Anda di halaman 1dari 19

MODUL PEMBELAJARAN

MATA KULIAH PENGELOLAAN


HAMA DAN PENYAKIT

Ni Luh Riskayanti
E 281 17 357
Program Studi Agroteknnologi
Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako
Palu
2020
Pengelolaan Hama dan
Penyakit Terpadu

PENDAHULUAN

Proses belajar mengajar merupakan hal yang tidak lepas dari dunia pendidikan. Proses ini

melibatkan berbagai kegiatan atau tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Berhasil atau

tidaknya proses belajar mengajar terlihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa setelah proses

belajar mengajar berlangsung.

Seringkali mahasiswa jenuh karena kebanyakan dari mereka hanya menjadi penonton pasif

dalam proses belajar mengajar. Terkadang mereka hanya mendengarkan penyampaian dosen

tanpa adanya timbal balik dalam pembelajaran. Maka dari itu perlu dilakukannya strategi dan

upaya untuk mengurangi kejenuhan salah satunya adalah dengan pengembangan bahan ajar

kedalam berbagai bentuk misalnya bahan ajar berupa modul.

Modul ini merupakan kuliah pengantar umum matakuliah Pengelolaan Hama dan Penyakit

Terpadu. Modul ini terdiri dari dua kegiatan belajar yaitu :

Kegiatan Belajar 1 : Konsep Pengelolaan Hama Terpadu.

Kegiatan Belajar 2 : Komponen Pengendalian Hama Terpadu.


KEGIATAN BELAJAR 1
KONSEP PENGELOLAAN HAMA TERPADU

A. Pengertian Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian hama terpadu adalah suatu konsep dalam upaya pengendalian populasi atau

tingkat serangan hama atas pertimbangan ekologi dan ekonomi agar terciptanya suatu musuh

alami dan organism penggang tumbuhan yang ada pada ekosistem tertentu. Sedangkan

pertimbangan pengendalian dalam menggunakan teknik pengendalian tertentu terhadap biaya

yang dikeluarkan. Pengendalian hama terpadu lebih memberatkan pada pengendalian secara

alami dan diusahakan untuk tidak menggangu agroekosistem.

Adapun tujuan dari pengendalian hama terpadu adalah sebagai berikut :

a. Memantapkan produktivitas yang tinggi dan meminimalisir kehilangan asli.

b. Memperhatikan kelestarian lingkungan.

c. Melindungi kesehatan konsumen dan produsen.

d. Meningkatkan efesiensi faktor produksi.

B. Prinsip Dasar Sistem Pengendalian Hama Terpadu

Ada empat prinsip dasar yang mendorong penerapan PHT secara nasional, terutama dalam

rangka program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

1. Budidaya tanaman sehat.

Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian yang penting dalam program

pengendalian hama penyakit. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap

serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama

dan penyakit tersebut. Oleh karena itu, setiap usaha dalam budidaya tanaman seperti

pemilihan varietas, penyemaian, pemeliharaan tanaman sampai penanganan hasil panen


perlu diperhatikan agar diperoleh pertanaman yang sehat, kuat dan produktif serta hasil

panen yang tinggi.

2. Pemanfaatan musuh alami.

Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang potensial merupakan

tulang punggung pengendalian hama terpadu. Dengan adanya musuh alami yang mampu

menekan populasi hama diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan

populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak melampaui

ambang toleransi tanaman.

3. Pengamatan rutin atau pemanfaatan.

Agroekosistem bersifat dinamis, karena banayk faktor didalamnya yang saling

mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan

musuh alaminya serta untuk mengetahui kondisi tanaman, harus dilakukan pengamatan

secara rutin. Informasi yang diperoleh digunakan sebagai dasar tindakan yang akan

dilakukan.

4. Petani sebagai ahli PHT.

Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem seteempat. Rekomendasi

PHT hendaknya dikembangkan oleh petani sendiri. Agar petani mampu menerapkan

PHT, diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui pelatihan baik secara formal

maupun informal.
C. Ciri-ciri Pengendalian Hama Tepadu

Pengendalian hama terpadu merupakan sistem pengendalian hama dan penyakit yang

berwawasan lingkungan untuk pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Oleh karena itu suatu

konsep pengendalian hama dapat dikatakan sebagai sistem PHT jika menncerminkan konsep

pengendalian hama dan penyakit yang ramah lingkungan dengan ciri-ciri :

1. Penerapan sistem pengendalian PHT dilakukan secara bersistem, terpadu dan

terkoordinasi dengan baik.

2. Sasarannya adalah produksi dan ekonomi tercapai tanpa merusak lingkungan hidup dan

aman bagi kesehatan manusia.

3. Mempertahankan produksi dan mengedepankan kualitas produk pertanian.

4. Mempertahankan populasi hama atau tingkat serangan hama dibawah AE/AK/AT.

5. Mengurangi dan membatasi pengggunaan pestisida kimia.

6. Penggunaan pestisida kimia merupakan alternativ terakhir apabila teknik pengendalian

yang ramah lingkungan sudah tidak mampu mengatasi.

Sifat dasar pengendalian hama terpadu berbeda dengan pengendalian hama secara

konvensional yang saat ini masih banyak dipraktekkan. Dalam PHT, tujuan utama bukanlah

pemusnahan, pembasmian atau pemberatasan hama. Melainkan berupa pengendalian populasi

hama agar tetap berada di bawah aras yang tidak mengakibatkan kerugian secara ekonomi.

D. Langkah-langkah Pengembangan Pengendalian Hama terpadu

Pengembangan sistem PHT didasarkan pada keadaan agroekosistem setempat. Sehingga

pengembangan PHT pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan pengembangan di daerah lain.

Sistem PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat petani

setempat.
Para ahli dan lembaga-lembaga internasional seperti FAO menyarankan langkah

pengembangan PHT agak berbeda satu sama lain. Namun diantara saran-saran mereka banyak

persamaan. Perbedaannya terutama terletak pada penekanan dan urutan-urutan langkah-langkah

yang harus ditempuh. Menurut Smith dan Apple (1978), langkah langkah pokok yang perlu

dikerjakan dalam pengembangan PHT adalah sebagai berikut:

1. Mengenal Status Hama yang Dikelola

Hama-hama yang menyerang pada suatu agroekosistem, perlu dikenal dengan baik.

Sifat-sifat hama perlu diketahui, meliputi perilaku hama, dinamika perkembangan populasi,

tingkat kesukaan makanan, dan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. Pengenalan hama dapat

dilakukan melalui identifikasi dan hasil analisis status hama yang ada.

Dalam suatu agroekosistem, kelompok hama yang ada bisa dikategorikan atas hama

utama, hama kadangkala (hama minor), hama potensil, hama migran dan bukan hama. Dengan

mempelajari dan mengetahui status hama, dapat ditetapkan jenjang toleransi ekonomi untuk

masing-masing kategori hama. Satu jenis serangga dalam kondisi tempat dan waktu tertentu

dapat berubah status, misal dari hama potensil menjadi hama utama, atau dari hama utama

kemudian menjadi hama minor.

2. Mempelajari Komponen Saling Tindak dalam Ekosistem

Komponen suatu ekosistem perlu ditelaah dan dipelajari. Terutama yang mempengaruhi

dinamika perkembangan populasi hama-hama utama. Termasuk dalam langkah ini, ialah

menginventarisir musuh-musuh alami, sekaligus mengetahui potensi mereka sebagai pengendali

alami.
Interaksi antar berbagai komponen biotis dan abiotis, dinamika populasi hama dan

musuh alami, studi fenologi tanaman dan hama, studi sebaran hama dan lain-lain, merupakan

bahan yang sangat diperlukan untuk menetapkan strategi pengendalian hama yang tepat.

