Anda di halaman 1dari 33

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
semua limpahan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah
Mata Kuliah Manajemen Agribisnis Pangan dan Hortikultura yang berjudul
“Manajemen Agribisnis Tanaman Pangan di Kabupaten Pelalawan” ini
meskipun dengan sangat sederhana.

Harapan penulis semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah
wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki
bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Sebagai penulis, saya mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang


terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati saya
berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi
lebih memperbaiki makalah ini. Atas perhatiannya saya ucapkan terima
kasih.

Pekanbaru, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2. Tujuan........................................................................................................................... 3
1.3. Manfaat......................................................................................................................... 3
BAB II. ISI....................................................................................................................... 4
2.1. Pentingnya Pengamatan Mulai Dari Produksi dan Konsumsi................4
2.1.1. Pentingnya Pengamatan Sisi Produksi....................................................5
2.1.2. Pentingnya Pengamatan Sisi Konsumsi..................................................6
2.2. Prospek Komoditi Dari Sisi Permintaan (Ekspor atau Impor) dan Daya
Saing.................................................................................................................................. 6
2.3. Permasalahan Komoditi Dari Sistem Agribisnis..........................................8
2.3.1. Agribisnis Hulu................................................................................................. 8
2.3.2. Agribisnis On Farm.......................................................................................... 9
2.3.3. Agribisnis Hilir............................................................................................... 10
2.3.4. Pemasaran........................................................................................................ 10
2.3.5. Penunjang......................................................................................................... 11
2.4. Analisis Usahatani Tanaman Pangan Padi...................................................11
2.5. Pemasaran dalam Agribisnis Dari Tanaman Pangan Padi....................15
a. Lembaga Pemasaran yang Terlibat................................................................15
b. Saluran Pemasaran................................................................................................ 16
c. Efisiensi Pemasaran.............................................................................................. 17
d. Fungsi Pemasaran.................................................................................................. 18
2.6. Risiko dalam Agribisnis Tanaman Pangan Padi........................................20
2.7. Teknologi Alternatif dalam Upaya Pengembangan Tanaman Pangan
Padi....................................................................................................................................22
2.8. Kelembagaan Pendukung dalam Pengembangan Tanaman Pangan
Padi...................................................................................................................................23
BAB III. PENUTUP..................................................................................................... 27
3.1. Kesimpulan............................................................................................................... 27

ii
3.2. Saran........................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 29

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman pangan merupakan setiap jenis tumbuhan yang mengandung


nutrisi yang dibutuhkan sebagi sumber energi manusia, nutrisi tersebut
adalah karbohidrat dan protein. Tanaman tersebut menjadi sumber energi
bagi manusia, dan menjadi makanan pokok yang dikonsumsi. Tanaman
pangan dapat dibedakan menjadi beberapa kriteria diantaranya: Serealia
(Padi, Gandum, Sorgum); Biji-bijian (Kacang tanah, Kedelai, Kacang hijau);
Umbi-umbian (Ubi jalar, Talas, Singkong, Kentang, Ganyong); Tanaman
lainnya (Sukun, Sagu).

Beberapa ahli mendefinisikan tanaman pangan merupakan setiap jenis


tumbuhan yang dimanfaatkan oleh manusia dalam kurun waktu yang lama di
kawasan mereka misalnya di hutan, sebagai kebutuhan pangan mereka
(Sunarti, 2007). Setiap sesuatu yang tumbuh dan memiliki daun, batang, akar,
dan bisa dikonsumsi manusia, itulah definisi tumbuhan yang dikemukakan.
Tumbuhan pangan didapat dari berbagai hasil hutan misalnya : sayur-
sayuram, buah-buahan, kacang-kacangan, dan tumbuhan tersebut
mengandung karbohidrat (Poerwadarminta, 2013).

Pangan merupakan komoditas yang strategis, karena fungsinya untuk


memenuhi kebutuhan pokok manusia yang sekaligus bagian dari pemenuhan
hak asasi dari setiap rakyat Indonesia (Riyadi, 2003). Hal ini tertuang di
dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1996 Tentang Pangan yang menyatakan
tujuan pangan, yaitu mencapai kecukupan pangan akan menentukan kualitas
sumber daya manusia dan sekaligus ketahanan bangsa. Untuk mencapai
tujuan tersebut, kebijakan pangan dilakukan guna menjamin ketersediaan
pangan setiap saat dalam jumlah yang cukup, merata, aman, bermutu, bergizi,
beragam, dan dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat.

Pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa.


Banyak contoh negara dengan sumber ekonomi cukup memadai tetapi
mengalami kehancuran karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan
bagi penduduknya.

Komoditi pangan yang akan dibahas di makalah adalah tanaman padi.


Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan
utama di Indonesia, karena sebagian besar dari penduduk Indonesia
mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokok. Permintaan akan beras
terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia

1
ataupun dunia, dan terjadinya perubahan pola makanan pokok pada
beberapa daerah tertentu, dari umbi-umbian ke beras.

Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu


peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan
bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem ini masih beragam
antar lokasi. Rata-rata hasil 4.7 ton/ha, sedangkan potensinya dapat
mencapai 6 –7 ton/ha. (Pramono et al., 2005). Penyebab rendahnya
produksi padi di Indonesia salah satunya karena pada umumnya petani
masih membudidayakan padi tidak sesuai aturan, seperti pengolahan tanah
dan pemberian takaran pupuk tidak sesuai dengan ketentuan yang
dianjurkan serta masih mendominasinya petani mengunakan sistem
konvensional. Produksi padi Indonesia masih belum mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat pada
tahun 2015 ini Indonesia melakukan impor beras sebanyak 750 ribu ton
untuk memenuhi kebutuhan beras nasional (BPS, 2015). Kementerian
Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS) (2016) memperkirakan produksi
padi pada 2016 bakal naik 3,74 juta ton atau sekitar 4,97 persen dibanding
tahun lalu. Produksi padi 2016 diperkirakan sebanyak 79,14 juta ton,
sedangkan 2015 sebanyak 75,39 juta ton.

Kabupaten Pelalawan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau,


Indonesia, dengan ibu kota Pangkalan Kerinci. Kabupaten ini merupakan
hasil pemekaran dari Kabupaten Kampar. Jumlah penduduk kabupaten ini
pada tahun 2018 berjumlah 460.780 jiwa, dengan luas wilayah 13.067,29
km². Kabupaten Pelalawan juga menghasilkan cukup banyak tanaman-
tanaman pangan. Dilihat dari potensi wilayah tanaman padi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu potensi lahan sawah dan potensi lahan kering. Lahan
sawah meliputi sawah pasang surut dan sawah tadah hujan dengan potensi
15.310 ha.Lahan pasang surut banyak dibudidayakan di daerah sepanjang
Sungai Kampar. Sedangkan potensi lahan kering mencapai 846.376 ha yang
sebagian besar terdiri dari ladang, tegalan, dan perkebunan.

Total produksi padi tahun 2013 mencapai 41.506,77 ton. Kecamatan di


Kabupaten Pelalawan dengan produksi padi terbesar adalah Kecamatan
Kuala Kampar (39.082,55 ton). Produksi padi di Kabupaten Pelalawan
disumbang dari lahan pasang surut dan tadah hujan. Belum ada sistem irigasi
teknis. Tanaman palawija dengan luas panen terbesar adalah jagung, yang
sebagian besar diusahakan di Kecamatan Teluk Meranti dengan luas panen
mencapai 4.921 ha. Selain jagung tanaman palawija lain yang diusahakan
antara lain: ubi kayu, kedelai, ubi jalar, kacang tanah dan talas.

2
1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Praktikum Manajemen Agribisnis Pangan dan Hortikultura serta
untuk mengetahui:

1. Produksi dan konsumsi padi di Kabupaten Pelalawan


2. Prospek permintaan ekspor dan impor hingga daya saing tanaman
padi
3. Permasalahan sistem agribisnis padi di Kabupaten Pelalawan
4. Analisis usahatani padi
5. Pemasaran agribisnis padi di Kabupaten Pelalawan
6. Risiko dalam agribisnis padi di Kabupaten Pelalawan
7. Teknologi alternative dalam upaya pengembangan padi
8. Kelembagaan pendukung dalam pengembangan padi.

