Anda di halaman 1dari 16

KALIBRASI SPRAYER

(Laporan Praktikum Herbisida dan Lingkungan)

Oleh
Ajeng Maraaini
1914161013

JURUSAN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki tingkat kesuburan
tanaman yang baik. Berbagai jenis tanaman dan tumbuhan dapat tumbuh dengan
subur. Salah satu kelompok tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik adalah
kelompok gulma-gulmaan. Gulma menjadi salah satu tantangan pada budidaya
tanaman. Hal tersebut dikarenakan gulma menyebabkan terjadinya kehilangan
hasil produksi tanaman budidaya. Oleh karena itu, tumbuhan kelompok ini harus
bisa dicegah sedemikian rupa pertumbuhannya karena termasuk pengganggu bagi
pertumbuhan tanaman sekitarnya (Azima, 2013).

Metode yang digunakan untuk mengendalikan gulma salah satunya yaitu


menggunakan herbisida. Herbisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk
menekan pertumbuhan atau mematikan gulma. Bahan-bahan yang terkandung
dalam herbisida terkadang memiliki variasi dari setiap merk dagang yang ada di
kalangan masyarakat khususnya para petani. Aplikasi herbisida untuk tanaman
juga memiliki beberapa variasi teknik penggunaan. Penggunaan herbisida menjadi
salah satu tindakan pengendalian gulma dengan mempertimbangkan aspek biaya,
tenaga kerja dan waktu yang relatif rendah (Monaco et al., 2002 dalam
Hasanuddin et al., 2013).

Pertanian dengan skala industri besar mengaplikasikan herbisida dengan teknik


penyemprotan menggunakan drone (pesawat tanpa awak). Untuk para petani
dengan skala industri kecil, herbisida biasanya disemprotkan dengan sprayer
gendong secara manual. Penggunaan alat semprot herbisida ini perlu dilakukan
kalibrasi terlebih dahulu dan disesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini dilakukan
untuk meminimalisir terjadinya kekeliruan dan pemakaian herbisida menjadi
efektif (Guntur et al., 2016).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa bisa melakukan kalibrasi
sprayer dan mampu menghitung parameter-parameter yang diperlukan dan
tujuan kalibrasi yang dicari dengan menggunakan metode luas dan waktu.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma dapat diartikan sebagai proses pembasmian gulma sehingga


tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien. Pengendalian gulma
pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing tanaman pokok
dan melemahkan kemampuan kompetisi gulma (Nainggolan 2014). Pengendalian
gulma yang kerap dilakukan di kebun adalah secara mekanik dan kimiawi.
Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan menggunakan cangkul, garpu,
kored, parang, dan dengan alat modern seperti traktor. Pengendalian kimiawi
dilakukan dengan pemanfaatan herbisida. Pemakaian herbisida yang efektif dalam
penanganan gulma dapat memberikan hasil yang positif, baik dari segi
pengendalian populasi gulma maupun biaya (Yuniarko, 2010). Menurut Hayata et
al., (2016) melaporkan bahwa pengendalian gulma secara kimia lebih efektif
menekan pertumbuhan gulma karena daya tumbuh kembali gulma lebih kecil,
sedangkan secara manual walaupun dapat mencabut gulma secara langsung
namun gulma mudah tumbuh kembali.

2.2 Herbisida

Penggunaan herbisida dapat mengendalikan gulma secara kimiawi. Pendapat


(Yuniarko, 2010), herbisida merupakan senyawa kimia yang mampu menghambat
pertumbuhan bahkan mematikan tumbuhan. Berdasarkan cara kerja nya, herbisida
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu herbisida kontak dan herbisida sistemik. Herbisida
kontak bekerja pada bagian yang terkena herbisida saja, sedangkan herbisida
sitemik adalah herbisida yang menuju ke jaringan tumbuhan. Untuk memberantas
gulma pengganggu tanaman perlu diperhatikan bahan aktif yang terdapat pada
herbisida tersebut, misalnya dengan penggunaan herbisida yang memiliki
senyawa kimia glifosat dan paraquat yang mampu mengendalikan semua jenis
gulma dan berproses secara cepat menimbulkan efek bakar pada jaringan yang
terkena (Sembiring, 2019).

