Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SISTEM PERTANIAN TERPADU

KONSEP ZERO WASTE PERTANIAN –


PETERNAKAN

Disusun Oleh : Kelompok III


1. Muhammad Fathurroihan (1710701014)
2. Asri Retno Asih (1810701039)
3. Dyah Eka Saputri (1810701073)
4. Siwi Pratiwi (1810701085)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya maka makalah Sistem Pertanian Terpadu dengan judul “Konsep
Zero Waste Pertanian - Peternakan” ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi nilai tugas Mata Kuliah Sistem Pertanian Terpadu.
Pada kesempatan ini kami tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini
terutama untuk Dosen Muhomad Haris Septian, S.Pt., M.Pt. Pembimbing Mata
Kuliah Sistem Pertanian Terpadu, orang tua kami yang selalu memberi dukungan
serta teman-teman yang telah membantu.
Dengan penuh kesadaran bahwa tak ada gading yang tak retak, maka
makalah ini juga tidak luput dari segala kekurangan. Segala kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan
makalah ini sangat kami harapkan.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi penulis.

Magelang, 24 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan.......................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
2.1 Pengertian konsep zero waste pertanian - peternakan.........................................3
2.2 Pola konsep zero waste pertanian – peternakan..................................................5
2.3 Manfaat konsep zero waste pertanian - peternakan..............................................9
2.4 Kelebihan dan kelemahan zero waste farming system.......................................10
BAB III KESIMPULAN................................................................................................12
Daftar Pustaka................................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Zero waste didefinisikan sebagai “aktivitas meniadakan limbah dari
suatu proses produksi dengan cara pengelolaan proses produksi yang
terintegrasi dengan minimisasi, segregasi dan pengolahan limbah”. Dalam
sektor pertanian, zero waste merupakan konsep pertanian yang dirancang
untuk para petani agar memanfaatkan pengolahan lahan pertanian sekaligus
peternakan tampah limbah. Untuk menekan pencemaran lingkungan, akan
lebih baik jika limbah dapat dikelola menjadi sesuatu yang memiliki nilai
tambah ekonomis. Amir (2016) mengatakan bahwa akan lebih baik jika
limbah bisa dipandang sebagai bahan baku untuk memproduksi barang
tertentu yang tentu bernilai ekonomis. Metode pembahasan berdasarkan pada
konsep siklus model pertanian terpadu yaitu pada prinsip 4 (empat) F yaitu
Food, Feed, Fuel dan Fertilizer.
Integrasi padi dengan ternak sapi berpeluang meningkatkan
produktivitas dan mutu hasil padi. Terdapat sinergi positif dalam
pengembangan program pertanian bioindustri berbasis integrasi padi sapi pada
agroekosistem sawah irigasi. Produktivitas tanaman akan meningkat baik
kualitas maupun kuantitas karena tersedianya pupuk organik yang diproduksi
oleh sapi, dalam hal ini sapi berperan sebagai industri penyedia pupuk organik
baik padat maupun cair. Sebaliknya untuk ternak sapi adanya jaminan
ketersediaan suplai pakan yang bersumber dari limbah tanaman padi seperti
jerami dan dedak.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari zero waste pertanian - peternakan?
b. Bagaimana konsep zero waste pertanian - peternakan?
c. Apa manfaat konsep zero waste pertanian – peternakan?

1
d. Apa kelebihan dan kekurangan dari konsep zero waste pertanian-
peternakan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yakni
a. Mengetahui tentang pengertian zero waste pertanian - peternakan.
b. Mengetahui konsep zero waste pertanian - peternakan.
c. Mengetahui manfaat konsep zero waste pertanian - peternakan.
d. Mengetahui kelebihan dan kekurangan konsep zero waste pertanian-
peternakan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian konsep zero waste pertanian - peternakan


Pertanian terpadu merupakan suatu sistem berkesinambungan dan tidak
berdiri sendiri serta menganut prinsip segala sesuatu yang dihasilkan akan
kembali ke alam. Ini berarti limbah yang dihasilkan akan dimanfaatkan
kembali menjadi sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Model integrasi
tanaman ternak yang dikembangkan di lokasi beberapa daerah dan negara
berorientasi pada konsep ”zero waste production system” yaitu seluruh
limbah dari ternak dan tanaman didaur ulang dan dimanfaatkan kembali ke
dalam siklus produksi. Inovasi teknologi untuk mendukung model tersebut
telah dilakukan di Sulawesi Selatan antara lain meliputi: (1).Teknologi
penyimpanan/pengolahan limbah pertanian (jerami padi) untuk produksi
pakan; (2). Teknologi pembuatan pupuk organik; (3). Teknologi pengolahan
kotoran sapi untuk produksi biogas skala rumah tangga.
Pertanian terpadu merupakan suatu sistem berkesinambungan dan tidak
berdiri sendiri serta menganut prinsip segala sesuatu yang dihasilkan akan
kembali ke alam. Ini berarti limbah yang dihasilkan akan dimanfaatkan
kembali menjadi sumber daya yang dapat menghasilkan (Ali, 2010).
Contohnya tanaman padi, beras yang dihasilkan merupakan bahan pangan
utama, sementara jeraminya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
terutama sapi. Namun penggunaan jerami sebagai pakan terkendala mutu
yang rendah sehingga perlu diberi perlakuan amoniasi untuk meningkatkan
kualitas gizinya. Ternak sapi yang dipelihara menghasilkan daging sebagai
bahan pangan protein, dalam pemeliharaannya juga menghasilkan kotoran
yang merupakan limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
Pengembangan usaha pertanian terintegrasi, selanjutnya disebut Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak, khusus pada usaha pertanian padi disebut dengan
Sistem Integrasi Padi Ternak, adalah intensifikasi sistem usahatani melalui

3
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu dengan
komponen ternak sebagai bagian kegiatan usaha. Menurut Direktorat Jenderal
Peternakan (2010), model integrasi tanaman ternak yang dikembangkan di
lokasi beberapa daerah dan negara berorientasi pada konsep ”zero waste
production system” yaitu seluruh limbah dari ternak dan tanaman didaur
ulang dan dimanfaatkan kembali ke dalam siklus produksi. Komponen
usahatani dalam model ini meliputi usaha ternak sapi potong, tanaman
pangan (padi atau jagung), hortikultura (sayuran), perkebunan, (tebu) dan
perikanan (lele, gurami, nila).
Limbah ternak (kotoran sapi) diproses menjadi kompos & pupuk
organik granuler serta biogas; limbah pertanian (jerami padi, batang & daun
jagung, pucuk tebu, jerami kedelai dan kacang tanah) diproses menjadi
pakan. Gas-bio dimanfaatkan untuk keperluan memasak, sedangkan limbah
biogas (sludge) yang berupa padatan dimanfaatkan menjadi kompos dan
bahan campuran pakan sapi & ikan, dan yang berupa cairan dimanfaatkan
menjadi pupuk cair untuk tanaman sayuran dan ikan.
2.2 Pola konsep zero waste pertanian – peternakan

Gambar 1. konsep zero waste pertanian – peternakan


Limbah ternak selama ini digunakan sebagai energi alternatif,
limbah berupa feses dan urin banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organik

