Pengendalian Gulma 79
pengendalian yang dapat memberikan hasil yang lebih baik sehingga secara
ekonomi maupun ekologi dapat lebih dipertanggungjawabkan. Pemaduan cara-
cara pengendalian hanya dapat dilaksanakan apabila ternyata benar-benar lebih
baik dan menguntungkan daripada suatu cara tunggal, karena bukanlah tidak
mungkin bahwa satu cara saja sudah cukup baik untuk dilaksanakan serta resiko
yang dihadapi adalah yang paling kecil.
Strategi yang efektif dari pengelolaan gulma terpadu harus merupakan bagian
integral dari sistem produksi itu sendiri, baik pertanian/perkebunan, peternakan
maupun hutan produksi. Untuk dapat memahami keadaan yang kompleks ini
diperlukan pendekatan secara sistem.
Komponen dasar untuk mempelajari manajemen penggendalian gulma antara
lain ialah :
1. Moniroring rutin terhadap infestasi gulma dan didalamnya mendeteksi gulma
yang resisten terhadap herbisida diarea yang telah diberikan perlakuan
herbisida.
2. Biologi dan ekologi dari spesies gulma dominan.
3. Identifikasi periode kritis dari kompetisi dan dari periode penyebaran biji
gulma.
4. Teknik pengendalian yang efektif, layak secara ekonomi, dan metode
pengendalian yang ramah lingkungan.
Pengendalian Gulma 80
peranan pendidikan juga sangat penting sebagai pelengkap guna meningkatkan
kemampuan petugas dalam menghadapi masalah gulma.
Sistem pengelolaan gulma secara terpadu mempunyai tujuan yang
menekankan kepada pendekatan agro-ekosistem guna pengelolaan dan
pengendalian gulma serta jasad pengganggu lainnya pada tingkatan yang masih
dapat diterima yang dapat mencegah terjadinya kerusakan ekonomi, baik pada
masa sekarang maupun yang akan datang. Pendekatan sistem pengendalian gulma
terpadu mencakup beberapa hal sebagai berikut :
1. Penggunaan jenis-jenis tanaman budidaya yang tahan terhadap segala jenis
pengganggu dan yang sudah beradaptasi secara sempurna sehingga tahan akan
pengaruh kompetisi gulma; pemakaian dosis pupuk yang tepat sehingga
memberikan kemampuan bagi tanaman budidaya untuk berkompetisi dengan
waktu pemupukan yang tepat guna pertumbuhan yang cepat bagi tanaman
budidaya, tetapi menghambat pertumbuhan gulma. Termasuk di dalam sistem
ini adalah pembuatan tempat-tempat pembibitan yang bersih gulma,
penanaman yang optimum per hektar termasuk juga jarak tanam dan larikan,
serta penggunaan tanaman budidaya yang cepat membentuk tajuk daun dan
luas sehingga dapat menutup kemungkinan tumbuhnya gulma.
2. Pelaksanaan cara-cara pengairan yang teratur dan terkendali, pengolahan tanah
yang baik, rotasi tanaman dan diversifikasi, kebersihan tanah-tanah yang
diolah, cara-cara pemanenan yang tidak menimbulkan tersebarnya biji-biji
gulma, serta penggunaan agen-agen hayati dan herbisida yang efektif.
Pengendalian Gulma 81
D. Keuntungan sistem Pengendalian Gulma Terpadu
Penggunaan teknologi sistem pengelolaan gulma terpadu telah meningkatkan
± 10% dari total peningkatan produksi pertanian di Amerika Serikat sejak tahun
1940. hal ini merupakan suatu keberhasilan yang nyata jika dibandingkan dengan
biaya yang telah dikeluarkan guna mengembangkan teknologi ini. Sistem
pengelolaan gulma terpadu telah mengurangi secara nyata kebutuhan akan tenaga
kerja dan alat-alat di dalam produksi pertanian dan peternakan. Hasil panen dan
kualitas tanaman budidaya telah meningkat pesat. Penurunan hasil yang
disebabkan oleh adanya gulma telah menurun dari 20% ke 10%. Pengendalian
kimiawi terhadap jenis-jenis gulma yang menghasilkan serbuk sari yang dapat
menimbulkan penyakit alergi pada manusia telah menurunkan jumlah pasiennya.
