Anda di halaman 1dari 3

Tanaman jagung mengalami kekeringan

(Sumber : http://www.swatt-online.com/kekeringan-berkepanjangan-bank-dunia-ingatkan-bahaya-kelaparan/)

Kondisi cekaman air, tanaman akan memperlihatkan berbagai respon sebagai mekanisme tanaman
dalam usaha mengurangi cekaman yaitu:
Respon morfologi
1. Mengurangi luas permukaan daun sehingga transpirasi menurun.
2. Mempercepat perkembangan perakaran terutama kearah bawah menyebabkan nisbah
akar/pucuk meningkat sehingga tanaman lebih mampu mengabsorbsi air dari lapisan tanah
yang lebih dalam sementara transpirasi dari bagian atas tanaman menurun (Herawati, 2000).
3. Mengubah sudut daun pada posisi hampir sejajar dengan datangnya cahaya, agar
suhu daun tidak segera meningkat sehingga transpirasi dapat ditekan.
4. Pembentukan lapisan kutikula pada permukaan daun dapat mengurangi penguapan.
Selain itu lapisan lilin dapat meningkatkan pantulan cahaya, sehingga mengurangi suhu
permukaan daun. Beberapa tanaman yang diketahui toleran terhadap kekeringan mampu
membuat lapisan kutikula pada permukaan daunnya bila mendapat cekaman kekeringan.
5. Membuka dan menutup stomata. Perilaku stomata, berhubungan dengan potensial air
daun yang tergantung pada faktor umur, kondisi tumbuh. Menurut Ackerson dan Krieg (1977)
bahwa tanaman jagung pada fase pertumbuhan vegetatif dan potensial air rendah akan
menyebabkan penutupan stomata di bawah cahaya matahari. Jumlah dan ukuran stomata
dipengaruhi oleh genotype dan lingkungan. Oleh kerena itu sel penjaga kekurangan air dapat
mengurangi pembukaan stomata.
6. Mengurangi luas daun, yang berkaitan dengan laju transpirasi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bayer (Cristiansen and Lewis, 1982) menyatakan bahwa perpanjangan daun
jagung maksimal pada potensial air -0,15 MPa sampai -0,25 MPa dan menurun 25% jika
potensial air turun sampai -0,4 Mpa.
7. Pengulungan atau pelipatan daun. Tanaman kedelai berdaun lebar kecendurungan
untuk mengulung daun keatas sehingga bulu-bulu (rambut) diatas permukaan bawah daun
yang terbuka dapat merefleksikan lebih banyak cahaya.
Respon fisiologi
Respon fisiologi di dalam tanaman untuk beradaptasi pada kondisi kekeringan telah lama diketahui.
Suatu hal yang cukup penting diantaranya adalah kemampuan tanaman mempertahankan tekanan
turgor dengan menurunkan potensial osmotiknya (Jones et.al., 1981). Menurut Hale dan Orchutt
(1987), beberapa faktor yang dapat membantu mempertahankan turgor adalah :
1. Penurunan potensial osmotik
2. Kemampuan mengakumulasi zat-zat terlarut
3. Elastisitas sel atau jaringan yang tinggi dan
4. Ukuran sel yang kecil.
Respon tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan adalah dengan pengaturan osmotik sel. Pada
mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan potensial
osmotik sehingga menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim serta menjaga
turgor sel. Beberapa senyawa yang berperan dalam penyesuaian osmotikal sel antara lain gula osmotik
(Wang et al., 1995; Yakhushiji et al., 1998), prolin dan betain (Maestri et al., 1995), protein dehidrin
(Close, 1997) dan asam absisik (ABA) yang berperan dalam memacu akumulasi senyawa tersebut
(Dingkhun et al., 1991). Menurut Ober dan Sharp (1994) bahwa akumulasi hormon asam absisik (ABA)
diperlukan untuk peningkatan proline pada kondisi potensial air rendah.

Hasil penelitian Sharp dan Davies (1979); Westgate dan Boyer (1985) menyatakan bahwa senyawa
prolin berkontribusi lebih dari 50% terhadap osmotic adjustment pada akar jagung. Pembentukan
senyawa osmoregulasi ini sebagai penanda biokimia untuk indikasi toleransi cekaman kekeringan.
Banyak peneliti menyatakan bahwa prolin bebas banyak diakumulasi sebagai respon terhadap stress
air yang dapat diamati pada daun-daun yang masih melekat maupun yang telah gugur pada banyak
tanaman budidaya pada kondisi laboratorium (Barnett dan Nailor, 1966, Routley, 1966 dan Singh,
Aspinal dan Paleg, 1972).

Akumulasi asam absisik (ABA) berkaitan juga dengan respon tantaman yang toleran cekaman
kekeringan. Akar yang mengalami cekaman kekeringan, menurut Salisbury dan Ross (1992) akan
membentuk asam absisik lebih banyak dan diangkut melalui xylem menuju daun untuk menutup
stomata. Menurut Zeevaart dan Creelman (1988) bahwa ABA yang diproduksi dalam akar tanaman
mengalami cekaman kekeringan berperan sebagai sinyal kimia pada tajuk sehingga mendorong
penutupan stomata sebelum perubahan status air dalam daun terjadi, sehingga tanaman dapat
mengoptimalkan penggunaan air dengan cara mengurangi kehilangan air melalui transpirasi. Selain itu
kadar ABA endogen yang tinggi juga dapat diketahui dapat menginduksi peningkatan rasio
pertumbuhan akar/tajuk (Biddington dan Dearman, 1982). Kenyataan ini menunjukkan respon yang
berbeda dari akar dan tajuk terhadap ABA (Creelman et.al.,1990). Pada tajuk, ABA menginduksi
penghambatan sedangkan pada akar ABA mendorong pertumbuhan (Dallaire, et.al., 1994).

