Disusun oleh:
KELOMPOK 12
COVER
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2018
LAPORAN AKHIR PROYEK GALIFU 2018
PENDUGAAN EROSI TANAH MENGGUNAKAN METODE USLE DENGAN
PEMANFAATAN SIG DI DAS KALI MANTUNG, KECAMATAN PUJON
KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR
ANGGOTA KELOMPOK 12
1. RIZAL AI (155040200111121)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TANAH
MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PROYEK GALIFU
Disetujui,
Asisten ANLAND Asisten SISDL Asisten MGKT
i
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
3. Peta R ........................................................................................................... 10
5. Peta LS .......................................................................................................... 12
7. Peta CP ......................................................................................................... 13
ii
iii
DAFTAR TABEL
ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari proyek ini adalah mengetahui besarnya erosi dan dapat
melakukan pendugaan erosi dan rekomendasi di lahan khususnya pada DAS Kali
Mantung
3
Berikut merupakan alur pikir dari proyek pendugaan erosi di DAS Kali
Mantung menggunakan metode USLE:
Kepadatan penduduk
Keseimbangan ekosistem
menurun
Kualitas Lahan menurun Degradasi Lahan
Erosi
Pengumpulkan data
Pembuatan peta
Pe
data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis atau kurva, atau poligon
beserta atributatributnya. Bentuk-bentuk dasar representasi data spasial ini di
dalam sistem model data vektor, didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua
dimensi. File data vektor dalam ArcView dinamakan shapefiles.
Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk analisis bahaya erosi
pada Sub Daerah Aliran Sungai Mantung yaitu dengan mengolah data peta-peta
tematik seperti peta kelerengan, peta curah hujan, peta jenis tanah dan peta
penggunaan lahan untuk di overlay dan menghasilkan model bahaya erosi di Sub
Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Logawa. Sistem Informasi Geografis merupakan
suatu system informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan,
memanggil kembali, mengolah, menganalisa, dan menghasilkan data yang
mempunyai referensi geografis atau lazim disebut data geospatial (Mustopa,
2009).
8
III. METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Kegiatan survei lapang guna validasi data untuk proyek GALIFU dengan
fokus bahasan erosi yang dilakukan berlokasi di Sub DAS Kali Mantung pada
tanggal 17 - 25 Maret 2018.
3.2 Alat dan Bahan
Dalam melaksanakan projek galifu mulai dari pra survei hingga hingga
selesai yaitu pengumpulan data-data dan pembuatan proposal alat dan bahan
yang digunakan untuk melakukan pengamatan adalah sebagai berikut :
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan proses pembuatan
projek galifu berupa survei set (klinometer, GPS, pisau lapang, kompas, botol air,
munsell color chart, sabuk profil, dan meteran), cangkul, bor, kunci taksonomi
tanah, kamera, form pengamatan steroskop saku, dan laptop.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan proses pembuatan
projek galifu berupa peta ( peta DEM, peta RBI, sub-sub DAS, administrasi,
geologi, dan landform), foto udara desa Ngabab, dan data curah hujan di 11
Stasiun (Bareng, Kasembon, Pengajaran, Sekar, Ngantang, Wonosalam,
Kedungrejo, Pujon, Ngaglik, dan Junggo).
3.3 Tahapan Pelaksanaan Proyek
Metode pendugaan erosi yang digunakan adalah USLE, dimana pada
Metode USLE terdapat tiga tahapan yaitu pra survei, survei dan pasca survei.
Penjelasan masing-masing tahap adalah sebagai berikut:
3.3.1 Pra Survey
Langkah yang dilakukan dalam menyiapkan proyek ini berupa :
1. Menentukan tempat/lokasi proyek
Kelompok dan lokasi proyek yang akan dilakukan telah ditentukan
sebelumnya oleh asisten praktikum.
2. Menentukan tema/fokusan pembahasan
Tema-tema proyek yang akan dilakukan telah ditentukan sebelumnya oleh
asisten praktikum, namun setiap kelompok mendapatkan kebijakan memilih tema
proyek dari beberapa tema proyek yang telah ditentukan. Tema proyek yang
dipilih yaitu berupa erosi.
9
3. Menyiapkan proposal
Mempersiapkan proposal dari latar belakang, tinjauan pustaka, hingga
metodologi penelitian poyek yang akan dilakukan sebagai acuan dalam
melakukan proyek akhir.
