Anda di halaman 1dari 7

I PENDAHULUAN

Hama merupakan semua jenis organisme pengganggu tanaman yang dapat menimbulkan
kerusakan fisik yang dianggap merugikan dan tidak diinginkan kehadirannya dalam kegiatan
bercocok tanam dan dapat menurunkan produktivitas tanaman budidaya. Untuk mencegah
kerugian dan menjaga tanaman dari kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit
diperlukan tindakan pencegahan dan pengendalian secara tepat. Saat ini masih banyak
ditemukan penggunaan pestisida sintetis kimia dan menganggap itu adalah satu-satunya
solusi untuk melindungi tanaman dari kerusakan. Padahal penggunaan pestisida sintetis kimia
memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Pestisida kimia
sintetis apabila digunakan secara terus menerus akan menyebabkan resistensi hama terhadap
suatu bahan aktif pestisida. Bahkan aplikasi pestisida kimia dapat menimbulkan resurjensi
hama, yaitu peledakan atau peningkatan populasi hama secara cepat. untuk menyelamatkan
manusia dan lingkungan dari dampak negative penggunaan pestisida sintesis kimia maka
diperlukan sebuah konsep pengendalian hama yang sehat dan ramah lingkungan atau biasa
disebut dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Beberapa masalah yang menyebabkan petani gagal menanggulangi hama, diantaranya adalah:

a) Lemah dalam identifikasi hama dan gejala serangan. kebanyakan petani hanya mengenal
jenis hama yang sedang makan atau merusak tanaman saja. Tidak semua fase pertumbuhan
hama makan atau

konsentrasi yang lebih rendah dari seharusnya. Konsentrasi anjuran penggunaan insektisida
yaitu berkisar 2–4 ml/l air tergantung dari macam kandungan bahan aktif pestisida. Namun,
banyak petani yang menggunakan konsentrasi kurang dari 2 ml/l air, walaupun sebagian telah
menggunakan konsentrasi yang. Petani menggunakan alat semprot dengan volume rata-rata
antara 15–20 tangki per hektar atau 225–300 l/ha, sedang volume semprot anjuran berkisar
400–500 l/ha. Pemakaian dosis yang tidak sesuai ini menyebabkan pengendalian hama
menjadi tidak efektif dan masalah hama tidak dapat terselesaikan. d) Pelaksanaan tindakan
pengendalian hama secara bijaksana. Untuk melakukan tindakan pengendalian hama secara
bijaksana diperlukan pengetahuan yang luas tentang jenis dan perilaku hama yang menyerang
tanaman. Kebanyakan petani hanya mengenal jenis hama yang sedang merusak tanaman,
banyak jenis hama yang mungkin tak terlihat oleh mata tidak diketahui oleh petani. Para
petani belum mengetahui informasi bioekologi hama dan musuh alami. Informasi bioekologi
hama sangat penting untuk proses monitoring dan pengambilan keputusan dalam tindakan
pengendalian hama. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan salah satu metode
pengendalian umtuk menekan populasi serangga hama agar petani tidak bergantung pada
pengendalian secara kimiawi. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan program
pertanian dengan memperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonomi dan budaya

untuk menciptakan sistem pertanian berkelanjutan yang memanfaatkan berbagai teknik


pengendalian yang layak. Konsep dasar Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah
menggunakan pengetahuan tentang biologi, perilaku, dan ekologi hama untuk menerapkan
rancangan secara terpadu yang menekan dan mengurangi populasi hama. Dalam
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) terdapat dua istilah yang biasa digunakan yaitu
Integrated Pest Control (IPC), dan Integrated Pest Management (IPM). IPM adalah
pengelolaan kegiatan jangka panjang yang bertujuan untuk pencegahan kerusakan tanaman
yang ditimbulkan oleh hama yang manajemennya lebih difokuskan untuk menjaga populasi
hama tetap rendah. Sedangkan IPC merupakan pengendalian kegiatan jangka pendek yang
fokusnya untuk mematikan atau membasmi hama.

Prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) berdasarkan program Sekolah Lapang


Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) ada 4, yaitu:

a. Petani mampu membudidayakan tanaman yang sehat b. Pelestarian dan pemanfaatan


musuh alami c. Pengamatan areal pertanaman secara berkala d. Petani mampu menjadi
manager dalam usaha tani.

Adapun prinsip yang khas menurut Untung (1997), yaitu:

a. Sasaran PHT bukanlah pemusnahan hama tetapi pembatasan atau pengendalian populasi
hama

II PEMBAHASAN

2 Definisi Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsep perencanaan tentang bagaimana
mengontrol Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) menggunakan berbagai teknik
pengendalian yang digabung menjadi satu kesatuan untuk mencegah terjadinya kerusakan
tanaman maupun kerugian dalam bertani. PHT merupakan usaha pengendalian populasi atau
tingkat serangan OPT dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian
yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan
lingkungan hidup. PHT erat kaitannya dengan perlindungan tanaman. Adapun pengertian lain
Pengendalian Hama Terpadu yaitu pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan suatu
pendekatan yang bersifat multi-disiplin untuk mengelola populasi hama dan penyakit dengan
menerapkan berbagai teknik pengendalian yang efisien.

Perlindungan tanaman merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah kerugian pada
budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme yang mengganggu tumbuhan. Contoh
hama yaitu tikus, belalang, burung, kutu, dan lain sebagainya.

2 Sejarah Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Di Indonesia, konsep pengelolaan jasad pengganggu tanaman telah berkembang lebih dulu
pada hama tanaman (terutama padi). Pada awal perkembangannya pengendalian hama hanya
didasarkan atas konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Control
(IPC) yang memadukan dua

komponen pengendalian yaitu pengendalian dengan pestisida dan pengendalian secara hayati
dengan mempertimbangkan Ambang Ekonomi (AE) hama bersangkutan. Pada konsep ini,
pemakaian pestisida baru akan dilakukan setelah populasi hama melewati Ambang Ekonomi
(AE). Apabila populasi hama masih di bawah AE, maka diserahkan pada musuh-musuh
alaminya untuk mengendalikannya. Namun dalam perkembangannya dengan makin
tumbuhnya kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan pestisida kimia dan pentingnya
kelestarian lingkungan, keamanan pangan dan pertanian berkelanjutan maka dikembangkan
Integrated Pest Management atau Pengelolaan Hama Terpadu dengan singkatan yang sama
yaitu PHT. Dalam konsep PHT, pengelolaan hama dilakukan dengan memadukan semua
cara/komponen pengendalian yang telah diketahui, termasuk pengendalian secara biologis,
fisik, mekanik, cara bercocok tanam, hayati, kimiawi dan cara pengendalian hama lainnya.
Secara operasional pengelolaan hama dengan PHT dapat diartikan sebagai pengendalian
hama yang memadukan semua teknik dan komponen pengendalian hama dalam satu kesatuan
sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah Ambang Ekonomi. Pengelolaan hama
terpadu memfokuskan pada pencegahan jangka panjang dari hama dan kerusakan yang
ditimbulkan melalui pengelolaan ekosistem. Dalam PHT, identifikasi hama secara tepat dan
monitoring keberadaannya serta mempelajari biologi hama dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi akan sangat membantu menentukan cara pengelolaan dan waktu yang tepat
untuk mengendalikannya.