4
oleh sebagian besar peternak. Namun kebanyakan dari mereka langsung
membawanya ke kebun tanpa melakukan pengomposan terlebih dahulu.
Padahal feses tersebut masih bersifat panas dan bisa mengganggu
pertumbuhan tanaman. Dari kebiasaan ini sebenarnya kita bisa
mengembangkan instalasi biogas. Dengan instalasi ini, peternak akan
mendapatkan gas sebagai bahan bakar, pupuk organik padat, dan pupuk
organik cair dari sisa fermentasi bahan organik dalam digester biogas. Selain
itu, dapat mengurangi pencemaran akibat tumpukan feses (Amir, 2016).
Ada tiga keuntungan dari pengolahan limbah kotoran ternak menjadi
biogas, diantaranya : 1) biogas dapat digunakan sebagai sumber energi
alternatif menggantikan bahan bakar fosil maupun kayu bakar, 2) sisa
pengolahan cair (fluid sludge) dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, dan 3)
ampas padat (solid sludge) dapat menjadi campuran pakan ternak. Selain itu,
pengolahan limbah kotoran ternak menjadi biogas juga menjadi solusi bagi
permasalahan lingkungan di pedesaan
Proses pembuatan biogas menurut (Amir, 2016) dimulai dengan
menginput limbah ternak berupa kotoran, sisa pakan, air limbah (urin dan
bekas mandi, bekas flushing) ke dalam reaktor.

Gambar 2. Alur Biogas untuk kompor dan sludge

5
a. Bahan input biogas (berupa limbah organik/a.kotoran ternak segar)
dicampur dengan air perbandingan 1 bagian kotoran dan 1 bagian air.
Campuran tersebut diaduk, kemudian.
b. Campuran tersebut diaduk, kemudian dialirkan ke dalam reaktor biogas
sampai batas optimal lubang pengeluaran.
c. Didiamkan selama 2-3 minggu, dengan posisi kran gas control dan kran
gas pengeluaran ke kompor dalam keadaan tertutup.
d. Hasil proses fermentasi terlihat pada akhir minggu ke 2, karena sifatnya
ringan biogas akan terkumpul di bagian atas kubah reaktor.
e. Gas pertama yang terbentuk dikeluarkan sampai keluar bau khas biogas.
f. Apabila pemakaian biogas setiap hari, maka pengisian bahan input biogas
setiap hari.
g. Produksi biogas akan berlangsung secara terus menerus, tergantung
pengisian dan pemeliharaan instalasi.
h. Menghindari masuknya pestisida, desinfektan, larutan deterjen/sabun/
shampoo ke dalam reaktor biogas.

6
Gambar 3. Model integrasi sapi perah dan ubi kayu
Bioslurry untuk pemupukan tanaman. Lumpur keluaran dari instalasi
biogas yang disebut bioslurry dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik
dalam bentuk padat dan cair. Padatan dalam bentuk basah atau kering dapat
dimanfaatkan langsung untuk pupuk karena sudah mengalami dekomposisi
selama proses fermentasi di dalam digester/ reaktor, bahkan mikroorganisme
yang bersifat pathogen hanya dalam jumlah yang sangat kecil sehingga
padatan ini sangat baik untuk media tanam jamur atau pembibitan tanaman.
Proses pembuatan pupuk organik cair, adalah sebagai berikut:

a. Lumpur hasil keluaran dari reaktor biogas disaring dengan saringan halus
airnya ditampung dalam drum plastik. Untuk meningkatkan kualitas, perlu
ditambahkan tepung tulang, tepung cangkang telur dan tepung darah,
kemudian dibiarkan selama 7 hari.