Dalam kurun waktu 30 tahun, produksi gandum, beras, dan kentang di Amerika
Serikat meningkat dua kali dan pada jagung tiga kali. Penerapan sistem
pengelolaan gulma terpadu juga telah menurnkan kebutuhan tenaga kerja di sektor
ini sebesar 30-50%. Di Jepang produksi beras meningkat dua kali pada kurun
waktu 10 tahun (antara tahun 1951 dan 1961), dan kebutuhan akan tenaga kerja
menurun sebesar 42%.
Penerapan sistem pengendalian gulma terpadu juga secara efektif telah
memperbaiki bermacam-macam cara pengendalian jasad pengganggu lainnya,
seperti hama, penyakit, parasit dan lain-lain.
Strategi kita dewasa ini adalah lebih mendalami masalah yang dapat
menimbulkan teknologi-teknologi yang tepat guna dalam pengelolaan lingkungan
pertanian, khususnya pengendalian gulma, secara lebih efektif. Kita menyadari
bahwa gulma mudah sekali tersebar dan tumbuh di daerah-daerah pertanian atau
tersebar meluas di suatu negara dan bahwasanya tanaman budidaya akan bersaing
dengan gulma-gulma ini. Di masa-masa mendatang kita harus memberikan
perhatian terhadap masalah-masalah pengendalian gulma di dalam suatu agro-
ekosistem secara keseluruhan dan tidak lagi membatasi praktek-praktek
pengendalian gulma hanya pada satu jenis tanaman budidaya dalam semusim.
Penerapan sistem pengendalian gulma terpadu dalam pendekatan agro-ekosistem
yang terarah memberikan peluang-peluang baru guna peningkatan kualitas
lingkungan dan pengelolaan pertanian. Dalam hal ini pengertian hubungan timbal
balik antara gulma, penyakit, hama dan lain-lain dengan cara pengendalian yang
digunakannya harus dipahami secara jelas. Produksi tanaman budidaya harus
diarahkan serentak guna pengendalian gulma dan jasad pengganggu lainnya
secara efisien dan lebih berhasil.
Pengendalian Gulma 82
membicarakan kerugian-kerugian yang timbul yang sebenarnya berhubungan erat
satu sama lain. Resiko yang paling besar dan berbahaya dari pengendalian gulma
secara kimiawi adalah penggunaannya yang salah atau tidak tepat. Pendidikan dan
latihan yang tidak sempurna terhadap tenaga-tenaga pelaksana di lapangan
biasanya merupakan penyebab utama. Kesalahan-kesalah umum lainnya yang
biasa dilakukan adalah penggunaan tempat yang tidak memenuhi syarat untuk
herbisida dan kegagalan di dalam memberikan jaminan keamanan bagi hewan
atau anak-anak setelah pelaksanaan pengendalian. Pencemaran lingkungan atau
pengaruh-pengaruh negatif lainnya yang mungkin timbul, baik terhadap hewan
maupun manusia perlu dimonitori secara teratur dan seksama. Jika mungkin suatu
tim nasional perlu dibentuk untuk memonitor pengaruh-pengaruh sampingan
pestisida dan resikonya terhadap makanan, air, tanah, ternak, dan hewan-hewan
liar.
Meskipun kemungkinan - kemungkinan terbentuknya jenis-jenis gulma yang
tahan terhadap pengaruh herbisida secara genetik adalah besar, para ahli percaya
bahwa hal ini tidak akan menimbulkan masalah yang serius, apalagi jika para
petani menggunakan jenis-jenis herbisida yang tidak selalu sama dari musim ke
musim dan menerapkan sistem pengelolaan gulma terpadu dengan baik.
