Lembar Pengesahan
Disusun oleh :
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Lembata
……………………………….
Diketahui Oleh :
……………………………..
Disahkan Oleh :
An. Menteri Kehutanan RI
Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional IX
………………………………..
…………………….
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
RINGKASAN EKSEKUTIF
Rencana Jangka Panjang Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (RPJP-
KPHL) Lembata bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi produksi dan jasa
sumberdaya hutan di wilayah kerja KPHL Lembata, yang dilakukan melalui kegiatan
pokok berupa pemanfaatan, pemberdayaan masyarakat, serta pelestarian lingkungan
yang merupakan satu kesatuan kegiatan. Dengan demikian, rencana pengelolaan
jangka panjang ini diharapkan dapat memberi arah pengelolaan hutan dan
kawasannya, yang melibatkan semua pihak dalam upaya pengembangan KPHL
Lembata di Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kesatuan Wilayah KPHL Lembata memiliki luas mencapai 49.181,83 ha yang secara
administratif terletak di Kabupaten Lembata (sekitar 39% dari total luas kabupaten)
berada di antara 8° 10' 12" LS – 8° 35' 24" LS dan 123° 12' 1" BT – 123° 55' 48" BT.
Berdasarkan fungsi hutan, wilayah KPHL Lembata sebagian besar didominasi oleh
fungsi hutan lindung (HL) seluas 48576.73 ha (98.77%) dan sebagian kecil lainnya
berupa hutan produksi (HP) seluas 605,10 ha (1.23%).
KATA PENGANTAR
Pengelolaan hutan dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPHL) Lembata meliputi
kegiatan tata hutan, penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan,
rehabilitasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam. Untuk
mengimplementasikan pengelolaan hutan tersebut, maka perlu disusun Rencana
Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Lembata.
Rencana Pengeloaan Hutan Jangka Panjang KPHL Lembata memuat: tujuan yang
akan dicapai KPHL, kondisi yang dihadapi, strategi dan kelayakan pengembangan
pengelolaan hutan, yang meliputi: tata hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan
kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam. Melalui
rencana jangka panjang ini potensi dan kondisi sumberdaya hutan, kondisi sosial
ekonomi dan pengembangan KPHL jangka panjang di Kabupaten Lembata dapat
diketahui.
Data dan informasi yang digunakan dalam rencana ini mengacu pada hasil kegiatan
inventarisasi kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan sosial budaya di wilayah kerja KPHL
Lembata.
Dengan tersusunnya Rencana Jangka Panjang Pengelolaan Hutan KPHL Lembata ini
diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan
rencana ini. Mudah-mudahan rencana ini dapat menjadi acuan dalam pengelolaan
hutan berkelanjutan di wilayah KPHL Lembata.
i
KesatuanPengelolaanHutanLindung(KPHL)Lembata
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.2. Tujuan............................................................................................................ 2
ii
KesatuanPengelolaanHutanLindung(KPHL)Lembata
Halaman
2.5 KPHL dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah .............. 43
3.1.1. Visi............................................................................................................ 48
4.3 Proyeksi Kondisi Wilayah KPHL Lembata di Masa yang Akan Datang ................. 71
iii
KesatuanPengelolaanHutanLindung(KPHL)Lembata
Halaman
5.1.3 Pembagian Blok Hutan Lindung di Areal Kerja KPHL Lembata .......................... 84
5.1.4 Pembagian Blok Hutan Produksi di Areal Kerja KPHL Lembata ......................... 90
5.4 Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) Pada Areal KPHL Yang Telah
5.8 Penyelenggaraan Koordinasi Dan Sinkronisasi Antar Pemegang Ijin .................. 103
5.9 Koordinasi Dan Sinergi Dengan Instansi Dan Stakeholder Terkait ..................... 103
5.10 Penyediaan Dan Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia (SDM) .............. 105
iv
KesatuanPengelolaanHutanLindung(KPHL)Lembata
Halaman
v
KesatuanPengelolaanHutanLindung(KPHL)Lembata
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.7 Kondisi Areal Berdasarkan Cakupan Sebaran Dusun di KPHL Lembata ......... 18
Tabel 2.13 Jumlah penduduk Desa Ile Boli Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................. 31
Tabel 2.14 Jumlah Petani serta Luas dan Produksi Tanaman Pertanian
Tabel 2.17 Sarana dan prasarana pendidikan dan Jumlah Guru di Desa Ile Boli ........... 35
Tabel 2.18 Jumlah Sarana pengadaan air bersih dan Sanitasi Lingkungan
Tabel 2.19 Keadaan Penduduk Desa Petuntawa Menurut Tingkat Pendidikan ................ 38
Tabel 2.22 Jumlah Penganut Agama yang Dianut Penduduk Desa Waienga .................. 40
vi
KesatuanPengelolaanHutanLindung(KPHL)Lembata
Halaman
Tabel 4.5 Koherensi Antara Visi, Misi, Tujuan, Kombinasi Faktor (Strategi)
Tabel 4.6 Misi, Sasaran, Program dan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang .............. 67
Tabel 4.7 Proyeksi HHBK Tahun 2015-2025 di Wilayah KPHL Lembata ....................... 77
Tabel 4.8 Proyeksi HHK Tahun 2015-2050 di Wilayah KPHL Lembata ......................... 77
Tabel 4.9 Proyeksi Rehabilitasi Lahan di KPHL LEMBATA Periode 2015 – 2025 ............ 78
Tabel 5.1 Hasil Penataan Hutan di Wilayah Kerja KPHL Lembata ................................ 83
Tabel 5.2 Pebagian Blok dan Arahan Pengelolaan di HL KPHL Lembata ...................... 85
Tabel 5.3 Sebaran Blok Pemanfaatan di Dalam Areal Hutan Lindung KPHL Lembata .... 88
Tabel 5.4 Pembagian Blok Hutan Produksi di Wilayah KPHL Lembata ......................... 90
Tabel 5.5 Tingkat Kekritisan Lahan di Blok Hutan Lindung KPHL Lembata ................... 97
Tabel 5.5 Tingkat Kekritisan Lahan di Blok Hutan Produksi KPHL Lembata .................. 99
vii
KesatuanPengelolaanHutanLindung(KPHL)Lembata
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.6 Kondisi Sebaran Penutupan Lahan di Wilayah Kerja KPHL Lembata ......... 23
Gambar 2.8 Kondisi Jumlah Penduduk di Kabupaten Lembata tahun 2013 ................. 27
Gambar 2.15 Jumlah penduduk Desa Petuntawa Berdasarkan Agama yang Dianut ....... 38
Gambar 5.1 Diagram Sebaran Blok Inti Berdasarkan Wilayah Kecamatan ................... 85
Gambar 5.2 Kondisi Sebaran Areal Non Hutan di Dalam Blok Inti .............................. 87
Gambar 5.3 Kondisi Sebaran Tutupan Areal di Blok Pemberdayaan KPHL Lembata ..... 91
Gambar 5.4 Kondisi Tutupan Vegetasi di Areal Blok Perlindungan KPHL Lembata ....... 92
Gambar 5.6 Tahapan Manajemen KPHL Dalam Perspektif Manajemen Adaptif .......... 112
viii
KesatuanPengelolaanHutanLindung(KPHL)Lembata
DAFTAR LAMPIRAN
3. Peta Wilayah Tertentu Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 1)
4. Peta Wilayah Tertentu Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 2)
5. Peta Penutupan Lahan Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur
(Lembar 1)
6. Peta Penutupan Lahan Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur
(Lembar 2)
7. Peta Jenis Tanah Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 1)
8. Peta Jenis Tanah Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 2)
9. Peta Penataan Hutan Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 1)
10. Peta Penataan Hutan Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 2)
11. Peta Kelas Potensi Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 1)
13. Peta Kelas Potensi Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 2)
15. Peta Keberadaan Izin Pemanfaatan dan Keberadaan Hutan Wilayah KPHL Unit IX
Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 1)
16. Peta Keberadaan Izin Pemanfaatan dan Keberadaan Hutan Wilayah KPHL Unit IX
Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 2)
17. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur
(Lembar 1)
18. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur
(Lembar 2)
19. Peta Jenis Batuan Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 1)
20. Peta Jenis Batuan Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembar 2)
21. Peta Kelas Aksesibilitas Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur
(Lembar 1)
ix
KesatuanPengelolaanHutanLindung(KPHL)Lembata
22. Peta Kelas Aksesibilitas Wilayah KPHL Unit IX Provinsi Nusa Tenggara Timur
(Lembar 2)
x
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
BAB
Bagi masyarakat di Kabupaten Lembata, hutan dinilai sebagai ibu dari kehidupan
masyarakat sepanjang waktu. Hutan menyediakan berbagai kebutuhan hidupnya,
seperti air bersih, hasil hutan kayu dan bukan kayu, pangan, obat tradisional, serta
perlindungan ekosistem wilayahnya. Di sisi lain dengan makin berkembangnya
Kabupaten Lembata sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi wilayah di
Provinsi Nusa Tenggara Timur, maka peranan hutan terutama dalam menyediakan jasa
lingkungannya seperti sumber air bersih dan perlindungan lingkungan hidupnya makin
penting dan strategis.
1
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
dilakukan dengan baik, maka KPH menjadi garis depan untuk mewujudkan harmonisasi
pemanfaatan hutan oleh berbagai pihak dalam kerangka pengelolaan hutan lestari.
Rencana jangka panjang KPHL Lembata ini disusun untuk memberikan gambaran
mengenai: (1) potensi dan kondisi sumberdaya hutan, letak KPHL Lembata dalam DAS,
kondisi sosial ekonomi dan pengembangan wilayah, (2) bobot fungsi hutan yang akan
diwujudkan dan sasaran para pihak untuk mewujudkan pemanfaatan hutan secara
efisien dan adil, (3) ketersediaan prakondisi maupun potensi hambatan ditinjau dari
kepastian wilayah, permintaan hasil hutan, investasi dan sumber pendanaan, dan
sumberdaya manusia, serta (4) kelayakan pengembangan yang ditelaah selain dari
segi manfaat dan biaya juga dari ketersediaan prakondisi, kekuatan dan kelemahan
institusi dan organisasi.
1.2. Tujuan
2
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
1.3. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka
Panjang KPHL Lembata adalah tersusunnya kerangka formal pengelolaan untuk jangka
waktu sepuluh tahun ke depan sebagai acuan bagi rencana pengelolaan jangka
menegah (5 tahunan), dan rencana pengelolaan jangka pendek (1 tahun) dalam
mewujudkan kelestarian fungsi dan manfaat dari kawasan KPHL Lembata.
Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHL Lembata untuk jangka waktu
sepuluh tahun berdasarkan kajian aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya dengan
memperhatikan partisipasi, aspirasi, budaya masyarakat dan rencana pembangunan
daerah/wilayah. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang ini menjadi dasar bagi
penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Menengah dan Jangka Pendek dalam
bentuk matriks strategi pengelolaan yang memuat program-program dan usulan
kegiatan operasional.
3
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
f. Rencana Kegiatan, terdiri dari : a). Inventarisasi berkala wilayah kelola dan
penataan hutan, b). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, c). Pemberdayaan
masyarakat, d). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal KPHL yang
telah dibebani ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan,
e). Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin, f). Pembinaan dan
pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang
sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, g). Penyelenggaraan
perlindungan hutan dan konservasi alam, h). Penyelenggaraan koordinasi dan
sinkronisasi antar pemegang ijin, i). Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan
stakeholder terkait, j) penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, k). Penyediaan
pendanaan, i). Pengembangan database, m). Rasionalisasi wilayah kelola,
n). Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) dan o). Pengembangan
investasi.
g. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
h. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
i. Penutup
1. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap;
4. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan
tanah;
4
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
7. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,
rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam;
8. Tata Hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup
kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan
potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari;
10. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan
yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan
pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan
memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi
lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk
memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari;
5
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
20. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung selanjutnya disebut KPHL adalah KPH
yang luas wilayah seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan lindung;
21. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi selanjutnya disebut KPHP adalah KPH
yang luas wilayah seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan
produksi;
22. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPHL yang
merupakan bagian dari wilayah KPHL yang dipimpin oleh Kepala Resort KPHL
dan bertanggung jawab Kepada Kepala KPHL;
23. Blok Pengelolaan pada wilayah KPHL adalah bagian dari wilayah KPHL yang
dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan;
24. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha
pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan dan silvikultur yang
sama;
6
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
25. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum
menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya atau
belum dibebani izin pemanfaatannya;
27. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang
kehutanan;
28. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom
yang lain sebagai badan eksekutif daerah;
31. Peran serta para pihak adalah kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh
para pihak yang timbul atas minat, kepedulian, kehendak dan atas keinginan
sendiri untuk bertindak dan membantu dalam mendukung pengelolaan KPHL;
33. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan suatu alat yang berisi
kerangka dasar bagi upaya pengalokasian ruang berdasarkan fungsi, struktur dan
hirarki ruang, serta sebagai pengendalian pemanfaatan ruang;
34. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) merupakan salah satu struktur tata
ruang yang merupakan bentuk sasaran dalam penetapan kebijaksanaan penataan
ruang wilayah.
