pemanfaatan Daratan 1.480,72 5,92
- Karang Tekok 5,07
- Bilik-Sijile 355,04
- Batuhitam-Bama-Batusampan 434,98
- Bekol 17,56
- Candibang 93,14
- Perengan 3,63
- Jalan Batangan-Bekol-Bama 25,81
- Batangan-Camping-Ground-Waduk 407,12
- Bitakol 138,37
b. Zona Pemanfaatan Perairan 883,13 3,55

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|III. METODOLOGI DAN TAHAPAN PENENTUAN 50
ZONA PENGELOLAAN
Balai Taman Nasional Baluran

- Bilik-Sijile 210,63
- Batu Hitam – Bama – Batu Sampan 474,01
- Candibang 138,48
- Perengan 65,00
5 Zona Tradisional
a. Zona Tradisional Daratan 762,33 3,05
- Watunumpuk-Gatel 74,22
- Daerah sekitar areak eks HGU 469,55
Palboto-Tegalwero 218,56
b. Zona Tradisional Perairan 1.042,49 4,17
- Perairan Sekitar Areal Eks HGU 924,31
- Perengan 118,18
6 Zona Rehabilitasi 3.511,52 14,05
a. Karangtekok 973,31
b. Labuhan Merak 385,01
c. Bekol dsk 1.850,93
d. Derbus dsk 302,26
7 Zona Khusus 592,47 2,37
a. Jalan Raya Banyuwangi-Surabaya 52,80
b. Areal Eks HGU (Labuhan Merak-Balanan) 331,64
c. Areal Translom AD di Perengan 62,05
d. Jaringan SUTET (150 kV) Karangtekok-Batangan 30,00
e. Jaringan SUTET (500kV) Karangtekok-Batangan 85,81
f. Areal Translok AD di daerah Blok Gentong 30,17
JUMLAH 25.000,00 100,00

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016| 51


Balai Taman Nasional Baluran

V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL BALURAN

Dari hasil analisis dan pembahasan dalam penyusunan rancangan zona pengelolaan,
zona-zona yang ada atau diterapkan dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran ada 7
zona yaitu Zona Inti, Zona Rimba, Zona Perlindungan Bahari, Zona Pemanfaatan, Zona
Tradisional, Zona Rehabilitasi dan Zona Khusus. Zona Religi tidak diterapkan pada pengelolaan
kawasan bukan karena tidak ada. Aktivitas religi ada, yaitu yang berupa aktivitas ziarah pada
situs makam Nyai Fatimah yang ada di Candibang dan Pucuk Sera yang ada di Sirontoh, tetapi
aktivitas diakomodir berupa Zona Pemanfaatan dimana arealnya mencakup wilayah di
sekitarnya, sehingga mencakup aktivitas yang lain juga terutama yang berupa aktivitas wisata.

Pembagian zona tersebut berikut proporsi luasnya pada keseluruhan kawasan dan
perbandingannya dengan zona pengelolaan sebelumnya sebagai berikut :

Zona Pengelolaan Lama Zona Pengelolaan Baru


No Zona Pengelolaan
Luas % Luas %
1. Zona Inti 6.920,18 27,68 6.920,18 27,68
2. Zona Rimba 12.604,14 50,42 8.843,46 35,37
3. Zona Perlindungan Bahari 1.174,96 4,70 958,70 3,83
4. Zona Pemanfaatan 1.856,51 7,43 2.368,85 9,48
5. Zona Tradisional 1.340,21 5,36 1.804,82 7,22
6. Zona Rehabilitasi 365,81 1,46 3.511,52 14,05
7. Zona Khusus 738,19 2,95 592,47 2,37
JUMLAH 25.000,00 100,00 25.000,00 100,00

5.1. Zona Inti

5.1.1. Lokasi, Letak dan Luas


Zona Inti seluas ±6.920,18 Ha. Teralokasi di 2 (dua) lokasi. Kedua lokasi Zona Inti
tersebut yaitu :
1. Zona Inti di Daerah Gunung (Luas ± 5.411,03 Ha)
Sebaran spasial zona inti lokasi inimencakup keseluruhan wilayah gunung mulai daerah
lereng, punggung gunung, dasar kawah, dinding kawah hingga puncak gunung dan daerah
sekitar lereng yang ada di bawahnya. Di bagian timur melebar hingga Blok Curah Uling.
2. Zona Inti di Daerah Kering Dataran Rendah Bagian Timur Kawasan (Luas ± 1.509,15 Ha)
Sebaran spasial Zona Inti lokasi ini meliputi Blok Curah Uling sebelah timur jalan
Batangan-Bekol, sebagian Ketokan Kendal, Baha, Sumber Batu, Gunung Malang, gunung
Montor, Popongan, Palongan, Grekan, Rowo Jambe, hingga sebagian Blok Curah Jarak.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 52
BALURAN
Balai Taman Nasional Baluran

Kedua lokasi Zona Inti ini dipisahkan oleh Zona Rimba yang diperuntukkan sebagai
buffer karena adanya jalan Batangan-Bekol-Bama.

