Anda di halaman 1dari 14

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN

“Penggunaan dan Pemilihan Tanaman untuk KTA (Metode Vegetatif) Pada


Lahan Pertanian”

Disusun Oleh :
Nama : Kezia Marito Nababan
NIM : 205040200111154
Kelas :C
Dosen : Syamsul Arifin, SP.,M.Si.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
I. TANAMAN PENUTUP TANAH (Cover Crop)
Konservasi merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan dengan
tujuan untuk menjaga baik kualitas dan kuantitas dari suatu lahan termasuk
diantaranya yaitu tanah dan air. Direktorat Perluasan dan Perlindungan Lahan
(2018) menyebutkan bahwa secara umum sebuah konservasi tanah dan air agar
mencapai tujuan dimana kualitas kehidupan manusia yang baik sehingga
mendapatkan keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi
kedepannya, tetapi secara khusus konservasi tanah dan air memiliki pengertian
guna meningkatkan produktivitas lahan serta mengurangi dampak negatif
pengelolaan lahan seperti erosi, sedimentasi dan banjir. Dalam melakukan
konservasi sendiri dapat diterapkan melalui dua cara yakni melalui metodi mekanis
dan vegetatif. Disebutkan oleh Rahmadani (2018) konservasi vegetatif dilakukan
dengan memanfaatkan tanaman maupun sisa-sisa tanaman (seresah). Adanya
tanaman dapat berperan sebagai pelindung terhadap daya pukulan air hujan dan
daya angkut air aliran permukaan (run off) serta dapat meningkatkan resapan air ke
dalam tanah. Didukung oleh Direktorat Perluasan dan Perlindungan Lahan (2018)
menyatakan bahwa teknik konservasi tanah secara vegetatif diketahui lebih
memiliki dampak positif (unggul) jika dibandingkan dengan teknik konservasi
tanah secara mekanis maupun kimia, hal ini dikarenakan penerapannya relatif
mudah dengan biaya yang dikeluarkan terbilang sedikit dengan benefit yang besar
seperti mampu menyediakan tambahan hara bagi tanaman, menghasilkan hijauan
pakan ternak, kayu, buah, maupun hasil tanaman lainnya.
Cover crop atau biasa dikenal dengan tanaman penutup tanah merupakan
tanaman yang berfungsi sebagai tanaman yang menekan besarnya erosi akibat
pukulan air hujan. Tanaman penutup tanah bekerja dengan cara memperbaiki bahan
organiknya hingga memperbaiki aerasi dan drainase dari tanah. Hal ini disebutkan
oleh Roni (2015) merupakan tanaman yang biasanya ditanam pada lahan kering
serta dapat menutup keseluruhan tanah, dimana tanaman yang dipilih umumnya
merupakan tanaman jenis legume yang dapat memperbaiki sifat tanah. Tanaman
legume dianggap bermanfaat sebagai tanaman pokok dalam hal meningkatkan
kesuburan tanah oleh karena suplai bahan organik, nitrogen, dan memperbaiki
kelembaban dan suhu tanah permukaan. Hal lain di ungkapkan oleh Ilyas et al.
(2017) bahwa tanaman penutup tanah berperan khusus untuk menciptakan
lingkungan mikro yang baik. Lingkungan mikro ini terdiri dari keadaan tanah dan
iklim disekitar tanaman utama. Didukung oleh Marques et al. (2016) selain dapat
meningkatkan kualitas tanah, tanaman penutup tanah juga dapat menurunkan
tekanan tanaman utama dari gulma, serangga, nematode dan masalah hama lainnya.
Tanaman yang digunakan sebagai penutup tanah sebaiknya mudah diperbanyak,
mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi
tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat sebagai pengikat tanah yang baik. Selain
itu tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, tumbuh cepat, banyak
menghasilkan daun dan tidak berubah menjadi gulma. Berikut berbagai jenis
tanaman penutup tanah.
1. Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Gambar 1. Tanaman Lamtoro
Lamtoro atau dikenal dengan sebutan petai cina, atau petai selong merupakan
sejenis perdu dari famili Fabaceae (polong-polongan) yang sering digunakan dalam
penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Adapun tanaman lamtoro memiliki
klasifikasi sebagai berikut.
● Kingdom : Plantae
● Divisi : Spermatophyta
● Sub-divisi : Angiospermae
● Kelas : Magnoliopsida
● Ordo : Fabales
● Famili : Fabaceae
● Genus : Leucaena
● Species : Leucaena leucocephala
Lamtoro umumnya dimanfaatkan dalam upaya pencegahan erosi sekaligus
perbaikan tanah. Tanaman ini dapat ditanam rapat dengan jarak 1 cm tiap biji atau
100 biji/meter sehingga saat sudah tumbuh akan membentuk pagar-pagar yang
secara otomatis dapat berfungsi sebagai pencegah erosi. Selain itu tanaman lamtoro
dapat menguapkan air dengan baik sehingga dapat menjaga siklus hidrologi pada
kawasan tersebut. Adanya vegetasi dalam suatu luasan lahan akan memodifikasi
kandungan air dalam tanah dengan menurunkan muka air tanah akibat adanya
evapotranspirasi, sehingga dapat menunda tingkat kejenuhan air tanah. Berdasarkan
peran tersebut, tanaman lamtoro dapat mengurangi tingkat erosi serta meningkatkan
kemantapan lereng (Dahlan, 2004).
2. Kacang Hias (Aracis pintoi)

Gambar 2. Kacang Hias


Tanaman penutup tanah Arachis pintoi merupakan jenis tanaman kacang-kacangan
yang tumbuh menjalar di atas tanah. Berikut klasifikasi dari tanaman kacang hias
(Arachis pintoi).
● Kingdom : Plantae
● Subkingdom : Tracheobionta
● Superdivisi : Spermatophyta
● Divisi : Magnoliophyta
● Kelas : Magnoliopsida
● Subkelas : Rosidae
● Ordo : Fabales
● Famili : Fabaceae/Leguminosa
● Genus : Arachis
● Spesies : Arachis pintoi
Narendra dan Pratiwi (2014) menyatakan bahwa P. javanica termasuk LCC
berumur panjang yang mampu beradaptasi pada tanah tidak subur dan masam
miskin hara, dengan pH 3,5 – 5,5, atau pada tanah tergenang. Arachis pintoi dapat
meningkatkan porositas tanah sebesar 6-17% dan dapat menurunkan kerapatan
massa tanah sebesar 3.3-11% sehingga dapat menekan laju aliran permukaan dan
meningkatkan infiltrasi tanah. Peran A. pintoi sebagai tanaman penutup tanah di
lahan kering telah dilaporkan bahwa A. pintoi dapat bersimbiosis dengan
Rhizobium lokal, dapat menutup tanah 100% pada 22 minggu setelah tanam (MST)
dengan jarak tanam 0.5 m x 0.5 m dan dapat menekan laju erosi sebesar 39% dari
perlakuan tanpa penyiangan pada lahan jagung dengan kemiringan lahan 13.33%.
A. pintoi dapat meningkatkan C-organik lahan sebesar 0.60ton ha-1 pada 20 MST
dan dapat menekan pertumbuhan gulma mencapai 97% dibandingkan vegetasi
alami pada 19 MST.
3. Calopogonium sp

Gambar 3. Tanaman Calopogonium sp.


Calopogonium sp. adalah salah satu tanaman berbunga dari famili kacang-
kacangan. Tanaman ini dikenal sebagai legum padang rumput. Berikut klasifikasi
dari Calopogonium sp.
● Kingdom : Plantae
● Divisi : Spermatophyta
● Kelas : Dicotyledoneae
● Ordo : Leguminales
● Family : Leguminaceae
● Genus : Callopogonium
● Spesies : Calopogonium sp
Calopogonium sp merupakan tanaman pioneer dalam melindungi permukaan tanah,
mengurangi temperatur tanah, meningkatkan kesuburan tanah, serta dijadikan
sebagai tanaman untuk menekan gulma atau rumput seperti Imperata clindrist L.
Tanaman ini banyak dimanfaatkan sebagai tanaman pakan ternak.
4. Kacang Tanah (Arachis hypogaea (L.) Merr)

Gambar 4. Tanaman Kacang Tanah


Kacang tanah (Arachis hypogaea (L.) Merr) merupakan anggota subfamili
Leguminosae serta merupakan tanaman herba, yang mana tanaman ini memiliki
daun terdiri dari 3-4 helai, memiliki daun penumpu dan polongnya tumbuh didalam
tanah (Trustinah, 2009). Kacang tanah memiliki banyak manfaat, diantaranya
sebagai makanan manusia, makanan ternak, sumber pupuk hijau, serta sebagai
tanaman penutup tanah. Adapun klasifikasi kacang tanah adalah sebagai berikut :
● Kingdom : Plantae
● Divisi : Magnoliophyta
● Kelas : Magnoliopsida
● Ordo : Fabales
● Famili : Fabaceae
● Genus : Arachis
● Spesies : Arachis hypogaea L.
Pemanfaatan tanaman kacang tanah sebagai penutup tanah menurut Rosaliani et al.
(2010) berkemampuan memperbaiki sifat fisik tanah yang rusak. Tanaman kacang
tanah sebagai penutup tanah berperan membantu pembentukan dan pemantapan
agregat tanah melalui akar tanaman tersebut serta sisa-sisa tanaman yang melapuk
Rosaliani et al. (2010). Tanaman kacang tanah juga dapat berperan dalam
mengurangi erosi di musim hujan. Hal ini sejalan dengan pendapat Rosaliani et al.
(2010) yang menyatakan bahwa tanaman penutup tanah berupa kacang-kacangan
dapat mengurangi erosi pada musim hujan dengan cara menutupi permukaan tanah
dari tumbukan air hujan sehingga terjadi penurunan resiko kerusakan agregasi
tanah.
5. Rumput Gajah
Gambar 5. Tanaman Rumput Gajah
Rumput gajah atau diketahui sebagai Elephant grass, Uganda grass atau Napier
grass merupakan salah satu tanaman rumput-rumputan yang umum ditemukan pada
lahan, khususnya pada wilayah tropis. Berikut merupakan klasifikasi rumput gajah.
● Kingdom : Plantae
● Ordo : Ainthophyta
● Subordo : Angiospermae
● Famili : Graminae
● Genus : Pennisetum
● Spesies : Pennisetum purpureum
Rumput gajah merupakan tanaman dengan akar yang tumbuh pada buku-buku dari
batang serta merayap didalam tanah, sehingga keberadaan akar pada tanah akan
mempercepat penutupan tanah. Tanaman ini juga memiliki akar serabut yang dapat
mengikat partikel-partikel hara yang telah tercuci oleh air hujan ke lapisan
permukaan. Berdasarkan pernyataan Rahayu (2001), rumput gajah memiliki
kemampuan untuk menyuburkan tanah. Hal ini terbukti dengan adanya penanaman
rumput gajah mampu meningkatkan hasil produksi. Selain itu, tanaman rumput
gajah juga memiliki manfaat dalam mengurangi erosi tanah dengan pengurangan
kekeruhan terhadap perairan akibat erosi.
2. RESUME JURNAL
Berikut merupakan hasil resume dari beberapa artikel mengenai
Penggunaan teknologi konservasi secara vegetatif dengan menggunakan cover
crop, bio geotekstil, pengolahan tanah konservasi, dan bahan pembenah tanah.
Tanaman penutup mengurangi stress atau kekeringan dengan cara
menaikkan laju infiltrasi dan kadar air tanah, meningkatkan kualitas tanah melalui
pengurangan pemadatan dan peningkatan-mengambil bahan organik, dan
mengurangi erosi sebagai hasil dari perbaikan struktur tanah. Manfaatnya termasuk
perlindungan kualitas air dan peningkatan efisiensi siklus hara. Penggunaannya
bergilir dengan tanaman sayuran dan ladang di bawah tanah kebun, ditujukan untuk
mengurangi erosi, menambahkan nitrogen (N), meningkatkan kesehatan tanah dan
meningkatkan penetrasi air. Adanya aktivitas penggunaan yang berlebihan telah
menurunkan kesuburan tanah akibatnya produksi pangan, keanekaragaman hayati,
jasa ekosistem ikut menurun secara drastis. Akibat lainnya yaitu adanya peristiwa
degradasi tanah dimana tanah menjadi langka untuk produksi pertanian global.
Dengan lahan yang terbatas diikuti dengan peningkatan populasi 10 kali lipat lebih
besar membuat keberlanjutan pertanian menjadi pertimbangan dan perhatian
global. Oleh sebab itu diperlukan adanya metode pertanian yang lebih baik untuk
mengelola tanah bukan malah memperburuk keadaan tanah.
Pengelolaan tanah mestinya menaruh fokus untuk mengembalikan
keseimbangan dalam input dan kerugian karbon organik (C) , erosi dan produksi
tanah, pelepasan dan hilangnya nutrisi. Tanah tidak hanya sekedar berperan untuk
pertanian dan kehutanan tetapi tanah mengambil peran untuk menyimpan karbon
organik, mengubah nutrisi, menyaring air, dan menopang jumlah populasi
keanekaragaman hayati tumbuhan maupun hewan. Jika dilihat sisi positifnya
penggunaan praktik pengelolaan tanaman penutup sangat membantu dalam
mengatasi masalah ini. Tanaman penutup tanah berpeluang untuk meningkatkan
keberlanjutan pertanian, mengurangi erosi, dan meningkatkan kualitas dan
kesehatan tanah di menghadapi perubahan iklim. Selain itu tanaman penutup tanah
sangat membantu dalam memelihara bahan organik dan meningkatkan potensi
sekuestrasi C serta memiliki potensi untuk mengurangi penggunaan bahan kimia
pertanian, membantu meningkatkan kualitas air.
Tanaman penutup tanah dapat bermanfaat sebagai sumber hara contohnya
sebagai pupuk hijau pada sistem pertanaman terutama nitrogen (N), tanaman
penutup seperti kacang-kacangan dapat menambat unsur N dan meningkatkan
pengelolaan unsur N dalam tanah. Tanaman penutup juga membantu dalam upaya
mitigasi perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama
ketika tanaman penutup dengan rasio C ke N tinggi. Tanaman penutup tanah dapat
menjadi pemulung nutrisi untuk memulihkan N di dalam tanah (bahkan lebih dalam
di tanah), yang dapat membatasi hilangnya N ke lingkungan. Tanaman penutup
dapat berkontribusi pada peningkatan hasil dan kualitas tanaman berikutnya.
Mereka juga dapat membantu upaya mitigasi perubahan iklim dengan mengurangi
emisi gas rumah kaca, terutama ketika tanaman penutup dengan rasio C ke N tinggi.
Tanaman penutup dapat menjadi alat yang berguna untuk meningkatkan
pengelolaan unsur hara dan melindungi kualitas udara, tanah, dan air.
Geotekstil atau dapat disebut dengan sistem pengendalian erosi berguling
yang berpeluang dalam membantu konservasi tanah dan air. Geotekstil
menciptakan lingkungan yang stabil tidak berkurang dan dibangun berdasarkan
bahan asli, terjangkau serta kompatibel dengan pengelolaan berkelanjutan.
Geotekstil biologis dapat berfungsi sebagai pengganti penutupan sementara di
daerah lereng curam yang mudah terkikis, dimana pertumbuhan vegetatif dibatasi
oleh kekuatan hujan dan limpasan air yang erosif. Geotekstil ini dinilai berpeluang
secara efektif dalam mengkonversi tanah di daerah lahan miring baik itu lahan
pertanian, dinding bendungan, dll. Selain itu keberadaan geotekstil biologis
didaerah berlereng daoat menekan volume limpasan permukaan karena beberapa
faktor pendukungnya seperti setiap air limpasan permukaan datang jalur-jalur
lewatnya air dibagi menjadi lebih kecil dan dibuat banyak penghalang berupa
anyaman, sehingga memperkecil kerusakan yang ditimbulkan air mengalir. Lalu
jaring geotekstil sendiri dapat meningkatkan infiltrasi akibat adanya jaringan mikro
kecil, lalu meningkatkan kekasaran permukaan, memperlambat kecepatan aliran
darat.
Penerapan geotekstil biologis menekan tingkat kehilangan tanah jika
menyediakan penutup permukaan. Kondisi tanah dan iklim yang memainkan peran
utama dalam mendukung keefektivitasan geotekstil biologis dalam mengendalikan
erosi tanah. Jika geotekstil basah hingga meluas ke permukaan tanah, meningkatkan
kelambanan maka karenanya, dapat mengendalikan limpasan dan erosi. Gangguan
tanah oleh pengolahan konvensional membuat tanah berfungsi sebagai sumber dari
pada penyerap polutan atmosfer dan dengan demikian tidak berkelanjutan dan
ramah lingkungan. Pada tanah bertekstur halus dan dengan drainase buruk, tanpa
pengolahan tanah/ non-tillage (NT) dianjurkan sementara pada tanah dengan
drainase baik dengan tekstur ringan hingga sedang dan kandungan humus rendah,
NT tampaknya menguntungkan. Zero atau minimum-tillage (MT) bermanfaat
untuk perbaikan fisik tanah karena proses degradasi fisik tanah biasanya terjadi
segera setelah pengolahan konvensional/conventional-tillage (CT).
Ada penekanan pada pentingnya transisi ke sistem NT untuk mengurangi
limpasan dan pemeliharaan kualitas lingkungan. Selain itu, tanaman yang ditanam
dengan NT memiliki lebih banyak manfaat adaptasi iklim (misalnya kekeringan dan
suhu tinggi) dan dengan demikian hasil yang tinggi dibandingkan dengan yang di
petak yang digarap sementara tanaman yang ditanam dengan pengolahan tanah
minimum memiliki keuntungan hasil yang lebih baik daripada CT dan NT karena
pecahnya lapisan kompak dan gangguan tanah sedang. Manfaat potensial dari
pengolahan tanah konservasi bersama dengan praktik lain seperti tutupan tanah
dalam mengurangi karbon dan emisi nitrous- oksida ke atmosfer tidak dapat
ditekankan secara berlebihan. Oleh karena itu, untuk mencapai produksi pangan
berkelanjutan dengan dampak minimal pada tanah dan atmosfer, praktik
pengolahan tanah konservasi menjadi lebih penting saat ini daripada sebelumnya.
Ancaman dan kerusakan selanjutnya dari tanah oleh erosi tanah dan bentuk
lain dari degradasi tanah. Penggunaan input kimia untuk mendukung hidup tanaman
dalam jangka panjang belum terlalu efektif. Hal ini awalnya menyebabkan
penurunan kandungan bahan organik tanah, pengasaman tanah dan degradasi fisik
tanah, yang berakibat pada peningkatan erosi tanah. Pupuk organik dapat digunakan
sebagai alternatif pupuk anorganik. Walau melepaskan nutrisi membutuhkan waktu
yang lama tetapi bagus sehingga mengaktifkan biomassa mikroba tanah Pemberian
pupuk organik mempertahankan sistem tanam dan melestarikan tanah untuk
digunakan di masa depan melalui daur ulang hara yang lebih baik, memperbaiki
struktur tanah dan meningkatkan kapasitas menahan air tanah. Penggunaan pupuk
organik untuk meningkatkan produktivitas dan kelestarian lahan semakin
meningkat dan manfaatnya sangat menggantikan penggunaan pupuk anorganik.
III. ARTIKEL YANG DIRESUME
Dunn, M., Ulrich-Schad, J. D., Prokopy, L. S., Myers, R. L., Watts, C. R.,
& Scanlon, K. (2016). Perceptions and use of cover crops among early adopters:
Findings from a national survey. Journal of Soil and Water Conservation, 71(1),
29-40.

Delgado, J. A., & Gantzer, C. J. (2015). The 4Rs for cover crops and other
advances in cover crop management for environmental quality. Journal of Soil and
Water Conservation, 70(6), 142A-145A.

Bhattacharyya, R., Fullen, M. A., Booth, C. A., Kertesz, A., Toth, A., Szalai,
Z., ... & Toan, T. T. (2011). Effectiveness of biological geotextiles for soil and water
conservation in different agro‐environments. Land Degradation & Development,
22(5), 495-504.
Busari, M. A., Kukal, S. S., Kaur, A., Bhatt, R., & Dulazi, A. A. (2015).
Conservation tillage impacts on soil, crop and the environment. International soil
and water conservation research, 3(2), 119-129.

Gloria, E., & Katan, K. (2016). The Role of Organic Matter in


Conservation and Restoration of Soils in Southeastern Nigeria: A Review.
International Journal of Plant & Soil Science, 11(6), 1-16.
IV. ANALISA KEMUNGKINAN PENERAPAN TEKNOLOGI
KONSERVASI YANG TERDAPAT DI ARTIKEL PADA DI DESA
BANGGLE JAWA TIMUR
Kerusakan lahan yang terjadi berupa longsor akibat erosi yang terjadi.
Longsor tersebut terjadi setelah desa Banggle diguyur hujan selama 4 hari berturut.
Penanggulangan yang telah dilakukan dengan membentangkan kayu di pinggiran
atau sepanjang lokasi keberadaan tanah yang sudah mengalami erosi. Namun, erosi
diperkirakan terus terjadi jika hujan terus-menerus berlangsung deras.

Selain faktor hujan, faktor kelerengan juga mempengaruhi potensi


terjadinya erosi dan longsor. Seperti yang terlihat pada gambar, lokasi terjadinya
longsor tersebut memiliki kemiringan lahan yang cukup curam sehingga kejadian
longsor pun sangat mungkin untuk terjadi. Hal ini didukung oleh pernyataan Sidle
et al. (2013) yang menyatakan bahwa kejadian bahaya longsor (gerakan massa
tanah) sering terjadi di daerah-daerah lereng curam atau terjal. Terbentuknya tanah
longsor adalah akibat perpindahan material pembentuk lereng seperti batuan, bahan
rombakan,tanah yang bergerak dari lereng bagian atas meluncur ke bawah. Secara
prinsip tanah longsor terjadi jika gaya pendorong pada lereng bagian atas lebih
besar dari pada gaya penahan. Gaya pendorong dipengaruhi oleh intensitas hujan
yang tinggi, keterjalan lereng, beban serta adanya lapisan kedap air, ketebalan
solum tanah, dan berat jenis tanah. Pada hal gaya penahan tersebut umumnya
dipengaruhi oleh ketahanan geser tanah, kerapatan dan kekuatan akar tanaman serta
kekuatan batuan (Sidle et al., 2003). Karnawati (2005) menegaskan, bahwa daerah
yang rawan atau rentan terjadi longsor terletak pada dataran tinggi dan pegunungan,
yang mana di desa Banggle termasuk didalamnya. Selain itu, kurangnya tutupan
lahan menjadi penyebab utama terjadinya longsor ini. Adapun erosi serta longsor
dapat menimbulkan dampak lanjutan berupa degradasi lahan serta penurunan
produktivitas lahan, sehingga untuk itu perlu dilakukan upaya konservasi untuk
mencegah permasalahan tersebut. Upaya pencegahan erosi, longsor lahan dapat
dilakukan dengan perbaikan pola pemanfaatan lahan dan melakukan usaha
konservasi tanah dan air baik secara vegetatif maupun mekanis. Dalam metode
konservasi tanah dan air secara vegetatif dapat dilakukan dengan menerapkan
tanaman penutup tanah (cover crop).
Tanaman penutup tanah digunakan untuk melindungi permukaan tanah dari
erosi akibat pukulan air hujan serta hilangnya hara tanaman melalui proses
pencucian dan limpasan. Potensi longsor dapat diperkecil oleh perakaran tanaman
penutup tanah yang mampu menahan serta menjaga stabilitas struktur dan agregat
tanah. Sistem perakaran tanaman penutup tanah ini mampu mengikat agregat tanah
serta meningkatkan infiltrasi air kedalam tanah sehingga tidak mudah untuk terjadi
longsor. Selain itu, adanya tanaman penutup tanah seperti legume juga mampu
meningkatkan kandungan nitrogen dalam tanah sehingga mengurangi dampak
pencucian hara akibat limpasan permukaan. Tanaman penutup tanah memiliki tajuk
yang dapat menghalau pukulan air hujan secara tidak langsung menuju tanah
sehingga oleh karenanya tingkat erosi percikan juga akan menurun. Ketika adanya
tanaman yang menutupi permukaan tanah, tanaman tersebut akan melindungi tanah
dari erosi percikan dan degradasi fisik (misalnya penghancuran agregat, pemadatan
lapisan tanah atas dan penyegelan permukaan). Dengan adanya vegetasi maka akan
mengurangi erosi tanah yang disebabkan oleh air dengan menghalangi curah hujan
langsung jatuh ke permukaan tanah, meningkatkan infiltrasi air, menghalangi
limpasan di permukaan tanah serta menstabilkan kekuatan tanah dengan akar.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, N. E. 2004. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup. Jakarta: PT. Enka Parahyangan.
Direktorat Perluasan Dan Perlindungan Lahan. 2018. Pedoman Teknis Konservasi
Tanah Dan Air.
Ilyas, S., N.A. Mattjik, Suharsono, G.A. Wattimena, S. Yahya,M.H. Chozin, S.
Susanto, S.A. Aziz, D. Sopandie, S. Hardjowigeno, Dan C. Kusmana. 2017.
Peningkatan Produksi, Manfaat, Dan Sustainability Biodiversitas Tanaman
Indonesia. Bogor: Ipb Press.
Marques, M.J., G. Schwilch, N. Lauterburg, S.Crittenden, M. Tesfai, J. Stolte, P.
Zdruli, C. Zucca, T. Petursdottir, N. Evelpidou, A. Karkani, Y.
AsliYilmazgil, T. Panagopoulos, E. Yirdaw, M. Kanninen, J. Luis Rubio,
U. Schmiedel, A. Doko. 2016. Multifaceted Impacts of Sustainable Land
Management in Drylands: A Review. Sustainability 8: 177.
Narendra, B.H., Pratiwi. 2014. Pertumbuhan Cover Crops Pada Lahan Over
burden Bekas Tambang Timah Di Pulau Bangka (Of Cover Crops Growth
On Tin-Mined Overburden In Bangka Island). Indonesian Forest
Rehabilitation Journal 2(1): 15-24.
Rahmadani. 2018. Penerapan Teknik Konservasi Tanah Dan Air Oleh Masyarakat
Di Desa Bonto Somba Hulu Das Maros. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Roni, I. G. 2015. Konservasi Tanah Dan Air. Bali: Universitas Udayana.
Sidle R.C and Dhakal, A.S. 2003. Recent Advances in The Spatial and Temporal
Modeling of Shallow Landslies. Modelling and Simulation Society of
Australia and New Zealand Inc. MOD SIM03 Vol. 2.
Sidle R.C and Dhakal, A.S. 2003. Recent Advances in The Spatial and Temporal
Modeling of Shallow Landslies. Modelling and Simulation Society of
Australia and New Zealand Inc. MOD SIM03 Vol. 2.

Anda mungkin juga menyukai