Anda di halaman 1dari 7

IMPLEMENTASI PENGENDALIAN HAMA TERPADU DALAM SISTEM

PERTANIAN LAHAN KERING

Oleh : Abdul Jafar Maring

A. Pendahuluan

1. Pemahaman Tentang PHT


Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) tidak lagi dipandang sebagai teknologi, tetapi telah menjadi
suatu konsep dalam penyelesaian masalah lapangan (Kenmore 1996). Waage
(1996) menggolongkan konsep PHT ke dalam dua kelompok, yaitu konsep PHT
teknologi dan PHT ekologi. Konsep PHT teknologi merupakan pengembangan lebih
lanjut dari konsep awal yang dicetuskan oleh Stern et al. (1959), yang kemudian
dikembangkan oleh para ahli melalui agenda Earth Summit ke-21 di Rio de Janeiro
pada tahun 1992 dan FAO. Tujuan dari PHT teknologi adalah untuk membatasi
penggunaan insektisida sintetis dengan memperkenalkan konsep ambang ekonomi
sebagai dasar penetapan pengendalian hama.
Pendekatan ini mendorong penggantian pestisida kimia dengan teknologi
pengendalian alternatif, yang lebih banyak memanfaatkan bahan dan metode
hayati, termasuk musuh alami, pestisida hayati, dan feromon. Dengan cara ini,
dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan dapat
dikurangi (Untung 2000).
Konsep PHT ekologi berangkat dari perkembangan dan penerapan PHT dalam
sistem pertanian di tempat tertentu. Dalam hal ini, pengendalian hama didasarkan
pada pengetahuan dan informasi tentang dinamika populasi hama dan musuh alami
serta keseimbangan ekosistem. Berbeda dengan konsep PHT teknologi yang masih
menerima teknik pengendalian hama secara kimiawi berdasarkan ambang ekonomi,
konsep PHT ekologi cenderung menolak pengendalian hama dengan cara kimiawi.
Dalam menyikapi dua konsep PHT ini, kita harus pandai memadukannya karena
masing-masing konsep mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal ini disebabkan
bila dua konsep tersebut diterapkan tidak dapat berlaku umum.

2. Sejarah dan Perkembangan PHT


Upaya peningkatan produksi padi secara nasional sudah dimulai sejak 1969
melalui Program Bimas Gotong Royong, dengan menerapkan teknologi panca

1
usaha secara parsial berupa varietas unggul IR5 dan IR8, pemupukan, dan
penyemprotan hama dari udara. Inovasi ini berhasil meningkatkan produksi beras
menjadi 12,25 juta ton pada tahun 1969 dari 11,67 juta ton pada tahun 1968. Pada
tahun 1970 diterapkan panca usaha lengkap dengan menambah komponen
teknologi pengairan sehingga produksi padi terus meningkat dengan makin
meluasnya areal pertanaman padi ajaib IR5 dan IR8 (Satari 1983).
Penerapan konsep PHT secara seksama dimulai pada tahun 1976 dan sejak
tahun 1989 dikembangkan program PHT. Program tersebut telah membawa
Indonesia diakui oleh dunia internasional berhasil mengembangkan PHT. Dukungan
politik bagi pengembangan PHT secara luas dapat dilihat dari Instruksi Presiden
No.3 tahun 1986 yang melarang 57 formulasi insektisida pada tanaman padi
(Untung 2000). Keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan PHT tentu tidak
terlepas dari peran aktif berbagai pihak, termasuk petani sendiri. Dalam periode
1989-1999 melalui program Sekolah Lapang PHT (SLPHT) Departemen Pertanian
berhasil melatih lebih dari satu juta petani, khususnya untuk tanaman padi dan
tanaman pangan lainnya. Hal ini tentu penting artinya dalam meningkatkan
kesejahteraan petani melalui PHT dalam praktek pertanian yang baik.
Pengedalian Hama Terpadu mempunyai dampak yang besar terhadap produksi
pertanian manakala dalam pelaksanaannya ada kekeliruan, seperti penggunaan
pestisida yang sangat toksik, residu di atas batas maksimum residu (BMR), dan
pencemaran lingkungan, yang pada akhirnya merusak kesehatan masyarakat.