1.3. Manfaat

Setelah membaca makalah ini, penulis mengharapkan para pembaca


memahami tentang:

1. Produksi dan konsumsi padi di Kabupaten Pelalawan


2. Prospek permintaan ekspor dan impor hingga daya saing tanaman
padi
3. Permasalahan sistem agribisnis padi di Kabupaten Pelalawan
4. Analisis usahatani padi
5. Pemasaran agribisnis padi di Kabupaten Pelalawan
6. Risiko dalam agribisnis padi di Kabupaten Pelalawan
7. Teknologi alternative dalam upaya pengembangan padi
8. Kelembagaan pendukung dalam pengembangan padi.

3
BAB II. ISI

2.1. Pentingnya Pengamatan Mulai Dari Produksi dan Konsumsi

Proses produksi konsumsi merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat


dipisahkan dalam suatu masyarakat. Proses ini melibatkan banyak pihak
yang saling bergantung satu dengan lainnya. Produsen menghasilkan produk
yang kemudian dinikmati oleh konsumen. Selama ini, produk-produk yang
beredar di masyarakat hanya mengungkapkan informasi sebatas kandungan-
kandungan yang terdapat di produk tersebut dalam kadar informasi yang
sedikit. Padahal sebenarnya terdapat banyak cerita mengenai apa yang
dilakukan oleh produsen untuk dapat menghasilkan produk-produk tersebut
baik yang secara langsung maupun tidak langsung.

Masyarakat sebagai konsumen mulai memiliki pola pikir yang lebih tajam,
tidak hanya peduli pada faktor pemenuhan kebutuhan pribadi sesaat saja,
namun juga peduli pada penciptaan kesejahteraan jangka panjang. Mereka
semakin menyadari adanya hubungan antara gaya hidup dan konsumsi
individu dengan masalah-masalah sosial dan lingkungan yang besar.
Hubungan yang dimaksud disini adalah bagaimana perilaku konsumtif
mereka ternyata merupakan salah satu bagian dari rantai panjang yang
menghubungkan berbagai macam aspek yang melibatkan berbagai pihak lain
serta memberikan dampak kepada pihak-pihak tersebut.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi yang


mengakibatkan terjadinya perubahan dan perkembangan masyarakat
dengan menimbulkan masalah-masalah sosial dan tuntutan-tuntutan yang
serba modern serta kehidupan serba glamour tidak tersentuh dan terlupakan
oleh sebagian penduduk pedesaan yang status sosial ekonomi pada tingkat
pra sejahtera dan tingkat sejahtera, kehidupan penduduk desa hanya
difokuskan pada bekerja untuk menunjang kebutuhan hidup atau keperluan
sehari-hari dengan mengandalkan memasarkan hasil pertanian dan
kebunnya Dalam hal ini usaha masyarakat desa dalam memecahkan masalah
kebutuhan hidup diperlukan sarana yang digunakan sebagai lokasi mata
pencaharian dalam rangka proses pencapaian kebutuhan pangan. Lokasi
tersebut dinamakan pasar yaitu tempat bertemunya antara si penjual dan si
pembeli.

Pasar tradisional merupakan tempat berjualan sekaligus sebagai tempat


bekerja penduduk desa dalam rangka mencapai sumber penghasilan,
walaupun dikerjakan secara sederhana, di tempat yang sederhana dan sistem
marketing yang sederhana telah mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan

4
dapat memperoleh sekedar penghasilan bagi kepentingan keluarga, dengan
menghiraukan keterkaitan status sosial, derajat, pangkat dan jabatan. Bagi
masyarakat desa yang berjualan di pasar tradisional tidak mengenal arti
ekonomi secara global dalam wawasan teori walaupun yang dilaksanakan
mengarah pada transaksi pasar yang disesuaikan faktor produksi, artinya
barang yang dijual akan memperoleh keuntungan walaupun sedikit.

Barang yang dibuat atau diciptakan para petani kecil biasanya berupa
benda konsumsi misalnya beras, jagung, ketela, dan kacang-kacangan. Jika
melihat dari usaha pengadaan barang para petani yang didapat dari hasil
tanaman, maka akan ada konsep tentang produksi pertanian, populernya
disebut agribisnis, artinya cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan
pangan, sehingga strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek
bendanya, penyediaan bahan baku, pasca panen, proses pengolahan hingga
tahap pemasaran (Wikipedia, Google). Dari segi ruang lingkup teori secara
luas berorientasi pada ilmu ekonomi regional yaitu ilmu yang mempelajari
usaha manusia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memasukkan unsur
perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lain (R.Tarigan, 2004, hal 1).

