Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH

Oleh :

Kelompok Q2

Asisten Kelompok :

Mafruhana Mardlatilla

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LEMBAR DATA ANGGOTA

Kelas Q/Q2

1. Nashiha Fillah Imaniyah 165040201111115


2. Amelia Khairun Nisa` 165040201111101
3. Feliz Stephen Juan T 165040201111118
4. Gilang Sakti Pratama 165040201111119
5. Vicka Sugiarti 165040201111131
6. Meli Amelia Ayudita 165040201111133
7. Septina Devani Putri 165040201111141
8. Luqyana Zalfa 165040201111162
9. Ardiah Virana Putri 165040201111164
10. Reza Aprilia 165040201111169
11. Imam Yuhri 165040201111178
12. Claudya Santa Clara S. 165040201111201
13. Nurul Hilmiah E.P 165040201111235
14. Grandy Zovanca 165040201111246
15. Alfiyatul Maslichah 165040201111260
16. Zikry Ramadhan 165040201111274
17. Lutvi Vivi Alviani 165040201111278
18. Gilang Satya Ardhana 165040207111095
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH

Kelompok Q2

Disetujui Oleh :

Asisten Kelompok, Koordinator Asisten

Mafruhana Mardlatilla Iqbal Maulana Akmal


NIM. 155040200111125 NIM.155040201111076
LEMBAR CATATAN REVISI

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH

Kelompok : Q2

Asisten Kelompok : Mafruhana Mardlatilla

Jumlah Kehadiran Peserta :

Revisi :

Asisten Penguji
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya laporan mata kuliah Teknologi Produksi Benih. Atas dukungan moral
dan materi yang diberikan dalam penyusunan laporan ini, maka penyusun
mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya, serta semua pihak yang membantu dalam kegiatan ini,
terutama asisten kami yaitu Mafruhana Mardlatilla yang senantiasa dengan sabar
mengajari penulis hingga penulis paham.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan
laporan ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk pengembangan dan
kemajuan pertanian Indonesia.

Malang, 15 Mei 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR DATA ANGGOTA............................................................................
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................
LEMBAR CATATAN REVISI...........................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................v
1. PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Tujuan.........................................................................................................2
2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Tanaman Jagung.........................................................................................3
2.2 Teknologi Produksi Benih Jagung..............................................................4
2.3 Tanaman Kelor...........................................................................................5
2.4 Priming.......................................................................................................6
2.5 Keragaman Tanaman..................................................................................9
3. BAHAN DAN METODE.............................................................................12
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan...............................................................12
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................12
3.3 Cara Kerja.................................................................................................14
4. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................17
4.1 Hasil..........................................................................................................17
4.2 Pembahasan...............................................................................................22
5. PENUTUP.....................................................................................................28
5.1 Kesimpulan...............................................................................................28
5.2 Saran.........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................29
LAMPIRAN......................................................................................................32
DAFTAR TABEL

No Teks Halaman
1. Rerata Tinggi Tanaman Jagung Perlakuan Mulsa dan Non Mulsa.............................17
2. Rerata Jumlah Daun Tanaman Jagung Perlakuan Mulsa dan Non Mulsa.....................18
3. Waktu Berkecambah Tanaman Kelor Perlakuan KNO3 dan PGPR.............................19
4. Rerata Tinggi Kelor Perlakuan Priming KNO3 dan PGPR..........................................20
5. Rerata Jumlah Daun Tanaman Kelor Perlakuan KNO3 dan PGPR..............................21
6. Pengaruh Penggunaan Mulsa dan Non Mulsa Terhadap Tinggi Jagung.......................23
DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman
1. Perbandingan Tinggi Tanaman Jagung Perlakuan Mulsa dan Non Mulsa...................18
2. Perbandingan Jumlah Daun Tanaman Jagung Perlakuan Mulsa dan Non Mulsa.........19
3. Perbandingan Tinggi Tanaman Kelor Perlakuan Priming KNO 3 dan PGPR................21
4. Perbandingan Jumlah Daun Tanaman Kelor Perlakuan Priming KNO3 dan PGPR......22
5. Pengaruh Mulsa dan Non Mulsa Terhadap Tinggi Tanaman Jagung..........................24
DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1 Dokumentasi Kegiatan..................................................................................................33
2 Data Tinggi Dan Jumlah Daun Tanaman Jagung..........................................................37
3 Data Tinggi Dan Jumlah Daun Tanaman Kelor............................................................41
4 Perhitungan Koefisien Keragaman Tanaman Jagung....................................................43
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia termasuk negara agraris yang sangat kaya akan
sumberdaya alam yang sangat melimpah, salah satunya terlihat dari iklim yang
sangat mendukung dalam perkembangan budidaya tanaman. Tetapi, dibalik
kondisi iklim yang mendukung itu, para petani menyadari dan memikirkan bahwa
kondisi iklim dan cara bercocok tanam saja belum menjadi jaminan bahwa
budidaya tanaman dapat berproduksi secara optimal dan usaha yang dilakukan
para petaniakan berhasil sempurna atau sepenuhnya ( Lesilolo et al., 2013). Bagi
para petani, langkah awal dalam melakukan usaha pembudidayaan tanaman perlu
dilakukan penyiapan benih dengan kualitas yang baik melalui pengelolaan benih.
Benih merupakan biji tanaman yang telah mengalami perlakuan sehingga dapat
dijadikan sarana dalam memperbanyak tanaman sehingga memilki mutu genetik,
fisiologis, dan fisik yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra
(2003), yang menyatakan bahwa benih merupakan biji tanaman yang
dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha tani serta memiliki
fungsi agronomis. Para petani sangat berharap setelah adanya dan mengetahui
pengelolahan benih dapat meningkatkan produksi serta meningkatkan kualitas
pada budidaya tanaman, sehingga para petani dapat memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat.
Dalam memperoleh benih yang bermutu diperlukan suatu perangkat
pengelolaan benih. Perangkat tersebut tercakup dalam teknologi benih, yaitu
teknologi untuk memproduksi benih, menganalisis mutu benih, menyimpan,
memasarkan, dan mengedarkan tanpa harus mengurangi mutunya (Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2009). Teknologi benih merupakan cara
yang digunakan untuk memperbaiki benih. Konsep perbenihan di lapangan pada
beberapa komoditas di Indonesia belum berjalan dengan baik, sehingga masih
perlu penyempurnaan dalam teknologinya.
Solusi yang harus dilakukan dari permasalahan yang di lakukan di lapang
yaitu dengan penggunaan teknologi benih dengan perlakuan mulsa, non mulsa
serta priming. Pada tanaman benih jagung dan kelor diberi perlakuan priming.
Pada benih kelor, dan benih jagung diberi perlakuan perlakuan priming KNO 3 dan
2

juga perlakuan priming PGPR. Menurut Farooq et al. (2007), perlakuan priming
dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman lingkungan
suboptimum, pada suhu rendah dan pada cekaman kekeringan. Pada benih jagung
pada saat ditanam diberi perlakuan mulsa non mulsa yang bertujuan untuk dapat
mengetahui perkembangan kualitas maupun kuantitas hasil tanaman jagung.
Menurut Kadarso (2008), penggunaan mulsa dapat mempertahankan produktivitas
dari pengaruh lingkungan yang tidak mendukung, untuk mengendalikan suhu dan
menjaga kelembaban tanah akan mengurangi serangan hama dan penyakit, dan
mempercepat tanaman yang dibudidayakan berproduksi. Selain itu adapun solusi
lainnya yang harus dilakukan dari permasalahan yang kami lakukan di lapang
yaitu dengan penggunaan teknologi benih dengan perlakuan priming. Menurut
penelitian Harris et al. (2007), aplikasi priming benih dengan Zn dapat
meningkatkan hasil tanaman jagung, serta produksi tanaman jagung.
Perlakuan priming dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
cekaman lingkungan suboptimum, pada suhu rendah sehingga pada saat benih
siap ditanam dilapang tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan. lebih fokus
adalah pemerintah menciptakan “Sistem Kelembagaan Perbenihan“ yang dapat
digunakan sebagai pegangan dalam setiap langkahuntuk mengadakan
pengembangan/perluasan suatu komoditas. Disadari sepenuhnya bahwa sangat
sulit untuk membuat suatu konsep kelembagaan yang dapat berlaku umum, karena
banyaknya komoditas yang berbeda-beda spesifikasinya. Namun paling tidak
kerangka logisnya dapat mengakomodir semua komoditas. Karena selama ini
selalu terjadi berulang-ulang bahwa setiap akan memperluas/mengembangkan
suatu komoditas, kendala utama pasti masalah tidak tersedianya benih.
(Heydecker, 2002).
1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan mulsa dan tanpa mulsa terhadap


pertumbuhan tanaman pada produksi benih jagung
2. Untuk mengetahui priming KNO3 dan PGPR terhadap benih kelor dalam suatu
teknik teknologi produksi benih
3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung


Menurut Subandi, (2008) tanaman jagung merupakan tanaman berumah
satu (monoecious), bunga jantan (staminate) terbentuk pada malai dan bunga
betina (tepistila) terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi
masih dalam satu tanaman. Jagung tergolong tanaman C4 dan mampu beradaptasi
dengan baik pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat
tanaman jagung sebagai tanaman C4 antara lain daun mempunyai laju fotosintesis
lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah,
efisien dalam penggunaan air.Jagung merupakan tanaman semusim. Dalam satu
siklus hidupnya terjadi selama 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan
tahap pertumbuhan vegetative dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan
generative.Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-
bijian (serealia) dari keluarga rumput - rumputan (Arianingrum, 2004).
Tanaman jagung memiliki akar serabut dengan tiga tipe akar, yaitu akar
seminal yang tumbuh dari radikula dan embrio, akar adventif yang tumbuh dari
buku terbawah, dan akar udara. Batang jagung berbentuk silindris dan terdiri dari
sejumlah ruas dan buku, dengan panjang yang berbeda-beda tergantung varietas
dan lingkungan tempat tumbuh. Jagung dapat tumbuh di semua jenis tanah, tanah
berpasir maupun tanah liat berat (Izah, 2009). Menurut Bellfield dan Brown
(2008), bunga terdiri dari bunga jantan dan betina, dengan letak terpisah. Bunga
jantan terletak pada malai bunga (di ujung tanaman) sedangkan bunga betina
terdapat pada tongkol jagung.
Buah tanaman jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun (Syafruddin dan
Fadhly, 2004). Biji jagung berkeping tunggal, deret rapi pada tongkolnya. Pada
setiap tanaman jagung ada satu tongkol, kadang-kadang ada yang dua. Setiap
tongkol terdapat 10-14 deret biji jagung yang terdiri dari 200-400 butir biji
jagung. Berdasarkan penampilan dan teksturnya, biji jagung dibagi menjadi 6 tipe
yaitu biji mutiara (flint corn), biji gigi kuda (dent corn), biji setengah mutiara, biji
setengah gigi kuda, biji manis (sweet corn), dan biji berondong (pop corn)
(Suprapto dan Marzuki, 2005). Syarat tumuh tanaman jagung adalah sebagai
berikut :
4

a. Iklim
Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh di dataran tinggi ±1300 m dpl.
Panen pada musim kemarau berpengaruh terhadap semakin cepatnya pemasakan
biji dan proses pengeringan biji di bawah sinar matahari (Warisno, 2007). Agar
tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan temperatur ratarata antara 14-
390C, dengan curah hujan sekitar 600 mm-1200 mm per tahun yang terdistribusi
merata selama musim penanaman (Kartasapoetra, 2001). Jagung dapat tumbuh
baik bila selama pertumbuhan mendapatkan curah hujan yang merata dan suhu
yang hangat. Suhu optimum untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 24-25 0C.
Untuk pembungaan sampai pemasakan adalah 30 0C. Jumlah daun dan distribusi
hujan untuk tanaman jagung dapat tumbuh antara 2500-5000 mm/tahun.Tanaman
jagung membutuhkan banyak air fase pertumbuhan awal (Nurmala, 2004).
b. Tanah
Tanah andosol banyak mengandung humus, tanaman jagung dapat tumbuh
dengan baik asalkan pH-nya memenuhi syarat. Demikian juga tanah latosol yang
mengandung bahan organik yang cukup banyak. Pada tanah berpasir pun tanaman
jagung bisa tumbuh dengan baik asalkan kandungan unsur hara yang ada di
dalamnya tersedia dan mencukupi. Adapun tanah yang paling baik untuk ditanami
jagung hibrida adalah tanah lempung berpasir, lempung berdebu dan lempung
(Warisno, 2007). Tanaman jagung yang toleran terhadap reaksi keasaman tanah
pada kisaran 5,5-7,0. Tingkat tanah yang paling penting baik adalah tanaman
jagung adalah pada pH 6,2. Reaksi tanah yang memberikan hasil tertinggi pada
jagung adalah pH 5,7 dan 7,5, produksi jagung cenderung mulai turun (Rukmana,
2000).
2.2 Teknologi Produksi Benih Jagung

Jagung hibrida bisa diperoleh dari hasil seleksi kombinasi atau biasa
disebut hibridisasi. Dengan hibridisasi diharapkan bisa terbentuk suatu jenis
tanaman yang mempunyai kromosom yang poliploidi. Menurut Takdir et al.
(2016), jagung hibrida merupakan generasi pertama atau F1 dari persilangan
antara dua galur. Produksi benih jagung hibrida dapat dilakukan dengan berbagai
cara, di antaranya yaitu produksi hibrida persilangan tunggal jagung, produksi
hibrida persilangan ganda dan tiga jagung, produksi hibrida jagung menggunakan
5

faktor pemulih sterilitas (Restorer) dan silang puncak atau top cross. Penanaman
benih jagung dilakukan pada tanah yang subur dengan pengolahan lahan terlebih
dahulu sebelum penanaman serta lahan tersebut bebas dari varietas lain. Jagung
merupakan tanaman menyerbuk silang. Oleh karena itu, isolasi jarak atau pun
waktu merupakan hal yang sangat penting dalam memproduksi benih jagung
bersertifikat. Isolasi jarak seluas 200 meter sedangkan isolasi waktu minimal 3
minggu.
Menurut Saenong (2016), berikut merupakan standar lapang dan standar
laboratorium yang digunakan pada saat produksi benih jagung. Standar lapangan :
Isolasi jarak 300 m atau isolasi waktu 30 hari dan campuran varietas lain (CVL)
maksimum 2% untuk benih dasar dan benih pokok, sedangkan untuk benih sebar
3%. Standar laboratorium : Kadar air maksimum 12%, benih murni minimum
98%, kotoran benih maksimum 2%, CVL maksimum 0% untuk benih dasar, 0,1%
untuk benih pokok, dan 1,0% untuk benih sebar, biji tanaman lainnya 0,5% untuk
benih dasar dan benih pokok, 1,0% untuk benih sebar, daya tumbuh minimum
80%. Standar lapangan berupa isolasi jarak atau isolasi waktu diperlukan untuk
mencegah terjadinya persilangan dengan varietas lain.
Standar laboratorium selain diperlukan untuk menjamin kemurnian
genetik benih, juga diperlukan untuk menjamin mutu fisiologis benih sehingga
memiliki daya tumbuh yang tinggi, mempunyai vigor yang tinggi, dan tahan
terhadap organisme pengganggu tanaman.
2.3 Tanaman Kelor

Tanaman kelor merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang mudah
tumbuh di daerah tropis seperti di Indonesia. Tanaman kelor merupakan tanaman
perdu yang dapat tumbuh pada ketinggian 7-11 meter dan tumbuh subur mulai
dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m dpl. Kelor dapat tumbuh pada
daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah dan tahan terhadap musim
kering dengan toleransi terhadap kekeringan sampai 6 bulan. Kelor merupakan
tanaman yang berumur panjang dan berbunga sepanjang tahun. Bunga kelor ada
yang berwarna putih, putih kekuning kuningan (krem) atau merah, tergantung
jenis atau spesiesnya. Tudung pelepah bunganya berwarna hijau dan
6

mengeluarkan aroma bau semerbak. Umumnya di Indonesia bunga kelor berwarna


putih kekuning-kuningan ( Aminah et al., 2015).
Tanaman kelor memiliki akar tunggang, berwarna putih, membesar seperti
lobak. Daun kelor berbentuk majemuk memiliki tangkai yang panjang, tersusun
berseling (alternate) , pada saat muda helai daun tanaman kelor berwarna hijau
muda, setelah dewasa berwarna hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, tipis
lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi daun rata, tulang daun menyirip
(pinnate), permukaan atas dan bawah daun halus (Widowati et al., 2014).
Menurut Tilong (2012), daun kelor berbentuk bulat telur dengan tepi daun rata
dan ukurannya kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. Daun muda
teksturnya lembut dan lemas sedangkan daun tua agak kaku dan keras. Aminah et
al. (2015), menambahkan bahwa buah tanaman kelor berbentuk panjang dan
segitiga dengan panjang sekitar 20-60 cm, berwana hijau ketika masih muda dan
berubah menjadi coklat ketika tua. Biji kelor berbentuk bulat, ketika muda
berwarna hijau terang dan berubah berwarna cokelat kehitaman ketika polong
matang dan kering.
Adapun syarat tumbuh tanaman kelor menurut Widowati et al. (2014),
bahwa tanaman kelor dapat tumbuh pada iklim tropis ataupun sub tropis.
Tanaman kelor dapat ditanam pada ketinggian 0-2000 m dpl. Suhu optimum
untuk pertumbuhan tanaman kelor 25-35°C. Tipe tanah yang baik untuk tanaman
kelor yaitu tanah berpasir atau lempung berpasir serta pH tanah yang cocok 5-9.

2.4 Priming
2.4.1 Pengertian
Osmoconditioning / priming dan matriconditioning merupakan perlakuan
sebelum tanam yang dikembangkan untuk meningkatkan perkecambahan benih
(Ilyas, 2006). Salah satu perlakuan priming yang efektif dan relatif lebih murah
yaknidengan menggunakan larutan primingtikberupa garam KNO 3. Larutan KNO3
salah satu fungsinya adalah untuk mempercepatpenerimaan oksigen oleh benih
(Sutariati, 2002). Keberhasilan perlakuan priming pada benih dipengaruhi oleh
interaksi yang kompleks dari berbagai faktor, seperti spesies tanaman, potensial
air dari bahan priming, lama waktu priming, suhu udara dan suhu media tanam
serta vigor benih. Perlakuan priming yang terbaik menurut Basra et al. (2003),
7

ialah hydropriming selama 24 jam yang diikuti dengan matriconditioning dengan


karung goni selama 24 jam.
2.4.2 Macam – macam Priming
Priming dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Matrik Priming
Matriks priming adalah perlakuan priming benih untuk memperbaiki keadaan
fisiologi dan biokimia pada benih selama penundaan perkecambahan dengan
menggunakan media padatan (solid matric) yang dilembabkan yang berpotensial
matrik rendah dan potensial osmotik dapat diabaikan. Persyaratan sifat media
yang dapat digunakan untuk matrik priming adalah media yang mempunyai
potensial matrik tinggi dan potensial osmotik dapat diabaikan, daya larut dalam
air rendah dan tetap utuh selama perlakuan, bahan inert tidak beracun, kapasitas
daya pegang air tinggi, kemampuan mengalirkan air tinggi, tetap kering dan tidak
berserbuk, ukuran partikel, struktur dan daya serapnya seragam, luas permukaan
besar, bulkvalue tinggi, bulk density rendah dan berkemampuan melekat pada
permukaan benih (Siwi, 2014).
2. Osmotik Priming
Osmotik priming adalah perlakuan benih dengan menggunakan larutan
osmotik sebagai media imbibisinya, biasanya juga menggunakan larutan
polyetilenglikol (PEG). Osmotik priming merupakan suatu cara untuk
meningkatkan perkecambahan dalam spektrum yang luas pada beberapa spesies
tanaman, salah satu contohnya yaitu selada, seledri, tanaman kacang-kacangan
dan jagung (Siwi, 2014).
2.4.3 Pengaruh Priming Terhadap Benih
Priming merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi
kemunduran benih. Pengaruh perlakuan priming terhadap benih diantaranya
mampu meningkatkan perkecambahan dan vigor benih serta benih dapat tahan
terhadap kondisi cekaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan priming pada benih dapat mempercepat tingkat perkecambahan dan
meningkatkan resistensi terhadap penyakit pada beberapa tanaman, dan pada
tanaman lainnya dapat mengatasi defisiensi beberapa unsur hara mikro (Harris et
al., 2007). Selain itu, perlakuan priming termasuk tindakan untuk meningkatkan
8

vigor benih dan membantu kekuatan benih dalam mempertahankan diri dari
lingkungan yang suboptimal. Sesuai menurut Farooq et al. (2007), yang
menyatakan bahwa perlakuan priming meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap cekaman lingkungan suboptimum, terutama pada suhu rendah dan juga
pada cekaman kekeringan. Penelitian Sulaiman et al. (2016), menunjukkan bahwa
peran perlakuan priming dapat meningkatkan kandungan klorofil pada semua
genotipe tanaman. Tingginya kandungan klorofil mempercepat tanaman untuk
tumbuh dan melakukan resintesis karbohidrat setelah cekaman terendam dan
mempercepat tanaman melakukan fotosintesis secara normal.
2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Priming
Priming bertujuan untuk meningkatkan vigor pada benih (Farooq et al.,
2006), dimana priming akan meningkatkan mutuh benih yang akan mengontrol
porses-proses hidrasi atau dehidrasi untuk berlangsungnya proses-proses
metabolik menjelang perkecambahan. Priming akan membuat benih berkecambah
secara seragam, dalam keberhasilan dari perlakuan priming ini menurut (Thavong
dan Jamradkran 2010) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur benih dan
lamanya waktu priming.
Umur benih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi priming,
karena diketahui semakin lama sebuah benih maka benih tersebut akan mengalami
kemunduran dimana kemunduran ini dapat terjadi secara fisik yaitu mengerutnya
benih tersebut dan secara kimia enzim-enzim didalam benih tidak dapat bekerja
secara optimal lagi dan benih juga dapat mengalami mutasi genetk. Sehingga
dapat dikatakan semakin tua umur biji maka keberhasilan dalam melakukan
priming semakin rendah.
Lama waktu priming mempengaruhi keberhasilan, menurut Assefa
(2008), waktu priming ini berhubungan dengan proses imbibisi yang akan
mempengaruhi daya perkecambahan. Lama waktu priming ini umumnya telah
diesuaikan dengan jenis benih. Seperti pada biji kelor yang memiliki cangkang
dan kulit biji yang tebal perlakuan priming yang lebih lama dibandingkan dengan
biji yang memiliki kulit biji yang lebih tipis. Lama waktu priming juga akan
mempengaruhi daya simpan suatu benih. Seperti untuk benihdengan daya simpan
9

6 bulan diberi perlakuan priming selama 3 dan 6 jam akan menambah daya
seimpan selama 4.7 bulan (Assefa, 2008).

2.5 Keragaman Tanaman


Keragaman tanaman adalah perbedaan sifat atau ukuran sifat tanaman.
Pada setiap populasi tanaman terdapat suatu keragaman antar satu tanaman
dengan tanaman lainnya misalnya pada perbedaan warna antara buah satu dengan
buah lainnya. Apabila sifat yang dimiliki sama, maka keragaman dapat
disebabkan oleh perbedaan tempat tumbuh. Keragaman tanaman dibedakan
menjadi dua, yaitu keragaman yang disebabkan factor lingkungan dan keragaman
yang disebabkan factor genetik. Keragaman yang disebabkan oleh lingkungan
dapat diketahui dengan menumbuhkan tanaman yang memiliki genetic yang sama
pada lingkungan yang berbeda. Sedangkan ragam genetic dapat diamati dengan
menanam galur atau varietas berbeda pada lingkungan yang sama.
Dalam ukuran keragaman, dari tiga ukuran pemusatan belum dapat
memberikan deskripsi yang lengkap bagi suatu data. Perlu juga diketahui seberapa
jauh pengamatan tersebut menyebar dari rata-ratanya. Menurut Djauhari (2016),
dalam menentukan koefisian keragaman dapat menggunakan rumus :
s
CV = × 100%
x
Keterangan :
CV = Koefisien keragaman
S = standar deviasi
X = rerata
Dari rumus tersebut dapat digunakan dalam menentukan keakuratan suatu
keragaman tanaman dalam percobaan, seperti halnya menurut Harjosuwono et al.
(2011), apabila nilai koefisien keragaman semakin kecil maka drajat keberhasilan
percobaan semakin tinggi sehingga validitas kesimpulan yang dihasilkan juga
semakin baik.
Keragaman lingkungan sendiri merupakan keragaman yang diakibatkan
oleh pengaruh lingkungan. Jadi pada keragaman lingkungan ia tidak dapat
menurunkan kepada keturunannya. Dengan demikian factor lingkungan harus
dapat diketahui oleh pemuliaan tanaman agar dapat dikendalikan. Keragaman
10

genetic dari tanaman dapat disebabkan oleh rekombinasi gen setelah hibridisasi,
mutasi, dan poliploidi. Proses tersebut dapat berlangsung selama fase
pertumbuhan tanaman. Peningkatan keragaman genetic pada populasi juga dapat
ditentukan oleh genotip penyusunnya dengan perkawinan setiap induvidu tanaman
tersebut (Djoemairi, 2008).
Dalam keragaman tanaman ada beberapa factor yang mempengaruhi
keragaman tanaman diantaranya karena adanya keragaman tanaman yang di
karenakan factor geneitk dan factor lingkungan, diantaranya macam keragaman
itu sendiri adalah sebagai berikut :
1. Keragaman yang timbul karena factor lingkungan
Keragaman yang timbul karena factor ini sendiri tidak diwariskan pada
keturunannya namun karena factor lingkungan yang mempengaruhi tanaman
tersebut dalam perkembangan maupun pertumbuhannya, misalnya pada tanaman
jagung yang di berikan pupuk dengan tanaman jagung ynag tidak di berikan
pupuk. Tanaman yang dipupuk akan memberikan reaksi pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal karena adanya dukungan unsur hara dalam tanah
yang memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Namun, apabila
untuk tanaman yang tidak di pupuk maka kandungan unsur hara dalam tanah
berbeda dengan kandungan unsur hara dalam tanah yang diberikan pupuk, dan
apabila kita tanaman dalam satu lahan yang sama dengan perbedaan perlakuan
maka akan tampak perbedaan antara tanaman jagung yang diberikan pupuk dan
tidak di berikan pupuk. Jadi dapat dikatakan bahwa kondisi lingkungan itu sangat
mempengaruhi pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Seperti
halnya menurut Putu Suratmini (2009), bahwa hasil-hasil penelitian lainnya
menunjukkan bahwa kombinasi antara pupuk N anorganik dengan pupuk organic
dapat memperbaiki pertumbuhan dan hasil jagung manis. Oleh karena itu guna
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk perlu adanya penelitian tentang
pemberian pupuk organik dengan anorganik (urea), dengan maksud mengurangi
pengunaan dosis pupuk anorganik tanpa menurunkan.
2. Keragaman yang timbul karena factor genetic
Keragaman yang timbul karena factor ini terjadi karena adanya perbedaan
gen yang diwariskan oleh induknya. Indicator keragaman ini dapat dilihat apabila
11

tanaman jagung yang di tanam pada kondisi lingkungan yang sama dan perlakuan
yang sama maka akan terjadi perbedaan ataupun keragaman yang terjadi pada
tanaman tersebut. Seperti halnya pada tanaman jagung yang mempunyai
perbedaan bulir jagunnya dan besar kecilnya tongkol jagung. Seperti halnya
menurut Sudarmadji et al. (2007) mengemukakan bahwa nilai koefisien
keragaman genetik tinggi, maka factor genetik akan berpengaruh besar pada
penampilan sifat tersebut.
12

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktikum Teknologi Produksi Benih dilaksanakan pada Sabtu, 17 Maret
2018 hingga bulan Mei 2018 yang bertempat di lahan Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Karangploso, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Tanaman Jagung
1) Persiapan Lahan
Alat dan bahan yang digunakan pada persiapan lahan tanaman jagung adalah
cangkul, air, ember tali rafia, dan herbisida Acrobat dengan konsentrasi 5 gram/15
L. Adapun fungsi dari alat dan bahan tersebut adalah cangkul untuk mengolah
tanah/petak lahan yang akan ditanami benih, air untuk memudahkan tanah diolah
agar tidak terlalu keras, ember untuk menampung air, tali rafia untuk membuat
border disekitar petak lahan, dan herbisida untuk pembersihan lahan dari gulma.
2) Penanaman
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap penanaman adalah cetok, benih
jagung, air, ember, tugal, meteran,tali rafia, mulsa, kaleng/gunting, bambu,
alfaboard, kayu, paku, palu, fungisida Curacron, dan insektisida Furadan. Adapun
fungsi dari alat dan bahan tersebut adalah, cetok untuk menutup lubang tanam,
benih jagung untuk media tanam, air untuk menyiram, ember sebagai wadah
menampung air, tugal untuk membuat lubang tanam, mulsa untuk melindungi
tanaman dan menjaga kelembapan tanaman, kaleng/gunting untuk melubangi
mulsa, bambu untuk menancapkan mulsa pada garis tepi lahan, alfaboard untuk
memberi penanda, kayu untuk penyangga alfaboard, paku untuk menyatukan
alfaboard dengan kayu, palu untuk memukul paku yang akan menyatukan
alfaboard dengan kayu, fungisida untuk mengendalikan penyakit, dan insektisida
untuk mengendalikan hama.
3) Perawatan
Alat dan bahan yang digunakan pada bagian perawatan tanaman adalah pupuk
NPK dengan perbandingan 16:16:16, air,ember. Adapun fungsi dari alat dan
bahan tersebut adalah pupuk NPK dengan perbandingan 16:16:16 sebagai
13

indikator dan penunjang benih untuk mencukupi kebutuhan unsur hara, air
sebagai pelengkap kebutuhan tanaman, dan ember sebagai wadah untuk
menampung air.
4) Pengamatan
Alat dan bahan yang digunakan dalam tahap pengamatan tanaman adalah,
meteran, alat tulis, kamera. Adapun fungsi dari alat dan bahan tersebut adalah
meteran untuk mengukur tinggi tanaman, alat tulis untuk mencatat hasil
pengukuran, dan kamera untuk mendokumentasikan kegiatan.
3.2.2 Tanaman Kelor
1) Priming
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap priming tanaman kelor adalah
PGPR, KNO3, Plastik 1 kg, Label, Gelas ukur. Adapun fungsi dari alat dan bahan
tersebut adalah, PGPR dan KNO3 Sebagai bahan perlakuan benih, plastik 1 kg
sebagai wadah untuk merendam benih dengan PGPR dan KNO3, label sebagai
pemberi tanda pada plastik, gelas ukur untuk mengukur konsentrasi larutan PGPR
dan KNO3 dengan air.
2) Persiapan Media Tanam
Alat dan bahan yang digunakan untuk persiapan media tanam kelor adalah
pasir, tanah, polybag, cetok dan label. Adapun fungsi dari alat dan bahan tersebut
adalah pasir dan tanah sebagai media tumbuh tanaman, polybag sebagai wadah
untuk pasir dan tanah, cetok untuk mengambil tanah dan pasir serta menutupnya
kembali, dan label digunakan untuk pemberian nama pada tiap polybag.
3) Penanaman
Alat dan bahan yang digunakan untuk penanaman adalah benih kelor dan air,
adapun fungsi dari alat dan bahan tersebut adalah, benih kelor sebagai bahan
untuk menumbuhkan tanaman dan air sebagai penyiram benih tanaman.
4) Pengamatan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengamatan tanaman kelor adalah
meteran/penggaris, alat tulis, dan kamera. Adapun fungsi dari alat dan bahan
tersebut adalah meteran/penggaris untuk mengukur tinggi tanaman kelor, alat tulis
untuk mencatat hasil pengukuran, dan kamera untuk mendokumentasikan hasil
kegiatan lapang.
14

3.1 Cara Kerja


3.3.1 Jagung
1) Persiapan Lahan
Hal yang pertama dilakukan saat persiapan lahan yaitu membersihkan lahan
tersebut dari gulma maupun rerumputan yang tumbuh di sekitar lahan
menggunakan acrobat, kemudian mengolah lahannya terlebih dahulu dengan
menggunakan cangkul maupun dengan cetok. Untuk mempermudah dalam
melakukan pengolahan lahan, diberikan air secukupnya sehingga tanah tidak
terlalu keras. Lahan ini diolah dengan tujuan agar pada saat menanam jagung
tanah tidak terlalu keras sehingga mudah untuk ditanami. Setelah mengolah
lahannya kemudian lahan tersebut diberikan tanda dengan menggunakan tali rafia
agar terlihat batas dan jarak dari pinggir – pinggir batas lahan dengan ukuran 30
cm. Lahan yang akan digunakan dibagi menjadi dua, yaitu dengan perlakuan
mulsa dan non mulsa. Mulsa yang digunakan adalah mulsa jenis MPHP. Dalam 1
bedengan terdapat 19 lubang tanam dengan jarak antar tanaman 30 x 80 cm.
Setelah lahan tersebut siap untuk ditanami, lahan diberi papan penanda untuk
menandakan kepemilikan lahan tersebut.
2) Penanaman
Setelah lahan diolah dan siap, lahan ditanami. Penanaman dilakukan pada
tanggal 18 Maret 2018, 1 baris untuk tanaman jagung jenis hibrida berisi 19
lubang tanam dan 3 baris selanjutnya digunakan untuk jenis non hibrida. Dalam 1
lubang tanam ditanam 2 benih jagung agar apabila benih mati masih ada 1 benih
yang masih hidup. Jarak antar tanaman adalah 30 cm dan jarak antar baris adalah
80 cm. Setelah penanaman diberikan tanda seperti tali rafia agar mudah untuk
diamatin. Apabila dalam 1 lubang tanam benih mati, maka dilakukan penyulaman.
Penyulaman dilakukan pada tanggal 26 Maret 2018.
3) Perawatan
Perawatan benih jagung meliputi penyiraman, pemupukan, penyemprotan
insektisida, fungisida dan KNO3. Penyiraman dilakukan setiap hari agar benih
jagung tidak mengalami kekurangan air. Pemupukan dilakukan selama 3 kali,
yang pertama pada masa awal tanam diberikan pupuk SP36. Pada tanggal 31
Maret tepatnya pada 2 MST dilakukan penyemprotan KNO 3 fungisida curacron
15

dan insektidanya furadan, hal ini dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan


tanaman jagung dan menghindarkan tanaman jagung dari hama maupun jamur
yang menyerang tanaman. Kemudian pada 3 MST jagung dipupuk dengan
menggunakan pupuk NPK 16:16:16. Pada 5 MST tepatnya pada tanggal 22 April
dilakukan lagi pemupukan dengan menggunakan pupuk NPK untuk memenuhi
unsur hara yang dibutuhkan tanaman jagung. Dan terakhir dilakukan pemupukan
pada 6 MST dengan menggunakan NPK.
4) Pengamatan
Pengamatan pada tanaman jagung yang telah tumbuh dilakukan sekali dalam
seminggu. Pengamatan dilakukan pada jumlah daun dan tinggi tanaman. Daun
yang dihitung adalah daun yang telah mekar secara sempurna, dan pengukuran
tinggi tanaman dilakukan dari pangkal tanaman hingga titik tumbuh tanaman
jagung.
3.3.2 Kelor
1) Priming
Langkah pertama yang dilakukan untuk pembuatan larutan priming ialah
menyiapkan alat dan bahan, bahan yang digunakan untuk pembuatan larutan
KNO3 adalah 1,2 gram KNO3 untuk 250 ml air dan bahan yang digunakaan untuk
pembuatan larutan PGPR adalah 2,5ml PGPR untuk 250ml air. Setelah itu
masukkan kedua larutan kedalam 2 wadah yang berbeda, lalu rendam selama 12 -
16 jam.
2) Persiapan Media Tanam
Hal pertama yang dilakukan sat persiapan media tanam yaitu mempersiapkan 5
polybag untuk setiap perlakuan kompos + tanah priming KNO3 dan juga kompos
+ pasir priming PGPR, lalu masukkan kompos dan tanah kedalam 5 polybag yang
telah disediakan dan masukkan kompos dan pasir kedalam 5 polybag yang telah
disediakan.
3) Penanaman
Setelah mempersiapkan media tanam, persiapkan benih kelor yang sudah diberi
perlakuan priming KNO3 dan juga perlakuan priming PGPR. Masing masing
perlakuan terdapat 10 benih kelor, lalu masukkan benih kelor yang sudah diberi
perlakuan Priming KNO3 ke dalam polybag yang berisi kompos dan tanah
16

sebanyak dua benih di setiap polybag dan atur jarak lubang tanam. Begitu juga
dengan perlakuan priming PGPR masukkan ke dalam polybag yang berisi kompos
dan tanah sebanyak 2 benih di setiap polybag dan atur jarak lubang tanam, lalu
beri nama menggunakan tipe-x di setiap polybag.
4) Pengamatan
Pengamatan pada tanaman kelor yang telah tumbuh di lakukan sekali dalam
seminggu. Pengamatan dilakukan pada jumlah daun dan tinggi tanaman. Daun
yang dihitung adalah daun yang telah mekar secara sempurna, dan pengukuran
tinggi tanaman dilakukan dari pangkal tanaman hingga ttik tumbuh tanaman kelor.
17

4.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Tanaman Jagung


Berdasarkan hasil kegiatan praktikum yang dilakukan, untuk pengamatan
Minggu setelah tanam (MST) pada pertu tanaman jagung pada kelima sampel
pada media tanam pasir dengan masing- masing perlakuan diperoleh data sebagai
berikut.
Berikut ini merupakan tabel rerata tinggi tanaman jagung dari 2 MST
sampai 7 MST
Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman Jagung Perlakuan Mulsa dan Non Mulsa

Keterangan Perlakuan
Mulsa Non Mulsa
2 MST 5,75 4,77
3 MST 16,64 17,31
4 MST 37,41 35,37
5 MST 42,58 39,02
6 MST 78,39 61,71
7 MST 104 84,52
S 35,50 27,57
CV 74,77% 64,83%
Berdasarkan hasil rata-rata pada tabel terlihat jelas bahwa tinggi tanaman
pada perlakuan mulsa 2mst sampai 7 mst terjadi peningkatan yang signifikan
sehingga diperoleh S 35,50 dan CV 74,77%. Pada perlakuan non mulsa
mengalami peningkatan tinggi tanaman juga dari 2 sampai 7hst, sehingga S
didapat 27,57dan CV 64,83%.

Berikut merupakan tabel rerata jumlah daun tanaman Jagung dari 2 mst
sampai 7mst
18

Tabel 2. Rerata Jumlah Daun Tanaman Jagung Perlakuan Mulsa dan Non Mulsa

Keterangan Perlakuan
Mulsa Non Mulsa
2 MST 4,17 4,34
3 MST 5,08 6,08
4 MST 9,88 9,57
5 MST 13,08 11,92
6 MST 16,03 14,58
7 MST 18,86 17,02
S 5,62 4,83
CV 50,27% 45,44%
Berdasarkan hasil rata rata pada tabel terlihat jelas bahwa pada jumlah
daun tanaman pada perlakuan mulsa 2mst sampai 7 mst terjadi peningkatan
sehingga diperoleh S 5,62 dan CV 50,27%. Pada perlakuan non mulsa mengalami
peningkatan jumlah daun tanaman juga dari 2mst sampai 7mst, sehingga S didapat
4,83 dan CV 45,44%.
Berikut ini adalah grafik hasil pengamatan perbandingan tinggi tanaman
jagung pada setiap perlakuan Mulsa dan Non Mulsa

Perbandingan Tinggi Tanaman Jagung


120
100
80
60
40
20
0
2 3 4 5 6 7

Mulsa Non Mulsa

Gambar 1. Perbandingan Tinggi Tanaman Jagung Perlakuan Mulsa dan Non


Mulsa
Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa terjadi peningkatan tinggi
tanaman pada perlakuan mulsa dan non mulsa, peningkatan tinggi tanaman pada
perlakuan mulsa dan non mulsa pada 2mst sampai 5mst sama, tetapi pada 5mst
peningkatan perlakuan mulsa lebih unggul dibandingkan perlakuan non mulsa.
Berikut ini adalah grafik hasil pengamatan perbandingan rata-rata jumlah
daun jagung pada perlakuan Mulsa dan Non mulsa
19

Perbandingan Jumlah Daun Tanaman Jagung


20

15

10

0
2 3 4 5 6 7

Mulsa Non Mulsa

Gambar 2. Perbandingan Jumlah Daun Tanaman Jagung Perlakuan Mulsa dan


Non Mulsa
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah daun
tanaman pada perlakuan mulsa dan non mulsa, tetapi peningkatan jumlah daun
pada perlakuan mulsa dan non mulsa tidak sama. Pada 4mst perlakuan mulsa
mengalami peningkatan yang lebih unggul dibandingkan perlakuan non mulsa.
Meskipun pada perlakuan mulsa jumlah daun pada 3mst tidak mengalami
peningkatan, tetapi terlihat jelas pada 4mst perlakuan mulsa lebih unggul
4.1.2 Tanaman Kelor
Berdasarkan hasil kegiatan praktikum yang dilakukan, untuk pengamatan
setiap minggu setelah tanam (mst) waktu perkecambahan tanaman kelor pada
kelima sampel pada media tanam pasir dengan masing- masing perlakuan
diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 3. Waktu Berkecambah Tanaman Kelor Perlakuan KNO3 dan PGPR

Tanaman ke- Perlakuan


KNO3 (mst) PGPR (mst)
1 - -
2 3 3
3 - -
4 3 -
5 - 3
Berdasarkan pengamatan waktu perkecambahan tanaman kelor pada media
tanam berupa pasir dengan perlakuan priming KNO3 dan PGPR selama 7mst pada
5 sampel, diperoleh data bahwa untuk sampel dengan perlakuan priming KNO3
diketahui bahwa pada 3mst tanaman sampel 2dan 4 telah mulai berkecambah dan
20

tanaman sampel lainya belum mulai berkecambah hingga 7mst. Sedangkan untuk
perlakuan priming menggunakan PGPR diketahui bahwa pada 3mst tanaman
sampel 2 dan 5 telah mulai berkecambah dan tanaman sampel lainnya belum
mulai berkecambah selama 7mst.
Berikut ini merupakan tabel rerata tinggi tanaman kelor dari 1 mst sampai
7 mst

Tabel 4. Rerata Tinggi Kelor Perlakuan Priming KNO3 dan PGPR

Keterangan Perlakuan
KNO3 PGPR
2MST 0 0
3 MST 2.53 4
4 MST 4.95 7.5
5 MST 8.25 11.65
6 MST 12 17
7 MST 17 20.5
Berdasarkan pengamatan waktu tinggi tanaman kelor pada media tanam
berupa pasir dengan perlakuan priming KNO3 dan PGPR selama 7mst pada 5
sampel, diperoleh data bahwa untuk sampel dengan perlakuan priming KNO3 dan
PGPR rerata tingginya terus mengalami kenaikan pada setiap minggunya. Pada
perlakuan PGPR memiliki rereta jumlah daun lebih tinggi dari perlakuan KNO3.
Berikut merupakan tabel rerata jumlah daun (helai) tanaman kelor dari 1
mst sampai 7 mst
Tabel 5. Rerata Jumlah Daun Tanaman Kelor Perlakuan KNO3 dan PGPR

Keterangan Perlakuan
KNO3 PGPR
2 MST 0 0
3 MST 4.5 5
4 MST 7 11
5 MST 12 14
6 MST 16 19.5
7 MST 20,5 21.5
Berdasarkan pengamatan jumlah daun tanaman kelor pada media tanam
berupa pasir dengan perlakuan priming KNO3 dan PGPR selama 7mst pada 5
sampel, diperoleh data bahwa untuk sampel dengan perlakuan priming KNO 3 dan
PGPR rerata tingginya terus mengalami kenaikan pada setiap minggunya. Pada
perlakuan PGPR memiliki rereta jumlah daun lebih tinggi dari perlakuan KNO3.
21

Berikut ini adalah grafik hasil pengamatan perbandingan tinggi tanaman


kelor pada setiap perlakuan:

Perbandingan tinggi tanaman kelor


25

20
Tinggi (cm)

15
priming KNO3
10 priming PGPR
2.1 Pembahasan
5
2.1.1 Tanaman Jagung
0 2.1.2 Tanaman Kelor
2 3 4 5 6 7
Minggu setelah tanam

Gambar 3. Perbandingan Tinggi Tanaman Kelor Perlakuan Priming KNO3 dan


PGPR
Dari gambar grafik di atas dapat terlihat bahwa tinggi tanaman kelor pada
kedua perlakuan setiap minggunya dari 2 mst sampai 7 mst selalu mengalami
peningkatan. Grafik tersebut menunjukkan hasil bahwa tinggi tanaman kelor
dengan perlakuan priming PGPR lebih besar dibandingkan tinggi tanaman kelor
dengan priming KNO3.

Berikut ini adalah grafik hasil pengamatan perbandingan rata-rata jumlah


daun kelor pada perlakuan priming KNO3 dan priming PGPR
22

Perbandingan Jumlah Daun Tanaman Kelor


25

20
Jumlah Daun

15
Priming KNO3
Priming PGPR
10

0
2 3 4 5 6 7

Minggu Setelah Tanam

Gambar 4. Perbandingan Jumlah Daun Tanaman Kelor Perlakuan Priming KNO3


dan PGPR

Dari grafik di atas dapat di lihat bahwasanya perbandingan pertumbuhan


rata rata perlakuan priming PGPR memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi
di bandingkan pada perlakuan priming KNO3, pertumbuhan rata rata jumlah daun
kelor pada 4 mst memiliki perbedaan yang signifikan yaitu perlakuan priming
PGPR memiiki jumlah rata rata daun 11 sedangkan perlakuan priming KNO 3 7.
dan pada 7 mst memiliki perbandingan yang tidak terlalu signifikan yaitu pada
perlakuan priming PGPR memiliki jumlah rata rata daun 21,5 sedangkan pada
perlakuan priming KNO3 memiliki jumlah rata rata daun 20,5.
23

4.2 Pembahasan

4.2.1 Tanaman Jagung

Hasil dari pengamatan di lapang menunjukkan bahwa penggunaan jenis


mulsa dan non mulsa terhadap tanaman jagung mempengaruhi pertumbuhan
tinggi pada tanaman jagung. Dari hasil yang telah diperoleh, dapat dikatakan
bahwa pengaruh penggunaan mulsa dapat mempengaruhi tinggi tanaman jagung.
Hal ini disebabkan karena adanya penggunaan mulsa mampu menjaga
kelembaban tanah dan meningkatkan aktivitas organisme dalam tanah. Dengan
penggunaan mulsa dapat meminimalisir kehilangan air lebih banyak karena akibat
adanya proses evaporasi. Seperti halnya yang di ungkapkan oleh Umboh (2002),
mengatakan bahwa suhu tanah akan mempengaruhi suhu akar yang selanjutnya
akan dipindahkan pada bagian tanaman lainnya dan hal tersebut dapat
mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman tersebut. Selain itu Hanafiah (2012),
menyatakan bahwa suhu dalam tanah mempengaruhi laju dekomposisi bahan
organik dalam tanah, hal ini dikarenakan jenis mikroba yang tersedia dalam tanah
akan bekerja secara maksimum.
Tabel 6. Pengaruh Penggunaan Mulsa dan Non Mulsa Terhadap Tinggi Jagung

Waktu Pengamatan (Rata-Rata Mst)


2 Mst 3 Mst 4 Mst 5 Mst 6 Mst 7 Mst
Mulsa 5,72 16,64 37,41 42,58 78,39 104
Non Mulsa 4,77 17,31 35,37 39,02 61,71 84,52

Pada penggunaan mulsa ini juga dapat menekan pertumbuhan gulma pada
tanaman, sehingga dalam menerima hara pada tanaman utama tidak adanya
kompetisi perebutan hara dengan tanaman pengganggu (gulma). Menurut Umboh
(2002), manfaat penggunaan mulsa antara lain yaitu menurunkan suhu tanah,
menekan erosi, menyumbangkan bahan organik (mulsa organik), menjaga
kelembaban tanah, dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu.
24

Pengaruh Penggunaan Mulsa dan Non Mulsa Terhadap Tinggi


Tanaman Jagung
200 84.52
180
160 61.71
Tinggi Tanaman (cm)

140
120 104
100 39.02 78.39
35.37
80
60 37.41 42.58
17.31
40 16.64
5.72
5.72
20
0
2 Mst 3 Mst 4 Mst 5 Mst 6 MSt 7 Mst
Waktu Pengamatan

Gambar 5. Pengaruh Mulsa dan Non Mulsa Terhadap Tinggi Tanaman Jagung

Selain tinggi tanaman, mulsa juga mempengaruhi jumlah daun tanaman.


Dapat diketahui bahwa jumlah daun pada tanaman jagung dengan menggunakan
mulsa lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan non mulsa. Seperti yang
diketahui, pemberian mulsa mendukung proses pertumbuhan tanaman jagung,
seperti untuk menjaga kelembaban tanah, meminimalisir tumbuhnya gulma, dll.
Hal ini sependapat dengan Nurbaiti,dkk (2017), mulsa plastik hitam perak
memiliki beberapa keunggulan, diantaranya dapat menjaga kestabilan suhu dan
kelembaban tanah. Selain itu, warna perak pada mulsa plastik hitam perak
berfungsi untuk memantulkan sinar ultraviolet yang dapat mengubah iklim mikro
di sekitar tanaman. Pemantulan sinar matahari dapat mempengaruhi fotosintesis
tanaman sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen. Sedangkan
terjadinya peningkatan jumlah daun, luas daun dan diameter batang dan berat
kering total tanaman sebagai akibat peningkatan kandungan air tanah yang erat
hubungannya dengan aktivitas pembelahan sel yang cukup aktif karena air di
dalam tanah tersedia. Sebaliknya pada perlakuan non mulsa kandungan air di
dalam tanah rendah menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena
kurangnya air yang menyebabkan stomata tertutup, laju pergerakan CO2
berkurang dan mengakibatkan laju fotosintesis menurun sehingga cadangan
karbohidrat yang terbentuk semakin rendah pula.
25

Sedangkan dari data pengamatan yang telah didapatkan diketahui bahwa


dengan perlakuan pemberian mulsa pada tanaman jagung berpengaruh terhadap
tinggi tanaman. Hal ini terlihat dari hasil rata rata pada 7 minggu setelah tanam
(mst) sebesar 104cm. Sedangkan pada tanaman jagung non mulsa hasil rata – rata
pada 7 minggu setelah tanam (mst) sebesar 84,52 cm. Namun, hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Gribaldi (2016) bahwa hasil analisis keragaman dengan
perlakuan pemberian mulsa terhadap tanaman jagung tidak menunjukan pengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman. Hasil keragaman tinggi pada tanaman jagung
dengan perlakuan mulsa ialah 74,77%. Pada hasil koefisien keseragaman apabila
didapatkan > 25,6%, maka hal ini menunjukan bahwa lingkungan berpengaruh
terhadap kinerja genetik. Hal tersebut dikarenakan semakin kecil nilai koefisien
keragaman maka semakin baik pengaruh genetiknya, nilai koefisien keragaman
yang kecil dapat menghilangkan perbedaan karena tanaman menjadi seragam
(Yunita T,. 2013).
Perlakuan Non-Mulsa pada tanaman jagung juga berpengaruh terhadap
keragaman tinggi tanaman. Hal ini terlihat dari keragaman hasil tinggi tanaman
sebesar 64,83%. Sedangkan pada tanaman jagung dengan perlakuan mulsa jauh
lebih tinggi keragamannya dibandingkan dengan perlakuan non mulsa. Oleh
karena itu sesuai dengan pernyataan Lestariningsih (2016) mengatakan bahwa
perlakuan mulsa sangat efektif digunakan untuk menunjang hasil dari tanaman
jagung.Dalam hal ini keragamannya tidak sesuai dengan hasil tinggi tanaman
karena pengaruh mulsa digunakan hanya untuk menunjang hasil bukan keragaman
tinggi hasil. Oleh sebab itu nilai koefisien keragaman yang lebih kecil maka
semakin baik pengaruh genetiknya dibandingkan dengan mulsa.
Hasil di lapangan menunjukkan untuk perlakuan mulsa plastik hitam perak
memberikan angka tertinggi terhadap tinggi dan jumlah daun dibandingkan
perlakuan non mulsa. Menurut (Marliah, et al., 2011) pemberian mulsa
merupakan salah satu komponen penting dalam usaha meningkatkan pertumbuhan
dan hasil tanaman. Mulsa adalah bahan atau material yang digunakan untuk
menutupi permukaan tanah atau lahan pertanian dengan maksud dan tujuan
tertentu yang prinsipnya adalah untuk meningkatkan produksi tanaman.
Penggunaan mulsa dapat memberikan keuntungan antara lain menghemat
26

penggunaan air dengan mengurangi laju evaporasi dari permukaan lahan,


memperkecil fluktuasi suhu tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan akar
dan mikroorganisme tanah, mem-perkecil laju erosi tanah baik akibat tumbukan
butir-butir hujan maupun aliran permukaan dan menghambat laju pertumbuhan
gulma. Sedangkan menurut (Syukur, et al., 2015) fungsi Mulsa Plastik Hitam
Perak adalah warna plastik hitam untuk menekan pertumbuhan gulma, menjaga
tanah agar tetap gembur, menjaga kestabilan suhu tanah, dan kelembapan tanah.
Sedangkan warna perak untuk memantulkan cahaya matahari sehingga
mengurangi hama apid, trips, dan tungau serta meningkatkan kualitas buah.
Proses pemantulan sinar matahari dapat menyempurnakan proses fotosintesis
tanaman sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil panen.
Kemampuan mulsa plastik hitam perak yang mampu menjaga kelembaban tanah
dan penyimpanan kadar air tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh akar tanaman
untuk translokasi ke bagian-bagian tanaman terutama untuk perkecambahan benih
jagung. Menurut (McWilliams et al., 1999), benih jagung akan berkecambah jika
kadar air pada saat di dalam tanah mengalami peningkatan lebih dari 30%.
Sulistyaningrum (2018), menambahkan bahwa perbedaan tampilan fenotipe dari
genotipe-genotipe jagung baik hibrida maupun bersari bebas dipengaruhi oleh
faktor genotipe dan lingkungan. Faktor genetik tidak akan memperlihatkan sifat
yang dibawanya kecuali adanya faktor lingkungan yang diperlukan.
Koefisien keragaman data tinggi tanaman jagung menunjukkan hasil yang
tinggi sehingga dapat dikatakan tidak seragam. Teknologi produksi benih
mengharapkan adanya hasil yang seragam agar tanaman memilki kesamaan
dengan induknya. Menurut Rosalina (2011), terjadinya hasil yang beragam
dikarenakan adanya perbedaan genetik. Perbedaan genetik mengakibatkan suatu
varietas memilki ciri dan sifat khusus yang berbeda satu sama lain sehingga
menunjukkan keragaman penampilan. Selain itu pengaruh lingkungan juga
memberikan hasil yang sesuai seperti pada perlakuan mulsa dan non mulsa.
Perlakuan mulsa memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan non mulsa.

4.2.2 Tanaman Kelor


27

Hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa waktu


berkecambah tanaman kelor pada perlakuan pendahuluan primming PGPR dan
primming KNO3 memberikan hasil yang sama. Benih dengan kedua perlakuan
pendahuluan tersebut dapat tumbuh pada 2 mst. Menurut Utami et.al (2013),
waktu tumbuh dengan perlakuan priming memiliki pola yang sama. Waktu
tumbuh benih menunjukkan vigor suatu benih. Benih dengan vigor tinggi lebih
cepat tumbuh dibandingkan benih dengan vigor rendah.
Tinggi tanaman kelor pada perlakuan priming PGPR dan KNO3
menunjukkan bahwa pada perlakuan primming PGPR memiliki hasil tinggi
tanaman yang paling baik, hal tersebut dapat dilihat dari data pengamatan rata-rata
tinggi tanaman yang telah dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Taufik et al. (2010), menyatakan bahwa Perlakuan PGPR mengakibatkan
metabolisme tanaman menjadi lebih baik, sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Tinggi tanaman pada perlakuan priming PGPR lebih tinggi
juga dapat disebabkan oleh lingkungan yang kurang memadai. Faktor lingkungan
juga sangat penting dalam pertumbuhan tanaman kelor, karena dapat
mempengaruhi proses perkecambahannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Marom et al. (2017), bahwa penggunaan PGPR dengan konsentrasi dan waktu
pemberian dari pengguna sebelumnya tidak dapat diterapkan begitu saja tanpa
memperhatikan kondisi lingkungan sekitar sebagai tempat dimana PGPR
diberikan.
Perlakuan Priming PGPR dan perlakuan Priming KNO 3 pada tanaman
kelor didapatkan hasil bahwa pemberian Priming PGPR memberikan hasil yang
lebih baik terhadap jumlah daun tanaman kelor. Menurut Ningrum et al. (2017),
pemberian PGPR pada tanaman mampu menggantikan pupuk kimia, pestisida dan
hormon yang dapat digunakan dalam pertumbuhan tanaman sehingga dapat
memaksimalkan jumlah daun.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum teknologi produksi benih yang
menggunakan perlakuan KtPk dan perlakuan KtPp dengan parameter pengamatan
tinggi tanaman dan jumlah helai daun berbeda, dimana pada perlakuan KtPp pada
parameter tinggi tanaman lebih tinggi hasil tanaman jagung dibandingkan dengan
perlakuan KtPk, dan pada parameter jumlah helai daun lebih banyak hasil pada
28

perlakuan KtPp dibandingkan dengan hasil jumlah helai daun pada perlakuan
KtPk, hal ini dikarenakan pada perlakuan KtPp yang mengunakan PGPR (Plant
Growth Promoting Rhizobacteria) mampu meningkatkan tinggi tanaman
dikarenakan PGPR dapatmenggantikan pupuk kimia, pestisida, hormon dan
mengoptimalkan penyerapan serta pemanfaatan unsur hara N yang dibutuhkan
dalam fase vegetatif. Menurut Jumin (2010), PGPR berfungsi untuk
meningkatkan penyerapan dan pemanfaatan unsur hara N oleh tanaman, dimana
unsur hara N berguna untuk menambah tinggi tanaman dan memacu pertunasan.
Begitu juga dengan parameter pengamatan jumlah daun dengan perlakuan KtPp
lebih banyak dibandingkan dengan KtPk, hal ini dikarenakan pemberian PGPR
dapat digunakan sebagai pengganti hormon yang berfungsi mendukung
pertumbuhan tanaman sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan panjang
daun. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan primming adalah spesies tanaman,
potensial air dari bahan priming, lama waktu priming, suhu udara, dan vigor
benih. Perlakuan media tanam juga berpengaruh terhadap peningkatan jumlah
daun karena media tanam mampu mensuplai nutrisi pada pertumbuhan tanaman.
Hal ini sesuai dengan pendapat Fatimah dan Meryanto (2008), yang menyatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yang baik yaitu dengan
menggunakan media tanam yang sesuai, sebab penggunaan media tanam yang
sesuai dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

4.3
29

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum lapang yang telah dilakukan serta data yang
diperoleh dapat disimpulkan bahwa penggunaan mulsa sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan jagung, dapat dikatakan bahwa pengaruh penggunaan
mulsa dapat mempengaruhi tinggi tanaman jagung, karena mulsa sendiri berperan
untuk menjaga kelembaban tanah, meningkatkan aktivitas organisme dalam tanah.
Penggunaan mulsa juga dapat meminimalisir kehilangan air lebih banyak karena
akibat adanya proses evaporasi, serta dapat meminimalisir gulma pada tanaman.
Sehingga tanaman jagung dengan perlakuan mulsa memiliki hasil yang lebih baik
dari pada perlakuan jagung tanpa mulsa atau non mulsa.
Perlakuan priming KNO3 dan PGPR terhadap benih kelor
memberikanhasil yang baik untuk waktu perkecambahan, tinggi tanaman dan
jumlah daun. Berdasarkan hasil praktikum teknologi produksi benih yang
menggunakan perlakuan KtPk dan perlakuan KtPp dengan parameter pengamatan
tinggi tanaman dan jumlah helai daun berbeda, dapat disimpulkan dimana pada
perlakuan KtPp pada parameter tinggi tanaman lebih tinggi hasil tanaman jagung
dibandingkan dengan perlakuan KtPk, dan pada parameter jumlah helai daun lebih
banyak hasil pada perlakuan KtPp dibandingkan dengan hasil jumlah helai daun
pada perlakuan KtPk, hal ini dikarenakan pada perlakuan KtPp yang mengunakan
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) mampu meningkatkan tinggi
tanaman dikarenakan PGPR dapatmenggantikan pupuk kimia, pestisida, hormon
dan mengoptimalkan penyerapan serta pemanfaatan unsur hara N yang
dibutuhkan dalam fase vegetatif.

5.2 Saran
Semoga ke depannya kegiatan praktikum ini menjadi lebih baik lagi,
semoga untuk kedepannya untuk alat dan bahan yang dibutuhkan untuk praktikum
dapat tersedia, semoga kegiatan praktikum teknologi produksi benih dapat
berjalan dengan lancar, dan semoga dengan adanya praktikum ini dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi kita semua, semoga ilmunya
dapat bermanfaat dan dapat diterapkan dikemudian hari.
30

DAFTAR PUSTAKA

Aminah Syarifah., Ramadhan Tezar., Yanis Muflihani. 2015. Kandungan Nutrisi


dan Sifat Fungsional Tanaman Kelor (Moringa oleifera). Jakarta : Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Buletin Perkotaan 5 (2).
Arianingrum, R. 2004. Kandungan Kimia Jagung Dan Manfaatnya Bagi
Kesehatan. Budidaya Pertanian. 1: 128-130.
Assefa MK. 2008. Effect Of Seed Priming On Storability, Seed Yield, And
Quality Of Soybean (Glycine Max L.) [tesis]. Dharwad (IN): University of
Agricultural Sciencies.
Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.2009. Permasalahan dalam
Implementasi Sistem Perbenihan. Buletin Tanaman Tembakau.
Basra, S.M.A., M. Farooq and A. Khaliq, 2003. Comparative Study Of Presowing
Seed Enhancement Treatments In Indica Rice (Oryza sativa L.). Pakistan
Journal of Life Soc. Sci., 1: 5–9
Belfield, Stephanie & Brown, Christine. 2008. Field Crop Manual: Maize (A
Guide to Upland Production in Cambodia). Canberra.
Djauhari, S 2016. Bahan Ajar Mata KuliahStatiska FPUB 2016. FP UB Malang.
Djoemairi, Sardijanto. 2008. Adenium, Penyerbukan Buatan dan Penyilangan 2.
Yogyakarta : Kanisus.
Farooq, M. S.M.A Basra, R. Tabassum, I. Afzal. 2006. Enhancing The
Performance Of Direct Seeded Fine Rice By Seed Priming. Plant Prod. Sci
9:446-456.
Farooq, M., S.M.A Basra, M.B. Khan. 2007. Seed Priming Improves Growth of
Nursery Seedlings and Yield of Transplanted Rice. Archi. Agron. Soil Sci.
53:1-12.
Fatimah Siti dan Meryanto Budi H, 2008.Pengaruh Komposisi Media Tanam
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sambiloto (Andrographis
paniculata Nees). Embryo Vol. 5 (2). Halaman 133-148.
Gribaldi. 2016. Peningkatan Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis Melalui
Penerapan Sistem Pengolahan Tanah dan Pemberian Mulsa pada Lahan
Kering. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Hanafiah, A.K. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : Raja Grafindo.
Harris, D., A. Rashid, G. Miraj, M. Arif, H. Shah. 2007. On-Farm Seed Priming
With Zinc Sulphate Solution, A Cost-Effective Way To Increase The Maize
Yields Of Resources Poor Farmers. Field Crops Res. 110:11-127.
Harjosuwono, B. A., Arnata, I. W. & Puspawati, G. A. K. D. 2011. Rancangan
Percobaan Teori, Aplikasi SPSS dan Excel. Malang: Lintas Kata Publishing.
Heydecker, W. 2002. Seed ecology. In Heydecker (ed) Seed ecology. Proceeding
of the Nineteenth Easter School In Agricultural Science, University of
Nottingham, London, Butterworths.
31

Ilyas, S. 2006. Seed Treatments Using Matriconditioning To Improve Vegetables


Seed Quality [review]. Bul. Agron. 34 (2):124-132.
Izah, L. 2009. Pengaruh Ekstrak Beberapa Jenis Gulma terhadap Perkecambahan
Biji Jagung (Zea mays L.).Skripsi. Malang : Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim.
Jumin, H.B. 2010. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kadarso. 2008. Kajian Penggunaan Jenis Mulsa Terhadap Hasil Tanaman Cabai
Merah Varietas Red Charm. Agros. 10(2) : 134-139.
Kartasapoetra, A.G., 2001. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah
Tropik. Jakarta : Bina Angkasa.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih – Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Jakarta : Rineka Cipta.
Lesilolo, M., Riry, J., dan Matatul, A. 2013. Pengujian Viabilitas Dan Vigor
Benih Beberapa Jenis Tanaman Yang Beredar Di Pasaran Kota Ambon.
Agrologia.
Lestariningsih, N. P. 2016. Pemberian Mulsa Dan Penguat Teras Pada Tiga Jenis
Tanaman Terhadap Limpasan Permukaan, Erosi, Pertumbuhan, Dan Hasil
Tanaman Pada Tanah Andisol. Skripsi. Surakarta : Fakultas Pertanian. UNS.
Marliah, A., N. & Susilawati, D., 2011. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan
Jenis Mulsa Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedeleai (Glycine
max (L.) Merril). Floratek, pp. 192-201.
Marom, Nailul., Rizal Rizal dan Mochamat Bintoro. 2017. Uji Efektivitas Waktu
Pemberian Dan Konsentrasi PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)
Terhadap Produksi Dan Mutu Benih Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.).
Jurnal Agriprima 1(2): 191 – 202.
McWilliams, D. A., D., R. B. & G., J. E., 1999. Corn growth and management
quick guide.[Online]. Available at:http://www.ag.ndsu.edu. [Accessed 2018].
Ningrum Wulan Asri., Wicaksono Karuniawan Puji., Tyasmoro Setyono Yudo.
2017. Pengaruh Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Dan Pupuk
Kandang Kelinci Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung
Manis (Zea mays Saccharata). Malang : Universitas Brawijaya. Jurnal
Produksi Tanaman 5 (3).
Nurbaiti, Fasokha., Haryono, Gembong., Suprapto, Agus. 2017. Pengaruh
Pemberian Mulsa Dan Jarak Tanam Pada Hasil Tanaman Kedelai (Glycine
max, L. Merrill.) Var. Grobogan.Vigor : Jurnal Ilmu Pertanian Tropika dan
Subtropika 2 (2) : 41 - 47 (2017)
Nurmala, T., 2004. Serelia Sumber Karbohidrat Utama. Jakarta : Penerbit Rineka
Cipta.
Putu Suratmini. 2009. Kombinasi Pemupukan Urea dan Pupuk Organik pada
Jagung Manis di Lahan Kering. Jurnal Tanaman Pangan PP28/02. Hal 83-88.
32

Rosalina, Selly. 2011. Keragaman Fenotipe Tanaman Jagung Hasil Persilangan:


Studi Heritabilitas Beberapa Sifat Tanaman Jagung. Jember: Fakultas
Pertanian Universitas Jember.
Saenong, M, Sania. Azrai, Ramlah Arief, dan Rahmawati . 2016 . Pembentukan
Varietas Jagung Hibrida . Balai Penelitian Tanaman Serealia : Maros.
Sudarmadji., Mardjono Rusim., dan Sudarmojo Hadi. 2007. Variasi Genetik,
Heritabilitas, Dan Korelasi Genotipik Sifat-Sifat Penting Tanaman Wijen
(Sesamum indicum L.) Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
Karangploso, Malang. Littri Vol. 13 No. 3: 88 – 92.
Sulistyaningrum, Anna. 2018. Evaluasi Komponen Hasil Genotipe Jagung
Hibrida Umur Genjah di Muneng Jawa Timur. Sulawesi Selatan: Balai
Penelitian Tanaman Serealia.
Sutariati, G.A.K., 2002. Peningkatan Performansi Benih Cabai (Capsicum anuum
L.). Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Siwi, S. 2014. Pengaruh Perendaman Terhadap Viabilitas Benih Tembakau
(Nicotiana tabacum L.). Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Jalan
Raya Karangploso. KM4. Malang 65152. Jurnal Littri 20 (2), Juni 2014.
Hlmn 87-92.
Subandi, 2008. Varietas Bersari Bebas Vs Varietas Hibrida pada Jagung. Hal: 1-5.
Sulaiman, F., Rujito, A., Mery, H., dan Andi, W. 2016. Priming Benih Padi
(Oryza sativa L.) dengan Zn untuk Meningkatkan Vigor Bibit pada Cekaman
Terendam . J. Agron. Indonesia 44 (1) : 8 – 15.
Suprapto, H. S. dan A. R. Marzuki, 2005. Bertanam Jagung. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Syafruddin, & Fadhly, A. F. 2004. Budidaya Jagung untuk Produksi Benih.
Pelatihan Peningkatan Kemampuan Petugas Produksi Benih Serealia. 14-16.
Syukur, M., Saputra, H. E. & Hermanto, R., 2015. Bertanam Tomat di Musim
Hujan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Takdir, M,Andi., Sri Sunarti, dan Made J. Mejaya . 2016 . Pembentukan Varietas
Jagung Hibrida . Balai Penelitian Tanaman Serealia : Maros.
Tanty Yunita. 2013. Pendugaan Komponen Genetik, Daya Gabung, dan Segregasi
Biji Pada Jagung Manis Kuning Kisut. Fakultas pertanian Universitas
Lampung. Lampung
Taufik, M., A. Rahman, A. Wahab, dan S.H. Hidayat . 2010 . Mekanisme
Ketahanan Terinduksi oleh Plant Growth Promotting Rhizobacteria (PGPR)
pada Tanaman Cabai Terinfeksi Cucumber Mosaik Virus (CMV) . Jurnal
Hortikultura . Jurnal Hortikultura . 20(3)
Thavong P, Jamradkran R. 2010. Effect Of Seed Priming On Extending Rice
Seedstorability [Internet]. Postharvest: Saving The Rice Harvest, Maintain A
Full Rice Bowl, And Moving.
Tilong AD. 2012. Ternyata, Kelor Penakluk Diabetes.Yogyakarta : DIVA Press.
33

Umboh, H.A. 2002. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Jakarta : Penebar swadaya.


Utami, E. P., Maryati, S., e. Widajati. 2013. Perlakuan Priming Benih untuk
Mempertahankan Vigor Benih Kacang Panjang (Vigna Unguiculata)
Selama Penyimpanan . Jurnal Buletin Agrohorti 1 (4) : 80p.
Warisno. 2007. Jagung Hibrida. Yogyakarta : Kanisius.
Widowati Imas., Efiyati Siti., Wahyuningtyas Sari. 2014. Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Bakteri
Pembusuk Ikan Segar (Pseudoonas aeruginosa). Yogyakarta : Universitas
Negeri Yogyakarta. PELITA 9 (1).
34

LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Kegiatan

Jenis Gambar
No
Kegiatan Dokumentasi

Pengolahan Tanah
1
Tanaman Jagung

Pemasangan Mulsa
2
Tanaman Jagung

Penanaman Benih
3
Jagung
35

Penanaman Benih
4
Tanaman Kelor

5 Pemberian Furadan

6 Kemasan Furadan
36

Penyiraman Benih
7 Perlakuan Mulsa
Tanaman Jagung

Penyiraman Jagung
8 Perlakuan Non
Mulsa

Penyiraman Benih
9
Tanaman Kelor
37

Tanaman Kelor
10
Perlakuan KtPp

Tanaman Kelor
11
Perlakuan KtPk

Lahan Tanaman
12
Jagung

Penyulaman Benih
13
Tanaman Jagung

Lampiran 2 Data Tinggi Dan Jumlah Daun Tanaman Jagung


38

Sampel Tinggi tanaman (cm ) pada mst ke - ...


Perlakuan
2 3 4 5 6
Mulsa 7
A2 5 20 39 48 94 124
A3 6.5 18 29 37 62 90
A4 8.5 19 32 41 68 97
A5 8.5 15 34 38 86 101
A6 5 20,5 26 36 62 93
A7 9 20 37 40 90 112
A8 6 18 28 32 64 95
A9 8 17 34 40 69 99
A11 9 17 41 45 80 100
A14 8 16 34 40 85 113
B3 7 17 43 46 89 102
B4 3 22 44 48 70 94
B5 5 15 50 55 110 135
B6 5.5 26 47 58 108 126
B7 5 18 43 57 99 127
B8 4 20 39 42 73 98
B9 3 17 34 38 88 127
B10 3 18 37 40 97 119
B11 6 11 40 43 81 115
B12 4 15 32 36 55 87
B14 5 13 37 39 74 93
B15 5 14 28 35 73 96
C2 5 13 43 47 80 113
C8 4 21 40 44 59 88
C9 7 17 55 57 71 91
C13 6 13 50 57 76 97
C14 5 8 43 48 74 90
C15 5 14 38 41 69 90
C17 7 13 58 60 76 96
D6 5 13,4 23 30 62 85
D10 9 20 33 38 98 124
D11 4 13,2 21 26 51 73
D12 5 16,8 24 28 73 99
D14 6 14,8 41 46 79 111
D15 9 20,7 36 38 90 124
D16 7 14,8 34 39 87 120
Rata-rata 5,75 16,64 37,41 42,58 78,39 104
39

Sampel Jumlah Daun (helai) pada mst ke - ...


Perlakuan 7
2 3 4 5 6
Mulsa
A2 4 4 10 13 15 18
A3 4 4 9 11 13 15
A4 5 6 11 15 18 20
A5 4 4 10 12 16 19
A6 4 5 9 10 12 17
A7 4 6 10 11 14 18
A8 4 6 8 9 12 16
A9 4 4 9 10 15 21
A11 4 5 9 12 17 23
A14 4 6 11 15 16 18
B3 5 6 12 14 18 20
B4 4 4 10 15 17 18
B5 6 6 13 15 18 21
B6 6 5 11 15 16 19
B7 5 7 10 14 17 19
B8 4 6 9 12 15 16
B9 5 5 9 13 15 18
B10 4 8 12 15 19 20
B11 4 4 9 14 14 16
B12 4 6 10 13 18 19
B14 4 5 12 15 16 19
B15 4 4 10 14 14 16
C2 4 4 10 15 18 22
C8 3 6 8 14 17 21
C9 4 5 8 11 16 19
C13 4 4 9 14 17 19
C14 3 4 8 12 17 23
C15 3 2 7 11 16 18
C17 4 3 9 11 15 18
D6 4 4 10 13 19 20
D10 4 7 10 14 14 16
D11 4 4 9 11 14 16
D12 4 5 10 13 18 22
D14 4 6 13 15 17 21
D15 5 7 12 16 18 19
D16 4 6 10 14 16 19
Rata-rata 4,17 5,08 9,88 13,08 16,03 18,86
40

Sampel Tinggi Tanaman (cm) pada mst ke - ...


Perlakuan 7
2 3 4 5 6
Non Mulsa
A3 7.5 22 37 41 69 83
A4 6.5 26 33 38 47 69
A5 7 15,5 42 46 62 80
A8 4.5 13,5 27 30 54 73
A11 9.5 16 47 49 66 84
A12 7.5 18 36 41 62 89
A14 5.5 10 43 45 67 93
A15 6 12 25.5 29 49 74
A16 7 16 33.5 35 50 73
B1 4 15 28 31 47 69
B4 7 13,5 41 43 70 94
B8 4 22,5 40 46 72 100
B11 4 10 47 49 68 82
B12 9 20 30 36 54 74
B13 6 13 44 47 69 90
B16 5 12 32 36 58 78
B18 6 12 38 42 67 90
C1 4 15 29 33 59 83
C2 3 9,4 25 29 48 74
C5 4 18 13 21 43 69
C7 4 20,6 29 33 56 78
C9 6 23,5 35 39 55 74
C10 2 29,5 40 43 60 84
C12 5 16,2 37 41 63 87
C13 3 22,5 25 30 58 84
C15 5.5 22 36 41 68 90
C17 3.5 19,5 48 52 99 127
D3 4 18,8 45 48 79 97
D4 3 16,6 34.5 38 61 84
D5 6 21,6 42 47 72 90
D6 6 18,8 55 59 90 112
D7 3.5 16,6 33 37 76 98
D9 3 9,3 24 28 49 74
D10 3.5 19,6 24 29 46 78
D11 4 24,7 28 32 69 99
D13 2 12,3 35 38 55 72
D15 3.5 17,7 34 40 51 78
D17 3.5 18,6 36 41 57 85
Rata-rata 4,77 17,31 35,37 39,02 61,71 84,52
41

Sampel Jumlah daun (helai) pada mst ke - ...


Perlakuan 7
2 3 4 5 6
Non Mulsa
A3 5 7 14 16 19 23
A4 4 7 14 15 18 21
A5 4 6 13 15 17 20
A8 4 6 11 13 17 21
A11 5 7 12 14 16 19
A12 4 5 9 12 13 15
A14 3 4 9 11 13 17
A15 4 5 9 12 14 16
A16 4 5 10 12 13 16
B1 3 7 10 14 16 19
B4 5 6 8 10 14 15
B8 4 6 10 12 14 16
B11 4 6 11 14 15 17
B12 4 7 9 12 15 18
B13 4 5 11 15 17 19
B16 4 6 8 10 13 15
B18 5 7 8 10 12 15
C1 5 5 9 14 16 19
C2 4 3 8 11 14 17
C5 4 6 5 8 11 14
C7 5 7 9 10 13 15
C9 5 7 9 12 15 16
C10 3 7 9 12 14 17
C12 5 7 8 10 11 13
C13 4 8 7 9 13 14
C15 5 7 11 14 16 19
C17 4 8 11 15 18 20
D3 5 7 9 12 14 17
D4 4 7 8 10 13 15
D5 5 7 10 12 13 15
D6 5 8 10 12 14 16
D7 8 3 9 11 13 14
D9 4 3 8 10 12 14
D10 4 7 9 12 15 17
D11 4 6 8 12 14 17
D13 3 6 10 14 16 19
D15 4 5 11 16 19 21
D17 5 5 10 12 14 16
Rata-rata 4,34 6,08 9,57 11,92 14,58 17,02
42

Lampiran 3 Data Tinggi Dan Jumlah Daun Tanaman Kelor

Perlakua Tinggi Tanaman (cm) pada ....mst


Sampel
n 2 3 4 5 6 7

1 0 0 0 0 0 0
2 0 3 6,5 10,8 16 19
KtPk 3 0 0 0 0 0 0
4 0 1,7 3,4 5,9 8 15
5 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 2.53 4.95 8.35 12 17
1 0 0 0 0 0 0
2 0 2 5 7,3 9 12
KtPp 3 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0
5 0 6 10 16 25 29
Rata-rata 0 4 7.5 11.65 17 20.5

Perlakua Jumlah Daun (helai) pada ....mst


Sampel
n 2 3 4 5 6 7
1 0 0 0 0 0 0
2 0 5 8 15 18 22
KtPk 3 0 0 0 0 0 0
4 0 4 6 9 14 19
5 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 4.5 7 12 16 20.5
1 0 0 0 0 0 0
2 0 2 7 9 15 17
KtPp 3 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0
5 0 8 15 19 24 26
Rata-rata 0 5 11 14 19.5 21.5
43

Perlakua Tinggi Tanaman (cm) pada ....mst


Sampel
n 2 3 4 5 6 7
1 0 0 0 0 0 0
2 0 3 6,5 10,8 16 19
KtPk 3 0 0 0 0 0 0
4 0 1,7 3,4 5,9 8 15
5 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 2.53 4.95 8.35 12 17
1 0 0 0 0 0 0
2 0 2 5 7,3 9 12
KtPp 3 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0
5 0 6 10 16 25 29
Rata-rata 0 4 7.5 11.65 17 20.5

Perlakua Jumlah Daun (helai) pada ....mst


Sampel
n 2 3 4 5 6 7
1 0 0 0 0 0 0
2 0 5 8 15 18 22
KtPk 3 0 0 0 0 0 0
4 0 4 6 9 14 19
5 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 4.5 7 12 16 20.5
1 0 0 0 0 0 0
2 0 2 7 9 15 17
KtPp 3 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0
5 0 8 15 19 24 26

Rata-rata 0 5 11 14 19.5 21.5


44

Lampiran 4 Perhitungan Koefisien Keragaman Tanaman Jagung

Koefisien keseragaman tinggi tanaman jagung mulsa

Rata-rata sampel

x ij
x=∑ ∑
i j n. p

5+20+39 … .+120
x=∑ ∑
i j 216

10258,2
x=
216

x=¿ 47,49167

Varian sampel

( xij −x )2
s =∑ ∑
2

i j np−1
2
(5−47,49167+20−47,49167+39−47,49167+ … …+120−47,49167)
s =∑ ∑
2

i j 216−1
2
s =¿ 1.260,81

Simpangan baku

s= √ s2

s= √1.260,81

s=35,058

Koefisien Keragaman (CV)

S
CV= x 100%
x
45

35,508
CV= x 100%
47,49167

CV= 74,77%

Koefisien keseragaman tinggi tanaman jagung non-mulsa

Rata-rata sampel

x ij
x=∑ ∑
i j n. p

7,5+22+73 … .+85
x=∑ ∑
i j 228

9059,8
x=
228

x=¿ 42,53427

Varian sampel

( xij −x )2
s2=∑ ∑
i j np−1

s =∑ ∑ ¿ ¿ ¿¿ ¿
2

i j

2
s =760,4054427

Simpangan baku

s= √ s
2

s= √760,4054427

s=¿27,57545
46

Koefisien Keragaman (CV)

S
CV= x 100%
x

27,57545
CV= x 100%
42,53427

CV= 64,83%

Koefisien keseragaman jumlah daun jagung mulsa

Rata-rata sampel

x ij
x=∑ ∑
i j n. p

4+ 4+10+…+ 19
x=∑ ∑
i j 216

2416
x=
216

x=¿ 11,18519

Varian sampel
2
( xij −x )
s =∑ ∑
2

i j np−1

s =∑ ∑ ¿ ¿ ¿¿ ¿
2

i j

2
s =¿ 31,61

Simpangan baku

s= √ s
2

s= √31,61

s=¿5,62246
47

Koefisien Keragaman (CV)

S
CV= x 100%
x

5,62246
CV= x 100%
11,18519

CV= 50,27%

Koefisien keseragaman jumlah daun jagung non-mulsa

Rata-rata sampel

x ij
x=∑ ∑
i j n. p

5+7+ 14+…+16
x=∑ ∑
i j 228

2426
x=
228

x=¿ 10,64035

Varian sampel
2
( xij −x )
s =∑ ∑
2

i j np−1

s =∑ ∑ ¿ ¿ ¿¿ ¿
2

i j

s2=23,276

Simpangan baku

s= √ s
2

s= √23,3766
48

s=¿4,834945

Koefisien Keragaman (CV)

S
CV= x 100%
x

4,834945
CV= x 100%
10,64035

CV= 45,44%

Anda mungkin juga menyukai