2. Exclusion dari penyakit tanaman meliputi tindakan-tindakan yang ditujukan untuk


mencegah masuknya patogen penyebab penyakit, vektor dan tanaman sakit masuk ke
daerah dimana tanaman diusahakan.
3. Eradikasi merupakan tindakan mengeliminasi, menghancurkan atau menginaktifkan
patogen penyebab penyakit setelah berada di suatu daerah termasuk mencabut
tanaman sakit, disinfeksi tanah dan peralatan yang digunakan. Tindakan eradikasi
juga dilakukan untuk mengurangi populasi patogen pada tingkat yang tidak
membahayakan. Cara ini termasuk tindakan kultur teknis dengan menghilangkan
tanaman atau bagian tanaman yang sakit, rotasi tanam, menghilangkan gulma inang
alterrnatif dan pencegahan infestasi serangga vektor.
4. Proteksi/perlindungan tanaman dilakukan dengan cara penyemprotan pestisida
kimiawi, pestisida nabati atau pemanfaatan agens hayati. Menanam di dalam rumah
kaca atau halangan fisik seperti kerudung pada baris tanaman juga dimaksudkan
untuk melindungi tanaman dari infeksi patogen.
5. Ketahanan dilakukan dengan menanam varietas tanaman yang tahan. Dibedakan
ketahanan vertical (vertical resistance) yang menghasilkan tingkat ketahanan yang
tinggi (immune) terhadap strain patogen tertentu, dan ketahanan horizontal
(Horizontal resistance) dimana sifat ketahanan tidak terlalu tinggi terhadap banyak
strain patogen.
6. Terapi (therapy) atau pengobatan merupakan pengendalian yang dilakukan dengan
menggunakan bahan kimiawi yang akan mempengaruhi proses

fisiologi tanaman sehingga mampu menghambat perkembangan penyakit setelah terjadi


infeksi.

2 Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dilakukan untuk memenuhi suatu tujuan, berikut adalah
tujuan dilakukannya Pengendalian Hama Terpadu (PHT):

1. Mengurangi keberadaan hama pengganggu tanaman namun tidak merusak populasi


hama tersebut di ekosistem. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mengurangi populasi
hama yang mengganggu tanaman dengan melakukan pengusiran sehingga tidak
merusah populasi hama tersebut di alam.
2. Meningkatkan produksi dari budidaya tanaman pertanian. Pengendalian yang
dilakukan dapat meningkatkan produksi hasil pertanian dalam waktu yang singkat.
3. Mengurangi penggunaan pestisida kimia yang dapat menumbulkan dampak negatif
atau tidak ramah lingkungan. Lebih mengutamakan pengunaan pestisida alami yang
ramah lingkungan agar tidak merusak ekosistem sekitar.
4. Meningkatkan keuntungan usaha tani sehingga dapat meningkat pula kesejahteraan
petani. Meningkatnya produksi suatu tanaman bubidaya sehingga hasil produksi
meningkat sehingga keuntungan usaha tani pun ikut meningkat.
5. Membudidayakan tanaman yang sehat Tanaman yang sehat merupakan tanaman yang
memiliki daya tahan kuat terhadap hama dan penyakit. Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) membudidayakan tanaman sehat yang memiliki kualitas terbaik sehingga harga
jual tinggi.
6. Memanfaatkan musuh alami Musuh alami dapat menekan populasi hama dan
menurunkan resiko kerusakan tanaman akibat serangan hama dan penyakit.
Pemanfaatan musuh alami diharapkan mampu mejaga keseimbangan antara populasi
hama dengan musuh alaminya. Dengan begitu dapat meminimalisir terjadinya
peledakan populasi hama,
7. Pengamatan dan pemantauan rutin terhadap tanaman budidaya Pengamatan dan
pemantauan perkembangan populasi hama dalam suatu tanaman budidaya merupakan
bagian terpenting yang harus dilakukan oleh setiap petani. Pengamatan dan
pemantauan dilakukan secara rutin dan berkala, sehingga perkembangan populasi
hama, kondisi tanaman serta perkembangan populasi musuh alaminya dapat
diketahui. Hasil pemantauan dan pengamatan digunakan sebagai dasar tindak lanjut
yang akan dilakukan.