3. Penetapan dan Pengembangan Ambang Ekonomi

Ambang ekonomi atau ambang pengendalian sering juga diistilahkan sebagai ambang

toleransi ekonomik. Ambang ini merupakan ketetapan tentang pengambilan keputusan, kapan

harus dilaksanakan penggunaan pestisida. Apabila ternyata populasi atau kerusakan hama belum

mencapai aras tersebut, penggunaan pestisida masih belum diperlukan.

4. Pengembangan Sistem Pengamatan dan Monitoring Hama

Untuk mengetahui padat populasi hama pada suatu waktu dan tempat, yang berkaitan

terhadap ambang ekonomi hama tersebut, dibutuhkan program pengamatan / monitoring hama

secara rutin dan terorganisasi dengan baik.

5. Pengembangan Model Deskriptif dan Peramalan Hama

Dengan mengetahui gejolak populasi hama dan hubungannya dengan komponen-

komponen ekosistem lainnya, maka perlu dikembangkan model kuantitatif yang dinamis. Model

yang dikembangkan diharapkan mampu menggambarkan gejolak populasi dan kerusakan yang

ditimbulkan pada waktu yang akan datang. Sehingga, akan dapat diperkirakan dinamika

populasi, sekaligus mempertimbangkan bagaimana penanganan agar tidak sampai terjadi ledakan

populasi yang merugikan secara ekonomi.

6. Pengembangan Srategi Pengelolaan Hama

Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik pengendalian ganda dalam suatu

kesatuan sistem yang terkordinasi. Strategi PHT mengusahakan agar populasi atau kerusakan
yang ditimbulkan hama tetap berada di bawah aras toleransi manusia. Beberapa taktik dasar PHT

antara lain :

(1). Memanfaatkan pengendalian hayati yang asli ditempat tersebut

(2). Mengoptimalkan pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik yang

baik, dan

(3). Penggunaan pestisida secara selektif.

Srategi pengelolaan hama berdasarkan PHT, menempatkan pestisida sebagai alternatif

terakhir. Pestisida digunakan, jika teknik pengendalian yang lain dianggap tidak mampu

mengendalikan serangan hama.

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan

berikut !

1) Apakah yang dimaksudkan dengan pengendalian hama terpadu ?

2) Bagaimana prinsip pengendalian hama terpadu ?

3) Sebutkan dan jelaskan ciri-ciri pengendalian hama terpadu ?

4) Jelaskan langkah-langkah pengembangan pengendalian hama terpadu berdasarkan

pemahamanmu !
KEGIATAN BELAJAR 2
KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADU

A. Faktor Penyebab Timbulnya Peledakan Hama

Menurut Stern, Smith, Van Den Bosch dan Hagen (1959) ada 3 keadaan yang menyebabkan

timbulnya ledakan hama yaitu sebagai berikut :

1. Pemasukan spesies tanaman baru.

Pemasukan spesies tanaman baru yang sebelumnya tidak ada di daerah tersebut, sering

menciptakan kondisi yang tidak sesuai untuk peningkatan populasi serangga hama. Contoh :

tanaman alfalfa (dimasukkan ke California) dan dibudidayakan oleh petani untuk makan ternak,

maka perkembangan kupu-kupu alfalfa (Colias philodice erytheme) meningkat dan merusak

secara ekonomi.

2. Pemindahan hama melewati batas genetik.

Binatang arthropoda dapat timbul sebagai hama setelah dipindahkan atau ikut pindah

sehingga melewati batas-batas geografi tertentu dan berhasil meninggalkan M.A nya yang ada di

tempat asalnya.

3. Perubahan toleransi manusia. Binatang arthropoda (serangga) digolongkan statusnya

sebagai hama yang sebelumnya tidak dianggap sebagai hama, hal ini karena menusia

menurunkan toleransinya terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh hama.