7
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
BAB
DESKRIPSI KAWASAN
2
2.1. Risalah Wilayah KPHL Lembata
8
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
9
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
2.1.2 Topografi
No. Kelas Lereng (%) Tingkat Kecuraman Luas (Ha) Persen (%)
2.1.3. Geologi
Kondisi geologi di wilayah KPHL Lembata secara umum didominasi oleh tipe
batuan asosiasi andesit basalt (57%) diikuti oleh asosiasi Andesit; basalt; breksi;
tefra berbutir halus; tefra berbutir kasar(24%) dan sebagian lainnya merupakan
tipe-tipe alluvium. Kondisi batuan di wilayah KPHL Lembata disajikan pada tabel
2.3.
10
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Persen
No Jenis Batuan Luas (Ha)
(%)
1 Aluvium sungai-sungai muda; aluvium marin estuarin; gambut 51.07 0.10
2 Andesit; basalt 27,956.81 56.84
3 Andesit; basalt; breksi; tefra berbutir halus; tefra berbutir kasar 11,993.25 24.39
4 Balalt; andesit 63.58 0.13
5 Basalt; andesit 100.09 0.20
6 Batu gamping 65.99 0.13
7 Batu gamping; koral 1,130.51 2.30
8 Endapan bahan-bahan kipas aluvium; koluvium 997.02 2.03
9 Endapan-endapan Aluvium,kipas aluvium 165.76 0.34
10 Koral 426.93 0.87
Koral; Aluvium marin estuarin muda (bergaram); aluvium
11 14.51
marin muda 0.03
12 Tefra berbutir halus; tefra berbutir kasar 6,216.32 12.64
49181.83 100.00
Sumber: Hasil analisis spasial (2015)
2.1.4. Tanah
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil survey BPKH Wilayah XIV NTT
diketahui bahwa klasifikasi kemampuan tanah di Kabupaten Lembata membentuk
5 (lima) satuan peta tanah (SPT) yang merupakan asosiasi atau kompleks dari 6
grup yaitu haplustepts, ustarthents, haplustolls, ustipsamments, haplustands dan
haplustalfs. Klasifikasi tanah di Kabupaten Lembata didominasi oleh SPT 168
(haplustepts dan haplustalfs) yaitu seluas 53,68% wilayah berbahan induk
vulkanik pada sub landform pebukitan volkan dengan relief bergunung.
Haplustepts adalah tanah yang tergolong masih muda, dengan ph sangat masam
sampai netral dengan penampang tanah dangkal dan berbatu terutama di
pegunungan atau perbukitan berlereng curam. Kondisi sebaran jenis tanah di
wilayah kerja KPHL Lembata disajikan pada tabel 2.4.
Persen
No Jenis Tanah Luas (Ha)
(%)
1 Aluvial 10.49 0.02
2 Andosol Distrik 13,516.68 27.48
3 Kambisol Distrik 4,692.89 9.54
4 Kambisol Ustik 5,327.80 10.83
11
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Persen
No Jenis Tanah Luas (Ha)
(%)
5 Litosol 2.86 0.01
6 Podsolik 22,050.71 44.84
7 Renzina 1,623.42 3.30
8 (blank) 1,956.99 3.98
Total 49,181.83 100.00
Sumber: Hasil analisis spasial (2015)
Wilayah KPHL Lembata secara umum memiliki tingkat potensial erosi yang relatif
rendah. Hal ini ditunjukkan oleh data hasil analisis spasial erosivitas yang
menunjukkan areal didominasi (43%) oleh nilai erosivitas 2.08 sebagaimana
ditunjukkan oleh tabel 2.5.
12
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
13
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
terjadi antara bulan April sampai dengan bulan Nopember setiap tahunnya. Rata-
rata curah hujan per tahun adalah 500 - 1200 mm.
Curah hujan tertinggi terdapat di bagian barat Flores, Timor bagian tengah dan
Sumba Barat. Propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai beberapa kawasan
rawan bencana geologis terutama di beberapa bagian dari Pulau Flores dan
Kepulauan Alor. Lahan pada beberapa pulau besar di Propinsi Nusa Tenggara
Timur sebagian besar telah dimanfaatkan. Untuk kegiatan pertanian yang
meliputi tanaman perkebunan, hortikultura, tanaman pangan, peternakan, dan
tanaman hutan seperti lontar, cendana, dan asam. Selain itu, wilayah ini memiliki
sumber daya kelautan (maritim) yang potensial untuk dikembangkan.
14
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Dilihat dari aspek hidrologi ketersediaan air, baik air permukaan maupun air
tanah di Kabupaten Lembata umumnya sangat terbatas akibat rendahnya curah
hujan dan hari hujan yang mempengaruhi air tanah dan debit air sungai. Di
wilayah Kabupaten Lembata, air permukaan sebagian besar berasal dari sungai.
Sungai tersebut dalam skala sedang dan kecil. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
diharapkan menampung air pada musim penghujan tidak mampu
mempertahankan air karena penutup tanah (land cover) yang semakin tipis dan
terbuka akibat pembukaan lahan pertanian pada daerah kemiringan oleh
masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan terutama pada daerah sekitar
mata air. Oleh karena itu diperlukan regulasi tentang pengamanan daerah sekitar
mata air, termasuk penetapan zona lindung yang berbasis Daerah Aliran Sungai.
Menurut data dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Benain – Noelmina
Kupang terdapat 113 Daerah Aliran Sungai yang terdapat di Kabupaten Lembata.
Hasil analisis spasial menunjukkan terdapat 85 DAS di wilayah KPHL Lembata
sebagaimana disajikan pada tabel 2.6.
15
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
16
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Aksesibilitas menuju kawasan secara umum bervariasi dari rendah sampai tinggi,
namun berdasarkan hasil analisis peta aksesibilitas menunjukkan bahwa sebagian
besar kawasan (41%) memiliki aksesibilitas yang rendah. Hal ini diduga terletak
areal-areal yang berada di dataran tinggi. Kondisi aksesibilitas kawasan disajikan
pada gambar 2.4.
17
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
2.1.8. Batas-Batas
Tabel 2.7 Kondisi Areal Berdasarkan Cakupan Sebaran Dusun di KPHL Lembata
No Desa/Dusun Luas (Ha) Persen (%)
1 Baja 409.71 0.83
2 Bejumulan 3.31 0.01
3 Belo 4615.61 9.38
4 Danumdera 100.09 0.20
5 Gunung Beliling 22050.71 44.84
6 Gunung Waisano 4692.89 9.54
7 Hadakewa 994.16 2.02
8 Ili Kimang 11993.25 24.39
9 Kokot Sesaol 63.58 0.13
10 Mbura 548.52 1.12
11 Mese 65.99 0.13
12 Muhenere 741.97 1.51
13 Nanga Nae 10.49 0.02
14 Norabeleng 2.86 0.01
18
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
19
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Daerah No. 3 tahun 2014 di atas maka
Pemerintah Kabupaten Lembata menetapkan Peraturan Bupati No. 28 tahun
2014 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Lembata No. 3 tahun
2014 unit IX Kabupaten Lembata. Berdasarkan peraturan tersebut maka
organisasi KPHL Lembata dapat dilaksanakan.
20
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
21
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
ARAHAN PEMANFAATAN
KECAMATAN /
HL- HP- Persenta
FUNGSI HL-INTI TOTAL
PEMANFAAT PEMBERDAYAAN se
KAWASAN (Ha)
AN (Ha) MASYARAKAT (Ha)
Kec. Wulandoni 262.36 725.85 988.21 2.01%
HP
Kec. Buyasuri 605.12 605.12 1.23%
TOTAL LUAS 20,462.98 28,113.75 605.12 49,181.85
% 41.61% 57.16% 1.23%
Berdasarkan data pada Tabel 2.8 di atas, bahwa untuk hutan lindung arahan
pemanfaatannya adalah untuk HL-Inti seluas 20,462.98 ha (41.61%), HL-
Pemanfaatan seluas 28,113.75 ha (57.16%) dan HP-Pemberdayaan seluas
605.12 ha (1.23%).
Penutupan kawasan KPHL Lembata didominasi oleh hutan lahan kering sekunder
dan padang rumput/savana yang terpusat di hutan lindung. Beberapa bentuk
penutupan lahan yang juga cukup besar porsinya adalah belukar dan pertanian
lahan kering campur. Gambaran kondisi tutupan lahan di wilayah KPHL Lembata
disajikan pada tabel 2.9 dan gambar 2.6.
Keberadaan hutan lahan kering sekunder dengan fungsi sebagai hutan lindung
yang luas di wilayah ini menjadi potensi yang baik bagi Kabupaten Lembata
22
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
terutama sebagai pelindung tata air dan tanah. Selain hal tersebut, keberadaan
hutan ini menjadi penting bagi perlindungan jenis-jenis flora dan fauna asli beserta
habitatnya.
Gambar 2.6 Kondisi Sebaran Penutupan Lahan di Wilayah Kerja KPHL Lembata
Salah satu tipe vegetasi yang khas dijumpai di wilayah NTT adalah vegetasi
sabana tropis, hutan musim kering (dataran rendah sampai pegunungan) dan
padang rumput (savana). Jenis flora yang khas dijumpai antara lain pohon
Cendana (Santalum album) termasuk jenis dilindungi, Kesambi (Schleichera
oleosa) dan Gaharu (Aquilaria malaccensis). Pohon Cendana sekaligus menjadi
flora identitas Provinsi NTT.
23
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun dari BKSDA NTT diketahui bahwa
daerah-daerah di NTT cenderung memiliki kesamaan dalam hal keanekaragaman
flora, sehingga tidak dijumpai jenis flora khusus di Kabupaten Lembata.
B. Potensi Tegakan
24
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Dari data di atas diketahui bahwa tegakan yang lebih muda cenderung lebih
banyak dibandingkan dengan tegakan yang lebih tua. Jenis-jenis pohon yang
mendominasi di wilayah ini tergolong memiliki nilai komersial yang cukup tinggi
diantaranya adalah Cendana (Santalum album), Kayu Merah (Dehaasia
incrasata), Johar (Casia siamea), Gaharu (Aquilaria malacensis), Jati (Tectona
grandis), Kesambi (Schleichera oleosa), Merbau (Intsia bijuga), Ampupu
(Eucalyptus urophylla), dan Mahoni (Swietenia mahagony).
Wilayah Nusa Tenggara Timur dikenal memiliki beragam jenis-jenis fauna yang
khas dan endemik diantaranya jenis reptilia berupa komodo (Varanus
komodiensis) penyu (Chelonia spp) dan phyton timor (Phyton timorensis).
Berdasarkan hasil inventarisasi satwa yang dilakukan oleh BKSDA Kupang (2013)
diperoleh jenis-jenis fauna khas wilayah NTT sebagaimana tael berikut:
25
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Wilayah kerja KPHL Lembata memiliki peranan yang strategis dalam mendukung
perkembangan wilayah Kabupaten Lembata. Beberapa nilai penting dari potensi
jasa lingkungan di wilayah kerja KPHL Lembata Kabupaten Lembata, terutama
terkait dengan keberadaan lahan hutannya sebagai daerah tangkapan air bagi
sumber-sumber mata air dan aliran sungai yang dimanfaatkan sebagai air baku
minum, pertanian, dan industri.
