DISUSUN OLEH :
KELAS : E
KELOMPOK : E2
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Lokasi Proyek : Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Provinsi Jawa
Timur.
Penyusun: E/E2
Disetujui Oleh
3 Balok Penekan Sebagai media untuk menekan block spot agar masuk kedalam
tanah
6 Ring Master Sebagai alat untuk mendapatkan sampel tanah utuh dan
membantu ring sampel
15 Palu Sebagai alat untuk menekan balok penekan pada box plot
22 Corong Sebagai alat untuk membantu menuang sampel tanah ayakan 0,5
mm
Sedangkan bahan yang digunakan dalam kegiatan fieldwork disajikan pada Tabel
No Bahan Fungsi
9 Larutan H2O2 Untuk menghilangkan ikatan organic dengan cara membakat atau
oksidasi
3.3 Metode
3.3.1 Metode Analisis Permasalahn
Metode analisis masalah yang digunakan dalam pengamatan adalah metode analisis
akar masalah. Dengan menggunakan analisis akar masalah akan diketahui akar
permasalahan di tiap-tiap SPL setelah dilakukan pengamatan. Jika telah diketahui akar
masalah, maka dapat dilakukan tindakan perbaikan atau pencegahan secara efektif dengan
harapan tindakan konservasi lahan yang tepat dapat dilakukan sesuai dengan karakter
masing-masing SPL.
3.3.2 Metode Klasifikasi Kemampuan Lahan
Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menganalisis kelas kemampuan
lahan yaitu metode matching. Dalam metode ini, menggunakan perbandingan antara nilai
faktor penghambat pada unit lahan dengan tabel konversi. Faktor-faktor yang menjadi
penghambat diantaranya yaitu kemiringan lereng, kepekaan erosi tanah, tingkat erosi,
kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, drainase, bahan kasar dalam tanah batuan/kerikil
dan ancaman banjir. Pengelompokan kelas kemampuan lahan memerlukan
kelompok/kriteria yang menempatkan lahan kedalam pengelompokan satuan kelas atau
pengelompokan sub kelas. Setelah dianalisis kemudian lahan dicocokan ke dalam kelas
kemampuan yang sesuai berdasarkan tabel konversi yang ada (Supriadi et al., 2017).
3.3.3 Metode Penentuan Batas Lahan (SPL)
Pengamatan yang dilakukan mencakup analisis terhadap 2 SPL, dimana penentuan
SPL-nya dilakukan dengan mencari lahan dengan kemiringan lereng yang berbeda. Maka,
untuk mengetahui hal tersebut dilakukan pengukuran kemiringan lereng menggunakan
klinometer. Menurut Dermawan et al. (2018), lahan dengan persamaan kemiringan
umumnya menjadi satuan lahan yang sama atau satuan lahan homogen (SLH). Selain
kemiringan yang berbeda, penggunaan lahan juga dapat menjadi acuan, seperti penutupan
lahan dengan tanaman berbeda dan/atau pengelolaan berbeda. Berdasarkan Hikmatullah et
al. (2014) satuan lahan berarti suatu hamparan dengan keseragaman atau kemiripan
karakteristik, seperti landform, bahan induk, dan lereng. Dalam membedakan satuan lahan,
dasar penentuannya komponen satuan lahan, yang mana memiliki pengaruh atas proses
pembentukan tanah serta sifat-sifatnya.
3.3.4 Metode Pengambilan Contoh Tanah
Terdapat 2 contoh tanah yang diambil dari kegiatan fieldwrok, yaitu sampel tanah utuh
dan sampel tanah komposit. Sample tanah utuh digunakan untuk menetapkan sufat-sifat fisik
tanh, sedangkan sampel tanah komposit digunakan untuk menetapkan tekstur dan sifat-sifat
kimia tanah (Handayani dan Karmilasanti, 2013) . Sampel tanah utuh diambil menggunakan
ring sampel dan ring master. Sedangkan, sampel tanah komposit diambil secara acak pada
5 titik pada taip SPL secara diagonal atau zigzag. Pada pengambil sampel tanah utuh,
posisikan ring sampel berada dibagian bawah dan ring master berada diposisi atas. Terlebih
dahulu tekan ring sampel ke dalam tanah hingga ¾ bagian terisi pada ring, kemudian letakan
ring master diatasnya dan balok untuk membantu agar ring sampel dapat masuk ke lapisan
yang lebih dalam. Tekan ring sampel menggunakan palu hingga kedua ring sudah masuk
secara penuh ke dalam tanah. Ambil ring dengan cara menggali secara hati-hati tanah yang
berada disekitar ring agar tanah pada ring tidak rusak. Kemudian, simpan ring sampel
beserta tanah yang ada di dalamnya dengan menggunakan plastik dan simpan secara rapat.
Pengambial sampel tanah komposit dilakukan dengan mengambil secara acara sampel
tanah pada 5 titik pada setiap SPL. Pola pengambilan sampel yang digunkana pada kegiatan
fieldwork ialah dengan pola diagonal. Tanah yang diambil merupakan tanah pada bagian
permukan dengan kedalamn 0-10 cm dari atas permukaan tanah serta berat tanah total + 2
Kg.
3.3.5 Metode Analisis Tanah
Langkah pertama dilakukan untuk analisa tekstur tanah yaitu menyiapkan alat dan
bahan. Kemudian, menyiapkan preparasi sampel dengan tanah dikering anginkan.
Kemudian tanah dihaluskan dengan mortal dan pistil. Selanjutnya tanah disaring ayakan 2
mm dan tanah dikompositkan. Setelah itu, menimbang tanah yang sudah dikompositkan
sebanyak 20 g. Kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml. Lalu, dimasukkan ke
ruang asam sebelum diberi bahan kimia. Selanjutnya, ditambahkan air aquades 50 ml dan
peroksida (H2O2) 10 ml 30%, tunggu sampai tidak ada reaksi (1 jam). Kemudian
menambahkan larutan Na4P2O7 (Calgon) 20 ml konsentrasi 5% dan dihomogenkan. Setelah
itu, didiamkan 1 malam, supaya terjadi despresi secara kimia. Selanjutnya, memindahkan
hasil dispersi ke dalam tabung dispersi mekanik dan menambahkan aquades secukupnya.
Dispersi dilakukan selama 5 menit dan tuangkan pada ayakan 0,05 mm. Larutan yang lolos
ayakan ditampung dalam gelas ukur 1 liter dan ditambahkan aquades sampai batas garis.
Tanah yang tertinggal pada saringan dikumpulkan dalam cawan dan dioven 110 oC 24 jam
sebagai massa pasir. Lalu meletakkan gelas berisi cairan pada meja pipet dan kocong
dengan tiang pengaduk karet. Kemudian mengambil 16 ml dengan pipet kedalaman 10 cm
maksimal 40 detik setelah diaduk dan ulangi setelah 6 jam 52 menit (jangan diaduk) dan
ditampung dalam cawan (cawan ditimbang terlebih dahulu). Setelah itu, dikeringkan dalam
oven 110oC 24 jam/Hot plate 3 jam suhu tinggi. Kemudian menimbang masing-masing
cawan dan isinya sebagai berat debu dan liat pada pipet I dan berat liat pada pipet II.
Selanjutnya, mengeringkan dalam oven 110oC 24 jam/Hot plate 3 jam suhu tinggi. Setelah
itu, mengambil 14 sampel di dalam oven dan mengayak sampel 1 mm; 0,5 mm; 0,25 mm;
0,125 mm; 0,05 mm. Terakhir memasukkan data ke dalam tabel pengamatan.
Analisis berat isi tanah bertujuan untuk mengetahui kepadatan tanah dan kemampuan
akar tanaman menembus tanah. Untuk menganalisis kadar air dan berat isi tanah, alat dan
sampel tanah utuh harus disiapkan terlebih dahulu. Sampel tanah utuh ditutup dengan kain
kasa kemudian diikat dengan karet gelang. Setiap sampel tanah kemudian ditandai dengan
label. Selanjutnya, timbang sampel tanah yang berada di ring sampel dan kain kasa dengan
menggunakan timbangan analitik. Kemudian catat dan dokumentasikan beratnya.
Selanjutnya masukkan sampel tanah tersebut ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 1
x 24 jam. Setelah 1 x 24 jam sampel tanah dan ring dikeluarkan dari oven dan ditimbang,
kemudian hasilnya dicatat dan didokumentasikan. Sampel tanah kemudian dikeluarkan dari
ring sampel dan ditimbang pada timbangan analitik. Setelah penimbangan, timbang kembali
setiap ring sampel, kain kasa dan limbah karet yang digunakan dengan timbangan analitik
dan catat serta dokumentasikan hasilnya. Setelah itu, didapatkan informasi yang diperlukan.
Lalu menghitung berat isi (BI) tanah.
3.3.6 Metode Penentuan Erosi (USLE)
Setelah pengambilan semua data, tahap selanjutnya ialah menentukan erosi dengan
metode USLE. Erosi yang ditentukan merupakan erosi aktual dan eros yang diperbolehkan
agar dapat diketahui apakah erosi pada lahan tersebut dapat menjadi suatu permasalahn
atau tidak. Penentuan erosi aktual dan erosi yang diperbolehkan menggunakan rumus yang
berbeda. Penentuan erosi aktual menggunakan rumus sebagai berikut.
A=R x Kx L x S x C x P
Dimana:
A = Besarnya erosi (ton/ha/tahun)
R = Indeks erosivitas hujan
K = Faktor erodibilitas tanah
L = Faktor panjang lereng (m)
S = Faktor kemiringan lereng (%)
C = Faktor vegetasi
P = Faktor pengelolaan tanaman.
Indeks erosivitas hujan didapat dari perhitungan menggunakan rumus indeks erosivitas
bulanan.terdapat dua rumus yang dapat digunakan untuk menghitung indek erosivitas hujan
yaitu menggunakan rumus Bols (1978) atau menggunakan rumus Utomo dan Mahmud
(1984). Penggunaan rumus tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi aktual di lapangan.
Keduanya memiliki rumus sebagai berikut,
Bols (1978)
Rb=6,119 ¿
Dimana:
Rb = indeks erosivitas bulanan
CHb = curah hujan bulanan (cm)
HHb = jumlah hari hujan dalam satu bulan
CH 24 = curah hujan maksimum 24 jam dalam bulan tersebut (cm)
Utomo dan Mahmud (1984)
Rb=10,80+ 4,15 CHb
Dimana:
Rb = indeks erosivitas bulanan
CHb curah hujan bulanan (cm)
Faktor erodibilitas merupakan faktor pada tanah yang menunjukkan resistensi partikel
tanah terhadap penghancuran dan transportasi partikel-partikel tanah akibat adanya energi
kinetik air hujan. Penentuan faktor erodibilitas dilakukan dengan perhitungan menggunakan
rumus sebagai berikut,
100 K=1,292 [ 2,1 M 1,14 ( 10−4 ) ( 12−a ) + ( b−2 ) 3,25+ ( c−3 ) 2,5 ]
Dimana:
K = erodibilitas tanah
M = parameter ukuran butiran tanah = (%debu + %pasir sangat halus) (100-%liat)
a = % bahan organik tanah
b = kode struktur tanah
c = kode permeabilitas tanah
Selanjutnya, pada penentuan panjang dan kemiringan lereng perlu dilakukan
perhitungan dengan menggunakan rumus pada kedua data tersebut. terdapat dua rumus
yang berbeda, disesuaikan dengan kemiringan lereng. Rumus tersebut yaitu, rumua Morgan
(1979) digunakan apabila kemiringan lereng < 22% dan rumus Gregory et al. (1977)
digunakan apabila kemiringan lereng >22. Kedua rumus tersebut yaitu sebagai berikut
Morgan (1979)
√ λ
100
¿¿
Dimana:
LS = faktor panjang dan kemiringan lereng
S = kemiringan lereng (persen)
λ = panjang lereng (meter)
Gregory et al. (1977)
¿
Dimana:
LS = faktor panjang dan kemiringan lereng
λ = panjang lereng (meter)
m = 0,5 untuk lereng > 5%
0,4 untuk lereng 3,5% - 4,9%
0,3 untuk lereng <3,5%
C = 34,7046
α = kemiringan lereng (derajat)
Menentukan nilai faktor tanaman/vegetasi (C) dan faktor pengelolaan lahan (P) dapat
didapat dari tabel yang sudah berisikan nilai-nilai indeks faktor C dan P. Faktor C diambila
berdasarkan data vegetasi dalam satu tahun dan dapat diamati jenis-jenis tanaman yang
dominan. Apabila dalam satu tahun terakhir terdapat lebih dari satu vegetasi yang dominan,
untuk mendapatkan nilainya, masing-masing indek vegetasi dapat di rata-rata. Nilai dari
faktor P harus disesuaikan berdasarkan kondisi aktual yang ada dilapangan dengan tabel
indeks faktor P. Penentuan nilai erosi yang lain yaitu menghitung nilai erosi yang
diperbolehkan untuk dijadikan pembanding dengan erosi aktual di lapangan. Rumus dari
erosi yang diperbolehkan yaitu sebagai berikut,
kedalaman tanah x faktor kedalaman
erosi diperbolehkan=
umur kelestarian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Lahan
4.1.1 Kondisi umum lahan
Kegiatan fieldwork Teknologi Konservasi Sumber Daya Lahan dilakukan pada lahan
pertanian yang berada di Desa Sumbergondo Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Provinsi Jawa
Timur. Desa Sumergondo merupakan desa yang berada di kaki lereng Gunung Arjuna
dengan suhu udara yang sejuk. Menurut Witjaksono et al. (2022), secara astronomis Kota
Batu terletak diantara 122o 17’10,90” – 122o 57’11” Bujur Timur (BT) serta diantara 7 o
44’55,11”- 8 o 26’35,45” Lintang Selatan (LS). Kota Batu terbagi ke dalam tiga kecamatan
yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji, dan Kecamatan Junrejo. Kecamatan Bumiaji
memiliki luas kurang lebih 127,978 km2 atau sekitar 64,28% dari total luas Kota Batu.
SPL 2
4.1.5 Permasalahan
Permasalahan yang ada pada SPL 1 serta SPL 2 yakni kelerengan yang tinggi dengan
kelereng pada SPL 1 yakni sebesar 28% dan pada SPL 2 yakni sebesar 10%. Lereng 22
yang semakin curam memiliki potensi erosi yang semakin besar. Hal ini didukung oleh
pendapat Putra et al (2018) mengatakan semakin besar nilai lereng maka semakin besar
pula potensi erosi yang terjadi. Lereng yang curam akan menyebabkan air hujan lebih
mudah mengalami limpasan permukaan (runoff) dimana limpasan permukaan menjadi salah
satu penyebab erosi. Sehingga semakin besar nilai lereng, maka limpasan permukaan akan
semakin besar pula. Kelerengan menurut Dewi (2012) akan menyebabkan air memiliki
kesempatan lebih kecil untuk masuk kedalam tanah sehingga potensi limpasan permukaan
semakin besar dan erosi semakin mudah terjadi. Kecepatan dari limpasan permukaan juga
dipengaruhi oleh besarnya nilai lereng. Lereng yang semakin curam akan membuat laju
aliran dari limpasan permukaan semakin cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sihombing
(2013) bahwasannya kelerengan yang curam akan memperbesar kecepatan aliran air dari
limpasan permukaan (runoff). Sehingga erosi yang terjadi lebih besar dan lebih cepat.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada SPL 1 dan SPL 2,
didapatkan bahwa lahan terletak didataran berbukit, umumnya memerlukan perlakuan
khusus karena mempunyai faktor erosi lebih banyak. Pada lahan yang diamati terlihat
terdapat bedengan-bedengan teras tetapi tidak konsisten. SPL 1 memiliki kelas IV dengan
faktor pembatas kelrangan dan batu kerikil. Penggunaan lereng tersebut dengan vegetasi
tanaman semusim termasuk kategori agak sesuai lahan karena jika digunakan untuk
tanaman semusim diperlukan pembuatan teras, saluran drainase, penutup tanah, dan
pergiliran tanaman (Dewi, 2012). Kondisi aktual di lapangan, lahan telah dibuat teras namun
tidak ada saluran drainase dan kurang tanaman penguat (pohon), serta aliran air irigasi yang
kering karena dibendung di area hulu. Rendahnya permeabilitas yang diikuti oleh rendahnya
laju infiltrasi air menurut Arifin (2010) memiliki kemampuan untuk mengakibatkan limpasan
permukaan (runoff) yang tinggi. Limpasan permukaan sendiri akan menyebabkan
pengangkutan material-material pada permukaan tanah atau dengan kata lain
mengakibatkan erosi
5.1 Rekomendasi Konservasi
5.1.1 Rekomendasi Konservasi Masing-Masing SPL
SPL Kondisi Aktual Akar Masalah Rekomendasi Indikator
Lahan Keberhasilan
1 Teras guludan Teras dibuat tanpa Rekomendasi Penurunan nilai
dengan pohon jeruk tanaman penguat konservasi pada erosi aktual pada
sebagai tanaman teras dan aliran air SPL 1 dilakukan lahan sehingga
penguat teras pada lahan tidak dengan 2 metode tidak lagi
terarahkan karena yaitu secara melampaui nilai
tidak ada vegetatif dan EDP. Tanaman
pembuatan mekanis. penguat teras
saluran drainase. Vegetatif berupa diharapkan dapat
tanaman mempertahankan
penguat teras bentuk teras
dengan dengan
tanaman yang menambah
digunakan kekasaran
adalah rumput permukaan tanah
gajah. sehingga tidak
Mekanis yaitu terjadi limpasan
pembuatan tanah oleh air.
saluran teras. Adapun saluran
air dibuat agar air
mengalir sesuai
dengan jalurnya.
2 Drainase pada Pada lahan SPL 2, Rekomendasi Indikator
saluran alami dan gulud pembatas konservasi pada keberhasilan
tanpa pembuatan antara SPL 2 SPL 2 dilakukan rekomendasi
teras. dengan SPL secara olah tanah pada SPL 2
dibawahnya tidak minumum. Bibit adalah lahan
ada tutupan tanah tanaman di tanam tidak lagi
sehingga tanah tanpa olah tanah, memerlukan
berpotensi dan seresah input nutrisi dari
mengalami tanaman dibiarkan luar karena
limpasan ke lahan di permukaan bahan organik
bagian bawah. tanah. Gangguan tanah berasal
Selain itu, mekanis terhadap dari seresah
drainase pada tanah diupayakan tanaman.
lahan masih seminimal mungkin.
berupa drainase Pengolahan lahan,
alami. penggludan dibuat
searah garis kontur.
Pembuatan saluran
pembuangan air
yaitu saluran yang
dialirkan searah
dengan kemiringan
lereng sehingga air
yang mengalir dari
teras selanjutnya
diarahkan dan
dialirkan melalui
saluran tersebut.
Pada SPL 1, lahan memiliki faktor pembatas lereng karena memiliki kemiringan lebih
dari 20 derajat sehingga dibutuhkan konservasi mekanis untung memotong lereng atau
mengurangi kemiringan tersebut. Kondisi aktual dilapangan menunjukkan bahwa lahan telah
diberi perlakuan teras bangku. Hal tersebut merupakan tindakan yang tepat. Namun, untuk
memaksimalkan kinerja teras, perlu ditambahkan tanaman penguat teras dan saluran air
sehingga bentuk teras akan terjaga, aliran air terarah dan tidak terjadi limpasan.
Rekomendasi yang diberikan berupa penanaman rumput gajah pada pematang teras dan
pembuatan saluran teras. Saluran teras merupakan saluran yang terletak dekat perpotongan
antara bidang olah dengan tampingan (dinding) teras. Saluran ini mengalirkan air dari bidang
olah ke saluran pembuangan air. Saluran ini ditutupi dengan rumput yang rapat supaya
aman untuk penyaluran air.
Pada SPL 2, lahan memiliki kemiringan >6 dan tidak memiliki faktor pembatas lainnya
kecuali batuan sehingga konservasi mekanis dapat menjadi pilihan terakhir. Adapun
rekomendasi konservasi, dapat dilakukan adalah olah tanah minimum. Dengan olah tanah
minimum, gangguan mekanis pada tanah akibat pengolahan tanah akan diminimalisir
sehingga agregat dan bahan organik tanah terlindungi dari kerusakan. Bahan organik tanah
yang digunakan tanaman budidaya akan dikembalikan dengan seresah yang dibiarkan
terdekomposisi sehingga tanah tidak memerlukan lagi input nutrisi dari luar. Selain itu, pada
lahan terdapat saluran air alami sehingga pembuatan SPA akan mengarahkan air dari bidang
olah menuju saluran tersebut. Dengan demikian air tidak akan menggerus lahan
dibawahnya. Pada SPL 2 juga dibutuhkan tanaman penguat teras pematang sehingga tanah
akan tertahan dari aliran air yang dapat menyebakan limpasan permukaan. Tanaman
penguat dapat berupa rumput-rumputan sehingga rumput gajah merupakan salah satu
tanaman yang dapat ditanam di area tersebut.
Tanaman penguat teras dapat menjadi pencegah longsor dan erosi, rontokan daun
yang dihasilkan juga bisa menjadi penutup lahan nantinya yang akan mengurangi pukulan
air hujan saat jatuh ke tanah, salah satu yang dapat menjadi tanaman penguat teras adalah
tanaman pakan, seperti rumput gajah. Tanaman rumput gajah atau tanaman pakan lainnya
dikenal dengan peran besar nya saat ditanam di lereng dalam mengatasi erosi. Rumput
ditanam sebagai penguat teras karena memiliki akar dengan tipe akar serabut yang dapat
membentuk jaring-jaring alami di tanah, yang kemudian memperkuat tanah dan mencegah
partikel tanah tererosi atau terbawa oleh air yang melimpas atau run off. Pada tiap sisi
guludan biasanya diperkuat oleh tanaman berakar serabut sebagai penguat teras, demi
mengurangi potensi terjadinya longsor, adapun tanaman yang biasa digunakan adalah
rumput gajah (Mardiatno dan Marfai, 2021).
5.1.2 Mekanisme penerapan rekomendasi
SPL Rekomendasi Timeline Kegiatan Kegiatan
1 April 2023 Survei lokasi dan pengambilan
sampel tanah
5 April 2023 Analisis laboratorium
6 April 2023 Tabulasi data dan perhitungan nilai
EDP dan erosi aktual
10 April 2023 Penetapan rekomendasi
Tanaman Penguat
1 konservasi
Teras dan Saluran
11 April 2021 Evaluasi kelayakan usaha
Pembuangan Air
konservasi dengan menghitung
EDP dan erosi aktual setalah diberi
perlakuan.
12 April 2023 Pembuatan visualisasi rancangan
konservasi
14 April 2023 Finalisasi penerapan rekomendasi.
1 April 2023 Survei lokasi dan pengambilan
sampel tanah
5 April 2023 Analisis laboratorium
6 April 2023 Tabulasi data dan perhitungan nilai
Olah tanah minimum, EDP dan erosi aktual
Saluran pembuangan 10 April 2023 Penetapan rekomendasi
2
air dan tanaman konservasi
penguat teras. 11 April 2021 Evaluasi kelayakan usaha
konservasi dengan menghitung
EDP dan erosi aktual setalah diberi
perlakuan.
14 April 2023 Finalisasi penerapan rekomendasi.
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kondisi SPL 1 dan
SPL 2 di Desa Sumbergondo, Kota Batu memiliki perbedaan. Tingkat kelerengan SPL 1 lebih
tinggi dibandingkan SPL 2 sehingga bentuk konservasi lahan yang dilakukan berbeda
berkaitan dengan dampak erosi yang kemungkinan terjadi. Praktik budidaya yang telah
dilakukan di kedua SPL tidak menunjukkan kerusakan lingkungan yang berarti sehingga
upaya rekomendasi yang dapat dilakukan cukup dengan memperbaiki teras yang sudah ada
dan menambahkan beberapa tanaman penutup (cover crop). Pembuatan saluran drainase
diperlukan dalam upaya budidaya yang ada di area lahan dengan memperhatikan kontur
wilayah SPL.
6.2 Saran
Agusri, E. 2017. Konsep Konservasi Lahan Dan Air Di Daerah Puncak Sekuning Kelurahan
Lorok Pakjo Palembang. Bearing: Jurnal Penelitian Dan Kajian Teknik Sipil, 4(3): 100-
106. 10.32502/jbearing.721201643.
Ardiansyah, T., Lubis, K. S., & Hanum, H. S. 2013. Kajian Tingkat Bahaya Erosi Di Beberapa
Penggunaan Lahan Di Kawasan Hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Padang. Jurnal
Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 2(1): 435-446.
10.32734/JAET.V2I1.5861.
Arifin, M. 2010. Kajian Sifat Fisik Tanah Dan Berbagai Penggunaan Lahan Dalam
Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. Mapeta, 12(2).
Ariska, N. D., Nurida, N. L., & Kusuma, Z. 2016. Pengaruh Olah Tanah Konservasi Terhadap
Retensi Air Dan Ketahanan Penetrasi Tanah Pada Lahan Kering Masam Di Lampung
Timur. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya Lahan, 3(1): 279-283.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press.
Budiarta, I. G. 2014. Analisis kemampuan lahan untuk arahan penggunaan lahan pada
lereng timur laut gunung agung kabupaten Karangasem-Bali. Media Komunikasi
Geografi, 15(1): 19-32. 10.23887/mkg.v15i1.11420
Budiarta, I. G. Nuarsa, I. W., & Adhika, I. M. 2014. Analisis Kemampuan Lahan Untuk
Arahan Penggunaan Lahan Pada Lereng Timur Laut Gunung Agung Kabupaten
Karangasem-Bali. Media Komunikasi Geografi, 9(2):
6-13.10.24843/EJES.2015.v09.i02.p02.
Dermawan, S. T., Mega, I. M., & Kusmiyarti, T. B. 2018. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk
Tanaman Kopi Robusta (Coffea Canephora) Di Desa Pajahan Kecamatan Pupuan
Kabupaten Tabanan. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 7(2): 230-241.
Dewi, I. G. A. S. U., Trigunasih, N. M., & Kusmawati, T. 2012. Prediksi erosi dan
perencanaan konservasi tanah dan air pada Daerah Aliran Sungai Saba. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika, 1(1): 12-23.
Duwila, R., Tarore, R. C., & Takumansang, E. D. 2019. Analisis Kemampuan Lahan Di Pulau
Sulabesi Kabupaten Kepulauan Sula. Spasial, 6(3): 703-713. 10.35793/sp.v6i3.26014
Erfandi, D. 2016. Aspek Konservasi Tanah dalam Mencegah Degradasi Lahan pada Lahan
Pertanian Berlereng. In Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi
Pertanian.
Fatimah, S., & Dibyosaputro, S. 2015. Evaluasi Praktek Konservasi Tanah Cara Teras Di Das
Secang Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Bumi Indonesia, 4(4): 1-10
Firdaus, M. I., & Yuliani, E. 2022. Kesesuaian Lahan Permukiman Terhadap Kawasan
Rawan Bencana Longsor. Jurnal Kajian Ruang, 1(2): 216-237.
Firman, H. 2014. Alternatif Penggunaan Lahan Yang Optimal Untuk Pengembangan Sumber
Daya Air Di Das Mahat Hulu (The Alternative Optimalisation Land Use To Develop
Water Resources At Mahat Hulu Watershed). Food And Agriculture Organization Of
The United Nations.
Handayani, R., & Karmilasanti, K. 2013. Sifat Tanah Pada Areal Aplikasi Tebang Pilih Tanam
Jalur (Tptj) Di Pt. Intracawood, Bulungan, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian
Ekosistem Dipterokarpa, 7(1): 35-42. 10.20886/jped.2013.7.1.35-42.
Handayani, W., & Hani, A. (2021). Kesesuaian lahan jenis-jenis tanaman untuk
pembangunan agroforestri pada lahan bekas perkebunan teh di Desa Cukangkawung,
Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Agroforestri Indonesia, 4(2), 115-130.
Hardjowigeno, Sarwono. 2013. Ilmu Tanah. Bogor. Akademika Pressindo.
Herwanto, J. E., Sudarsono, A., & Hadi, B. S. 2013. Pemenfaatan Sistem Informasi
Geografis Untuk Evaluasi Kemampuan Lahan Dan Arahan Penggunaan Lahan Di
Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. Geo Media: Majalah Ilmiah Dan
Informasi Kegeografian, 11(1): 42-51. 10.21831/gm.v11i1.3567
Hikmatullah, S., Tafakresnanto, C., Sukarman, S., & Nugroho, K. 2014. Petunjuk Teknis
Survei Dan Pemetaan Tanah Tingkat Semi Detail Skala 1: 50,000. Jakarta. Bppp
Kementerian Pertanian.
Huda, A. S., Nugraha, A. L., & Bashit, N. 2019. Analisis Perubahan Laju Erosi Periode Tahun
2013 Dan Tahun 2018 Berbasis Data Pengindraan Jauh Dan Sistem Informasi
Geografis (Studi Kasus: Das Garang). Jurnal Geodesi Undip, 9(1):
106-114.10.14710/jgundip.2020.26109.
Idjudin, A. A. 2013. Peranan konservasi lahan dalam pengelolaan perkebunan. Jurnal
sumberdaya lahan, Jurnal Sumberdaya Lahan,5(2), 103-116.
Irmasari, I., Pasaru, F., & Made, U. 2018. Pengembangan Desa Konservasi Berbasis
Pendayagunaan Potensi Lokal Untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Di
Sekitar Kawasan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah. Jurnal Pengabdian
Pada Masyarakat, 6(11) 91-100.
Jambak, M. K. F. A., Baskoro, D. P. T., & Wahjunie, E. D. 2017. Karakteristik Sifat Fisik Tanah
Pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan
Cikabayan). Buletin Tanah Dan Lahan, 1(1): 44-50.
Karyati, S., & Sarminah. 2018. Teknologi Konservasi Tanah Dan Air. Samarinda.
Mulawarman University Press.
Mardiatno, D., & Marfai, M. A. 2021. Analisis bencana untuk pengelolaan daerah aliran
sungai (das): studi kasus kawasan hulu das Comal. UGM PRESS.
Mulyani, S. Y. 2018. Studi Komparasi Pemanfaatan Bahan Pemantap Tanah Jenis Lateks
Dan Polyacrilamide (Pam) Dalam Campuran Hydroseeding Terhadap Pertumbuhan
Vegetasi Jenis Rumput Dan Cover Crop. Jurnal Soshum Insentif, 1(1): 8-21.
10.36787/jsi.v1i1.30
Munzir, T., Akbar, H., & Rafli, M. 2019. Kajian Erosi Tanah Dan Teknik Konservasi Tanah Di
Sub Das Krueng Pirak Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Agrium, 16(2): 126-134.
10.29103/agrium.v16i2.1941
Nurhayati, A. P. D., Ghaissani, S. S., Sa’adah, N. N., Setiawan, E., Ashuri, N. M., Abdulgani,
N., & Prasetyo, D. 2022. Produk Herbal Ramah Lingkungan Di Desa Oro-Oro Ombo-
Batu Malang, Provinsi Jawa Timur Dalam Upaya Peningkatan Produktivitas
Masyarakat. Sewagati, 6(4): 405-418. 10.12962/j26139960.v6i4.98
Osok, R.M., Talakua, S., Supriadi, D. 2018. Penetapan Kelas Kemampuan Lahan Dan
Arahan Rehabilitasi Lahan Das Wai Batu Merah Kota Ambon Provinsi Maluku. Jurnal
Agrologia, 7(1): 32-41. 10.30598/a.v7i1.355
Prima, J., Rumambi, I. D. P., & Kamagi, I. Y. E. 2021. Identifikasi Teknik Konservasi Tanah
Dan Air Di Kawasan Persawahan Untuk Menunjang Pengembangan Agrowisata
Kabupaten Minahasa Tenggara. In Cocos, 6(6): 21-30. 10.35791/cocos.v6i6.35693
Purwadi, P., & Siswanto, S. 2020. Evaluasi Status Degradasi Lahan Dataran Tinggi Akibat
Produksi Biomasa Di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Agrovigor: Jurnal
Agroekoteknologi, 13(1): 1-9. 10.21107/agrovigor.v13i1.5837
Putra, A., Triyatno, T., Syarief, A., & Hermon, D. 2018. Penilaian erosi berdasarkan metode
usle dan arahan konservasi pada das air dingin bagian hulu Kota Padang-Sumatera
Barat. Jurnal Geografi, 10(1), 1-13. 10.24114/jg.v10i1.7176
Rahmadani. 2018. Penerapan Teknik Konservasi Tanah Dan Air Oleh Masyarakat Di Desa
Bonto Somba Hulu Das Maros. Doctoral Dissertation. Universitas Hasanuddin.
Rismayanti, A. 2018. Identifikasi Teknik Konservasi Tanah Dan Air Di Desa Bonto Somba
Hulu Das Maros. Skripsi. Universitas Hasanuddin.
Rokhmaningtyas, R. P., & Setiawan, M. A. 2017. Estimasi Kehilangan Tanah Aktual Terkait
Pengaruh Vegetasi Di Das Bompon Kabupaten Magelang. Jurnal Bumi Indonesia,
6(2):1-8.
Saputra, D. D., Putrantyo, A. R., & Kusuma, Z. 2018. Hubungan Kandungan Bahan Organik
Tanah Dengan Berat Isi, Porositas Dan Laju Infiltrasi Pada Perkebunan Salak Di
Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya
Lahan, 5(1), 647-654.
Sihombing, E. 2013. Indeks Erosi Berdasarkan Kemiringan dan Panjang Lereng Di Desa
Sipangan Bolon Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kecamatan Girsang Sipangan
Bolon. Doctoral dissertation. UNIMED.
Siregar, M. M., Sabrina, T., & Hanum, H. 2017. Prediksi Tingkat Bahaya Erosi Dengan
Metode Usle Di Perkebunan Kelapa Sawit Di Desa Balian Kecamatan Mesuji Raya
Kabupaten Ogan Komering Ilir Palembang. Jurnal Agroekoteknologi, 5(3): 607-615.
Sitepu, F., Selintung, M., & Harianto, T. 2017. Pengaruh Intensitas Curah Hujan Dan
Kemiringan Lereng Terhadap Erosi Yang Berpotensi Longsor. Jurnal Penelitian
Enjiniring, 21(1): 23-27. 10.25042/jpe.052017.03.
Sitohang, J. L., Sitorus, S., & Sembiring, M. 2013. Evaluasi Kemampuan Lahan Desa
Sihiong, Sinar Sabungan Dan Lumbun Lobu Kabupaten Toba Samosir.
Agroekoteknologi, 1(3): 842-852. 10.32734/jaet.v1i3.3179.
Suarsana, I. W., Merit, I. N., Adnyana, S., & Wayan, I. 2016. Prediksi Erosi, Klasifikasi
Kemampuan Lahan Dan Arahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Baturiti Kabupaten
Tabanan Provinsi Bali. Ecotrophic, 10(2): 148-158. 10.24843/EJES.2016.v10.i02.p11
Supriadi, D., Osok, R. M., & Talakua, S. M. 2017. Penetapan Kelas Kemampuan Lahan Das
Wae Batu Merah Kota Ambon Provinsi Maluku. Jurnal Budidaya Pertanian, 13(1): 17-
29.
Wibowo, A., Soeprobowati, T. R., & Sudarno, S. 2016. Laju Erosi Dan Sedimentasi Daerah
Aliran Sungai Rawa Jombor Dengan Model Usle Dan Sdr Untuk Pengelolaan Danau
Berkelanjutan. Indonesian Journal Of Conservation, 4(1): 16-27.
Wijayanto, H. W., Anantayu, S., & Wibowo, A. (2021). Perilaku dalam pengelolaan lahan
pertanian di kawasan konservasi daerah aliran sungai (DAS) hulu Kabupaten
Karanganyar. AgriHumanis: Journal of Agriculture and Human Resource Development
Studies, 2(1), 25-34.
Witjaksono, A., Gai, A. M., & Poerwati, T. 2022. Tinjauan Kebijakan Pengembangan
Pertanian Berwawasan Lingkungan di Kota Batu. Bioma: Jurnal Biologi Makassar. 7(1):
1-11. 10.20956/bioma.v7i1.18703
LAMPIRAN
%Pasir
BI Permeabilita
SPL %Pasir Sangat %Debu %Liat BO
(gr/cm3) s (cm/jam)
Halus
1 31 3 41 28 1,36 3,20 5,64
2 31 3 41 28 1,00 9,47 2,96
A. Perhitungan Erodibilitas
Diketahui : M = 44 (100-28) = 3168
Struktur Tanah =2
Permeabilitas =2
SPL 1 dan 2
Nilai K
100 K=1,292 [ 2,1 M ( 10−4 ) ( 12−a ) + ( b−2 ) 3,25+ ( c−3 ) 2,5 ]
1,14
100 K=1,292 [ 2,1 31681,14 ( 10−4 ) ( 12−5,64 ) + ( 2−2 ) 3,25+ ( 2−3 ) 2,5 ]
100 K=1,292 [ 2,28 ( 6,36 ) + (−2,5 ) ]
100 K=1,292 [ 12,0008 ]
100 K=15,5
K=¿ 0,155
SPL 1
Nilai LS
Lereng = 28% = 15,64 derajat
m
λ
LS=¿ ( ) ×C × ¿¿
22,1
( )
0,5
19,60
LS= × 34,7046× ¿ ¿
22,1
LS=0,94 ×34,7046 × 0.95× 0,5 ×0,195+ 0,0524
LS=6,095
Nilai CP
• Nilai C = 0,7
• Nilai P = 0,15
SPL 2
Nilai LS
LS=
√ λ
100
¿¿
LS=
√ 10
100
2
(1,38+0,965 . 10+0,138 . 10 ¿ )¿
LS=7,85
Nilai CP
• Nilai C = 0,1
• Nilai P = 0,6
Lampiran 5. Perhitungan Erosi Aktual
SPL 1
Nilai erosi Aktual
A=RxKxLxSxCxP
= 1037,72375 x 0,155 x 6,095 x 0,7 x 0,15
= 102,938 ton/ha/tahun
SPL 2
Nilai erosi Aktual
A=RxKxLxSxCxP
= 1037,72375 x 0,155 x 7,85 x 0,1 x 0,6
= 75,65 ton/ha/tahun
Lampiran 6. Perhitungan Erosi diperbolehkan
SPL 1
KEDALAMAN TANAH : 150 CM
SUB ORDO TANAH : UDANDS
FAKTOR KEDALAMAN TANAH : 1,00
UMUR DIHARAPKAN : 300 tahun
BERAT ISI : 1,36 g/cm3
KedalamanTanah x Faktor kedalaman
EDP =
Umur Diharapkan
150 cm x 1,00 cm
EDP = =0,5
300 tahun tahun
0,5 cm /tahun x 1,36 g/cm3 = 0,68 g/cm2
0,68 g/cm2 x 10-6 ton / 10-8 ha= 0,68 x 100 ton / ha
Maka EDP adalah 68 ton / ha / tahun
SPL 2
KEDALAMAN TANAH : 150 CM
SUB ORDO TANAH : UDANDS
FAKTOR KEDALAMAN TANAH : 1,00
UMUR DIHARAPKAN : 300 tahun
BERAT ISI : 1,00 g/cm3
SPL 2
KedalamanTanah x Faktor kedalaman
EDP =
Umur Diharapkan
150 cm x 1,00 cm
EDP = =0,5
300 tahun tahun
0,5 cm /tahun x 1,00 g/cm3 = 0,5 g/cm2
0,5 g/cm2 x 10-6 ton / 10-8 ha= 0,5 x 100 ton / ha
Maka EDP adalah 50 ton / ha / tahun
SPL 1
A=RxKxLxSxCxP
= 1037,72375 x 0,155 x 6,095 x 0,5 x 0,04
= 19,60 ton/ha/tahun
SPL 2
A=RxKxLxSxCxP
= 1037,72375 x 0,155 x 7,85 x 0,5 x 0,04
= 25,26 ton/ha/tahun
Lampiran 8. Dokumentasi Kegiatan