5.1.2. Potensi Sumber Daya alam


Secara umum potensi penting daerah ini terutama oleh karena adanya tipe ekosistem
asli dan masih merepresentasikan kondisi alami. Dan karena tutupan vegetasi yang ada di
daerah gunung didominasi oleh tutupn berupa hutan, daerah ini juga berfungsi sebagai daerah
tangkapan air. Tipe-tipe ekosistem alami yang ada di daerah ini yaitu :
a. Hutan hujan tropis pegunungan
Secara fisik merepresentasikan bentuk hutan primer. Tipe habitat atau vegetasi ini dapat
di jumpai di bagian punggung gunung sebelah tenggara hingga utara dan dasar kawah.
Berbeda dengan tutupan vegetasi di keseluruhan kawasan Baluran pada umumnya, tipe
hutan ini terutama dicirikan oleh kondisinya yang hijau sepanjang tahun. Didominasi oleh
jenis-jenis vegetasi evergreen seperti kemiri (Aleurites molluccana), kawang (Palaquium
amboinense), bayur (Pterospermum diversifolium), balang (Pterospermum diversifolium),
aren (Arenga pinnata), Ficus spp. dan lain-lain.
Satwa yang ada di daerah ini diantaranya macan tutul, lutung jawa, kijang, berbagai jenis
musang, tando, jlarang dan lain-lain.
b. Hutan musim
Tipe habitat atau vegetasi ini secara umum cukup luas tutupannya di keseluruhan
kawasan. Pada Zona Inti ini sebaran meliputi daerah kering dataran rendah bagian timur
hingga daerah lereng hingga bagian punggung gunung sebelah utara hingga timur. Tipe
hutan terutama dicirikan oleh kondisinya yang terutama tersusun oleh vegetasi gugur
(meranggas di musim kemarau).
Hutan musim pada cakupan daerah ini terutama merupakan habitat bagi satwa banteng,
macan tutul, kerbau liar, rusa, babi hutan, kijang, lutung jawa, merak, ayam hutan dan
berbagai jenis burung lainnya.
c. Evergreen forest di daerah kering dataran rendah
Tipe hutan ini di Baluran cukup fenomenal, mengingat daerah tumbuhnya di daerah
kering dataran rendah dimana umumnya vegetasi yang tumbuh merupakan vegetasi
kering atau gugur seperti savana atau hutan musim. Tipe hutan ini tetap hijau sepanjang
tahun, yang dimungkinkan oleh sebab berperannya secara dominan faktor edafik. Secara
fisik bahkan menunjukkan penampakan sebagai hutan primer karena adanya lapisan
strata tajuk pada tutupan vegetasinya sehingga intensitas sinar matahari hingga lantai
hutan ini relatif rendah. Jenis-jenis vegetasi hijau cukup dominan, meski secara umum
merupakan vegetasi campuran, dimana jenis-jenis vegetasi gugur masih dijumpai. jenis

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 53
BALURAN
Balai Taman Nasional Baluran