26
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Merupakan pertimbangan kompleksitas interaksi antara desa dan KPH yang telah
ditetapkan sebagai KPH. Bisa dimungkinkan bahwa jumlah desa disekitar suatu
KPH sedikit namun memiliki kompleksitas yang lebih rumit dibandingkan suatu
KPH yang disekitarnya terdapat jumlah desa yang lebih banyak. Kompleksitas
27
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
3) Pertimbangan administratif
28
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Ditinjau dari segi agama, Penduduk di Desa Baobolak secara umum memeluk
agama Katholik. Sedangkan dari segi tingkat pendidikan penduduk Desa
Baobolak ddidominasi oleh tingkat pendidikan SD/sederajat (44%) diikuti oleh
yang sedang bersekolah (35%) sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut:
29
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Mata pencaharian utama penduduk adalah petani (90%), sebagian kecil PNS dan
pengusaha jasa. Bentuk pertanian yang dilakukan umumnya berupa pola
pertanian lahan kering berupa kebun atauladang, hanya sebagian kecil lainnya
berupa pola pertanian lahan basah (sawah). Hasil produksi utama dari Desa
Baobolak adalah jenis tanaman pangan (padi, jagung, dan ubi kayu), komoditas
perkebunan (Kelapa, Jambu Mete, Kemiri, Kopi dan Pinang) dan buah-buahan
(mangga, pepaya, pisang, nangka, nenas dan jeruk).
Secara umum, kondisi jalan di Desa Baobolak cukup parah terutama jalan
kecamatan yang menghubungkan antar desa di Kecamatan Nagawutung.
Sarana transportasi darat yang dimiliki oleh masyarakat Desa Baobolak adalah
motor ojek selebihnya merupakan motor pribadi/dinas. Pada umumnya
masyarakat di Desa Baobolak lebih sering menggunakan motor dalam kehidupan
sehari-hari baik baik jasa ojek maupun motor pribadi.
Sarana dan prasarana kesehatan di desa ini terdiri atas posyandu dan polindes
masing-masing satu unit dengan dukungan satu orang tenaga medis (bidan).
30
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Desa Baobolak memiliki sarana peribadatan berupa 1 (satu) gedung gereja St.
Mikhael sebagai sarana tempat ibadah bagi umat Khatolik yang merupakan umat
mayoritas di desa ini, serta untuk stasi Baobolak dengan 1 buah gedung/rumah
untuk pastoran.
Penduduk Desa Ile Boli berada di dekat kawasan hutan merupakan salah satu
pemegang peran penting terhadap besarnya tingkat ketergantungan dan tekanan
terhadap kawasan hutan. Hal ini terlihat pada karakteristik masyarakat yang
secara umum sangat membutuhkan lahan untuk bercocok tanam. Tingkat
pendidikan masyarakat secara umum cukup baik ditandai dengan sebagian besar
masyarakat telah mengenyam pendidikan mulai dari tingkat SD hingga SLTA
sebagaimana ditunjukkan pada table 2.13.
Tabel 2.13 Jumlah Penduduk Desa Ile Boli Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Laki-Laki Perempuan
No. Tingkat Pendidikan
(org) (org)
1 Usia 7-18 tahun yang tidak pernah sekolah 2 1
Usia 18-56 tahun pernah SD tapi tidak
2 4 3
tamat
3 Tamat SD/Sederajat 82 96
4 Tamat SMP/Sederajat 16 9
5 Tamat SLTA/Sederajat 14 9
6 Tamat D2/Sederajat 1 1
7 Tamat D3/Sederajat - 3
8 Tamat Sarjana 3 3
Sumber : RPJM-Desa Periode 2008 – 2014, Tahun 2011
31
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Tabel 2.14 Jumlah Petani serta Luas dan Produksi Tanaman Pertanian Setahun
Terakhir
Jumlah Produksi
Luas Areal
No. Jenis Komoditi petani Per Hektar Total
(KK) (Ha)
(kg/ha) (Kg)
A Tanaman Pangan
1 Padi Ladang 65 350 400 26.000
B Tanaman Tahunan
1 Kelapa 59 -
2 Pisang 65 350
Sumber : Monografi Desa Ile Boli, 2015
Selain dari pertanian, masyarakat Desa Ile Boli memelihara ternak sebagai
penunjang kebutuhan hidup sehari-hari maupun sebagai hewan adat. Jumlah
ternak di desa terpilih bisa dilihat pada tabel 2.15.
3 Kuda -
4 Babi 50
5 Kambing/Domba 40
6 Ayam 100
7 Itik 2
Sumber : Monografi Desa Ile Boli, 2015
Hasil dari pertanian yang ditanam oleh masyarakat selain dipergunakan untuk
keperluan sehari-hari, umumnya dijual ke penduduk desa sekitar atau ke pasar
yang terdapat di kota kecamatan. Untuk menunjang hal tersebut, sarana dan
prasarana perekonomian dibangun sebagai tempat pertukaran roda ekonomi
masyarakat. Jumlah sarana perekonomian yang terdapat di Desa Ile Boli dapat
dilihat pada tabel 2.16.
32
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
1. Kios Sembako 3
2. Ojek Motor 7
3. Listrik Perorangan 6
4 Bengkel 2
Sumber : Monografi Desa Ile Boli, 2015
Desa Ile Boli terletak dekat dengan ibukota kecamatan, semua wilayahnya
dihubungkan dengan jalan aspal yang kondisinya baik. Dengan kondisi
infrastruktur yang baik lebih memudahkan aktivitas masyarakat. Sebagian besar
sarana jalan di desa ini berupa jalan tanah dan sebagian lainnya berupa jalan
pengerasan dengan semen sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.
Jarak tempuh dari Desa Ile Boli ke kota kecamatan dan kota kabupaten jalannya
sudah aspal namun kondisinya rusak berat, dan sebagian jalannya masih tanah.
Jika musim hujan tiba membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai ke
kota kecamatan ataupun kota kabupaten karena kondisi jalan yang sulit karena
tergenang air/lumpur. Namun walaupun demikian tidak menyulitkan masyarakat
untuk bepergian menuju kota kabupaten karena sudah di dukung dengan
transportasi yang sudah lancar.
Sistem komunikasi di Desa Ile Boli, jaringan telepon seluler sudah dapat
dijangkau dan dapat dinikmati oleh masyarakat karena adanya tower pemancar
dari desa tetangga. Sedangkan untuk penerangan listrik belum masuk. Untuk
penerangan masyarakat memanfaatkan tenaga diesel namun ada juga yang
33
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
menggunakan tenaga surya. Di Desa Ile Boli dari 65 KK hanya 18 KK yang sudah
menggunakan tenaga surya untuk penerangan.
34
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Tabel 2.17 Sarana dan Prasarana Pendidikan dan Jumlah Guru di Desa Ile Boli
1 TK/TPA 1 2 20 2
2 SD/Sederajat 1 6 40 6
3 SMP/Sederajat - - - -
4 SMA/Sederajat - - - -
Sumber : Monografi Desa Ile Boli, 2015
Desa Ile Boli juga memiliki sarana pengadaan air bersih dan sanitasi lingkungan.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Ile Boli sadar akan kesehatan
lingkungannya. Jumlah sarana sanitasi lingkungan di Desa Ile Boli dilihat pada
tabel berikut:
35
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Mayoritas penduduk di Desa Ile Boli beragama Kristen Katolik. Hanya terdapat
satu gedung gereja Katolik di Desa Ile Boli. Selain gedung gereja, di desa
tersebut juga terdapat Gua Maria untuk tempat berdoa yang biasanya dilakukan
pada Bulan Mei yaitu Bulan Rosario.
36
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Desa Petuntawa berada pada ketinggian ± 625 m dpl. Lokasi desa ini berbatasan
dengan Desa Waowala di sebelah utara, Gunung Ile Ape di sebelah timur, Desa
Riangbao di sebelah selatan dan Teluk Lewoleba di sebelah barat. Desa
Petuntawa tergolong desa tua yang sudah berdiri sejak tahun 1970.
Mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat di Kecamatan Ile Ape adalah
Katolik, dan Islam. Begitu juga yang terdapat di Desa Petuntawa, lebih dari 70%
masyarakat di desa ini menganut agama Katolik, sedangkan yang menganut
agama Islam kurang dari 50%.
37
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
38
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Desa Petuntawa memiliki jumlah sarana perekonomian yang tidak terlalu banyak.
Dengan jarak tempuh ± 3 km ke ibu kota kecamatan Ile Ape dan ± 25 Km ke
ibukota kabupaten membuat masyarakat lebih sering keluar desa untuk
mencukupi kebutuhan ekonomi. Di desa ini tercatat ada 5 warung, 2 pedagang
pengumpul dan satu bengkel motor.
Kondisi jalan di Desa Petuntawa masih jalan tanah dan jalan rabat. Kondisi jalan
aspal menuju Desa Petuntawa boleh dikatakan tidak ada karena jalan aspal yang
rusak dan terpotong-potong. Untuk membantu kelancaran transportasi,
masyarakat di Desa Petuntawa lebih sering menggunakan kendaraan pribadi dan
umum berupa sepeda motor.
Kebutuhan listrik di Desa Petuntawa sudah dapat memenuhi sebanyak 167 KK.
Ketersediaan pasokan listrik membuat penduduk di Desa Petuntawa dapat
menikmati fasilitas elektronik seperti televisi, radio, handphone, dll. Penggunaan
sarana komunikasi juga dukung oleh keberadaan BTS yang tidak jauh dari Desa
Petuntawa dan program internet masuk desa yang ada di masing-masing ibukota
kecamatan. Kebutuhan terhadap air di Desa Petuntawa diusahakan masyarakat
dan pemerintah melalui sumur gali, sumur bor,hidran umun, dan PAH.
Sarana penunjang pendidikan yang terdapat di desa ini adalah satu bangunan TK
dan satu bangunan SD, sehingga untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat
menengah harus keluar dari desa tersebut.
Desa Waienga adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Lebatukan yang
terletak di sebelah timur dari pusat ibukota kecamatan. Wilayah yang
membentang dari utara ke selatan ini sebagian besar merupakan dataran yang
39
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
diselingi oleh lembah dan perbukitan. Wilayah Desa Waienga terbagi atas empat
dusun yaitu Dusun Waiote, Dusun Belobaya, Dusun Tite Hena, Dusun Lewoledo.
Luas wilayah Desa Waienga ± 13 km2 dengan batas desa sebelah utara
berbatasan dengan Teluk Waienga; sebelah selatan berbatasan dengan hutan
lindung/Desa Lamalela; sebelah barat berbatasan dengan Desa Lerahingga;
sebelah timur berbatasan dengan Desa Tapobaran.Perkembangan penduduk di
Desa Waienga, mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Adapun data
perkembangan penduduk di Desa Waienga dapat dilihat pada tabel 2.21.
Tahun
Kriteria
2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah penduduk awal (jiwa) 780 816 851 853 853
Jumlah kelahiran (jiwa) 9 8 9 - 21
Jumlah kematian (jiwa) 4 4 7 - 2
Penduduk datang (jiwa) 53 53 - - 25
Penduduk pergi (jiwa) 22 22 - - -
Jumlah penduduk akhir (jiwa) 816 851 853 853 897
Sumber : Monografi Desa Waienga, 2015
Tabel 2.22 Jumlah Penganut Agama yang Dianut Penduduk Desa Waienga
Total
No. Tahun Islam Katolik Protestan Pemeluk
(Orang)
1. 2010 17 786 13 816
2. 2011 17 794 40 851
3. 2012 17 796 40 853
40
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Total
No. Tahun Islam Katolik Protestan Pemeluk
(Orang)
4. 2013 17 796 40 853
5. 2014 22 820 55 897
Sumber : Laporan pertanggungjawaban Kepala Desa Waienga, 2015 dan Monografi Desa, 2015
Jumlah
NO. Sarana Ekonomi (Unit)
2. Warung/kios sembako 9
2. Penggilingan padi 5
3. Bengkel 1
41
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Jumlah
NO. Sarana Ekonomi (Unit)
Sarana produksi untuk pertanian di Desa Waienga hanya terdapat sarana untuk
pengolahan hasil padi yaitu penggilingan padi. Hasil produksi utama tanaman
pertanian di Desa Waienga adalah padi ladang, jagung, ubi kayu, kacang tanah,
kelapa, dan pinang. Rata-rata produksi padi ladang di Desa Waienga tahun 2014
adalah atau 2,30 ton. Untuk produksi jagung hasil produksi mencapai rata-rata
2,27 ton pada tahun 2014. Hasil produksi ubi terutama ubi kayu mencapai 11,27
ton pada tahun 2014. Hasil produksi kacang tanah pada tahun 2014 rata-rata
mencapai 0,92 ton dan kelapa rata – rata mencapai 0,85 ton.