2.3 Sprayer

Spayer adalah salah satu kinerja pengabutan dapat dilihat dari ukuran butiran
semprot (droplet) dan kerapatan droplet yang dihasilkan pada saat pengabutan.
Salah satu cara untuk mengendalikan tanaman dari serangan gulma adalah dengan
menggunakan metode pengabutan herbisida. Pengendalian gulma dengan
menggunakan bahan kimia yang diberikan ke sekitar tanaman bertujuan agar
menghambat/mematikan pertumbuhan gulma. Sprayer digunakan untuk
mengabutkan herbisida untuk disebar ke daun-daun gulma. Larutan herbisida
dipecah menjadi butiran-butiran halus agar pemberian herbisida di sekitar
tanaman dapat merata dan masuk ke stomata gulma sehingga kinerjanya optimal.
Butiran halus dihasilkan dari butiran semprot (droplet) pada bagian ujungsprayer.
Sumber tekanan pada sprayer dapat dihasilkan oleh tekanan udara, tekanan cairan,
maupun tekanan yang dihasilkan dari gabungan tekanan udara dan cairan.
Perbedaan tekanan mempengaruhi jumlah droplet yang dikeluarkan (Rahman dan
Yamin 2014).

2.4 Kalibrasi Alat Semprot

Kalibrasi adalah kegiatan memperoleh nilai kebenaran dari suatu alat ukur dan
ketidakpastiannya. Pada kegiatan penyemprotan herbisida, hasil kalibrasi
penyemprotan akan menunjukkan kondisi alat, kebutuhan air, konsentrasi
herbisida dan kebutuhan herbisida per tangki knapsack sprayer. Hasil kalibrasi
penyemprotan dapat berbeda-beda tergantung dari jenis nozzle yang digunakan.
Informasi hasil kalibrasi yang berbeda akan mempengaruhi kebutuhan herbisida
dan air yang diperlukan (Darmawan & Istirohah, 2016).
2.5 Metode Luas Dan Metode Waktu

Metode luas lebih mudah diterapkan untuk penyemprotan lahan berkala


sempitatau pada tingkat petani yang biasanya menggunakan alat semprot
punggung.Metode ini bertujuan untuk menentukan volume semprot.Syarat utama
penerapan metode luas adalah tekanan dalam tangki dan kecepatan jalan
operatorharus konstan.2.Metode WaktuMetode waktu baru dapat dilakukan
apabila sudah ditentukan volume semprotnya.Tujuan kalibrasi dengan
menggunakan metode ini adalah untukmenentukan kecepatan jalan operator.Oleh
karena itu,metode ini lebih mudah diterapkan apabila penyemprotan herbisida
dilakukan dengan menggunakan boom sprayer atau dengan tractor (Nanik, 2012).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil yang diperoleh pada praktikum ini adalah :

Tabel 3.1.1 Kalibrasi Sprayer Metode Luas

Luas bidang yang disemprot : 5 m × 5 m

Air yang Air Terpakai Volume


Ulangan Air Sisa (l)
dimasukkan (l) (l) Semprot (l/ha)
Warna Nosel : Hijau (1 m)
1 4 2.3 1.7 680
2 4 2.4 1.6 640
3 4 2.3 1.7 680
Rataan 4 2.3 1.67 666,7
Warna Nosel : Biru (1,5 m)
1 5 3.1 1.9 760
2 5 3.2 1.8 720
3 5 3.3 1.7 680
Rataan 5 3.2 1.8 720
Tabel 3.1.2 Kalibrasi Sprayer Metode Waktu

Volume semprot 400 l/ha (200 × 100 m)


Ulangan Debit Waktu yang Jarak yang Kecepatan Jalan
Nosel diperlukan/ha ditempuh/ha (m/menit)
(ml/menit) (menit) (m)
Warna Nosel : Merah (2 m)
1 2.5 160000 10000 10000m/160000menit
2 2.1 190476.2 10000 10000m/190476.2menit
3 2.3 173913 10000 10000m/173913menit
Rataan
2.3 174796.4 10000 10000m/174796.4menit
Warna Nosel : Biru (1,5 m)
1 1.2 333333.3 13333.3 13333.3m/333333.3menit
2 1.1 363636.4 13333.3 13333.3m/363636.4menit
3 1.3 307692.3 13333.3 13333.3m/307692.3menit
Rataan
1.2 334887.3 13333.3 13333.3m/334887.3menit