campuran baik dan didominasi oleh jenis-jenis Lapis kanopi hutan paling atas tersusun
oleh jenis-jenis pepohonan tinggi (> 30 m) seperti gebang (Corypha utan), gedrek
(Gyrocarpus americanus), kepuh (Sterculia foetida), Apak (Ficus sp.) dan trembesi (Albizia
saman). Pada lapis kanopi kedua didominasi oleh timongo (Kleinhovia hospita), serut
(Streblus asper), Peltophorum pterocarpum, Grewia spp. Dan lain-lain. Dan selain itu
berbagai jenis liana juga banyak dijumpai tumbuh di daerah ini.
Tutupan vegetasi daerah ini lazim dan sangat ideal dimanfaatkan oleh satwa sebagai
daerah cover, diantaranya yaitu banteng, macan tutul, lutung, kerbau liar, kijang dan lain-
lain.
d. Savana
Meski umum dijumpai di daerah kering dataran rendah, beberapa lokasi pada cakupan
Zona Inti ini berupa tutupan savana. Tumbuh mulai dataran rendah, lereng hingga
peralihan dengan hutan musim di bagian punggung gunung sebelah utara hingga timur.
Merupakan habitat utama bagi satwa pembentuk ekosistem savana seperti banteng, rusa,
kerbau liar, kijang, babi hutan, macan tutul, ajag, merak, ayam hutan dan lain-lain.
Keseluruhan sub-tipe vegetasi savana yang ada di Baluran dapat dijumpai pada cakupan
areal Zona Inti ini, yaitu :
 Sub-tipe trees savana
Bentuk savana (dominasi rerumputan) berasosiasi dengn pepohonan jarang.
Terutama tersebar di daerah lereng hingga peralihannya dengan hutan musim di
bagian punggung gunung sebelah utara hingga timur.
 Sub-tipe grass savana
Bentuk savana homogen rerumputan. Terutama tersebar di daerah puncak gunung.
 Sub-tipe woodland savanna
Bentuk asosiasi vegetasi savana dengan hutan musim (hutan terbuka). Tersebar di
daerah kering dataran rendah pada sebaran hutan musim, hingga daerah lereng,
hingga peralihan dengan hutan musim di bagian punggung gunung sebelah utara
hingga timur.
 Sub-tipe Shrub savanna
Bentuk asosiasi savana dengan perdu. Tersebar di daerah dinding kawah.
e. Semak belukar pegunungan
Terutama tersebar di daerah dinding kawah yang secara fisik habitatnya berupa tanah
bebatuan yang sangat curam dan sangat rentan erosi.
f. Hutan pantai
Sebagian kecil dari areal Zona Inti ini di bagian tenggara merupakan tutupan hutan pantai.
Yaitu daerah Grekan, Rowo Jambe, Putatan, dan Sumber Batu. Sebagian merupakan hutan
Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 54
BALURAN
Balai Taman Nasional Baluran

rawa tawar-payau atau umum dikenal sebagai formasi Barringtonia. Beberapa jenis
mangrove juga dijumpai tumbuh di aerah ini yaitu Sonneratia alba dan Excoecaria
agallocha. Secara fisik bahkan menunjukkan penampakan sebagai hutan primer yang
masih alami.
Selain merupakan daerah cover yang ideal, daerah ini juga merupakan daerah sumber air
dan kubangan alami satwa. Dan menjadi sangat strategis peran ekologisnya karena
berdekatan dengan daerah savna, yaitu Savana Palongan dan Savana Semiang. Jenis-jenis
satwa yang ada diantaranya banteng, kerbau liar, rusa, babi hutan, macan tutul, ajag,
lutung, kangkareng, tando, berbagai jenis musang dan lain-lain.
g. Hutan mangrove
Sebagian kecil dari areal Zona Inti ini di bagian tenggara juga dapat dujumpai tutupan
hutan mangrove. Yaitu di daerah Sirokok dan Sumber Batu. Berbagai jenis satwa yang
berhabitat di hutan pantai umumnya juga menggunakan tutupan vegetasi ini sebagai
habitat.

5.1.3. Obyek Potensial

Secara umum nilai penting tertinggi dari daerah yang tercakup pada Zona Inti ini
adalah adanya tipe ekosistem/vegetasi yang cukup beragam, asli, secara umum masih
merepresentasikan kondisi alami, dengan keragaman jenis (flora-fauna) yang cukup tinggi.
Tetapi mengingat status perlindungan tertinggi yang diterapkan pada daerah ini untuk menjaga
keutuhan kondisinya, aktivitas pemanfaatan hendaknya harus sangat dibatasi. Untuk
kepentingan pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam pada daerah ini
sebagaimana diatur pembolehannya menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-Stjen/2015), harus diringi dengan aturan yang ketat.

5.1.4. Kegiatan yang Dapat Dilakukan


a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi
hidupan liar;
d. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
e. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
f. Pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk penunjang budidaya;
g. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas (untuk menunjang aktivitas
pengelolaan di zona inti); dan
h. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 55
BALURAN
Balai Taman Nasional Baluran

5.2. Zona Rimba dan Zona Perlindungan Bahari

5.2.1. Lokasi, Letak dan Luas


Zona Rimba di wilayah daratan mencakup wilayah yang paling luas (± 8.843,46 Ha),
mengelilingi Zona Inti dan membatasi dengan zona-zona lainnya. Di wilayah timur Zona Rimba
memotong Zona Inti untuk memisahkannya dengan area jalan Batangan-Bekol.

Sedangkan untuk wilayah perairan, Zona Perlindungan Bahari seluas ± 958,70 Ha


berada di daerah perairan pantai Gatel – Air Tawar, Secang – Merak, Kakapa – Balanan, Batu
Sampan – Sirontoh, dan Sirokok – Jung Bedi.

5.2.2. Potensi Sumber Daya Alam


Untuk Zona Rimba di wilayah daratan, cakupan areal meliputi daerah bertutupan
vegetasi hutan musim, savana, semak belukar, hutan pantai, hutan mangrove dan hutan tanaman
(hutan produksi) jati dan gmelina. Sebagaian dari cakupan daerah ini juga merupakan bagian
dari home range satwa prioritas atau penting yaitu banteng, macan tutul, jalak putih dan merak.
Untuk Zona Perlindungan Bahari yang merupakan wilayah perairan, terutama
ditujukan untuk perlindungan tipe ekosistem padang lamun, terumbu karang hingga perairan
dalam di sebagian kecil areal.
Keberadaan kedua zona ini di daerah pantai juga berperan saling menguatkan,
mengingat di batas daratan dan perairan terdapat tipe ekosistem mangrove. Dimana habitat
mangrove secara ekologis merupakan bentuk pertemuan lingkungan laut dengan daratan.
Demikian juga dengan biota yang tinggal, juga terdiri dari biota laut dan biota darat. Sehingga
harus mendapatkan perlakuan perlindungan dari kedua sisi (laut dan darat).

5.2.3. Obyek Berpotensi Wisata Alam dan Pendidikan Konservasi


Mengingat luasnya areal sehingga beragam pula cakupan tipe ekosistem/vegetasi,
secara umum kondisi ini merupakan potensi yang besar dalam pemanfaatannya. Dimana
ketentuan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.76/Menlhk-
Setjen/2015) membolehkan pemanfaatannya untuk wisata alam secara terbatas. Aktivitas,
lokasi atau areal yang dapat menjadi obyek potensial untuk wacana pemanfaatan sebagai wisata
alam terbatas dan pendidikan pada areal Zona Rimba dan Zona Perlindungan Bahari ini,
diantaranya :
a. Pengenalan tipe-tipe ekosistem alami (potensi meliputi seluruh areal; dibatasi di daerah-
daerah terdekat dengan jalur akses, fasilitas akomodasi dan pengawasan petugas),
b. Pengamatan satwa dan bird watching (potensi meliputi sebagian besar areal; dibatasi di
daerah-daerah terdekat dengan jalur akses, fasilitas akomodasi dan pengawasan petugas),

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 56
BALURAN
Balai Taman Nasional Baluran

c. Treking dan hiking(potensi meliputi seluruh areal; dibatasi di daerah-daerah terdekat


dengan jalur akses, fasilitas akomodasi dan pengawasan petugas);
d. Wisata bahari (fishing, diving, snorkling, kanoing) (Secara umum keseluruhan areal
memungkinkan potensinya, tetapi perlu dibatasi)
5.2.4. Kegiatan yang Dapat Dilakukan
a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi
hidupan liar;
d. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
e. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
f. Wisata alam terbatas
g. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon
h. Pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk penunjang budidaya;
i. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk menunjang kegiatan
pada huruf a, b, c, d, e, f, g dan h.

5.3. Zona Pemanfaatan

5.3.1. Lokasi, Letak dan Luas


Luas keseluruhan dari Zona Pemanfaatan seluas ± 2.368,85 Ha. Terdiri dari wilayah
daratan dan perairan.
Di wilayah daratan Zona Pemanfaatan seluas total ± 1.480,72 Ha, mencakup lokasi-
lokasi yang terdiri dari :
a. Wilayah Karangtekok
Luas ± 5,07 Ha. Pintu masuk kawasan untuk wilayah Karangtekok, Pusat Informasi.
b. Bilik-Sijile
Luas ± 355,04 Ha. Bird watching, atraksi satwa, lanskap savana-gunung, pantai, treking
mangrove.
c. Batu Hitam – Kajang – Kalitopo – Bama – Batu Sampan
Luas ± 434,98 Ha. Bird watching, atraksi satwa, pantai, treking hutan pantai-mangrove,
sun rise.
d. Bekol
Luas ± 17,56 Ha. Lanskap savana, atraksi satwa, bird watching, treking, fasilitas
akomodasi.
e. Candibang

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 57
BALURAN
Balai Taman Nasional Baluran

Luas ± 93,14 Ha. Wisata religi, sun rise, atraksi satwa, bird watching, treking (hutan pantai,
savana).
f. Perengan
Luas ± 3,63 Ha. Sun rise, vew gunung.
g. Jalan Batangan – Bekol – Bama
Luas ± 25,81 Ha. Hutan musim-evergreen forest – savana – hutan pantai, bird watching.
h. Batangan – Camping – Ground – Waduk Bajulmati
Luas ± 407,12 Ha. Pintu masuk kawasan, pusat informasi, camping ground, bird watching,
waduk Bajulmati.
i. Bitakol
Luas ± 138,37 Ha. Rest area, treking, bird watching.

Di wilayah perairan Zona Pemanfaatan seluas total ± 888,13 Ha, mencakup lokasi-
lokasi yang terdiri dari :
a. Bilik-Sijile
Luas ± 210,63 Ha. Fishing, kanoing, snorkling, diving.
b. Bama
Luas ± 474,01 Ha. Fishing, kanoing, snorkling, diving.
c. Candibang
Luas ± 138,48 Ha. Fishing, sun rise.
d. Perengan
Luas ± 65,00 Ha. Sun rise, kanoing, fishing.

5.3.2. Kegiatan yang Dapat Dilakukan


a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi
hidupan liar;
d. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
e. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
f. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon
g. Pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk penunjang budidaya;
h. Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam;
i. Pengusahaan pariwisata alam dan pengusahaan kondisi lingkungan berupa
penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, masa air, energi air, energi panas dan energi
angin;

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 58
BALURAN
Balai Taman Nasional Baluran

j. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk menunjang kegiatan


pada huruf a, b, c, d, e, f, g, h dan i;
k. Pemulihan ekosistem

5.4. Zona Tradisional

5.4.1. Lokasi, Letak dan Luas


Luas keseluruhan dari Zona Tradisional seluas ± 1.804,82 Ha. Terdiri dari wilayah
daratan dan perairan.
Di wilayah daratan Zona Tradisional seluas total ± 762,33 Ha, mencakup lokasi-lokasi
yang terdiri dari :
a. Watunumpuk - Gatel
Luas ± 74,22 Ha. Areal savana dekat batas kawasan yang berbatasan dengan wilayah Desa
Sumber Waru. Telah sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat untuk penggembalaan
ternak dan pengambilan rumput.
b. Daerah di sekitar areal eks HGU. PT. Gunung Gumitir di Labuhan Merak, Widuri, Sumber
Batok, Air Karang, Lempuyang, Sirondoh, Simacan dan Balanan.
Luas ± 469,55 Ha. Kondisi tutupan lahan secara umum merupakan bentuk campuran
antara semak belukar hingga peralihannya dengan tipe vegetasi savana. Kondisi tutupan
demikian karena sebagian areal merupakan lahan garapan masyarakat yang sudah tidak
digunakan, atau areal disekitarnya yang telah banyak terpengaruh oleh berbagai aktivitas
masyarakat setempat terutama penggembalaan ternak.
c. Pal Boto – Tegal Wero
Luas ± 218,56 Ha. Tutupan lahan berupa hutan musim. Potensi pemanfaatan berupa jenis-
jenis tumbuhan bernilai ekonomi seperti asem jawa (Tamarindus indica), ules-ules
(Helicteres isora), madu, kroto. Telah sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
(desa Wonorejo)
Di wilayah perairan Zona Pemanfaatan seluas total ± 1.042,49 Ha, mencakup lokasi-
lokasi yang terdiri dari :
a. Perairan sekitar areal eks HGU
Luas ± 924,31 Ha. Hasil-hasil laut terutama perikanan. Telah sejak lama dimanfaatkan oleh
masyarakat.
b. Perengan
Luas ± 118,18 Ha. Hasil-hasil laut terutama perikanan.Telah sejak lama dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar (desa Wonorejo).

5.4.2. Kegiatan yang Dapat Dilakukan


Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 59
BALURAN
Balai Taman Nasional Baluran

a. Perlindungan dan pengamanan;


b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi
hidupan liar;
d. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan;
e. Wisata alam terbatas;
f. Pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk penunjang budidaya;
g. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk menunjang kegiatan
pada huruf a, b, c, d, e, dan f;
h. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam oleh masyarakat secara tradisional.

