Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN AKHIR

DASAR-DASAR TEKNOLOGI BUDIDAYA

NATASYA CHRISTINE IRENE SINAGA

1906113346

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2020
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua
limpahan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Akhir
Praktikum Mata Kuliah Dasar-Dasar Teknologi Budidaya ini meskipun dengan
sangat sederhana.

Harapan penulis semoga laporan yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai
salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan
serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi
laporan ini menjadi lebih baik lagi.

Sebagai penulis, saya mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang


terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati saya
berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi lebih
memperbaiki laporan ini. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Pekanbaru, Mei 2020

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................1
1.2. Tujuan.................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................3
2.1. Perbanyakan Tanaman Secara Generatif............................................3
2.2. Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif............................................4
2.3. Tanah Inceptisol..................................................................................5
2.4. Pupuk Organik....................................................................................8
2.5. Pupuk Kimia / Anorganik (Khusus N, P, K)....................................10
2.6. Pestisida Nabati................................................................................10
2.7. Pestisida Kimia.................................................................................13
2.8. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)............................................................16
2.9. Persemaian Tanaman Buah-Buahan.................................................17
III. METODOLOGI..............................................................................24
3.1. Tempat dan Waktu............................................................................24
3.2. Alat dan Bahan.................................................................................24
3.2.1. Budidaya Tanaman (Kacang Panjang).............................................24
3.2.2. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Penyetekan (Setek) Pada
Tanaman Hias...................................................................................25
3.2.3. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Pencangkokan Pada
Tanaman Buah..................................................................................25
3.2.4. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melaui Sambung Pucuk Pada
Tanaman Hias...................................................................................26
3.3. Cara Kerja.........................................................................................26
3.3.1. Budidaya Tanaman (Kacang Panjang).............................................26
3.3.2. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Penyetekan (Stek) Pada
Tanaman Hias...................................................................................28
iii

3.3.3. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Pencangkokan Pada


Tanaman Buah..................................................................................28
3.3.4. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melaui Sambung Pucuk Pada
Tanaman Hias...................................................................................29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................32
4.1. Hasil..................................................................................................32
4.2. Pembahasan......................................................................................32
4.2.1. Budidaya Tanaman (Kacang Panjang).............................................32
4.2.2. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Penyetekan (Stek) Pada
Tanaman Hias...................................................................................35
4.2.3. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Pencangkokan Pada
Tanaman Buah..................................................................................37
4.2.4. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melaui Sambung Pucuk Pada
Tanaman Hias...................................................................................39
V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................42
5.1. Kesimpulan.......................................................................................42
5.2. Saran.................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44
LAMPIRAN..........................................................................................................45
1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Keperluan akan bahan pangan senantiasa menjadi permasalahan yang


tidak putus-putusnya. Kekurangan pangan seolah-olah sudah menjadi
persoalan akrab dengan manusia. Kegiatan pertanian yang meliputi budaya
bercocok tanam merupakan kebudayaan manusia paling tua. Sejalan
dengan peningkatan peradaban manusia, teknik budidaya tanaman juga
berkembang menjadi berbagai sistem. Mulai dari sistem yang paling
sederhana sampai sistem yang canggih. Berbagai teknologi budidaya
dikembangkan guna mencapai produktivitas yang diinginkan.

Istilah teknik budidaya tanaman diturunkan dari pengertian kata-kata


teknik, budidaya, dan tanaman. Teknik memiliki arti pengetahuan atau
kepandaian membuat sesuatu, sedangkan budidaya bermakna usaha yang
memberikan hasil. Kata tanaman merujuk pada pengertian tumbuh-
tumbuhan yang diusahakan manusia, yang biasanya telah melampaui
proses domestikasi. Teknik budidaya tanaman adalah proses menghasilkan
bahan pangan serta produk-produk agroindustri dengan memanfaatkan
sumberdaya tumbuhan.

Teknologi budidaya tanaman adalah alat, cara atau metode yang


digunakan dalam mengolah tanaman sampai agar berdayaguna dan
berhasilguna baik berupa produk bahan mentah, setengah jadi, maupun
siap pakai. Menurut Chairani Hanum dalam buku Teknik Budidaya
Tanaman tahun 2008 menjelaskan bahwa budidaya tanaman adalah suatu
proses menghasilkan bahan pangan dan berbagai produk agroindustri
lainnya dengan memanfaatkan sumber daua tumbuhan. Yang menjadi
objek budidaya tanaman ini antara lain tanaman hortikultura, tanaman
pangan, dan tanaman perkebunan. Sementara dari PP RI No. 18 Tahun
2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman menjelaskan bahwa budidaya
2

tanaman adalah berbagai macam kegiatan pengembangan dan pemanfaatan


sumber daya alam nabati yang dilakukan oleh manusia dengan
menggunakan modal, teknologi, ataupun dengan sumber daya lainnya
untuk menghasilkan suatu produk berupa barang yang bisa memenuhi
kebutuhan manusia.

Kebutuhan akan fungsi dari teknologi dibutuhkan dalam berbagai hal,


termasuk dalam bidang pertanian. Dalam hal ini peran teknologi
diperlukan untuk keberhasilan produktivitas usaha tani. Sehingga
perkembangannya begitu pesat dan kehadirannya begitu di andalkan. Di
Indonesia perkembangan teknologi dalam hal pembudidayaan tanaman
sudah semakin meningkat. Hal ini membuat beberapa perusahaan swasta
mulai masuk mengembangkan teknologi di bidang ini. Bahkan untuk kelas
Internasional, khususnya di negara maju, sudah banyak perusahaan yang
memfokuskan bisnisnya untuk mengembangkan teknologi super canggih
untuk memudahkan dan meringankan pekerjaan pekerja tani.

Manfaat teknologi dalam budidaya tanaman:

- Memudahkan dan meringankan kerja petani


- Mendorong terbentuknya jaringan informasi di tingkat lokal bahkan
internasional
- Meningkatkan peluang potensi peningkatan pendapatan dan cara
pencapaiannya
I.2. Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut:

- Mempelajari dan mengetahui teknologi budidaya tanaman


- Mengetahui perbedaan perbanyakan tanaman secara generatif dan
vegetatif
- Agar dapat mengetahui cara melakukan perbanyakan tanaman secara
generatif dan vegetatif
3

- Untuk mempelajari apa saja yang dibutuhkan dalam melakukan


perbanyakan tanaman secara generatif dan vegetatif

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Perbanyakan Tanaman Secara Generatif

Perbanyakan secara generatif biasa disebut dengna perbanyakan


secara kawin atau seksual. Artinya, tanaman diperbanyak melalui benih
atau biji yang merupakan hasil perkawinan atau penyatuan sel jantan dan
sel betina dari tanaman induk. Penyatuan tersebut melalui proses
penyerbukan antara bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala
putik). Penyerbukan dapat terjadi secara alami karena bantuan angin atau
serangga, tetapi saat ini bantuan penyerbukan dapat dilakukan oleh
manusia.

Perbanyakan secara generatif diawali dengan inisiasi bunga hingga


pembentukan biji dan terbentuknya buah. Buah tersebut dipanen dan
diambil bijinya untuk bahan perbanyakan. Biji tersebut merupakan organ
perkembangbiakkan yang terbentuk dalam buah sebagai hasil dari
pendewasaan bakal biji yang dibuahi. Perbanyakan melalui benih atau biji
dilakukan karena alasan lebih praktis, lebih mudah, dan teknis ini
merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk tanaman
tertentu.

Menurut Nursyamsi (2010) menjelaskan bahwa, perbanyakan tanaman


secara generatif memiliki kelebihan yaitu penanganan yang praktis atau
mudah dengan harga yang relatif murah dan tidak memerlukan keahlian
yang khusus. Namun, perbanyakan secara generatif memiliki beberapa
kelemahan seperti penanaman dilakukan pada saat musimnya, keturunan
4

yang dihasilkan kemungkinan tidak sama dengan induknya, persentase


berkecambah yang rendah dan membutuhkan waktu yang agak lama untuk
berkecambah. Purnomoshidi dkk., (2002) menjelaskan bahwa, keunggulan
dari perbanyakan tanaman secara generatif yaitu tanaman memiliki sistem
perakaran yang kuat dan kokoh, lebih mudah diperbanyak dan jangka
waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan kekurangannya yaitu waktu
untuk berbuah lebih lama.

Cara perkembangbiakan tumbuhan secara generatif dapat dibedakan


menjadi konjugasi, isogami, anisogami dan penyerbukan. Tanaman yang
dikembangkan dengan cara-cara tersebut membutuhkan waktu yang lama
untuk berbuah karena proses pertumbuhan tanaman akan berlangsung dari
awal. Tanaman akan tumbuh dari janin terlebih dahulu, baru setelahnya
akan tumbuh membentuk akar tunggang, akar serabut, batang, dan juga
daun. Ditambah lagi jika keadaan biji yang ditanam mengalami masa
dorman, maka waktu yang dibutuhkan bisa menjadi lebih lama lagi. Saat
dorman, biji tidak akan mengalami kegiatan sama sekali selama
berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun.
Sehingga benih yang dorman harus berada dalam situasi dan kondisi yang
cocok untuk pertumbuhannya.

Masa dorman untuk setiap biji atau benih tanaman berbeda-beda.


Benih tanaman jeruk, durian, dan mangga memiliki masa dorman sekitar
satu bulan, sedangkan benih pepaya memiliki masa dorman satu hingga
dua minggu saja. Contoh tanaman yang sering diperbanyak secara
generatif adalah pepaya, semangka, nangka, kelapa, dan masih banyak
lagi.

Untuk saat ini perbanyakan tanaman secara generatif masih banyak


dilakukan terutama untuk menghasilkan jenis tanaman baru yang memiliki
kualitas yang lebih bagus dengan cara menyilangkan beberapa varietas
yang dianggap unggul, seperti halnya pada tanaman semangka tanpa biji.
5

Contoh lainnya adalah pada tanaman transgenik yang juga merupakan


hasil dari pembiakan generatif yang dimana dalam pembuatannya
disusupkan gen bakteri dengan cara merendam biji tanaman dalam larutan
kimia yang mengandung bakteri atau gen tertentu.

II.2. Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif

Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan perbanyakan tak


kawin atau aseksual yang terjadi terjadi tanpa adanya penyatuan sel jantan
dan sel betina tanaman induk melalui penyerbukan. Perbanyakan secara
vegetatif banyak melibatkan regenerasi sel jaringan vegetatif tanaman.
Bagian tanaman yang digunakan adalah cabang, ranting, pucuk, daun,
umbi, dan akar.

Perbanyakan vegetatif pada tanaman dapat terjadi secara alami, tetapi


tidak sedikit pula hasil campur tangan manusia. Jadi, menurut prosesnya,
perbanyakan vegetatif dibagi menjadi tiga: vegetatif alamiah, vegetatif
buatan, dan gabungan vegetatif-generatif. Teknisnya dapat dilakukan
dengan cara cangkok, setek, sambung, dan okulasi.

Vegetatif alami dilakukan tanpa adanya campur tangan manusia,


sehingga terjadi secara alamiah. Biasanya terjadi melalui tunas, umbi, dan
geragih (stolon). Sedangkan vegetatif buatan terjadi dengan bantuan
manusia. Vegetatif buatan terbagi menjadi dua yaitu vegetatif buatan
secara konvensional dan vegetatif buatan secara bioteknologi.
Perbanyakan tanaman melalui vegetatif buatan dilakukan pada tanaman
yang memiliki kambium.

Pada umumnya penggunaan vegetatif buatan tidak dapat dilakukan


pada tanaman berkeping satu (monokotil). Perbanyakan secara vegetatif
buatan dapat dilakukan dengan cara stek, vegetatif alami dan buatan yaitu
dengan cara grafting. Grafting merupakan teknik perbanyakan tanaman
dengan menggabungkan batang bawah tanaman dengan mata tunas induk
yang lain. Perbanyakan secara vegetatif memiliki keunggulan seperti
6

tanaman yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan induknya dan
lebih cepat berbunga serta berbuah. Sedangkan kekurangannya yaitu
membutuhkan pohon induk yang lebih banyak sehingga membutuhkan
biaya yang banyak serta memiliki akar yang kurang kokoh.

Campbell (2003) menjelaskan, perbanyakan tumbuhan secara


vegetatif bertujuan untuk memperbaiki tumbuhan pangan, buah, dan bunga
hias. Sebagian besar metode ini didasarkan pada kemampuan tumbuhan
untuk membentuk akar atau tunas adventif. Sedangkan perbanyakan
vegetatif buatan secara bioteknologi dilakukan dengan cara teknik kultur
jaringan atau sering disebut teknik in vitro.

II.3. Tanah Inceptisol

Tanah merupakan tubuh alam hasil dari berbagai proses dan faktor
pembentuk tanah yang berbeda. Oleh karena itu, tanah mempunyai
karakteristik yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, sehingga
dapat dikelompokkan ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan atas
kesamaan sifat yang dimilikinya. Salah satu ordo (jenis) tanah yang
tersebar secara luas di Indonesia adalah Inceptisols. Jenis tanah ini
diperkirakan memiliki luasan sebesar 70,52 juta ha atau menempati 40
persen dari luas total daratan di Indonesia (Puslittanak, 2003). Melihat
penyebaran Inceptisols yang cukup luas, maka pengembangan tanah ini di
masa yang akan datang memiliki nilai ekonomi yang cukup prospektif.
Oleh karena itu, pengenalan awal tentang tanah Inceptisols akan sangat
menunjang input teknologi dalam meningkatkan output hasil (produksi).

Inceptisols merupakan ordo tanah yang belum berkembang lanjut


dengan ciri-ciri bersolum tebal antara 1.5-10 meter di atas bahan induk,
bereaksi masam dengan pH 4.5-6.5, bila mengalami perkembangan lebih
lanjut pH naik menjadi kurang dari 5.0, dan kejenuhan basa dari rendah
sampai sedang. Tekstur seluruh solum ini umumnya adalah liat, sedang
strukturnya remah dan konsistensi adalah gembur. Secara umum,
7

kesuburan dan sifat kimia Inceptisols relatif rendah, akan tetapi masih
dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan penanganan dan teknologi
yang tepat (Sudirja, 2007).

Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat


tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3
bulan berturut – turut dalam musim – musim kemarau, satu atau lebih
horison pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau
silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir dengan beberapa mineral lapuk
dan kemampuan menahan kation fraksi lempung ke dalam tanah tidak
dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dalam tanah Inceptisol sangat lebar
dan demikian juga kejenuhan basa. Inceptisol dapat terbentuk hampir di
semua tempat kecuali daerah kering mulai dari kutub sampai tropika
(Darmawijaya, 1990).

Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas besar butir berliat


dengan kandungan liat cukup tinggi (35-78%), tetapi sebagian termasuk
berlempung halus dengan kandungan liat lebih rendah (18-35%). Reaksi
tanah masam sampai agak masam (4.6-5.5), sebagian khususnya pada
Eutrudepts reaksi tanahmya lebiih tinggi, agak masam sampai netral (5.6-
6.8). Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang dan
sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungann lapisan atas selalu lebih
tinggi daripada lapisan bawah, dengan rasio C/N tergolong rendah (5-10)
sampai sedang (10-18) (Puslittanak, 2000). Jumlah basabasa dapat tukar
diseluruh lapisan tanah Inceptisol tergolong sedang sampai tinggi.
Kompleks absorbsi didominasi ion Mg dan Ca, dengan kandungan ion K
relatif rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi di
semua lapisan. Kejenuan basa (KB) rendah sampai tinggi. (Damanik, dkk.,
2011).

Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya


mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini
8

tergantung tingkat pelapukan bahan induknya. Masalah yang dijumpai


karena nilai pH yang sangat rendah, sehingga sulit untuk dibudidayakan.
Kesuburan tanahnya rendah, kedalaman efektifnya beragam dari dangkal
hingga dalam. Dataran rendah pada umumnya tebal, sedangkan pada
daerah-daerah lereng curam solumnya tipis. Pada tanah berlereng cocok
untuk tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk menjaga kelestarian
tanah (Munir, 1996).

Inceptisol dijumpai di Indonesia, umpamanya disekitar daerah


GambutMartapura (Kalimantan Selatan) yang disebut Aquept atau
dibeberapa tempat disebelah kanan-kiri sungai Kahayan (Kalimantan
Tengah). Inceptisol juga terdapat di kaki sebelah utara Gunung Salak tidak
jauh dari Bogor, di daerah Lembang (sangat baik untuk sayuran) di
Sumatera Barat (kelapa tumbuh sangat subur), di daerah Kerinci (kopi),
dan Sumatera Utara. Inceptisol di Indonesia terutama di Pulau Jawa
(vertic) Tropa queptis dijumpai disebelah selatan Gunung Muria (Jawa
Tengah), sedangkan (Oxid) Dystropepts dijumpai dipantai barat Sumatera,
Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Di Irian Jaya dijumpai
dibagian tengah 36 sekitar pegunungan Jaya Wijaya, di Nusa Tenggara
Timur dijumpai di Pulau Seram dan Obi (Munir, 1996).

Pada umumnya Inceptisol di Indonesia digunakan untuk pertanaman


padi sawah, tetapi pada tanah lereng cocok untuk tanaman tahunan atau
tanaman permanen untuk menjaga kelestarian tanah. Pada tanah alluvial
dan mediteran yang juga termasuk dalam order Inceptisol memberikan
respon yang sangat baik dibudidayakan ubi jalar varietas local Grompol
dan Unggul Daya dengan pemberian dosis pupuk Urea 200 kg/ha yang
diberikan dua kali pada umur dua minggu dan pada umur delapan minggu
respon tanaman terhadap Urea hingga dosis 200 kg/ha masih linier,
kemungkinan besar hasil umbi masih dapat ditingkatkan lagi bila pupuk
lebih banyak (Munir, 1996).
9

Order tanah inceptisol tergolong tanah muda yang mengalami tahap


perkembangan lebih lanjut, jenis inceptisol dicirikan oleh adanya
perkembangan pencucian hara dan liat pada lapisan atas dan penimbunan
bahan-bahan tersebut pada lapisan bawah yang belum intensif, sehingga
tanah-tanah ini tergolong relatif subur. Sebaran inceptisol merupakan yang
terluas dibandingkan order-order tanah yang lain. Terbentuknya tanah ini
cenderung lebih mudah pada daerah dataran tanah mineral

II.4. Pupuk Organik

Pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik


baik tumbuhan kering (humus) maupun limbah dari kotoran ternak yang
diurai (dirombak) oleh mikroba hingga dapat menyediakan unsur hara
yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pupuk organik sangat penting artinya sebagai penyangga sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga dapat meningkatkan efisiensi
pupuk dan produktivitas lahan (Supartha, 2012). Susunan kimia pupuk
kandang berbeda-beda tergantung dari jenis ternak, umur ternak, macam
pakan, jumlah amparan, cara penanganan dan penyimpanan pupuk yang
berpengaruh positif terhadap sifat fisik dan kimiawi tanah, mendorong
kehidupan mikroba tanah yang mengubah berbagai faktor dalam tanah
sehingga menjamin kesuburan tanah (Sajimin, 2011). Pupuk organik dapat
meningkatkan anion-anion utama untuk pertumbuhan tanaman seperti
nitrat, fosfat, sulfat, borat, dan klorida serta meningkatkan ketersediaan
hara makro untuk kebutuhan tanaman dan memperbaiki sifat fisika, kimia
dan biologi tanah (Lestari, 2015).

Menurut Hadisuswito dan Sukamto dalam Oktavia (2015) pupuk


organik berdasarkan bentuk dan strukturnya dibagi menjadi dua golongan
yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair.

Pupuk organik mengandung asam humat dan asam folat serta zat
pengatur tumbuh yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman
10

(Supartha, 2012). Frekuensi pemberian pupuk dengan dosis yang berbeda


menyebabkan hasil produksi jumlah daun yang berbeda pula dan frekuensi
yang tepat akan mempercepat laju pembentukan daun. Penggunaan pupuk
organik mampu menjadi solusi dalam mengurangi aplikasi pupuk buatan
yang berlebihan dikarenakan adanya bahan organik yang mampu
memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Perbaikan terhadap
sifat fisik yaitu menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi dan drainase,
meningkatkan ikatan antar partikel, meningkatkan kapasitas menahan air,
mencegah erosi dan longsor, dan merevitalisasi daya olah tanah (Kelik,
2010).

Menurut Musnawar dan Suriawiria dalam Sentana (2010), pupuk


organik mempunyai beberapa manfaat. Pertama meningkatkan kesuburan
tanah dikarenakan pupuk organik memiliki kandungan unsur hara makro
(N, P, K) dan mikro (Ca, Mg, Fe, Mn, Bo, S, Zn, Co) yang dapat
memperbaiki komposisi tanah. Unsur organik dapat bereaksi dengan ion
logam seperti Al, Fe, dan Mn yang bersifat racun dan membentuk senyawa
yang kompleks, sehingga senyawa Al, Fe, dan Mn yang bersifat racun di
dalam tanah dapat berkurang (Setyorini dalam Sentana, 2010). Kedua
memperbaiki kondisi fisika, kimia, dan biologi tanah, pupuk organik dapat
melancarkan sistem pengikatan dan pelepasan ion dalam tanah sehingga
dapat meningkatkan kesuburan dalam tanah. Kemampuan pupuk organik
dalam mengikat air dan meningkatkan porositas tanah yang dapt
memperbaiki respirasi tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan akar
dalam tanah. Pupuk organik dapat merangsang mikroorganisme tanah
yang menguntungkan, seperti rhizobium, mikoriza, dan bakteri. Ketiga
aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan, pemakaian pupuk organik
tidak menyebapkan residu pada produksi panen sehingga aman bagi
kesehatan manusia dan lingkungan.

