Anda di halaman 1dari 12

1.

KOMPONEN PHT/PENGENDALIAN HAMA


TERPADU (Pengendalian Secara Fisik ;
Mekanik ; Genetik dan Kimia) bahaya
pestisida ,Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT)
KOMPONEN PHT

1. 1. Perlindungan Tanaman
Perlindungan Tanaman adalah suatu usaha ataupun cara pengendalian Orgnisme Pengganggu
Tanaman (OPT) di sekitar area pertanian dimana pengendaliaan ini dilakukan tanpa mengganggu
keseimbangan ekosistem alam dan pengendalian dilakukan untuk menekan pertumbuhan hama
hanya sampai dibawah Ambang Ekonomi(AE)
Tujuan Perlindungan Tanaman adalah :
a. Pencegahan, pengendalian dan pemantauan OPT,
b. Peningkatan kuantitas dan kualitas hasil-hasil pertanian,peningkatan daya saing produk
pertanian dipasar,
c. Peningkatan penghasilan dan kesejahteraan petani,
d. Peningkatan kualitas dan keseimbangan lingkungan hidup.

Organisme Pangganggu Tanaman terdiri dari tiga kelompok pengganggu yaitu hama (binatang
Vertebrata dan Invertebrata), penyakit (Mikoplasma, Virus, Jamur, Bakteri) dan gulma (rumput-
rumputan dan gulma berdaun lebar). OPT tersebut sangat besar peranannya di bidang pertanian
karena sebagai pengganggu tanaman mereka mampu membuat luka tanaman. Luka menyebabkan
kerusakan tanaman, selanjutnya kerusakan tanaman akan berdampak pada penurunan angka hasil
dan mutu hasil produksi tanaman. Akhirnya penurunan angka hasil dan mutu hasil tersebut akan
berdampak pada kerugian.

2. Masalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Dalam meningkatkan produksi pertanian banyak kendala yang kita hadapi diantaranya adalah
gangguan organisme pengganggu Tanaman (OPT). Serangan OPT mengakibatkan kerusakan
tanaman dan penurunan hasil mulai dipertanaman hingga kepenyimpanan. Akibat kerusakan yang
ditimbulkan oleh OPT tersebut akan mengakibatkan penurunan hasil baik secara kwantitas atau
kwalitas.
Hama terjadi karena adanya ketidakseimbangnya ekologi yang disebabkan oleh kontrol manusia
terhadap penggunaan bahan kimia-kimia secaraberlebihan, tidak terukur dan berkelanjutan
Berbagai jenis hama mempunyai peran penting terhadap penurunan produksi pertanian. Pada
tanaman padi saja tercatat 100 jenis hama dan 40 jenis penyakit. Pada kedelai tercatat 50 jenis hama
dan 30 jenis penyakit (Soejitno,1988, Tjoa,1953). Masih banyak lagi jenis hama dan penyakit
yang menyerang tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan lainnya.

Pada awalnya dan sampai saat ini petani masih menggunakan pestisida untuk mengendalikan
gangguan organisme pengganggu tanaman. Namun para pakar telah menyadari sejak lama adanya
pengaruh buruk terhadap penggunaan pestisida yang tidak terkendali. Masalah-masalah yang timbul
antara lain tertinggalnya residu pada tanaman, tanah, air dan makanan. Timbulnya kasus resistensi
hama dan resurgensi pada hama dan banyak kasus-kasus keracunan lain yang tidak langsung dapat
dibuktikan.

3.Sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu)

Pengendalian OPT tetap harus mengarah dan berpegang pada prinsip bahwa sistim pengendalian
pada suatu wilayah adalah efektif dan efisien serta berwawasan lingkungan. Konsepsi pengendalian
yang dikombinasikan dari berbagai cara dan dikembangkan secara lebih luas yaitu sebagai suatu
sistim pengelolaan populasi hama yang menggunakan semua tehnik yang sesuai dan kompatibel
(saling mendukung) untuk menurunkan populasi sampai tingkat dibawah ambang kerugian ekonomi
dan konsep ini dikenal dengan konsep Pengendalian hama Terpadu (PHT).
PHT adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan berbagai
teknik pengendalian yang kompatibel dan di kembangkan dalam satu kesatuan untuk mencegah
timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.
Sistem penerapan PHT bersifat dinamis, artinya penerapan PHT bukan dalam bentuk paket
teknologi, tetapi dalam bentuk lentur sesuai dengan ekosistem pertanaman. Oleh sebab itu, perlu
informasi dan pengetahuan berupa unsur dasar dan komponen PHT.

