Disusun oleh:
Kelompok G1
Disusun oleh:
Kelompok : G1
Asisten : Muhammad Itsna Fauzi
Ketua : Ariq Ilyas Putra Utama 225040200111216
Anggota : I Putu Arthana Wiwekananda 215040207111016
Awalia Tafdhila Azzahra 225040200111031
Fatimah Nvidia Azzahra 225040200111032
Mohammad Rio Abdillah Firdaus 225040200111033
Rizka Putri Salsabila 225040200111034
Bingki Harjanto 225040200111035
Firdaus Pradiva Rahman 225040200111122
Muchammad Rafi Farizky 225040200111123
Salsabila Khaifa Zahrani 225040200111124
Fieter TeofilusNapitu 225040200111125
Sofi Ananda Saraswati 225040200111126
Iqlima Alya Rachma 225040200111212
Dewi Prihantini 225040200111213
Priska Yuliandani Samekti 225040200111214
M. Sadid Baihaqi 225040201111064
Leylyana Nanda Bestira 225040201111065
Alfitra Frizy Kusuma 225040201111066
Evelina Puspa Septiani 225040201111067
Angela Ayu Merici 225040201111154
Nurul Istiqomah 225040201111155
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Ariq Ilyas Putra Utama
Kelompok: G1
Jaenudin
NIM. 205040301111018
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami diberi kesempatan yang sangat luar biasa
yaitu kesempatan untuk menyelesaikan Laporan Akhir Dasar Ilmu Tanah yang
membahas mengenai tentang kegiatan fieldtrip.
Shalawat serta salam tidak lupa pula kita panjatkan kepada junjungan Nabi
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan rahmat Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang paling benar yakni
Syariah agama islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling
besar bagi seluruh alam semesta.
Kami ingin mengucap terima kasih kepada Kak Muhammad Itsna Fauzi
selaku asisten praktikum yang telah memberikan pengarahan demi kesempurnaan
laporan ini. Tidak juga kami berikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada orang tua dan kerabat yang telah memberi dukungan sehingga laporan ini
dapat diselesaikan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa laporan yang telah disusun ini belum sampai tahap
sempurna. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang dapat
membangun dari rekan-rekan serta pihak lain untuk perbaikan serta penyempurnaan
laporan ini. Semoga laporan akhir praktikum ini dapat bermanfaat untuk penelitian
selanjutnya
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR ANGGOTA ......................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................................... 1
1.3 Manfaat ..................................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1 Perbandingan Sifat Fisik Tanah Agroforestri, Tegalan, dan Perkebunan ................. 3
2.2 Perbedaan Kondisi Biologi Tanah pada Agroforestri, Tegalan dan Perkebunan ...... 4
2.3 Sifat Kimia Tanah pada Agroforestri, Tegalan dan Perkebunan .............................. 5
2.4 Pengaruh Kondisi Lahan dan Kelerengan Terhadap Kondisi Tanah ........................ 6
III. METODOLOGI ............................................................................................. 8
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................................... 8
3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................................... 8
3.2.1 Pengamatan Pedologi Tanah .............................................................................. 8
3.2.2 Pengamatan Fisika Tanah .................................................................................. 9
3.2.3 Pengamatan Biologi Tanah ................................................................................ 9
3.2.4 Pengamatan Kimia Tanah ................................................................................ 10
3.3 Langkah Kerja......................................................................................................... 10
3.3.1 Pengamatan Pedologi Tanah ............................................................................ 10
3.3.2 Pengamatan Fisika Tanah ................................................................................ 14
3.3.3 Pengamatan Biologi Tanah .............................................................................. 15
3.3.4 Pengamatan Kimia Tanah ................................................................................ 16
IV. KONDISI WILAYAH UMUM.................................................................... 19
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 21
5.1 Hasil Pengamatan.................................................................................................... 21
5.2 Pembahasan Umum ................................................................................................ 28
VI. PENUTUP ..................................................................................................... 32
6.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 32
6.2 Saran ....................................................................................................................... 32
v
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33
LAMPIRAN ......................................................................................................... 39
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Wilayah Fieldtrip ........................................................................................... 19
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Morfologi dan Fisiologi Lahan Tegalan Titik 1 ........................................39
Lampiran 2. Data Berat Isi, Berat Jenis dan Porositas Tanah Lahan Tegalan ........................39
Lampiran 3. Data Erosi Lahan Tegalan ..................................................................................40
Lampiran 4. Data Permeabilitas dan Drainase pada Lahan Tegalan ......................................41
Lampiran 5. Seresah dan understorey pada lahan Tegalan.....................................................41
Lampiran 6. Data Vegetasi dan Biota Tanah di Lahan Agroforestri ......................................42
Lampiran 7. Data pH, Bahan Organik dan Kapur Lahan Tegalan .........................................43
Lampiran 8. Data Pengamatan Kekurangan atau Keracunan Unsur hara Lahan Tegalan ......43
Lampiran 9. Dokumentasi Kegiatan Fieldtrip ........................................................................43
ix
I. PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pengamatan ini adalah dapat
mengetahui kandungan tanah berdasarkan aspek kimia, biologi, fisika, dan pedologi
tanah dalam suatu agroekosistem, serta mengetahui fungsi/peran dan pengaruh pada
masing-masing aspek suatu agroekosistem. Selain itu, dapat mengetahui hasil dari
pengamatan yang telah dilakukan pada suatu agroekosistem.
II. TINJAUAN PUSTAKA
kebun dan tegalan membuat lapisan organik memiliki banyak pori tanah karena
aktivitas organisme tanah (Sandrawati et al., 2016).
Sifat fisik tanah yang beragam dari ketiga lahan tersebut menjadi bukti
kompleks antara satu faktor dengan faktor lainnya itu saling berpengaruh. Apabila
suatu faktor terkecil dari sifat fisik tanah mengalami perubahan (seperti faktor
bahan organik), maka akan mempengaruhi faktor lain pada tanah yang
mengakibatkan perubahan indikator porositas dan permeabilitas dari rendah ke
tinggi tergantung pada data yang didapat.
2.2 Perbedaan Kondisi Biologi Tanah pada Agroforestri, Tegalan dan
Perkebunan
Kondisi biologi tanah adalah keadaan keragaman vegetasi dan mikroorganisme
dalam tanah yang mempengaruhi ketersediaan bahan organik dan menjadi salah
satu indikator kesuburan tanah (Atmaja, 2016). Kondisi biologi tanah pada berbagai
penggunaan lahan tentu akan berbeda. Penggunaan lahan yang dimaksud dapat
berupa penggunaan lahan sebagai agroforestri, tegalan, maupun perkebunan.
Agroforestri adalah suatu sistem pengolahan lahan yang berasaskan kelestarian
dengan mengkombinasikan produksi tanaman pertanian (termasuk pohon-
pohonan), tanaman kehutanan, dan peternakan secara bersamaan atau berurutan
pada suatu unit lahan, yang pengelolaannya sesuai dengan kebudayaan penduduk
setempat dan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (Suryani &
Dariah, 2012).
Aspek kondisi biologis tanah, salah satunya adalah keragaman mikroorganisme
tanah. Keragaman mikroorganisme tanah dapat diamati melalui pengukuran
respirasi tanah, populasi total bakteri, dan populasi total jamur pada beberapa
penggunaan lahan (Saridevi et al, 2013). Keragaman mikroorganisme tanah di
lahan agroforestri memiliki keragaman yang paling baik, sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Atmaja (2016), yang meneliti kondisi biologis tanah di berbagai
penggunaan lahan yang berbeda, antara lain lahan hutan alami, kebun kopi, kebun
campuran, kebun kakao, hutan jati, kebun kelapa, dan lahan sawah. Hasilnya
penggunaan lahan hutan alami memiliki aerasi tanah, populasi bakteri, dan populasi
jamur yang paling baik. Tingginya keragaman mikroorganisme tanah pada hutan
alami tersebut disebabkan karena hutan alami memiliki kandungan bahan organik
5
paling tinggi. Bahan organik tersebut menjadi sumber energi utama bagi aktivitas
mikroorganisme yang berbanding lurus dengan keragaman mikroorganisme tanah
(Atmaja, 2016).
Kondisi biologis pada penggunaan lahan sebagai kebun campuran memiliki
kandungan c-organik lebih tinggi apabila dibandingkan dengan lahan alang-alang
dan tegalan yang disebabkan oleh keragaman vegetasi pada kebun campuran lebih
banyak (Saridevi et al., 2013). Lahan tegalan yang ditanami tanaman semusim
yakni jagung, kedelai, dan ubi kayu hampir semua bagian tanaman hilang terbawa
ketika pemanenan, sehingga bahan organik yang dikembalikan ke tanah sangat
sedikit serta ditambah dari efek pengolahan tanah yang intensif.
Setiap tanah memiliki kandungan bahan organik yang berbeda-beda sesuai
dengan karakteristik tanahnya dan penggunaan lahannya. Perubahan vegetasi atau
penggunaan lahan dan pola pengelolaan tanah akan menyebabkan perubahan
kandungan bahan organik tanah, sehingga mempengaruhi kondisi biologis tanah
(Saridevi et al., 2013).
2.3 Sifat Kimia Tanah pada Agroforestri, Tegalan dan Perkebunan
Perbedaan Tanah memiliki peran yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup suatu tumbuhan karena dari tanah tumbuhan akan mendapatkan pasokan air,
mineral, unsur hara dan juga menopang tumbuhan agar tidak tumbang. Sifat kimia
tanah yang diuji pada tiap lahan yang diamati yaitu, pH tanah, bahan organik, unsur
hara, dan juga kadar kapur. Dapat dikatakan bahwa sifat kimia tanah yaitu reaksi
kima yang terjadi antara tanah dengan zat yang terkandung di dalamnya (Rahmah
et al., 2014)
Bahan organik tanah yaitu salah satu bahan yang terdapat di dalam tanah
dan sudah mengalami separuh dekomposisi, bahan organik tanah dapat berasal dari
seresah, akar yang telah mati atau dari organisme dalam tanah. Biasanya bahan
organik tanah menyusun kurang lebih 5% dari berat total tanahnya, meskipun begitu
bahan ini sangatlah penting bagi tingkat kesuburan tanah (Wawan, 2017). pH tanah
adalah jumlah ion hidrogen yang ada di dalam tanah, pH tanah tentunya sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup tanaman. Tanah yang cenderung basah
biasanya bersifat asam atau memiliki pH dibawah 7,0. Sedangkan tanah yang
bersifat basa memiliki pH diatas 7,0 dan tanahnya kering (Kusuma et al., 2014).
6
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas tanah
yaitu dengan pengaplikasian kapur pada suatu lahan tanah tentunya sangat
berpengaruh pada dekomposisi tanah yang membuat pH meningkat (Maulana et al.,
2020). Kapasitas tukar kation dalam tanah didefinisikan sebagai jumlah total kation
dalam tanah yang dapat dipertukarkan (Yanti et al., 2014). Pertukaran kation
tersebut dapat berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan dapat menghindari
terjadinya kehilangan unsur hara akibat pencucian (leaching) (Hartati et al., 2013).
Pada lahan agroforestri tanaman sayuran berbasis Eucalyptus sp. di daerah
Kabupaten Garut dengan membandingkan antara lahan yang ditanami sayuran
secara monokultur dengan lahan agroforestri, hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada lahan monokultur tingkat kesuburan tanah secara kimia tergolong sedang,
sedangkan dengan pola tanam agroforestri status kesuburan tanah tersebut
meningkat menjadi kategori tinggi (Gunawan et al., 2019). Pada wilayah DAS
Poboya Kecamatan Palu Selatan menyimpulkan bahwa pada lahan hutan, sifat
kimia tanah yang dimiliki lebih baik dibandingkan dengan lahan kebun campuran
atau lahan tegalan yang relatif lebih rendah (Bakri et al., 2016).
Pada Desa Tolai Barat terdapat perbedaan nilai C-organik dan Kapasitas
Tukar Kation antara lahan kebun kakao dengan lahan tegalan yang mana hasil
penelitian tersebut yang menyatakan bahwa lahan tegalan memiliki sifat kimia
tanah yang rendah sesuai dengan gejala defisiensi dan keracunan pada vegetasi
yang terdapat di lahan tersebut karena rendahnya unsur K, Ca, dan Cu. Selain itu,
hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa pH lahan tegalan Titik 1 memiliki pH
yang rendah yaitu sebesar 4,5 (Syahrul et al., 2021).
2.4 Pengaruh Kondisi Lahan dan Kelerengan Terhadap Kondisi Tanah
Lahan merupakan sumber daya alam penting dalam menopang setiap
aktivitas kehidupan manusia dari segi sumber daya yang dapat diolah maupun
sebagai tempat tinggal. Lahan tidak hanya menopang kehidupan manusia, namun
juga hewan dan tanaman. Untuk menunjang aktivitas kehidupan makhluk hidup,
diperlukan adanya kesesuaian alternatif penggunaan lahan yang dipengaruhi oleh
kondisi tertentu, salah satunya kondisi kelerengan pada suatu lahan. Kelerengan
merupakan perbandingan antara beda tinggi dengan jarak yang dinyatakan dalam
persen dan derajat, dimana kelerengan termasuk unsur topografi yang berpengaruh
7
terhadap erosi yang mana topografi merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan
yang mempelajari permukaan bumi dan objek lain (Mahmudi et al., 2015).
Sistem yang digunakan pada agroforestri memiliki pola tertentu dalam
mengkombinasikan komponen tanaman penyusun antara satu ruang dan waktu.
Pola tersebut dibentuk agar tidak terjadi interaksi negatif berupa kompetisi yang
tidak sehat dalam memperebutkan unsur hara, cahaya matahari, air serta tempat
untuk tumbuh (Suryani dan Dariyah, 2012). Berdasarkan pernyataan Liu dan Zhu,
(2018) pertanian konservasi dengan pola agroforestri merupakan salah satu sistem
pengelolaan lahan yang dapat mengatasi masalah akibat adanya alih guna lahan.
Kerusakan yang terjadi akibat tata guna lahan dapat mempengaruhi struktur dan
komposisi vegetasi. Vegetasi yang ada pada lahan agroforestri meliputi tanaman
pinus dan kopi.
Lahan agroforestri terbagi menjadi dua macam, diantaranya agroforestri
pekarangan dan tegalan. Pada lahan agroforestri tegalan memiliki sifat lahan
monokultural yang ditanami dengan jenis tanaman semusim (Norfolk, 2013).
Menurut Ilham et al., 2018 tegalan merupakan lahan kering yang ditanami tanaman
musiman atau tahunan yang mengandalkan air hujan. Sebagai salah satu
agroekosistem, tegalan berpotensi besar dalam usaha pertanian, baik tanaman
pangan, sayuran, buah-buahan maupun tanaman tahunan, seperti wortel, pisang,
dan kembang kol. Tetapi, tanah pada lahan tegalan memiliki sistem drainase yang
buruk dikarenakan permukaan tanahnya tidak rata. Hal ini menimbulkan genangan
air di beberapa titik pada lahan tegalan akibat daya serap yang lemah. Solusi untuk
mengurangi erosi adalah dengan konservasi vegetatif yang menggunakan tanaman
menjalar, semak, serta sisa tanaman pasca panen. (Mahrup et al.,2020)
Pada umumnya kondisi bentuk pada area lahan perkebunan datar memiliki
kemiringan 0 – 3%. Vegetasi yang menutupi permukaan tanah di seluruh areal
perkebunan umumnya sangat baik seperti tanaman jeruk, talas, dan dilengkapi
dengan rerumputan. Tumpukan– tumpukan ini berfungsi sebagai penyangga atau
penghalang terjadinya pengikisan tanah oleh aliran permukaan yang disebabkan
oleh hujan (Masganti et al., 2014).
III. METODOLOGI
terakhir yaitu berada pada daerah berlereng dan profil dibuat searah dengan lereng
tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pengamatan atau deskripsi
profil tanah adalah sisi profil yang akan diamati harus bersih dan tidak ternaungi.
Menghindari pengamatan kondisi fisik pada saat kondisi hujan atau pada waktu
sinar matahari kurang terang. Jika keadaan tanah kering, sebaiknya sisi profil yang
diamati dibasahi hingga kondisi lembab. Jika air tanahnya dangkal, maka air harus
selalu dikuras agar tidak mengganggu pengamatan yang akan dilakukan.
Tahap yang dilakukan dalam pengamatan profil tanah yaitu menggali tanah
dan membuat minipid dengan ukuran 1 x 1 m dengan kedalaman 80 cm. Kemudian
membuat batas berdasarkan kenampakan perbedaan yang terlihat secara jelas, misal
pada warna tanah. Lalu menggunakan pisau lapang untuk membedakan horizon
profil. Apabila warna tanah, kepadatan dan tekstur tanah sama, maka perbedaaan
konsistensi, struktur, kenampakan redoksimorfik dapat digunakan sebagai sebagai
dasar penarikan batas horizon. Setelah horizon ditentukan, lalu meletakkan meteran
tegak lurus bidang profil tanah dan memasang sabuk profil. Kemudian
mendokumentasikan bidang profil yang diamati serta melakukan deskripsi dan
mencatat hasil deskripsi pada kartu profil tanah.
Pada pos pedologi beberapa aspek yang akan diamati yaitu tekstur tanah,
konsistensi tanah kering, lembab dan basa, struktur, batu permukaan, porositas
warna, batas horizon, perakaran, dan kelerengan. Dalam pengamatan tekstur tanah,
langkah pertama yakni menyemprotkan air secara perlahan dan mengaduk tanah
yang sudah agak lembab tersebut lalu mebentuk sebuah bola. Menambahkan air
sedikit, kemudian dipilin dengan ujung ibu jari dan jari lainnya untuk membentuk
pita yang diameternya seragam sehingga menggantung ke bawah. Kemudian
menggesekkan tanah basah dengan ujung jari secara perlahan dan melakukannya
berulang kali untuk mengetahui tingkat kekasaran, kelicinan maupun kehalusan
tanah. Langkah terakhir menekan sampel tanah dengan ujung jari dan kemudian
dilepaskan, untuk mengetahui tingkat kelekatan.
Pengamatan konsistensi tanah, yang pertama adalah konsistensi kering,
yaitu menyiapkan contoh tanah agregat dalam keadaan kering. Lalu memijat
12
agregat tanah dengan ujung jari tangan dan merasakan besarnya kekuatan yang
diperlukan untuk memecahkan agregat tersebut. Terdapat enam tingkatan kekuatan
yang dibutuhkan untuk memecahkan agregat yaitu lepas, lemah, agak keras, keras,
sangat keras, dan sangat keras sekali.
Pada pengamatan konsistensi basah, hal yang harus dilakukan adalah
menetapkan derajat kelekatan tanah (Stickiness), yaitu menyiapkan contoh tanah
agregat dalam keadaan kering. Menyemprotkan air secara perlahan pada sampel
tanah hingga basah. Kemudian memijat sampel tanah dengan ibu jari dan telunjuk
untuk merasakan kelekatannya dengan cara menempel dan melepaskannya.
Terdapat empat tingkatan kelekatan yang bisa dirasakan yaitu tidak lekat, agak
lekat, lekat, dan sangat lekat.
Pengamatan derajat plastisitas tanah (Plasticity), langkah pertama yakni
menyiapkan contoh tanah agregat dalam keadaan kering. Lalu menyemprotkan air
secara perlahan pada sampel tanah hingga basah. Membuat gulungan pita tanah
dengan diameter sekitar 0,5 cm dan panjang 5 cm. Lalu membengkokkan gulungan
pita tanah tersebut sehingga membentuk cincin dan mengamati derajat
kelenturannya dengan melihat apakah gulungan tersebut patah atau tidak. Terdapat
empat tingkatan kelenturan yang bisa dirasakan yaitu tidak plastis, agak plastis,
plastis, dan sangat plastis.
Pada pengamatan struktur tanah, langkah pertama yakni menyiapkan alat,
seperti pisau atau benda tajam lainnya. Mengambil sampel tanah yang berbentuk
agregat pada kedalaman kurang lebih 10 cm dari permukaan tanah. Membersihkan
agregat dari perakaran tanaman yang ikut menempel pada proses pengambilan
secara perlahan. Apabila agregat tanah terlalu besar, dapat diperkecil dengan
mengambil agregat tanah tersebut sesuai bidang belah alaminya. Kemudian
menentukan struktur tanah tersebut.
Pengamatan batuan permukaan dalam tanah dan kelas batuan fragmen,
dapat dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu berdasarkan presentase total
batuan yang ada dalam tanah. Dalam penentuan pengelompokan batuan permukaan
tersebut, dapat dilakukan dengan cara mengamati bentuk dan ukuran dari
batuannya, yang kemudian digolongkan sesuai dengan kategori yang telah
13
ditentukan. Selain dengan cara tersebut, penentuan batuan permukaan juga dapat
dilihat dari tekstur tanahnya. Setelah menentukan kategori, maka akan didapatkan
hasil batuan permukaan yang ada di dalam tanah.
Pada pengamatan porositas tanah, setelah pembuatan minipid
selanjutnya adalah mengamati persebaran pori yang ada di dalam tanah. Kemudian
melihat persebaran pori dalam tanah pada setiap horizon. Kemudian menyesuaikan
kelas pori yang ditemukan pada minipid berdasarkan ukuran dan jumlahnya pada
setiap horizon. Langkah terkahir yaitu mengamati dan mendokumentasikan
kegiatan yang dilakukan.
Pada pengamatan warna tanah, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu
mengamati tanah melalui minipid yang sudah dibuat. Tanah diambil sesuai dengan
horizon tanahnya sebanyak satu genggam. Sebelum melakukan pengamatan
menggunakan buiku Munsell, nuku diberikan alas hvs berwarna putih. Tanah
diletakkan di atas hvs dan diamati melalui lubang yang ada di buku Munsell.
Langkah terakhir yakni mencatat dan mendokumentasikan hasil yang telah
didapatkan.
Dalam pengamatan batas horizon, langkah pertama yang harus dilakukan
yaitu membuat batas berdasarkan kenampakan perbedaan yang terlihat secara jelas,
misalnya warna tanah. Menggunakan pisau lapang untuk menusuk bidang profil
tanah untuk mengetahui konsistensi atau kepadatan keseluruhan profil. Perbedaan
kepadatan merupakan salah satu kriteria untuk membedakan horizon profil. Apabila
warna tanah, kepadatan dan tekstur tanah sama, maka perbedaan konsistensi,
struktur, kenampakan redoksimorfik dapat digunakan sebagai dasar penarikan batas
horizon. Setelah itu meletakkan meteran tegak lurus bidang profil tanah dan jangan
lupa pasang sabuk profil. Kemudian memotret bidang profil yang diamati.
Selanjutnya melakukan diskripsi dan mencatat hasil diskripsi pada kartu profil
tanah.
Pengamatan perakaran pada tanah yaitu jumlah akar dikelompokkan
menurut jumlah dalam setiap ukuran per satuan luas pada suatu lapisan secara
horizontal. Lokasi akar dideskripsikan dalam hubungannya dengan fenomena lain
dalam setiap horizon. Satuan luasan tergantung ukuran yaitu 1 𝑐𝑚2 untuk akar halus
14
sampai sangat halus, kemudian ukuran 10 𝑐𝑚2 untuk akar sedang dan kasar, lalu
pada ukuran 1 𝑚2 untuk akar yang sangat kasar.
Pengamatan kelerengan menggunakan alat klinometer yaitu dimulai dengan
mengamati dari bagian atas atau bawah lereng. Kemudian pengamatan dilakukan
dengan melihat lubang yang ada pada klinometer, angka pada klinometer pada
bagian sebelah kanan menunjukkan besarnya kelerengan dalam bentuk persen dan
sebelah kiri merupakan derajat. Ketika ingin mengamati ketinggian lereng, yang
harus dilakukan yakni membidik objek atau orang yang berada pada lereng lain
dengan posisi yang sejajar dengan arah pandang. Kemudian mencatat hasil
besarnya pengamatan kelerengan.
3.3.2 Pengamatan Fisika Tanah
Pada pengamatan fisika tanah terdapat 4 parameter pengamatan yang terdiri
dari pengambilan sampel tanah utuh yang meliputi berat isi, berat jenis, serta
porositas. Dalam parameter ini hal yang perlu dilakukan adalah menyiapkan alat
dan bahan yang diperlukan berupa ring sampel, ring master, balok kayu, cetok,
pisau lapang, lakban, spidol, dan kantong plastik. Selanjutnya menekan ring sampel
menggunakan balok kayu sehingga tanah memenuhi ring sampel. Setelah itu ring
master diletakkan di atas ring sampel dan ditekan kembali menggunakan balok kayu
serta palu hingga tanah mengisi setengah dari ring master. Lalu mengambil tersebut
menggunakan pisau lapang dan dipisahkan antara ring sampel dengan ring master.
Langkah selanjutnya yaitu menutup ring sampel dan diberi lakban serta label.
Parameter kedua adalah pengamatan erosi. Erosi terbagi ke dalam 4 jenis yaitu erosi
percikan, erosi alur, erosi selokan, serta longsor. Dalam pengamatan erosi dapat
dilakukan dengan mengamati kondisi tanah pada lahan yang diamati. Setelah itu
kita lakukan penggolongan, dengan menyesuaikan kriteria serta penampakan yang
ada di tiap jenis erosi.
Lalu terdapat parameter ketiga yang merupakan pengamatan drainase. Pada
pengamatan drainase perlu dilakukan penggalian tanah sedalam 1 meter sehingga
mempermudah mengamati minipid serta profil tanah. Jika tanah telah tergali maka
perlu dilakukan pengamatan warna tanah yang ada. Setelah itu sesuaikan dengan
kelas drainase yang ada dan masukkan data ke dalam form pengamatan.
15
Penggolongan kelas drainase dibedakan menjadi 7 kelas yaitu cepat, agak cepat,
baik, sedang, agak lambat, lambat, dan sangat lambat. Parameter terakhir yaitu
permeabilitas, dalam parameter ini hal pertama yang perlu dilakukan adalah
membuat minipid sedalam 30cm dengan ukuran 50cm x 50cm. Bersihkan bagian
atas minipid dari sisa vegetasi yang ada dengan tujuan mempermudah pengamatan
serta vegetasi tidak menghalangi penyerapan air oleh tanah. Selanjutnya tuang air
dari botol dan mengamati pergerakan air yang masuk ke dalam pori tanah. Dalam
hal ini amati waktu peresapan air dan kedalaman tanahnya.
3.3.3 Pengamatan Biologi Tanah
Pengamatan biologi tanah dibagi ke dalam 4 parameter yaitu pengamatan
above ground yang terdiri dari pengamatan serasah dan understory, lalu terdapat
pengamatan makrobiota tanah serta pengamatan vegetasi. Untuk pengamatan
serasah pertama menentukan plot pengamatan dengan ukuran 5m x 5m untuk lahan
tegalan lalu meletakan 10 frame pengamatan di dalam plot pengamatan (50cm x
50cm). Setelah frame terpasang, dilanjutkan dengan menghitung ketebalan serasah
dengan penggaris dalam hal ini perlu dilakukan penekanan pada serasah sehingga
tidak ada udara ataupun rongga. Lalu mencatat ketebalan serasah pada form yang
telah ada selanjutnya mengambil serasah yang ada di dalam frame dan jika ada
bagian serasah yang di luar frame maka digunting saja. Memisahkan antara
nekromassa dan biomassa pada plastik yang berbeda lalu timbang berat masing
masing untuk selanjutnya dicatat pada form yang telah disediakan. Pada
pengamatan Understorey dilakukan dengan meletakkan frame pengamatan 50cm x
50cm pada bagian dalam plot pengamatan. Setelahnya dilakukan pengamatan pada
frame untuk tanaman yang tingginya maksimal 10cm dan dihitung jumlah
populasinya. Lalu dilakukan identifikasi pada tanaman yang ditemukan seperti
nama ilmiah serta nama lokalnya. Hasil pengamatan tersebut dicatat pada form
yang telah disediakan.
Selanjutnya terdapat pengamatan makro biota tanah, sebelum dilakukannya
pengamatan pada lahan perlu dibersihkan terlebih dahulu baik dari kotoran ataupun
serasah. Lalu digali sedalam 20cm pada luar frame sehingga akan membentuk
kubus pada daerah frame yang diamati. Kemudian pada frame yang telah digali
16
diamati. Selanjutnya meletakkan frame ukuran 30x30 cm pada bagian dalam plot
pengamatan yang sebelumnya sudah dibersihkan dari seresah lalu digali sedalam
20 cm. Kemudian ambil sampel tanah secukupnya dan teteskan HCl pada sampel
tanah lalu amati keberadaan buih yang terdapat pada sampel tanah. Setelah itu, catat
hasil pengamatannya. Apabila tidak ada reaksi yang ditimbulkan dari tanah dengan
HCl maka tanah tidak mengandung kapur, jika terlihat beberapa buih maka
kandungan kapur sangat sedikit, jika buih-buih nampak jelas maka kandungan
kapur sedikit, jika buih membentuk busa tipis maka kandungan kapur banyak dan
apabila buih membentuk busa tebal maka kandungan kapur pada tanah sangat
banyak.
Pada pengamatan kelimpahan bahan organik tanah dengan pengukuran
reaksi tanah terhadap H2O2, hal yang dilakukan pertama adalah mempersiapkan
alat dan bahan, untuk alat yang digunakan adalah botol plastik (bekas botol rol
film)yang digunakan untuk tempat sampel tanah dan pipet tetes untuk
memindahkan H2O2 ke botol plastik (bekas botol rol film), sedangkan bahan yang
diperlukan adalah larutan H2O2 dan sampel tanah sebagai objek yang akan
diamati. Selanjutnya meletakkan frame ukuran 30x30 cm pada bagian dalam plot
pengamatan yang sebelumnya sudah dibersihkan dari seresah lalu digali sedalam
20 cm. Kemudian ambil sampel tanah secukupnya dan teteskan H2O2 pada sampel
tanah lalu amati keberadaan buih yang terdapat pada sampel tanah. Setelah itu, catat
hasil pengamatannya. Apabila tidak ada reaksi yang ditimbulkan dari tanah dengan
H2O2 maka tanah tidak mengandung bahan organik, jika terlihat beberapa buih
maka kandungan bahan organik sangat sedikit, jika buih-buih nampak jelas maka
kandungan bahan organik sedikit, dan apabila buih membentuk busa tipis maka
kandungan bahan organik pada tanah banyak.
Pada pengamatan defisiensi dan keracunan hara, hal yang dilakukan
pertama adalah mempersiapkan alat dan bahan yang meliputi alat tulis yang
diperlukan untuk menulis hasil dari pengamatan, kamera untuk merekam objek
pengamatan, dan modul sebagai pegangan untuk mempermudah dalam
mengidentifikasi defisiensi unsur hara sesuai dengan gejala yang terlihat. Langkah
selanjutnya adalah mencari vegetasi utama yang akan diamati, lalu identifikasi
18
gejala kekurangan unsur hara pada vegetasi tersebut. Setelah itu, mencatat dan
merekam hasil pegamatan.
IV. KONDISI WILAYAH UMUM
jeruk, serta pepaya. Kesesuaian lahan meliputi ketersediaan hara, pH tanah, maupun
proses penyerapan air dalam tanah (Hartati et al., 2018).
Cepat atau lambatnya penyerapan air dalam tanah dipengaruhi oleh tingkat
drainase dalam tanah. Tingkat drainase yang baik adalah tidak terlalu cepat ataupun
lambat seperti pada lahan agroforestri. Pada lahan ini ditanami oleh kopi dan pinus
serta tanaman yang bernaungan lainnya (Rimbawan et al., 2021).
Kegiatan field trip dilaksanakan di dusun Borogragal, desa Donowarih,
kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Secara geografis desa Donowarih
terletak pada posisi 7°21´ - 7°31´ lintang selatan dan 110°10’ - 1 11°40’ bujur timur,
dengan topografi 760 mpdl dan terletak di sebelah selatan kaki Gunung Arjuna.
Desa Donowarih memiliki curah hujan sebesar 250 mm per tahun dengan keadaan
suhu rata-rata sebesar 27° C. Secara umum wilayah di dusun Borogragal
mempunyai ciri geologis yaitu berupa tanah yang hitam, yang berarti tanah ini baik
digunakan untuk kegiatan perkebunan dan pertanian (Saputro dan Sudibya, 2020).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkebunan
7. Altitude; Longitude A: 7°50’°21’’ LS L: 112°34’59” BT
8. Kelerengan (Slope) 10%
9. Ketinggian 987 mdpl
5. Tekstur C SC
6. Konsistensi (Kering, -, G, tL/aP -, G, aL/P
Lembab, Basah)
7. Struktur GB GB
8. Perakaran Banyak, Sedikit,
Halus Sedang
9. Pori Tanah Sedang, Sedang,
Biasa Sedikit
Tegalan
1.’ Simbol 1 2 3 4
2. Kedalaman cm 0-15 15-30 30-48 48-dst
3. Batas Horizon J, r J, r J, r J, r
(Kejelasan, Topografi)
4. Warna 10 YR 3/2 10 YR 3/2 10 YR 3/2 10 YR 3/1
5. Tekstur SiL SiL SiL SiL
6. Konsistensi (Kering, -, G, aL/aP -, G, L/aP -, G, aL/aP -, G, aL/aP
Lembab, Basah)
7. Struktur GB GB GB GB
8. Perakaran Banyak, Biasa, Biasa, Sedang,
Halus Halus Halus Halus
9. Pori Tanah Halus, Halus, Halus, Halus,
Banyak Banyak Banyak Banyak
Perkebunan
1.’ Simbol 1 2 3
2. Kedalaman cm 0-13 13-44 44-60
3. Batas Horizon N, r N, r N, r
(Kejelasan, Topografi)
4. Warna 10YR 3/3 10YR 2/2 7,5YR 3/2
5. Tekstur SL SL SCL
6. Konsistensi (Kering, -, G, aL/aP -, G, aL/P -, sG,
Lembab, Basah) aL/aP
7. Struktur Gr GS GB
8. Perakaran Agak Sedikit, Sangat
Sedikit, Halus Sedikit,
Sedang Halus
9. Pori Tanah Sedang, Kasar, Sedang,
Biasa Biasa Biasa
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi pada lahan agroforestri, tegalan,
dan perkebunan diperoleh data yang beragam. Pada setiap lahan memiliki warna
tanah yang berbeda-beda. Lahan tegalan dan perkebunan memiliki warna 10YR 3/2
yaitu hitam kecoklatan. Sedangkan pada lahan agroforestri memiliki warna paling
gelap 10YR 2/1 yaitu hitam.
Setiap lahan yang diamati juga memiliki tekstur tanah yang berbeda. Lahan
agroforestri memiliki tekstur liat (C) pada horizon pertama dan liat berpasir (SC)
pada horizon kedua. Lahan tegalan memiliki tekstur tanah yang sama pada semua
23
Alur
3. Perkebunan Percikan Sedang Sangat Cepat
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan data keragaman kecepatan
permeabilitas pada ketiga lahan. Lahan yang mengalami kondisi permeabilitas
paling cepat terdapat pada lahan agroforestri titik 1 yang dimana kecepatan
permeabilitas mempegaruhi faktor drainase suatu tanah. Drainase tanah juga
dipengaruhi oleh porositas tanah. Tinggi rendahnya porositas tanah, mempengaruhi
erosi. Tingginya tingkat porositas tanah menyebabkan erosi besar. Pada ketiga
lahan, hanya terjadi erosi kecil saja. Karena apabila terjadi erosi besar seperti erosi
selokan maka akan terjadi peristiwa longsor.
3. Hasil Pengamatan Biologi Tanah
Hasil pengamatan vegetasi lahan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9. Hasil Pengamatan Vegetasi Lahan
No. Penggunaan Lahan Vegetasi Populasi
1. Agroforestri Kopi ≥ 1000
Singkong ≥ 500
Pinus ≥ 1000
Pisang ≥ 100
Paku ≥ 100
Rimbang ≥ 50
Talas ≥ 100
Jati 5
Pacar Air ≤ 100
Jambu Biji 1
Tanaman Pagar I ≤ 100
Tanaman Pagar II ≤ 50
2. Tegalan Pohon Jeruk ≥ 100
Pohon Pisang 7
Tebu ≥ 50
3. Perkebunan Singkong (Manihot 37
esculenta) 77
Jeruk (Citrus sinensis) 1
Papaya (Carica papaya L.) 12
Pisang (Musa sp.)
Berdasarkan Berdasarkan hasil pengamatan aspek biologi tanah didapatkan
bahwa diantara 3 lahan memiliki vegetasi yang berbeda-beda. Pada lahan
agroforestri titik 1 populasi vegetasi kopi dan pinus adalah yang terbanyak diantara
vegetasi yang lainnya. Hal ini dikarenakan penanaman kopi dan pinus pada
agroforestri lebih sesuai di lahan tersebut. Tanaman kopi dan pinus dapat hidup dan
25
tumbuh baik di daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 700 mdpl (Restu et
al., 2021). Pada lahan tegalan titik 1 populasi vegetasi jeruk adalah yang terbanyak
diantara vegetasi yang lainnya. Karena lahan tegalan UB forest memiliki drainase
yang baik dan suhu serta curah hujan yang mendukung untuk tanaman jeruk untuk
tumbuh. Letak lahan perkebunan dan kondisi lahannya tidak jauh berbeda dengan
lahan tegalan. Faktor lain yang mempengaruhi tanaman jeruk dapat tumbuh dengan
baik dan memiliki populasi yang paling banyak dikarenakan lahan perkebunan
memiliki tekstur tanah lempung berpasir (Valdo dan Juli, 2018).
Hasil pengamatan seresah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Hasil Pengamatan Seresah Pada Agroforestri, Tegalan dan Perkebunan
Berat Seresah
No. Penggunaan Lahan Tebal Seresah
Biomassa Nekromassa
1. Agroforestri 26,2 gr 349 gr 3,86 cm
2. Tegalan 110,3 gr 15,8 gr 4,1 cm
3. Perkebunan 5,44 gr 22,78 gr 2,47 cm
Pada pengamatan seresah di lahan agroforestri, tegalan dan perkebunan,
didapatkan data bahwa biomassa terberat berada pada lahan tegalan yaitu seberat
110,3 gr. Diketahui pada lahan tegalan memiliki seresah terberat dikarenakan faktor
lingkungan yaitu ketinggian tempat, iklim dan variasi vegetasi. Pada sekitar lahan
tegalan juga terdapat banyak rumput teki dan gulma. Namun, nekromassa serasah
pada lahan tegalan adalah yang terendah. Sedangkan biomassa teringan terdapat
pada lahan perkebunan yaitu sebesar 5,44 gr. Sementara nekromassa terberat
terdapat pada lahan agroforestri yaitu seberat 349 gr. Kemudian untuk ketebalan
seresah pada lahan tegalan merupakan yang paling tebal di antara ketiga lahan
tersebut yaitu sebesar 4,1 cm, sedangkan yang paling tipis terdapat pada lahan
perkebunan yaitu sebesar 2,47 cm. Dapat disimpulkan, keberadaan seresah yang
paling baik berada pada lahan tegalan titik 1. Hal ini karena vegetasi yang beragam
contohnya rumput teki dan gulma pada lahan tersebut.
Hasil pengamatan understorey dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 11. Hasil Pengamatan Understorey
No. Penggunaan Lahan Understorey Populasi
1. Tegalan Trifolium (Clover) >10
26
3. Perkebunan - -
Unsur hara merupakan faktor penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Apabila suatu tanaman kehilangan salah satu unsur hara yang terkandung
dalam tanah dapat menyebabkan kekurangan hara pada suatu tanaman dan
menimbulkan gejala-gejala tertentu. Kondisi pH tanah pada suatu lahan juga dapat
mempengaruhi kekurangannya unsur zat hara yang ada pada tanaman. Seperti pada
lahan tegalan dengan pH asam yang mengalami kekurangan unsur hara diantaranya
Kalsium (Ca), Tembaga (Cu), dan Kalium (K) dimana pada kondisi lahan tersebut
terdapat bintik coklat dan keriting pada daun, lalu daun menjadi berwarna hijau
28
gelap dan beruubah bentuk menjadi seperti mangkuk, serta adanya kerutan pada
daun.
5.2 Pembahasan Umum
Berdasarkan hasil pengamatan fisiografi dan morfologi pada ketiga lahan
diantaranya wilayah agroforestri, tegalan dan juga perkebunan. Pada lahan
agroforestri kelerengannya lebih tinggi sekitar 30% dibandingkan dengan lahan
lainnya. Hal ini dikarenakan lahan agroforestri merupakan bagian dari lereng bukit
yang umumnya memiliki kelerengan 30 – 70% (Simanjuntak dan Tjahjono, 2022).
Lahan agroforestri memiliki horizon pertama 1 – 33 cm, kedua 33 cm, dan
seterusnya yamg tiap batasan horizonnya terlihat jelas dan rata. Warna tanah tiap
horizon di lahan agroforestri ada dua yaitu 10 YR 2/1 (black) dan 7,5 YR 3/3 (dark
brown) yang menunjukkan bahan organik yang cukup tinggi, hal ini didukung oleh
pernyataan dari Nangaro et al. (2021) bahwa makin tinggi kandungan bahan
organik warna tanah makin gelap.
Wilayah tegalan memiliki horizon pertama dengan kedalaman 0 – 15 cm,
kedua 15 – 30 cm, ketiga 30 – 48 cm, keempat 48 cm. Lahan tegalan mempunyai
tipe gembur, dengan ukuran medium, dan konsistensinya liat agak plastis untuk
horizon pertama dan kedua, untuk horizon ketiga agak plastis dan agak liat,
sedangkan horizon keempat agak liat dan agak plastis. Lahan tegalan memiliki jenis
pori mikro, dengan jumlah perakaran pada horizon pertama lebih banyak daripada
horizon kedua, ketiga, dan keempat sedikit (Fiantis, 2017).
Tekstur liat dan liat berpasir, konsistensi gembur-gembur dan agak lekat-
agak lekat. Struktur gumpal membulat, perakaran pada horizon pertama berjumlah
banyak berukuran halus, sedangkan yang kedua berjumlah sedikit dan berukuran
sedang. Tekstur tanah yang terdapat di lahan agroforestri terbilang lebih baik
dibandingkan lahan kebun atau tegalan karena pengaruh dari bahan organik yang
ada (Tolaka et al., 2013). Menurut Naharuddin et al. (2020) Porositas tanah akan
semakin rendah jika bobot isi tanahnya besar, begitupun sebaliknya, hal tersebut
berkesinambungan dengan tekstur tanah.
29
rendah akan menyebabkan defisiensi unsur Mg dan Mo. Rendahnya pH tanah pada
lahan tegalan dan agroforestri dapat diatasi dengan penambahan kapur karbonat
seperti kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2) sebagai upaya penambahan ion
Ca2+, Mg2+ dan CO32- agar pH tanah meningkat. Berdasarkan data hasil pengamatan
lahan yang memerlukan peningkatan pH adalah lahan tegalan (pH 4,5) sedangkan
lahan agroforestri dan lahan perkebunan tidak memerlukan penambahan kapur
karena pH tanah tergolong ideal yaitu berkisar antara pH 6 – 7 (Setiana et al., 2015)
Hasil pengamatan terkait kandungan bahan organik menyatakan bahwa
lahan agroforestri memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan tegalan dan lahan perkebunan. Bahan organik pada
sistem agroforestri lebih besar dibandingkan pada sistem pengelolaan lahan lain.
Hal ini disebabkan keanekaragaman dan kepadatan populasi pohon yang juga lebih
tinggi. Kandungan bahan organik berperan penting dalam perbaikan karakteristik
tanah. Karakteristik kandungan bahan organik tergantung pada jenis pohon yang
berada pada sistem tersebut. Agroforestri dengan spesies pohon yang lebih
beragam memiliki laju dekomposisi yang lebih besar dibandingkan dengan sistem
pengelolaan lahan lain (Priyadarshini et al., 2020).
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil data pengamatan fieldtrip yang dilakukan di UB Forest,
didapat setiap data pada pos pengamatan lahan tegalan, agroforestri, dan
perkebunan Pada pengamatan sifat fisika dan biologi, lahan tegalan menjadi lahan
dengan kondisi yang paling baik dikarenakan pengolahan tanah yang jarang
dilakukan serta masih adanya bahan organik dan unsur hara sehingga cocok sebagai
budidaya komoditas jeruk.
Pada pengamatan pos kimia, lahan agroforestri memiliki pH paling tinggi
yang tergolong ke netral hanya saja masih terdapat kekurangan hara yaitu
Magnesium (Mg) dan Molibdenum (Mo). Berbeda dengan lahan perkebunan yang
tidak adanya kekurangan unsur hara sehingga dapat dikatakan lahan perkebunan
memiliki kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Sedangkan pada pengamatan pedologi, didapatkan fisiografi dan morfologi
tanah berupa warna, tekstur, konsistensi, dan struktur yang mana dari ketiga lahan
memiliki karakteristik yang hampir sama semua. Hanya saja, warna dari lahan
agroforestri adalah yang paling gelap dengan arti bahwa jumlah kandungan bahan
organik pada lahan tersebut masih tinggi.
6.2 Saran
Tanah memegang peranan penting karena sebagai media tumbuh yang
menunjang keberlangsungan kehidupan tanaman. Kemampuan tanah sebagai media
tumbuh ini akan optimal jika didukung oleh sifat fisika, kimia, dan biologi yang
baik. Sedangkan di setiap daerah tentu memiliki kondisi tanah yang berbeda beda.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui karakteristik tanah dan strategi
bagaimana cara mengelola tanah dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, K., Amri, A.1. 2017. Pengukuran dan endugaan Erosi pada Lahan
Perkebunan Kelapa Sawit dengan Kemiringan Berbeda. JOM Faperta,
Vol.4(1)
Atmaja, I.W.D. 2017. Kajian Sifat Biologi Tanah pada Beberpa Tipe Penggunaan
Lahan. Denpasar: Universitas Udayana.
Bakri, I., Thaha, A. R. & Isrun, 2016. Status beberapa sifat kimia tanah pada
berbagai penggunaan lahan di DAS Poboya Kecamatan Palu Selatan.
Agrotekbis: E-Jurnal Ilmu Pertanian, 4(5), pp. 512-520.
C. Calzolari. 2013. Research in pedology: a historical perspective.
Cetin, M., 2013. Landscape Engineering, Protecting Soil, and Runoff Storm Water.
In (Ed.), Advances in Landscape Architecture. Intech Open.
Darma, S., Dhonanto, D., & Hasibuan, A. S. 2022. Analisis Kandungan N-Total
dan pH Tanah yang Ditanami Leguminosae Cover Crops (LCC) Pada Umur
Tanam serta Dosis Pengapuran Berbeda. Jurnal Agroekoteknologi Tropika
Lembab, 4(2), 75-80.
Edi Valdo Sipayung & Anik Juli Dwi Astuti. 2018. Analisis Kesesuaian Lahan
Untuk Tanaman Jeruk di Kelurahan Pegangan Julu 1 Kecamatan Sumbul
Kabupaten Dairi. Jurnal Tunas Geografi, Vol. 7, No. 1
Fiantis, D. (2017). Morfologi dan Klasifikasi Tanah (Handoko (ed.); 1st ed.).
Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas
Andalas.
Gunawan, Wijayanti, N. & Budi, S. W., 2019. Karakteristik Sifat Kimia Tanah dan
Status Kesuburan Tanah pada Agroforestri Tanaman Sayuran Berbasis
Eucalyptus sp.. Jurnal Silvkultur Tropika, 10(2), pp. 63-69.
Hamzah, A., & Priyadarshini, R. (2018). Estimasi Sumbangan Karbon, Serasah,
Dan Hubungannya Dengan Keberadaan Cacing Tanah Pada Sistem
Agroforestri. eprints upn , 650-657.
Hartati, S., Minardi, S. & Ariyanto, D. P., 2013. Muatan Titik Nol berbagai Bahan
Organik, Pengaruhnya terhadap Kapasitas Tukar Kation di Lahan
Terdegradasi. Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi, 10(1), pp. 27-36.
34
Hartati, T. M., Bambang, H. S., Makruf, N. 2018. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk
Tanaman Perkebunan di Wilayah Galeha, Kabupaten Halmahera Utara,
Propinsi Maluku Utara. Journal of Sustainable Agriculture, 33 (1): 68-77
Haryati, U. 2014. Karakteristik Fisik Tanah Kawasan Budidaya Sayuran Dataran
Tinggi, Hubungannya dengan Strategi Pengelolaan Lahan.
Holilullah, Afandi, dan Novpriansyah, H. 2015. Karakteristik Sifat Fisik Tanah
pada Lahan Produksi Rendah dan Tinggi di PT Great Giant Pineapple.
Jurnal Agrotek Tropika, 3(2): 278-282.
Ilham, A.M., Haji, C., Permatasari, D., Illahi, K., Agestira, M., Arifin, M.,
Fadhillah, R., Mutiara, S., Novriawati, S.A., Sufitri, Y., Purwaningsih.,
Prarikeslan, W. 2018. Pengukuran Erosi Aktual pada Penggunaan Lahan
Tegalan dan Kebun Campuran Studi Kasus Das Bompon, Kecamatan
Kajoran, Jawa Tengah. Jurnal geografi. Vol 7(2)
Kogoya, Y., Walangitan, H. D., & Kainde, R. P. 2018. Agroforestri Pola Kebun
Campuran Di Desa Warembungan Kecamatan Pineleng Provinsi Sulawesi
Utara. Jurnal Cocos, 1(2), 1–7.
Liu, J., Liu, W., Zhu, K. 2018. Throughfall Kinetic Energy and Its Spatial
Characteristics Under Rubber-Based Agroforestry Systems. Catena. 161.
113 – 121.
Lutfi, I. (2012). Ketersediaan unsur hara pada tanah Garaman. Yogyakarta:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
M. Cetin, A.A. Jawed Variation of Ba concentrations in some plants grown in
Pakistan depending on traffic density Biomass Conv. Bioref. (2022), pp. 1-
8.
Mahrup., Kusnartha., Padusung., Nyoman S., dan Fahrudin. 2020. Inovasi Dalam
Pemberdayaan Petani Lahan TegalanGuna Kesetaraan Ekonomi. Jurnal
PEPADU, 1 (2): 235-244
Mahrup., Kusnartha., Padusung., Soemenaboedy, N., Fahrudin. 2020. Inovasi
dalam Pemberdayaan Petani Lahan Tegalan Guna Kesetaraan Ekonomi.
Jurnal Pepadu. Vol 1(2).
35
Saputro, W.H., dan Sudibya. 2020. Pemberdayaan Pertanian dan Kerajinan Batik
di Desa Donowarih Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. Jurnal
Semar 9 (2): 9-14
Saridevi, G.A.A.R, Atmaja, I.W.D, Mega, I.M. 2013. Perbedaan Sifat Biologi
Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Tanah Andisol, Inceptisol,
dan Vertisol. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 2 (4): 214-223.
Septiyani, E., 2019. Pengaruh Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah terhadap
pertumbuhan sawi di Desa bahway kecamatan balik bukit kabupaten
lampung barat, Lampung: Pendidikan Fisika UIN Raden Intan. Sumberdaya
Lahan IPB.
Setiana, M. A., Ikmahwati, S., Yakin, A., & Prihantoro, I. (2015). Pola Penyediaan
dan Potensi Hijauan Di Kawasan Industri Kecamatan Citeureup Kabupaten
Bogor. Pastura, 6(1), 1-3.
Simanjuntak, M. R., & Tjahjono, H. (2022). Analisis Ancaman Tanah Longsor Dan
Upaya Konservasi Lahan Dengan Sistem Agroforestri Di Kecamatan
Sukorejo Kabupaten Kendal. Geo-Image, 11(2), 99-111.
Sipayung, E. V., dan Anik, J. D. A. 2018. Analisis Kesesuaian LAhan untuk
Tanaman Jeruk di Kelurahan Pegagan Julu I Kecamatan Sumbul Kabupaten
Kediri. Jurnal Tunas Geografi, 7 (1): 31-44
Suryani, E., Dariah, A. 2012. Peningkatan Produktivitas Tanah Melalui Sistem
Agroforestri. Jurnal Sumberdaya Lahan, 6 (2): 101-109.
Susandi, Oksana, dan Arminudin, A.T. 2015. Analisis Sifat Fisika Tanah Gambut
pada Hutan Gambut di Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar Provinsi
Riau. Jurnal Agroteknologi, 5(2) : 23-28.
Syahrul, Thaha, A. R. & Toana, M. R. C., 2021. Analisis Beberapa Sifat kimia tanah
pada berbagai tipe penggunaan lahan di Desa Tolai Barat Kecamatan Torue
Kabupaten Parigi Moutong. Agrotekbis, 9(5), pp. 1287-1297.
T. Varol, H.B. Ozel, M. Ertugrul, T. Emir, M. Tunay, M. Cetin. Prediction of soil-
bearing capacity on forest roads by statistical approaches. Environ. Monit.
Assess., 193 (8) (2021), pp. 1-13.
38
T. Varol, T. Emir, M. Akgul, H.B. Ozel, H.H. Acar, M. Cetin. Impacts of small-
scale mechanized logging equipment on soil compaction in forests J. Soil
Sci. Plant Nut., 20 (3) (2020), pp. 953-963.
Tolaka, W., Wardah, & Rahmawati. (2013). Physical Properties of Soil in Primary
Forest, Agroforestry and Cocoa Gardens in Wera Saluopa Subbasin, Leboni
Village, Puselemba District, Poso Regency. Warta Rimba, 1(2004), 1–8.
Utomo, S.J dan Bondan S, 2017. Strategi Pengembangan Desa Wisata Di
Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. Jurnal Neo-Bis, 11(2): 142-
153.
Wibowo, F. A. C., Suryanto, P., Faridah, E. 2019. Ekofisiologi dan Peluang
Pengembangan Durian (Durio zibethinus) dengan Sistem Agroforestri di
Lereng Selatan Gunung Merapi, Indonesia. Jurnal Ilmu Kehutanan, 13 (1):
195 – 209.
Widyati, E. 2013. Pentingnya Fungsional Keragaman Organisme Tanah terhadap
Produktivitas Lahan. Balitbang Kehutanan Bogor Press. Bogor.
Yanti, P. H., Awaluddin, A. & Defri, 2014. Analisis Kapasitas Tukar Kation
Birnessite. Chemistri Progress, 7(1), pp. 5-8.
Yulina, H., Saribun, D.S., Adin, Z. 2015. Hubungan antara Kemiringan dan Posisis
Lereng dengan Tekstur Tanah, Permeabilitas dan Erodibilitas Tanah pada
Lahan Tegalan di Desa Gunungsari, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten
Tasikmalaya. Jurnal Agrikultura, 26 (1) : 15-22.
Yumai, Y., Sonny, T., dan Vicky, H. M. 2019. Kajian Pemanfaatan Lahan
Permukiman di Kawasan Perbukitan Kota Manado. Jurnal Spasial, 6 (3):
862-871.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Morfologi dan Fisiologi Lahan Tegalan Titik 1
Fisiografi Lahan
Nomor Lapangan : 22/ AIPU / 003
Lokasi : UB Forest dan Dusun Borogragal, Desa Donowarih,
Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Vegetasi : Jeruk, Pisang dan Tebu
Fisiografi Lahan : Tegalan
Elevasi : > 1000m dpl
Kelerengan : 23%
Bahan Induk : QVA
Drainase : Agak Cepat
Tanggal : 29 Oktober 2022
Pemeta : Ariq I.P.U. dkk.
Morfologi dan Deskripsi Minipid
Kode
Gambar Minipid Uraian/Deskripsi
Horizon
I 0-15 cm; 10 YR 3 /2 Hitam Kecoklatan;
Lempung Berdebu; Gumpal bersudut; agak
lekat; Pori Halus Banyak ; perakaran banyak
; perakaran halus; beralih ke Horizon II
II 15-30 cm; 10 YR 3 /2 Hitam Kecoklatan;
Lempung Berdebu; Gumpal bersudut; agak
lekat; Pori Halus Banyak ; perakaran biasa ;
perakaran halus; beralih ke Horizon III
III 30-48 cm; 10 YR 3 /2 Hitam Kecoklatan;
Lempung Berdebu; Gumpal bersudut; agak
lekat; Pori Halus Banyak ; perakaran biasa ;
perakaran halus; beralih ke Horizon IV
IV 48-dst cm; 10 YR 3 /2 Coklat abu-abu gelap;
Lempung Berdebu; Gumpal bersudut; agak
lekat; Pori Halus Banyak ; perakaran sedang
; perakaran halus; beralih ke Horizon III
Lampiran 2. Data Berat Isi, Berat Jenis dan Porositas Tanah Lahan Tegalan
No. Penggunaan Lahan Berat Isi Berat Jenis Porodisitas (%)
(g/cm3) (g/cm3)
1. Tegalan 0,781 2,209 64,65
Ditanya: Vt, W, Mp, dan P?
40
Tabel hasil pengamatan drainase pada lahan yang didapatkan saat fieldtrip
adalah sebagai berikut:
No. Penggunaan Lahan Jenis Drainase Penampakan di Lapangan
1. Tegalan Agak Cepat Air diserap agak cepat dari
tanah dimana biasanya air
tanah sangat dalam
Lampiran 5. Seresah dan understorey pada lahan Tegalan
Tabel hasil pengamatan seresah pada lahan yang didapatkan saat fieldtrip
adalah sebagai berikut:
Tabel hasil pengamatan understorey pada lahan yang didapatkan saat fieldtrip
adalah sebagai berikut:
Spesies
No. Populasi
Nama Ilmiah Nama Lokal
1. Trifolium (Clover) >10
2. Rumput Teki (Cyperus scariosus) >10
6. Tegalan Laba-laba 2
7. Tegalan Larva Kumbang 5
8. Tegalan Lipan 5
Lampiran 7. Data pH, Bahan Organik dan Kapur Lahan Tegalan
Tabel hasil pengamatan pH pada Lahan yang didapatkan saat fieldtrip adalah sebagai
sebagai berikut:
Tabel hasil pengamatan kapur pada lahan yang didapatkan saat fieldtrip adalah sebagai
berikut:
2. Pengamatan understorey
4. Pengamatan Seresah
5. Tanah Pengapuran
6. Pengamatan BO
7. Pengamatan pH Tanah
45
8. Pengamatan Kelerengan
9. Batas Horizon