II.5. Pupuk Kimia / Anorganik (Khusus N, P, K)


11

Pupuk anorganik adalah bahan yang mengandung unsur yang


dibutuhkan tanaman dengan kadar hara tinggi. Menurut jenis unsur hara
yang dikandungnya, pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua, yakni
pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara
yang dikandungnya hanya satu macam, biasanya berupa unsur hara makro
primer. Pupuk majemuk adalah bahan yang mengandung lebih dari satu
jenis unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Beberapa contoh pupuk
anorganik adalah urea, TSP, dan NPK (Lingga dan Marsono, 2001).

Pupuk anorganik memiliki keuntungan yaitu (1) pemberiannya dapat


terukur dengan tepat, (2) kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi
dengan perbandingan yang tepat, (3) pupuk anorganik tersedia dalam
jumlah cukup, dan (4) pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya
relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk organik. Pupuk anorganik
mempunyai 5 kelemahan, yaitu (1) harga relatif mahal, (2) mudah larut
dan mudah hilang, (3) menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan
dalam dosis yang tinggi, (4) Unsur yang paling dominan dijumpai dalam
pupuk anorganik adalah unsur N, P, dan K, selain itu hanya mempunyai
unsur makro, (5) pupuk anorganik ini sangat sedikit ataupun hampir tidak
mengandung unsur hara mikro (Lingga dan Marsono, 2000).

II.6. Pestisida Nabati

Pestisida nabati merupakan suatu pestisida yang dibuat dari tumbuh-


tumbuhan yang residunya mudah terurai di alam sehingga aman bagi
lingkungan dan kehidupan makhluk hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai pestisida nabati antara lain tembakau, mimba, mindi,
mahoni, srikaya, sirsak, tuba, dan juga berbagai jenis gulma seperti
babandotan (Samsudin, 2008). Teknik pengendalian hama menggunakan
pestisida nabati yang merupakan pengendalian hama terpadu diharapkan
dapat menciptakan lingkungan yang aman. Pestisida nabati memiliki
berbagai fungsi seperti: Repelan atau penolak serangga misalnya bau
12

menyengat yang dihasilkan tumbuhan. Antifidan atau penghambat daya


makan serangga atau menghambat perkembangan hama serangga.
Atraktan atau penarik kehadiran serangga sehingga dapat dijadikan
tumbuhan perangkap hama (Gapoktan, 2009).

Pestisida nabati adalah pestisida yang berasal dari tumbuhan,


sedangkan arti pestisida itu sendiri adalah bahan yang dapat digunakan
untuk mengendalikan populasi OPT. Pestisida nabati bersifat mudah
terdegradasi di alam (Bio-degredable), sehingga residunya pada tanaman
dan lingkungan tidak signifikan. Indonesia di kenal dengan negara yang
memiliki kekayaan keanekaragaman hayati (Mega-biodiversity) terbesar
kedua di dunia setelah Brazil, termasuk memiliki sejumlah tanaman yang
dapat digunakan sebagai bahan dasar pestisida, baik yang dapat langsung
digunakan atau dengan ekstraksi sederhana dengan air, ekstraksi dengan
pelarut organik lainnya ataupun dengan cara penyulingan, tergantung
kepada tujuan dari formula yang akan dibuat. Oleh karena itu, penggunaan
pestisida nabati di Indonesia perlu diperkenalkan terhadap pengguna, serta
disosialisasikan dan didiseminasikan kepada semua para pemangku
kepentingan (Stake holder). Salah satu caranya adalah dengan menerbitkan
buku “Pestisida Nabati”.

Dengan pemanfaatan pestisida nabati, para petani diharapkan dapat


memenuhi kebutuhan bahan pengendali OPT dengan memanfaatkan
sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka, sehingga pada akhirnya
diharapkan petani mampu berswasembada pestisida. Terdapat beberapa
jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pestisida,
seperti mimba (Azadirachta indica), daun wangi (Melaleuca bracteata),
selasih (Ocimum spp.), serai (Cymbopogon nardus), cengkeh (Syzygium
aromaticum), akar tuba (Deris eliptica), piretrum (Chrysanthemum
cinerariaefolium), kacang babi (Tephrosia vogelii), gadung (Dioscorea
hispida), tembakau (Nicotiana tabacum), Sirsak (Annona muricata),
srikaya (Annona squamosa), suren (Toona sureni), dan lainnya.
13

Penerapan pestisida nabati di lapangan pastinya dilakukan dengan


campuran bahan lain dan dibuat dalam bentuk ramuan seperti membuat
jamu. Ramuan pestisida ini tidak menjamin berhasil atau efektif di semua
lokasi atau daerah. Dengan cara sederhana maka petani dapat membuat
sendiri ramuan pestisida nabati yang dibutuhkan.Dalam penggunaanya,
pestisida nabati cenderung bersifat mudah terurai di alam, residunya cepat
hilang, tidak mencemari lingkungan, dan aman bagi makhluk hidup. Selain
itu, pestisida nabati memiliki kandungan bioaktif yang kurang kuat
sehingga daya bunuhnya lemah. Oleh karena itu, pestisida ini lebih tepat
disebut sebagai pestisida pengendali pathogen dan bukan sebagai
pembasmi patogen (Setiadi, 2012).

Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun,


bunga, buah, biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolit
sekunder atau senyawa bioaktif. Beberapa tanaman telah diketahui
mengandung bahan- bahan kimia yang dapat membunuh, menarik, atau
menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga
yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu
siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku
serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000). Senyawa bioaktif tersebut
apabila diaplikasikan ke tanaman yang terinfeksi organisme pengganggu
tidak berpengaruh terhadap fotisintesa, pertumbuhan atau aspek fisiologis
tanama lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem saraf otog,
keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa penolak, penarik, “anti
makan” dan sistem pernafasan OPT (Rhudy, 2003). Menurut Rhudy
(2003), secara evolusi tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia yang
merupakan bahan metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan
sebagai alat pertahanan alami bioaktif. Lebih dari 2 400 jenis tumbuhan
yang termasuk kedalam 235 famili dilaporkan mengandung bahan
pestisida, oleh karena itu apabila tumbuhan tersebut dapat diolah menjadi
bahan pestisida, maka masyarakat petani tersebut akan sangat terbantu
14

dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya. Ada 4


kelompok insektisida nabati yang telah lama dikenal yaitu :

a. Golongan nikotin dan alkaloid lainnya, bekerja sebagai insektisida kontak,


fumigan atau racun perut, terbatasnya pada serangga yang kecil dan
bertubuh lunak.

b. Piretrin, berasal dari Chrysanthemum cinerarifolium, bekerja menyerang


urat syaraf pusat, dicampur dengan minyak wijen, talk atau tanah lempung
digunakan untuk lalat, minyak, kecoa, hama gudang dan hama penyerang
daun.

c. Rotenone dan rotenoid, berasal dari tanaman Derris sp dan bengkuang


(Pachyrrzus eroses) aktif sebagai racun kontak dan racun perut untuk
berbagai serangga hama, tapi bekerja sangat lambat.

d. Azadirachta indica, bekerja sebagai “antifeedant” dan selektif untuk


serangga pengisap sejenis wereng dan penggulung daun, baru terurai
setelah satu minggu. Senyawa bioaktif ini dapat dimanfaatkan seperti
layaknya sintetik, perbedaannya bahan aktif pestisida nabati disintesa oleh
tumbuhan dan jenisnya dapat lebih dari satu macam (campuran). Bagian
tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, batang dan sebagainya
dapat digunakan dalam bentuk utuh, bubuk ataupun ekstrak (air atau
senyawa pelarut organik). Bila senyawa (ekstrak) ini akan digunakan di
alam, maka tidak boleh mengganggu kehidupan hewan lain yang bukan
sasarannya (Rhudy, 2003).
II.7. Pestisida Kimia

Pestisidia kimia merupakan bahan kimia yang digunakan untuk


membunuh hama, baik insekta, jamur maupun gulma. Pestisida kimia telah
secara luas digunakan untuk tujuan membrantas hama dan penyakit
tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida kimia juga digunakan dirumah
tangga untuk memberantas nyamuk, kecoa dan berbagai serangga
15

penggangu lainnya. Dilain pihak pestisida kimia ini secara nyata banyak
menimbulkan keracunan pada orang (Runia Y, 2008).

Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk


membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Pestisida berasal dari
bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuhan. Yang
dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan
pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur),
bakteria dan virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus,
burung, dan hewan lain yang dianggap merugikan (Subiakto sudamo,
1991).

Bahan aktif pestisida yang ditemukan mencapai 53 jenis, untuk


insektisida didominasi golongan piretroid (41,38%), Organofosfat
(13,79%), Karbamat (10,34%). Untuk fungisida sekitar 73,91% berupa
mancozeb yang termasuk dalam golongan dithiocarbamat(Marinajati
DKK, 2012). Menurut WHO bahan aktif ini termasuk dalam golongan U
(tidak menimbulkan bahaya akut dalam dosis normal), golongan III (cukup
berbahaya), golongan II (berbahaya), hingga golongan Ib (sangat
berbahaya). Sebanyak 12% dari keseluruhan insektisida yang ditemukan
yaitu triazofos (organofosfat), metamidofos (organofosfat), karbofuran
(karbamat) dan beta siflutrin (ptieroid).

Formulasi menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk,


komposisi, dosis, frekuensi serta jasad sasaran apa pestisida dengan
formulasi tersebut dapat digunakan secara efektif. Selain itu, formulasi
pestisida juga menentukan aspek keamanan penggunaan pestisida dibuat
dan diedarkan dalam banyak macam formulasi, sebagai berikut:
(Djojosumarto, 2008).

A. Formulasi Padat
16

a. Wettable Powder (WP),merupakan sediaan bentuk tepung (ukuran


partikel beberapa mikron) dengan kadar bahan aktif relatif tinggi (50-
80%), jika dicampur dengan air akan membentuk suspensi.
Pengeplikasian WP dengan cara disemprotkan.

b. Soluble Powder (SP), merupakan formulasi berbentuk tepung yang


jika dicampurkan dengan air akan membentuk larutan homogen.
Digunakan dengan cara disemprotkan.

c. Butiran, merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif


rendah (2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7-1 mm.
Pengaplikasian dengan cara ditaburkan.

d. Water Dispersible Granule (WG atau WDG), berbentuk butiran


formulasi WDG harus diencerkan terlebih dahulu dengan air dan
pengaplikasiaanya dengan cara disemprotkan.

e. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan
dengan air terlebih dahulu digunakan dengan cara disemprotkan.
Bedanya, jika dicampur dengan air SG akan membentuk larutan
sempurna.

f. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai berbentuk tepung


(ukuran partikel 10–3 mikron) dengan konsentrasi bahan aktif rendah
(2%) digunakan dengan cara dihembuskan (dusting).

B. Formulasi Cair
a. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC),
merupakan sediaan berbentuk pekat (konsentrat) cair dengan
kandungan bahan aktif yang cukup tinggi. Jika dicampur dengan air
akan membentuk emulsi (butiran benda cair yang melayang dalam
media cair lainnya). Bersama formulasi WP, formulasi EC merupakan
formulasi klasik paling banyak digunakan saat ini.

b. Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip


dengan EC, jika dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan
17

akan membentuk larutan homogen. Formulasi ini digunakan dengan


cara disemprotkan.

c. Aquaeous Solution (AS), merupakan pekatan yang bisa dilarutkan


dnegan air. Umumnya pestisida yang memiliki kelarutan tinggi dalam
air, formulasi ini digunakan dengan cara disemprotkan.

d. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair, jika dicampur air


pekatan cair ini akan membentuk larutan. Pestisida ini digunakan
dengan cara disemprotkan.

e. Ultra Low Volume (ULV), ntuk penyemprotan dengan volume ultra


rendah, yaitu volume semprot antara 1 -5 liter/hektar. Formulasi ULV
umumnya berbasis minyak karena untuk penyemprotan dengan
volume ultra rendah digunakan butiran semprot yang sangat halus.
II.8. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan hormon sintetis dari luar


tubuh tanaman. Zat pengatur tumbuh memiliki fungsi untuk merangsang
perkecambahan, pertumbuhan akar, dan tunas. Zat pengatur tumbuh dapat
dibagi menjadi beberapa golongan yaitu auksin, sitokinin, giberelin, dan
inhibitor. Zat pengatur tumbuh golongan auksin adalah Indol Asam Asetat
(IAA), Indol Asam Butirat (IBA), Naftalen Asam Asetat (NAA), dan 2,4
D Dikhlorofenoksiasetat (2,4 D). Zat pengatur tumbuh yang termasuk
golongan sitokinin adalah Kinetin, Zeatin, Ribosil, Benzil Aminopurin
(BAP) atau Benziladenin (BA). Zat pengatur tumbuh golongan giberelin
yaitu GA 1, GA 2, GA 3, GA 4, sedangkan ZPT yang termasuk golongan
inhibitor adalah fenolik dan asam absisik (Hendaryono dan Wijayani,
1994).

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemakaian ZPT


antara lain adalah dosis, kedewasaan tanaman, dan lingkungan. Pemberian
ZPT pada tanaman yang belum dewasa justru akan memperburuk
pertumbuhannya, karena secara fisiologis tanaman tersebut belum mampu
18

berbunga. Faktor lingkungan 9 yaitu suhu, kelembaban, curah hujan,


cuaca, dan cahaya sangat berpengaruh terhadap aplikasi ZPT. Bila kondisi
lingkungan sesuai dengan kebutuhan tanaman, ZPT yang diberikan akan
dapat segera diserap tanaman. Penggunaan dosis ZPT yang tepat dapat
mempengaruhi proses pembungaan tanaman. Dosis yang kurang atau
berlebihan menyebabkan pengaruh ZPT menjadi hilang, sedangkan dosis
yang tinggi akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Endah, 2001).

Zat pengatur tumbuh dapat mempengaruhi aktivitas jaringan pada


berbagai organ atau sistem organ tanaman. Zat pengatur tumbuh tidak
memberi tambahan unsur hara karena bukan pupuk. Fungsi ZPT dalam
jaringan tanaman adalah mengatur proses fisiologis pembelahan dan
pemanjangan sel, serta mengatur pertumbuhan akar, batang, daun, bunga,
dan buah (Saptarini, Widiyati, Sari, dan Sarwono, 1988).

Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan sitokinin dan auksin.


Auksin mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia,
konsentrasi, dan jaringan tanaman yang diberi perlakuan. Pada umumnya
auksin digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus, kultur suspensi,
dan akar, yaitu dengan memacu pemanjangan dan pembelahan sel di
dalam jaringan kambium (Pierik, 1987). Untuk memacu pembentukan
kalus embriogenik dan struktur embrio somatik seringkali auksin
diperlukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi.

Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengontrol


proses biologi dalam jaringan tanaman (Davies, 1995; Gaba, 2005).
Perannya antara lain mengatur kecepatan pertumbuhan dari masingmasing
jaringan dan mengintegrasikan bagian-bagian tersebut guna menghasilkan
bentuk yang kita kenal sebagai tanaman. Aktivitas zat pengatur tumbuh di
dalam pertumbuhan tergantung dari jenis, struktur kimia, konsentrasi,
genotipe tanaman serta fase fisiologi tanaman (Satyavathi et al., 2004;
19

George, 1993; Dodds dan Roberts, 1982). Dalam proses pembentukan


organ seperti tunas atau akar ada interaksi antara zat pengatur tumbuh
eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh
endogen yang diproduksi oleh jaringan tanaman (Winata, 1987).
Penambahan auksin atau sitokinin ke dalam media kultur dapat
meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam sel,
sehingga menjadi “faktor pemicu” dalam proses tumbuh dan
perkembangan jaringan. Untuk memacu pembentukan tunas dapat
dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinin eksogen
(Poonsapaya et al., 1989).

II.9. Persemaian Tanaman Buah-Buahan

Persemaian (nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan


memproses benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang
siap tanam di lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal
di lapangan dari kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan
merupakan kunci pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan
penanaman.

Tujuan penyemaian benih adalah untuk mengurangi kematian akibat


tanaman yang belum siap dengan kondisi lapangan. Baik itu
melindunginya dari cuaca ataupun gangguan lainnya. Tujuan lainnya
adalah:

1. Memberikan pertumbuhan secara maksimal

Dengan unsur hara yang komplit dan media yang diberikan baik, menjadikan bayi
tanaman sangat terdukung oleh persemaian, dan tentu risiko untuk tidak tumbuh
semakin sedikit

2. Pemeliharaan yang optimal

Biasanya persemaian lebih rapi dan mudah dalam perawatan, dari sedemikian
banyaknya tanaman yang membutuhkan persemaian sangat penting kita rawat.
20

Dari itu tujuan persemaian bisa memudahkan kita mengontrol serta merawat
tanaman.

3. Tanaman akan mudah beradaptasi

Tanaman yang masih kecil tentu akan merasa kaget apabila langsung berada pada
lingkuungan yang ekstrim. Dengan adanya persemaian, tanaman akan mudah
beradaptasi dengan lingkungan eksternal yang ekstrim.

4. Persemaian untuk pengganti tumbuhan yang mati

Tanaman yang mungkin mati atau layu di lapangan, bisa diganti dengan tanamna
yang ada di persemaian sebagai gantinya atau disebut dengan penyulaman.

Tanaman yang memerlukan tahap penyemaian biasanya yang


mempunyai siklus panen menengah hingga panjang dan memiliki benih
yang kecil-kecil. Untuk tanaman dengan siklus panen cepat seperti bayam
dan kangkung, tahap penyemaian menjadi kurang ekonomis. Sedangkan
untuk tanaman yang memiliki biji besar, sebaiknya ditanam dengan
ditugal. Tanaman yang berbiji besar relatif tahan terhadap kondisi
lingkungan karena didalamnya telah terkandung zat yang berguna
menopang awal pertumbuhan. Beberapa jenis hortikultura yang biasa
disemaikan antara lain tomat, cabe, sawi, selada dan sebagainya.

Proses penyemaian memerlukan tempat dan perlakuan khusus yang


berbeda dengan kondisi lapangan. Untuk itu diperlukan tempat persemaian
yang terpisah dengan areal tanam. Tempat persemaian bisa dibuat
permanen ataupun sementara. Media persemaian bisa berupa tray, tercetak,
polybag atau bedengan biasa. Berikut ini tahapan-tahapan mempersiapkan
media persemaian.

Hal pertama yang harus disiapkan adalah media tanam. Sebagai


tempat benih/biji berkecambah media tanam ini harus terjamin dari segi
ketersedian nutrisi, kelembaban dan struktur baik. Media persemaian yang
alami terdiri dari campuran tanah dan bahan-bahan organik yang memiliki
21

kandungan hara tinggi. Selain itu ketersediaan air dalam media persemaian
harus mencukupi atau tingkat kelembaban yang relatif lebih tinggi dari
areal tanam biasa.

Tanah yang baik untuk media persemaian diambil dari bagian atas
(top soil). Sebaiknya ambil tanah dengan kedalaman tidak lebih dari 5 cm.
Tanah yang baik merupakan tanah hutan, atau tanah yang terdapat di
bawah tanaman bambu. Tanah tersebut memiliki karakteristik yang baik,
terdiri dari campuran lempung dan pasir. Lempung benrmanfaat sebagai
perekat media tanam sedangkan pasir bermanfaat untuk memberikan
porositas yang baik.

Untuk memperkaya kandungan hara bisa ditambahkan dengan pupuk


organik. Bisa berupa pupuk kandang yang telah matang atau pupuk
kompos. Hal yang penting adalah haluskan pupuk tersebut dengan cara
diayak. Struktur yang kasar tidak baik untuk pertumbuhan benih/biji yang
baru berkecambah karena perakarannya masih terlalu lembut. Campurkan
bagian tanah dan pupuk organik dengan rasio 1:1. Atau bisa disesuaikan
dengan kondisi masing-masing. Cirinya, setelah dicampurkan ditambah air
teksturnya bisa solid (bisa dikepal tidak ambrol) namun tidak becek.

Adapun tahapan penyemaian tanaman buah yaitu sebangai berikut :

1. Memilih Wadah Semai

Wadah semai (tempat untuk penyemaian) antara lain nampan, tray, polibag, pot,
kaleng bekas, dsb. 57 Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan wadah semai
adalah bagian dasar wadah harus diberi lubang secukupnya untuk kelancaran
sirkulasi air (agar kelebihan airnya keluar dari wadah tersebut, sehingga media
semainya tidak becek atau kelebihan air). Bisa juga bagian samping dari wadah
tersebut diberi lubang untuk lebih memperlancar sirkulasi air.

2. Media Semai
22

Media semai dapat berupa campuran tanah, pasir atau sekam bakar, dan kompos
atau pupuk kandang dengan perbandingan 1-2 : 1 : 1. Di pasaran sudah banyak
tersedia media tanam tunggal (sudah berupa campuran tanah dsb) yang bisa
digunakan langsung untuk menyemai benih tersebut. Sebelum menggunakan
media tanam yang dibeli di pasaran, sebaiknya media tanam tersebut dibuka
terlebih dulu selama 1 hari di tempat teduh / terbuka yang terlindung dari sinar
matahari langsung dan hujan. Tujuannya untuk mendinginkan hawa panas yang
ada di dalam kemasannya, barulah kemudian media tanam tsb siap digunakan.
Yang terpenting, pada saat benih atau bibit dimasukkan ke media semai, media
semainya harus "gembur (tidak padat dan keras)", sehingga akar bibit/benih yang
akan tumbuh nantinya leluasa menembus media semai tersebut.

3. Menyemai Benih (Belum Bertunas)

Yang dimaksud benih belum bertunas adalah benih yang tidak melalui proses
germinasi (perkecambahan). Jadi benar-benar masih berbentuk biji
tanaman/tumbuhan. 58 Sehari sebelum menebar benih, masukkan media tanam ke
wadah semai (tray/pot/polibag). Kemudian basahi terlebih dulu media tanam, dan
upayakan media tanam dalam kondisi gembur (tidak padat). • Untuk benih yang
halus seperti butiran pasir, menyemainya cukup ditaburkan secara merata di
permukaan media tanam dengan diberi jarak antar benih (maksudnya jangan
menumpuk) dan jangan ditutupi lagi dengan media tanam (tanah). • Untuk benih
berukuran kecil, menyemainya/menanamnya ditaburkan secara merata di
permukaan media tanam dengan diberi jarak antar benih (maksudnya jangan
menumpuk), lalu tutup benih dengan media tanam tipistipis, sehingga posisi benih
sedikit terbenam di media tanam tsb. • Untuk benih berukuran sedang/besar,
masukkan benih dengan kedalaman 0,2 - 4,5 cm (tergantung ukuran benihnya,
untuk melihat kedalaman dari masing2 benih, silakan klik nama tanaman pada
tabel di bawah sendiri). Kedalaman yang dimaksud adalah ketebalan tanah yang
menutupi benih/biji tersebut. Cara memasukkannya dengan membuat lubang kecil
terlebih dulu sedalam 0,2 - 4,5 cm ditambah ketebalan benih. Selanjutnya benih
diletakkan di dalam lubang tsb, kemudian tutupi dengan media semai/tanam
23

(tanah) di sekitar benih tsb. Jika menggunakan tray khusus penyemaian, sebaiknya
setiap kotak cukup diisi 1 benih (untuk benih ukuran besar). Jika benihnya ukuran
sedang, maka isilah dengan 1-2 benih. 59 Setelah itu, siram dengan semprotan air
yang halus (sebaiknya menggunakan alat sprayer). Tutup wadah semai
menggunakan plastik bening yang diberi beberapa lubang kecil, sehingga
kelembaban media semai/tanam lebih terjaga. Jika media semainya (tanahnya)
kering dan akan disiram, buka terlebih dulu plastiknya baru disiram dan tutup
kembali. Ketika nanti sudah muncul tunas atau berkecambah, maka buka tutup
plastik tersebut dan jangan ditutupi lagi dengan plastik.

4. Menyemai Bibit (Benih Bertunas)

Yang dimaksud benih bertunas adalah benih yang sudah mengeluarkan tunasnya
atau berkecambah, berarti benih tersebut sudah melalui proses germinasi
(perkecambahan). Sehari sebelum menebar benih bertunas, masukkan media
tanam ke wadah semai (tray / pot / polibag). Selanjutnya basahi terlebih dulu
media tanam, dan upayakan media tanam dalam kondisi gembur (tidak padat).
Kemudian masukkan benih bertunas ke media tanam dengan kedalaman 0,4 - 11
cm (tergantung ukuran benihnya, untuk melihat kedalaman dari masing2 benih
bertunas, silakan klik nama tanaman pada tabel di bawah sendiri). Cara
memasukkannya dengan membuat lubang kecil terlebih dulu sedalam 0,4 - 11 cm,
selanjutnya benih bertunas diletakkan di dalam lubang tsb dengan posisi akar di
bawah dan tunasnya di atas. Kemudian tutupi benihnya dengan media tanam
(tanah) di sekitar benih bertunas tsb, dimana sebagian tunasnya harus muncul di
permukaan tanah. Jika menggunakan tray khusus penyemaian, sebaiknya setiap
kotak cukup diisi 1 benih bertunas. Jika sulit melepaskan benih bertunas dari
media germinasi (kapas/tisu/kain) akibat akarnya melilit kapas/tisu/kain atau
kawatir akarnya patah saat dilepaskan dari kapas/tisu/kain. Maka sobek atau
gunting saja kapas/tisu/kain 60 di sekitar benih yang bertunas, dan letakkan benih
tsb di dalam lubang bersama kapas/tisu/kainnya. Nanti kapas/tisu/kain tsb akan
hancur menjadi tanah. Setelah itu, siram dengan semprotan air yang halus
(sebaiknya menggunakan alat sprayer).
24

5. Lokasi Persemaian

Lokasi untuk meletakkan wadah semai tergantung dari jenis biji/benih/bibit


tanamannya. Ada yang membutuhkan sinar matahari penuh, berarti diletakkan di
lokasi yang terang. Ada yang sebaliknya, justru layu jika terkena matahari
langsung, berarti harus diletakkan di tempat yang teduh.

6. Merawat Persemaian

Perawatan persemaian meliputi penyiraman, penjarangan bibit, serta pencegahan


hama dan penyakit. Bibit di persemaian harus mendapatkan air yang cukup dan
teratur untuk pertumbuhannya, sehingga persemaian perlu dijaga agar tidak kering
dan tidak terlalu basah. Caranya disemprot dengan semprotan air yang halus
(gunakan alat spray), dilakukan 1 - 2 kali sehari (pagi dan sore) tergantung
kondisinya. Jika kondisi media tanamnya lembab, penyemprotan air cukup sekali
sehari, bahkan cukup 2 hari sekali. Kelebihan penyiraman cenderung lebih
berdampak negatif dibandingkan kekurangan penyiraman. Selalu perhatikan benih
yang tumbuh, apakah terlalu rapat atau tidak. Jika terlalu rapat (nyaris menumpuk
antar benih), maka lakukan penjarangan, yaitu pindahkan benih yang terlalu rapat
ke tempat lain sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penumpukan. 61 Penyakit
yang sering menyerang bibit yang baru tumbuh adalah busuk daun dan busuk
akar. Pencegahan dilakukan dengan cara menjaga persemaian tidak terlalu basah
serta menyemprot dengan pestisida yang sesuai. Pada umumnya, bila kelebihan
penyiraman, maka daun akan mulai menguning dari bagian bawah. Seandainya
terjadi demikian, maka segera hentikan penyiraman. Sebaliknya, bila kekurangan
penyiraman, maka daun akan terlihat layu, kemudian mulai kering dan akhirnya
rontok. Jadi ketika daun terlihat layu, berarti kurang penyiramannya, dan ketika
daun menguning berarti kelebihan penyiraman. Setelah bibit tumbuh cukup besar
(memiliki 2-7 helai daun, tergantung jenis tanamannya), maka bibit tersebut
dipindahkan ke media tanam (tempat menanam yang dipersiapkan).
25

III. METODOLOGI

III.1. Tempat dan Waktu

Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Budidaya, dilaksanakan di UPT


(Unit Percobaan Teknis), Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Serta di
Pangkalan Kerinci, Pelalawan untuk kegiatan stek, cangkok, dan sambung
pucuk. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 27 Februari 2020 sampai
dengan tanggal 04 Mei 2020, dilaksanakan pada hari Rabu, pukul 15.00
WIB sampai dengan selesai

III.2. Alat dan Bahan


III.2.1.Budidaya Tanaman (Kacang Panjang)
26

Adapun alat yang digunakan pada saat kegiatan buddaya tanaman


kacang panjang ini berlangsung sebagai berikut:

- Alat Pelindung Diri


- Cangkul
- Ajir
- Penggaris
- Gembor
- Parang
- Gunting
- Plastik
- Tali rapia
- Meteran
- Alat tulis

Adapun bahan yang digunakan pada saat kegiatan buddaya tanaman kacang
panjang ini berlangsung sebagai berikut:

- Lahan atau bedengan seluas 2x3 m


- Benih kacang panjang
- Pupuk kandang
- Pupuk kompos
- Tanah top soil
- Furadan
- Air
- Benih kacang panjang
III.2.2.Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Penyetekan (Setek)
Pada Tanaman Hias

Adapun alat yang digunakan pada saat kegiatan perbanyakan tanaman vegetatif
melalui penyetekan ini berlangsung sebagai berikut:

- Cutter
- Polybag
27

Adapun bahan yang digunakan pada saat kegiatan perbanyakan tanaman vegetatif
melalui penyetekan ini berlangsung sebagai berikut:

- Bunga kertas
- Bunga pucuk merah
- Tanah bercampur pupuk
III.2.3.Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Pencangkokan Pada
Tanaman Buah

Adapun alat yang digunakan pada saat kegiatan perbanyakan tanaman vegetatif
melalui pencangkokan ini berlangsung sebagai berikut:

- Cutter
- Plastik transparan
- Tali rapia

Adapun bahan yang digunakan pada saat kegiatan perbanyakan tanaman vegetatif
melalui pencangkokan ini berlangsung sebagai berikut:

- Tanah
- Pohon mangga
- Air
- Bawang merah
III.2.4.Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melaui Sambung Pucuk Pada
Tanaman Hias

Adapun alat yang digunakan pada saat kegiatan perbanyakan tanaman vegetatif
melalui sambung pucuk ini berlangsung sebagai berikut:

- Cutter
- Tali rafia
- Plastik es

Adapun bahan yang digunakan pada saat kegiatan perbanyakan tanaman vegetatif
melalui sambung pucuk ini berlangsung sebagai berikut:
28

- Batang atas (Bougenville Coconut Ice)


- Batang bawah (Bougenville Afterglow)
III.3. Cara Kerja
III.3.1.Budidaya Tanaman (Kacang Panjang)

Adapun cara kerja dalam praktikum budidaya kacang panjang adalah


sebagai berikut.

1. Pembukaan dan pembersihan lahan


a Membuat rintisan dan mengimas, Vegetasi yang berdiameter hingga 10 cm
dipotong dan dibabat, untuk memudahkan penebangan pohon yang
berdiameter lebih dari 10 cm. Pekerjaan ini dilakukan dengan
menggunakan parang atau kapak.
b Menebang dan merencek, Pohon kayu yang besar di areal tersebut
ditebang kemudian dicincang (direncek). Alat yang digunakan parang dan
kapak atau gergaji rantai (chainsaw).
c Membuat pancang jalur tanam / pancang kepala, Jalur tanam dibuat
menurut jarak antar barisan tanaman (gawang). Hal ini untuk memudahkan
pembersihan jalur tanam.
d Membersihkan jalur tanam, Hasil rencekan ditempatkan diantara jalur
tanaman, dengan jarak 1 meter di kiri–kanan pancang. Dengan demikian
diperoleh 2 meter jalur yang bersih dari potongan kayu-kayuan.
2. Pembuatan Bedengan
a Sebelum membuat bedengan, terlebih dahulu bersihkan lahan dari
kemungkinan adanya batu-batuan kerikil besar, akar tanaman yang
mengganggu, atau batu cadas yang terkadang juga tertimbun pada lahan
sebelum dibuatkan bedengan.
b Setelah dibersihkan lahannya, selanjutnya adalah membajak tanah dengan
cara dibolak-balik tanahnya hingga cukup halus, pastikan juga bahwa
tinggi tanah yang dibajak setinggi 25 - 30 cm.
29

c Pembajakan tanah selesai, maka selanjutnya mendesain tanah membentuk


bedengan-bedengan dan juga galangan yang menghubungkan satu
bedengan/galangan satu dengan lainnya.
d Ukuran bedengan yang digunakan dengan panjang 3 cm, lebar 2 cm, dan
tinggi bedengan adalah 25 - 30 cm. Sebaiknya bedengan/galangan
dibuatkan membujur dari arah utara ke selatan supaya proses fotosintesis
tanaman kedelai berjalan optimal pada waktu pagi hari.
e Buatkan juga saluran irigasi di antara bedengan satu dengan bedengan
lainnya, hal ini sangat positif supaya air dapat tertampung pada wadah
yang optimal.
3. Pemberian Pupuk dasar
a Dilakukan bersamaan pembuatan bedengan, mengaduk tanah dan
membolak balikkan pupuk.
b Pecahkan bagian pupuk kandang yang menggumpal.
c Bolak balikkan tanah hingga pupuk tercampur merata
4. Penanaman
a Buatlah lubang tanam tugalan dengan kedalaman 2-4 cm, dan jarak antar
lubang tanam berkisar 40 cm x 30 cm.
b Masukkan bibit kedalam lubang tanam yang telah dibuat.
c Tutup lubang dengan mengambil tanah disekitarnya.

III.3.2.Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Penyetekan (Stek) Pada


Tanaman Hias

Adapun cara kerja dalam praktikum stek tanaman hias adalah sebagai
berikut.

1. Siapkan peralatan yang terdiri dari gunting tanaman, pisau, plastik


penutup, tali plastik, pot dan media tanam.
2. Siapkan media tanam dengan campuran pasir, dengan humus bambu.
30

3. Pilih batang puring yang sudah terlihat tua untuk dipotong. Cirinya cukup
mudah perhatikan kulit bila sudah berwarna cokelat seperti kulit kayu
berarti batang sudah siap di stek.
4. Potong dengan menggunakan cutter yang sudah dibersihkan.
5. Bila daun terlihat rimbun potong di bagian bawah dengan menyisakan
sekitar 5-7 daun. Tujuannya untuk mengurangi penguapan yang harus di
jaga selama proses stek.
6. Lapisan atas gunakan campuran tanah dengan pupuk kompos hingga
penuh. Tekan media tanam hingga batang bisa berdiri tegak.
7. Siram media tanam
8. Tempatkan ditempat teduh.
III.3.3.Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Pencangkokan Pada
Tanaman Buah

Adapun cara kerja dalam praktikum mencangkok tanaman buah adalah


sebagai berikut.

1. Ranting pohon mangga dikerat dan dikupas kulit kayunya ± sepanjang 5


cm tanpa menyisakan sedikitpun kulit.
2. Kerok dengan cutter di sekelilingnya agar kambiumnya benar-benar
hilang.
3. Oleskan bawang merah, karena bawang merah mengandung zat
perangsang akar alami (opsional).
4. Pastikan  kambium pada batang pohon mangga telah hilang seluruhnya
sebelum hendak dicangkok dan dibungkus dengan tanah. Hal ini cukup
penting supaya hasil cangkokan nantinya dapat tumbuh optimal.
5. Pada bagian bawah keratan (yang dekat dengan pangkal batang pohon
mangga) ikatlah kantong plastik / sabut pembungkus tadi dengan tali, lalu
isi dengan media tanah secukupnya ke dalam kantong
6. Setelah terisi dengan media tanah, ikat bagian atas kantong dengan tali
sehingga menyerupai kapsul. Usahakan keratan bagian atas berada pada
31

posisi di tengah-tengah bungkusan, agar nanti ketika tumbuh akar berada


pada bagian yang lebar dan banyak tanahnya.
7. Pastikan pula bahwa ventilasi antara lingkungan luar dan media tanam
(tanah) sebanding, dengan memberi lubang-lubang kecil yang banyak
pada plastik pembungkus tanah cangkok.
8. Untuk mempercepat pertumbuhan akar pada batang cangkok, sebaiknya
lakukan penyiraman secara teratur, jangan sampai tanaman yang
dicangkok mengalami kekeringan pada media tanahnya karena tidak
pernah disiram.
9. Akar akan tumbuh pada batang/cabang pohon mangga yang dikupas dan
ditutupi dengan tanah yang subur setelah usia cangkokan sekitar satu-dua
bulan. Biasanya sudah bisa dilihat dari luar, tapi bisa juga membuka
plastik pembungkusnya untuk memastikan tumbuh tidaknya akar. Setelah
dirasa akar cangkokan tersebut telah cukup, potong hasil cangkokan dan
segera tanam di tanah yang gembur dan subur atau bisa juga dimasukkan
ke dalam polybag.
III.3.4.Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melaui Sambung Pucuk Pada
Tanaman Hias

Adapun cara kerja dalam praktikum sambung pucuk tanaman hias


adalah sebagai berikut.

1. Cuci tangan agar steril, kemudian kita siapkan dulu entris bagian atas yang
akan kita iris miring di sebelah kiri dan sebelah kanan yang menyerupai
sebuah mata kapak, usahakan panjangnya sama antara kiri dan kanan kira-
kira panjang irisan 2 cm atau 3 cm. Untuk entres ini usahkan cari entres
dari tanaman yang berkualitas unggul. Pada saat pengirisan diusahakan
satu kali irisan agar kambium tidak terluka, maksud satu kali irisan adalah
dipotong dari sisi atas sampe bawah dalam sekali iris, supaya nantinya
proses penyatuan dapat berhasil sempurna potongan harus lurus dan tidak
bergelombang supaya sambungan kita nantinya dapat rapat dan udara
32

lembab tidak masuk karena dapat membuat berairnya sambungan yang


berakibat gagalnya proses sambungan kita.
2. Setelah selesai mengerjakan entris batang atas kita lanjut mengerjakan
batang bawah yaitu carilah tanaman yang tumbuh secara sempurna sehat
dan segar juga terhindar dari hama, biasanya dalam satu tanaman terdapat
banyak batang yang tumbuh, diantara batang-batang tersebut pilihlah
batang yang besarnya kira-kira sebesar pensil tapi harus sesuaikan dengan
besar entres batang atas karena kesesuaian penting utuk teknik ini. Setelah
kita dapatkan pokok batang bawah yang bagus kita potong kira-kira
tingginya 10 cm sampai 15 cm. jangan terlalu ke bawah karena saat
penyiraman bisa tergenang air. Kemudian kita belah pokok bawah panjang
belahan harus sama dengan irisan entres atau batang mata tunas. Misalnya
entres atau batang mata tunas 3 cm maka panjang belahan juga harus 3 cm.
3. Setelah belahan pokok batang bawah selesai kita selipkan entres atau
potongan batang mata tunas ke pokok batang bawah, ingat jangan digesar-
geser dan jagan pula diulang-ulang menyelipkan ke pokok batang bawah
karena akan merusak kambium setelah pas terpasang sempurna, barulah di
ikat mengunakan plastik es mambo yang dapat di tarik jadi panjang. Ingat
dalam pengikatan harus pas maksudya tidak boleh terlalu kuat dan jangan
juga terlalu longgar karena jika terlalu kuat tanaman akan tercekik tapi jika
terlalu longgar kerapatan sambungan tidak akan sempurna dan air juga
mudah masuk, kemudian jika air masuk ini sangat fatal karena akan
menyebabkan busuknya entres atau batang mata tunas. Setelah selesai
pengikatan sisa plastik pengikat atau grafting tape bisa dibalutkan ke
entres sampe ke pucuknya atau benar-benar terbalut agar kelembaban
entres terjaga, dan jika kalau memang sisa pengikat sambungan tidak
cukup untuk membalut entres bisa kita gunakan cungkup mengunakan
plastik.
4. Setelah kita ikat sempurna dan di balut atau di cungkup kita bisa
menunggu kira-kira 21 hari bisa kurang juga lebih intinya kalau sudah ada
mata tunas yang sudah tumbuh tunas baru tandanya sambungan kita
33

berhasil buka dan singkirkan balutan plastik yang ada pada entres. Hanya
cungkup atau balutan dibagian atas yang di buka karena dapat menganggu
tunas-tunas baru yang akan tumbuh dan berkembang untuk ikatan di
bagian bawah bisa nunggu kira-kira sambungan sudah kuat dan menyatu
sempurna yang di tandai dengan tanaman sudah membesar, pada
sambungan muncul lekukan-lekukan dan ikatan tadi mulai menganggu
atau menyekik tanam barulah di buka agar tidak patah nantinya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1. Hasil

Dari hasil penelitian pertumbuhan, stek batang pada tanaman hias Bunga Kertas
(Bougenville) dan Bunga Pucuk Merah yang dilakukan dapat saya hasilkan data
sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pengamatan


34

Nama Tanaman Waktu Perubahan


Hari ke-0 (Penanaman) Tidak ada
Minggu ke-1 (Setelah
Belum terlihat
Bunga Kertas Penanaman)
(Bougenville) Daun mulai gugur, daun baru
Minggu ke-2
mulai tumbuh
Minggu ke-3 Mulai tumbuh cabang-cabang
Hari ke-0 (Penanaman) Tidak ada
Minggu ke-1 (Setelah
Belum terlihat
Bunga Pucuk Penanaman)
Merah Minggu ke-2 Daun mulai gugur
Mulai tumbuh cabang dan
Minggu ke-3
pucuk

IV.2. Pembahasan
IV.2.1. Budidaya Tanaman (Kacang Panjang)

Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semak, menjalar,


semusim dengan tinggi ± 2,5 m. Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak
berwarna hijau dengan permukaan licin. Daunya majemuk, lonjong,
berseling panajng 6-8 cm lebar daun 3-4,5 cm, tepi rata, pangkal
membulat, ujungnya lincip, bertulang menyirip, tangkai silindris panjang ±
4 cm, dan berwarna hijau.

Bunga tanaman ini terdapat pada ketiak daun, majemuk, tangkai


silindris, panjang kurang lebih 12 cm, berwarna hijau keputih putihan,
mahkota berbentuk kupu-kupu, berwarna putih keunguan benang sari
bertangakai, panjang kurang lebih 2 cm, berwarna putih, kepala sari
kuning, putik bertangakai, berwarna kuning, panjang kurang lebih 1 cm.
Dan berwarna ungu. Buah tanaman ini berbentuk polong, berwarna hijau,
dan panjang ± 15-25 cm. Bijinya lonjong pipih berwarna coklat muda.
Akarnya tunggang berwarna coklat muda.
35

Dari hasil pengamatan yang saya lakukan di lapangan selama kurang


lebih 2 bulan, saya jadi lebih tahu dan paham bagaimana cara
pembudidayaan tanaman kacang panjang.

Pada lahan yang kami gunakan untuk praktikum ini menggunakan


sistem pola monokultur. Sistem ini diterapkan pada penanaman kacang
tanah dan kacang panjang. Pola tanam disinimerupakan usaha yang
dilakukan dengan melaksanakan penanaman pada sebidang lahan
denganmengatur susunan tata letak dari tanaman dan tata urutan tanaman
selama periode waktu tertentu,termasuk masa pengolahan tanah dan masa
tidak ditanami selama periode tertentu. Sedangkantanam adalah
menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada media tanam baik
mediatanah maupun media bukan tanah dalam suatu bentuk pola tanam.
Dalam penerapannya pada bidang pertanian pola tanam tentu harus
dilaksanakan dengan sistem yang benar dan sesuaidengan kondisi lahan
yang akan di jadikan sebagai media tanam.

Pola penanaman dapat dengan dua sistem yaitu sistem monokultur dan
polikultur. Pola tanamyang kami gunakan adalah sistem monokultur.
Monokultur adalah penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu
penanaman yang sama. Sedangkan polikultur adalah penanaman lebih
darisatu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Monokultur
adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu
jenistanaman pada satu areal. Kelebihan sistem ini yaitu teknis
budidayanya relatif mudah karenatanaman yang ditanam maupun yang
dipelihara hanya satu jenis. Kelemahan utamanya adalah keseragaman
kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT,
sepertihama dan penyakit tanaman).

Dalam kegiatan penanaman kacang panjang setelah tanah diolah dan


siap ditanami, maka dibuat lubang tanam dengan menggunakan ajir
berukuran 10 cm, dengan jarak tanam 40x30 cm dan setiap lubang
36

dimasukan 1 biji, kemudian lubang ditutup dengan tanah, penutupan


lubang tanam ini jangan terlalu tebal, karena bisa memperlambat
perkecambahan bahkan biji bisa mengalami kebusukan.

Hal yang harus diperhatikan dalam budidaya tanaman kacang panjang


yang pertama adalah pembukaan lahan, yang mana lahan tersebut yang
mampu menunjang keberhasilan dan kelancaran dalam pembudidayaan
tanaman kacang panjang. Lahan yang akan digarap harus di bersihkan dari
gulma dan sisa-sisa tanaman yang lama guna mencegah adanya predator
dan hama yang mana pada suatu saat nanti akan menyerang pertumbuhan
tanaman kacang panjang.

Kemudian setelah lahan selesai di garap atau di bersihkan selanjutnya


adalah penanaman benih kacang panjang. Dari hari pertama benih
ditanamkan dalam kurun waktu 3 hari benih tersebut sudah mulai
berkecambah dan flumula telah terlihat dan muncul pada permukaan
tanah. Setelah umur dua minggu kacang panjang sudah terlihat bahwa
pertumbuhanya sangatlah cepat di bandihkan dengan tanaman yang lain,
pertubuhan kancang panjang dalam 24 jam mencapai 15 cm. Adapun
perlakuan perawatan pada kacang panjang ialah, penyiraman pagi dan sore
hari, penyulaman bibit yang mati dan disulami dengan bibit yang baru
guna menyeragamkan pertumbuhan kacang panjang, pemupukan yang
mana untuk menambah unsur hara padah tanah berpasir, penyiangan
membersihkan gulma-gulma yang berada di sekitar tanaman agar tidak
menggagu pertumbuhan kacang panjang, pemasangan ajir untuk di mana
tempat penopang pertumbuhan buah kacang panjang, pengendalian hama
dan penyakit agar tanaman tidak terserang dan tidak rusak sehingga
menghasilkan pertumbuhan dan hasil yang maksimal.

Ciri-ciri polong siap panen adalah ukuran polong telah maksimal,


mudah dipatahkan dan biji-bijinya dalam polong tidak menonjol. Waktu
panen yang baik pagi/sore hari. Umur tanaman siap panen 2,5-3 bulan.
37

Cara penennya dengan memotong tangkai buah selepas panen, polong


dikumpulkan lalu di ikat dengan bobot yang sesuai saat di panen biasanya
bobot maksimal 1 kg dan siap di pasarkan.

IV.2.2. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Penyetekan (Stek) Pada


Tanaman Hias

Stek merupakan salah satu cara pembiakan vegetatif buatan, yaitu


dengan cara memotong bagian dari tubuh tanaman agar muncul perakaran
baru. Bagian tanaman yang dapat disetek antara lain : bagian akar, batang,
daun maupun tunas. Pembiakan vegetatif dalam perbanyakan tanaman
yang lebih mudah dilakukan adalah dengan melakukan penyetekkan yang
memotong bagian tanaman induk untuk dapat menghasilkan tanaman yang
baru tetapi dalam stek tanaman yang dihasilkan sifatnya sama dengan
tanaman induknya. Manfaat penyetekan adalah : memperoleh tanaman
yang sama atau lebih unggul dari induknya dan waktu yang dibutuhkan
untuk perbanyakan relatif singkat.

Dari hasil pengamatan, peranan media tanaman membuat perakaran


ini akan menentukan persentase akar-akar stek yang dibentuk serta macam
bentuk akar stek. Kelembaban juga termasuk salah satu faktor penting
yang dapat mempengaruhi stek sebelum berakar. Apabila kelembaban
rendah, stek akan mati karena pada umumnya stek yang kekurangan
kandungan air akan kekeringan sebelum membentuk akar. Dari data di
bagaian hasil, hal ini disebabkan oleh stek yang terlindungi dari cahaya
matahari langsung untuk mempertahankan temperatur dan kelembaban.
Sedangkan media yang dipakai antara lain terdiri dari campuran tanah
dengan pupuk kompos.

Lalu, di hasil pengamatan stek tanaman Bunga Kertas, pada minggu


ke-2 tanaman Bunga Kertas belum muncul tunasnya tetapi Daun mulai
gugur, daun baru mulai tumbuh. Pada minggu ke-3 mulai tumbuh cabang-
cabangnya. Untuk tanaman Bunga Pucuk Merah, pada minggu ke-2,
38

tanaman Bunga Pucuk Merah hanya mengalami beberapa pengguguran


daun. Dan pada mingu ke-3, mulai tumbuh cabang-cabang yang disertai
dengan pucuknya.

Terbentuknya akar pada stek merupakan indikasi keberhasilan dari


stek. Adapun hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek
adalah faktor lingkungan dan faktor dari dalam tanaman.

1. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek


yaitu: media perakaran, suhu, kelembaban, dan cahaya. Media perakaran
berfungsi sebagai pendukung stek selama pembentukan akar, memberi
kelembaban pada stek, dan memudahkan penetrasi udara pada pangkal
stek. Media perakaran yang baik menurut Hartman (1983) adalah yang
dapat memberikan aerasi dan kelembaban yang cukup, berdrainase baik,
serta bebas dari patogen yang dapat merusak stek. Media perakaran stek
yang biasa dipergunakan adalah tanah, pasir, campuran gambut dan pasir,
perlite dan Vermikulit. Suhu perakaran optimal untuk perakaran stek
berkisar antara 21oC sampai 27oC pada pagi dan siang hari dan 15oC pada
malam hari. Suhu yang terlampau tinggi dapat mendorong perkembangan
tunas melampaui perkembangan perakaran dan meningkatkan laju
transpirasi.

2. Faktor Dari Dalam Tanaman

Kondisi fisiologis tanamn mempengaruhi penyetekan adalah umur


bahan stek, jenis tanaman, adanya tunas dan daun muda pada stek,
persediaan bahan makanan, dan zat pengatur tumbuh.

a. Umur Bahan Stek

Stek yang berasal dari tanaman muda akan lebih mudah berakar dari pada yang
berasal dari tanaman tua, hal ini disebabkan apabila umur tanaman semakin tua
maka terjadi peningkatan produksi zat-zat penghambat perakaran dan penurunan
39

senyawa fenolik yang berperan sebagai auksin kofaktor yang mendukung inisiasi
akar pada stek.

b. Jenis Tanaman

Tidak semua jenis tanaman dapat dibiakkan dengan stek. Keberhasilan dengan
cara stek bergantung pada kesanggupan jenis tersebut untuk berakar. Ada jenis
yang mudah berakar dan ada yang sulit. Kandungan lignin yang tinggi dan
kehadiran cincin sklerenkim yang kontinyu merupakan penghambat anatomi pada
jenis-jenis sulit berakar, dengan cara menghalangi tempat munculnya adventif.

c. Adanya Tunas dan Daun Pada Stek

Adanya tunas dan daun pada stek berperan penting bagi perakaran. Bila seluruh
tunas dihilangkan maka pembentukan akar tidak terjadi sebab tunas berfungsi
sebagai auksin. Selain itu, tunas menghasilkan suatu zat berupa auksin yang
berperan dalam mendorong pembentukan akar yang dinamakan Rhizokalin.

d. Persediaan Bahan Makanan

Persediaan bahan makanan sering dinyatakan dengan perbandingan antara


persediaan karbohidrat dan nitrogen (C/N ratio). Ratio C/N yang tinggi sangat
diperlukan untuk pembentukan akar stek yang diambil dari tanaman dengan C/N
ratio yang tinggi akan berakar lebih cepat dan banyak dari pada tanaman dengan
C/N ratio rendah.

IV.2.3. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melalui Pencangkokan Pada


Tanaman Buah

Pada kegiatan praktikum Dasar-Dasar Teknologi Budidaya dengan


materi perbanyakan cara cangkok dilakukan proses pencangkokan di
tanaman pohon mangga. Tanaman mangga merupakan satu diantara
banyak tanaman buah yang memenuhi syarat untuk dilakukan
pencangkokan, tanaman mangga memiliki kandungan kambium yang
40

relatife lebih banyak dan mudah untuk dilakukan pencangkokan


dibandingkan dengan tanaman buah lainnya.

Proses pencangkokan tanaman pohon mangga dilakukan pada tanggal


24 April 2020, estimasi pertumbuhan hasil cangkok sekitar dua sampai
tiga bulan. Praktikum perbanyakan cangkok ini dilakukan pada puncak
musim kemarau dengan suhu lingkungan yang relatif kering dan panas.
Proses pencangkokan yang baik dengan hasil yang optimal maka
dilakukan dengan proses hati-hati dimulai dari pengupasan atau
penyayatan pada cabang tanaman mangga yang sebelumnya telah
dilakukan seleksi dan pemilihan dengan kriteria cabang tanaman yang
lurus menjulang ke atas, memiliki ukuran yang sedang dan berumur tidak
terlalu muda atau terlalu tua. Proses selanjutnya yang dilakukan adalah
menyiapkan tanah humus atau kompos sebagai media pertumbuhan akar
baru yang akan dibalutkan pada kupasan bagian cabang tanaman mangga,
pembalutan tanah humus pada cabang cangkok dilakukan dengan
berimbang serta diikat mengelilingi balutan dibungkus kantong plastik
rapat untuk mencegah pergeseran posisi pelekatan tanah humus.

Proses selanjutnya yakni melakukan penyiraman secara rutin pada


balutan cangkok untuk menjaga suhu, kelembaban, serta lingkungan
tumbuh perakaran. Teknik penyiraman pencangkokan dapat dilakukan
dengan beberapa variasi seperti penggunaan selang model infus untuk
menyalurkan air pada balutan cangkokan dengan rutin dan tercukupi.
Pencangkokan cabang tanaman mangga akan menumbuhkan perakaran
baru melalui proses penumpukan makanan atau hormon pertumbuhan
berupa aoksin hasil fotosintat di klorofil daun. Pada cabang cangkokan
tanaman mangga yang sudahsiap untuk di potong ditandakan dengan
munculnya perakaran baru pada balutan karungplastik berupa tonjolan-
tonjolan akar.
41

Dalam melakukan pencangkokan membutuhkan persyaratan agar


mendapatkan hasil yang baik dan maksimal, baik dari segi fisik maupun
lingkungan sekitarnya. Beberapa persyaratan antaralain; tiadak dapat
dibiakkan dengan cara layarage lain, kemudian dari segi pemilihan batang
yaitu memiliki batang/cabang yang berdiameter besar dan tinggi dengan
pemilihan pohon induk dari tanaman induk yang sehat dan kuat dipilih
dari varietas yang telah dikenal sifat buah yang diinginkan. Pohon induk
dipilih dari pohon yang bentuk cabangnya lurus, panjang cabang kira-kira
sebesar jari telunjuk orang dewasa dan sebaiknya dipilih cabang atu dahan
yang telah berumur satu tahun. Selain dengan persyaratan tersebut perlu
diperhatikan beberapa hal antaralain; pelaksanaan mencangkok sebaiknya
dilakukan pada waktu musim penghujan agar meringankan pemeliharaan
terutama dalam hal penyiraman. Pemilihan batang cangkok, sebaiknya
batang cangkoan jangan diambil dari pohon induk yang terlalu tua karena
biasanya dahan pohon induk kurang baik untuk dicangkok juga jangan
mengambil dari pohon yang terlalu muda karena sifatnya kebanyakan
belum terlihat. Kemudian dari segi pemeliharaan, jika pencangkokan
dilakukan pada musim kemarau sebaiknya bibit disiram dua kali sehari.
Pada musim penghujan penyiraman dilakukan seperlunya sesuai dengan
situasi untuk mempercepat pertumbuhan akar.

IV.2.4. Perbanyakan Tanaman Vegetatif Melaui Sambung Pucuk Pada


Tanaman Hias

Pada praktikum kali ini dibahas mengenai perkembangbiakan tanaman


secara vegetatif dengan teknik grafting atau sambung pucuk. Grafting
merupakan salah satu metode perbanyakan vegetatif buatan. Grafting atau
penyambungan dapat diartikan sebagai teknik menyambung dua jaringan
tanaman hidup sehingga keduanya bergabung menjadi suatu individu baru.
Prosedur penyambungan yang pertama adalah memilih batang tanaman
yang akan digunakan sebagai batang bawah dan batang atas tanaman. Hal
ini dikarenakan dapat mempengaruhi pertumbuhan dari hasil
42

penyambungan, dimana batang atas yang seharusnya dipakai adalah


batang atas yang berasal dari pohon induk yang kuat dan bebas dari
keabnormalan tumbuh dan hama penyakit, berbatang lurus serta
berdiameter lebih dari 1 cm, berasal dari tanaman buah-buahan tanaman
hias yang berkualitas tinggi. Dan untuk tanaman bagian bawahnya
diharapkan dari tanaman yang kekuatan perakarannya cukup dan tahan
terhadap tanah yang tidak menguntungkan termasuk penyakit dalam tanah,
mempunyai adaptasi yang baik, mempunyai kecepatan tumbuh yang
sesuai dengan batang atas yang digunakan, dan tidak mengurangi kualitas
maupun kuantitas tanaman yang terbentuk sebagai hasil sambungan. Oleh
karena itu keberhasilan dari teknik penyambungan sangat dipengaruhi oleh
kompatibilitas antara dua jenis tanaman yang disambung. Pada umunya
semakin dekat keakraban antar dua tanaman yang disambung maka
presentasi keberhasilan dari penyambungan adalah tinggi.

Keberhasilan grafting ditentukan pula oleh kecepatan terjadinya


pertautan antara batang atas dan batang bawah. Pertautan ini ditentukan
oleh proses pembelahan sel dan bergabungnya kambium pada bagian yang
akan bertautan. Berkembangnya sel pada kambium sehingga kedua batang
bisa menyatu dan menjadi individu sangat dipengaruhi oleh kuatnya ikatan
dan keadaan suhu. Oleh karena itu mengikat sambungan sebaiknya dari
bawah kemudian memutar keatas dan membuat ikatan batang tersebut
benar-benar kuat. Selain itu untuk menjaga agar suhu lingkungan
sambungan tetap terjaga dengan baik maka sambungan perlu ditutupi atau
diberi sungkup plastik. Sungkup tersebut juga melindungi sambungan dari
penguapan akibat sinar matahari, tetesan air hujan yang dapat merusak
sambungan dan gangguan akibat hama penyakit tumbuhan. Dan salah satu
penyebab ada beberapa teknik sambungan yang gagal adalah suhu yang
tidak menentu. Hal ini juga dapat mengakibatkan kegagalan, karena suhu
sangat mempengaruhi penyambungan untuk mencegah pembusukan. Oleh
karena itu, penggunaan sungkup pada teknik grafting sangat diperlukan.
43

Menyambung merupakan teknik mengembangbiakan tanaman


secara vegetatif yang sudah umum diketahui. Pernyataan diatas didukung
oleh beberapa ahli perkembangbiakan tanaman bahwa ada 119 teknik
menyambung. Dari sekian banyak teknik tersebut dapat digolongkan
menjadi beberapa kelompok, yaitu Approach Grafting ( penyusuan)
penyambungan dimana batang atas dan batang bawah masing-masing
berhubungan dengan sistem perakaran masing-masing. Pada umumnya
penyambungan Approach Grafting digunakan bila sukar untuk
mengunakan tanaman dengan cara-cara lain, kemudian teknik sambung
cara Inarching yakni penyambungan yang bisa dilakukan pada pohon-
pohon tua yang dekat dasarnya dikelilingi oleh tanamanp muda. Dalam
penyambungan ini dimaksudkan agar pohon yang tua tersebut dibantu
pertumbuhannya dalam pengambilan zat-zat makanan oleh tanaman muda
(sebagai batang bawah). Cara yang ketiga adalah dengan Bridge Grafting
yakni penyambungan yang bermaksud menyatukan kembali atau
menghubungakan kembali jaringan yang terpisah akibat kerusakan batang.
Cara yang umum dilakukan adalah cara tatahan atau dengan cara saluran
kerena sederhana dan sama rata.Sedangkan cara yang terahir adalah
metode Detached Scion Grafting, Pada penyambungan ini hanya batang
bawah yang berhubungan dengan akar dan batang atas diambil dari bagian
tanaman lain yang lepas dari akarnya. Macam dari Detached Scion
Grafting adalah sambung pucuk, sambung samping, dan sambung akar.

Pada praktikum kali ini teknik grafting yang digunakan adalah


teknik miring pemotongan Bougenville Coconut Ice sebagai calon batang
atas dan Bougenville Afterglow calon batang bawah dibuat miring atau
diagonal. Tahap awal membuat sambungan ini adalah dengan memilih
calon batang atas yaitu tanaman muda, yang sudah tumbuh sempurna
kemudian memotongnya kira-kira 15 - 22,5 cm. Kemudian memotongnya
miring kurang lebih 3,75 - 5 cm dari pangkal potongan tadi. Begitu juga
perlakuan pada calon batang bawah yang dipotong miring pada ujung
44

batang. Kedua batang yang telah diiris dengan bentuk yang sama
kemudian diikat dengan plastik. Cara pengikatan hasil sambungan dimulai
dari bawah keatas. Agar sambungan ini tetap terjaga suhu dan keamanan
sambungan maka sambungan ditutupi dengan sungkup plastik.

Berdasarkan dari praktikum ini, teknik grafting dengan teknik


miring memiliki persentase keberhasilan tetinggi. Hal tersebut dikarenakan
keserasian bentuk potongan teknik miring yang lebih tepat serta
persentuhan kambium lebih luas karena permukaan potongan dibentuk
miring atau diagonal hal tersebut membuat kegiatan pertumbuhan
kambium dan fisiologis tanaman berlangsung dengan baik.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


V.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka, dapat disimpulkan:

1. Cara Budidaya tanaman kacang panjang yang baik merupakan sebuah konsep
bagaimana menanam kacang panjang, agar kacang panjang yang kita tanam
nantinya memiliki kualitas yang baik dan meningkatkan daya saing produk,
yaitu bebas kontaminasi bahan kimia maupun biologi dan aman untuk
dikonsumsi. Di samping itu konsep budidaya kacang panjang yang baik juga
menolong kita agar dalam proses pemeliharaan kedelai menjadi lebih efektif,
efisien, memperkecil resiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan
pelangggan, menjamin kesempatan ekspor dan ramah lingkungan.
2. Perbanyakan secara generatif biasa disebut dengna perbanyakan secara kawin
atau seksual. Artinya, tanaman diperbanyak melalui benih atau biji yang
merupakan hasil perkawinan atau penyatuan sel jantan dan sel betina dari
tanaman induk. Sedangkan perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan
perbanyakan tak kawin atau aseksual yang terjadi terjadi tanpa adanya
penyatuan sel jantan dan sel betina tanaman induk melalui penyerbukan.
45

Perbanyakan secara vegetatif banyak melibatkan regenerasi sel jaringan


vegetatif tanaman. Bagian tanaman yang digunakan adalah cabang, ranting,
pucuk, daun, umbi, dan akar.
3. Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan salah satu cara
perbanyakan tumbuhan yang di lakukan secara tidak kawin atau secara
aseksual.
 Stek (cutting atau stuk) atau potongan adalah menumbuhkan
bagian atau potongan tanaman, sehingga menjadi tanaman baru.
Perbanyakan dengan stek juga memberikan beberapa keuntungan yang
dapat mendukung produktivitas tanaman.
 Cangkok adalah cara perkembangbiakan pada tumbuhan dengan
menanam batang atau dahan yang  diusahakan berakar terlebih dahulu
sebelum di potong dan di tanam di tempat lain.
 Sambung pucuk merupakan perbanyakan tanaman gabungan antara
perbanyakan secara generatif (dari persemaian biji) dengan salah satu
bagian vegetatif (cabang/ranting) yang berasal dari tanaman lain.

V.2. Saran

Saran yang dapat saya sampaikan sebagai praktikan, sebaiknya


praktikan lebih menghargai waktu pada saat dilakukannya praktikum,
praktikum harus dilaksanakan secara sistematis dan tersusun agar produksi
yang dihasilkan optimal. Dalam pemilihan benih dan bibit haruslah benar-
benar diperhatikan agar dapat tumbuh dengan apa yang diharapkan serta
praktikan harus dapat memberikan perlakuan dan perawatan yang
maksimal untuk meningkatkan produksi. Praktikan lebih memahami
materi sebelum dilaksanakannya praktikum agar pada saat praktikum lebih
nyambung dengan penjeasan asisten. Perbanyakan secara vegetatif yang
telah dilakukan yaitu stek tanaman hias, cangkok pada jambu biji, dan
sambung pucuk. Sehingga ke depannya mampu melakukan perbanyakan
vegetatif yang lainnya seperti merunduk dan lainnya.
46

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-budidaya-tanaman/.
Diakses tanggal 28 April 2020.

Gunawan, Endang. 2016. Perbanyakan Tanaman. Jakarta. PT AgroMedia


Pustaka

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2012. Pestisida Nabati. Bogor.

Hasim, I. 2003. Aneka Permasalahan Tanaman Hias dan Pemecahannya.


Penebar    Swadaya. Jakarta.
47

LAMPIRAN

Pembukaan Lahan Pembuatan Bedengan


48

Pengukuran Lubang Tanam Benih Kacang Panjang

Memasukkan Benih Hasil Akhir Bedengan


Ke Lubang Tanam Yang Sudah Ditanam

Penyiraman Lahan Pembuatan Lanjaran


49

Pemupukan Hasil Panen

Stek Tanaman Hias Pencangkokan Mangga


50

Sambung Pucuk
Tanaman Hias

Anda mungkin juga menyukai