B. Implememtasi PHT Pertanian

1. Pemilihan Varietas Tahan dan Hemat Energi

Keberlanjutan pertanian antara lain ditentukan oleh penggunaan varietas tahan


hama penyakit dan hemat energi. Usaha untuk menghasilkan varietas yang hemat
energi di antaranya adalah dengan mengubah tipe tanaman yang adaptif terhadap
kondisi CO2 tinggi terhadap tanaman yang adaptif pada kekeringan atau mengubah
arsitektur tanaman menjadi lebih produktif. misalnya tanaman tipe baru dengan
anakan sedikit dan bentuk daun yang memiliki kemampuan lebih tinggi untuk
berfotosintesis sehingga dapat berproduksi lebih tinggi.

2
Dalam memilih varietas yang akan ditanam, nilai tambah produksi dan
pemasaran juga perlu diperhitungkan. Hal ini penting artinya karena setiap varietas
mempunyai karakter yang berbeda, ada yang cocok untuk dibuat bihun, beras
kristal, nasi goreng, dan sebagainya. Dalam praktek pertanian yang baik, petani
perlu dibimbing dalam memilih varietas yang tidak rakus hara, hemat air, tahan
hama dan penyakit, dan berproduksi normal di mana pun ditanam. Ini penting
artinya agar mereka tidak menggunakan input secara berlebihan, baik pupuk, air
maupun pestisida, sebagaimana yang dikehendaki oleh kaidah praktek pertanian
yang baik menuju keberlanjutan system produksi.

2. Teknologi Pengendalian Hama secara Hayati

Pengendalian hayati secara inundasi adalah memasukkan musuh alami dari


luar dengan sengaja ke pertanaman untuk mengendalikan hama. Pengendalian
hayati dengan musuh alami memanfaatkan alami yang mampu menekan populasi
hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan populasi antara
hama dengan musuh alamiahnya sehingga populasi hama tidak melampaui ambang
toleransi tanaman. Misalnya penggunaan cendawan Beauveria bassiana dan
Metarhizium anisopliae sebagai agens hayati. Efektivitas biakan B. bassiana
terhadap wereng coklat mencapai 40% (Baehaki et al. 2001). Cendawan ini selain
dapat mengendalikan wereng coklat, juga dapat digunakan untuk mengendalikan
walang sangit, Darna catenata, dan lembing batu. Formulasi cendawan M.
anisopliae dapat menurunkan populasi hama sampai 90%.

3. Pola tanam system tumpang sari dan tanaman perangkap

Sistem tumpang sari sering menyebabkan penurunan kepadatan populasi


hama dibanding sistem monokultur, Hal ini disebabkan oleh peran senyawa kimia
mudah menguap (atsiri) yang dilepas dan ganguan visual oleh tanaman bukan
inang akan mempengaruhi tingkah laku dan kecepatan kolonisasi serangga pada
tanaman inang. Sebagai contoh, tanaman bawang putih yang ditanam diantara
tanaman kubis dapat menurunkan populasi Plutea xylostella yang menyerang
tanaman kubis tersebut. Hal ini karena senyawa yang dilepas oles tanaman bawang
putih tidak sama dengan senyawa yang dilepas oleh kubis P. xylostella tidak
menyukai habitat tanaman tumpang sari tesebut.

3
Penanaman tanaman perangkap di antara tanaman utama juga mulai
diterapkan untuk mengendalikan populasi hama. Mekanisme yang terjadi adalah
adanya daya tarik uang lebih kuat dari tanaman perangkap dibanding tanaman
utama sehingga hama lebih menyukai berada pada tanaman perangkap tersebut.
Misalnya tanaman jagung. Tanaman jagung sebagai perangkap telah berhasil
diterapkan untuk mengendalikan Helicoverpa armigera pada kapas.

4. Pergiliran Varietas Antarmusim

Hama tanaman padi tidak akan meledak sepanjang musim dan peningkatan
populasinya hanya terjadi pada musim hujan. Pada musim kemarau, populasi
hama, misalnya wereng, cenderung rendah, kecuali pada musim kemarau yang
banyak hujan atau di daerah cekungan.