4) Petani sebagai ahli Pengendalian Hama Terpadu (PHT)


Sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) harsulah dikembangkan oleh petani itu sendiri
karena menyesuaikan dari permasalahan apa yang dihadapi dan ekosistem setempat. Setiap
wilayahmmemiliki ekosistem yang berbeda-

beda, sehingga suatu sistem Pengendalian Hama Tanaman (PHT) yang dikembangkan pada
satu wilayah belum tentu cocok jika diterapkan pada wilayah lainnya. 2 Komponen
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) a) Pengendalian fisik Pengendalian fisik adalah usaha
memanfaatkan faktor lingkungan fisik untuk menurunkan populasi hama dan penyakit.
Pengendalian ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu; pembakaran, pemanasan,
pendinginan, pengeringan, pembasahan, lampu perangkap, radiasi sinar infra merah,
gelombang suara dan penghalang atau pagar.

b) Pengendalian mekanik
Pengendalian hama secara mekanik merupakan pengendalian yang dilakukan secara manual
oleh manusia. Pengendalian secara mekanik dapat dilakukan dengan cara yang sederhana,
namun membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan waktu yang lama, kurang efisien, tetapi
tidak berpengaruh negatif terhadap lingkungan. Berikut adalah contoh pengendalian mekanik
dalam pengendalian hama:

1. Pemungutan hama dengan tangan


2. Rogesan atau pemotongan pucuk tebu yang terserang penggerek
3. Pemangkasan bagian tanaman yang terserang hama atau penyakit
4. Rampasan atau pengumpulan seluruh buah ketika terjadi serangan berat penggerek
buah kopi
lingkungan. Akan tetapi pengendalian dengan varietas tahan juga memiliki kelemahan dan
kekurangan, yaitu harga benih/bibit yang mahal. Jika ditanam dalam jangka waktu yang
panjang, sifat ketahanannya patah. 2 Optimasi Pengendalian Hama Tanaman (PHT)

Sebagai konsep pengendalian yang berorientasi pada ekosistem dan keamanan lingkungan,
maka agar implementasi PHT di lapangan memberi hasil yang optimal, hendaknya PHT
dilaksanakan dalam bentuk gerakan massal yang mencakup hamparan areal yang luas.
Pelaksanaan PHT secara individual oleh petani di lahannya yang relatif terbatas luasnya tidak
akan banyak memberikan hasil dan dampak baik kepada petani itu sendiri, apalagi
berdampak terhadap lingkungan.

PHT merupakan program jangka panjang dan dinamis yang bertujuan untuk mengelola
patogen agar tidak sampai merusak dan menimbulkan kerugian pada tanaman. Oleh karena
itu PHT akan terlaksana dengan baik apabila semua pengguna (stakeholders) dan pemanfaat
(beneficeries) yang terlibat mempunyai pemahaman dan komitmen yang sama terhadap
pelaksanaan dan keberhasilan PHT.

Pelatihan secara berkesinambungan tentang PHT yang meliputi identifikasi dan pengenalan
patogen dan gejala penyakit di lapang, bioekologi dan pengaruh faktor lingkungan terhadap
perkembangan penyakit serta cara-cara pengendaliannya merupakan komponen yang sangat
penting dalam implementasi PHT. Pelatihan tersebut perlu diikuti oleh partisipan yang dipilih
dari kelompok tani, petugas penyuluhan dan organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya
masyarakat (LSM),

pemuka masyarakat formal dan non formal. Training yang terdiri atas kuliah/pelajaran kelas
dan kunjungan lapang dengan melihat dan mempelajari gejala serangan, cara-cara
pengendalian yang ada. Dalam kegiatan nyata, pembentukan beberapa kelompok tani
berdasar hamparan (seluas 100 ha) dengan satu sekolah lapang (field schools) seluas satu
hektar yang berada di tengah-tengah hamparan tersebut merupakan wahana yang sangat
bermanfaat bagi anggota kelompok tani di bawah bimbingan Pemandu lapang untuk saling
berdiskusi, mencatat dan menganalisis situasi patogen dan perkembangannya dari waktu ke
waktu sesuai dengan kondisi iklim yang ada, serta merumuskan langkahlangkah yang
diperlukan untuk mengelola agar penyakit tidak berkembang hingga taraf merusak dan
merugikan.