Letak Desa Waienga dari Ibukota Kecamatan Lebatukan dengan kondisi aspal
pengerasan sejauh 3 km. Jarak dari Desa Waienga ke ibukota kabupaten
mencapai kurang lebih 22 km dengan lama tempuh ke pusat kabupaten 1,5 jam.
Kondisi jalan masih banyak yang berlubang dan tanah serta pasir berbatu.
Sarana angkutan dari dan menuju ke desa lebih banyak menggunakan sepeda
motor sebagai alat transportasi darat. Selain efisiensi waktu, kondisi jalan yang
sebagian besar merupakan jalan rusak menjadi penghambat apabila
mempergunakan alat angkutan lainnya seperti mobil. Selain itu karena sebagian
besar penduduk Waienga juga melaut maka beberapa dari mereka memiliki
perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Jumlah sarana
angkutan di Desa Waienga dapat dilihat di tabel berikut:
Seluruh rumah di Desa Waienga telah memperoleh penerangan listrik dari PLN.
Dengan demikian maka penduduk di Desa Waienga sudah dapat menggunakan
fasilitas elektronik seperti televisi, radio serta handphone.
Sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di Desa Waienga belum cukup
ideal. Hanya terdapat satu buah bangunan TK dan SD di Desa Waienga.
42
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Lain halnya dengan desa-desa lain yang cenderung masih kurang, penduduk di
desa ini secara umum telah memiliki rumah dari semi permanen sebanyak 118
unit hingga permanen (72 unit).
Di dalam Wilayah KPHL Lembata belum ada ijin pemanfaatan kawasan hutan
maupun ijin usaha pemanfaatan hasil hutan.
2.5 KPHL dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah
43
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Visi ini diwujudkan dalam Grand Desain membangun Kabupaten Lembata, yaitu:
Salah satu misi yang terkait erat dengan Pembentukan KPHL di Kabupaten
Lembata adalah Misi “Penataan Ruang Berwawasan Lingkungan” penjabaran dari
misi tersebut adalah : pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharan sumber
daya alam secara optimal harus dilakukan secara bijaksana dan berkelanjutan
dengan memperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan. Pengelolaan
potensi unggulan daerah dilakukan secara efektif dan efisien sesuai dengan daya
dukung lingkungan. Secara rinci kebijakan tata ruang terkait lingkungan hidup di
Kabupaten Lembata dijelaskan pada tabel 2.25.
Tabel 2.25 Tujuan, Sasaran dan Arah Kebijakan Tata Ruang dalam Perspektif
Lingkungan
No Tujuan Sasaran Strategi Arah Kebijakan
Peningkatan
pengawasan dan
pengendalian terhadap
pemanfaatan ruang
Meningkatkan Meningkatnya
berwawasan
penataan wilayah kualitas
1 lingkungan.
berwawasan lingkungan
Peningkatan
lingkungan hidup Peningkatan
Pengendalian
mutu
pencemaran dan
lingkungan
perusakan lingkungan
hidup
hidup
Meningkatkan
partisipasi Pengembangan
Terbentuknya
masyarakat dalam kapasitas kelompok
2 kelompok peduli
pembangunan masyarakat peduli
lingkungan
berwawasan lingkungan
lingkungan
Optimalisasi Pengembangan
Meningkatkan
Meningkatnya Penerapan wilayah strategis dan
kualitas
3 kualitas tata Rencana Tata cepat tumbuh secara
pemanfaatan
bangunan Ruang lestari dan
ruang
Wilayah berkelanjutan
44
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Oleh karena itu di dalam rencana tata ruang Kabupaten Lembata maka upaya
untuk mengelola hutan lindung merupakan salah satu kebijakan tata ruang yang
penting. Di samping memberikan fungsi perlindungan ekosistem wilayah dan
penyediaan jasa lingkungan, hutan yang ada akan dimanfaatkan tanpa
mengganggu jasa ekosistemnya. Untuk itu pola pengaturan ruang hutan yang
diatur dalam tata ruang Kabupaten Lembata merupakan keniscayaan, sehingga
dengan adanya KPHL Lembata maka upaya untuk mengatur pola ruang hutan
lindung dan hutan produksi dapat dilakukan lebih efektif.
3. Kondisi areal KPHL tersebar secara sporadis (tidak dalam satu hamparan), hal
ini berimplikasi kawasan memiliki resiko yang cukup tinggi baik ditinjau dari
sisi ekologis maupun sosial ekonomi.
45
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
g) Potensi konflik tenurial dan batas kepemilikan hak ulayat di lapangan yang
belum dijabarkan dalam blok dan petak;
j) Prioritas antara manfaat jasa lingkungan dan peluang ekonomi dari kayu
ataupun hasil hutan bukan kayu belum dipahami secara benar. Data dan
informasi mengenai potensi jenis flora unggulan, spesies kunci, spesies baru,
dan keanekaragaman fauna harus terus-menerus diperbaharui sehingga
pemilihan prioritas antara manfaat lingkungan, dan ekonomi dapat dilakukan
secara tepat;
46
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
kepada hutan masih tinggi, potensi usaha ekonomi masyarakat lokal belum
tergali, rendahnya sinkronisasi kegiatan pemberdayaan lintas sektoral dan
nilai-nilai lokal masih belum diakomodir dalam adopsi dan adaptasi
pengelolaan KPHL Lembata.
47
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
BAB
3.1.1. Visi
Visi KPHL Lembata dirumuskan berdasarkan potensi dan permasalahan yang ada,
dan tidak terlepas dari visi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lembata
yang terdapat dalam Rencana Strategis tahun 2011-2016 dan Visi Pemerintah
Kabupaten Lembata yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(Tahun 2011-2016). Visi Kabupaten Lembata tersebut yaitu “Terwujudnya
Lembata yang Mandiri dan Produktif Berbasis Potensi dalam Perspektif
Tata Ruang”. Sedangkan visi bidang lingkungan adalah ”Save Our
Lembata/Lingkungan Hidup (Konservasi/Preservasi Sumberdaya Alam,
Optimalisasi Sumberdaya Alam dalam Keseimbangan Ekologi dan
Biota)”
48
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
3.1.2 Misi
Berdasarkan visi dan misi di atas maka pengelolaan KPHL Lembata mempunyai
tujuan pengelolaan sebagai berikut:
49
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Pendekatan strategi yang akan dipergunakan untuk mewujudkan visi dan misi
serta tujuan pengelolaan tersebut memerlukan analisis, tahapan, serta prakondisi
melalui pendekatan antara lain :
a. Legalitas Kawasan
50
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
c. Manajemen Kolaborasi
Pengelolaan KPHL Lembata tidak hanya dilakukan oleh unit pengelola saja,
namun perlu melibatkan berbagai pihak. Keterlibatan antar pihak dapat
diwujudkan dengan memperkuat sinergisitas program para pihak.
Pemerintah pusat dan daerah memiliki program-program pembangunan
kehutanan dapat bersinergi dan dapat dikerjasamakan dengan program di
KPHL Lembata. Untuk memperkuat dan sinergisitas program dengan pihak
lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perusahaan maupun
investor harus disesuaikan dengan rencana dan tujuan KPHL Lembata,
maupun pemerintah daerah, mulai dari perencanaan, implementasi,
monitoring dan evaluasi.
51
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
52
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
BAB
ANALISIS DAN PROYEKSI
4
4.1. Analisis Data dan Informasi KPHL Lembata
KPHL Lembata telah memiliki legalitas dan struktur organisasi yang jelas dan
menjadi kekuatan bagi manajemen untuk melakukan kegiatan
penyelenggaraan pengelolaan hutan di wilayah kerjanya.
53
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Berdasarkan hasil penelusuran dari 36 titik, sebagian besar telah rusak yakni
terhapus nomor pal, retak dan lain-lain yakni sebanyak 12 pal (33%), hilang
8 pal (22%), hancur 6 pal (17%), berupa pohon 4 pal (11%), berupa
tumpukan batu 3 pal (8%), dan pal yang masih utuh hanya 3 pal (8%).
1. Hancur 6 17%
2. Hilang 8 22%
3. Pohon 4 11%
4. Rusak 12 33%
5. Tumpukan Batu 3 8%
6. Utuh 3 8%
Jumlah 36
B. Kapasitas SDM
54
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
55
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
SOP dilakukan mulai dari tingkat tapak sampai dengan tingkat manajemen,
sehingga pengendalian kegiatan dan program dapat dilakukan secara
terukur dan sistematis.
56
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Kegiatan non kehutanan yang masih ada seperti pertanian dan penggalian
bahan tambang galian C (batu dan pasir) di dalam dan sekitar wilayah kerja
KPHL Lembata menjadi ancaman serius terhadap kelestarian hutan. Kegiatan
galian tambang sesungguhnya merupakan kegiatan yang merusak bentang
57
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
58
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Hasil pembobotan dan keterkaitan antar faktor internal dan eksternal dengan
tabel SWOT tersebut menunjukkan bahwa dalam pengelolaan hutan di
wilayah kerja KPHL Lembata isu penting sesuai dengan urutan rangking nilai
dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut :
59
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Tabel 4.3 Strategi Kombinasi Strength (Kekuatan) dan Opportunity (Peluang) Dalam Analisa SWOT
Kelemahan (Weakness)
Tata Batas perlu direkonstruksi 4 14,29 4 0,571 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 62 4,4 0,63 1,20
Kapasitas SDM 3 10,71 3 0,321 5 5 5 4 4 4 5 4 4 3 4 3 53 3,8 0,41 0,73
Dana terbatas 5 17,86 3 0,536 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 54 3,9 0,69 1,22
SOP Pengelolaan tingkat tapak belum tersedia 5 17,86 4 0,714 5 3 5 4 4 3 4 3 3 3 4 3 47 3,4 0,60 1,31
Sarana Perkantoran dan Sistem Informasi masih terbatas 3 10,71 3 0,321 4 3 5 4 4 3 3 3 2 2 2 2 41 2,9 0,31 0,64
Faktor Eksternal 28
Peluang (Opportunities)
Pasar jasa ekosistem (air, karbon, wisata, biodiversitas) 4 13,79 5 0,69 3 5 4 5 4 3 3 4 5 5 4 4 54 3,9 0,53 1,22
Dukungan para pihak 5 17,24 5 0,862 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 51 3,6 0,63 1,49
Ancaman (Threats)
Tekanan terhadap lahan tinggi 4 13,79 4 0,552 5 5 5 4 4 4 3 5 5 4 4 4 57 4,1 0,56 1,11
Kegiatan non kehutanan yang menimbulkan degradasi lingkungan hidup 4 13,79 5 0,69 5 5 5 4 4 3 2 5 5 4 4 4 54 3,9 0,53 1,22
Persepsi terhadap Pengelolaan KPHL 4 13,79 4 0,552 5 4 5 4 4 3 2 4 5 4 4 5 53 3,8 0,52 1,07
Tingkat ketergantungan terhadap hutan 3 10,34 3 0,31 4 5 5 4 4 3 2 4 5 4 4 5 53 3,8 0,39 0,70
60
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Dari tiga belas (13) faktor internal dan eksternal yang dikaji ternyata posisi
dukungan para pihak pun menjadi nilai penting bagi terwujudnya visi dan misi dari
KPHL Lembata tersebut. Faktor selanjutnya yang perlu dipertimbangkan dalam
pengelolaan KPHL Lembata adalah ketersediaan SOP pengeloaan tingkat tapak dan
penguatan kelembagaan KPHL. Dengan antipasi terhadap keempat faktor tersebut,
maka manajemen KPHL diharapkan akan mampu menangani kelemahan, ancaman,
dan peluang yang dihadapinya. Mengelola peluang dengan kekuatan yang
dimilikinya tampaknya menjadi titik fokus penting dalam pengelolaan KPHL
Lembata.
Berdasarkan hasil analisis faktor internal dan faktor eksternal dan hasil
perhitungannya total nilai bobot untuk kekuatan 2.46, kelemahan 5.2, peluang 2.71
dan ancaman 4.10 maka didapat nilai kuadran adalah (-1.39 ; -2.34) berada pada
kuadran IV, sehingga strategi yang di kembangkan adalah Weakness-Treat (WT)
seperti pada Gambar 4.1.