5.5. Zona Rehabilitasi

5.5.1. Lokasi, Letak dan Luas


Luas keseluruhan dari Zona Rehabilitasi seluas ± 3.551,52 Ha. Terdiri dari 4 (empat) di
wilayah daratan. Keseluruhannya merupakan daerah bertipe ekosistem savana. Dan saat ini
telah rusak akibat invasi Acacia nilotica. Yaitu :
a. Areal Karangtekok
Luas ± 973,31 Ha.
b. Areal Labuhan Merak
Luas ± 385,01 Ha.
c. Areal Bekol dan sekitarnya
Luas ± 1.850,93 Ha.
d. Areal Derbus dan sekitarnya
Luas ± 302,26 Ha

5.5.2. Kegiatan yang Dapat Dilakukan


a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya;
c. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan;
d. Penyerapan dan penyimpanan jasa lingkungan karbon;
e. Pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk penunjang budidaya;
f. Pemulihan ekosistem;
g. Pelepasliaran dan/atau reintroduksi satwa liar;
h. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk menunjang kegiatan
pada huruf a, b, c, d, e, f dan g;
i. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon
Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 60
BALURAN
Balai Taman Nasional Baluran

5.7. Zona Khusus

5.7.1. Lokasi, Letak dan Luas


Luas keseluruhan dari Zona Khusus seluas ± 592,47 Ha. Terdiri dari 6 (enam) lokasi di
wilayah daratan. Yaitu :
a. Jalur Jalan Raya Banyuwangi-Situbondo-Surabaya (Jalur Pantura)
Luas ± 52,8 Ha. Merupakan jalur utama nasional yang menghubungkan Jawa – Bali.
Memotong kawasan sepanjang 22 km melintasi hutan jati, berupa jalan hotmix. Areal Zona
Khusus di lokasi ini diorientasikan di kanan-kiri jalan selebar 24 m, untuk mengakomodir
kemungkinan pembangunan sarana dan prasarana umum pendukung jalan secara
terbatas sepanjang tidak mengganggu fungsi utama kawasan.
b. Areal Eks HGU. PT. Gunung Gumitir di Labuhan Merak – Balanan
Luas ± 331,64 Ha. Terletak memanjang di daerah pesisir pantai daerah Labuhan Merak,
Widuri, Sumber Batok, Air Karang, Lempuyang, Sirondoh, Simacan dan Balanan. Areal ini
digunakan oleh masyarakat sebagai areal pertanian dan pemukiman.
Penetapan status zona khusus pada areal ini secara umum diorientasikan mendukung
upaya penyelesaian konflik kepemilikan lahan.
c. Areal Translok AD di wilayah kerja Resort Perengan,
Luas ± 62,05 Ha. Merupakan areal sengketa yang hingga kini belum terselesaikan
permasalahannya. Kondisinya saat ini telah berupa pemukiman dan areal pertanian dan
beberapa sarana umum (masjid, jalan, pemakaman umum dan makam pahlawan.
Penerapan status Zona Khusus diorientasikan hingga terselesaiakannya permasalahan.
Penetapan status zona khusus pada areal ini secara umum diorientasikan mendukung
upaya penyelesaian konflik kepemilikan lahan.
d. Jaringan SUTET lama (150 kV) Karangtekok – Batangan
Luas ± 30,00 Ha. Telah ada sebelumnya, memotong kawasan melintasi tutupan hutan jati.
e. Rencana jaringan SUTET baru (500 kV) Karangtekok – Batangan
Luas ± 85,81 Ha. Belum dibangun, masih dalam tahap perencanaan dan persiapan
pelaksanaan. Di lokasi yang sama dengan jaringan SUTET lama, memotong kawasan
melintasi tutupan hutan jati.

f. Areal Tanah Gentong di Blok Gentong Wilayah Resort Watunumpuk.

Luas ± 30,17 Ha. Terletak di daerah Blok Gentong, di wilayah kerja Resort Watunumpuk.
Kondisi areal saat ini berupa lahan garapan untuk pertanian.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016|V. ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 61
BALURAN
Balai Taman Nasional Baluran

Penetapan status zona khusus pada areal ini secara umum diorientasikan mendukung
upaya penyelesaian konflik kepemilikan lahan.

5.6.2. Kegiatan yang Dapat Dilakukan


a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan;
d. Pemulihan ekosistem dengan cara rehabilitasi dan restorasi;
e. Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana berupa sarana telekomunikasi
dan listrik, fasilitas transportasi, pertahanan dan keamanan dan lain-lain yang bersifat
strategis dan tidak dapat terelakkan.

Zona Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2016| 62

Anda mungkin juga menyukai