Oleh:
Kelas :Q
Kelompok : Q1
i
DATA ANGGOTA KELOMPOK
Kelompok : Q1
Asisten : Azizatul Fajriyah
No. Nama NIM
1. David Samuel Tito 185040200111127
2. Mochamad Bayu Aji 165040201111062
3. Firhan Ihza Yusriza 165040201111147
4. Eva Komala Dewi 185040200111022
5. Serdinia Yugista 185040200111026
6. Salsabila Fitri Alfaani 185040200111031
7. Siswanto 185040200111059
8. Ariq Hibatullah 185040200111064
9. Muhammad Iqbal Abdul Gafar 185040200111088
10. Reva Yunisa Alifia 185040200111110
11. Achmad Albaihaqy 185040200111118
12. M. Umman Badrudin 185040200111133
13. Liza Indriani 185040200111135
14. Ratih Maharani Kusumaningtyas 185040200111164
15. Novandi Rizky Prasetya 185040200111177
16. Andhiko Maulana Lestari 185040200111203
17. Farhan Nabil Furqon 185040200111226
LEMBAR PENGESAHAN
Kelas :Q
Kelompok : Q1
Disetujui Oleh:
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya laporan ini.
Laporan ini dibuat sebagai persyaratan UAP praktikum Teknologi Pupuk dan
Pemupukan FP UB. Laporan ini berisi tentang proses maupun hasil dari praktikum
pupuk kompos yang telah dilakukan selama 1 bulan di UPT Kompos FP UB. Hasil
dari pengamatan yang telah dilakukan disertakan dalam laporan ini. Pengerjaan
laporan sendiri menggunakan hasil praktikum, yakni pembutan kompos yang
menggunakan bahan utamanya yaitu kotoran ayam sebanyak 15 kg dan daun
kaliandra sebanyak 15 kg. Selain itu, kami menggunakan beberapa pustaka sebagai
bahan referensi serta bahan kajian. Kendala serta kesulitan terjadi selama praktikum
maupun dalam pengerjaan laporan ini. Dibutuhkan komunikasi yang baik saat
proses pembuatan pupuk kompos ini sehingga meskipun terjadi banyak kendala,
kami tetap semangat untuk bisa membuat pupuk kompos ini dengan sebaik-
baiknya, hingga akhirnya bisa didapatkan hasil yang maksimal. Ucapan terimakaih
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan segalanya untuk kita semua.
Terimakasih pula kepada Bapak/Ibu Dosen mata kuliah Teknologi Pupuk dan
Pemupukan, para asisten praktikum Teknologi Pupuk dan Pemupukan khususnya
Azizatul yang telah membimbing kami sehingga pembuatan laporan ini dapat
dikerjakan dengan baik. Terima kasih pula untuk teman-teman Q1 atas
kerjasamanya dalam pengerjaan laporan, serta semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya laporan ini. Kami sadar bahwa tiada sesuatu yang sempurna di
dunia ini, begitu pula laporan akhir yang telah kami buat ini, baik dalam hal isi
maupun penulisannya. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
kami harapkan sebagai koreksi bagi kami . Terakhir, kami berharap
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis, para mahasiswa Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya khususnya, dan masyarakat pada umumnya.
November 2019,
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
1. PENDAHULUAN............................................................................................. 1
3. METODOLOGI .............................................................................................. 13
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
1
1. PENDAHULUAN
berakibat buruk pada kondisi tanah. Tanah akan cepat mengeras dan kemampuan Commented [H2]: ?
menyimpan air berkurang serta tanah menjadi asam yang pada akhirnya akan
berdampak pada menurunnya produktivitas (Indrakusuma, 2000). Dampak negatif
dari intensifikasi pertanian disebabkan oleh intensitas pupuk anorganik yang
diberikan ke tanah semakin meningkat. Penggunaan pupuk anorganik selalu diikuti Commented [H3]: Ditaruh di atasnya
oleh berbagai permasalahn lingkungan, baik terhadap kondisi biologis maupun sifat
fisik tanah serta dampak terhadap konsumen (Frobel et al.,2013).
Berbagai permasalahan yang disebabkan oleh penggunaan pupuk anorganik
mengakibatkan sebagian orang lebih memilih menggunakan pupuk organik yang
lebih ramah lingkungan. Pupuk organik sangat bermanfaat dalam meningkatkan
kesuburan tanah dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Menurut
Syekfani (2000), penggunaan pupuk organik akan mengembalikan bahan organik
ke dalam tanah sehingga meningkatan produksi tanaman. Pupuk organik bisa
berasal dari pupuk kandang, pupuk hijau atau pupuk yang terbuat dari sisa-sisa
tumbuhan, humus dan lain-lain. Salah satunya yaitu pupuk kandang yang
mengandung unsur makro (N, P, K) dan unsur mikro (Ca, Mg, Mn) yang
dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam
2
tanah. Pupuk kandang merupakan pupuk organik yang dapat memperbaiki struktur
tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan menambahkan kondisi
kehidupan organisme tanah, dan sebagai sumber unsur hara bagi tanaman. Pupuk
kandang memiliki kandungan unsur hara yang berbeda-beda karena masing-masing
ternak memiliki sifat khas tersendiri yang ditentukan oleh jenis makanan dan usia
dari ternak tersebut. Pupuk kandang yang terbuat dari kotoran ayam memiliki
kandungan kadar hara P pada kotoran ayam sangat tinggi sehingga dapat membantu
tanaman dalam pembentukan buah (Wijayanti, 2013). Dalam pemberian pupuk
perlu diperhatikan kebutuhan pupuk pada tanaman sehingga tanaman tidak
mendapatkan terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan. Commented [H4]: Diganti pentingnya penggunaan pupuk
organik
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Agar dapat mengetahui cara pembuatan pupuk kompos dengan bahan yang
berbeda
2. Dapat menghasilkan pupuk yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan
kesuburan tanah
3. Agar dapat mengetahui komposisi kompos mana yang baik digunakan untuk
tanaman. Commented [H5]: Paragraf
1.3 Manfaat
Berdasarkan praktikum pembuatan pupuk kompos ini, manfaat yang bisa
diambil yaitu mahasiswa bisa mengerti pembuatan pupuk kompos sehingga bisa
menjadikan pupuk kompos ini sebagai cara dalam peningkatan hasil produksi
tanaman yang aman dan memiliki kemampuan untuk memperbaiki sifat fisik,
biologi maupun kimia tanah. Peran mahasiswa dalam upaya meningkatkan
teknologi pertanian yang ramah ingkungan dan bersifat sustainable dapat
ditunjukkan melalui aplikasi pembuatan pupuk kompos, yaitu sebagai pupuk yang
memanfatkan sumberdaya lingkungan yang ada di sekitar masyarakat sehingga
bersifat menanggulangi dan ramah lingkungan.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
frekuensi kompos akan meracuni tanaman akan rendah dan unsur hara pada kompos
akan lebih tinggi dibanding dengan kompos yang belum matang. (Rukmana, 2007).
Pengomposan merupakan proses penguraian bahan organik atau proses
dekomposisi bahan organik dimana didalam proses tersebut terdapat berbagai
macam mikrobia yang membantu proses perombakan bahan organik tersebut
sehingga bahan organik tersebut mengalami perubahan baik struktur dan
teksturnya. Adapun prinsip dari proses pengomposan adalah menurunkan C/N
bahan organik hingga sama atau hampir sama dengan nisbah C/N tanah (<20),
dengan demikian nitrogen dapat dilepas dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman
(Indriani,2002). Tujuan proses pengomposan ini yaitu merubah bahan organic yang
menjadi limbah diubah lagi menjadi produk yang mudah dana man untuk ditangan,
disimpan dan diaplikasikan ke lahan pertanian dengan aman tanpa menimbulkan
efek negative baik pada tanag maupun pada lingkungan.
Pada lingkungan alam terbuka, proses pengomposan bisa terjadi dengan
sendirinya. Lewat proses alami, rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta
sampah lainnya lama kelaamaan membusuk karena adanya kerjasama antara
mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan
manusia, yaitu dengan menambahkan mikroorganisme pengurai sehingga dalam
waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitas baik.
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Kompos
Pupuk kompos adalah salah satu jenis pupuk yang dibuat untuk memberikan
nutrisi pada tanaman, pupuk ini pun bisa juga dibilang sebagai pupuk
organik.Pupuk ini terbuat dari penguraian sisa-sisa tanaman dan hewan dengan
adanya batuan dari organisme hidup. Organisme pengurainya berbentuuk
mikroorganisme dan makrooragnisme. Pupuk kompos mempunyai sangat banyak
kelebihan namun juga memiliki kekurangan bila dibandingkan dengan pupuk
buatan atau kimia.
Kelebihan
1. Kaya akan unsur hara yang lengkap, baik itu unsur makro maupun unsur
mikro, yang mana kondisi tersebut tidak akan kita temukan pada pupuk
buatan atau anorganik.
5
2. Pada pupuk organik banyak mengandung hewan tanah makro dan mikro
yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan sifat fisik tanah maupun sifat
biologis tanah.
3. Pupuk organik mampu memperbaiki serta menjaga struktur tanah.
Kekurangan
1. Memiliki kandungan akan unsur hara yang kecil. Maka dari itu, jumlah
pupuk yang diberikan haruslah lebih banyak dibandingkan pupuk anorganik
atau pupuk kimia.
2. Penggunaan pupuk ini dalam jumlah yang banyak akan membuat biaya
pengadaan dan biaya operasional untuk masalah pengangkutan dan
pemupukan menjadi meningkat.
3. Pemakaian jangka pendek, terlebih tanah yang tidak terlalu banyak
mengandung unsur hara, maka pemberian pupuk organik tentu
membutuhkan dalam jumlah besar yang itu artinya akan menjadikan beban
biaya operasional bagi petani, sedangkan untuk reaksi tanah terhadap
pemberian kompos tidak secepat dibandingkan pupuk buatan.
Menurut Hoesein (2009), tanah yang terlalu sering diberi pupuk anorganik,
lama kelamaan akan menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan beberapa
kesulitan, diantaranya tanah menjadi sulit diolah dan pertumbuhan tanaman
menjadi terganggu. Pemakaian kompos sangat dianjurkan karena dapat
memperbaiki produktivitas tanah, baik secara fisik, anorganik, maupun biologi
tanah.
2.3 Fase Pengomposan
a) Fase Mesofilik
Pada fase ini media mempunyai pH dan temperature sesuai dengan bahan
dan lingkungan yang ada yaitu pada pH kurang lebi 6 dan temperature 180 C-220 C.
sejalan dengan adanya aktivitas mikroorganisme khususnya bakteri yang berasal
dari bahan kompos itu sendiri maka temperature mulai naik dan akan menghasilkan
asam organik. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya nilai pH.
b) Fase Termofilik
Pada fase ini kenaikan temperature hingga diatas 400 C. aktivitas bakteri
mesofilik terhenti kemudian diganti oleh kelompok bakteri termofilik. Bersamaan
dengan pergantian ini, akan dihasilkan amoniak dan gas nitrogen sehingga nilai pH
akan berubah menjadi basa. Aktivitas mikroba termofilik, jamur termofilik akan
mati akibat kenaikan temperature diatas 600 C dan diganti oleh kelompok
aktinimycetes dan bakteri termofilik sampai batas temperature 850 C.
kurang lebih 2% dibanding tanaman lainnya, sedangkan kentang dan ubi jalar
memiliki persentase unsur hara K terbersar dibanding tanaman lainnya berkisar
antara 4-7%. Sedangkan untuk kadungan C/N rasio pada sisa tanaman hijau bernilai
sebesar 12-15, untuk jerami dan daun-daunan mencapai 40-80. Kekurngan dari
penggunaan sisa tanaman untuk bahan kompos adalah kandungan selulosa atau
lignin yang terdapat pada tanaman. Kandungan selusosa atau lignin pada setiap
tanamn berbeda sesuai dengan jenisnya, apabila kandungan selulosa dan lignin pada
tanaman banyak maka proses dekomposisi akan lebih lama sehingga C/N rasio akan
lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang mempunyai kadar selulosa atau
lignin yang rendah akan mempercrpat dekomposisi dan C/N rasio yang sesuai untuk
digunakan (Jannah et al., 2014).
Sisa kotoran hewan yang umum digunakan sebagai bahan kompos antara
lain kotoran sapi, kotoran kambing, kotoran kuda dan kotoran ayam, biasanya
berasal dari sisa-sisa peternakan. Kotoran hewan mengandung senyawa-senyawa
kaya akan unsur hara yamh dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman atau
menambah unsur hara dalam tanah. Menurut Setyorini et al. (2006), kelebihan dari
sisa kotoran hewan yang digunakan sebagai bahan kompos adalah pelepasan unsur
hara secara lambat atau bertahap sehingga tidak mudah hilang. Ketersediaan
kotoran hewan juga memperngaruhi mikroorganisme yang bekerja dalam proses
pengkomposan, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Andhika dan Nugroho
(2009), bahwa pada kompos yang ditambahkan dengam kotoran kambing memiliki
C/N rasio yang sesuai untuk penggunaan pupuk kompos dikarenakan kotoran
kambing sebagai penyedia unsur P bagi organisme sehingga mikroorganisme dapat
berkembang dengan baik. Namun, kotoran hewan juga memiliki kelemahan dalam
penggunaanya, menurut Setyorini et al. (2006), kotoran hewan dapat membawa
parasite mikroorganisme seperti bakteri Salmonella sp. serta penyakit.
2.5 Ciri Kompos yang Sudah Matang
Menurut Isroi dan Yuliarti (2009) ciri dari kompos yang sudah matang yaitu Commented [H7]: Jangan ada kata menurut di awal
kalimat kecuali pembahasan
kompos yang sudah memiliki kematangnan yang sempurna memiliki warna coklat
kehitam-hitaman. Warna kompos yang seperti ini menyerupai tanah sudah bisa
langsung digunakan untuk media tanam. Kompos yang sudah matang memiliki bau
yang khas yaitu bau seperti tanah, harum dan tidak beraroma tajam. Kompos akan
9
lain C/N rasio. C/N rasio yang baik untuk pengomposan berkisar sekitar 30:1
hingga 40:1. Kedua yaitu ukuran partikel, permukaan aera yang luas akan
meningkatkan terjadinya kontak mikroba dengan bahan sehingga proses
dekomposisi dapat berjalan lebih cepat. Ketiga yaitu aerasi, aerasi yang baik akan
mempoercepat pengomposan jika pengomposan terjadi secara aerob/semiaerob.
Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan. Keempat yaitu porositas,
porositas merupakan rongga-ronggaini akan diisi air dan udara. Jika porositasnya
baik maka suplai air dan udara juga akan baik yang sangat diperlukan bagi
pertumbuhan mikroba. Kelima yaitu kelembaban, kelembaban memegang peran
penting dalam metabolism mikroba. Kelembaban dengan kisaran 40-60%
merupakan kisaran optimum bagi metabolisme mikroba. Keenam yaitu temperatur,
peningkatan suhu dapat terjadi secara cepat dalam tumpukan kompos yang berkisar
antara 30-60 ⁰C. Panas dihasikan dari proses metabolisme mikroba. Ketujuh yaitu
pH, pH yang optimum untuk pengomposan yaitu antara 6,6-7,5 Kompos yang
sudah matang biasanya memiliki pH netral. Kedelapan yaitu kandungan hara,
ketersediaan hara dalam pengomposan penting untuk mendukung pertumbuhan
mikroba. Hara ini biasanya terdapat dalam kompos-kompos limbah peternakan
11
sehingga sering pula ditambahkan kotoran ternak ataupun kompos yang sudah jadi
dalam pengomposan. Kesembilan yaitu kandungan bahan berbahaya, bahan
berbahaya akan menghambat atupun mematikan mikroba dekomposer.
Selain itu menurut Roidah (2013), faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pengomposan yaitu C/N bahan baku, jenis dan ukuran bahan baku, aerasi,
kelembaban, suhu, mikroorganisme dan activator. Ukuran bahan baku dan kadar air
merupakan salah satu faktor keberhasilan proses pengomposan. Penentuan kadar
air dan ukuran bahan baku optimum diperlukan untuk mengetahui kondisi optimum
yang dapat mempercepat proses pengomposan. Penambahan activator juga dapat
mempengaruhi proses pengomposan. Penambahan aktifator berupa
mikroorganisme lokal (mol) tetes tebu diharapkan mampu mempercepat proses
pengomposan.
2.8 Standar Mutu Kompos
Hasil dari proses pengomposan harus memenuhi beberapa kriteria yang
meliputi persyaratan kandungan kimia, fisik serta kandungan bakteri, barulah
kompos tersebut dikatakan baik dan dapat digunakan sebagai pupuk organik. Maka
dari itu, setelah selesai pengomposan maka perlu dilihat mutu kompos tersebut agar
dapat memberikan pengaruh yang baik bagi tanaman. Mutu kompos yang baik
disebabkan karena proses dekomposisi bahan organik telah terjadi secara sempurna
agar tidak memberikan pengaruh buruk terhadap tanaman. Standar kualitas kompos
yang baik dapat ditinjau dari kriteria yang tercantum dalam SNI 19-7030- 2004
yang meliputi sifat fisik dan kimia kompos (BSN, 2004). Ciri kompos yang baik
berdasarkan kriteria SNI 19-7030- 2004 apabila dilihat dari kualitas fisik kompos
meliputi warna yang berwarna kehitaman, bau seperti tanah serta ukuran partakel
antara 0,55 hingga 25 mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwatanti dan
Widyaningrum (2017), bahwa kompos yang baik sudah memiliki bau yang seperti
tanah karena materi yang berada dalam kompos sudah memilik unsur hara tanah
dan berwarna kehitaman karena penguraian bahan organik yang stabil serta tekstur
yang halus akibat proses perombakan oleh mikroorganisme.
Kandungan kimia pupuk kompos, menurut skrieria SNI adalah mengandung
bahan organik antara 27-58%, dengan kandungan Nitrogen (N) minimal 0,10%,
Karbon (C) 9,80-32%, Fosfor (P2O5) minimal 0,10% serta kadar C/N rasio 10-20.
12
Rasio C/N organik menunjukan tingkat kematangan komopos, semakin besar nilai
C/N rasio menunjukan bahwa kompos belum terurai secara sempurna sehigga
masih banyak jumlah ammonia dan nitrogen yang terdapat dalam pori-pori bahan
kompos (Surtinah, 2013). Hal ini didukung oleh pernyataan Nyoman (2010), mutu
kompos yang baik tersebut antara lain, berwana coklat tua hingga hitam mirip
dengan warna tanah, tidak larut dalam air, nisbah C/N rasio sebesar 20-20,
tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya, berefek baik jika
diaplikasikan, suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan dan yang
terakhir tidak berbau.
13
3. METODOLOGI
DAFTAR PUSTAKA
Andhika C. T dan D. A. Nugroho. 2009. Pembuatan Kompos Dengan
Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu).
Skripsi. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Diponogoro.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah
Organik Domestik. SNI 19- 7030-2004
Djuarnani, N., Kristian, dan B. S. Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos.
Malang: Agromedia Pustaka.
Dwi. 2007. Pembuatan Bionutrien dari Ekstrak Tanaman KPD dan Aplikasinya
pada Tanaman Caisin. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Frobel G. Dewanto, J.J.M.R. Londok, R.A.V. Tuturoong dan W. B. Kaunang. 2013.
PENGARUH PEMUPUKAN ANORGANIK DAN ORGANIK TERHADAP
PRODUKSI TANAMAN JAGUNG SEBAGAI SUMBER PAKAN. Jurnal
Zootek Vol.32, No. 5
Hoesein, F. 2009. Kualitas Pupuk Kompos Campuran Kotoran Ayam dan Batang
Pisang Menggunakan Bioaktivator MOL Tapai. Skripsi, IPB Bogor
Imansyah. 2018. Evaluasi Nilai pH dan Asam Laktat pada Silase Rumput Gajah
Mini (Pennisetum purpureum cv. Mott) dengan Suplementasi Molases.
Bachelors Degree Thesis, Universitas Muhammadiyah Malang.
Indrakusuma. 2000. Proposal Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari. PT Surya
Pratama Alam.Yogyakarta
Indriani. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Irawan, Ujang S. dan Edi P. 2013. Manual Teknik Pembuatan Pupuk Organik.
Bogor: Operation Wallacea Trust.
Isroi. 2008. Efektivitas Proses Pengomposan Sampah Daun Dengan Tiga Sumber
Aktivaror yang Berbeda. Prosiding Seminar Nasional Biologi 2014.
Semarang 29 November 2014. Hal 232-239.
Isroi, A. C. 2007. A Manual of Rural Composting. Project Field Document No.13,
Food and Agriculture Organization of The United Nations.
Isroi dan N. Yuliarti. 2009. Kompos. Penerbit ANDI, Yogyakarta Murbandono, L.
2009. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya.
Jannah, W., D. Zul dan B. L. Fibriarti. 2014. Aplikasi Mikroorganisme
Lignoselulolitik Indigenus Asal Tanah Gambut Riau Dalam Pembuatan
Kompos Dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis).
JOM FMIPA. 1 (2): 543-553.
Murbandono. 2008. Membuat Pupuk Kompos Cair, Cetakan ketiga, Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Murbandono. 2010. Tehnik Pembuatan Kompos Limbah Kebun Pertanaman
Kelapa Polikultur. Buletin Tehnik Pertanian 11(10): 112-115.
16