Penanaman kedelai atau jagung pada terbukti dapat memperkaya musuh


alami, mempertinggi dinamika dan dialektika musuh alami secara dua arah tanaman
palawija. Hal ini dapat diaktualisasikan melalui aktivitas kelompok tani dengan
menghindari kerusakan dan deteriorasi habitat, memperbaiki habitat, dan
meningkatkan keanekaragaman hayati pada lahan usaha tani.

5. Pemanfaatan sampah/bahan organik

Teknik ini memanfaatkan senyawa apneumon sebagai senyawa kimia


penghubung antara serangga dengan benda mati. Sampah sebagai sarang musuh
alami, khususnya predator, tampaknya belum terpikirkan untuk sarana
pengendalian hama. Sampah (bekas gulma yang disiang) merupakan media hidup
yang baik bagi musu halami. Sampah yang lapuk tersebut sebenarnya merupakan
media hidup mikroorganisme yang menjadi makanan predator. Akibatnya populasi
hama tanaman dapat ditekan dengan meningkatnya predator tersebut. Contoh yang
lain adalah kumbang kelapa Oryctesrhinoceros L. yang meletakkan telurnya pada
kotoran sapi yang sudah lapuk atau tumpukan batang kelapa yang lapuk. Dengan
demikian akan terjadi akumulasi larva pada satu tempat, khususnya apabila
disediakan perangkap, sehingga pengendalian mekanis mudah, murah dan cepat
dilakukan.

4
Dengan menerapkan teknik-teknik tersebut pada lahan pertanian diharapkan
dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia yang kita tahu banyak minimbulkan
dampak negatif. Selain itu juga menghemat biaya untuk pengendalian hama
tanaman.

6. Teknologi Pengendalian Hama Berdasarkan Ambang Ekonomi

Tidak semua hama dapat diformulasikan teknologi pengendaliannya


berdasarkan musuh alami karena terbatasnya pengetahuan tentang korelasi
perkembangan musuh alami dengan perkembangan suatu hama. Bagi hama yang
belum ada teknologi pengendaliannya berdasarkan perkembangan musuh alami,
dapat digunakan teknologi berdasarkan ambang ekonomi tunggal atau ambang
ekonomi ganda.

Di lapangan, adakalanya tanaman padi diserang oleh lebih dari satu hama
sehingga diperlukan teknologi yang mampu mengendalikan lebih dari satu jenis
hama. Untuk itu, pengendalian dapat berpatokan pada ambang ekonomi hama
ganda. Pengendalian dengan insektisida dilakukan setelah populasi hama atau
kerusakan tanaman mencapai ambang ekonomi ganda yang telah ditentukan.

7. Minimalisasi Residu Pestisida Dangan Penggunaan Insektisida / pestisida


Nabati
Penggunaan insektisida merupakan taktik dinamis yang dilaksanakan dalam
kurun waktu pertumbuhan tanaman bila teknik budi daya dan pengendalian hayati
gagal menekan populasi hama di bawah ambang ekonomi. Penentuan ambang
ekonomi sangat penting sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian. Bhat
(2004) menyebutkan bahwa ambang ekonomi merupakan komponen yang sangat
penting dalam PHT. Pengendalian hama berdasarkan ambang ekonomi juga
bertujuan untuk mengatasi penggunaan bahan kimia secara berlebihan yang
berdampak terhadap tingginya residu pestisida pada produk pertanian dan
pencemaran lingkungan.

Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa petani sampai saat ini belum


dapat lepas dari penggunaan pestisida, walaupun harganya relatif mahal karena
mudah digunakan dan hasilnya dapat dilihat langsung setelah perlakuan. Dalam
menghadapi tantangan yang demikian, perlu dipilih alternatif pengendalian yang

5
cara kerjanya mirip dengan insektisida tetapi tidak memberikan efek negatif bagi
lingkungan. Salah satu alternatif pengendalian hama yang murah, praktis, dan relatif
aman bagi kelestarian lingkungan adalah insektisida yang bahan bakunya berasal
dari tumbuhan. Insektisida tersebut dapat dibuat dengan teknologi yang sederhana,
dan mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar, termasuk
manusia dan hewan.
Ada empat kelompok insektisida nabati yang telah lama dikenal (Oka 1993), yaitu:
1. Golongan nikotin dan alkaloid lainnya, bekerja sebagai insektisida kontak, fu-
migan atau racun perut, terbatas untuk serangga yang kecil dan bertubuh
lunak;
2. Piretrin, berasal dari Chrysanthemum cinerarifolium, bekerja menyerang urat
syaraf pusat, dicampur dengan minyak wijen, talek atau tanah lempung,
digunakan untuk lalat, nyamuk, kecoa, hama gudang, dan hama penyerang
daun;
3. Rotenone dan rotenoid, berasal dari tanaman Derris sp. dan bengkuang
(Pachyrrhizus eroses), aktif sebagai racun kontak dan racun perut untuk
berbagai serangga hama, tetapi bekerja sangat lambat; serta
4. Azadirachtin, berasal dari tanaman mimba (Azadirachta indica), bekerja
sebagai antifeedant dan selektif untuk serangga pengisap sejenis wereng dan
penggulung daun, baru terurai setelah satu minggu.

C. Penutup

Pengendalian Hama Terpadu merupakan pengelolaan hama secara ekologis,


teknologis, dan multidisiplin dengan memanfaatkan berbagai taktik pengendalian
yang kompatibel dalam satu kesatuan koordinasi sistem pengelolaan pertanian
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Implementasinya memerlukan
dukungan dari berbagai pihak, termasuk petani, peneliti, pemerhati lingkungan,
penentu kebijakan, dan bahkan politisi.
Implementasi PHT dapat mendukung keberlanjutan pengembangan pedesaan
dengan mengamankan suplai air dan menyediakan makanan sehat melalui praktek
pertanian yang baik. PHT mengakomodasikan teknologi ramah lingkungan dengan
pendekatan hayati, tanaman inang tahan, hemat energi, budi daya, dan aplikasi

6
pestisida berdasarkan ambang ekonomi. Bahan kimia yang digunakan harus sesuai
dengan persyaratan pengelolaan yang diatur dengan undang-undang.
Pengendalian Hama Terpadu harus mengembangkan diversitas agroekosistem
yang menguntungkan dari pengaruh integrasi antar tanaman sehingga terjadi
interaksi dan sinergisme, serta optimalisasi fungsi dan proses ekosistem, seperti
pengaturan biotik yang merusak tanaman, daur ulang nutrisi, produksi dan
akumulasi biomassa. Hasil akhir dari pola agroekologi adalah meningkatnya
ekonomi dan keberlanjutan agroekologi darisuatu agroekosistem.

DAFTAR PUSTAKA

Baehaki S.E dan Baskoro. 2000. Penetapan ambang ekonomi ganda hama dan
penyakit pada varietas padi berbedaumur masak di pertanaman. Seminar
Badan Penelitian dan PengembanganPertanian, Jakarta.

Bhat, R. 2004. Improved Farmer Livelihood. ICM Edition, Bayer Crop Sci.1: 25.

Kenmore, P.E. 1996. Integrated pest management in rice. p. 76-97. In G.J.Persley


(Ed.). Biotechnology and Integrated Pest Management. CAB International,
Cambridge.

Oka, I N. 1993. Penggunaan, permasalahan serta prospek pestisida nabati dalam


pengendalian hama terpadu. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam rangka
Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 1-2 Desember 1993. hlm. 1-10.

Satari, G. 1983. Prospek peningkatan produksi padi di Indonesia.hlm. 1-8. Dalam


Masalah dan Hasil Penelitian Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Bogor

Untung, K. 2000. Pelembagaan konsep pengendalian hama terpadu


Indonesia.Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 6(1): 1-8.

Waage, J. 1996. Integrated pest management and biochemistry: An analysis of their


potential. p. 36-47. In G.J.Persley (Ed.). Biotechnology and Integrated Pest
Management. CAB International, Cambridge.

Anda mungkin juga menyukai