Ada 8 Komponen PHT :


 Pengendalian dengan Karantina / Perundang-undangan,
 Pengendalian secara fisik,
 Pengendalian secara makanik,
 Pengendalian secara Varietas Tahan,
 Pengendalian secara Kultur Teknis,
 Pengendalian secara Hayati/Biologis
 Pengendalian secara Genetik
 Pengendalian secara Kimia
Pengendalian secara Fisik
Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengatur faktor-faktor fisik yang dapat mempengaruhi
perkembangan hama, sehingga memberi kondisi tertentu yang menyebabkan hama sukar untuk
hidup.
Bahan-bahan simpanan sering diperlakukan dengan pemanasan (pengeringan) atau pendinginan.
Cara ini dimaksudkan untuk membunuh atau menurunkan populasi hama sehingga dapat mencegah
terjadinyapeledakan hama. Bahan-bahan tersebut biasanya disimpan di tempak yang kedap udara
sehingga serangga yang bearada di dalamnya dapat mati lemas oleh karena CO2 dan nitrogen.
Pengolahan tanah dan pengairan dapat pula dimasukkan dalam pengendalian fisik; karena cara-cara
tersebut dapat menyebabkan kondisi tertentu yang tidak cocok bagi pertumbuhan
serangga. Untukmengendalikan nematoda dapat dilakukan dengan penggenangan karena tanah yang
mengandung banyak air akan mendesak oksigen keluar dari partikel tanah. Dengan hilangnya
kandungan O2 dalam tanah, nematoda tidak dapat hidup lebih lama.
Tindakan dalam pengendalian secara fisik: Pemanasan, Pembakaran, Pendinginan, Pembasahan,
Pengeringan, Lampu perangkap, Radiasi Sinar Infra Merah, Gelombang Suara.
Contoh :
 Suhu : Dengan cara merendam benih dalam air pada suhu tertentu, sehingga larva/
telur atau patogen yang terbawa benih jadi mati.
 Cahaya: Penggunaan lampu perangkap untuk menangkap serangga fototropik positif
(tertarik cahaya) dan fototropik negative (menghindari cahaya).
 Penggenangan lubang-lubang tikus, dilakukan ketika menjelang pembuatan persemaian.
 Penggenangan lahan untuk mengendalikan nematoda di dalam tanah.
Pengendalian secara Mekanik

Pengendalian mekanik mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang
menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual yaitu dengan mengambil
hama yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung atau dengan melibakan tenaga
manusia telah banyak dilakukan oleh banyak negara pada permulaan abad ini. Cara pengendalian
hama ini sampai sekarangmasih banyak dilakukan di daerah-daerah yang upah tenaga
kerjanya masih relatif murah.

Contoh pengendalian mekanis yang dilakukan di Australia adalah mengambil ulat-ulat atau siput
secara langsung yang sedang menyerang tanaman kubis. Pengendalian mekanis juga telah lama
dilakukan diIndonesia terutama terhadap ulat pucuk daun tembakau oleh Helicoverpa sp. Untuk
mengendalikan hama ini para petani pada pagi hari turun ke sawah untuk mengambil dan
mengumpulkan ulat-ulat yang berada di pucuk tembakau. Ulat yang telah terkumpul itu kemudian
dibakar atau dimusnahkan.
Contoh :
1.Pengambilan dengan Tangan
 Pengumpulan kelompok telur Schirpophaga inotata di pertanaman padi.
 Pengumpulan larva Spodoptera litura pada daun kubis-kubisan.
2.Pemangkasan
Yaitu memangkas bagian tanaman yang terserang. Ex: Memangkas cabang kakao yang
terserang Zeuzera coffea atau Upasia salmonicolor.
3.Gropyokan.
Gropoyokan bertujuan untuk menurunkan populasi tikus secara serentak dalam suatu
hamparan. Waktu yang tepat untuk melakukan gropoyokan adalah saat tidak ada pertanaman dan
tikus berada dalam sarang.
4.Penghalang (barier mekanik)
Penggunaan pagar seng, plastik, atau parit/selokan, penggunaan plastik pembungkus pada
buah, perangkap bubu dan Trap Barrier System.

Pengendalian dengan Varietas Tahan

SEJARARAH PERKEMBANGAN
Sejak abad ke 18 dan permulaan abab ke 19 teknik tanaman tahan hama untuk mengendalikan
hama telah dikenal di Amerika Serikat. Keberhasilan pertama penggunaan tanaman tahan hama
dalam pengendaliaan hama terjadi sekitar akhir abad ke 19 di Perancis dan Negara-negara Eropa
lainya. Pada waktu itu industry anggur di Eropa terancam bangkrut karena semua jenis tanaman
anggur sangat peka terhadap hama Phylloxera vitifolia yang sangat berbahaya. Setelah diketahui
bahwa di Amerika terdapat varietas anggur yang tahan Phylloxera kemudian untuk
mengendalikan hama tersebut petani Eropa menanam tanaman anggur (Vitis spp) tahan yang
berasal dari Amerika. Teknik pengendalian ini kemudian dikembangkan dan digunakan untuk
mengendalikan berbagai jenis hama penyakit tumbuhan.
HUBUNGAN SERANGGA DENGAN TANAMAN INANG
Dilihat dari hubungan taksonomi tanaman inangnya dapat dibedakan tiga kelompok serangga
herbivora yaitu:
1. Monofag; serangga yang tanaman inangnya berupa satu jenis tanaman atau sedikit jenis
tanaman yang berdekatan yaitu sesama genus
2. Oligofag; serangga yang tanman inangnya berupa beberapa jenis tanaman dari beberapa genus
sesama family
3. Polifag; serangga yang tanaman inangnya terdiri atas jenis dari banyak family yang berbeda atau
dari ordo yang berbeda.
Agar mekanisme ketahanan tanaman terhadap hama dapat diketahui maka kita perlu mengetahui
hubungan serangga dengan tanaman dilihat dari perilaku dan fisiologi serangga serta sifat
tanaman.

