Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TATA LAKSANA PASTURA

DAMPAK VEGETASI DALAM MENDUKUNG KESEHATAN PADANG


PENGEMBALAAN DAN PRODUKSI TERNAK

KELOMPOK 2

1. SYAMSUDIN KIA BEKO ( 1905030285)


2.
3.
4.
5. SELISTIUS YOLIS JOU
6. YOHANES KRISTOTOMUS RAINALDO TOY
7. AGUSTAF UMBU HINA MBARADITA ( 1705030093)
8. MARIANUS BANDOAN ( 1905030094)
9. KANDRIARDUS NASU (1905030384)
10. YUNITA SARA (1905030365)
11. PATRISIA PASKALIA BORA (1905030426)
12. MARIA KATARI NA WAHA RITAN (1905030261)

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021

BAB I
PENDAHULUAN

1. latar Belakang

Padang penggembalaan di Indonesia umumnya adalah padang penggembalaan alam yang


didominasi oleh tanaman perenial, sedikit atau tidak terdapat semak belukar, gulma, dan pohon,
dan tanpa campur tangan manusia terhadap susunan floranya. Padang penggembalaan
merupakan tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan legum (jenis rumput/legum
tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan untuk menggembalakan ternak. Area padang
penggembalaan di NTT mencapai 832.228 ha sehingga potensial untuk mendukung
pemeliharaan sapi secara ekstensif. Pola pemeliharaan ternak dengan digembalakan sangat
efisien dalam penggunaan tenaga kerja karena peternak tidak perlu mencari pakan. Padang
penggembalaan di NTT didominasi oleh rumput dan vegetasi cenderung hanya tumbuh pada 4
bulan). Pada musim kemarau, vegetasimusim hujan (3 hijauan cenderung mati dan mengering
sehingga sering tarjadi kebakaran (Robinson 1995). Dari aspek luas lahan penggembalaan,
wilayah NTT memiliki keunggulan komparatif sehingga berpotensi untuk pengembangan sapi
potong dengan mempertahankan kualitas padang penggembalaan yang ada agar dapat
memberikan daya dukung pakan yang optimal. Namun dari aspek kualitas, padang
penggembalaan masih jauh dalam memberikan daya dukung pakan sapi potong karena
bergantung pada faktor musim dan curah hujan.

2. Rumusan Masalah

Apa dampak vegetasi dalam mendukung kesehatan padang pengembalaan dan produksi ternak?

3. Tujuan

Untuk memberi informasi Apa dampak vegetasi dalam mendukung kesehatan padang
pengembalaan dan produksi ternak
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Vegetasi

Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari tetumbuhan yang


menempati suatu ekosistem atau dalam area yang sempit. Vegetasi juga merupakan kumpulan
dari beberapa tumbuhan. Beberapa jenis tumbuhan tersebut biasanya hidup secara bersamaan
pada suatu waktu dan tempat tertentu. Vegetasi yang tumbuh di padang penggembalaan terdiri
atas rumput-rumputan, kacang-kacangan, atau campuran keduanya (McIllroy 1976). Fungsi
tanaman kacangkacangan di padang penggembalaan adalah sebagai bahan pakan yang bernilai
gizi tinggi, terutama kandungan protein, fosfor, dan kalium (Reksohadiprodjo 1985). Padang
penggembalaan yang ada di NTT adalah padang penggembalaan alam tanpa perawatan maupun
campur tangan masyarakat dalam pengelolaannya. Hasil penelitian terhadap padang
penggembalaan di NTT menunjukkan bahwa perbandingan antara jenis tumbuhan yang disukai
ternak dan yang kurang disukai ternak adalah 77,6% dan 22,4%. Produksi bahan hijauan 1.100
g/m2segar berkisar antara 221 dengan rata-rata 650 g/m2 . Padang savana di NTT memiliki
keanekaragaman jenis tumbuhan yang cukup tinggi, namun produksi bahan segar relatif rendah
dan kualitas padang savana rendah, diduga akibat aktivitas manusia yang meliputi pemanfaatan
yang tidak terencana dan pembakaran pada musim kering (Robinson 1995). Padang
penggembalaan di NTT umumnya tidak dilakukan pemeliharaan maupun campur tangan
masyarakat untuk mempertahankan keberadaannya sebagai area penggembalaan sapi potong. Hal
demikian tidak terlepas dari kendala musim kering, selain kurangnya pengetahuan tentang
pemanfaatan padang penggembalaan dan perbaikannya oleh peternak maupun pemerintah daerah
sehingga kualitasnya cenderung menurun. Lahan penggembalaan yang mengalami kerusakan
berdampak terhadap menurunnya daya dukung bagi pengembangan peternakan. Pengurangan
daya dukung tersebut, selain akibat berkurangnya area penggembalaan, juga karena kerusakan
vegetasi akibat berkembangnya tanaman pengganggu (gulma) yang menekan tanaman inti yang
disukai ternak (Sudaryanto dan Priyanto 2010). Akibat kerusakan padang penggembalaan
tersebut, produksi dan kualitas hijauan asli menjadi rendah (Marhadi 2009). Makin menurunnya
kualitas padang penggembalaan di NTT juga sebagai akibat iklim kering dan curah hujan yang
rendah sehingga pertumbuhan hijauan tidak optimal, selain tekanan penggembalaan yang tinggi.
Oleh karena itu, padang penggembalaan diperbaiki karena menjadi faktor penentu
pengembangan ternak ruminansia. Rekomendasi kebijakan dalam upaya peningkatan daya
dukung pakan melalui penerapan inovasi teknologi yaitui: 1) tata laksana padang
penggembalaan, meliputi pembenihan baru, pemupukan, pemberantasan gulma
hama/penyakit, pengendalian pembakaran, dan penggunaan sumber air, 2) penanaman pohon
naungan dan 3) pemberian masa istirahat penggembalaan dan pengaturan
jumlah ternak yang digembalakan (Marhadi 2009). Tujuan tata laksana padang penggembalaan
adalah untuk 1) mempertahankan produksi hijauan tetap tinggi dan berkualitas dalam jangka
panjang, 2) mempertahankan keseimbangan yang menguntungkan di antara berbagai jenis
tanaman pakan, 3) mencapai penggunaan hijauan pakan yang efisien, dan 4)mencapai
produktivitas ternak yang tinggi. Pengembangan padang penggembalaan maupun penanaman
hijauan pakan untuk mendukung pengembangan peternakan masih sulit diimplementasikan di
NTT karena beberapa faktor penghambat (Abdullah et al. 2005), di antaranya: 1) keterbatasan
area karena kompetisi pemanfaatan lahan dengan pengembangan tanaman perkebunan,
kehutanan, maupun tanaman pangan yang lebih diprioritaskan dibandingkan padang
penggembalaan untuk pengembangan peternakan, 2) berkurangnya area padang penggembalaan
akibat dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan industri dan perumahan, 3) rendahnya
dinamika bisnis hijauan pakan sehingga tidak mendorong pengembangan sentra-sentra produksi
hijauan dan terbatasnya ketersediaan hijauan, 4) rendahnya kepedulian terhadap kualitas hijauan
pakan, dan adanya anggapan tanaman pakan ternak kurang penting sehingga bibit hijauan tidak
tersedia, dan 5) sulitnya memperoleh jenis dan benih tanaman pakan unggul yang adaptif
terhadap lingkungan untuk pengembangan skala besar. Selain alih fungsi lahan, juga terjadi
perluasan lahan kritis, termasuk padang penggembalaan akibat tekanan akan kebutuhan lahan,
perladangan berpindah, penggembalaan yang berlebihan, pembakaran yang tidak terkendali, dan
illegal logging yang pemecahannya memerlukan keterlibatan masyarakat (Aswandi 2008).
Rekomendasi dalam tata laksana mempertahankan padang penggembalaan adalah memberikan
masa istirahat agar tanaman pakan dapat tumbuh kembali setelah penggembalaan, termasuk
pengaturan jumlah ternak yang digembalakan. Ternak dapat tumbuh dengan baik apabila diberi
kesempatan merenggut tanaman pakan sepuaspuasnya, tetapi tidak berlebihan (McIllroy 1976).
Hal demikian diperlukan kebijakan pengelolaan padang penggembalaan yang tepat sehingga
tidak menurunkan daya dukung pakan yang berdampak terhadap penurunan populasi sapi potong
di NTT.

2.2 Kesehatan padang pengembalaan

Padang penggembalaan alam adalah padang yang terdiri dari tanaman dominan yang berupa
rumput perenial, sedikit atau tak ada sama sekali gulma, tidak ada pohon (Moorre, 1964) dalam
Reksohadiprodjo (1977). Sering disebut padang penggembalaan permanen. Tidak ada campur
tangan manusia terhadap susunan floranya. Manusia hanya bersama ternak yang digembalakan.
Ternak berpindah-pindah secara nomad mengikuti pemiliknya. Padang penggembalaan ini
biasanya menghasilkan hijauan yang melimpah di musim hujan, dan musim kemarau mengalami
kekeringan.
Selain akibat dari pengembalaan berat, penurunan keanekaragaman rumput padang
Pengembalaan alam, juga dapat disebabkan oleh pembakaran padang yang tidak terkontrol.
McIlroy (1977) mengemukakan bahwa, sistem sistem berpengaruh terhadap hubungan padang
rumput namun dapat bermanfaat jika dikelola dan diawasi dengan sungguh-sungguh.
Pembakaran merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membasmi tumbuhan-
tumbuhan padang penggembalaan yang sudah sangat tua dan tidak berguna, sehingga pada
waktu musim hujan dapat menyebabkan timbulnya tumbuhan muda yang bernilai gizi baik.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa, terdapat 16 asosiasi rumput dipadang rumput daerah tropik.
Menurut Bamualim (1992), ada 7 jenis rumput yang mendominasi padang penggembalaan alam
di NTT, sedangkan menurut Bonnemaison (1961) yang dikutip Siregar et Al. (1985) bahwa
sebagian besar padang penggembalaan di Nusa Tenggara didominasi oleh jenis rumput
Paspalum sp Axonopus compresus dan beberapa jenis legum Desmodium heterophyllum
sedangkan pada padang Savana, didominasi oleh jenis rumput Themeda sp, Sorgum sp dan
Heteropogon sp.

Leguminosa merupakan salah satu suku tumbuhan dikotil yang mempunyai kemampuannya
mengikat (fiksasi)nitrogen langsung dari udara (tidak melalui cairan tanah) karena bersimbiosis
dengan bakteri tertentu pada akar atau batangnya (Tillmandkk, 1998). Leguminosa memiliki
bintil-bintil akar yangberfungsi dalam pensuplai nitrogen, dimana di dalam bintil-bintil akar
inilah bakteri bertempat tinggal dan berkembang biak serta melakukan kegiatan fiksasi nitrogen
bebas dari udara. Itulah sebabnya leguminosa merupakan sumber protein dan mineral yang
berkadar tinggi bagi ternak, disamping memperbaiki kesuburan tanah (Susetyo, 1983).Menurut
Tilman dkk. (1998) hijauan pakan jenis leguminosa memiliki sifat yang berbeda dengan rumput-
rumputan, jenis legume umumnya kaya akan protein, kalsium dan phosfor.

Disamping itu, Berkembangnya gulma yang mempunyai daya ekspansi dan daya tumbuh yang
tinggi, pada padang penggembalaan dapat menyebabkan pertumbuhan dan bahkan mematikan
rumput alam. Beberapa gulma padang penggembalaan yang akhir-akhir ini berkembang di
padang pengembalaan alam NTT adalah bunga putih / kirinyu (Chromolaena odorata), Lantana
(Lantana camara), Damar merah (Jatropha gassypiifolia). dan kacang hutan /Papoo (Sena tora).
Di beberapa lokasi, gulma-gulma ini mendominasi padang penggembalaan alam, sehingga
memaksa produksi rumput alam dan mempersempit areal penggembalaan. Perbaikan padang
penggembalaan alam lebih merupakan masalah sosial dan perizinan masalah penyediaan
teknologinya, karena cukup sulit untuk membentuk konsensus bersama dalam penggunaan
padang rumput. Seharusnya sebagian areal dapat digembalaan dan dapat diisolasi menjadi lebih
produktif, dan sistem ini mungkin dapat dikembangkan bila pengontrolan terhadap padang
penggembalaan telah diterapkan. Namun faktanya faktor manusia yang sulit ditembus, padahal
ini masalah yang penting. Kualitas padang rumput alam dapat melewati perbaikan fasilitas
penyediaan air dan pemagaran kelompok yang hanya dapat dilakukan dengan bantuan
permodalan dari pemerintah. Dalam pengelolaan padang penggembalaan atau pastura, baik
tanaman maupun ternak perlu mendapat perhatian Sehingga padang  penggembalaan dapat
digunakan secara berkelanjutan dan produksi ternak optimal. Perbaikan padang penggembalaan
meliputi perbaikan teknis dan nonteknis. Perbaikan yang bersifat teknis antara lain perbaikan
vegetasi (introduksi rumput unggul dan leguminosa atau introduksi) (legumiosa pada padang
rumput alam) kombinasi dengan pemupukan, penyediaan sumber air (embung-embung),
pemagaran (bila diperlukan), dan tak kalah pentingnya adalah manajemen penggembalaan untuk
menjamin keanekaragaman tanaman tetap terjaga, sehingga tidak terjadi penggembalaan yang
berlebihan (overgrazing) atau penggembalaan berkurang (undergrazing). Pada kasus
overgrazing, padang rumput menjadi gundul dan sulit untuk tumbuh kembali yang lama
kelamaan akan tumbuh gulma yang berbatang keras atau gulma beracun atau undergrazing.
dimana ada sektor-sektor padang rumput yang tidak pernah diinjak oleh ternak, dengan demikian
rumput akan tumbuh semakin tua dan keras sehingga ternak tidak akan menyentuhnya. Akhirnya
rumput berubah menjadi gulma.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Menurut kelompok kaki, vegetasi memiliki dampak yang dan juga dampak yang buruk
terhadap Kesehatan padang penggembalaan dan juga produksi ternak. Dengan adanya
legume, bisa membawa dampak baik bagi produksi ternak karna legume mengandung nutrisi
yang baik bagi ternak. Selain bermanfaat langsung kepada ternak, legume juga bermanfaat
bagi kesuburan tanah yang memiliki dampak baik bagi rumput disekitarnya. Disamping itu,
bahaya gulma juga menghantui padang penggembalaan. Namun, dengan manajemen yang
baik padang penggembalaan bisa menyediakan pakan yang cukup guna menunjang produksi
ternak.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah L., Panca Dewi MHK, Soedarmadi H, 2005. Reposisi Tanaman Pakan dalam
Kurikulum Fakultas Peternakan. Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor,
16 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Hlm 11-17.

Aswandi. 2008. Rehabilitasi Lahan Kritis dengan Hutan Kemasyarakatan. www


taksmamnanursery.blogspot.com.

Marhadi.2009.Peremajaan Padang
Pengembalaan.http//marhadinutrisi06.blogspot.com/2009/12/Padang-Penggembalaan/html.

McIllroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita. Jakarta
(Diterjemahkan oleh S. Susetyo, Soedarmadi, I. Kismono dan S. Harini I.S).

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi TanamanHijauan Makanan Ternak Tropik.


BPFE.Yogyakarta.

Robinson. H. 1995. Komposisi Janis Hijauan pada Padang Savana Penggembalaan di Desa
Oemasi, Timor, NTT. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner (Cisarua Bogor, 7-8
Nopember 1995). Bogor ; Puslit Peternakan. Bogor. hlm. 545 – 552.

Anda mungkin juga menyukai