2.1.1. Pentingnya Pengamatan Sisi Produksi

Kebutuhan hidup manusia sebagian besar dipenuhi dengan barang-


barang yang diproduksi, baik oleh perusahaan atau badan usaha yang besar
(pabrik) maupun secara kelompok atau individu, dan orang yang membeli
produk suatu barang biasanya ingin memilih barang yang bermutu tinggi dan
harganya lebih murah oleh karena itu produsen harus selalu bersaing agar
barangnya terpilih. (Sriyadi, 2001, hal 139). Bagi para petani sebagai pelaku
ekonomi dengan bisnis kecil-kecilan merupakan usah mikro yang lepas dari
urusan birokrasi, sehingga yang menjadi kendala dalam memproduksi
barang adalah modal memperbesar usaha agar terdapat keseimbangan
antara energi yang dikeluarkan sesuai dengan yang diinginkan.

Total produksi padi tahun 2013 mencapai 41.506,77 ton. Kecamatan di


Kabupaten Pelalawan dengan produksi padi terbesar adalah Kecamatan
Kuala Kampar (39.082,55 ton). Produksi padi di Kabupaten Pelalawan
disumbang dari lahan pasang surut dan tadah hujan. Belum ada sistem irigasi
teknis. Tanaman palawija dengan luas panen terbesar adalah jagung, yang
sebagian besar diusahakan di Kecamatan Teluk Meranti dengan luas panen
mencapai 4.921 ha. Selain jagung tanaman palawija lain yang diusahakan
antara lain: ubi kayu, kedelai, ubi jalar, kacang tanah dan talas.

2.1.2. Pentingnya Pengamatan Sisi Konsumsi

5
Konsumsi adalah pengeluaran untuk barang dan jasa seperti makanan,
pakaian, transportasi, pengobatan dan perumahan. Dalam kehidupan sehari-
hari suatu keluarga menggunakan uang mereka dengan cara yang berbeda,
namun secara statistik menunjukkan bahwa rata-rata terdapat pola
keteraturan umum dalam mengalokasikan dana untuk pembelian makanan,
pakaian dan barang-barang pokok lainnya (Samuelson, 1997. Hal 161).

Pemenuhan kebutuhan hidup seseorang ditentukan pendapatan dari hasil


kegiatannya atau pekerjaaannya. Semakin tinggi pendapatan seseorang
biasanya semakin besar pula kebutuhannya hingga mencapai intensitas
kebutuhan yang diperlukan. Bila menelaah pada konsep pemasaran yang
menitik beratkan pada pentingnya memberi kepuasan pada kebutuhan yang
berada di pasar dengan berusaha menemukan kebutuhan para konsumen
yang belum terpuaskan serta menciptakan produk baru guna memuaskan
kebutuhan (Sriyadi, 1991, hal 161).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia pada


tahun 2006 sekitar 222.192.000, dua ratus juta orang tersebut dalam
kehidupannya sudah pasti memainkan peran sebagai konsumen yang dapat
dimanfaatkan kekuatannya. Salah satu komponen yang terdapat di dalam
ethical consumerism yaitu mendukung produk local, hal ini merupakan salah
satu hal yang perlu diterapkan pada masyarakat Indonesia, mengingat
beberapa komoditas lokal di Indonesia mulai kalah bersaing dengan produk
luar negeri. Salah satu contohnya yaitu komoditas padi.

Akhir-akhir ini daya produk beras yang masuk ke Indonesia semakin


banyak dari luar Indonesia. Masyarakat Indonesia mulai memilih produk
beras dari luar Indonesia karena kadar gula beras negara lain tidak tinggi
dibandingkan beras Indonesia. Seperti beras dari Jepang yang sudah
memasuki pasar beras di Indonesia. Walaupun beras Indonesia sangat murah
dibandingkan beras negara lain, sebagian masyarakat Indonesia akan
memilih beras negara lain yang lebih sehat.