7
b. Selanjutnya cairan disaring lagi dengan menggunakan kain bekas (bekas
kantung tepung terigu) kemudian kain diperas. Cairan ditampung dalam
drum plastik dan didiamkan selama 3-4 hari dan diaduk-aduk atau
dipasang aerator untuk membuang gas-gas sisa.
c. Cairan didiamkan tanpa pengadukan selama 2 hari agar partikel-partikel
mengendap dan cairan menjadi lebih jernih.
d. Cairan tersebut sudah siap dikemas dalam botol/jerigen plastic dan siap
dijual.
Limbah pembuatan biogas yang berupa cairan ataupun padatan dapat
digunakan sebagai pupuk organik (Ramadhani, 2019). Pupuk organik dari
limbah biogas memiliki kandungan N total, amonium, dan pH lebih tinggi
daripada limbah pertanian yang dikomposkan, sedangkan rasio C/N menurun
dari 10,7 menjadi 7 sehingga memiliki kualitas yang baik. Aktivitas mikroba
distimulasi setelah aplikasi limbah biogas yang berkontribusi terhadap
peningkatan ketersediaan C dan hara lain. Yusuf (2010) menyatakan bahwa
limbah biogas merupakan sumber N dengan risiko kehilangan N rendah.
Sementara Matheus (2019) melaporkan bahwa limbah biogas merupakan
media tanam terbaik untuk kentang, Tanaman petai yang dipupuk limbah
biogas basah maupun kering memiliki produksi lebih tinggi daripada yang
diberi pupuk kandang ayam dan kotoran sapi. Menurut Saleh (2014)
pertumbuhan tanaman yang lebih baik setelah dipupuk limbah biogas karena
serangan hama penyakit serta gulma lebih sedikit daripada yang diberi pupuk
kandang yang difermentasi.
Limbah biogas mengandung vitamin B12 sehingga berpotensi
digunakan sebagai pakan ternak. Kandungan vitamin B12 pada limbah biogas
mencapai 3.000 mikrogram per kg limbah biogas kering. Sebagai
perbandingan, tepung ikan dalam ransum pakan ternak hanya mengandung
200 mikrogram per kg, sedangkan tepung tulang sekitar 100 mikrogram per
kg. Dianawati (2014) menyatakan limbah biogas dapat digunakan untuk
pakan itik dan ikan. Belum banyak laporan tentang pemanfaatan bioslurry
pada tanaman ubi kayu. Namun secara prinsip, bioslurry mampu

8
memperbaiki kesuburan tanah sehingga dapat meningkatkan produksi
tanaman. Sesuai laporan dari Tim Biru dan Yayasan Rumah Energi (2013)
bahwa Pengaruh Bioslurry terhadap produksi tanaman beragam tergantung
kepada jenis dan kondisi tanah, kualitas benih, iklim, dan faktor-faktor lain.
Namun, pada dasarnya pemakaian Bio-slurry akan memberi manfaat sebagai
berikut:
a. Memperbaiki struktur fisik tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur.
b. Meningkatkan kemampuan tanah mengikat atau menahan air lebih lama
yang bermanfaat saat musim kemarau.
c. Meningkatkan kesuburan tanah. Tanah menjadi lebih bernutrisi dan
lengkap kandungannya.
d. Meningkatkan aktivitas cacing dan mikroorganisme “Pro-Biotik” tanah
yang bermanfaat untuk tanah dan tanaman.

Penelitian di Indonesia pada pertanian dengan Bio-slurry juga


memperoleh rata-rata kenaikan hasil yang sama. Bio-slurry sebagai pupuk
organik telah banyak digunakan di areal pertanian di Indonesia untuk
komoditi sayur-sayuran daun dan buah, umbi, pohon buah-buahan dan
tanaman pangan (padi, jagung, singkong, dll). Sedangkan penelitian

2.3 Manfaat konsep zero waste pertanian - peternakan


Dengan pengembangan system integrasi tanaman-ternak model
zerowaste, beberapa keuntungan dapat diperoleh, seperti :
a. menambah jumlah cabang usaha sumber pendapatan keluarga,
b. mempertahankan/ meningkatkan produktiftas lahan tanpa introduksi
pupuk anorganik,
c. meningkatkan kelestarian penggunaan lahan dengan tetap
mempertahankan kandungan bahan organic tanah,
d. menurunkan secara umum biaya produksi sehingga dapat mendorong
peningkatan pendapatan,
e. menciptakan siklus organic yang baik dan system pertanian secara
terpadu

9
Keuntungan menerapkan usaha tani terpadu (integrasi antara ternak-
tanam) yaitu produk limbah dari satu komponen berfungsi sebagai sumber
daya untuk komponen lainnya. Misalnya, pupuk digunakan untuk
meningkatkan tanaman produksi, sisa tanaman dan hasil sebagai sumber
pakan hewan, melengkapi pasokan pakan yang tidak memadai, sehingga
berkontribusi terhadap peningkatan gizi hewan dan produktivitas. Konsep
tersebut menurunkan biaya produksi seperti efesiensi pakan ternak,
mengurangi biaya pembelian gas LPG dan energi listrik, meningkatkan
produktivitas lahan tanpa introduksi pupuk kimia yang mendorong pada
peningkatan pendapatan peternak.

2.4 Kelebihan dan kelemahan zero waste farming system


Tentunya sistem ini memiliki kelebihan dan kelemahan
1. Sepanjang penggunaan obat-obatan masih mengikuti aturan pakai, sistem
ini sangat ramah lingkungan
2. Efisiensi energi, karena tidak ada energi yang terbuang percuma
3. Meningkatkan efektivitas lahan, dengan luas lahan yang sama, peternak
bisa memiliki dua usaha sekaligus
4. Sumber dana terus menerus tanpa waktu kosong
Meski begitu, peternak tetap memperhitungkan beberapa hal yaitu :
1. Resiko penularan penyakit antar hewan. Biosekuriti ketat dan tidak
memelihara lebih dari satu hewan ternak dapat menjadi solusi
2. Daya tampung satu komponen terhadap komponen lain agar tercipta
keseimbangan. Contoh, populasi ayam harus menyesuaikan populasi ikan
di kolam agar ikan tidak keracunan ammonia
3. Peningkatan resistensi antibiotik di lingkungan. Solusinya adalah rolling
antibiotik dilakukan lebih sering dan mengikuti aturan pakai yang telah
ditetapkan

10
BAB III

KESIMPULAN

Zero waste merupakan konsep pertanian yang dirancang untuk para petani
agar memanfaatkan pengolahan lahan pertanian sekaligus peternakan tampah
limbah. Model integrasi tanaman ternak yang dikembangkan di lokasi beberapa
daerah dan negara berorientasi pada konsep ”zero waste production system” yaitu
seluruh limbah dari ternak dan tanaman didaur ulang dan dimanfaatkan kembali
ke dalam siklus produksi. Keuntungan menerapkan usaha tani terpadu (integrasi
antara ternak-tanam) yaitu produk limbah dari satu komponen berfungsi sebagai
sumber daya untuk komponen lainnya.

11
Daftar Pustaka
Amir, A. 2016. Potensi Model Zero Waste Dengan Integrasi Sapi Perah dan Ubi
Kayu di Jawa Barat. JITP. Vol 5. No 1.
Dianawati, M. 2014. Penggunaan limbah organik biogas sebagai media tanam
pada produksi benih kentang (Solanum tuberosum L.) G1. Prosiding
Seminar Nasional Pengembangan dan Pemanfaatan IPTEK untuk
Kedaulatan Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Matheus, R. 2019. Penerapan Konsep Zero Waste Dalam Usaha Penggemukan
Sapi: Upaya Untuk Meningkatkan Nilai Ekonomi Limbah Ternak. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Peternakan. Vol. 4 No. 2 .
Ramadhani, R. (2019). Efisiensi Biaya pada Sistem Pertanian Berbasis Zero
Waste di Kabupaten Soppeng. Journal of Applied Accounting and Taxation
Article History. Vol. 4, No. 2, 160-164
Saleh, A. 2014. Analisis Kelayakan Usaha Sapi Potong Dengan Metode Zero
Waste Farming di Kecamatan Parongpong. Jurnal Online Institut
Teknologi Nasional. Vol 1. No 4
Tim Biru dan Yayasan Rumah Energi. 2013. Pedoman Pengguna dan Pengawas.
Jakarta: Tim Biru.
Yusuf,M. 2010. Prospek Pengembangan Peternakan Berkelanjutan Melalui Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak Model Zero Waste Di Sulawesi Selatan.
Seminar Nasional ”Peningkatan Akses Pangan Hewani melalui Integrasi
Pertanian-Peternakan Berkelanjutan Menghadapi Era ACFTA”.Universitas
Hasanudin. Makassar.

12

Anda mungkin juga menyukai