1. Sifat perilaku dan fisiologi serangga

Sifat perilaku serangga herbivore yang relevan dengan interaksi serangga dengan tanaman adalah
tentang tanggapan (respons) oleh serangga terhadap rangsangan (stimulant) yang berasal dari
tanaman sehingga serangga tertarik datang dan memakan tanaman. Menurut Kongan (1990)
beberapa langkah yang diikuti oleh serangga herbivora dalam menganggapi rangsangan tanaman
meliputi:
a. Penemuan habitat inang
b. Penemuan inang
c. Pengenalan inang
d. Penerimaan inang
e. Kecocokan inang

2. Sifat tanaman sebagai sumber rangsangan

Dalam proses pemilihan dan penentuan inang oleh serangga peranan tanaman sebagai sumber
rangsangan bagi serangga sangat penting. Sifat morfologi dan fisiologi tanaman merupakan
sumber rangsangan utama.
a. Sifat morfologi
Ciri-ciri morfologi tanaman tertentu dapat menghasilkan rangsangan fisik untuk mendukung kegiatan
makan serangga atau kegiatan peletakan telur. Variasi dalam ukuran daun, bentuk, warna, kekerasan
jatringan tanaman, adanya rambut dan tonjolan dapat menentukan seberapa jauh derajat penerimaan
serangga terhadap tanaman tertentu.
b. Sifat fisiologi
Ciri-ciri fisiologi yang mempengaruhi serangga biasanya berupa zat-zat kimia yang dihasilkan oleh
proses metabolism tanaman baik metabolism primer maunpun metabolisme sekunder. Hasil
metabolisme tersebut juga dapat menjadi perangsang makanan, bagian dari nutrisi serangga dan
mungkin juga sebagai racun.

MEKANISME KETAHANAN TANAMAN

Tanaman yang tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit dibandingkan
dengan tanaman lain dalam keadaan tingkat populasi hama yang sama dan keadaan lingkungan
yang sama. Pada tanaman yang tahan, kehidupan danm perkembangbiakan serangga hama menjadi
lebih terhambat bila dibandingkan dengan perkembang biakan sejumlah populasi hama tersebut
apabila berada pada tanaman yang tidak atau kurang tahan.

Sifat ketahanan yang dimiliki oleh tanaman dapat merupakan sifat asli (terbawa keturunan factor
genetic) tetapi dapat juga karena keadaan lingkungan yang mendorong tanamn menjadi relative
tahan terhadap serangan hama.

KETAHANAN GENETIK

Menurut Painter (1951) terdapat 3 mekanisme resistensi tanaman terhadap serangga hama yaitu:
ketidaksukaan, antibiosis, dan toleran.

1.Ketidaksukaan atau nonpreference


Merupakan sifat tanaman yang menyebabkan suatu serangga menjauhi atau tidak menyenangi suatu
tanaman baik sebagai pakan atau sebagai tempat peletakan telur.
Antixenosis kimiawi terjadi karena tanaman mengandung alelokimiawi yang menolak kehadiran
serangga pada tanaman. Antixenosis morfologik, ketahan tanaman disini terbawa oleh adanya sifat-
sifat struktur dan morfologik tanaman yang dapat menghalangi terjadinya proses makan dan
peletakan telur yang normal.

2. Antibiosis
Antibiosis semua pengaruh fisiologhi pada serangga yang merugikan, bersifat sementara atau
tetap, sebagai akibat kegiatan serangga memakan dan mencerna jaringan atau cairan tanaman
tertentu. Gejala penyimpangan fisiologi terlihat apabila suatu serangga dipindahkan dari tanaman
tidak memiliki sifat antibiosis ke tanaman yang memiliki sifat tersebut. Penyimpangan fisiologi
tersebut berkisar dimulai dari penyimpangan yang sedikit sampai penyimpangan terberat yaitu
terjadinyta kematian serangga.
3. Toleran
Mekanisme terjadinya resistensi toleran terjadi karena adanya kemampuan tanam tertentu untuk
sembuh dari luka yang diderita karena serangga hama atau mampu tumbuh lebih cepat sehingga
serangga hama kurang mempengaruhi hasil dibandingkan dengan tanaman lain yang lebih peka.

KETAHANAN EKOLOGI
Ketahanan ekologi merupakan sifat ketahan tanaman yang tidak dikendalikan oleh factor genetic,
tetapi sepenuhnya oleh factor lingkungan yang memungkinkan munculnya kenampakan sifat
ketahan tanaman terhadap hama tertentu.
Ada 3 bentuk ketahan ekologi yaitu:
1. Pengelakan inang
Pengelakan inang terjadi bila waktu pemunculan fase tumbuh tanaman tertentu tidak bersamaan
dengan waktu pemunculan stadia hama yang aktif mengkonsusmsi tanaman.
2. Ketahanan dorongan
Sifat ketahanan ini timbul dan didorong oleh adanya keadaan lingkunagn tertentu sehingga
tanaman mampu bertahan terhadap serangan hama. Ketahan ini terjadi antara lain akibat adanya
pemupukan dan irigasi serta teknik budidaya yang lain.
3. Inang luput dari serangga
Sering dialami pada suatu tempat tertentu ada suatu kelompok tanaman yang sebenarnya memiliki
sifat peka terhadap suatu jenis hama, tetapi pada suatu saat tanaman tersebut tidak terserang
meskipun populasi hama sekitarnya pada waktu itu cukup tinggi.
DASAR GENETIK KETAHANAN TANAMAN
Ada 2 tipe ketahanan genetic yaitu :
1. Ketahanan vertical
Ketahanan ini ditunjukan dari kultivar yang lebih peka terhadap biotipe-biotipe serangga tertentu
dibandingkan dengan biotipe-biotipe lainya. Oleh karena ketahanan tanaman tersebut terbatas pada
satu atau sedikit genotip tertentu. Sifat ketahan ini dikendalikan oleh satu atau sedikit gen pada
tanaman.
2. Ketahanan horizontal
Adalah ketahanan tanaman yang ditunjukan terhadap kisaran luas genotype hama dan sifat
ketahanan ini bebas dari adanya biotipe-biotipe serangga hama, ketahanan ini dikendalikan oleh
banyak gen.

Pengelompokan tanaman tahan hama juga dapat dilakukan menurut bagaiman cara sifat ketahan
tersebut diturunkan. Ketahanan dapat dibedakan atas 3 kelompok yaitu:
1. Ketahanan oligogenik
Yaitu ketahanan yang ditentukan oleh satu atau sedikit gen tersebut yang pengaruh masing-masing
gen dapat diketahui. Apabila hanya satu gen yang hanya menentukan ketahan tanaman
disebut ketahanan manogenik. Tipe ketahan ini biasanya menghasilkan resistensi vertical
terhadap serangga dan dapat diturunkan melalui gen dominan atau gen resesif.
2. Ketahanan poligenik
Yaitu sifat ketahanan yang ditentukan oleh banyak gen dan setisp gen menyumbangkan sedikit
terhadap sifat ketahanan. Sifat ketahanan diturunkan melalui cara yang sangat kompleks dan
mungkin berhubungan dengan sifat-sifat tanaman lain seperti kekuatan tanaman dan hasil .
3. Ketahanan sitoplasmik
Penurunan sitoplasmik disebabkan karena adanya bahan yang mampu untuk memperbanyak
sendiri dan mengadakkan mutasi yang hanya dijumpai di sitoplasma. Ketahanan ini diturunkan
secara maternal karena kebanyak sitoplasma dari zygot datang dari ovum. Sifat ketahanan ini
terjadi pada ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit.

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PENAMPAKAN


KETAHANAN HAMA
1. Faktor fisik
Keadaan cuaca, tanah, cara budidaya tanam, merupakan factor lingkungan fisik yang dapat
mempengaruhi kenampakan sifat ketahan genetic. Factor-faktor ini mempengaruhi ketahanan
melalui suhu, intensitas cahaya, kebasahan dan kesuburan tanah terhadap proses fisiologik
tanaman yang berperan dalam menentukan kenampakan ketahanan tanaman dilapangan.

2. Faktor hayati
a. Biotipe
Biotipe merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan suatu kelompok populasi lain dari
spesies yang sama, memiliki bentuk morfologik yang sama tetapi berbeda dalam sifat fisiologi dan
perilakunya termasuk preferensi terhadap tanaman inang.
Pemunculan biotipe merupakan proses seleksi alami yang dipercepat oleh tindakan manusia.
apabila tanaman tahan hama ditanam secara terus menerus dalam areal luas akan menjadi suatu
tekanan seleksi untuk mempercepat terbentuknya biotipe baru.
b.Umur tanaman
Respon fisiologi tanaman bervariasi menurut tanamna, dan tentunya mempengaruhi kenampakan
sifat ketahanan dilapangan.