Menurut Soerjani dan Motooka (1975), usaha pendekatan pengendalian gulma
secara terpadu dapat dilakukan secara terpadu, horizontal maupun vertikal. Usaha
pendekatan tersebut diharapkan dapat diterapkan dalam pengelolaan gulma di
perkebunan. Dalam praktek pengendalian terpadu vertikal sedemikian pentingnya
sehingga seolah-olah pengendalian gulma (weed management) itu merupakan
konsepsi yang hanya berisikan perilaku secara vertikal saja (Gambar 8.1).
Pencirian masalah
Pemilihan cara
pengendalian
Pengawasan pelaksanaan
pengendalian
(implementation)
Diikuti tahapan
berikutnya
Tanpa tahapan
Perencanaan pengelolaan gulma
jangka panjang Umpan balik
Gambar 8.1. Empat tahapan prosedur Pengelolaan Gulma
Pengendalian Gulma 83
Padahal, dalam praktek, pendekatan secara horizontal menentukan pula
kemantapan dalam menganalisis atau memperinci persoalannya, jadi menentukan
pula tepat tidaknya cara yang dipilih dan seterusnya berarti pula menentukan
berhasil tidaknya tindakan pengendalian itu sendiri.
Tabel 8.1. Pendekatan Terpadu Horizontal dan Vertikal dalam Pengelolaan Hama
Permasalaan
Cara Binatang
Gulma Insekta Penyakit
menyusui
Pencegahan - - -- -Terpadu horizontal --
Fisik
Hayati
Kimiawi Terpadu vertikal
Cara-cara
lainnya
Pengendalian Gulma 84
bercocok tanam secara primitif pula, ia harus memilih tanah yang subur dan
sedikit gulmanya (biasanya di delta sungai). Dengan perkembangan sistem irigasi
di daerah S. Eufrat dan Tigris di daerah Mesopotamia atau di daerah S. Nil di
Mesir, pertanian menjadi lebih maju, tetapi masalah gulma ternyata menjadi lebih
besar.
Masalah gulma dalam sistem pertanian yang begini masih dapat diatasi
dengan baik dengan cara sederhana, yaitu menyiangi dan hal ini telah menjadi
kebiasaan bertani sejak mula, yaitu bahwa who weeding slacketh, good husbandry
lacketh, ’siapa-siapa yang tidak cukup menyiangi tanamannya, akan mendapat
hasil yang hanya sedikit’ (Tusser, 1957).
Dalam perkembangan selanjutnya, petani-petani Eropa telah memakai
mesin/traktor dan masalah gulma sekaligus dapat dipecahkan dengan membajak
tanah, kemudian diikuti dengan pergantian tanaman dan sanitasi yaitu memakai
bibit yang bersih dari biji gulma (Elliot, 1970). Perkembangan ini oleh ahli
hortikultura Eropa terutama orang Belanda di bawa ke daerah tropis, terutama ke
Indonesia. Pembukaan perkebunan secara luas di daerah tropis dilakukan dengan
cara-cara yang biasa mereka ikuti dalam kebun buah-buah di daerah beriklim
sedang. Kebiasaan mereka untuk menyiangi gulma sehingga kebun-kebunitu
tanahnya bersih dari gulma dipraktekan di daerah tropis dengan tidak menyadari
bahwa keadaan daerah tropis berlainan (van Lennep, 1912; Ratten & Hearer,
1956). Usaha ini banyak mengalami kegagalan dan diperlukan waktu bertahun-
tahun bagi mereka untuk yakin bahwa kebun yang tanahnya terbuka akan cepat
rusak karena erosi. Tetapi gulma yang berlebihan juga akan bersaing dengan
tanaman budidaya dan dapat menurunkan produksi. Dalam hubungan ini maka
telah dikembangkan konsep ambang ekonomi (economic threshold). Konsep ini
telah lama menarik perhatian para ahli, ada yang menerapkan dalam bidang
entomologi (Edwards & Heath, 1964; Headley, 1975), nematologi (Barker &
Olthof, 1976), fitopatologi (Calson & Main, 1976), atau ilmu gulma (Soerjani,
1977). Sementara pentingnya ambang ekonomi dalam penentuan keputusan telah
disadari, maka konsepsinya sendiri secara operasional masih sulit untuk
diterapkan, karena memerlukan administrasi dan sistem data yang lengkap. Dalam
kesempatan ini akan dibicarakan konsep ambang ekonomi secara lebih lengkap.
I. Konsep Ekosistem
Populasi tanaman, binatang, dan manusia bersama komponen
lingkungannya yang abiotik bersama-sama membentuk suatu satuan terpadu yang
disebut ekosistem. Komponen-komponen ekosistem ini bersama-sama
membentuk keseimbangan yang karakteristik untuk ekosistem itu. Apabila ada
usaha untuk mengurangi jenjang populasi suatu jenis tumbuhan atau binatang
dengan mempergunakan bahan kimia pestisida atau cara lain, maka komponen-
komponen ekosistem yang lain akan dipengaruhi. Oleh karena itu setiap tindakan
harus dipikirkan akibatnya secara keseluruhan terhadap semua aspek produksi
tanaman; seperti keadaan intensitas gulma, penyakit, hama, fisiologis tanaman
budidaya, kerentanan tanaman, dan lain sebagainya; termasuk kemungkinan
perubahan sosial ekonomi manusia yang berada di daerah itu.
Pengendalian Gulma 85
Teknologi pertanian terutama setelah Perang Dunia II secara fisik telah
mampu menaikkan produksi pertanian, tetapi jiga menciptakan suatu
keseimbangan yang rapuh dalam agro-ekosistem kita; teknologi itu menciptakan
suasana yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan hama, penyakit dan
juga gulma.
Apabila tidak diikuti dengan usaha manusia untuk menjaga keseimbangan
demi keuntungan manusia, populasi gulma, hama, dan penyakit akan begitu tinggi
hingga sangat merugikan manusia.
Ambang ekonomi (economic threshold), yaitu kepadatan gulma yng membutuhkan
suatu tindakan untuk mencegah peningkatan populasi berikutnya yang dapat
mencapai tingkatan luka ekonomi. Jadi ambang ekonomi lebih rendah daripada
tingkatan luka-ekonomi.
Tingkatan luka ekonomi (economic injury level), yaitu suatu kepadatan populasi
gulma terendah yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi. Tingkatan ini
dapat beragam dari satu daerah ke daerah lainnya, dan dari satu musim ke musim
lainnya.
Kerusakan ekonomi (Economic damage), yaitu tingkatan kerusakan yang
membenarkan adanya pengeluaran biaya untuk pengendalian gulma buatan
(bukan alami).
Pengendalian alami (Natural control), yaitu suatu proses alam yang mampu
mempertahankan kepadatan populasi yang dinamis melalui kurun waktu yang
panjang dan berada di suatu batas atas dan bawah. Proses tersebut dipengaruhi
oleh kombinasi komponen-komponen biotis dan abiotis di dalam lingkungan
suatu gulma. Pengendalian alami mencakup semua aspek lingkungan, termasuk
faktor-faktor yang secara langsung dapat menyebabkan adanya mortalitas,
penghambat pertumbuhan, dan sebagainya; maupun pengaruh yang tidak langsung.
Mekanisme pengatur, yaitu gerakan dari faktor-faktor lingkungan, baik sendirian
atau bersama, yang semakin meningkat aktivitasnya bila kepadatan populasi
meningkat atau sebaliknya semakin berkurang bila kepadatan populasi menurun.
Hal ini menghasilkan suatu keadaan populasi yang berkisar pada keseimbangan
tertentu.
Keseimbangan umum (General equilibrium), yaitu suatu kepadatan populasi
gulma rata-rata yang meliputi suatu daerah yang luas dan bersifat sementara, yang
diakibatkan oleh beberapa tindakan manusia.
Pengendalian terpadu (Integrated control), yaitu pengendalian gulma yang
memanfaatkan beberapa metode pengendalian untuk mencapai populasi di bawah
ambang ekonomi.
Letak ambang ekonomi, yaitu letak relatif ambang ekonomi terhadap
keseimbangan umum dapat menentukan tingkatan bahaya suatu permasalahan
gulma. Meskipun tidak ada perubahan lingkungan yang drastis dan tetap,
keanekaragaman di dalam komponen abiotis maupun biotis ekosistem cukup
menyebabkan kepadatan populasi spesies yangberubah-ubah walaupun biasanya
tetap sekitar keseimbangan umum. Bila kepadatan populasi meningkat, aktivitas
mekanisme pengaturan populasi meningkat pula, sehingga dapat membatasi
Pengendalian Gulma 86
kenaikan populasi. Sebaliknya bila kepadatan populasi menurun, maka
mekanisme pengatur ini menjadi kendor. Aktivitas pengaturan dalam alam ini
sering disebut sebagai sistem umpan balik (feedback system). Dalam jangka
panjang interaksi antara populasi spesies dengan pengatur kepadatan dan faktor
lingkungan lainnya, menentukan letak keseimbangan umum. Jadi hanya dengan
adanya peningkatan faktor-faktor biotis maupun abiotis yang ada dalam ekosistem
atau adanya faktor baru ke dalam ekosistem, letak keseimbangan umum dapat
diubah sesuai kehendak kita. Dalam jangka panjang inilah yang disebut
manajemen gulma, yaitu mengubah keseimbangan ekosistem untuk keuntungan
kita.
Letak relatif ambang ekonomi suatu spesies gulma dapat berada di atas, di
bawah atau pada tingkatan yang sama dengan letak keseimbangan umum.
Gulma seperti Ageratum conyzoides di perkebunan karet telah tumbuh secara
maksimal tetapi populasinya masih rendah karena terlindung gulma lain, jadi
masih jauh di bawah toleransi ekonomi dan tidak atau belum menjadi masalah
(lihat Gambar 8.2.A).
Gambar 8.2.B menunjukkan posisi relatif ambang ekonomi; kadang-kadang
populasi meningkat melampaui ambang ekonomi sehingga harus dilakukan
pengendalian. Begitu juga pada Gambar 8.2.C, hanya di sini posisi ambang
ekonomi itu hampir berimpit dengan posisi keseimbangan umum sehingga perlu
lebih sering dilakukan pengendalian, seperti dengan alang-alang (Imperata
cylindrica) dan Mikania cordata. Pada perkebunan tembakau kadang-kadang
tidak dikehendaki adanya gulma; keadaan ini dapat digambarkan sebagai Gambar
8.2.D. Dalam hal serangga, nyamuk adalah salah satu contoh yang baik, sebab
setiap ada nyamuk selalu dikhawatirkan membawa penyakit yang membahayakan
masyarakat; dalam cara demikian kita perlu mengendalikan gulma di perkebunan
tembakau.
Pengendalian Gulma 87
(A) (B)
Tingkat kerusakan ekonomi Tingkat kerusakan ekonomi
perlakuan
Kepadatan populasi
Waktu Waktu
(C) (D)
Tingkat kerusakan ekonomi keimbangan umum
Waktu Waktu
Pengendalian Gulma 88
di pasar dengan sistem pemasaran persaingan bebas, sedangkan petani diangggap
selalu berusaha mencari keuntungan semaksimal mungkin.
K. Komponen-komponen Penyusun Ambang Ekonomi
Pada dasarnya petani dapat diharapkan akan meningkatkan pengeluaran biaya
untuk pengendalian gulma sampai suatu tingkatan sehingga uang yang
dikeluarkan akan sama dengan tambahan pendapatan dari usaha pertaniannya.
Tentunya sangat ideal bila petani mengetahui dengan pasti berapa jumlah
penurunan hasil, jumlah kerugian, berapa ongkos pemberantasan, bagaimana laju
pertumbuhan gulma, bagaimana hubungan antara populasi gulma dan penurunan
hasil, dan sebagainya. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian mudah, karena
banyak faktor yang mempengaruhi ambang ekonomi. Faktor-faktor itu dapat
dijelaskan dengan diagram yang tertera dalam Gambar 8.3.
Dari gambar 8.3. ini dapat dilihat bahwa keterangan tentang populasi gulma
diperlukan untuk menghitung pendapatan usaha perkebunan dan biaya
pengendalian gulma. Hubungan antara populasi gulma dan kerugian (kehilangan
kualitas dan kuantitas) sangat dipengaruhi oleh faktor iklim dan hayati.
Pengendalian Gulma 89
Faktor iklim
dan hayati
Pertimbangan
resiko petani
Kehilangan kuantitas
Kehilangan
kualitas
Hubungan biaya
Biaya pengendalian dan
pengendalian populasi gulma
Perbandingan biaya
Faktor manajemen untuk beberapa cara
dan operasional pengendalian
Gambar 8.3. Faktor-faktor ekonomi dan ekologi yang mempengaruhi ambang ekonomi
Pengendalian Gulma 90
Ambang ekonomi ditentukan oleh 3 (tiga) faktor utama :
a. Pertimbangan resiko petani
Karena besarnya resiko ditentukan oleh pertimbangan pengambilan keputusan,
hal ini sangat bervariasi. Dalam hal perusahaan-perusahaan perkebunan mungkin
termasuk faktor pertimbangan pribadi disamping faktor ekonomis seperti
fluktuasi harga komoditi, kebijakan pemerintah, dan sebagainya.
Faktor pada butir b dan c dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 8.4.)
(pendapatan/biaya
pengendalian)
C1 pendapatan
C2
biaya pengendalian
N1 N2 populasi gulma
Garis pendapatan menunjukkan bahwa pada populasi gulma yang rendah, tidak
ada pengaruh pada produksi dan pendapatan. Keadaan ini tetap sampai mencapai
populasi gulma N1 yang biasanya disebut tingkat toleransi tanaman terhadap
kompetisi gulma. Dengan meningktanya populasi gulma, pendapatan akan turun
terus-menerus sesuai dengan garis pendapatan.
Garis biaya pengendalian menunjukkan bahwa semakin rendah populasi gulma
ang dikehendaki semakin besar biaya pengendalian yang harus dikeluarkan. Biaya
turun dengan laju yang semakin berkurang bila populasi hama yang diinginkan
semakin tinggi. Untuk suatu resiko yang telah diambil, ambang ekonomi dapat
ditentukan oleh kedua jenis hubungan tersebut diatas. Misalnya pada populasi N2
Pengendalian Gulma 91
yaitu ketika pertambahan laju biaya pengendalian sama dengan laju pendapatan
(Headley, 1972).
L. Model Matematik
Persamaan matematik sering kali lebih mampu menjelaskan hubungan yang ada
antara beberapa faktor. Penurunan hasil yang diakibatkan gulma merupakan fungsi
populasi gulma dan populasi gulma merupakan fungsi waktu.
Hubungan antara penurunan hasil dan populasi gulma dapat dinyatakan dalam
persamaan di bawah ini, dan lihat Gambar 8.4.
Dt = b Pt2 – A ............................................................................................ 1)
di sini :
Dt = penurunan hasil pada waktu t
Pt = populasi gulma pada waktu t
A = konstanta yang menunjukkan tingkat toleransi terhadap gulma
b = parameter yang mwnunjukkan laju perubahan Pt
Dt
0 Populasi (P)
Pt
Populasi gulma pada waktu t dipengaruhi oleh populasi pada waktu sebenarnya,
katakan Pt-n.
Perubahan populasi dari waktu (t-n) atau Pt-n ke populasi pada waktu t dapat
dinyatakan oleh persamaan umum populasi, yaitu :
Pt = Pt-n (1 + r)n .......................................................................................... 2)
di sini :
Pt-n = populasi gulma pada waktu (n) sebelum waktu t
r = laju kecepapatan pertumbuhan populasi untuk setiap unit waktu
Pengendalian Gulma 92
(1 + r)n = faktor pertumbuhan majemuk
Pengendalian Gulma 93
di sini :
O = total biaya
L = parameter konstan yang mempengaruhi laju perubahan biaya.
Persamaan 6) dan 7) jika digambarkan secara grafik akan nampak seperti pada
Gambar 29.
Selisih antara penerimaan total dan biaya total merupakan keuntungan atau laba
yang diperoleh petani pada tingkatan populasi gulma tertentu.
Fungsi laba dapat dinyatakan sebagai berikut :
π=V–O
π = RY – O................................................................................................. 8)
untuk
π = laba
Kita ketahui dari teori ekonomi mikro bahwa laba maksimum tercapai bila :
∂ π/∂ Pt-n = O ............................................................................................ 12)
sehingga bila persamaan 12) kita selesaikan untuk Pt-n, maka kita dapatkan populasi
gulma yangmerupakan ambang ekonomi menurut definisi Headley (1972) yang
besarnya
Pt-n* = [L / {(1 + r)2n 2 Rcb}]1/3 .................................................................. 13)
Pengendalian Gulma 94
Perlu diketahui bahwa pendekatan Headley mengenai ambang ekonomi
mempergunakan prinsip maksimasi laba untuk keadaan pasar yang kompetitif
sempurna (perfectly competitive). Menurut teori ekonomi mikro (Koch, 1976), pasar
dalam keadaan kompetitif sempurna mempunyai beberapa sifat antara lain :
1. Jumlah pembeli dan penjual banyak
2. Tidak ada seorang pembeli atau penjualyang mampu mempengaruhi harga di
pasar
3. Setiap hasil dari petani/produsen seragam, tidak dapat dibedakan satu dengan
yang lain
4. Mobilitas sumber daya sempurna, artinya sumber daya akan mengalir ke
tempat yangmemberikan laju pengambilan yang tinggi dan sebaliknya. Tidak
ada batasan-batasan hukum, peraturan, milai sosial, dan ekonomi yang dapat
menghalangi efisiensi alokasi sumberdaya
5. Pengetahuan sempurna dimiliki oleh pembeli maupun penjual, dan
6. Setiap petani/produsen/usahawan selalu berusaha untuk memaksimumkan
keuntungan.
Meskipun di Amerika serikat atau negara-negara Eropa Barat, keadaan pasar yang
kompetitif sempurna jarang dijumpai, apalagi di Indonesia dan negara berkembang
lainnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa rumusan ambang ekonomi di atas
masih merupakan pendekatan yang kasar.
Pengendalian Gulma 95
Tabel 8.2. Pengaruh Populasi Gulma terhadap Produksi Tanaman dan Biaya
yang Dikeluarkan untuk Pengendalian Hama*
I II III IV V VI VII VIII
Populasi Produksi Harga Pendapatan Pendapatan Biaya Biaya Laba
Gulma (Y) kg/ha (H) Total (DT) Marginal Total Marginal (L)
(N) Rp/kg (Rp) (DM) (OT) (OM) (Rp)
(Rp) (Rp) (Rp)
0 10 000 8 80 000 4 000
1 9 500 8 76 000 4 000 70 000 35 000 6 000
2 9 000 8 72 000 4 000 35 000 11 670 37 000
3 8 500 8 68 000 4 000 23 330 5 830 44 760
4 8 000 8 64 000 4 000 17 500 3 500 46 500
5 7 500 8 60 000 4 000 14 000 2 330 46 000
6 7 000 8 56 000 4 000 11 670 1 670 44 330
7 6 500 8 52 000 4 000 10 000 1 250 42 000
8 6 000 8 48 000 4 000 8 750 970 39 250
9 5 500 8 44 000 4 000 7 780 780 36 220
10 5 000 8 40 000 4 000 7 000 640 33 000
11 4 500 8 36 000 4 000 6 360 530 29 640
12 4 000 8 32 000 4 000 5 830 26 170
* Data hipotesis
Kolom III merupakan harga produksi sebesar Rp 8,-/kg, yang dianggap konstan
dan tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi. Kolom IV merupakan penerimaan total
(DT) yang diperoleh dari hasil perkalian antara produksi (Y) dan harga (H). Kolom V
merupakan penerimaan marginal (DM) yang menunjukkan besarnya perubahan DT
untuk setiap unit perubahan populasi,atau dengan rumus matematik dapat dinyatakan:
DM = dDT/dN ............................................................................................ 15)
Oleh karena harga dianggap tetap, DM besarnya tetap yaitu Rp 4 000,-. Biaya total
(OT) yang dikeluarkan terdapat pada kolom VI. Biaya tersebut dikeluarkan untuk
mengendalikan hama dengan mempergunakan metode tertentu sehingga populasi
dapat dipertahankan pada kepadatan tertentu (kolom I). Hubungan antara biaya dan
populasi dinyatakan dalam persamaan berikut :
O = 70 000/N ............................................................................................ 16)
Dari persaman 16) dan daftar 35 bisa dimengerti bahwa petani harus mengeluarkan
biaya lebih banyak untuk menekan populasi hama ke bawah. Kolom VII
menunjukkan biaya marginal (OM) yangmerupakan dOT/dN, dan kolom VIII
merupakan laba yang besarnya = DT – OT.
Tujuan petani dalam mengusahakan pertaniannya adalah untuk memperoleh
keuntungan semaksimal mungkin, dan ini diperoleh bila selisih antara OT dan OM
maksimum. Pada Daftar 35 kita lihat bahwa laba maksimum (Rp. 46 500,-) dicapai
pada kepadatan populasi 4 gulma dalam 25 x 25 cm2. kepadatan populasi inilah yang
kemudian disebut sebagai ambang ekonomi bagi petani untuk gulma dari tanaman
yang dibicarakan ini.
Pengendalian Gulma 96
Dapat dilihat pada Gambar 8.6. bahwa selisih antara DT dan OT mencapai
maksimum pada garis yang melalui titik A (AC) yang mempunyai populasi gulma 4
per 25 x 25 cm2 atau lebih tepat 4.18 batang. Pada titik B, lereng (slope) kurva OT
Sejajar dengan lereng garis DT (sama dengan garis DT itu sendiri). Dengan rumus
matematik sederhana dapat dinyatakan bahwa pada titik B : dDT/dN = dOT/dN atau DM
= OM.
Ambang ekonomi juga dapat kita cari dari pertemuan antara garis DM dan kurva
OM seperti terlihat pada Gambar 8.7. Kedua fungsi tersebut bertemu pada titik N
yang menunjukkan populasi gulma sebesar 4.18 batang. Angka 4.18 tersebut
diperolah dengan mensubstitusikan turunan pertama persamaan 14) dan persamaan
16).
Dari uraian dan contoh sederhana diatas kita dapat mengerti bahwa apa yang
diartikan ambang ekonomi oleh ahli-ahli ekonomi ialah tingkatan populasi gulma
yang dicapai bila penerimaan marginal petani dari usahanya sama dengan biaya
marginal yang ia keluarkan untuk pengendalian gulma. Bila DM > OM, laba masih
dapat ditingkatkan dan proses pengendalian gulma perlu diintensifkan, tetapi
sebaliknya DM < OM, laba yang diperoleh akan semakin kecil sehingga pengendalian
gulma tidak perlu ditingkatkan lagi.
Pengendalian Gulma 97
80
C
Penerimaan atau Biaya Total (dalam ribuan Rp)
70
50
40 maksimum
30
20
B
Biaya Total (OT)
10
A
2 4 6 8 10 12 14
Populasi gulma
Gambar 8.6. Hubungan antara populasi gulma dengan Penerimaan Total dan Biaya
Total untuk mengendalikan gulma (data hipotesis)
Pengendalian Gulma 98
Penerimaan atau Biaya Total (dalam ribuan Rp)
120
100
80
60
2 4 6 8 10 12 14
Populasi gulma
Gambar 8.7. Hubungan antara populasi gulma dengan Penerimaan Marginal dan
Biaya Marginal untuk mengendalikan gulma (data hipotesis)
Pengendalian Gulma 99