Berdasarkan kemampuan genetik tanaman, terdapat empat mekanisme adapatasi pada kondisi
cekaman kekeringan yaitu drought escape, dehydration avoidance, dehydration Tolerance dan drought
Recovery (Fukai dan Cooper , 1995 dalam Sopandie, 2006). Namun demikian tanaman seringkali
menggunakan lebih dari satu mekanisme untuk beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan (Mitra,
2001 dalam Sopandie, 2006), mekanisme tersebut adalah:
1. Melepaskan diri dari cekaman kekeringan (draught escape), yaitu kemampuan
tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami defisit air yang parah.
Mekanisme ini ditunjukkan dengan perkembangan sistem pembungaan yang cepat dan
perkembangan plastisitas jaringannya. Akan tetapi mekanisme adaptasi tersebut memiliki
kelemahan. Genotipe genjah dengan umur pendek umumnya berdaya hasil rendah
dibandingkan dengan yang berumur panjang.
2. Toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi (dehydration avoidance), yaitu
kemampuan tanaman yang tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan
penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini biasanya tanaman
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran dan konduktivitas hidrolitik
atau kemampuan untuk menurunkan hantaran epidermis dengan regulasi stomata,
pengurangan absorbsi radiasi dengan pembentukan lapisan lilin, bulu yang tebal dan
penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengguguran daun
tua.
3. Toleransi dengan potensial air jaringan yang rendah (Dehydration Tolerance), yaitu
kemampuan tanaman untuk menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan potensial airnya
melalui akumulasi solut seperti gula, asam amino dan sebagainya atau dengan meningkatkan
elastisitas sel. Akumulasi prolin. Prolin bebas yang terkumpul pada tanaman berasal dari
karbohidrat melalui pembentukan alfa-ketoglutarate dan glutamate. Oksidasi proline, setelah
keadaan normal terjadi dengan cepat untuk menjaga kandungan proline yang rendah dalam
tanaman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang toleran terhadap cekaman
air memperlihatkan kemampuan mengakumulasi prolin.
4. Mekanisme penyembuhan (drought Recovery), dimana proses metabolisme berjalan
normal kembali setelah mengalami stres kekeringan. Mekanisme ini penting manakala stres
kekeringan terjadi pada awal perkembangan tanaman.
Mekanisme yang menyebabkan ketahanan terhadap kekeringan melalui pengurangan kehilangan air
(misalnya dengan cara menutupnya stomata dan mengurangi luas daun) umumnya berimplikasi pada
menurunnya fiksasi karbondioksida (CO2). Osmotic adjusment (OA) meningkatkan ketahanan
terhadap kekeringan dengan pemeliharaan turgor tanaman, tetapi peningkatan konsentrasi solut dalam
sel tanaman membutuhkan energi yang cukup banyak dikeluarkan tanaman. Konsekuensinya, adaptasi
tanaman harus menunjukkan keseimbangan antara escape, avoidance dan toleran dengan menjaga
produktivitas yang memadai.***

Pustaka :

Creellman, R.A., H.S. Mason, R.J. Bensen, J.S. Boyer and J.E. Mullet.1990. Water deficit and absisic
acid causes differential inhibition of shoot versus root growth in soybean seedling; analysisi of growth,
sugar accumulation and gene expression. Plant Cell 92:205-214.
Dallaire, S., M. Houde, Y. Gagne, H.S. Saini. S. Boileau, N. Chevrier and f. Sarhan. 1994. ABA and
Low Temperature Induce Freezing Tolerance via Distinct Regulatory Patways in Wheat. Plant Cell
Physiol. 35 (1) : 1-9.

Hale, M.G. and D.M. Orchutt., 1987. The Physiolory of Plant Under Stress. John and Sons, Inc. New
York. 206p.

Herawati T dan Setiamihardja R., 2000. Pemuliaan Tanaman. Departemen Pertanian RI dengan
Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Jatinangor, Bandung.

Jones, MM., N.C. Tumer and C.B. Osmond. 1981. Mechanism of Drought Resistance PP 15-53 in Paleg
LG, and Aspinall (eds). The Physiology and Biochemistry of Drought Resistance in Plants. Academic
Press. New York.

Kramer, J.P. 1980. Draught Stess and The Origin of Adaptation. In Turner, Kramer (eds) Adaptation of
Plants to Water and High Temperature Stress. John Willey and Sons. Canada.

Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan II. Ed. 4. Terjemahan: D.R. Lukman dan
Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. 173 hal.

Sammons DJ, Peters DB and Hymowitz T. 1980. Screening Soybeans for Tolerance to Moisture Stress
: a Field Crops Res 3:321-335.

Soepandi, D. 2006. Perspektif Fisiologi Dalam Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marjinal.
Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman. Fakutas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 16
September 2006.

Zeevart, J.A.D and R.A. Crellman. 1988. Metabolism and Physiology of Absisic Acid. Annu Rev Plant
Physiology 39: 43-50.

Anda mungkin juga menyukai