Strategi Weakness Threat (WT) adalah strategi yang bersifat defensif dan
berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Model
kombinasi tersebut disajikan pada tabel 4.4 dengan penjelasan sebagi berikut:
61
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
F. Penyediaan sarana dan prasana yang memadai baik sarana kelengkapan kantor
maupun sarana dan prasana lapangan termasuk mempercepat perbaikan
aksesibilitas dengan segala keterbatasan dengan melakukan upaya koordinasi
dengan instansi terkait. dan upaya untuk memperluas jaringan kerjasama untuk
memenuhi kekurangan sarana dan prasarana serta mempercepat pembukaan
aksesibilitas atau alternatif lain sebagai upaya mengurangi keterbatasan
aksesibilitas, Sehingga mempermudah aksesibilitas dalam kawasan dan ke luar
kawasan KPHL Lembata dalam upaya mengatasi segala macam ancaman yang
datang (W5 &T1–6 ).
62
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Tabel 4.4 Strategi Kombinasi Kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Threat) dalam Analisis SWOT
Tingginya tingkat
Tekanan Kegiatan non kehutanan yang
Persepsi terhadap ketergantungan
Threats (ancaman) terhadap lahan menimbulkan degradasi
Pengelolaan KPHL masyarakat terhadap
tinggi lingkungan hidup
hutan
Weakness (kelemahan)
Tata Batas perlu direkonstruksi 1 2 3 4
Kapasitas SDM 5 6 7 8
Dana terbatas 9 10 11 12
63
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Visi “Mewujudkan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang Mandiri dan Profesional dalam Mengoptimalisasi Sumberdaya Alam untuk
Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Lembata Tahun 2025”
Tabel 4.5 Koherensi Antara Visi, Misi, Tujuan, Kombinasi Faktor (Strategi) Dan Sasaran Program Indikatif
64
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Meningkatkan kualitas Terjadinya peningkatan SDM dan a) Meningkatkan jumlah dan kapasitas personil, 1. Pelatihan dan pendidikan SDM
sumber daya manusia pemantapan aspek kelembagaan sehingga memiliki kemampuan untuk 2. Meningkatkan kapasitas personil
pengelola sehingga terbentuk staf pengelola mencegah dan mengurangi ancaman yang dengan memantafkan program
KPHL yang mampu bekerja secara datang dari luar KPHL peningkatan kapasitas dari
efektif dan efisien, serta mampu b) Peningkatan kapasitas personil dengan lembaga lain serta penambahan
menciptakan tata hubungan yang baik memanfaatkan program peningkatan jumlah personil
dengan para pihak diluar pengelola kapasitas dari Kementerian Lingkungan Hidup
kawasan tersebut danKehutanan, kementerian lain, dan pihak
lain diluar pemerintah
65
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Membangun dan Terjadinya peningkatan kelembagaan a) Meningkatkan pengetahuan, pendidikan, 1. Meningkatkan upaya-upaya
memperkuat Kelompok tani hutan dalam pemahaman dan taraf hidup masyarakat, pemberdayaan masyarakat
pemberdayaan memanfaatkan hasil hutan dan untuk mengurangi tekanan terhadap 2. Pengembangan usaha kreatif
masyarakat dalam meningkatnya jumlah kelompok binaan perlindungan dan konservasi kawasan KPHL 3. Penyuluhan masyarakat
kegiatan pengelolaan pengelolaan kawasan hutan dan sebagai bagian keseimbangan ekosistem
dan pelestarian partisipasi masyarakat dalam b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
ekosistem hutan yang pengelolaan hutan serta terbangunnya dalam dan di sekitar hutan melalui
terintegrasi core business untuk tanaman pengembangan alternatif usaha dan
pemanfaatan hasil kehutanan dan tanaman MPTS serta pemanfaatan jasa lingkungan
hutan non kayu. HHBK yang dapat dimanfaatkan hasil c) Mengurangi kegiatan perburuan satwa liar,
kayu dan non kayunya pembakaran lahan dengan melibatkan
masyarakat dalam pemanfaatan jasa
lingkungan agar potensinya tetap terjaga
Membangun dan Terbanggunnya berbagai skema a) Meningkatkan dukungan para pihak dalam 1. Menggalang partisipasi dan
mengembangkan kerjasama antara KPHL dan penggalangan sumber-sumber dana alternatif, koordinasi program dengan para
kemitraan dengan masyarakat serta pemegang ijin dalam peningkatan sarana dan prasarana pihak dalam meningkatkan us
para pihak dalam pengelolaan kawasan hutan. pengelolaan hutan 2. Menggalang sumberdana
pengelolaan produk d) Penguatan koordinasi dan perencanaan dalam alternatif
hasil hutan dan jasa penyelesaian masalah yang dihadapi seperti 3. Program bersama dalam
lingkungan hutan perambahan hutan penyelesaian konflik
e) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
dalam dan di sekitar hutan melalui
pengembangan alternatif usaha dan
pemanfaatan jasa lingkungan
66
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Mengoptimalkan 1. Pemanfaatan sumberdaya 1. Pemanfaatan SDAH Dan Identifikasi dan Inventarisasi Potensi Jasa
potensi ekosistem alam hayati dan Ekosistemnya Dalam Lingkungan.
hutan sesuai dengan ekosistemnya dalam Pengembangan Pemanfataan Menyusun Strategi Dan Regulasi Pengusahaan
rencana pengembangan Jasa Lingkungan Jasa Lingkungan.
pemanfataannya pemanfaatan jasa Pengembangan Produk Jasa Lingkungan.
67
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
68
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Membangun dan 1. Meningkatkan upaya-upaya 1. Mengembangkan Pemberdayaan Peningkatan Taraf Hidup Masyakarat Melalui Pengembangan
memperkuat pemberdayaan masyarakat Masyarakat Usaha-Usaha Ekonomi.
pemberdayaan Pendampingan Pendidikan Dan Pelatihan Masyarakat.
masyarakat dalam Menyusun Perencanaan Dan Kebutuhan Desa Melalui PRA
kegiatan pengelolaan (Participatory Rapid Aprraisal).
dan pelestarian Pelibatan Masyarakat Dalam Perencanaan Dan Pengambilan
ekosistem hutan yang Kebijakan Publik.
terintegrasi Koordinasi Dan Sinkronisasi Program Dengan Para Pihak
pemanfaatan hasil
hutan non kayu. 2. Pengembangan Usaha 2. Pengembangan usaha kecil Pelatihan usaha Hasil hutan non kayu
Kreatif berbasis hasil hutan non kayu Pelatihan usaha produktif berbasis kayu
dan kayu
69
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
70
4.3 Proyeksi Kondisi Wilayah KPHL Lembata di Masa yang Akan Datang
Usaha budidaya tanaman obat (herba): sirih hutan dan pinang hutan
Usaha tanaman bernilai tinggi yaitu kutu lak, asam, dan kemiri
Pemungutan HHBK yaitu pengambilan hasil hutan bukan kayu yang sudah ada
secara alami dengan tidak merusak fungsi utama kawasan. Adapun bentuk
usaha yang dapat dikembangkan di KPHL Lembata diantaranya adalah:
Mengambil madu
Dalam jangka panjang arahan rehabilitasi berada di kawasan hutan dengan tutupan
semak belukar seluas 5,075.47 ha yang terdiri dari semak belukar di hutan lindung
seluas 4959.22 ha atau 10.21% dari total luas HL, dan semak belukar di hutan
produksi seluas 116.25 ha atau 19.% dari total luas hutan produksi.Selain itu arahan
rehabilitasi berada di tanah kosong seluas 874.17 ha (2% dari total luas KPHL) yang
terdiri dari tanah kosong di HL seluas 725.85 ha atau 1.49% dari total luas hutan
lindung dan tanah kosong di HP seluas 148.32 ha atau 25% dari total hutan produksi.
Sedangkan penutupan lahan lainnya diarahkan untuk pengayaan.
72
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Dengan potensi hasil kayu dan HHBK yang masih relatif kecil dan tidak akan
menjamin kelestarian produksi, maka dalam menuju untuk kelestarian produksi perlu
dilakukan upaya sebagai berikut:
Sehubungan dengan pertimbangan KPHL Lembata sebagai unit usaha, maka jenis
terpilih untuk hasil kayu dan HHBK tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:
d. Dapat dibuat economical unit yang menguntungkan bagi industri atau ekspor
73
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Asumsi yang digunakan dalam proyeksi hasil kayu dan HHBK periode 2015 – 2025 di
wilayah KPHL Lembata adalah:
c. Jenis HHBK utama yang akan dikembangkan adalah jenis endemik yang terdiri
dari pinang hutan, kutu lak, asam biji, kemiri hutan dan cendana
d. Pengembangan HHBK untuk jenis pinang hutan, kutu lak, asam biji dan kemiri
areal hutan lindung pemanfaatan dan blok hutan produksi pemberdayaan
dengan arahan pemanfaatan HHBK dan rehabilitasi
- Hutan Lindung di blok pemanfaatan HHBK sebanyak 10% atau 160 pohon
per ha
- Daur tebang pohon cendana adalah 50 tahun dengan produksi kayu cendana
500 kg per pohon
Berdasarkan asumsi tersebut, maka proyeksi hasil hutan kayu dan HHBK periode
2015 - 2025 terlihat sebagaimana Tabel 4.7. Adapun penjelasannya sebagai berikut.
74
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Selain kelestarian hasil hutan kayu dan non kayu, KPHL Lembata yang memiliki
iklim kering memiliki potensi padang rumput/Savana seluas 4343.8 ha. Padang
rumput/savana seluas ini memiliki potensi untuk mendukung ketahanan pangan
daging dengan model silvopastural yakni menyediakan lahan untuk menyediakan
pakan ternak atau tempat penggembalaan.
Disamping itu, KPHL Lembata memiliki hutan mangrove primer dan sekunder dan
hutan terestrial Hutan Lindung Inti seluas 70 ha yang berpotensi untuk dijadikan
75
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
76
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
77
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Untuk menjamin kelestarian kawasan KPHL Lembata ini diperlukan upaya rehabilitasi
dan reklamasi terhadap kawasan yang memiliki tutupan lahan tanah kosong dan
semak belukar. Bersamaan dengan upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan
melalui penanaman tanaman HHBK di hutan lindung dan penanaman kayu di hutan
produksi, maka dilakukan upaya-upaya rehabilitasi untuk memulihkan kondisi
ekologisnya.
Berdasarkan proyeksi kelestarian fungsi kawasan di atas, maka sisa lahan yang tidak
dialokasikan untuk ditanami jenis komersil, perlu ditunjang oleh kegiatan penanaman
jenis lain yang berfungsi lindung dan kegiatan sylvopastural yang menunjang
kegiatan kelestarian. Adapun proyeksi kelestarian fungsi kawasan sebagaimana tabel
berikut.
Tabel 4.9 Proyeksi Rehabilitasi Lahan di KPHL Lembata Periode 2015 – 2025
Total Proyeksi
Lahan Hasil
Hutan Lindung (ha) Hutan Produksi (ha)
Kondisi Yang Rehabilitasi
No
Lahan Perlu (ha)
Rehab.
Total HHBK Rehab. Total HHBK Rehab. 2020 2025
2015 (ha)
1 Belukar 4959 569 4391 116 90 26 4417 2209 2209
Tanah 148
2 Terbuka 726 0 726 148 0 874 437
Kosong 437
Total 5685 569 5117 265 90 175 5291 2646 2646
Kondisi ekologis kawasan KPHL Lembata akan pulih pada tahun 2025 apabila
dilakukan secara konsisten kegiatan rehabilitasi yakni dengan penanaman seluas 530
ha per tahun. Sementara itu kelestarian ekologi kawasan KPHL Lembata dapat
terjaga dengan baik apabila tekanan terhadap aktifitas yang merusak hutan seperti
penebangan liar, perambahan liar, dan kebakaran hutan dan lahan dapat
diminimalkan. Apabila upaya ini dapat dilakukan maka wilayah dengan tingkat
kerawanan kebakaran hutan dan lahan yang tinggi dapat dikurangi.