Dalam konteks dan skala yang lebih luas (Nasional/Provinsi), petugas Pemandu lapang (PL)
disiapkan melalui program Training of trainer (TOT) secara berjenjang mulai PL-1 untuk
tingkat provinsi, PL-2 pada tingkat kabupaten, dan PL- untuk wilayah kecamatan. Peneliti di
lembaga penelitian dan staf pengajar di Perguruan Tinggi (PTN/PTS) bertindak sebagai
penyedia informasi dan narasumber terutama pada training PL-1. Selanjutnya peserta PL-1
akan menjadi narasumber dalam pelatihan/training PL-2, demikian seterusnya.

Apabila petani kurang memahami (termasuk para petugas penyuluhan) tentang suatu penyakit
dan cara-cara penularannya seringkali dapat berakibat pada penyebaran penyakit secara cepat
dan meluas. Sebagai contoh tidak/kurangnya pengetahuan petani tentang penyakit virus
bercak coklat ubi kayu (Cassava brown

konsekuen. Peranan karantina kecuali melindungi tumbuhan dan hewan juga berusaha untuk
menjaga kualitas melalui sertifikasi karantina. 2 Eradikasi (pembersihan) Setiap tumbuhan
dan bagian-bagiannya yang dikirimkan antar negara selalu mempunyai risiko sebagai
pembawa OPTK yang dapat mengancam produksi pertanian. Oleh sebab itu, setiap media
pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah RI antar area di dalam wilayah RI dikenakan
tindakan karantina. Tindakan karantina meliputi; pemeriksaan, pengamatan, pengasingan,
penahanan, perlakuan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Pelaksaaan karantina
tumbuhan di Indonesia telah didukung oleh peraturan perundang-undangan Indonesia yaitu
UURI Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan PP Nomor
14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Isi peraturan perundang-undangan tentang
karantina tersebut sudah diharmonisasikan dengan ketentuan dan persetujuan internasional
yang ditetapkan melalui persidangan Konvensi Internasional Perlindungan Tumbuhan atau
IPPC. Dalam ketentuan UU No. 16/ diatur persyaratan pemasukan (impor) dan pengeluaran
(ekspor) yang cukup ketat yaitu harus ada Surat Kesehatan Tanaman (Phytosanitary
Certificate) dan Surat Kesehatan Hewan (Animal Health Certificate) dari negara asal maupun
tujuan menyertai komoditas yang

dilalulintaskan. Importir atau eksportir memiliki kewajiban melaporkan tentang tibanya suatu
komoditas untuk kemudian dilakukan pemeriksaan oleh petugas karantina sebelum
dikeluarkan dari daerah Pabean.

I PENDAHULUAN
Hama merupakan semua jenis organisme pengganggu tanaman yang dapat
menimbulkan kerusakan fisik yang dianggap merugikan dan tidak diinginkan
kehadirannya dalam kegiatan bercocok tanam dan dapat menurunkan produktivitas
tanaman budidaya. Untuk mencegah kerugian dan menjaga tanaman dari kerusakan
yang disebabkan oleh hama dan penyakit diperlukan tindakan pencegahan dan
pengendalian secara tepat. Saat ini masih banyak ditemukan penggunaan pestisida
sintetis kimia dan menganggap itu adalah satu-satunya solusi untuk melindungi
tanaman dari kerusakan. Padahal penggunaan pestisida sintetis kimia memiliki
dampak yang buruk terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Pestisida kimia
sintetis apabila digunakan secara terus menerus akan menyebabkan resistensi hama
terhadap suatu bahan aktif pestisida. Bahkan aplikasi pestisida kimia dapat
menimbulkan resurjensi hama, yaitu peledakan atau peningkatan populasi hama
secara cepat. untuk menyelamatkan manusia dan lingkungan dari dampak negative
penggunaan pestisida sintesis kimia maka diperlukan sebuah konsep pengendalian
hama yang sehat dan ramah lingkungan atau biasa disebut dengan sistem
Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Beberapa masalah yang menyebabkan petani gagal menanggulangi hama,
diantaranya adalah:
a) Lemah dalam identifikasi hama dan gejala serangan.
kebanyakan petani hanya mengenal jenis hama yang sedang makan atau
merusak tanaman saja. Tidak semua fase pertumbuhan hama makan atau
merusak tanaman. Contoh serangga hama dari Ordo Lepidoptera yang
berstatus sebagai hama tanaman hanya larvanya saja, sedangkan
ngengat/kupu-kupu, kepompong, kelompok telur tidak makan/merusak
tanaman. Petani kurang mengetahui mengenai metamorfosis serangga. Itu
dapat mempengaruhi identifikasi dan sistem pemantauan menyebabkan waktu
dan tindakan pengendalian tidak tepat. Kebanyakan petani juga belum dapat
membedakan antara hama dan musuh alami (predator, parasitoid, dan patogen
serangga).
b) Tindakan pengendalian yang terlambat
Dikarenakan lemahnya identifikasi hama dan pengenalan gejala kerusakan,
menyebabkan tindakan pengendalian yang terlambat. Terdapat sebuah survei
yang menunjukkan bahwa petani kedelai yang memiliki alat semprot sendiri
hanya berkisar 10-15% saja, sedang yang lain bergantung dari peminjaman
atau sewa. Hal ini menyebabkan keterlambatan petani dalam melakukan
tindakan pengendalian hama kedelai karena alat semprot tidak tersedia
(Marwoto et al. 1991). Populasi hama yang tinggi dan larva sudah mencapai
umur yang lebih lanjut akan lebih kebal terhadap pestisida. Hasil penelitian
Laba dan Soekarna (1986) menunjukkan bahwa ulat grayak pada instar lima
kebal terhadap aplikasi insektisida atau tingkat kematian ulat hanya 40-50%.
c) Aplikasi insektisida yang kurang tepat.
Teknik aplikasi insektisida sering kali tidak tepat sasaran. Dosis pestisida yang
digunakan tidak sesuai dengan dosis anjuran. Dari sebuah survei menyatakan
bahwa petani di Jawa Timur menggunakan insektisida dengan dosis dan

DAFTAR PUSTAKA
Salaki, Christina L, dan Sherlij Dumalang. 2017. Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) pada Tanaman Sayuran di Kota Tomohon Sulawesi Utara. Indonesian
Journal of Community engagement, 2(2), 246-255.
Stern,V,W.,R.F.Smith,R.Van Den Bosch & K.S.Hagen.1959.The Integrated Control
Concept.Hilgardia 29(2):81-101.
Sucipto, A. 1992. Pengendalian Hama Terpadu Sebagai Usaha Peningkatan
Produksi Pertanian Yang Berwawasan Lingkungan; Buletin Ilmu Terpadu No
20 Agustus 1992; UPN ”Veteran”; Yogyakarta.
Untung, K. 1997. Penerapan Prinsip-prinsip PHT pada Sub Sektor Perkebunan.
Bahan Ceramah pada Apresiasi Proyek PHT Tanaman Perkebunan Rakyat.
Cipanas, Jawa Barat. Maret 1997.
Waage, J. 1996. Integrated pest management and biochemistry: An analysis of their
potential. p. 36-47. In G.J. Persley (Ed.). Biotechnology and Integrated Pest
Management. CAB International, Cambridge

Anda mungkin juga menyukai