Menurut Pimentel (1982) faktor yang menyebabkan peledakan hama yaitu sebagai

berikut :

1. Pertanaman monokultur.

Dalam sistem lingkungan petanian didapatkan komunitas biotik yang lebih sederhana

kaerna hanya ditanam satu jenis tanaman tertentu dalam waktu yang lama dengan daerah yang
luas. Keadaan yang seperti ini kurang stabil sehingga memberikan lingkungn yang sesuai bagi

peningkatan populasi hama.

2. Pemasukan jenis tanaman baru.

Jenis tanaman baru tidak dapat menahan serangan organisme-organisme yang asli di

ekosistem tersebut.

3. Pemasukan spesies hewan baru.

Sering terjadi pemasukan hewan pada suatu daerah dan akhirnya menjadi hama di daerah

baru tersebut, hal nini karena pengen dalian alami hama baru tersebut masih belum tersedia

(berkembang) di daerah tersebut.

4. Pemindahan tanaman ke daerah yang berbeda iklim.

5. Hasil pemuliaan tanaman.

Tujuan seleksi tanaman mendapatkan varietas tanaman baru yang mempunyai kualitas

dan produksi tinggi, tetapi sering varietas tersebut memiliki sifat yang peka terhadap hama dan

penyakit tertentu karena sifat-sifat ketahanan tetua (induknya) tidak terbawa pada varietas baru

tersebut.

6. Berkurangnya keanekaragaman genetik.

Banyak hama dan penyakit teanaman yang memiliki variabilitas genetik yang mampu

mengatasi faktor ketahanan tunggal yang ada pada tanaman inangnya.

7. Jarak tanam.

Pada petak-petak pertanaman, kerapatan tanaman diatur sedemikian rupa sehingga dapat

menjamin pertumbuhan tanaman yang optimal dan memperoleh hasil yang maksimum.

Pengaturn tanaman dan penjarakan akan merubah habitat ekologi sehingga memudahkan hama

untuk mencapai tanaman inangnya.


8. Penanaman terus menerus.

Dalam ekosistem pertanian beberapa jenis tanaman tertentu yang diusahakan manusia

tumbuh di tempat yangvsama dari tahun ke tahun. Hal ini akan mengakibatkan hama tersebut

akan semakin berkembang dan meningkatkan jumlahnya sehingga dapat mengakibatkan

kerugian yang besar.

9. Unsur hara tanah.

Pemupukan akan berpengaruh terhadap kandungan unsure dalam jaringan tanaman yang

secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat kepadatan populasi hama yang akan makan

tanaman tersebut.

10. Masa tanam.

Seringkali tanaman terhindar dari serangan hama karena masa tanamnya tidak sesuai

dengan perkembangan populasi hama dilapangan (fenologi antara hama dan fenologi tanaman

inangnya tidak sesuai).

11. Asosiasi antara tanaman dan hama.

Beberapa jenis hama mampu memakan beberapa spesies tanaman inangnya, mereka akan

pindah dari satu jenis tanaman ke jenis tanaman lain apabila tanaman pertama berkurang,

sehingga berakibat serangan hama pada tanaman kedua akan meningkat.

12. Penggunaan pestisida yang merubah fisiologi tanaman

Pestisida merupakan biosida yang potensial sehingga penggunaannya kadang-kadang

dapat mempengaruhi atau merubah fisiologi tanaman. Pengggunaan pestisida secara berlebihan

juga akan menyebabkan resistensi hama dan kemudian akan mengalami resugensi.
B. Komponen Dari Pengendalian Hama Terpadu.

Adapun beberapa komponen dari pengendalian hama terpadu adalah sebagai berikut :

1. Pengendalian dengan karantina.

Karantina dibentuk untuk mencegah pemasukan, kemapanan atau penyebaran hama dan

patogen. Hama dan patogen dapat terbawa masuk ke suatu wilayah melalui manusia, binatang

maupun produk-produk yang berasal dari binatang dan tumbuhan.

Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan

Tumbuhan. Karantina didefinisikan sebagai tempat pengasingan dan atau tindakan sebagai upaya

pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit (organisme penggangu) dari luar negeri

atau dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari wilayah negara Republik

Indonesia.

Tujuan pelaksanaan fungsi karantina ini adalah:

a. Mencegah masuknya OPTK dari luar negeri ke dalam wilayah negera Republik

Indonesia.

b. Mencegah tersebarnya OPTK dari suatu area ke area lain di dalam wilaya negara

Republik Indonesia.

c. Mencegah keluarnya OPT tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila

negara tujuan menghendakinya.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995 Tentang

Perlindungan Tanaman, Perlindungan tanaman pada hakekatnya adalah suatu rangkaian kegiatan

untuk mencegah atau mengurangi organisme pengganggu tanaman melalui upaya pencegahan,

pengendalian dan eradikasi organisme penggangu tanaman.


Dalam pelaksanaanya perlindungan tanaman dilakukan dengan sistem pengendalian hama

terpadu, yaitu perpaduan dari berbagai teknik pengendalian dalam suatu rencana. Adapun cara

pengendaliannya antara lain melalui cara fisik,mekanik, budidaya, biologi, genetik, kimiawi dan

cara lain sesuai perkembangan teknologi.

2. Pengendalian secara fisik.

Pengendalian fisik adalah tindakan yang dilakukan dengan tujuan secara langsung dan

tidak langsung dengan mematikan hama untuk mengurangi populasi hama, mengganggu aktifitas

fisiologis hama yang normal dan mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi

kehidupan dan perkembangan hama.

Penerapan pengendalian secara fisik harus dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh

tentang ekologi serangga hama, karena setiap jenis serangga memiliki batas toleransi teradap

faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, bunyi, sinar, spectrum elektromagnetik, dll. Dengan

mengetahui ekologi serangan hama sasaran kita dapat mengetahui kapan, dimana dan bagaimana

tindakan fisik kita lakukan agar diperoleh hasil seefektif dan seefeisen mungkin.

Teknik pengendalian hama secara fisik dapat dilakukan dengan cara :

a. Perlakuan panas dan kebasahan. Dilakukan dengan pengeringan lahan untuk hama

keong, penggenangan untuk sarang-sarang tikus, pembajakan lahan untuk hama uret

dan pembakaran bagian tanaman yang terserang hama.

b. Penggunaan lampu perangkap. Ditujukann untuk hama noktural, diperlukan intensif

dan banyak perangkap, peralatan memerlukan sumber listrik dan kemungkinan hama

yang tidak tertangkap ada.

c. Penggunaan perangkap warna. Perlu penelitian tentang warna-warna yang memikat

hama, biasanya warna kuning memikat lebih banyak serangga dan kemungkinan
musuh alami juga dapat terperangkap, diperlukan banyak perangkap, dipasang

dipertanaman dn sekitarnya, perlu pergantian perangkap secara terjadwal.

d. Pengasapan untuk memodifikasi lingkungan, merupakan usaha kuraktif dan perlu

usaha proaktif, dilakukan berdasarkan pengetahuan biologi hama yang membutuhkan

oksigen.

e. Penggunaan gelombang suara. Secara teoritik intensitas suara tinggi untuk merusak

serangga, intensitas suara lemah untuk mengusir serangga dan menekan kemudian

mendengarkan suara untuk mengganggu perilaku hama.

3. Pengendalian secara mekanik.

Pengendalian mekanik adalah perlakuan atau tindakan yang bertujuan untuk mematikan

atau memindahkan hama secara langsung, baik dengan tangan atau dengan bantuan alat dan

bahan lain. Cara ini mampu menurunkan populasi hama secara nyata, bila dilakukan dengan

tepat dapat menyelamatkan hasil tanaman. Pengendalian ini dapat diterapkan pada areal yang

sempit/kecil karena harus dilakukan secara berulang dan membutuhkan banyak tenaga. Teknik

pengendalian secara mekanik dapat dilakukan dengan cara :

a. Pengambilan langsung dengan tangan. Perlu intensif mencari hama yang ada di

pertanaman, dapat menggunakan alat bantu untuk memotong atau memangkas

bagian tanaman yang terserang hama.

b. Gropyokan. Perlu kekompakan dan banyak personil, dilakukan pada waktu pratanam

dan pascapanen, dapat menggunakan alat bantu misalnya alat pemukul dan cangkul.

c. Pemasangan alat perangkap. Diperlukan pengetahuan perilaku hama sasaran, dapat

ditambah zat-zat pemikat.


d. Pengusiran. Dibutuhkan alat bantu patung-patungan, penghalauan dengan suara

gaduh dan perlu pengetahuan perilaku hama sasaran.

4. Pengendalian secara hayati.

Pengendalian secara hayati adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk

mengendalikan hama. Pengendalian hayati dilandasi oleh pengetahuan dasar ekologi terutama

teori pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan dinamis ekosistem. Musuh

alami yang terdiri dari parasitoid, predator dan pathogen serangga hama merupakan pengendali

alami utama hama yang bekerja secara tergantung kepadatan. Keberadaan musuh alami tidak

dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangan hama. Peningkatan populasi hama yang

dapat mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani antara lain disebabkan oleh keadaan

lingkungan yang kurang memberikan kesempatan kompleks musuh alami menjalankan

fungsinya.

5. Pengendalian dengan varietas tahan.

Penanaman dengan varietas tahan hama merupakan usaha teknik budidaya untuk

mengurangi kerusakan tanaman dan mengurangi kesesuaian ekosistem hama. Dalam PHT

populasi hama dipertahankan di bawah ambang ekonomi dan oleh karena itu sistem ini sangat

efektif untuk serangga hama yang mempunyai laju pperkembangan populasi yang lambat dan

terbatas (Ponti, 1982). Pada varietas yang rentan, populasi akan meningkat dengan cepat

sehingga mempengaruhi efektifitas dan stabilitas PHT.

Beberapa varietas tanaman tertentu kuran dapat diserang oleh serangga hama atau

kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan

varietas lain. Varietas tahan tersebut mempunyai satu atau lebih sifat-sifat fisik atau fisiologis
yang memungkinkan tanaman tersebut dapat melawan terhadap serangan hama. Mekanisme

ketahanan tersebut secara kasar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Toleransi

Tanaman yang memiliki kemampuan melawan serangan serangga dan mampu hidup

terus serta tetap mampu berproduksi, dapat dikatakan sebagai tanaman yang toleran terhadap

hama. Toleransi ini sering juga tergantung pada kemampuan tanaman untuk mengganti jaringan

yang terserang, dan keadaan ini berhubungan dengan fase pertumbuhan dan kerapatan hama

yang menyerang pada suatu saat.

b. Antibiosis

Tanaman-tanaman yang mengandung toksin (racun) biasanya memberi pengaruh

yang kurang baik terhadap serangga. Tanaman yang demikian dikatakan bersifat antibiosis.

Tanaman ini akan mempengaruhi banyaknya bagian tanaman yang dimakan hama, dapat

menurutkan kemampuan berkembang biak dari hama dan memperbesar kematian serangga.

Tanaman kapas yang mengandung senyawa gossypol dengan kadar tinggi mempunyai ketahanan

yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang mengandung kadar yang lebih rendah, karena

bahan kimia ini bekerja sebagai antibiosis terhadap jenis serangga tertentu.

c. Non prefens

Jenis tanaman tertentu mempunyai sifat fisik dan khemis yang tidak disukai serangga.

Sifat-sifat tersebut dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa dan banyaknya rambut sehingga

menyulitkan serangga untuk meletakkan telur, makan atau berlindung. Pada satu spesies tanaman

dapat pula terjadi bahwa satu tanaman kurang dapat terserang serangga dibanding yang lain. Hal

ini disebabkan adanya perbedaan sifat yang ada sehingga dapat lebih menarik lagi bagi serangga

untuk memakan atau meletakkan telur. Contoh pengendalian hama yang telah memanfaatkan
varietas tahan adalah pengendalian terhadap wereng coklat pada tanaman padi, pengendalian

terhadap kutu loncat pada lamtoro, pengendalian terhadap Empoasca pada tanaman kapas.

6. Pengendalian secara kultur teknis.

Kultur teknis adalah kegiatan yang dapat mengubah lingkungan menjadi kurang sesuai

bagi perkembangan hama penyakit atau mengalihkan perhatian hama penyakit sehingga tanaman

utama terbebas dari gangguan hama penyakit. Pengendalian secara kultur teknis mempunyai

kelebihan dan kekurangan, kelebihannya adalah tidak memerlukan pengeluaran biaya tambahan,

dan tidak menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan pada lingkungan serta dapat dengan

mudah dilakukan dengan oleh petani. Kekurangannya adalah hasilnya tidak dapat diperhitungkan

secara pasti dan kurang efektif sehingga teknik ini harus dipadukan dengan cara-cara

pengendalian lain. Teknik pengendalian dengan kultur teknis dapat dilakukan dengan sanitasi,

pengelolaan tanah, pengelolaan air, pergiliran tanaman, pengosongan lahan, pemupukan

berimbang, penggunaan mulsa dan penggunaan tanaman perangkap.

7. Pengendalian secara genetik.

Pengendalian ini lebih ditujukan terhadap usaha-usaha rekayasa genetika untuk

menciptakan tanaman yang tahan serangan OPT tertentu ataupun dengan manipulasi genetik

OPT sehingga POT tersebut tidak dapat berkembang biak.

8. Pengendalian secara kimia.

Pengendalian kimia merupakan cara pengendalian yang serig dilakukan karena mudah

diterapkan dan hasilnya cepat terlihat, namum apabila penggunaannya kurang bijaksana akan

mencemari lingkungan. Penggunaan insektisida untuk pengendalian hama sebaiknya digunakan

bila cara pengendalian yang lain sudah tidak efektif untuk menekan populasi hama. Oleh karena

itu aplikasinya harus didasarkan pada nilai ambang kendali hama yang akan dikendalikan.
Insektisida yang digunakan sebaiknnya yang bersifat selektif, artinya insektisida tersebut efektif

terjhadap hama sasaran dan aman terhadap musuh alami hama.

Penggunaan pestisida secara berlebihan untuk mengendalikan hama dapat memiliki

pengaruh samping mematikan parasit dan predator, pencemaran hasil pertanian, dan peracunan

hewan, ternak dan manusia. Selain jenis insektisida, waktu dan cara aplikasi juga merupakan

faktor yang menentukan efektivitas pengendalian. Penyemprotan sebaiknya diakukan pada pagi

hari yang cerah (tidak hujan) dan tidak berangin, agar takaran insektisida yang diberikan dapat

diambil tanaman secara maksimal.

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan

berikut !

1. Sebutkan dan jelaskan komponen pengendalian hama terpadu yang kalian ketahui !

2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi peledakan hama menurut Pimentel (1982) ?

3. Menurut anda pengendalian apa yang paling efektik dilakukan dalam mengendalikan

OPT ?
DAFTAR PUSTAKA

http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/59637/LANGKAH-PENGEMBANGAN-
PENGENDALIAN-HAMA-TERPADU/

Indiati, S.W dan Marwoto. 2017. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada Tanaman Kedelai.
Buletin Palawija. Vol.15 No. 2:87-100.

Pimentel, D. 1982. Perspective of integrated pest management. Crop Protect. 1:5-26 stem et al
(1959): The Past, Present, and Future of IPM.
Stern, V.W., R.F. Smith, R. Van Den Bosch & K.S. Hagen. 1959. The Integrated Pest Control.
Proc. FAO. Symposium on Integrated Pest Control I : 11-17

Anda mungkin juga menyukai