Berdasarkan analisis yang dilakukan sebelumnya, bahwa kebakaran hutan dan lahan
di areal KPHL Lembata lebih disebabkan oleh kebiasaan masyarakat menggunakan
api dalam menyiapkan lahan, menggembala ternak dan berburu. Dengan melakukan
78
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Kelestarian KPHL Lembata secara sosial ekonomi dapat dilakukan dengan adanya
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan dan peningkatan
pendapatan pertumbuhan ekonomi wilayah, serta peningkatan pendapatan bagi
daerah. Dalam 10 tahun mendatang, dengan berjalannya pengelolaan KPHL Lembata
yang diprioritaskan jenis HHBK yang unggulan di Kabupaten Lembata yang sebagian
besar berada di Blok HL Pemanfaatan seluas 5,108 ha. Secara eksisting di blok
tersebut telah ada kegiatan masyarakat yakni pertanian lahan kering dan pertanian
lahan kering campuran. Berdasarkan kondisi tersebut, maka model yang dapat
dikembangkan adalah Hutan Kemasyarakatan atau pola tumpangsari dengan
pengelolaan lahan yang tidak intensif. Dengan asumsi bahwa setiap 0.5 ha per kepala
keluarga, maka menyediakan lapangan kerja yang disediakan dari 5018 ha sebanyak
kurang lebih 10100 orang. Selain itu, penciptaan lapangan kerja sebagai petani
melalui pengembangan HHBK terjadi di Blok HP Pemberdayaan sebanyak 333 ha
dengan asumsi 1 kepala keluarga memiliki 3 anggota keluarga sehingga dapat
diserap sebanyak 990 orang. Sehingga dari kedua kegiatan tersebut dapat
menciptakan lapangan kerja sebanyak 11090 orang.
79
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
80
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
BAB
RENCANA KEGIATAN
5
Pada kegiatan pengelolaan hutan dimulai dengan perencanaan tentang berbagai
tahapan kegiatan. Kegiatan pengelolaan hutan pada umumnya melibatkan kegiatan-
kegiatan seperti inventarisasi hutan; tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
hutan; pemanfaatan hutan; penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi dan reklamasi
hutan; perlindungan hutan dan konservasi alam. Selain kegiatan tersebut diatas
dalam sebuah KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), manajemen sumberdaya hutan
tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan tersebut karena KPH berjalan menuju
kemandirian dan profesional (BLU) dan kelompok masyarakat pengelola hutan.
Rencana kegiatan jangka panjang di KPHL Lembata ini diselaraskan dengan tujuan
Pemerintah baik Pemerintah Pusat Provinsi Nusa Tenggara Timur maupun Kabupaten
Lembata. Sehingga melalui rencana jangka panjang ini para pemegang izin dan
pengelolaan hutan lainnya dalam areal KPHL mengetahui arah kebijakan dan strategi
penanganan masalah yang dihadapi akan dintegrasikan guna mewujudkan rencana
jangka panjang tersebut. Rencana jangka panjang KPHL Lembata Kabupaten
Lembata telah mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan para pihak seperti
aksesibilitas dan infrastruktur, tenaga kerja, penyelesaian konflik, pendampingan
masyarakat, pengelolaan sistem informasi dan database, rencana pendanaan,
monitoring dan evaluasi. Partisipasi para pihak sangat diperlukan dalam penyusunan
rencana jangka panjang dan rencana kerja tahunan sehingga semua pihak mampu
bersinergi satu sama lain untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan
dalam organisasi KPHL Lembata Kabupaten lembata.
Kegiatan pengelolaan hutan yang akan dilakukan oleh KPHL Lembata Kabupaten
Lembata terintegrasi dalam rencana jangka panjang diuraikan dalam misi Kabupaten
Lembata tahun 2011-1016 sebagaimana berikut ini:
81
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Kegiatan inventarisasi dan penataan hutan dilakukan bersama antara Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Lembata dan BPKH Wilayah XIV Kupang yang tergabung
dalam tim. Kegiatan inventarisasi hutan berkala bertujuan untuk: (1) Mengetahui
kondisi hutan (timber standing stock) secara berkala, (2) Bahan untuk menyusun
Rencana Pengelolaan Wilayah KPHL Lembata sepuluh tahunan (untuk lebih detail
periode 5 tahunan), dan (3) Bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian
hutan di areal KPHL Lembata.
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan ini diarahkan untuk mendapatkan data dan
informasi tentang: (1) Status penggunaan dan penutupan lahan, (2) Jenis tanah,
kelerengan lapangan/topografi, (3) Iklim, (4) Hidrologi (tata air), (5) bentang alam
dan gejala-gejala alam, (6) Kondisi sumber daya manusia dan demografi, (7) Jenis,
potensi dan sebaran flora, (8) Jenis, populasi dan habitat fauna dan (9) Kondisi
82
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
sosial, ekonomi, budaya masyarakat. Kegiatan inventarisasi ini terdiri atas: (1)
Inventarisasi biogeofisik, (2) Inventarisasi sosial, ekonomi, dan budaya. Kegiatan
inventarisasi biogeofisik dan inventarisasi sosial, ekonomi dan budaya sudah
dilaksanakan (data hasil inventarisasi di Bab II). Kegiatan inventarisasi akan diulang
setiap 5 tahun sehingga data potensi biogeofisik, sosial, ekonomi dan budaya areal
pengelolaan selalu terbarukan (up to date).
Kegiatan penataan hutan di wilayah KPHL Lembata telah dilakukan dengan hasil
berupa pembagian areal ke dalam blok-blok berdasar fungsi hutan yang dipadukan
dengan RKTN dan karakteristik biogeofisik wilayah, sehingga areal kerja dapat
diperoleh arahan pengelolaannya.
83
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa pada areal kerja KPHL Lembata
terbagi atas hutan lindung dan hutan produksi. Blok hutan lindung secara umum
mendominasi kawasan sekitar 98%. Hutan lindung (HL) di kawasan KPHL Lembata
telah ditata menjadi dua blok, yaitu blok inti dan blok pemanfaatan dengan arahan
pengelolaannya sebagaimana disajikan pada tabel berikut:
84
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Dari tabel di atas diketahui bahwa Blok HL KPHL Lembata sebagian besar (42,13%)
dialokasikan sebagai blok inti dengan arahan sebagai karbon stok, sedangkan
57,87% sisanya dialokasikan sebagai blok pemanfaatan dengan arahan selain untuk
rehabilitasi juga berupa pemanfaatan untuk masyarakat sekitar berupa usaha skala
kecil.
i. Blok Inti
Blok HL inti merupakan blok yang tidak dapat dimanfaatkan mengingat kawasannya
tidak memiliki jasa lingkungan yang sulit untuk dimanfaatkan. Keberadaan blok inti
dari hutan lindung berfungsi lindung setempat, terutama perlindungan hidrologis dan
sebagai penyimpan karbon. Blok inti di wilayah KPHL Lembata tersebar di tujuh
wilayah kecamatan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.1.
85
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Dari gambar 5.1. di atas diketahui bahwa Kecamatan Lebatukan merupakan wilayah
dengan blok inti terluas diikuti Kecamatan Nagawutung, Atadei dan Omesuri. Selain
areal-areal yang berupa hutan alam primer diketahui bahwa sebagian areal memiliki
tutupan berupa areal non hutan. Berdasarkan kondisi tersebut maka areal-areal non
hutan yang berada di dalam blok inti membutuhkan perlakuan khusus, yaitu
merehabilitasi areal dengan jenis-jenis tanaman asli sesuai tipe ekosistem hutannya
atau pada beberapa areal yang tingkat fragmentasinya rendah dapat dibiarkan untuk
menjalani proses suksesi secara alami.
Perlindungan blok inti yang dilaksanakan secara baik tentunya akan meningkatkan
fungsi perlindungan ekosistem wilayah tersebut yang didominasi oleh ekosistem
hutan tanah kering dataran rendah hingga dataran tinggi. Dengan makin baiknya
ekosistem hutan tentunya akan berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati, yaitu
keberadaan jenis-jenis flora dan fauna serta habitat satwa liar terutama satwa-satwa
dilindungi.
Sebagaimana telah diulas di atas bahwa selain areal-areal berupa hutan, pada blok
inti terdapat areal-areal berupa non-hutan yang memerlukan perlakuan khusus.
Berdasarkan hasil analisis spasial diketahui bahwa areal non hutan di dalam blok inti
mencapai luasan 7140,92 ha, umumnya berupa belukar dan sebagian kecil berupa
permukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, padang
rumput/savana dan tanah terbuka (lahan kosong) dengan proporsi cakupannya
terhadap areal sebagaimana disajikan pada diagram berikut:
86
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Gambar 5.2 Kondisi Sebaran Areal Non Hutan di dalam Blok Inti
Luas riil areal semak belukar yang terdapat di dalam blok inti mencapai sekitar
5077,16 Ha, permukiman sekitar 96,17 Ha, pertanian lahan kering sekitar 1801,05
Ha, pertanian lahan kering campur sekitar 3554,69 Ha dan tanah terbuka sekitar
874,17 Ha. Lokasi-lokasi ini memerlukan perlakuan secara khusus berupa tindakan
penanaman dengan jenis-jenis yang sesuai karakteristik setempat untuk mendukung
berlangsungnya proses suksesi hutan. Khusus untuk padang rumput/savana seluas
4351,26 Ha dapat dibiarkan sesuai kondisi alaminya mengingat tipe tutupan
semacam ini sudah merupakan bagian dari tipe ekosistem alami hasil suksesi yang
ada di wilayah-wilayah iklim kering.
87
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Luas blok pemanfaatan hutan lindung di wilayah kerja KPHL Lembata mencapai
sekitar 28,113,754 ha dengan empat bentuk rencana kegiatan sesuai kondisi
karakteristik wilayah setempat berupa HHBK, jasa lingkungan, pemberdayaan dan
rehabilitasi. Kondisi sebaran blok pemanfaatan di dalam areal hutan lindung KPHL
Lembata secara lebih rinci disajikan pada tabel berikut:
Tabel 5.3 Sebaran Blok Pemanfaatan di dalam Areal Hutan Lindung KPHL Lembata
Jenis Kegiatan Jumlah
No Wilayah
HHBK Jasa Lingkungan Pemberdayaan Rehabilitasi (Ha)
1 Kec. Atadei 441.810 535.641 1444.141 92.956 2514.548
2 Kec. Buyasuri 144.114 21.973 101.108 267.195
3 Kec. Ile Ape 1106.782 1871.377 21.158 647.975 3647.292
4 Kec. Ile Ape Timur 815.631 365.967 0.087 533.083 1714.767
5 Kec. Lebatukan 4157.299 4904.120 716.506 1414.032 11191.956
6 Kec. Nagawutung 1693.839 2212.659 1191.254 175.079 5272.830
7 Kec. Nubatukan 1213.809 278.372 937.833 108.434 2538.448
8 Kec. Omesuri 156.265 84.291 0.310 240.866
9 Kec. Wulandoni 207.572 142.055 376.225 725.852
Jumlah 9429.169 10676.086 4559.297 3449.203 28113.754
Sumber: Hasil analisis spasial (2015)
Dari tabel di atas diketahui bahwa blok pemanfaatan didominasi oleh jasa lingkungan
mencapai sekitar 10,676.086 ha, sementara areal yang diarahkan untuk rehabilitasi
hanya sekitar 3,449.203 ha. Arahan rehabilitasi menjadi rendah dalam luasan karena
kegiatan pemberdayaan masyarakat jasa lingkungan, pengembangan HHBK juga
menunjang kegiatan rehabilitasi.
88
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Pada areal-areal berupa pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur
dan areal di sekitar permukiman dapat dilakukan pembinaan masyarakat
penggarap lahan dengan pendekatan yang efektif untuk menghindari terjadinya
konflik sumberdaya lahan. Skema-skema kerja sama/pemberdayaan masyarakat
89
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
dalam pengembangan hasil hutan non kayu dapat diterapkan pada areal-areal
tersebut.
Hutan produksi di wilayah kerja KPHL Lembata hanya sebesar 1,7% dari total luas
areal kerja. Hutan produksi ini hanya terdapat di wilayah Kec. Bayusuri dengan
alokasi terbagi menjadi dua blok, yaitu blok pemberdayaan dan blok perlindungan
sebagaimana disajikan pada tabel berikut:
A. Blok Pemberdayaan
90
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Gambar 5.3 Kondisi Sebaran Tutupan Areal di Blok Pemberdayaan KPHL Lembata
Berdasarkan kondisi di atas dapat direncanakan bahwa secara umum areal perlu
ditingkatkan produktivitasnya agar mampu memberikan nilai tambah bagi
masyarakat. Rehabilitasi dengan jenis-jenis kayu komersial dan HHBK merupakan
strategi yang tepat dengan pola agroforestry multidaur. Jenis-jenis tanaman yang
digunakan juga perlu disesuaikan dengan kondisi lahan yang secara umum tergolong
agak curam sampai curam (kelas lereng umumnya 15 – 25%).
B. Blok Perlindungan
Blok perlindungan di hutan produksi KPHL Lembata dipusatkan pada areal seluas 104
ha di wilayah Kecamatan Bayusuri. Berdasarkan kriteria RKTN areal di wilayah ini
diarahkan untuk direhabilitasi. Hasil inventarisasi juga menunjukkan bahwa areal-
areal tidak memiliki potensi kayu. Hal ini didukung pula oleh kondisi penutupan lahan
yang secara umum merupakan tanah terbuka dan pertanian lahan kering campuran
sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut:
91
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Gambar 5.4 Kondisi Tutupan Vegetasi di Areal Blok Perlindungan KPHL Lembata
Wilayah tertentu adalah kawasan dengan berbagai luasan tanpa izin pengusahaan.
Hampir seluruh wilayah KPHL Lembata di Kabupaten Lembata masuk kategori wilayah
tertentu. Potensi hutan yang dimiliki KPHL Lembata perlu digali dan dipromosikan
sehingga dikenal dan menjadi daya tarik bagi investor dalam memanfaatkan dan
meningkatkan nilainya. Promosi diawali dengan melakukan inventarisasi potensi,
membuat profil potensi yang bisa dikerjasamakan dan menyampaikan ke berbagai
pihak.
Salah satu pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu adalah melalui pemanfaatan
jasa lingkungan. Pemanfaatan jasa lingkungan ini merupakan produk sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya (SDAHE) berupa manfaat langsung (tangible) dan/atau
92
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi antara lain jasa wisata alam, jasa
perlindungan tata air/hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir,
keindahan, keunikan, penyerapan dan penyimpanan karbon.
Manfaat lainnya dari wilayah tertentu di KPHL Lembata adalah hasil hutan bukan
kayu (HHBK). HHBK yang dihasilkan dari wilayah kerja KPHL Lembata Kabupaten
Lembata akan diusahakan untuk dapat dipasarkan setelah melalui proses
pengolahan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan nilai produknya di pasar. Di dalam
tahap awal pengembangan sentra industri HHBK perlu didukung oleh kerjasama
dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Di dalam tahap awal, kerjasama
pengembangan sentra HHBK dapat dilakukan dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan.
Hasil hutan non kayu yang bernilai ekonomi tinggi di kawasan hutan KPHL Lembata
adalah minyak Cendana, alkohol dan daun lontar dari penyadapan dan pengambilan
daun lontar. Disamping itu perlu dieksplorasi tanaman obat yang ada di dalam
kawasan hutan di KPHL tersebut.
93
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Peningkatan nilai tambah ekonomi dari produk dan jasa yang berbasiskan kreatifitas
masyarakat setempat perlu didorong oleh manajemen KPHL Lembata baik berupa
HHBK maupun jasa lingkungan. Peningkatan nilai seni dari produk HHBK melalui
pengembangan obat-obatan berbasis pengetahuan lokal merupakan contoh kegiatan
kreatif yang dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.
Salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh KPHL Lembata yang memerlukan
sosialisasi adalah kegiatan penataan batas. Sebelum dilakukan penandaan batas di
lapangan berupa pal atau patok batas, maka perlu dilakukan sosialisasi mengenai
94
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
95
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Wilayah yang sudah ada izin pemanfaatan di KPHL Lembata terdata belum ada.
Sehingga seluruh kegiatan saat ini dikelola langsung oleh KPHL Lembata. Sistem
pelaksanaan rehabitasi melibatkan masyarakat yang ada di sekitar areal KPHL
Lembata. Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan bagian dari sistem
pengelolaan hutan dan lahan khususnya pada kawasan KPHP, yang ditempatkan
pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi
kesenjangan ketika sistem perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sistem
budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi deforestasi dan degradasi fungsi hutan
dan lahan.
Rehabilitasi hutan dan lahan akan diimplementasikan pada blok yang mengalami
deforestasi dan degradasi fungsi hutan dan lahannya. Sistem RHL yang akan
dilaksanakan dapat dicirikan oleh komponen sebagai berikut: (1) komponen obyek
rehabilitasi hutan dan lahan, (2) komponen teknologi, dan (3) komponen institusi.
Di dalam merencanakan kegiatan pemulihan hutan dan lahan secara revegetasi, ada
beberapa faktor yang menentukan pemilihan jenis dan pola tanam yang akan
dilakukan yakni:
- Kondisi iklim. Areal KPHL Lembata berada di wilayah beriklim tropis, namun secara
umum tergolong kering hingga sedang (tipe F) dengan memiliki 2 (dua) musim
yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung rata-rata
berlangsung selama 4 bulan antara bulan Desember sampai dengan bulan Maret,
96
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
sedangkan musim kemarau berlangsung selama 8 bulan terjadi antara bulan April
sampai dengan bulan Nopember setiap tahunnya. Rata-rata curah hujan per tahun
adalah 500 - 1200 mm. Suhu udara rata-rata 270 C dengan suhu minimum
mencapai 200 C dan suhu maksimum mencapai 330 C.Sedangkan kelembaban
udara berkisar antara 72% sampai 84% sedangkan kecepatan angin tergolong
rendah rata-rata 8,4 knot/jam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Lembata, 2013).
- Kondisi topografi. Areal KPHL Lembata berada di wilayah Kabupaten Lembata yang
didominasi oleh wilayah berbukit hingga bergunung dengan topografi curam dan
sangat curam (lereng lebih dari 25%) dengan sedikit dataran berupa topografi
lereng datar (0-2% dan 2-8%), lereng landai (8-15%) hanya seluas 18,01%.
Ketinggian dari permukaan laut hingga 1.319 meter.
Berdasarkan tiga faktor utama tersebut, maka arah dari rencana revegetasi dalam
upaya memulihkan fungsi hutan yang mengalami degradasi di setiap arahan blok
adalah sebagai berikut.
Berdasarkan hasil tata hutan KPHL Lembata diperoleh tingkat kekritisan lahan
sebagaimana tabel berikut.
Tabel 5.5 Tingkat Kekritisan Lahan di Blok Hutan Lindung KPHL Lembata
97
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Revegetasi hutan diarahkan untuk kelas kritis dan sangat kritis. Adapun rencana
pemulihan di lokasi tersebut adalah sebagai berikut:
- Blok Inti. Kondisi lahan kritis dan agak kritis di Blok Inti Hutan Lindung seluas
26,159.86 ha. Rehabilitasi lahan di blok ini ditujukan untuk perlindungan tata air
dan simpanan karbon (carbon sink). Karena tipe iklimnya adalah tipe F dengan
curah hujan rendah, maka jenis tanaman yang akan dipilih adalah jenis endemik,
jenis mempunyai perakaran dalam dengan tingkat evapotranspirasi rendah dan
kurang memiliki potensi pemanfaatannya (bio material) selain sebagai
penyimpanan karbon.
98
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Tabel 5.6 Tingkat Kekritisan Lahan di Blok Hutan Produksi KPHL Lembata
Adapun rencana pemulihan di lokasi tersebut diarahkan pada lahan kritis dan sangat
kritis adalah sebagai berikut:
- Blok Perlindungan. Kondisi lahan kritis dan agak kritis di Blok Lindung Hutan
produksi seluas 104,15 ha. Rehabilitasi lahan di blok ini ditujukan untuk
perlindungan tata air dan erosi. Karena tipe iklimnya adalah tipe F dengan curah
hujan rendah, maka jenis tanaman yang akan dipilih adalah jenis endemik, jenis
mempunyai perakaran dalam dengan tingkat evapotranspirasi rendah dan kurang
memiliki potensi pemanfaatannya (bio material) selain sebagai penyimpanan
karbon.
99
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
dalam dengan tingkat evapotranspirasi rendah yakni jenis Multi Purpose Tree
Species (MPTS) dari jenis asli yang dapat dimanfaatkan masyarakat setempat.
Salah satu faktor yang menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan adalah karena
adanya berbagai kepentingan yang berbeda atas sumber daya hutan sehingga
mempengaruhi pilihan tindakan yang berbeda-beda pula. Misalnya para pengusaha,
pilihan tindakannya cenderung berorientasi untuk kepentingan memperbesar modal
yang dalam pelaksanaannya justru mengorbankan kepentingan lain, seperti
mengabaikan asas konservasi atau kelestarian lingkungan, merebut kepemilikan
lahan hutan yang sebelumnya dikuasai rakyat setempat, atau penggunaan hutan dan
lahan oleh masyarakat akibat tidak tersedianya lahan pekerjaan, kemiskinan, dan
penguasaan keterampilan yang rendah, telah meningkatkan ketergantungan
masyarakat terhadap hutan (sandang, pangan, dan papan). Untuk mengurangi
kerusakan akibat degradasi dan deforestasi maka diperlukan penyelenggaraan
perlindungan dan konservasi alam tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat yang
ada di dalam dan sekitar hutan.
100
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Rencana teknis konservasi alam merupakan penjabaran dari salah satu atau
beberapa kegiatan teknis yang telah tersusun dalam rencana pengelolaan. Untuk
setiap kegiatan dalam rencana pengelolaan yang memerlukan penjabaran lebih rinci,
masing-masing dapat disusun rencana teknisnya, misalnya rancangan untuk
bangunan tertentu, pembinaan habitat, pembinaan populasi dan rancangan
pengambilan sumber genetik.
Rehabilitasi dan Restorasi. Rehabilitasi dan restorasi hutan dan lahan adalah kegiatan
pemulihan kondisi sebagian kawasan hutan menjadi atau mendekati kondisi
ekosistem alami, melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan, pengkayaan jenis atau
penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, dan perbaikan lingkungan untuk
memulihkan fungsi ekosistem alami yang rusak. Pelaksanaan restorasi dan rehabilitasi
di kawasan hutan mempunyai tujuan untuk memulihkan, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi ekosistem yang rusak agar dapat berfungsi kembali secara
optimal sesuai daya dukung, dan peranannya sebagai habitat suatu jenis
101
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Konservasi alam dibagi menjadi konservasi ex-situ (konservasi tumbuhan dan atau
satwa yang dilakukan di luar habitat alaminya) dan konservasi in situ (konservasi
tumbuhan atau satwa yang dilakukan di dalam habitat alaminya). Peraturan yang
terkait dengan kegiatan konservasi ini adalah: (1) Undang-undang RI Nomor 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, (2)
Permenhut Nomor P.53/Menhut-II/2006 tentang Lembaga Konservasi.
Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat
dengan tercapainya tiga sasaran konservasi (UU No 5 Tahun 1990), yaitu:
102
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Berdasarkan uraian terdahulu bahwa Blok HL KPHL Lembata sebagian besar (59%)
dialokasikan sebagai blok inti dengan arahan sebagai karbon stok, sedangkan 41%
sisanya dialokasikan sebagai blok pemanfaatan dengan arahan selain untuk
rehabilitasi juga berupa pemanfaatan untuk masyarakat sekitar berupa usaha skala
kecil. Pemanfaatan untuk masyarakat sekitar tersebut diantaranya berupa hutan
kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat melalui pemberian Izin Usaha
Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (di hutan lindung) dan Izin Usaha Pemanfaatan
Hutan Tanaman Rakyat (di hutan produksi). Pemegang izin hutan kemasyarakat
maupun hutan tanaman rakyat merupakan mitra pengelola HPL. Oleh karena itu
perlu dijalin kerjasama melalui koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin
maupun dengan pemegang ijin dengan pengelola KPHL. Koordinasi dan sinkronisasi
tersebut diwujudkan dalam perumusan rencana program dan rencana kegiatan
sehingga akan terjalin sinkronisasi dan sinergisitas program dan kegiatan.
Berdasarkan hasil analisis SWOT, strategi yang harus digunakan dalam pengelolaan
KPHL Lembata adalah Strategi Weakness Threat (WT) yakni strategi yang bersifat
defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman. Oleh karena itu, dalam upaya mengatasi kelemahan dan menghindari
ancaman maka perlu dilakukan koordinasi dan sinergi dengan instansi dan
stakehlders terkait. Adapun hal – hal yang perlu dikoordinasikan dan sinergi tersebut
adalah sebagai berikut.
103
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Wilayah XIV Kupang, dan Panitia Tata Batas Kabupaten Lembata. Wilayah kerja
BPKH Wilayah XIV Kupang ini diantaranya adalah Kabupaten Lembata.
E. Dalam melakukan upaya pendataan potensi jasa lingkungan dan KPHL Lembata
dapat dilakukan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi yang ada di Provinsi
NTT maupun di provinsi lainnya atau bekerjasama dengan Balai Penelitian
Kehutanan.
104
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Dalam berbagai hal terutama terkait dengan masyarakat sekitar kawasan KPHL
Lembata, perlu selalu dikembangkan koordinasi dan kerjasama dengan tokoh
masyarakat dan tokoh adat, bila dimungkinakan mengembangan Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Kepala KPHL
Resort KPHL
Jumlah personil direncanakan ditambah sesuai dengan lingkup kerja dan kompetensi
yang dibutuhkan. Penambahan personil diajukan sesuai dengan kebutuhan
105
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Sebagai organisasi baru yang ditetapkan melalui SK Bupati, maka KPHL Lembata
memiliki personil yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman di bidang
pengelolaan hutan yang berbeda-beda. Disamping itu personil yang ditetapkan masih
terbatas, dan memerlukan rekrutmen baru sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan
dalam pengembangan organisasi KPHL. Adapun langkah – langkah yang dilakukan
dalam penyediaan dan peningkatan kapasitas sumberdaya manusa (SDM) KPL
Lembata ini adalah sebagai berikut:
Perumusan pekerjaan yang akan dilakukan ini penting, untuk mengetahui kualifikasi
kebutuhan personil dan rencana peningkatan kapasitasnya. Oleh karena itu, langkah
pertama adalah menentukan tujuan pekerjaan (job goals) dari setiap posisi dalam
struktur organisasi yang sudah ditetapkan. Dalam merumuskan pekerjaan dengan
menggunakan dua pendekatan yaitu (1) spesifikasi pekerjaan, dan (2) uraian
pekerjaan.
Uraian Kerja. Uraian kerja (job description) bertitik berat pada kegiatan dan tugas
kerja. Personil yang diberikan tanggung jawab kepegawaian dapat mengembangkan
format sederhana dengan isi sebagai berikut:
106
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
2. Perekrutan Personil
Semua program pelatihan pada dasarnya didasarkan pada tujuan khusus yakni untuk
memberikan peningkatan kapasitas bagi pegawai untuk memenuhi spesifikasi kerja
yang diperlukan. Proses ini disebut Need Assessment pelatihan dan pengembangan.
Bentuk dan frekwensi pelatihan (training) yang diperlukan tergantung pada kondisi
hasil analisis kesenjangan antara kondisi personil yang ada dengan spesifikasi
pekerjaan dan uraian kerja yang telah ditetapkan di atas. Pendekataan yang
dilakukan adalah melakukan penilaian kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan
sehingga personil baru yang dimiliki memenuhi tuntutan spesifikasi dan uraian
pekerjaan tersebut. Komponen substansi pelatihan yang diperlukan adalah pelatihan
dasar dan pelatihan lanjutan. Pelatihan dasar dimaksudkan untuk meningkatkan
107
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
a. Pelatihan sambil kerja (on – the job Training). Untuk mengawali pekerjaan di
KPHL, pelatihan yang dapat dilakukan sambil kerja terlebih dahulu. Tujuan
pelatihan ini sangat sederhana yakni mengajarkan keterampilan atau prosedur
untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan tertentu.
b. Pelatihan Formal di KPHL. Pada pelatihan ini dapat dilakukan oleh personil
yang dianggap memiliki pengetahuan dan kemampuan mengadakan pelatihan
dalam bidang tertentu, misalnya kegiatan perencanaan dan perlindungan hutan.
Pelatihan ini juga dalam bentuk pembinaan dari instansi Pembina dari Dinas
Kehutanan atau UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sesuai dengan hasil SWOT yang dilakukan sebelumnya, disebutkan bahwa salah satu
kelemahan dari pengelolaan KPHL ini adalah dari aspek pendanaan. Oleh karena itu
pada awal penyelenggaran KPHL Lembata, memerlukan sumber dana dari luar. Pada
dasarnya ada empat sumber dana yang mungkin diakses untuk pembiayaan KPHL ini
yakni :
108
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara juga memiliki andil dalam pembentukan KPHL
Lembata, oleh karena itu tentunya juga sudah memperkirakaan untuk mendukung
pembiayaan dari APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai bagian dari program
lingkungan hidup dan kehutanan. Pada umumnya bentuk yang diberikan adalah
berupa penyediaan program dan anggaran sesuai dengan RPJP, RPJM dan RPKD
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu, perlu dilakukan
koordinasi dan penyampaian program yang terkait dengan program pemerintah
provinsi NTT.
109
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Potensi hutan yang dikelola KPHL Lembata didukung dengan sistem informasi dan
promosi yang kuat. Dengan adanya sistem tersebut akan memudahkan pengelola
untuk mengetahui data dan informasi terkini sekaligus menyampaikannya kepada
publik. Dengan adanya database yang lengkap dan tidak kadaluwarsa terkait
kawasan pengelolaan sangat berguna untuk pengambilan keputusan dalam
pengelolaan KPHL Lembata. Selain itu database juga bermanfaat bagi pihak luar yang
membutuhkan informasi tentang KPHL Lembata seperti misalnya para peneliti dari
universitas atau lembaga penelitian, LSM, instansi pemerintah, dan individu.
Database dan informasi dapat dikumpulkan dari unit-unit pengelola di lapangan dan
juga dari luar.
Pemberian atau pertukaran data dan informasi khususnya dengan pihak luar akan
diatur oleh Standar Operasional Prosedur (SOP). Database yang ada dapat
dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk analog atau manual (peta, dokumen,
laporan, data penelitian dan lain-lain), data digital (dokumen-dokumen, data GIS dan
data digital lainnya). Unit yang secara khusus mengelola database ini pada organisasi
KPHL Lembata merupakan Descision Support System (DSS) atau pendukung sistem
organisasi yang diperlukan sebagai dasar untuk mengambil keputusan pengelolaan
baik, oleh manajemen pusat KPHL Lembata , maupun pengelola pada unit terkecil di
lapangan. Beberapa rencana kegiatan yang mendukung pengembangan database di
KPHL Lembata Kabupaten Lembata, antara lain: (1) Pelatihan staf pengelola
database, (2) Penyiapan perangkat database, (3) Penyusunan dan pengelolaan
sistem database, dan (4) Membangun manajemen sistem pusat informasi.
110
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
pengelolaan prioritas diharapkan lebih fokus dan bisa dilakukan. Sementara blok yang
bukan prioritas tetap menjadi tanggungjawab KPHL dalam menghadapi gangguan
dari masyarakat dan menjaga agar proses regenerasi alami dapat berjalan dan tidak
mendapatkan gangguan.
Faktor Kunci I, yaitu melakukan peningkatan secara terus menerus dari siklus dasar
manajemen. Adapun siklus manajemen tersebut merupakan serangkaian kegiatan
menerus dari Rencana (Plan), Pelaksanaan (Do), Pengecekan (Check) dan Aktivitas
Hasil Pengecekan (Action). Setelah selesai satu siklus manajemen (misalnya 5 tahun),
untuk melaksanakan siklus manajemen berikutnya harus dilakukan perbaikan.
Mekanisme perbaikan tersebut diantaranya melalui review pengelolaan yakni
memperbaiki rencana pengelolaan yang sudah dilaksanakan dengan menyesuaikan
perkembangan internal maupun eksternal KPHL.
Faktor Kunci II. Untuk memudahkan pengendalian secara terukur, biasanya dalam
bentuk kuantitatif, maka setiap objectif dari manajemen KPHL harus ditetapkan
standar capaiannya. Perbaikan dan peningkatan capaian manajemen melalui
standarisasi ini diharapkan dapat mencapai tujuan yang diharapkan dari
pembentukan KPHL.
111
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
KEY
FACTOR 1 Basic Steps
KEY
FACTOR 2
112
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
BAB
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN
PENGENDALIAN 6
Perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan KPHL Lembata akan didukung oleh
kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh aspek kegiatan
pengelolaan.
6.1. Pembinaan
113
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
6.2. Pengawasan
Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap kinerja KPHL Lembata,
agar KPHL Lembata dapat mengevaluasi pelaksanaan tugas dan fungsinya dengan
baik. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan KPHL Lembata dilakukan oleh
pihak internal pengelola maupun para pihak yang berkompeten dan dilakukan secara
langsung agar pelaksanaan pengelolaan sesuai dengan perencanaan yang dibuat.
Maksud dan tujuan pengawasan adalah untuk menjamin kelancaran pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan rencana pengelolaan.
Fungsi dari pengawasan dalam hal ini adalah sebagai penghimpun informasi yang
nantinya bermanfaat dalam penilaian, sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan
yang terjadi terhadap fungsi dan kelestarian kawasan KPHL Lembata serta perubahan
pada sosial ekonomi masyarakat. Disamping sebagai penghimpun informasi,
pengawasan juga dapat berfungsi pemeriksaan terhadap ketepatan dan kesesuaian
sasaran pengelolaan. Pada pemeriksaan dimungkinkan dilakukannya perubahan-
perubahan terhadap sasaran dan program yang tidak tepat.
6.3. Pengendalian
Pengendalian adalah segala upaya untuk menjamin dan mengarahkan agar kegiatan
yang dilaksanakan dapat mencapai sasaran sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Didalam instansi pemerintahan, pengaturan pengendalian terdapat dalam
Peraturan Pemerintah Nomor : 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah, Sistem Pengendalian Intern (SPI) menurut peraturan ini adalah proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien, kehandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.
114
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
Untuk menjadikan pengelolaan KPHL Lembata berjalan dengan baik sesuai dengan
perencanaan, tersedianya informasi yang terbuka pada tingkat manajemen KPHL
Lembata, mitra pengelolaan, pemerintah daerah dan masyarakat sangat diperlukan.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian pada unit pengelola sehingga visi, misi
dan tujuan dari pengelolaan KPHL Lembata dapat tercapai, serta memberikan jaminan
agar seluruh proses pengelolaan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Lingkup
pengendalian dilakukan pada tingkat pimpinan manajemen (kepala KPHL Lembata)
sampai kepada staf teknis pelaksana di lapangan sehingga tanggung jawab di dalam
pelaksanaan pengelolaan berjalan berdasarkan prosedur operasional dan tata kerja
organisasi pengelola KPHL Lembata.
115
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
BAB
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN
PELAPORAN 7
Pada rencana pengelolaan KPHL Lembata, kegiatan pemantauan dan evaluasi kegiatan
merupakan kegiatan penting yang direncanakan akan dilaksanakan. Tujuannya agar
seluruh kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan mengarah pada tercapainya visi,
misi dan tujuan pengelolaan KPHL Lembata yang sudah ditetapkan di awal. Selain itu
kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan juga termasuk ke dalam kegiatan yang
direncanakan, untuk melihat sejauh mana tingkat pencapaian dan keberhasilan dari
suatu program pengelolaan yang dilaksanakan.
7.1. Pemantauan
116
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
7.2. Evaluasi
Hasil yang diperoleh pada kegiatan pemantauan dan evaluasi akan menjadi masukan
kepada kepala KPHL Lembata sebagai bahan dalam menentukan kebijakan di rencana
dan pelaksanaan kerja periode berikutnya. Kegiatan pemantauan dan evaluasi ini
dilaksanakan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut :
Evaluasi keberhasilan program pengelolaan Kawasan KPHL Lembata dapat diukur dari :
7.3. Pelaporan
117
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
118
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
BAB
PENUTUP 8
Penentu keberhasilan pembangunan KPHL adalah adanya komitmen para pihak untuk ikut
berpartisipasi secara aktif terhadap pengelolaan KPHL Lembata, tercukupinya staf
pengelola baik administrasi maupun teknis lapangan yang sesuai dengan beban kerja
yang dimiliki,konsistensi kebijakan, dan adanya kepastian hukum atas kawasan yang
dikelola melalui penataan batas yang partisipatif, dan adanya pengakuan hak-hak
masyarakat atas sumber daya hutan sebagai bentuk insentif yang mampu meningkatkan
partisipasi masyarakat untuk membantu pengelolaan dan mengawasi setiap gangguan
dan ancaman yang dapat mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan hutan di wilayah
KPHL Lembata.
119
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
LAMPIRAN
120
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Lembata
121