LANGKAH PERKEMBANGAN VARIETAS TAHAN


Pengembangan varietas tahan hama secara konvensional dilakukan melalui penerapan
teknologi pemuliaan tanaman tradisional dengan melakukan persilangan tanaman. Beberapa
kegiatan utama dalam melakukan perolehan dan pengembangan guna memperoleh varietas tahan
hama yang baru adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi sumber ketahanan
2. Penetapan mekanisme ketahanan
3. Penyilangan sifat ketahanan dengan sifat agronomi lainnya sehingga diperoleh varietas yang
lebih unggul
4. Analisis genetic terhadap sifat ketahanan
5. Identifikasi dasar-dasar kimia dan fisika darii sifat ketahanan
6. Pengujian lapangan multilokasi
7. Pelepasan varietas tahan hama yang baru

PENGEMBANGAN VARIETAS TAHAN DENGAN BIOTEKNOLOGI


Aplikasi bioteknologi pertanian memberikan peluang yang sangat baik terhadap perkembangan
kualitas maupun kuantitas produk-prudik pertanian. Beberapa bioteknogi yang telah dikembangkan
diantaranya rekayasa genetika yang mencakup rekombinasi DNA, pemindahan gen, manipulasi dan
pemindahan embrio, kultur sel dan jaringan, regenerasi tanaman dan antibody monoclonal.
Perbedaan varietas tahan yang diperoleh dengan mengunakan teknologi penyilangan tanaman
konvensional dengan teknologhi rekayasa genetika utama dalam metode pemindahan gen.
Perpindahan gen dikehendaki dari suatu organisme ke organism lain dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Perpindahan gen melalui penyilangan tanaman dilakukan dalam upaya memperoleh
kombinasi gen yang berasal dari ribuan kombinas yang mungkin terjadi dari perkawinan dua jenis
tanaman yang sejenis.
Aplikasi pemindahan gen dengan teknik biologi molekuler dengan sasaran memperoleh sifat-sifat
tertentu dapat dilakukan lebih cepat, dengan ketetpan yang tinggi serta serta perolehan spectrum
sifat yang jauh lebih lebar dari pada pemuliaan tanaman konvensional.
Tanaman transgenic akan terlindung dari serangan hama selama racun protein masih terus
diproduksi. Karena racun protein yang dihasilkan hanya aktif bagi beberapa jenis serangga tertentu,
suatu jenbis tanaman transgenic tahan hama hanya dapat mengendalikan jenis-jenis hama tertentu.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN VARIETAS TAHAN HAMA KONVENSIONAL


Sebagai komponen PHT beberapa kelebihan penggunaan varietas tahan hama adalah:
1. Penggunaan praktis dan secara ekonomi menguntungkan
2. Sasaran pengendalian yang spesifik
3. Evektifitas pengendalian bersifat komulatif dan persisten
4. Kompatibilitas dengan komponen PHT lainnya
5. Dampak negative terhadap lingkungan terbatas
Disamping keuntungan-keuntungan tersebut diatas teknik pengendalian ini juga memiliki
beberapa keterbatasan atau permasalahan yang perlu kita ketahui antara lain:
1. Waktu dan biaya pengembangan yang besar
2. Keterbatasan sumber ketahanan
3. Timbulnya biotipe hama
4. Sifat ketahanan yang berlawanan

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TANAMAN TRANSGENIK TAHAN HAMA


Menurut Trisyono (2002) kelebihan yang mungkin diperoleh petani bila menanan secara
luas tanaman transgenic tahan hama adalah :
1. Efektifitas mengendalikan hama sasaran dan pengurangan kehilangan hasil
2. Penurunan penggunaan pestisida kimia
3. Penurunan biaya pengendalian
4. Pengendalian hama secara selektif
5. Penurunan populasi hama dalam areal yang luas

KETERBATASAN TANAMAN TRANSGENIK


Disamping kelebihan penanaman transgenic secara luas akan mendatangkan berbagai
permasalahan yang harus diantisipasi. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah:
1. Resistensi hama terhadap toksin
2. Pengaruh tanaman transgenic terhadap organisme bukan sasaran
3. Pengurangan keanekaragaman hayati
4. Variasi hasil, berkaitan erat dengan letak geografis, apakah tanaman transgenic cocok
ditanam pada wilayah tertentu atau tidak.
5. Kepekaan terhadap jenis hama lain
6. Pengembalian investasi tidak terjamin
7. Resiko bagi kesehatan
8. Ketergantungan pada industry benih transgenik.
Pengendalian Secara Kultur Teknis
Taktik kultur teknis (cultural control atau ecological management) adalah taktik
memanipulasi lingkungan untuk membuat ketidakcocokan hama pada suatu lingkungan dengan cara
mengganggu siklus reproduktif, mengeliminasi makanan, dan membuat lingkungan lebih cocok
untuk perkembangan musuh alami. Walaupun sudah tergolong tua, metode kultur teknis masih
efektif menekan tingkat serangan hama dan diterima luas dalam implementasi teknologi PHT.
Tujuan akhir dari taktik kultur teknis adalah menemukan link yang lemah dari siklus musiman hama
sehingga hama tidak berkembang.
Contohnya dengan cara mengatur jarak tanam, pola tanam, mengurangi kelembaban,
pergiliran tanaman, dan mengatur waktu tanam, penanaman tanaman perangkap.

Pengendalian Secara Hayati


Pengendalian hayati adalah taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja dengan
memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi
hama.Usaha pengendalian hama yang mengikutsertakan organisme hidup, oleh karena itu
pengendalian hama dengan teknik jantan mandul, varietas tahan hama, dan manipulasi genetik
termasuk dalam pengertian pengendalian hayati.
Pengendalian hayati pada dasarnya adalah usaha untuk memanfaatkan dan menggunakan
musuh alami sebagai pengendali populasi hama yang merugikan.Pengendalian hayati sangat
dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang pengaturan
populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami dalam fungsinya sebagai
pengendali hama bekerja secara tergantung kepadatan, sehingga keefektifannya ditentukan pula oleh
Ada tiga tujuan dari pengendalian hayati, yaitu reduksi, pencegahan, dan
penundaan. Reduksi populasi hama dilakukan setelah hama mencapai tingkat yang menimbulkan
masalah. Dengan reduksi, populasi hama diharapkan dapat berkurang ke tingkat yang cukup rendah
sehingga hama tidak lagi menimbulkan masalah dalam jangka waktu yang lama. Pencegahan dalam
pengendalian hayati dimaksudkan untuk menjaga populasi hama potensial agar tidak mencapai
tingkat luka ekonomi (TLE). Pencegahan membutuhkan intervensi awal sebelum hama potensial
berkembang mencapai atau melewati TLE. Pada penundaan, populasi hama dapat berkembang ke
tingkat yang tinggi, tetapi terjadi ketika serangga tidak lagi dianggap sebagai hama karena berada di
luar jendela waktu. Penundaan perkembangan hama membutuhkan intervensi awal sebelum
populasi hama potensial mencapai atau melewati TLE.
Tiga pendekatan dalam pengendalian hayati adalah importasi atau yang disebut pula dengan
sebutan pengendalian hayati klasik, augmentasi, dan konservasi. Pendekatan importasi melibatkan
introduksi musuh alami (pemangsa, parasitoid, dan patogen) eksotik, dan umumnya digunakan
untuk melawan hama eksotik pula. Pendekatannya didasarkan pada pemahaman bahwa makhluk
hidup yang tidak disertai dengan musuh alami asli akan lebih bugar (fit) dan akan lebih melimpah
dan lebih mampu bersaing daripada yang menjadi subjek pengendalian alami. Untuk
mengendalikannya perlu dicarikan musuh alami yang efektif di tempat asalnya. Praktek augmentasi
didasarkan pada pengetahuan atau asumsi bahwa pada beberapa situasi jumlah individu atau jenis
musuh alami tidak cukup memadai untuk mengendalikan hama secara optimal. Oleh karena itu,
untuk meningkatkan efektivitas pengendalian hama, jumlah musuh alami perlu ditambah melalui
pelepasan secara periodik. Ada dua pendekatan augmentasi, yaitu inokulasi sejumlah kecil musuh
alami dan inundasi (membanjiri) dengan jumlah yang besar, tergantung pada
tujuannya. Pengendalian hayati konservasi pada dasarnya adalah melindungi, memelihara, dan
meningkatkan efektivitas populasi musuh alami yang sudah ada di suatu habitat. Konservasi
merupakan pendekatan paling penting jika kita ingin memelihara populasi musuh alami, baik asli
maupun eksotik, di dalam ekosistem pertanian.
Pengendalian secara Genetik
Pengendalian secara genetik merupakan teknik pengendalian serangga hama dengan
menggunakanjenisnya sendiri bukan musuh alaminya. Seperti Penggunaan Serangga Jantan
Mandul.

Teknik Serangga Mandul


Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan alternatif pengendalian hama termasuk vektor penyakit
yang potensial. Teknik ini relatif baru dan telah dilaporkan merupakan cara pengendalian
vektor/serangga yang ramah lingkungan, sangat efektif, spesies spesifik dan kompatibel dengan cara
pengendalian lain. Prinsip dasar TSM sangat sederhana yaitu membunuh serangga dengan serangga
itu sendiri (autocidal technique).
Teknik ini meliputi iradiasi koloni serangga jantan di laboratorium dengan sinar γ, n atau x,
kemudian secara periodik dilepas di habitat vektor alami, sehingga tingkat kebolehjadian
perkawinan antara serangga jantan mandul dan fertil menjadi makin besar dari generasi pertama ke
generasi berikutnya. Hal tersebut akan berakibat makin menurunnya prosen fertilitas populasi
serangga di habitatnya dan secara teoritis pada generasi ke-4 prosen fertilitas populasi mencapai titik
terendah menjadi 0% (generasi ke-5 nihil).
Serangga hama hasil biakkan massal di laboratorium setelah dimandulkan dengan iradiasi gama dan
dilepas di lapangan akan bersaing kawin dengan serangga hama di lapangan. Hama jantan mandul
yang kawin dengan betina lapangan tidak menghasilkan keturunan, demikian juga lantan lapangan
yang kawin dengan betina mandul, apalagi jantan mandul yang kawin dengan betina mandul. Bila
beberapa generasi berturut-turut dilepaskan hama mandul sembilan kali jumlah hama lapangan maka
dari generasi ke generasi populasi hama akan terus menurun sampai nol.
Teknik nuklir merupakan salah satu teknik modern dan potensial dan telah mengalami
perkembangan pesat di dalam berbagai bidang iptek, seperti kimia, biologi, pertanian
kesehatan/kedokteran. dll. Teknik nuklir adalah teknik yang memanfaatkan radioisotop untuk
memecahkan masalah litbang kesehatan karena memiliki sifat kimiawi dan sifat fisis yang sama
dengan zat kimia biasa namun mempunyai kelebihan sifat fisis memancarkan sinar radioaktif.
Kelebihan sifat fisis sebagai pemancar sinar radioaktif telah dimanfaatkan untuk memecahkan
masalah berbagai sektor litbang antara lain seperti sektor industri, pertanian, kedokteran/kesehatan,
biologi, pertanian, dan lingkungan.
Faktor yang dianggap menyebabkan kemandulan pada serangga irradiasi ialah mutasi lethal
dominan. Dalam hal ini inti sel telur atau inti sperma mengalami kerusakan sebagai akibat iradiasi
sehingga terjadi mutasi gen. Mutasi lethal dominan tidak menghambat proses pembentukan gamet
jantan maupun betina, dan zygot yang terjadi juga tidak dihambat namun embrio akan mengalami
kematian. Prinsip dasar mekanisme kemandulan ini untuk selanjutnya dikembangkan sebagai dasar
pengembangan teknik pengendalian serangga yang disebut Teknik Jantan Mandul yang dalam
perkembangannya disebut Teknik Serangga Mandul.
Menurut La Chance syarat keberhasilan penggunaan TSM sebagai berikut:
1. Kemampuan pemeliharaan serangga secara massal dengan biaya murah.
2. Serangga sebagai target pengendalian harus dapat menyebar kedalam populasi alam sehingga
dapat kawin dengan serangga betina fertil dan dapat bersaing dengan serangga jantan alami.
3. Irradiasi harus tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap perilaku kawin dan umur serangga
jantan.
4. Serangga betina kawin satu kali, bila serangga betina kawin lebih dari satu kali maka produksi sperma
jantan iradiasi harus sama dengan produksi sperma jantan alam.
5. Serangga yang akan dikendalikan harus dalam populasi rendah atau harus dikendalikan dengan teknik
lain agar cukup rendah sehingga cukup ekonomis untuk dikendalikan dengan TSM.
6. Biaya pengendalian dengan TSM harus lebih rendah dibandingkan dengan teknik konvensional.
7. Perlu justifikasi yang kuat untuk penerapan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik
konvensional apabila dengan TSM diperoleh keuntungan untuk perlindungan kesehatan dan
lingkungan.
8. Serangga mandul yang dilepas harus tidak menyebabkan kerusakan pada tanaman, ternak atau
menimbulkan penyakit pada manusia.
Serangga tidak mengenal batas wilayah atau batas kepemilikan maka Teknik Serangga Mandul
sangat cocok untuk konsep pengendalian pada daerah yang luas ( area-wide). Teknik Serangga
Mandul kompatibel dengan semua teknik pengendalian yang lain termasuk pengendalian dengan
insektisida yaitu pada saat populasi tinggi perlu diturunkan dengan penyemprotan insektisida dan
berikutnya baru digunakan TSM, karena TSM lebih efektif dan efisien untuk pengendalian populasi
serangga hama yang relatif rendah. Dengan semakin majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi maka alternatif teknik pengendalian yang lain menunjukkan potensi untuk dapat
diaplikasikan sehingga terminologi seperti pengendalian serangga vector secara terpadu (integrated
pest control), pengelolaan serangga terpadu (integrated pest management), pengendalian secara
kimiawi dan biologi mulai timbul yang secara konseptual prinsip dasarnya melekat sesuai
terminologi tersebut. Prinsip dasar TSM adalah serangga dapat dengan mudah diproduksi secara
masal, dapat dimandulkan, mampu berdaya saing kawin dan lokasinya terisolir.
Pengelolaan serangga secara terpadu (integrated pest management) adalah pemilihan, integrasi dan
implementasi teknik pengendalian serangga/vektor agar supaya secara ekonomis, ekologis,
sosiologis menguntungkan. TSM sangat baik untuk diintegrasikan dan kompatibel dengan teknik
pengendalian secara biologis pada daerah yang luas.

Pengendalian secara Kimia


Merupakan teknik pengendalian OPT dengan menggunakan bahan kimia beracun untuk melindungi
tanaman atau hasil tanaman. Sering di sebut dengan teknik pengendalian menggunakan pestisida.
Pestisida adalah sebutan untuk semua jenis obat (zat/bahan kimia) pembasmi hama yang ditujukan
untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, jamur, bakteri, virus dan hama lainnya seperti
tikus, bekicot, dan nematoda (cacing). Walaupun demikian, istilah pestisida tidak hanya
dimaksudkan untuk racun pemberantas hama tanaman dan hasil pertanian, tetapi juga racun untuk
memberantas binatang atau serangga dalam rumah, perkantoran atau gudang, serta zat pengatur
tumbuh pada tumbuhan di luar pupuk.

Penggolongan Pestisida
A. Berdasarkan fungsi/sasaran penggunaannya, pestisida dibagi menjadi 6 jenis
yaitu:
1. Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga seperti
belalang, kepik, wereng, dan ulat. Insektisida juga digunakan untuk memberantas serangga
di rumah, perkantoran atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh
: basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, diazinon,dll.
2. Fungisida adalah pestisida untuk memberantas/mencegah pertumbuhan jamur/
cendawan seperti bercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun. Contoh : tembaga
oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.
3. Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Salahsatu
contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk membunuh virus CVPD yang
meyerang tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu tanaman sukar
diberantas. Pemberian obat biasanya segera diberikan kepada tanaman lainnya yang masih
sehat sesuai dengan dosis tertentu.
4. Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman
berupa hewan pengerat seperti tikus. Lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya
dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya harus hati-hati, karena dapat
mematikan juga hewan ternak yang memakannya. Contohnya : Warangan.
5. Nematisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman
berupa nematoda (cacing). Hama jenis ini biasanya menyerang bagian akar dan umbi
tanaman. Nematisida biasanya digunakan pada perkebunan kopi atau lada. Nematisida
bersifat dapat meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam.
Selain memberantas nematoda, obat ini juga dapat memberantas serangga dan jamur.
Dipasaran dikenal dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet.
6. Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman
pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll. Contoh
ammonium sulfonat dan pentaklorofenol.
B. Berdasarkan bahan aktifnya, pestisida dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Pestisida organik (Organic pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya adalah
bahan organik yang berasal dari bagian tanaman atau binatang, misal : neem oil yang
berasal dari pohon mimba (neem).
2. Pestisida elemen (Elemental pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya berasal
dari alam seperti: sulfur.
3. Pestisida kimia/sintetis (Syntetic pesticide) : pestisida yang berasal dari campuran
bahan-bahan kimia
C. Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Pestisida sistemik (Systemic Pesticide) : adalah pestisida yang diserap dan
dialirkan keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama yang
memakannya. Kelebihannya tidak hilang karena disiram. Kelemahannya, ada bagian
tanaman yang dimakan hama agar pestisida ini bekerja. Pestisida ini untuk mencegah
tanaman dari serangan hama. Contoh : Neem oil.
2. Pestisida kontak langsung (Contact pesticide): adalah pestisida yang reaksinya
akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun sedang
berjalan. Jika hama sudah menyerang lebih baik menggunakan jenis pestisida ini. Contoh
: Sebagian besar pestisida kimia.
Efek Penggunaan Pestisida
Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida diantaranya :
1.Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi ke dalam
akar, batang, daun, dan buah.Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan
tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup
itu telah tercemar pestisida. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari tumbuhan yang telah
tercemar pestisida maka bayi yang disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh
pestisida tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu yang
diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).

2.Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam sistem biota air
(kehidupan air).Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat membunuh organisme air
diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar rendah dapat meracuni organisme kecil seperti
plankton. Bila plankton ini termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu
saja akan sangat berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh burung-burung atau manusia. Salah satu
kasus yang pernah terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan burung kasa dari
daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata burung-burung tersebut banyak yang
tercemar oleh pestisida organiklor yang menjadi penyebab rusaknya dinding telur burung itu
sehingga gagal ketika dierami. Bila dibiarkan terus tentu saja perkembangbiakan burung itu akan
terhenti, dan akhirnya jenis burung itu akan punah.
3.Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan terhadap takaran pestisida yang
diterapkan.
Hama ini baru musnah bila takaran pestisida diperbesar jumlahnya. Akibatnya, jelas akan
mempercepat dan memperbesar tingkat pencemaran pestisida pada mahluk hidup dan lingkungan
kehidupan, tidak terkecuali manusia yang menjadi pelaku utamanya.

Anda mungkin juga menyukai