4. Menyiapkan peta dasar
Menyiapkan peta dasar dengan menggunakan arcgis dan peta DEM untuk
menentukan lokasi dan mendapatkan data-data yang ada di peta pada lokasi
proyek. Peta dasar yang disiapkan berupa peta dasar DAS-sub DAS,
administrasi, RBI, geologi, dan landform. Berikut merupakan tahapan dalam
pembuatan peta proyek :
Pendugaan besarnya erosi pada sub DAS mantung menggunakan
metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dengan software ArcGIS. Data yang
dibutuhkan dalam pengolahan merupakan data spasial. Pengolahan tetap
menggunakan rumus USLE yaitu erosivitas, erodibilitas tanah, panjang dan
kemiringan lereng, dan vegetasi serta pengelolaannya.
a. Erosivitas (E)
Pembuatan peta R menggunakan metode kriging dengan menggunakan
data stasiun iklim yang telah tersedia. Dari data tersebut mencari nilai R
menggunakan rumus:
R 0.548257*P-59.9 (P = presipitasi pertahun (mm)) (T.G. Pham et al, 2018)
(Gambar 3. Peta R)
b. Erodibilitas (K)
Pembuatan peta K menggunakan data tanah yang telah tersedia dan
mencari nilai indeks K dengan pencaharian literatur pada penelitian sebelumnya.
Kemudian mengubah data tersebut ke data raster.
Tabel 1. Indeks K menurut Subagyo dkk (2004)
No Ordo Sub ordo Indeks nilai K
c. Peta LS
Pembuatan peta LS didasarkan pada formula Mitasova and Mitas (1999).
d. Peta CP
Pembuatan peta CP didasarkan atas indeks C (tanaman) dan P
(pengelolaan). Tanaman yang dibudidayakan di sub DAS mantung secara
keseluruhan adalah tegalan dan jenis pengelolaan dengan teras. Setelah
mengetahui tanaman dan jenis pengelolaannya adalah memasukkan nilai
tersebut dan mengubah menjadi data raster.
13
6. Pengumpulan data
Sehubungan dengan metode pendugaan erosi yang dipilih yaitu persamaan
USLE, maka pengumpulan berupa data curah hujan (R), didapatkan dari rata-rata
data curah hujan di 11 satsiun (bareng, kasembon, pengajaran, sekar, ngantang,
wonosalam, kedungrejo, pujon, ngaglik, dan junggo), vegetasi penutup tanah dan
pengelolaan tanaman (C), Faktor panjang lereng (L), Faktor kecuraman lereng
(S), didapatkan dari peta DEM, slope, dan groundcheck langsung, Faktor
tindakan konservasi (P) didapatkan dari hasil groundcheck langsung. Data-data
tersebut dikumpulkan untuk dilakukan pendugaan atau pengolahan data yang
berbasis SIG. Hasil dari pengelolaan data tersebut kemudian dianalisis.
3.3.2 Survey
Kegiatan lapang yang dilakukan berupa pengumpulan data yang dibutuhkan
untuk melengkapi data Pra Survey yang diperkuat dengan pengamatan secara
langsung serta wawancara dengan petani di lokasi proyek tersebut. Bentuk
pelaksanaan survey yang akan dilakukan yaitu grounchek atau memastikan
kebenaran dari data-data yang diperoleh sebelum survey. Setelah memvalidasi
data-data (mencocokan data-data yang telah didapatkan sebelumnya dengan
kondisi aktual dan wawancara petani di lokasi) yang diperoleh kemudian
melakukan pengamatan untuk Faktor erodibilitas tanah (K) dan wawancara
dengan warga sekitar untuk menunjang data-data yang peroleh secara social dan
ekonomi.
4.1.3 Analisis Data Hujan dan Debit DAS Kali Konto Hulu
Analisis debit sungai 1994-2012 dilakukan dengan aplikasi perhitungan kuantitatif dari
beberapa indikator. Indikator penyangga cenderung korelasinya negatif dengan total debit
sungai. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan debit akan menurunkan kapasitas
menyangga dari sungai. Indikator penyangga menunjukkan tingkat penurunan yang relatif
rendah pada kondisi kejadian puncak hujan. Peningkatan volume total debit tidak selalu diikuti
dengan peningakatan debit terendah bulanan (Farida et al, 2011).
16
4.2 Hasil
4.2.1 Data Groundcheck Tingkat Laju Erosi
Berikut ini merupakan gambar hasil pembuatan peta pendugaan erosi untuk projek galifu
dengan topik erosi pada sub DAS Kali Mantung, Kecamatan Pujon :
Berdasarkan gambar dan tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat erosi yang didapatkan
pada peta pendugaan erosi dengan hasil groundcheck berbeda. Pada peta pendugaan erosi
tingkat erosi di lokasi DAS Kali Matung yaitu berkisar 0 – 150,39, sedangkan setelah dilakukan
groundcheck tingkat erosi pada di lokasi lebih besar yaitu berkisar 0,70 – 132,32.
Pada titik pengamatan 1 pada peta pendugaan didapatkan nilai tingkat erosi sebesar 0 –
7,33 dan setelah dilakukan groundcheck nilai tingkat erosi pada titik ini ternyata sesuai dengan
peta pendugaan erosi yang kami buat yaitu sebesar 0,70. Begitupun pada titik pengamatan 4
18
dan 5 pada peta pendugaan didapatkan nilai tingkat erosi sebesar 73,36 – 150,39, setelah
dilakukan groundcheck nilai tingkat erosi pada titik 4 yaitu sebesar 75,50 dan pada titik 5
sebesar 132,32. Yang berarti tingkat erosi pada titik 4 dan 5 sesuai dengan peta pendugaan
yang telah kami buat. Sedangkan pada titik pengamatan 2 pada peta pendugaan didapatkan
nilai tingkat erosi sebesar 26,89 – 73,36 namun, setelah dilakukan groundcheck didapatkan nilai
tingkat erosi di lokasi sebesar 63,60. Hal ini berarti pada kondisi aktual tingkat erosi di titik
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan peta pendugaan yang kami buat. Dan pada ada titik
pengamatan 3 pada peta pendugaan didapatkan nilai tingkat erosi sebesar 7,332 – 26,89
namun, setelah dilakukan groundcheck didapatkan nilai tingkat erosi di lokasi sebesar 1,64.
Hal ini berarti pada kondisi aktual tingkat erosi di titik tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
peta pendugaan yang kami buat.
Berdasarkan peta tanah dan hasil groundcheck tanah didapatkan hasil berupa tanah
pada titik 1 dan 2 di peta maupun dari hasil groundcheck yang dilakukan sudah sesuai, yaitu
ultisol. Sedangkan pada titik 3,4,5, dan 6 memiliki perbedaan dimana pada peta titik 3,4,5, dan 6
miliki tanah inceptisol sedangkan setelah dilakukan groundcheck dan pengamatan tanah pada
titik 3,4,5, dan 6 merupakan andisol.
Ton/Ha/Thn, warna kuning merupakan daerah yang mempunyai nilai erosi 26,89-73,36
Ton/Ha/Thn, warna jingga merupakan daerah yang mempunyai nilai erosi 73,36-150,39 Ton/Ha,
dan warna merah merupakan daerah yang mempunyai nilai erosi 150,39-311,79 Ton/Ha/Thn.
Semakin warna memerah maka memiliki nilai erosi yang terbilang besar. Menurut Finney dan
Morgan (1984) Kriteria Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dibagi menjadi 5 kelas yang masing-masing
adalah kelas sangat ringan dengan nilai erosi <15 Ton/Ha/Thn, ringan 15-60 Ton/Ha/Thn,
sedang 60-80 Ton/Ha/Thn, berat 180-480 Ton/Ha/Thn dan sangan berat >480 Ton/Ha/Thn.
Berdasarkan Tingkat Bahaya Erosi tersebut maka nilai pendugaan erosi yang telah dibuat hanya
masuk pada kriteria sangat ringan, ringan, sedang dan berat. Hal tersebut dikarenakan nilai
pendugaan erosi tidak terdapat nilai yang melebihi nilai 480 Ton/Ha/Thn.
21
4.3 Pembahasan
1 3% 0,70791
2 23 % 63,603
3 25 % 1,64451
4 26 % 75,5052
5. 37 % 132,32
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pada titik 1 memiliki nilai kelerengan yang kecil
(tidak curam/dangkal) yaitu sebesar 3% begitupun dengan tingkat erosinya yang kecil pula yaitu
sebesar 0,70 dan pada titik 5 memiliki nilai kelerengan yang tinggi (curam) yaitu sebesar 37%
dengan tingkat erosi yang besar pula yaitu sebesar 132,32. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Morgan 1996, yang mengatakan bahwa kelerengan suatau tempat mempengaruhi
besarnya tingkat erosi di tempat tersebut. Apabila semakin curam kemiringan lereng di suatu
tempat maka akan semakin meningkatkan pula jumlah dan kecepatan aliran permukaan di
tempat tersebut, sehingga akan memperbesar energi kinetik dan meningkatkan kemampuan air
untuk mengangkut butir – butir tanah ke bawah. Selain itu Arsyad 1989, juga menjelaskan
bahwa faktor lain dari topografi yang dapat berpengaruh terhadap erosi adalah keseragaman
lereng dan arah lereng. Arah lereng berpengaruh pada kecepatan aliran permukaan dalam
mengangkut partikel – partikel tanah. Sedangkan, keseragaman lereng berpengaruh pada
tingkat erosi yang terjadi.
udara dan pendekatan peta pada lokasi project didapatkan landform Vulkanik. Landform
vulkanik merupakan landform yang terbentuk karena aktivitas volkan / gunung berapi (resen atau
subresen). Landform ini dicirikan dengan adanya bentukan kerucut volkan, aliran lahar, lava
ataupun dataran yang merupakan akumulasi bahan volkan (Djaenudin
, 2009). Lahan pada lokasi project yaitu Sub DAS Mantung berdasarkan hasil interpretasi foto
udara dan peta geologi memiliki sub landform Lereng atas, lereng tengah, lereng bawah,
Dataran volkan dan perbukitan volkan hal ini dikarenakan pada daerah tersebut terpengaruh
oleh aktivitas gunung arjuno tua (QPAT). Adanya landform tersebut di tentukan oleh kondisi
ketinggian tempat atau lereng pada daerah project yang mana pada masing-masing sub
landform memiliki ketinggian tempat atau kelerengan yang berbeda.
Dari hasil pengukuran erosi di dapatkan bahwa tingkat besarnya erosi pada lokasi project
yaitu rendah hingga sedang. Adapun hubungannya antara tingkat besaran erosi dengan
landform itu sendiri yaitu sub Landform Lereng atas, lereng tengah, lereng bawah, Dataran
volkan dan perbukitan volkan memiliki ketinggian yang cukup tinggi dan tingkat kelerengan yang
agak curam. Dengan ketinggian dan kelerengan yang demikian dapat maka dapat memicu
terjadinya erosi apalagi jika didukung dengan tingkat curah hujan yang cukup tinggi juga.
Sebaliknya erosi juga menyebabkan adanya perubahan dalam pementukan lahan yang
menyebabkan landform atau bentuk lahan berbeda-beda. Menurut pendapat Hidayat, 2010
proses pembentukan bentang alam itu sendiri akan mengasilkan bentuk lahan yang sifatnya
sangat bervariasi dan dinamis. Perubahan bentang alam disebabkan oleh proses yang terjadi di
permukaan seperti erosi, denudasi, dan pengendapan yang terkait dengan gaya eksogen.
Sebagai contoh terbentuknya cekungan, perlipatan dan sesar, letusan gunung api, dan aktivitas
sungai akan menghasilkan bentuk lahan yang spesifik. Dengan demikian erosi dengan Landform
memiliki hubungan yang saling terkait.
4.3.4 Hubungan Penggunaan Lahan dengan Erosi (Dilihat dari Peta PCI)
Perubahan penggunaan lahan seringkali terjadi pada setiap wilayah, dimana dengan
adanya perubahan penggunaan lahan ini akan menimbulkan berbagai macam masalah salah
satunya adalaah erosi. Lahan yang dibiarkan terbuka tanpa adanya pengaturan penggunaan
lahan dan pemilihan komoditas tanaman yang akan ditanaman dapat meningkatkan potensi
terjadinya erosi pada lahan tersebut. Umumnya di kota-kota besar akibat adanya peningkatan
jumlah penduduk, kebutuhan infrastruktur terutama pemukiman meningkat, sehingga merubah
sifat dan karakteristik tata guna lahan. Untuk daerah perkotaan kecendrungan kapasitas saluran
drainase menurun akibat perubahan tata guna lahan. Sama dengan prinsip pengendalian banjir
perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali menyebabkan aliran permukaan (run-off)
24
meningkat. Penutupan lahan (vegetasi) mempunyai kemampuan untuk menahan laju aliran
permukaan. Semakin padat penutup lahannya kecepatan alirannya semakin kecil bahkan
mendekati nol. Namun akibat lahan diubah (misalnya) menjadi pemukiman, maka penutup lahan
hilang, akibatnya run-off meningkat tajam. Peningkatan ini akan memperbesar debit sungai.
Disamping itu, akibat peningkatan debit, terjadi pula peningkatan sedimen yang menyebabkan
kapasitas drainase menjadi berkurang (Dinas PSDA Provinsi Sumatera Utara, 2010).
Berdasarkan hasil interpretasi citra lansat terkait penggunaan lahan pada Sub DAS
Mantung, didapatkan hasil peta pengggunaan lahan yang berbasis raster. Hasil interpretasi
tersebut menunjukkan ada 4 penggunaan lahan yaitu: sawah, hutan, pemukiman dan juga
tegalan. Interpretasi citra lansat dilakukan dengan mengkelaskan setiap pixel yang ada, karena
setiap pixel memiliki nilai digital number yang berbeda (Purba, 2012). Berdasarkan pengamatan
dilapang terkait hasil interpretasi citra lansat, ada beberapa perbedaan terkait pengkelasannya,
ada sekitar 40% perbedaan penggunaan lahan yang aktual dan hasil interpretasi citra.
Perubahan yang paling mendominasi adalah pada pengunaan lahan hutan dimana hasil
interpretasi menunjukkan penggunaan lahan hutan namun setelah dilakukan pengamatan di
lapang hasilnya adalah pada wilayah tersebut sudah di alihkan menjadi penggunaan lahan
tegalan.
Dengan adanya perbedaan hasil interpretasi dan pengamatan di lapang, hal tersebut
dapat diakibatkan adanya alih fungsi lahan yang dilakukan oleh masyarakat, dimana demi
kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat banyak masyarakat yang melakukan alih fungsi
lahan hutan menjadi lahan pertanian (tegalan). Hal tersebut tergambar pada Sub DAS Mantung
dimana petani melakukan kegiatan bercocok tanam di wilayah hutan, dengan kemiringan lahan
yang curam. Dengan adanya alih fungsi lahan tersebut dapat meningkatkan potensi terjadinya
erosi pada Sub DAS Mantung, hal ini sesuai dengan hasil perhitungan nilai erosi dimana nilai
erosi tertinggi terjadi pada titik 5 yaitu sebesar 233,301 ton ha/ tahun. Pada titik pengamatan
tersebut jika dilihat pada hasil interpretasi citra lansat lahan tersebut termasuk dalam wilayah
hutan, namun masyarakat sudah memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan pertanian
tanaman semusim.
4.4 Rekomendasi
Hasil akhir dari kegiatan pendugaan dan survei yang telah dilakukan adalah suatu bentuk
rekomendasi yang dapat memperbaiki penggunaan lahan sehingga petani mendapatkan
keuntungan yang optimal. Rekomendasi yang diberikan haruslah sesuai dengan kondisi
ekonomi dan sosial petani sehingga rekomendasi yang diberikan dapat diterima oleh petani.
Berdasarkan prediksi yang telah dilakukan, wilayah yang dipetakan mempunyai tingkat bahaya
25
erosi ringan hingga cukup. Seperti yang dibahas pada bab sebelumnya dimana permasalahan
yang ada pada semua titik pengamatan adalah perubahan penggunaan lahan menjadi
pemukiman, tegalan, maupun tanaman semusim. Menurut Hardiyatmo (2006), faktor-faktor
penyebab terjadinya erosi tanah, adalah iklim, kondisi tanah, topografi, vegetasi, pengaruh
gangguan tanah oleh aktifitas manusia. Sedangkan proses erosi air huja dapat di kelompokkan
menjadi 5 macam, yaitu erosi percikan, erosi lembaran, erosi parit, dan erosi sungai.
Berdasarkan faktor penyebab terjadinya erosi maka dapat diambil langkah sebaga rekomendasi
awal untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Bentuk rekomendasi yang diberikan yakni (1) metode vegetatif dengan merubah pola tanam
yang sebelumnya pada titik 3 hanya berupa lahan kosong maka dapat ditambahkan beberapa
komoditas menjadi multi cropping yang mampu melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh
erosi. Selain itu, dapat ditambahkan pula tanaman penutup tanah yang sekaligus berfungsi
untuk memperbaiki kondisi tanah. Ciri dari tanaman yang digunakan sebagai penutup tanah
haruslah memiliki sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman
pokok, tetapi mempunyai sifat sebagai pengikat tanah yang baik. Tanaman penutup tanah
sebaiknya bertingkat, terdiri dari tanaman penutup tanah rendah seperti contoh Pennisetum
purpureum (rumput gajah), sedang (perdu) seperti Calliandra calothyrsus Meissn (kaliandra
merah) contoh dan tinggi (pelindung) seperti Dendrocalamus asper (bambu betung). Pemilihan
vegetasi haruslah mempertimbangkan manfaat tanaman secara ekonomi sehingga harapannya
masyarakat dapat mengambil manfaat. (2) Pemilihan komoditas yang paling menguntungkan
untuk petani dengan meminimalisir degradasi yang terjadi. (3) pemanfaatan seresah, pada
beberapa titik didapatkan pembersihan seresah secara rutin yang dilakukan oleh petani. Daun
tanaman yang sudah tua lama-lama akan rontok sehingga rekomendasi yang dapat diberikan
sangat sederhana yakni membiarkan seresah yang ada sehingga pada lahan tersebut banyak
terjadi dekomposisi. Selain itu, seresah juga bisa dikomposkan terlebih dahulu, ddengan metode
pengomposan sederhana seperti memendam dalam tanah.
Teknk mekanik yang dapat diterapkan untuk pertanian lahan kering di DAS Sedau misalnya
dengan pembuatan teras gulud dan teras bangku.Teras gulud umumnya dibuat pada lahan
dengan kemiringan 10-15% yang biasanya dilengkapi dengan saluran pembuangan air yang
tujuannya untuk mengurangi kecepatan air yang mengalir pada waktu hujan sehingga erosi
dapat dicegah dan penyerapan air dapat diperbesar. Teras bangku sering diterapkan pada
lereng 10-40% yang merupakan teras yang dibuat dengan cara memotong lereng dan
meratakannya dengan dibidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai tangga yang
bermanfaat sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi (Asdak, 1995).
26
Rekomendasi selanjutnya adalah adanya kegiatan konservasi yaitu (1) pembuatan saluran
pembuangan air (SPA). Pada setiap titik yang diamati belum terdapat saluran pembuangan air
dimana air hanya mengalir dari atas ke bawah melalui jalan setapak sederhana yang dibuat.
Saluran pembuangan ir belum memperhatikan arah kontur sehingga perlu dilakukan konservasi
pembuatan SPA sederhana dimana hanya memanfaatkan tanah yang ada disana (tidak
permanen).
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil groundchek terdapat dua jenis tanah di Sub DAS Kali Mantung yaitu
Inceptisols dan Ultisols. Hasil pendugaan laju erosi dengan metode USLE dapat disimpulkan
bahwa erosi disebabkan karena kelerengan, curah hujan, landform, jenis tanah. Pendugaan
erosi di Sub DAS Kali Mantung termasuk kedalam kelas erosi rendah sampai sedang.
Rekomendasi yang dapat direkomendasikan diantaranya konservasi vegetatif yaitu dengan
menanam tutupan lahan lebih rapat agar mencegah terjadinya erosi percik dan kehilangan
lapisan atas tanah. Konservasi vegetatif dengan cara menanam cover crop yaitu tanaman
leguminosa. Sedangkan untuk erosi dengan kelas sedang teknologi konservasi dengan
perbaikan teras untuk mengatasi erosi pada kelerengan yang tinggi.
5.2 Saran
Saran untuk kegiatan maupun projek Galifu 2018 adalah lebih dikoordinasikan lagi agar
tidak terjadi misscomunication antar asisten dalam menyampaikan informasi. Semoga untuk
praktikum kedepannya lebih baik lagi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Astutik, K, Didik S, Sugeng P. 2014. Skenario Penggunaan Lahan Melalui Aplikasi Model
Genriver Untuk Memprediksi Kemampuan Menyangga Cadangan Air Di DAS Kali Konto
Hulu, Kabupaten Malang. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya : Malang
Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2017. (malangkab.bps.go.id)
Christoper, E.T., Olivera, F., and Maidment, D., (1999) Floodplain Mapping Using HEC-RAS
and ArcView GIS, CRWS-University of Texas, Austin
Dinas PSDA Provinsi Sumatera Utara, 2010, Laporan Hail Kegiatan Program Water Resources
and Irrigation Sector Management Program, UPT PSDA Belawan-Padang, Lubuk Pakam
Djaenudin U.D. 2009. Prospek Penelitian Potensi Sumber Daya Lahan Di Wilayah Indonesia.
Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Pengembangan Inovasi Pertanian 2(4): 243-257
Farida, Van Noorwidjk. 2011. Analisis Debit Sungai Akibat Alih Guna Lahan dan
Aplikasi Model Genriver Pada DAS Way Besai, Sumberjaya. Agrivita. p: 39-46. Malang:
Indonesia.
Hardiyatmo, H.C. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Hidayat s. Dan U.M. Lumbanbatu. 2010. Analisis Bentang Alam Kuarter Daerah Cirebon
Berdasarkan Genesanya. Pusat Survei Geologi. JSDG Vol. 20(6): 293-303
Kurniawan S, Prayogo C, Widianto, Zulkarnain MT, Lestari ND, Aini FK, Hairiah K.
2010. Estimasi Karbon Tersimpan di Lahan-lahan Pertanian di DAS Konto,
Jawa Timur: RACSA (Rapid Carbon Stock Appraisal). Working paper 120. World
Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia ProgramSitanala, Arsyad. 2009. Konservasi
Tanah dan Air
Manik, K.E.S., 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan. Jakarta
Mustopa, Ali. 2009. Sistem Informasi Geografis STO99. Modul. STMIK Amikom.
Yogyakarta.
Morgan, R. P. C. 1996. Soil Erosion and Conservation (second edition). England:
Longman
Nurpilihan, Amaru, dkk. 2011. Buku Ajar Teknik Pengawetan Tanah dan Air. Jurusan Teknik
dan Manajemen Industri Pertanian. Universitas Padjajaran Bandung.
Purba, Alfi S, 2012, Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Menganalisa
Potensi Erosi pada DAS Ular, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Perum Perhutani. 2011. Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu. KPH Malang 2011.
Prahasta, E., (2002), Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView, Informatika, Bandung.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI Offset Yogyakarta.
Susanto, S. 1992. Limnologi. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen
Pertanian. Jakarta.
29
Titik 1
Kode : G 12.1
Klasifikasi :
Lokasi : 300m dari pertigaan Tawangsari, ke arah Timur Laut
Koordinat : 660190,9134173
Fisiografi : Vulkanik
Topografi : Kelerengan 30%
Drainase : Drainase sedang, aliran permukaan sedang, permeabilitas sedang
Erosi : Permukaan
Bahaya Erosi : Ringan
Vegetasi : Labu siam, jahe
Bahan Induk : Vulkanik
Horison : Epipedon -, endopedon -
Rejim : Suhu : Lengas :
Deskrips oleh : Kelompok 12 Glifu 2018
Tanggal : 5 Mei 2018, pukul: 07.00-16.00
Titik 2
Kode : G 12.2
Klasifikasi :
Lokasi : 875 meter dari pertigaan tawangsari ke arah timur laut
Koordinat : 0660331, 9134207
Fisiografi : Vulkanik
Topografi : Kelerengan 22%
Drainase : Drainase baik, aliran permukaan sedang, permeabilitas agak cepat
Erosi : Permukaan, Bahaya erosi ringan
Vegetasi : sengon, rumput gajah, bambu
Horison : Epipedon okrik, endopedon kambik
Rejim : Suhu : isohipertermik Lengas : udik
Deskripsi oleh: Kelompok Galifu 12 2018
Tanggal : 05 Mei 2018, pukul: 07.00-16.00
Titik 3
Kode : G.12.3
Klasifikasi :
Lokasi : 1.2 km dari Pertigaan Tawangsari ke arah timur laut
Koordinat : 0660090, 9135296
Fisiografi : Vulkanik
Topografi : Kelerengan 28%
Drainase : Drainase agak lambat, aliran permukaan cepat, permeabilitas agak lambat.
Erosi : Permukaan, bahaya erosi ringan.
Vegetasi : Lahan kosong
Horison : Epipedon; Molik/Umbrik, endopedon; Kambik
Rejim : Suhu :Isohipertermik Lengas : Udik
Deskripsi oleh : Kelompok 12 GALIFU 2018
Tanggal : 5 Mei 2018, pukul: 07.00-16.00
A : Coklat gelap kekuningan (10 YR 3/4) lembab; Lempung berdebu:
0 – 18 cm gumpal membulat, kecil, lemah; gembur; lekat dan agak palstis;
pori kasar sedikit; perkaran halus banyak; angsur dan rata beralih
ke -
Bw1 : Coklat gelap (10 YR 3/3) lembab; Lempung berdebu; gumpal
18 – 50 cm membulat, sedang, sedang; gembut; lekat dan plastis; pori kasar
banyak; perkaran halus sedikit; angsur dan rata beralih ke -
Bw2 : Coklat sangat gelap (10 YR 2/2) lembab; Lempung berliat; teguh;
50 – 72 cm lekat dan plastis. beralih ke -
C : Keabuabuan (7,5 YR 6/1) lembab; Liat berdebu; gembur; tidak
72 – 76 cm lekat dan agak plastis. beralih ke -
Bw3 : Coklat (7.5 YR 5/6) lembab; Lempung liat berdebu; gembur; tidak
76 – 82 cm lekat dan agak plastis beralih ke -
Bw4 : Coklat (7.5 YR 5/3) lembab; Liat; teguh; lekat dan plastis. beralih
82 – 98 cm ke -
Bw5 : Coklat terang (7.5 YR 6/3) lembab; Liat; teguh; lekat dan plastis
98 – 130 cm
32
Titik 4
Kode : G 12.4
Klasifikasi :
Lokasi :
Koordinat : 06999,9136155
Fisiografi : Vulkanik
Topografi : Kelerengan 34%
Drainase : Drainase sedang, aliran permukaan sedang, permeabilitas
sedang
Erosi : Permukaan
Bahaya Erosi : Ringan
Vegetasi : Pinus, jagung, kopi
Bahan Induk : Vulkanik
Horison : Epipedon -, endopedon -
Rejim : Suhu : Lengas :
Deskrips oleh : Kelompok 12 Glifu 2018
Tanggal : 5 Mei 2018, pukul: 07.00-16.00
Titik 5
Kode : G 12.5
Klasifikasi :
Lokasi : 1575 meter dari pertigaan tawangsari ke arah barat laut
Koordinat : 0659260, 9136248
Fisiografi : Vulkanik
Topografi : Kelerengan 28%
Drainase : Drainase sedang, aliran permukaan lambat, permeabilitas agak
cepat
Erosi : Permukaan, Bahaya erosi ringan
Vegetasi : sengon, rumput gajah, semak
Horison : Epipedon umbrik , endopedon kambik
Rejim : Suhu : isohipertermik Lengas : udik
Deskripsi oleh : Kelompok Galifu 12 2018
Tanggal : 05 Mei 2018, pukul: 07.00-16.00
Coklat sangat gelap (10YR 2/2) lembab; lempung berdebu; struktur gumpal
A
: membulat; gembur; agak lekat dan agak plastis; akar sedikit halus, banyak
0-38/44 cm
kasar; pori makro banyak; baur dan rata beralih ke~
Coklat gelap (10YR 3/3) lembab; lempung liat berdebu; struktur gumpal
Bw1
: membulat; gembur; agak lekat dan agak plastis; akar sedikit halus; pori
38/44-50 cm
makro biasa baur dan rata beralih ke~
Bw2 Coklat gelapkekuningan (10YR 3/4) lembab; lempung berliat; struktur
:
50-95 cm Gumpal bersudut; agak teguh; lekat dan agak plastis; beralih ke~
Bw3 Coklat gelapkekuningan (10YR 3/6) lembab; lempung berliat; agak teguh;
:
95-110 cm agak lekat dan agak plastis; beralih ke~
34
Titik 6
Kode : G 12.6
Klasifikasi :
Lokasi :
Koordinat : 659211,9136826
Fisiografi : Vulkanik
Topografi : Kelerengan 42%
Drainase : Drainase sedang, aliran permukaan sedang, permeabilitas
sedang
Erosi : Permukaan
Bahaya Erosi : Cukup
Vegetasi : Rumput gajah, Bambu
Bahan Induk : Vulkanik
Horison : Epipedon -, endopedon -
Rejim : Suhu : Lengas :
Deskrips oleh : Kelompok 12 Glifu 2018
Tanggal : 5 Mei 2018, pukul: 07.00-16.00
Titik 2
Indikator Nilai
% debu+pasir sangat halus 65
% liat 35
% bahan organik 4.21
struktur tanah Granuler Sedang (4)
permeabilitas tanah Sedang (3)
M = (% debu+pasir sangat halus) (100 - % liat)
= (65) (100 - 35)
= 4225
100K = 1,292 {2,1 M1,14 (10-4) (12 - a) + 3,25 (b - 2) + 2,5 (c - 3)}
100K = 1,292 {2,1 x 42251,14 (10-4) (12 – 4.21) + 3,25 (4 - 2) + 2,5 (3 -
3)}
K = 0.24
Titik 3
Indikator Nilai
% debu+pasir sangat halus 75
% liat 25
% bahan organik 4.21
struktur tanah Granuler Sedang (4)
permeabilitas tanah Cepat (1)
37
Titik 4
Indikator Nilai
% debu+pasir sangat halus 65
% liat 35
% bahan organik 0.43
struktur tanah Granuler Sedang (4)
permeabilitas tanah Cepat (1)
Titik 5
Indikator Nilai
% debu+pasir sangat halus 85
% liat 15
% bahan organik 4.21
struktur tanah Granuler Sedang (4)
permeabilitas tanah Lambat (5)
3. Perhitungan LS
Menggunakan Rumus Wishmeier and Smith (1978) karena lereng <22%
Titik 1
(La) .(1.38 + 0.965 s + 0.18 s^2)
LS = √( 100
)
= (8) .(1.38 + 0.965 x 0.03 + 0.18 x 0.03^2)
√( 100
)
= 0.01
Titik 3
λ
LS = ( ) m . C. Cos (sd)1,503 . 0,5 sin (sd)1,249 + sin (sd)2,249
22,1
38
= (22.1) 0,5 . 34.7046. Cos (11.25°)1.503 . 0.5 sin (11.25°)1.249 + sin
(11.25°)2.249
= (1.71) 0.5 . 34.7046 . (0.98) 1.503 . 0.5 (0.19)1.249 + (0.19) 2.249
= 1.3 . 34.7046 . 0.97 . 0.5. 0.12 + 0.02
= 2.62 + 0.02
= 2.64
Titik 4
λ
LS = (22,1) m . C. Cos (sd)1,503 . 0,5 sin (sd)1,249 + sin (sd)2,249
36
= (22.1) 0,5 . 34.7046. Cos (11.7°)1.503 . 0.5 sin (11.7°)1.249 + sin (11.7°)2.249
= (1.62) 0.5 . 34.7046 . (0.97) 1.503 . 0.5 (0.2)1.249 + (0.2) 2.249
= 1.27 . 34.7046 . 0.95 . 0.5. 0.13 + 0.02
= 2.72 + 0.02
= 2.74
Titik 5
λ
LS = ( ) m . C. Cos (sd)1,503 . 0,5 sin (sd)1,249 + sin (sd)2,249
22,1
42
= (22.1) 0,5 . 34.7046. Cos (16.65)1.503 . 0.5 sin (16.65°)1.249 + sin
2.249
(16.65°)
= (2.03) 0.5 . 34.7046 . (0.95) 1.503 . 0.5 (0.28)1.249 + (0.28) 2.249
= 1.42 . 34.7046 . 0.92 . 0.5. 0.2 + 0.06
= 4.5 + 0.06
= 4.56
39
4. Perhitungan C dan P
Titik C P
1 2.74 0.04
2 0.64 0.15
3 0.005 0.4
4 2.1 0.04
5 0.15 0.35
Perhitungan nilai C dan P menggunakan jurnal dengan melihat komoditas
yang ada pada lahan pengamatan.
Titik R K LS C P A
1 1276.48 0.506 0.01 2.74 0.04 0.707905
2 1276.48 0.237 2.19 0.64 0.15 63.60302
3 1276.48 0.244 2.64 0.005 0.4 1.644515
4 1276.48 0.257 2.74 2.1 0.04 75.50522
5 1276.48 0.433 4.56 0.15 0.35 132.3202
40
Peta Administrasi
Peta Geologi
Peta Tanah
42
Peta Hillshade
Peta Landform
44
Peta SPL
45
Peta Erosi
46
47