3.2 Pembahasan

Metode luas dan metode waktu digunakan untuk mengkalibrasi sprayer yang
akan digunakan untuk mengaplikasikan herbsida. Nozzle yang digunakan terdiri
dari nozzle hijau dengan lebar bidang semprot 1 meter dan nozzle biru dengan
lebar bidang semprot 1,5 meter. Luas petakan areal yang digunakan ialah seluas
25 m atau petakan berukuran 5 m x 5 m sehingga apabila nozzle yang digunakan
berwarna hijau maka operator harus berjalan sebanyak 1 x 10 m dan 1,5 x 10 m
apabila menggunakan nozzle biru. Pada tabel pengamatan metode luas
menggunakan nozzle berwarna hijau yang dilakukan sebanyak 3 ulangan, air yang
dimasukkan ke dalam tangki sprayer adalah sebanyak 4 L yang kemudian
disemprotkan secara merata sehingga sisa air yang berada dalam tangki sebanyak
2,3 L pada ulangan satu, 2,4 L pada ulangan dua, dan 2,3 L pada ulangan tiga.
Berdasarkan data tersebut, air yang terpakai adalah sebanyak 1,7 L pada ulangan
satu, 1,6 L pada ulangan dua, dan 1,7 L pada ulangan tiga. Dengan demikian,
dihasilkan volume semprot tiap hektar lahan diantaranya 680 L/ha pada ulangan
satu, 640 L/ha pada ulangan dua, dan 680 L/ha pada ulangan tiga. Dari ketiga
ulangan tersebut didapat rata-rata air yang dimasukkan yaitu 4 Liter. Rata-rata
dari sisa air yaitu 2,3 liter, Air yang terpakai rata-rata yang dihasilkan yaitu 1,67
liter dan rata-rata dari volume semprot yang dihasilkan yaitu 666,7 L/ha.

Berdasarkan tabel pengamatan kalibrasi metode luas menggunakan nozzle biru,


dilakukan sebanyak 3 ulangan, air yang dimasukkan ke dalam tangki sprayer
adalah sebanyak 5 L yang kemudian disemprotkan secara merata sehingga sisa air
yang berada dalam tangki sebanyak 3,1 L pada ulangan satu, 3,2 L pada ulangan
dua, dan 3,3 L pada ulangan tiga. Berdasarkan data tersebut, air yang terpakai
adalah sebanyak 1,9 L pada ulangan satu, 1,8 L pada ulangan dua, dan 1,7 L pada
ulangan tiga. Dengan demikian, dihasilkan volume semprot tiap hektar lahan
diantaranya 760 L/ha pada ulangan satu, 720 L/ha pada ulangan dua, dan 680 L/ha
pada ulangan tiga. Dari ketiga ulangan tersebut didapat rata-rata air yang
dimasukkan yaitu 4 Liter. Rata-rata dari sisa air yaitu 2,3 liter, Air yang terpakai
rata-rata yang dihasilkan yaitu 1,67 liter dan rata-rata dari volume semprot yang
dihasilkan yaitu 666,7 L/ha.

ulangan ke 1 air yang dimasukkan yaitu 5 liter, dari 5 liter tersebut air tersisa 3,1
liter yang mana air terpakai 1,9 liter dengan volume semprot 760 l/ha. Pada
ulangan ke 2 Air yang dimasukkan yaitu 5 Liter. Dari 5 liter tersebut air tersisa
3,1 liter yang mana air terpakai 1,9 liter dengan volume semprot 720 l/ha. Pada
ulangan 3 Air yang dimasukkan yaitu 5 Liter. Dari 5 liter tersebut air tersisa 3,3
liter yang mana air terpakai 1,7 liter dengan volume semprot 680 l/ha. Dari
ketiga ulangan tersebut didapat rata-rata air yang dimasukkan yaitu 5 Liter. Rata-
rata dari sisa air yaitu 3,2 liter, Air yang terpakai rata-rata yang dihasilkan yaitu
1,8 liter dan rata-rata dari volume semprot yang dihasilkan yaitu 720 L/ha.

Pada tabel 3.2 dilakukan pengamatan kalibrasi metode waktu dengan volume
semprot 400 l/ha dan luas 2 ha (200m ×100m) maka perhitungan untuk metode
waktu untuk menentukan kecepatan jalan operator dapat dilakukan. Berdasarkan
tabel pengamatan kalibrasi metode waktu menggunakan nozzle merah dengan
lebar bidang semprot 2 m yang juga dilaksanakan sebanyak 3 kali ulangan,
diperoleh debit nozzle yakni 2,5 ml/menit pada ulangan 1, 2,1 ml/menit pada
ulangan 2, dan 2,3 ml/menit dengan rata- rata ketiganya yaitu 2,3 ml/menit.
Waktu yang diperlukan per hektar yaitu 160.000 menit pada ulangan 1, 190.476,2
menit pada ulangan 2, dan 173.913 menit pada ulangan 3. Apabila lahan 2 ha
berukuran 200 m x 100 m, maka operator akan bergerak sejauh 10.000 meter.
Kemudian, berdasarkan data tersebut kecepatan jalan operator dapat dihitung
sehingga diperoleh 10.000 m/ 160.000 menit pada ulangan 1, 10.000 m/190.476,2
menit pada ulangan 2, dan 10.000 m/173.913 menit dengan rata- rata ketiganya
yakni 10.000 m/174.796,4 menit.

Berdasarkan tabel pengamatan kalibrasi metode waktu menggunakan nozzle biru


juga dilaksanakan sebanyak 3 kali ulangan, diperoleh debit nozzle yakni 1,2
ml/menit pada ulangan 1, 1,1 ml/menit pada ulangan 2, dan 1,3 ml/menit dengan
rata-rata ketiganya yaitu 1,2 ml/menit. Waktu yang diperlukan per hektar yaitu
333.333,3 menit pada ulangan 1, 363.636,4 menit pada ulangan 2, dan 307.692,3
menit pada ulangan 3. Apabila lahan 2 ha berukuran 200 m x 100 m, maka
operator akan bergerak sejauh 13.333,3 meter. Kemudian, berdasarkan data
tersebut kecepatan jalan operator dapat dihitung sehingga diperoleh 13333,3 m/
333333,3 menit pada ulangan 1, 13333,3 m/363636,4 menit pada ulangan 2, dan
13333,3 m/307692,3 menit dengan rata-rata ketiganya yakni 13333,3 m/334887,3
menit.

Pengendalian secara kimia menggunakan knapsack sprayer memperhatikan


proses aplikasinya agar tidak berlebihan dalam penggunaan bahan kimia
(herbisida) dan air, yang dapat menurunkan kualitas lahan. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya kalibrasi penyemprotan. Kalibrasi adalah kegiatan memperoleh
nilai kebenaran dari suatu alat ukur dan ketidakpastiannya (Darmawan &
Istirohah, 2016). Pada kegiatan penyemprotan herbisida, hasil kalibrasi
penyemprotan akan menunjukkan kondisi alat, kebutuhan air, konsentrasi
herbisida dan kebutuhan herbisida per tangki knapsack sprayer. Hasil kalibrasi
penyemprotan dapat berbeda-beda tergantung dari jenis nozzle yang digunakan.
Informasi hasil kalibrasi yang berbeda akan mempengaruhi kebutuhan herbisida
dan air yang diperlukan. Penggunaan herbisida dan air yang tepat akan
berpengaruh terhadap penghematan bahan dan menjaga lingkungan dari
pencemaran.

Terdapat dua metode yang dapat dilakukan untuk mengkalibrasi sprayer, yaitu
metode luas dan metode waktu. Metode luas lebih mudah diterapkan pada
penyemprotan di lahan yang sempit. Metode ini bertujuan untuk menentukan
volume semprot. Syarat utama dalam penerapan metode luas adalah tekanan
dalam tanki dan kecepatan jalan operator.

Metode kalibrasi yang selanjutnya ialah metode waktu. Metode ini baru dapat
dilakukan ketika sudah ditentukan volume semprotnya. Tujuan kalibrasi dengan
metode ini ialah untuk menentukan kecepatan jalan operator. Oleh karena itu,
metode ini lebih mudah diterapkan pada lahan yang penyemprotan herbisidanya
menggunakan boom sprayer ataupun tractor (Nanik,2012).

Ada tiga faktor yang menentukan keberhasilan kalibrasi, yaitu ukuran lubang
nozel (nozel curah), tekanan dalam tangki alat semprot, dan kecepatan berjalan (
ke depan) aplikator. Ketiga faktor tersebut harus diatur sedemikian rupa sehingga
diperoleh suatu volume larutan herbisida tertentu yang dapat dilepaskan melalui
lubang nozel pada setiap waktu yang dikehendaki.

Kalibrasi merupakan hal yang harus dilakukan ketika seorang akan melakukan
pengendalian terhadap OPT menggunakan alat semprot. Karena pada setiap alat
semprot memiliki perbedaan volume yang keluar. Selain itu faktor manusia juga
dapat menyebabkan perubahan tersebut. Alat semprot yang menyebabkan
perubahan adalah dari nozel, yang kemudian akan menyebabkan volume curah
yang keluar, dan nozel menyebabkan perbedaan lebar gawang. Faktor dari
manusia (penyemprot) yang menyebabkan perubahan adalah kecepatan jalan,
karena setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, kemudian lebar
gawang dan tekanan. Oleh karena itu kalibrasi diperlukan karena pertimbangan
hal tersebut, dengan kalibrasi maka akan didapatkan volume air per hektar (Yos,
2018).
IV. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa kalibrasi alat
semprot merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi kesalahan
maupun kekeliruan pada saat penyemprotan herbisida. Kalibrasi dilakukan
dengan cara menghitung parameter saat penyemprotan melalui metode luas
(untuk menentukan volume semprot) dan metode waktu (untuk menentukan
kecepatan jalan operator)
DAFTAR PUSTAKA

Azima, A. 2013. Teknik Pengendalian Gulma Secara Mekanis. Universitas


Lampung. Bandar Lampung.
Darmawan dan Istirohah, T. 2016. Analisis ketidakpastian hasil kalibrasi
timbangan dan mistar terhadap keberterimaan pengujian gramatur kertas.
Jurnal Selulosa. 6(2): 95-104.
Guntur, A. P., Iqbal, dan Sapsal, T. 2016. Uji kinerja knapsack sprayer tipe pb 16
menggunakan hollow cone nozzle dan solid cone nozzle. Jurnal Agri
Techno. 9(2): 107-113.
Hasanuddin. 2013. Aplikasi beberapa dosis herbisida campuran atrazina dan
mesotriona pada tanaman jagung. Jurnal Agrista. 17(1): 36-41.
Hayata, Araz, M., Tari, R. 2016. Uji efektivitas pengendalian gulma secara
kimiawi dan manual pada lahan replanting karet (Hevea brasiliensis Muell.
Arg.) di Dusun Suka Damai Desa Pondok Meja Kabupaten Muaro Jambi.
Jurnal Media Pertanian. 1(1): 36- 44.
Nainggolan, Boyce B. 2014. Pengelolaan Gulma Dengan Herbisida Kontak
Paraquat diklorida 283 g/l pada tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jaqs.) belum Menghasilkan (TBM)di kebun Cisalak baru PTPN VIII.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Nanik, Prof.Dr.Ir,Dkk.2012.Panduan Praktikum Ilmu Dan Teknik Pengendalian
Gulma. Jurusan Budidaya Fakultas Pertanian Universitas Lampung.Bandar
Lampung.
Rahman MM, Yamin M. 2014. Modifikasi nosel pada sistem penyemprotan untuk
pengendalian gulma menggunakan sprayer gendong elektrik. J. Keternikan
Pertanian. 2(1): 39-46.
Sembiring, D. S. P. S., & Sebayang, N, S. 2019. Uji Efikasi Dua Herbisida Pada
Pengendalian Gulma di Lahan Sederhana. Jurnal Pertanian, 10(2); 61-70.
Yos dan Djaelani, Abdul Kadir. 2018. Modul 7 Kalibrasi Alat Semprot Pestisida.
Jurusan Manajemen Pertanian Lahan Kering Politeknik Pertanian Negeri
Kupang. Nusa Tenggara Timur (NTT).
Yuniarko, Y. 2010. Pengelolaan Gulma Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) Tanaman Menghasilkan di PT Jambi Agro Wijaya (PT
JAW), Bakrie Sumatera Plantation, Sarolangun, Jambi. Skripsi.Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai