Anda di halaman 1dari 12

SISTEM SILVOPASTURA

BERBASIS LAHAN
Penyuluh Kehutanan:
Erni Mira Aska, S.Hut.
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang
mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan,
perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak
berkayu atau dapat pula dengan rerumputan kadang -
kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah
dan ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan
ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen
lainnya
Menurut Hairiah dalam  Mahendra (2009) pada dasarnya
agroforestri terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan,
pertanian dan peternakan. Penggabungan tiga komponen yang
termasuk dalam agroforestri adalah:

1. Agrisilvikultur adalah kombinasi antara komponen atau


kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu, dan
lain-lain.) dengan komponen pertanian.
2. Silvopastura adalah kombinasi antara komponen atau
kegiatan kehutanan dengan peternakan.
3. Agrosilvopastura adalah kombinasi antara komponen atau
kegiatan pertanian dengan kehutanan dan
peternakan/hewan.
Nair, 1987 dalam Usman dan Abdi (2010) menambahkan sistem-
sistem lainnya yang dapat dikategorikan sebagai agroforestri.
Beberapa contoh yang menggambarkan sistem lebih spesifik yaitu:

1. Silvofishery adalah kombinasi antara komponen atau


kegiatan kehutanan dengan perikanan.
2. Apiculture adalah budidaya lebah atau serangga
yang dilakukan dalam kegiatan atau komponen
kehutanan.
Sistem Silvopastura

1.  Menurut Ainurrasjid (2001) mengatakan bahwa silvopastura


adalah bentuk agroforestri yang merupakan campuran kegiatan
kehutanan dan peternakan, yang dilaksanakan di bawah
tegakan hutan (Agathis sp, Pinus sp, Albizia sp, dan lain-lain).
Pada tegakan tersebut ditanami rumput-rumputan dan
berbagai jenis HMT secara bersama-sama tanpa merusak
tegakannya. Sehingga sistem silvopastura merupakan upaya
pengelolaan lahan hutan untuk menghasilkan kayu dan untuk
memelihara ternak.
Indriyanto (2008) silvopastura adalah bentuk agroforestri yang
menggabungkan kegiatan kehutanan dan peternakan dalam satu
sistem pengelolaan lahan.
Wujud dalam sistem silvopastura dalam praktek di lapangan, yaitu
dalam suatu kawasan hutan ditanami rumput atau jenis hijauan
pakan ternak tanpa merusak tegakan hutan.
Bentuk silvopastura tersebut dapat diterapkan dalam kawasan hutan
yang penduduk disekitarnya mengembangkan usaha perternakan,
tetapi tidak memiliki tempat pengembalaan, sehingga lahan di
bawah tegakan hutan dapat ditanami rumput yang dimanfaatkan
untuk pakan ternak.
Para petani juga dapat tetap dikandangkan ternak, tetapi pakan
ternaknya diambil dari dalam kawasan hutan yang terdapat di bawah
tegakan hutan yang telah ditanami rumput dan hijauan pakan
ternak.
Tahapan pembentukan Koperasi KTH

Sama dengan pembentukan koperasi secara umum, pembentukan Koperasi KTH


secara garis besar terdiri dari 3 tahapan penting yaitu:
1. Rapat Persiapan Pembentukan Koperasi
Para anggota pendiri menyelenggarakan rapat pembentukan koperasi
a.  Pada rapat tersebut menghasilkan risalah rapat yang memuat :  
(1) Nama Koperasi,
(2) Jenis Koperasi,
(3) Kesepakatan-kesepakatan yang akan dimuat dalam anggaran dasar :    
a)    Besarnya Simpanan Pokok
b)    Besarnya Simpanan Wajib
c)    Masa bhakti pengawas
d)    Masa bhakti pengurus
e)    dan lain – lain
(4) Surat Kuasa untuk menandatangani akte pendirian
Rapat Pembentukan Koperasi

a. Rapat Pembentukan membahas antara lain:


(1)    Kesepakatan untuk membentuk koperasi;
(2)    Pembahasan rancangan anggaran dasar (AD);
(3)    Pembahasan rancangan rencana kerja (RK);
(4)    Pembahasan permodalan dan batas waktu penyerahan modal;
(5)    Pemilihan pengurus dan pengawas;
(6)    Pemberian kuasa kepada pengurus dan atau orang lain yang dipilih
oleh peserta rapat pembentukan untuk menyiapkan rancangan
anggaran rumah tangga koperasi;
(7)    Pemberian kuasa dan batasan kewenangannya kepada beberapa
orang yang ditunjuk oleh rapat pembentukan sebagai kuasa pendiri
untuk menandatangani akta pendirian koperasi apabila di wilayah
setempat tidak terdapat Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) dan
mengajukan permintaan pengesahan kepada pejabat terkait.
Hijauan Pakan Ternak dan Produktivitas
Hijauan Pakan Ternak

Syamsu (2008) hijauan pakan ternak adalah semua pakan


sumber serat kasar yang berasal dari tanaman, khususnya
bagian tanaman yang berwarna hijau. Sebagaimana
diketahui pakan ternak bisa dibagi menjadi lima jenis, yaitu
hijauan pakan ternak, sisa hasil pertanian, hasil ikutan
pertanian, limbah agroindustri dan pakan non konvensional.
Hijauan Pakan Ternak dan Produktivitas
Hijauan Pakan Ternak
 Hijauan pakan ternak dapat dibagi menjadi dua kategori.
Pertama hijauan liar yaitu hijauan yang tidak sengaja ditanam
dan tumbuh dengan sendirinya dan yang kedua yaitu hijauan
introduksi atau hijauan yang sengaja ditanam dan dipelihara
sebagaimana membudidayakan tanaman lainnya. Hijauan
introduksi yang dibudidayakan hanya merupakan spesies rumput
tertentu atau spesies leguminosa tertentu yang sengaja ditanam.
 Produktivitas hijauan makanan ternak merupakan kemampuan
menghasilkan suatu hijauan pakan yang dihasilkan. Pada
dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi produktivitas
rumput yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan yang
mencakup keadaan tanah dan kesuburannya, pengaruh iklim
termasuk cuaca dan perlakuan manusia atau manajemen.
Ketersediaan Lahan Silvopastura

Kepemilikan lahan yang sempit dan usahatani untuk


menanam sayuran yang selalu mengalami ketidakpastian
harga, membuat petani yang beralih profesi menjadi petani
peternak sapi perah. Hal ini menunjukkan bahwa memelihara
temak dapat membantu meningkatan pendapatan petani dan
mempunyai lahan dengan kepemilikan yang sempit dengan
memanfaatkan sumberdaya milik umum seperti lahan
pangonan, pinggiran jalan, dan pinggiran hutan.
Pengelolaan sistem silvopastura yang kurang maksimal sehingga hasil yang
didapat tidak mencukupi kebutuhan pakan ternak, maka perlu dilakukan suatu
usaha dan langkah konkrit untuk mengatasi masalah yang tersebut antara lain:

1. Perlu adanya pengawasan dan penyuluhan langsung dari pihak


perhutani kepada pesanggem agar dapat memahami cara
pengelolahan lahan silvopastura dengan baik dan benar sehingga
hasilnya lebih maksimal.
2. perlu melakukan pemeliharaan HMT yang lebih intensif agar
produksi rumput gajah lebih maksimal misalnya dengan
pemberian pupuk dan pembersihan gulma yang tidak disukai oleh
ternak.
3. Jumlah pakan yang diberikan kurang efisien, maka dalam hal ini
pemerintah setempat perlu memberikan suatu penyuluhan
terhadap masyarakat agar mereka memahami cara pemberian
pakan ternak yang baik dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai