Anda di halaman 1dari 23

Kelompok: IV

Nama Praktikan : Annisa Ranistira Putri (4442210108)


Anggota : Dhiya Nisrina (4442210045)
: Hanif Maulana (4442210050)
: Firza Nur Rismansyah (4442210108)
: Aghnia Sholihat (4442210052)
: Adrea Oktavia R.S (4442210135)
: Alya Zahra Khoirunnisa (4442210151)
: Andi Rahmadani (4442210167)

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PASCA PANEN
“KERUSAKAN HASIL PERTANIAN”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Teknologi Pasca Panen

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT. karena atas
limpahan rahmat, ridho, serta karunia-Nya. Penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Teknologi Pasca Panen ini yang berjudul “Sifat Fisik Hasil Pertanian”
ini dengan baik dan tepat waktu.
Laporan Praktikum ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas mata
kuliah Teknologi Pasca Panen kelas V D Agroekoteknologi, laporan ini dapat
selesai karena bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Fitria Riany
Eris, S.P., M.Si. dan Kiki Roidelindho, S.TP., M.Sc selaku dosen pembimbing mata
kuliah Teknologi Pasca Panen dan Saudari Ayu Julyany selaku asisten praktikum
Teknologi Pasca Panen yang telah membimbing dalam penulisan laporan ini
beserta teman-teman kelas V D Agroekoteknologi yang juga memberikan saran
pada laporan ini.
Demikian laporan yang telah penulis buat. Penulis menyadari bahwa laporan
Teknologi Pasca Panen ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, mohon kritik
dan sarannya apabila ada kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak beserta bermanfaat bagi penulis.

Serang, Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................1
1.3 Manfaat ..............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyebab Kerusakan Produk Pasca Panen .......................................2
2.2 Kriteria Produk Pertanian...................................................................3
2.3 Padi Sebagai Produk Pertanian .........................................................5
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................5
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................5
3.3 Cara Kerja ...........................................................................................6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.....................................................................................................7
4.2 Pembahasan ........................................................................................8
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ...........................................................................................10
5.1 Saran ..................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................11
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengamatan Terhadap Jeruk Nipis ...................................... 10


Tabel 2. Hasil Pengamatan Terhadap Wortel .................................................10
Tabel 3. Hasil Pengamatan Terhadap Pisang ................................................11
Tabel 4. Hasil Pengamatan Terhadap Cabai...................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketahanan pangan kini menjadi bahasan utama diberbagai kalangan dan belahan
dunia. Karena pada dasarnya manusia membutuhkan asupan makanan untuk memenuhi
zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini berkaitan erat dengan sektor pertanian yang
menjadi sektor pertama dalam pemenuhan bahan makanan berupa produk pertanian.
Sesuai dengan adanya hasil survey dari The Economist (2018), menunjukkan adanya
peningkatan indeks ketahanan pangan Indonesia tahun 2018 pada urutan ke-65 dari
awalnya ururtan ke 69 diantara 113 negara dengan menunjukkan skor 54,8. Dimana jika
dilihat lebih lanjut dari skor aspek ketersediaan pangan menunjukkan adanya
peningkatan signifikan menjadi 54 dari peringkat 64.
Peningkatkan produksi pangan terus menunjukkan perkembangan dari beragam
varietas unggul, penyediaan, penambahan luas tanam dan sarana-prasarana atau
insfrastruktur produksi pangan. Namun hingga saat ini masih ternilai kurang dari segi
kualitas penanganan produk pertanian saat panen ataupun pasca panen. Kegiatan
pemanenan masih banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara tradisional.
Dimana pada dasarnya indeks pengetahuan masyarakat akan perlakuan pemanenan dan
pasca panen masih ternilai kurang sehingga berefek pada menyusutnya hasil panen dan
pascapanen pada tanaman pangan. Sebagai contoh produksi pertanian yang melimpah
pada musim penghujan yang menjadi bias dari berbagai masalah kehilangan hasil,
terlebih pada proses penanganan panen dan pasca panennya (Molenaar, 2020).
Secara khusus, susut panen tersebut sudah dapat dipastikan akan menurunkan
pendapatan dan perekonomian petani. Haryanti (2018) memperkirakan besarnya
kerugian secara nasional akibat kehilangan hasil pertanian setara dengan Rp 15 triliun
per tahun. Hal itu sekaligus menunjukkan adanya potensi peningkatan ekonomi petani
sebesar itu jika kehilangan hasil pertanian dapat dihindari.
Masyarakat pada umumnya sering menyepelekan tahapan panen dan pasca panen
yang sebenarnya dapat berpengaruh juga terhadap hal-hal lainnya. Seperti halnya
kebersihan lingkungan, kehidupan ekosistem hingga kesehatan tubuh. Sangat
disayangkan bila pada akhirnya hanya berakhir menjadi sampah, hanya dari

1
ketidaktahuan akan penanganan panen dan pasca panen. Meskipun mendapat bantuan
dari jenis-jenis teknologi produksi yang dilakukan dalam peningkatan produksi, bisa
beralih menjadi sia-sia jika pada akhirnya masih berada pada fase ketidaktahuan
mengenai tahapan panen dan pascapanen produk pertanian atau dengan kata lainnya
tidak dijalankan dengan tepat dan benar.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator
Perekonomian Musdhalifah Mahmud ketika memberikan sambutan kunci pada acara
Regional Consultant (RC) Project Penurunan Susut Pasca Panen Hasil-Hasil Pertanian
dan Produk-produknya di Asean, Januari 2018, mengatakan bahwa tingkat kehilangan
hasil pada panen dan pasca panen produk-produk pertanian secara nasional masih
tinggi, yaitu masih di atas 20% (Antara, 2018).
Produk pertanian yang seringkali terlihat kurang dalam penanganan pemanenan dan
pasca panen yaitu pada pertanian holtikultura kelas menengah kebawah. Dimana para
petani memanfaatkan benda seadanya untuk pemanenan. Selain itu yang sering terlihat
dimasyarakat tani pada saat pasca panen menggunakan bahan-bahan kimia agar produk
pertanian bertahan lebih lama dibandingkan biasanya. Tentunya ketahanan produk
pertanian pasca panen ini juga dipengaruhi oleh beberapa aspek lainnya, seperti halnya
kelembapan, kadar air serta perlakuan secara pasca panennya.
Secara biologis hasil pertanian itu diketahui masih berada dalam kondisi hidup
dikarenakan masih mengalami proses respirasi dan juga transpirasi. Meskipun sifat
biologis, struktur serta komposisi hasil pertaniannya tergolong berbeda, setidaknya
perubahan hasil pertanian yang muncul rata-rata berada pada bagian daun dan buah.
Entah dari perubahan warna daun yang menguning, umbi yang bertunas atau berakar,
hingga terjadinya pembusukan pada bagian buah. Tentunya secara komposisi juga
menunjukkan perubahan, seperti contoh dari buah yang mengkerut tanda berkurangnya
kadar air pada buah tersebut, dan lain sebagainya. Faktor utama dari perubahan produk
pertanian ini berasal dari adanya produksi hormon etilen, hama penyakit, jamur,
pertumbuhan lanjutan dan faktor lingkungan.
Beberapa kali dinas perikanan dan ketahanan pangan juga melakukan pengecekkan
kualitas pangan serta harga di pasar-pasar tradisional untuk memastikan kualitas produk
yang didapatkan masyarakat dalam kondisi baik atau tidak. Namun masih saja
ditemukan beberapa sayuran dipasar yang terlihat sudah tidak berkualitas. Seperti

2
adanya kerusakan fisiologis (warna, bentuk, ukuran), kerusakan mekanis (akibat
benturan) dan kerusakan biologis (hormon etilen ataupun hama penyakit). Kualitas pada
komoditas sayuran dapat dilakukan dengan beberapa metode. Seperti metode fisik, uji
kimia, uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Menariknya masyarakat di Indonesia
terkadang acuh terhadap hal-hal tersebut demi meraih keuntungan lebih.
Sehingga mengharuskan masyarakat Indonesia lebih paham mengenai produk
pertanian yang layak konsumsi. Cara pemilihan produk pertanian terkesan
membutuhkan waktu lama, namun tidak seluruhnya membutuhkan waktu dan peralatan
khusus. Dimana salah satu cara paling mudah yang dapat dilakukan untuk memilih
produk pertanian yang berkualitas adalah dengan melakukan uji fisik dengan
mengamati beberapa aspek. Dimulai dari aspek kekerasan produk, warna, bentuk, dan
aroma yang muncul dari buah atau sayuran. Jika hasil pemanenan produk pertanian
didominasi oleh kualitas produk yang baik, tentunya akan menaikkan citra Indonesia di
antara produk-produk asing. Sehingga dapat bersaing dalam kancah internasional,
seperti dengan melakukan ekspor produk pertanian.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini, yaitu untuk menentukan derajat
kebusukan bahan pangan hasil pertanian.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat dari praktikum kali ini yaitu agar mahasiswa
mengetahui cara menentukan derajakan kebusukan bahan pangan hasil pertanian.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerusakan Produk Hasil Pertanian


Produk hasil pertanian memiliki rentang yang cukup luas, mulai dari bahan makanan
pokok utama (beras) hingga bahan makanan pelengkap, seperti halnya sayuran dan buah-
buahan. Tentunya konsumen yang membelinya lebih condong kepada produk pertanian
yang memiliki kualitas cukup tinggi. Terlebih jika membandingkan penjualan produk
hasil pertanian pada pasar tradisional dengan pasar atau supermarket. Produk terlihat
lebih baik dari segi kualitas sehingga mendorong harga yang lebih tinggi.
Dikalangan masyarakat Indonesia, bahan pangan yang tidak bisa dimanfaatkan
memiliki istilah dengan kata “kehilangan” (losses) mencapai 25-40%, tentunya nilai ini
bernilai sangat besar bila dibandingkan dengan negara-negara maju dengan tingkat
kehilangan dibawah 25 % (Saidi, dkk. 2021). Penanganan yang kurang baik inilah yang
menyebabkan produk hortikultura terlebih pada sayuran dan buah-buahan banyak
mengalami penurunan dari nilai ekonominya. Penanganan pasca panen pada produk
hortikultura umumnya dipasarkan dan dikonsumsi dalam bentuk segar untuk mencegah
munculnya berbagai perubahan yang tidak diharapkan saat masa penyimpanan, seperti
pertumbuhan akar dan hilangnya kadar air (Saidi, dkk. 2021).
Bahan pangan yang mengalami kerusakan juga dapat digambarkan pada saat proses
pendistribusian produk ke konsumen. Dimana kerusakan yang berkisar 30 – 40% dapat
dipengaruhi dari adanya tahapan penanganan yang kurang tepat baik karena proses
alamiah maupun tindakan manusia. Kerusakan pada bahan pangan hasil pertanian, antara
lain yaitu; (1) kerusakan fisiologis (kadar air, enzim dan suhu penyimpanan), (2)
kerusakan mikrobiologis (mikroba; bakteri, ragi dan jamur), (3) kerusakan mekanis
(akibat faktor luar terdorong dan pecah), (4) kerusakan fisis (suhu lingkungan dan
kelembaban), (5) kerusakan kimia (perubahan hormon), (6) kerusakan biologis (makhluk
hidup seperti serangga, ulat dan tikus), (7) kerusakan karena proses (kesalahan saat
pengolahan bahan pangan, contoh: pengemasan kaleng) (Mushollaeni, 2012).
Meskipun demikian, bahan pangan secara sederhana dapat dinilai dengan dua
kategori yaitu kerusakan dari luar (mikroba, suhu, cahaya) dan kerusakan dari dalam
(enzim, hormon, kadar air). Contoh paling sederhana dan sering dijumpai yaitu pada

4
perubahan hasil pertanian secara fisik dengan tanda-tanda yang terlihat oleh mata secara
langsung, seperti pada daun yang menguning, bunga layu, buah yang
keriput/ranum/lembek, umbi yang bertunas dan batang yang mengeras. Hal itu juga
memberi efek pada bagian dalam atau komposisinya. Seperti kadar air yang berkurang,
protein yang terurai, munculnya aroma dan secara tidak sadar juga sudah menurunkan
bahkan menghilangkan kandungan vitamin ataupun mineral didalamnya (Effendi, 2020).

2.2 Faktor Penyebab Kerusakan


Pada dasarnya bahan pangan atau hasil produk pertanian memiliki sifat yang
mudah rusak (perishable) (Mushollaeni, 2012). Komoditi buah dan sayuran setelah
dipanen biasanya akan berubah, secara fisik, kimia dan mikrobiologi. Kerusakan bahan
pangan dapat dikatakan sebagai akibat adanya perubahan fisiologis tersebut. Proses
pematangan secara alamia pada buah dan sayuran akibat pernafasan dan transpirasi yang
terus berlanjut setelah pemetikan saat panen. Setelah panen atau tahapan pasca panen
proses pematangan terus berlangsung hingga bahan pangan menjadi tidak layak untuk
dimakan.
Hal ini juga didukung dengan adanya teknologi pengolahan yang digunakan
masih dinilai kurang dan terbatas. Padahal tanpa disadari komoditi hasil panen masih
melakukan respirasi sejak panen. Sangat disayangkan bila tidak mendapat penanganan
yang baik, maka yang terjadi adalah produk pertanian menjadi rusak secara perlahan.
Kerusakan yang muncul tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor fisik,
kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis (Saidi, dkk. 2020).
Bahan pangan hasil pertanian merupakan bahan biologis yang dipengaruhi oleh
lingkungan. Selain itu, juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang berasal dari
bahan pangan itu sendiri, diantaranya; (a) faktor ekstrinsik (cara penyimpanan, perlakuan
terhadap bahan pangan, O₂, RH, suhu, mikroba dan insekta) dan (b) faktor instrinsik
(faktor dalam bahan pangan; air, enzim, asam amino) (Mushollaeni, 2012). Selain dari
dua faktor tersebut juga terdapat faktor dari tingkatan perishable dari bahan pangannya,
diantaranya:
1- Highly perishable, Kategori bahan pangan yang memiliki sifat sangat mudah rusak,
dengan mengandalkan daya tahan selama 1-2 hari, kadar air, protein dan enzim yang
tinggi. Seperti halnya asparagus dan kecambah.

5
2- Moderately perishable, Kategori bahan pangan yang tergolong dalam tipe ini, sedikit
lebih kuat dibandingkan yang pertama, namun tidak terlalu mudah mengalami
kerusakan karena meskipun kandungan enzimnya tidak terlalu banyak, sehingga
memiliki daya tahan hingga 1-2 minggu. Kategori ini biasa terdapat pada jenis buah-
buahan seperti mangga.
3- Slightly perishable, Kategori produk pertanian dengan jenis ini tidak mudah rusak
atau jauh lebih kuat dianatara poin 1 dan 2, karena mengandung kadar enzim dan
airnya yang rendah sehingga daya tahannya cukup kuat hingga 1-2 bulan.

2.3 Penanganan Panen dan Pasca Panen


Kerusakan produk pertanian dapat dipengaruhi dari berbagai aspek, salah satunya
pada proses penanganan panen dan pasca panen. Pada masa pemanenan, masyarakat tani
biasanya kurang memperhatikan wadah dan alat yang digunakan sehingga
mengakibatkan rusak pada bagian permukaan bahan pangan. Terlebih pada komoditi
buah-buahan. Menurut FAO, kerusakan produk pertanian dalam bentuk sayur dan buah
pada negara-negara berkembang mencapai 20 – 50 % (Amanto, 2004). Sedangkan negara
maju berada pada 5 – 10 %. Penyebab utamanya pada negara berkembang berasal dari
sikap penentuan umur panen yang tidak tepat, cara pengemasan dan tahapan
pengangkutan yang bersifat sangat tradisional (Amanto, 2004).
Pemanenan, pengumpulan, pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, dan
pengiriman berpengaruh kuat terhadap kesegaran sayuran (Saidi, dkk. 2021). Tahapan
pemanenan suatu produk pertanian baiknya dilakukan pada pagi hari untuk menghindari
sinar matahari berlebih. Pengumpulan dan pengangkutan sayuran dilakukan di tempat
teduh dan segera diangkut ke ruang produksi. Untuk menjaga kesegaran, produk dikemas
dan disimpan di ruang pendingin dengan suhu 5 sampai 7 ⁰C (Saidi, dkk. 2021).
Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperlambat reaksi
metabolism (Saidi, dkk. 2021). Selain itu dapat juga mencegah pertumbuhan
mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan bahan pangan. Bahan pangan atau
produk pertanian dapat dilakukan pengawetan dengan suhu rendah, dimana dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) cara yaitu pendinginan dan pembekuan. Pendinginan adalah
penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas titik beku (di atas 0°C), sedangkan
pembekuan dilakukan di bawah titik beku (Mushollaeni, 2012). Prinsip pendinginan

6
hanya dapat menghambat kerja enzim dan tidak dapat menghentikan aktivitasnya secara
total sehingga laju perubahan komponen dalam bahan pangan akan diperlambat dan
penurunan mutu juga akan dihambat serta akhirnya akan berakibat pada terjaganya
kesegaran bahan pangan tersebut, diantaranya enzim endogen (enzim dari dalam bahan
pangan, contoh: lipase dan protease) dan eksogen (enzim dari luar bahan pangan,
dihasilkan mikroba) (Mushollaeni, 2012).
Untuk pengiriman dilakukan menggunakan mobil dengan pendingin. Dengan
menambahkan es batu untuk menurunkan suhu dengan cepat ke 0 C bergantung pada
posisi, suhu, bahan, bentuk dan kondisi tempat penyimpanan selama pengangkutan
(Mushollaeni, 2012). Keamanan sayuran dipengaruhi kuat oleh proses pembersihan,
pengemasan, dan penyimpanan. Pembersihan, pengemasan, dan penyimpanan yang tepat
sesuai dengan karakteristik sayuran dilakukan untuk menghindari kontaminasi sehingga
produk aman dikonsumsi (Saidi, dkk. 2021). Daya tahan pada produk sayuran
dipengaruhi kuat oleh parameter pemanenan, pembersihan, pengemasan, dan
penyimpanan. Pembersihan dilakukan dengan mencuci sayuran dengan air mengalir
(Saidi, dkk. 2021).
Pengemasan dan penyimpanan dingin dapat meningkatan daya tahan produk sayuran
karena kedua parameter tersebut secara umum dapat mengurangi laju respirasi sehingga
dapat mencegah kelayuan dan kebusukan (Saidi, dkk. 2021). Warna sayuran dipengaruhi
kuat oleh proses pemanenan, pembersihan, pengemasan, dan penyimpanan. Sayuran yang
dipanen harus sesuai dengan umur panen, jika dipanen melewati umur panen, maka warna
sayuran menjadi menyimpang dari warna standar sayuran (Saidi, dkk. 2021). Disamping
memperhatikan tahapan hingga pengangkutan, perlu juga dilakukan pembersihan ketika
sudah sampai lokasi penjualan. Selain dengan tujuan untuk mempertahankan warna juga
untuk menjamin kebersihan dari mikroba. Cara penyimpanan dingin dan pengemasan
yang baik tentunya dapat mempertahankan warna asli bahan pangan karena salah satunya
dapat mengurangi laju respirasi.

7
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Bahan dan Alat


Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yakni timbangan digital atau
manual, pH-meter, penetrometer, photovolt reflection meter, nampan atau piring
styrofom, pisau, alu dan mortar. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini
yakni jeruk nipis (4 buah), wortel (4 buah), pisang (4 buah), cabe (5 buah) dan air destilasi
secukupnya.

3.2 Prosedur Pelaksanaan Praktikum


Adapun prosedur pelaksanaan pada praktikum ini, yaitu sebagai berikut :
3.2.1 Prosedur Pengukuran Kekerasan
Kekerasan sayuran atau buah-buahan dapat diukur dengan menggunakan
“penetrometer”. Penusukan dilakukan sebanyak 3 kali pada 3 tempat. Satuan yang
digunakan adalah mm per 10 detik dengan berat beban tertentu yang dinyatakan dalam
gram.

3.2.2 Prosedur Pengukuran Warna


Warna sayuran atau buah-buahan dapat diukur dengan menggunakan
“photovolt reflection meter” atau dengan cara visual. Pengukuran dengan
menggunakan photovolt reflection meter didasarkan atas banyaknya sinar yang
dipantulkan oleh permukaan bahan yang dianalisa dibandingkan dengan permukaan
standar yang telah diketahui persentase refleksinya.

3.2.3 Prosedur Pengukuran pH


Sebanyak 50 gram sayuran atau buah-buahan diekstraksi dengan 50 ml air
destilata dan diukur pH-nya dengan menggunakan pH- meter.

3.2.4 Bentuk
Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati perubahan bentuk dan
tekstur dari sayuran dan buah-buahan.

8
3.2.5 Edible Portion
Merupakan bagian dari bahan pangan dari keseluruhan bagian yang dapat
dimakan, edible portion penting diketahui dalam menghitung rendaman hasil
pertanian sayuran dan buah-buahan Edible portion dihitung dengan rumus : b/a x
100%. Dimana:
a : Buah/sayur ditimbang
b : Buah dikupas dan sayuran dibuang bagian yang tidak bisa dimakan, kemudian
ditimbang

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1. Hasil Pengamatan Terhadap Jeruk Nipis
Hari Penyimpanan Ulangan Kekerasan Warna pH Bentuk
U1 950 0 2,15 1
U2 960 0 2,94 1
0
U3 950 0 3,1 1
U4 790 0 4,53 1
U1 960 2 3,29 2
U2 820 2 2,92 2
2
U3 630 1 2,98 1
U4 770 2 2,67 1
U1 520 4 4,54 2
U2 840 2 5,98 2
4
U3 940 3 5,3 2
U4 860 3 4,22 2
U1 550 5 5,78 4
U2 690 5 5,54 4
6
U3 570 3 4,33 3
U4 510 3 5,56 2

Tabel 2. Hasil Pengamatan Terhadap Wortel


Hari Penyimpanan Ulangan Kekerasan Warna pH Bentuk
U1 820 0 6,05 1
U2 590 0 6,29 1
0
U3 600 0 5,82 1
U4 940 0 6,17 1
U1 310 1 5,97 1
2
U2 150 1 6,63 3

10
U3 220 1 6,51 2
U4 510 2 5 4
U1 590 1 5,11 2
U2 400 2 7,28 4
4
U3 840 2 7,53 3
U4 660 3 6,07 4
U1 370 3 3,58 4
U2 370 4 5,53 5
6
U3 420 3 5,76 4
U4 380 4 5,59 5

Tabel 3. Hasil Pengamatan Terhadap Pisang


Hari Penyimpanan Ulangan Kekerasan Warna pH Bentuk
U1 810 0 5,6 1
U2 770 0 5,31 1
0
U3 570 0 5,41 1
U4 770 0 5,39 1
U1 190 1 5,49 3
U2 520 2 5,1 3
2
U3 130 1 4,4 2
U4 150 1 4,63 2
U1 400 1 7,68 2
U2 800 3 6,76 4
4
U3 200 2 7,06 3
U4 200 3 6,54 3
U1 60 5 5,26 5
U2 60 5 5,54 5
6
U3 90 5 5,43 5
U4 70 5 4,99 5

11
Tabel 4. Hasil Pengamatan Terhadap Cabai

Hari Penyimpanan Ulangan Kekerasan Warna pH Bentuk


U1 1 4,85
U2 1 4,85
0 590 1
U3 1 4,9
U4 1 -
U1 1 5,43
U2 1 5,15
2 330 1
U3 1 6,18
U4 1 -
1
U1 4,06
U2 1 6,76
4 110 2
U3 1 6,37
U4 1 -
U1 2 5,99
U2 2 6,91
6 190 4
U3 2 7,4
U4 2 -

Tabel 5. Edible Portion


Berat Bahan Berat Bahan Yang
No. Sampel Edible Portion
Awal Dapat Dimakan
1 Wortel 0,150 gr 0,025 gr 0,16 %
2 Jeruk Nipis 0,115 gr 0,075 gr 0,65 %
3 Cabai 0,035 gr 0,005 gr 0,14 %
4 Pisang 0,275 gr 0,190 gr 0,69 %

12
4.1. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yang berjudul “kerusakan hasil pertanian” dilakukan selama
4 hari dengan diawali pada tanggal 9 Oktober 2023. Dengan menggunakan produk
pertanian yang mudah ditemui seperti jeruk nipis, cabai, pisang dan wortel. Praktikum
kali ini mengukur tingkat pH, kekerasan dengan penemometer, massa produk hingga
morfologisnya serta dilakukan perbandingan produk pertanian sejak kondisi segar hingga
tidak layak untuk konsumsi atau busuk. Menurut Siagian (2020) Sebuah produk pertanian
dapat dikategorikan busuk jika telah mengalami perubahan sifat karena beberapa
penyebab sehingga tidak aman untuk dikonsumsi dan memicu kontaminasi yang
berbahaya bagi bahan yang masih segar.
Perubahan sifat ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mendukung, terutama pada
kemampuan respirasi dan transpirasi produk pertanian. Respirasi dan transpirasi yang
merupakan bagian dari proses metabolism ini mencirikan sayur yang segar. Menurut
(Saidi dkk, 2021) Metabolisme pada produk pertanian berbeda dengan tanaman induknya
yang dikatakan masih dalam kondisi tumbuh dihabitatnya, karena produk yang telah
dilakukan pemanenan mengalami berbagai bentuk stress seperti hilangnya suplai nutrisi,
kondisi yang berbeda dengan pertumbuhannya yang ideal dengan adanya peningkatan
suhu, dan kelembaban.
Seperti data yang didapat dari hasil praktikum pada tabel 1 hingga tabel 5. Produk
pertanian mengalami perubahan dari semua aspek yang diamati. Pada praktikum kali ini
dengan menggunakan uji fisik dan uji organoleptik yang terdiri atas warna, kekerasan,
pH, bentuk, aroma dari keempat produk pertanian tersebut. Uji organoleptik sendiri
memiliki definisi sebagai suatu cara atau pengujian pada suatu bahan pangan yang
bersifat subjektif karena berdasarkan sifat ataupun karakter yang dimiliki. Menurut
(Gusnadi dkk, 2021) Uji organoleptik memiliki sebutan lain yaitu uji indera atau uji
sensori yaitu suatu cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat
utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk.
Pengujian untuk praktikum kali ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
suhu ruangan, kelembapan, intensitas cahaya. Selain itu perlakuan pada praktikum juga
menjadi salah satu faktor utama. Dimana pada hari ke-0 sudah dilukai dengan mengiris
bagian wortel, namun karena wortel semakin lembek membuat patah pada batangan
wortel. Hal tersebut memicu bakteri dan jamur sehingga menghasilkan wortel yang

13
dominan dipenuhi oleh jamur di hari ke-6. Menurut Arini (2016) Bahan yang telah rusak
oleh mikroba merupakan cikal bakal sumber kontaminasi yang membahayakan untuk
bahan lain dengan kondisi yang masih segar. Dimana penyebab kerusakan mikrobiologis
biasanya berasal dari berbagai mikroorganisme seperti khamir, kapang dan bakteri.
Menurut (Suter, 2000) Mikroba merusak bahan pangan dengan cara menghidrolisis atau
mendegradasi makro molekul yang menjadi penyusun bahan tersebut untuk diubah
menjadi fraksi-fraksi berukuran lebih kecil serta dapat mengeluarkan toksin. Selain dari
munculnya jamur pada wortel dihari ke enam, jika dilihat dari data yang dimiliki
menunjukkan adanya perubahan yang menyerupai dari keempat komoditi selama 6 hari.

KEKERASAN KANDUNGAN PH
Wortel Pisang Wortel Pisang
Jeruk Nipis2 Cabai Jeruk Nipis2 Cabai
1000 25
800 20
600 15
400 10
200 5
0 0
HARI KE - H ARI KE - HARI KE - HARI KE - HARI KE - HARI KE - HARI KE - H ARI KE -
0 2 4 6 0 2 4 6

WARNA BENTUK
Wortel Pisang Wortel Pisang
Jeruk Nipis2 Cabai Jeruk Nipis2 Cabai
6 6

4 4

2 2

0 0
HARI KE -0 H A RI KE-2 HARI KE -4 HARI KE -6 HARI KE - 0 HARI KE - 2 HARI KE - 4 HARI KE - 6

Seperti yang terlihat pada grafik diatas, baik dari pengukuran kekerasan dengan
penemometer dan pengukuran pH dengan pH meter menunjukkan hasil yang menurun.
Jika dilihat dari nilai kekerasan disebabkan karena faktor suhu dan oksigen yang pada
dasarnya juga dipengaruhi dari metabolisme bahan pangan tersebut. Menurut (Saidi dkk,
2021) Pada umumnya kenaikan suhu akan diikuti oleh kenaikan kecepatan reaksi kimia,
seperti keberadaan oksigen di lingkungan bahan pangan terutama yang berlemak tinggi

14
mengakibatkan rentannya terjadi oksidasi lemak dan ketengikan. Dilanjutkan dari
pendapat (Saidi dkk, 2021) Oksidasi lipid biasanya melalui proses pembentukan radikal
bebas yang terdiri dari tiga proses dasar yaitu tahap inisiasi (pelepasan hydrogen dari
asam lemak tak jenuh), propagasi dan terminasi.
Selain dari suhu dan oksigen, faktor intrinsik yang berkaitan dengan hormone etilen
dan enzim didalam nya juga menjadi penyebab selanjutnya. Hormon etilen seperti yang
diketahui memiliki fungsi atau peranan dalam mempercepat penuaan sel dalam produk
pertanian. Menurut Siagaan (2020) juga menambahkan terkait penyebab terjadinya
kerusakan pada produk pertanian dapat dipicu oleh beranekaragam faktor, diantaranya
(1) faktor pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, (2) faktor kerusakan karena
serangga atau hewan pengerat, (3) faktor aktivitas enzim yang berasal dari tanaman atau
hewan, (4) faktor reaksi kimia non-enzimatik, (5) faktor kerusakan fisik (pembekuan,
hangus, pengeringan, tekanan, dan lainnya).
Jika dilihat dari nilai pH pada tabel dan grafik diketahui seluruh produk pertanian
memiliki nilai pH akhir pada rentang angka 5 – 17. Dimana menunjukkan arti
bahwasannya keempat produk pertanian yang digunakan dalam praktikum di hari ke-6
bersifat basa karena memiliki pH lebih dari 7. Menurut (Viswanatha, 2017) Larutan dapat
dikategorikan asam ketika memiliki pH yang bernilai kurang dari 7, larutan basa dengan
pH lebih dari 7 sedangkan larutan akan dikatakan netral jika berada pada pH 7. Menurut
Rorong dan Wilar (2020) Kerusakan makanan kemasan berasam tinggi dengan pH < 4
biasanya disebabkan mikroba jenis mikrokoki, bakteri batang tidak berspora, kapang dan
khamir. Mikroba tersebut biasanya akan memiliki sifat yang tidak tahan suhu panas,
dengan kontaminasi yang disebabkan kebocoran kemasan.
Jika membicarakan soal kemasan, konsumen pada nalurinya tentunya akan memilih
produk dengan kemasan yang segar. Hanya saja permasalahannya bagaimana cara untuk
menjaga ketahanan produk pertanian. Salah satu cara yang paling aman dan sederhana
dengan memberi perlakuan pada pasca panen yang baik dan benar. Baik dari penanganan
setelah panen, penyimpanan, perlakuan produk saat dibawa di kendaraan, hingga sampai
ke konsumen. Seperti pada tabel dan grafik warna dan bentuk yang mengalami fluktuasi
karena perubahan yang terjadi sangat berbeda pada hari ke-6. Hal ini juga didukung dari
edible portion yang kecil. Terlebih pada warna, sejalan dengan pendapat dari (Suaidi,
dkk. 2021) yang menyatakan bahwa produk pertanian baik sayuran ataupun buah-buahan

15
yang dipanen harus sesuai dengan umur panen, jika dipanen melewati umur panen, maka
warna sayuran menjadi menyimpang dari warna standar sayuran.
Selain dari warna, bentuk dan massa, perubahan yang dapat diamati dari keempat
produk tersebut berasal dari aroma dan tekstur. Dimana aroma yang ditimbulkan pada
hari ke-6 menunjukkan aroma yang buruk serta tekstur yang lembek atau kata lainnya
“benyek”. Menurut (Suaidi dkk, 2021) Daya tahan pada produk sayuran dipengaruhi kuat
oleh parameter pemanenan, pembersihan, pengemasan, dan penyimpanan. Pembersihan
dilakukan dengan mencuci sayuran dengan air mengalir. Oleh sebab itu perlunya
penanganan pada saat pemanenan dan pasca panen untuk menghindari hal-hal tersebut
dengan memperhatikan hal-hal kecil berupa suhu, kelembapan, cahaya dan perlakuan.

16
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan
Adapun simpulan yang didapat berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa
Penting untuk memahami penanganan produk pertanian pada saat pemanenan dan pasca
panen karena dapat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produk pertanian. Sesuai
dengan pendapat dari (Suaidi dkk, 2021) Daya tahan pada produk sayuran dipengaruhi
kuat oleh parameter pemanenan, pembersihan, pengemasan, dan penyimpanan.
Pembersihan dilakukan dengan mencuci sayuran dengan air mengalir. Oleh sebab itu
perlunya penanganan pada saat pemanenan dan pasca panen untuk menghindari hal-hal
tersebut dengan memperhatikan hal-hal kecil berupa suhu, kelembapan, cahaya dan
perlakuan.

5.2. Rekomendasi
Adapun saran untuk praktikum kali ini yaitu perihal waktu pemasukan data
praktikum yang dapat dimanajemen lebih baik. Serta membuat laporan praktikum yang
lebih baik lagi kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Budianto, Artok. Oktarisna, Delva. Gustian, Hendri. Mulyadi, Sepria. Putri, Syakinah.
Adista, Ovie. Buhianova, Lola. 2015. Laporan Akhir Praktikum Sifat-sifat Produk
Pertanian. Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Andalas.
Hastuti, Endah Dwi. Saptaningsih, Endang. Izzati, Munifatul. 2019. Pengaruh Pematahan
Dominansi Apikal terhadap Produktivitas Tanaman Kacang-Kacangan. Buletin
Anatomi dan Fisiologi. Vol.4 (2) :97-100.
Moleenar, Robert. 2020. Panen dan Pasca Panen Padi, Jagung dan Kedelai. Jurnal
Eugenia. Vol.26 (1) :17-28.
Pangaribuan, Sulha. Nuryawati, Titin. Suprapto, Anjar. 2016. Sifat Fisik dan Mekanik
Serta Pengaruh Penyosohan terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Biji Sorgum
Varietas KD 4. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi
Pertanian:81-86.

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai