AGROBIOTEKNOLOGI
OLEH:
000108262022
MAGISTER AGROTEKNOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di bidang pertanian, pengendalian hama menjadi salah satu bagian integral dari
perlindungan tanaman guna memastikan hasil dan kualitas. Hama dapat didefinisikan sebagai
organisme seperti gulma, serangga, bakteri, jamur, virus dan hewan yang memengaruhi gaya
hidup manusia secara tidak menguntungkan. Dalam produksi tanaman, hama menyebabkan
penurunan produktivitas dan kualitas produk di lapangan maupun setelah panen. Pengelolaan
Hama Terpadu (PHT) menyiratkan suatu pendekatan di mana kombinasi metode digunakan
untuk mengelola populasi hama dengan pertimbangan efisiensi ekonomi dan dampak lingkungan
dibandingkan metode peradikatif yang telah digunakan dalam praktik tradisional.
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) memiliki sejarah yang bervariasi, dengan definisi
yang berbeda. Istilah sebelumnya berupa "pengendalian terpadu" digunakan oleh Bartlett pada
tahun 1956 dan Sternet tahun 1959. Mengacu pada konsep mengintegrasikan penggunaan kontrol
biologis dan lainnya dalam cara yang saling melengkapi, istilah ini kemudian diperluas untuk
mencakup penggunaan secara terkoordinasi dari semua praktik biologis, budaya, dan buatan
(Van den Bosch and Stern, 1962). Istilah PHT kemudian dielaborasi sebagai prinsip
menggabungkan, rangkaian lengkap praktik pengelolaan hama dengan tujuan produksi dalam
pendekatan sistemik total. Meskipun demikian, tidak ada definisi PHT yang disepakati secara
universal (Ehi-Eromosele et al., 2013). Orr (2003), memahami IPM sebagai metode rasionalisasi
penggunaan pestisida untuk mencegah atau menunda peningkatan populasi hama yang telah
resisten terhadap pestisida, dan untuk melindungi serangga yang menguntungkan. Saat ini,
kekhawatiran tentang residu pestisida dalam rantai makanan dan lingkungan telah mengarah
pada alternatif untuk menghindari penggunaan pestisida konvensional.
Pada prinsipnya, PHT dapat didefinisikan sebagai sistem yang fleksibel dan holistik.
Pandangan ini memandang agroekosistem sebagai satu kesatuan yang saling terkait, yang
memanfaatkan berbagai teknik biologi, budaya, genetik, fisik, dan kimia yang dapat
menanggulangi/menahan hama di bawah tingkat yang merusak secara ekonomi dengan gangguan
minimum terhadap ekosistem pertanian dan lingkungan sekitarnya (Malena, 1994). Dalam
definisi FAO, Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) adalah pendekatan di tingkat ekosistem untuk
produksi dan perlindungan tanaman yang menggabungkan berbagai strategi dan praktik
pengelolaan untuk menumbuhkan tanaman yang sehat dan meminimalkan penggunaan pestisida
(FAO, 2022). Oleh karena itu, PHT menggunakan campuran taktik pengendalian terbaik untuk
masalah hama tertentu dengan penghitungan hasil panen, keuntungan dan keamanan dari teknik
alternatif lainnya. Definisi lain dari PHT menurut US Environment Protection Agency (2011),
adalah melibatkan pendekatan yang efektif dan sensitif terhadap lingkungan untuk pengelolaan
hama yang mengandalkan kombinasi praktik yang sesuai dengan akal sehat. PHT bisa menjadi
pendekatan ekologi berbasis luas untuk pengendalian hama struktural dan pertanian yang
mengintegrasikan pestisida/herbisida ke dalam sistem manajemen yang menggabungkan
serangkaian praktik untuk pengendalian hama secara ekonomi (US EPA, 2011). Selain itu, PHT
juga meliputi upaya untuk mencegah infestasi, mengamati pola infestasi ketika terjadi, dan
mengintervensi (tanpa racun) ketika dianggap perlu. Akhirnya, PHT adalah pemilihan cerdas dan
penggunaan tindakan pengendalian hama yang memastikan konsekuensi ekonomi, ekologi dan
sosiologis yang menguntungkan (Sandler, 2010).
1.2. Rumusan Masalah
Makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud pengelolaan hama terpadu (THP)?
2. Bagaimana peran bioteknologi dalam PHT ?
1.4. Manfaat
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Makalah ini dapat menjadi bahan informasi bagi masyarakat umum
2. Makalah ini dapat menjadi bahan informasi bagi mahasiswa, instansi pertanian dan
para petani
BAB II
PEMBAHASAN
Agne , S., H. Waibel, & F. Fleischer.1995. Guidelines for pesticide policy studies: A framework
for analyzing economic and political factors of pesticide use in developing countries.
Publication Series 1. Hannover: Pesticide Policy Project.
Agustian, A., & Rachman, B. (2009). Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada
komoditas perkebunan rakyat. Prespektif, 8(1), 30–41.
Amirhusin, B. (2000). Peranan dan Potensi Dietary Insecticidal Protein dalam Rekayasa Genetika
Tanaman Tahan Hama. Buletin AgroBio, 3(2), 74–79.
Azimi, S., Rahmani, S., Tohidfar, M., Ashouri, A., Bandani, A., & Talaei-Hassanlouei, R. (2014).
Interaction between Bt-transgenic cotton and the whitefly’s parasitoid, Encarsia formosa
(Hymenoptera: Aphelinidae). Journal of Plant Protection Research, 54(3), 272–278.
https://doi.org/10.2478/jppr-2014- 0041
Bakhsh, A., Khabbazi, S. D., Baloch, F. S., Demirel, U., Çalişkan, M. E., Hatipoğlu, R., Özcan,
S., & Özkan, H. (2015). Insect-resistant transgenic crops: Retrospect and challenges.
Turkish Journal of Agriculture and Forestry, 39(4), 531–548. https://doi.org/10.3906/tar-
1408-69
Bashir, K., Husnain, T., Fatima, T., Latif, Z., Aks Mehdi, S., & Riazuddin, S. (2004). Field
evaluation and risk assessment of transgenic indica basmati rice. Molecular Breeding,
13(4), 301–312. https://doi.org/10.1023/B:MOLB.0000034078.54872.25
Bent, A. F., & Yu, I. ching. (1999). Applications of Molecular Biology to Plant Disease and
Insect Resistance. Advances in Agronomy, 66(C), 251–298.
https://doi.org/10.1016/S0065-2113(08)60429-0