2.2. Prospek Komoditi Dari Sisi Permintaan (Ekspor atau Impor) dan
Daya Saing

Nilai impor yang semakin kecil dan nilai ekspor yang semakin besar
merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap negara dalam melakukan
perdagangan antar negara. Secara empirik situasi tersebut tercerminkan
pada penurunan rasio impor terhadap ekspor atau peningkatan surplus
perdagangan suatu negara. Namun seberapa jauh tujuan tersebut dapat
dicapai sangat tergantung kepada daya saing produk yang dihasilkan. Jika

6
daya saing produk yang dihasilkan relatif lemah dibandingkan negara lain
maka akan terjadi defisit perdagangan, dengan kata lain nilai impor lebih
tinggi daripada nilai ekspor.

Pada tahun 1980 Indonesia mengimpor bahan pangan di luar produk


perikanan senilai 1.28 milyar US$ atau sekitar 66 persen dari total impor
produk pertanian. Sekitar 48% nilai impor pangan tersebut merupakan nilai
impor beras dan selebihnya merupakan impor bahan pangan lain seperti
gula, terigu, kedelai, buah-buahan, dan sayuran. Pada periode 1980-1989
nilai impor pangan mengalami penurunan rata-rata 1 persen per tahun
akibat turunnya impor beras sejalan dengan peningkatan produksi beras
nasional. Namun pada 1990-1999 nilai impor bahan pangan meningkat
cepat, rata-rata sebesar 21.4 persen per tahun. Fakta di atas
mengungkapkan bahwa masalah pangan pada 10 tahun terakhir
cenderung menguat dan fluktuatif dalam jangka panjang. Kondisi ini
berbeda dengan kecenderungan untuk agregat benua yang
memperlihatkan pertumbuhan impor pangan relatif stabil sekitar 1 persen
hingga 5 persen per tahun.

Seiring dengan terjadinya dinamika perubahan pada pasar internasional,


sektor pertanian Indonesia dihadapkan dengan persaingan pasar yang
semakin kompetitif. Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan yang
semakin ketat. Selain itu, terdapat beberapa tantangan pada sektor ini yang
harus dihadapi antara lain:

- Meningkatkan daya saing pada komoditas pertanian berdasarkan


karakteristik yang diinginkan oleh konsumen
- Komoditas tersebut memiliki potensi dan daya saing yang tinggi, baik
di pasar domestik ataupun pasar ekspor
- Merintis dan mengembangkan produk olahan pertanian baru.

Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani adalah dengan


melakukan ekspor hasil-hasil pertanian. Bagi para petani, untuk melakukan
ekspor, tentu memiliki banyak persyaratan dan kualifikasi khusus.
Komoditas pertanian termasuk dalam yang berpotensi untuk diekspor.
Tetapi, di Indonesia sering kali untuk mengimpor beras karena kurangnya
jumlah beras yang ada di dalam negeri. Meskipun menjadi importir beras,
namun Indonesia sebenarnya adalah produsen beras terbesar ketiga di dunia
dan mengekspor beras ke berbagai negara, kendati volumenya sangat kecil.
Puncak tertinggi ekspor beras Indonesia yakni pada tahun 1993, seberat
342.600 ton.

7
Komoditas beras merupakan komoditas strategis yang memiliki
sensitivitas politik, ekonomi, dan kerawanan sosial yang tinggi. Peran
strategis beras dalam perekonomian nasional adalah: (1) usahatani padi
menyediakan kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 21
juta rumah tangga petani; (2) merupakan bahan pangan pokok bagi 95
persen penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 205 juta jiwa, dengan
pangsa konsumsi energi dan protein yang berasal dari beras di atas 55
persen; dan (3) sekitar 30 persen dari total pengeluaran rumah tangga
miskin dialokasikan untuk beras.

Setidaknya beberapa langkah besar untuk meningkatkan nilai tambah


dan daya saing produk pertanian Indonesia, antara lain:

 Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan


petani. Di Indonesia, masih banyak petani yang berpotensi terkena
dampak perdagangan bebas. Ketersediaan informasi dari data,
pengembangan inovasi dan teknologi, serta perluasan jaringan pada
pasar untuk petani merupakan hal yang perlu dilakukan
 Memperbaiki kebijakan hukum yang berlaku. Sinkronisasi pada
kebijakan ini perlu dilakukan agar setiap kementerian berjalan
dengan tujuan yang sama walaupun memiliki langkah yang berbeda
 Mengembangkan sektor komplemen pertanian (agroindustri,
penyediaan kredit, teknologi melalui penyuluhan, dan pasar)
 Mempelajari kebijakan-kebijakan dari negara lain. Hal ini perlu
dilakukan karena daya saing tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan
dihasilkan oleh resultane dari kebijaksanaan di dalam negeri dan
kebijaksanaan dari negara-negara lain.

2.3. Permasalahan Komoditi Dari Sistem Agribisnis


2.3.1. Agribisnis Hulu

Peran subsistem agribisnis hulu adalah menghasilkan barang-barang


modal bagi proses produksi pertanian yaitu usaha-usaha dalam bidang
perbenihan/pembibitan tumbuhan dan hewan, industri agrokimia (pupuk,
pestisida, obat/vaksin ternak) dan industri agro-otomotif (mesin dan
peralatan pertanian) serta industri pendukungnya. Kelembagaan pada
subsistem agribisnis hulu bertujuan untuk menjamin terpenuhinya input
yang dibutuhkan pada subsistem usahatani. Kelembagaan pada subsistem ini
harus mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut sehingga rancang
bangun kelembagaan pada subsistem agribisnis hulu mencakup kelembagaan
peternak dan kelembagaan produsen ternak. Terjaminnya kelembagaan ini

8
maka keberlanjutan agribisnis padi yang menyediaan pangan bermutu untuk
mendukung ketahanan pangan dapat berjalan berkesinambungan. Faktor
yang sangat krusial pada agribisnis padi adalah ketersedian pupuk dan
pestisida organik yang merupakan input utama dalam agribisnis padi. Pupuk
dan pestisida organik harus dijamin kemurniannya. Kelembagaan
penyediaan pupuk dan pestisida organik meliputi dua unsur yaitu peternak
sebagai penyediaan bahan baku pupuk dan pestidida organik dan produsen
pupuk dan pestisida yang mengolah kotoran ternak menjadi pupuk dan
pestisida organik. Kelompok peternak dan kelompok produsen pupuk
organik menjadi alternatif yang paling memungkinkan dalam desain
kelembagaan ini. Keanggotaan kelompok peternak dan kelompok produsen
ternak hampir sama meskipun tidak sama persis karena seorang peternak
tidak otomatis sebagai produsen pupuk dan produsen pupuk belum tentu
sebagai peternak meskipun bisa menjadi anggota keduanya.

2.3.2. Agribisnis On Farm

Peran subsistem usahatani adalah melakukan kegiatan yang


menggunakan barang-barang modal dan sumberdaya alam untuk
menghasilkan komoditas pertanian primer. Kelembagaan pada subsistem
usahatani bertujuan untuk menghasilkan produk primer pertanian yang
merupakan bahan baku bagi subsistem agribisnis hilir. Pada kelembagaan ini
produk primer yang dihasilkan adalah padi yang akan diproses lebih lanjut
menjadi beras pada subsistem agribisnis hulu. Pelaku utama pada subsistem
ini adalah kelompok tani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan). Kelembagaan kelompok tani pada agribisnis padi ini sudah
menggunakan manajemen modern yang dibakukan dalam menjalankan
segala aktifitas mulai dari pengelolaan tanah, pembibitan, penanaman,
pemeliharaan, panen sampai pasca panen. Manajemen mutu sudah
diterapkan dalam kelompok tani dengan fasilitasi oleh penyuluh pertanian
lapangan serta melibatkan asosiasi padi untuk menjamin produk primer padi
yang memenuhi persyaratan beras . Penjaminan mutu pada proses budidaya
padi merupakan persyaratan mutlak yang harus dilakukan oleh subsistem
ini karena produk yang dihasilkan dapat diterima oleh subsistem hulu tidak
hanya sekedar output berupa padi hasil budidaya tetapi proses produksi
untuk menghasilkan output tersebut sangat penting. Keterkaitan kelompok
tani, asosiasi padi, perusahaan beras sangat erat dalam proses budidaya.
Keterlibatan asosisasi padi dan perusahaan beras dilakukan dalam menjamin
proses budidaya dilakukan secara benar, Perusahaan beras secara berkala
melakukan supervisi untuk memastikan bahwa proses budidaya memenuhi
persyaratan bagi bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan beras.
Asosiasi berperan dalam pendampingan dan supervisi pada proses budidaya

9
sehingga budidaya padi tidak menyimpang dari prosedur yang telah
ditetapkan. Terjaminnya kelembagaan ini maka keberlanjutan kelembagaan
agribisnis padi juga akan terjamin sehingga kontribusi dalam menyediaan
pangan bermutu untuk mendukung ketahanan pangan dapat berjalan
berkesinambungan.

2.3.3. Agribisnis Hilir

Peran subsistem agribisnis hilir adalah melakukan melakukan proses


pengolahan komoditas pertanian primer yang dihasilkan pada subsistem
usahatani. Kelembagaan pada subsistem agribisnis hilir bertujuan untuk
menghasilkan produk agroindustri yang mempunyai nilai tambah dibanding
dengan komoditas primernya. Pada kelembagaan ini produk agroindustri
yang dihasilkan adalah beras yang mempunyai kualitas khusus yang dijamin
keamanannya dari cemaran pupuk dan pestisida non-kimia. Pelaku utama
pada subsistem agribisnis hilir adalah asosiasi padi, perusahaan beras swasta
dan perusahaan beras milik pemda. Kelembagaan pada subsistem agribisnis
hilir padi menggunakan manajemen modern yang dibakukan dalam
menjalankan segala aktivitas melalui penjaminan mutu produknya.
Manajemen mutu diterapkan dengan baik untuk menjamin produk beras
yang berkualitas. Sertifikasi produk oleh pihak luar sangat diperlukan dalam
menjamin kualitas produk agar dapat dipercaya oleh konsumen. Melalui
sertifikasi maka kontrol supervisi menjadi bagian dalam kelembagaan
subsistem agribisnis hilir. Terjaminnya kelembagaan agribisnis hilir maka
keberlanjutan kelembagaan agribisnis padi juga akan terjamin sehingga
kontribusi dalam menyediaan pangan bermutu untuk mendukung ketahanan
pangan dapat berjalan berkesinambungan.

Para petani di Kabupaten Pelalawan tidak melakukan pengolahan pasca


panen pada tanaman padinya. Hal ini dikarenakan petani sudah menjual
tanaman padi dengan sistem tebasan.

2.3.4. Pemasaran

Peran subsistem pemasaran adalah melakukan melakukan pemasaran


produk beras sampai ke konsumen. Kelembagaan pada subsistem pemasaran
bertujuan untuk memastikan produk dapat diterima konsumen dengan harga
yang kompetitif. Pelaku utama pada subsistem pemasaran adalah sama
dengan subsistem agribisnis hilir.

Kegiatan pemasaran di Kabupaten Pelalawan hanya dilakukan sampai pada


penebas saja yang diawali dengan penebas datang ke lahan untuk melakukan
survei, kemudian menentukan harga sesuai keadaan tanaman padi.
Pembayaran dilakukan secara tunai oleh penebas setelah gabah dipanen.

10
2.3.5. Penunjang

Peran subsistem penunjang adalah memberikan du-kungan terhadap


kelembagaan pada subsistem yang lain. Kelembagaan pada subsistem penun-
jang yang penting adalah lembaga keuangan, Bapelluh dan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A). Lembaga keuangan mempunyai peran dalam
mendukung permodalan yang dibutuh-kan dalam pengembangan padi.
Hubungan antara pelaku agribisnis padi difasilitasi oleh BAPELLUH dalam
berinteraksi dengan lembaga keuangan terutama pada kelembagaan
kelompok tani. Kelembagaan pengelolaan air sangat penting dalam kerangka
menjamin pasokan air yang terbebas dari pencemaran. Agribisnis padi yang
ingin menghasilkan produk beras murni maka sumber air ini manjadi salah
satu faktor yang menghambat pengembangan padi. Salah satu persyaratan
untuk dapat disertifikasi menjadi produk orga-nik maka sumber air dari
pegunungan menjadi penting. Kelembagaan ini perlu dirancang karena
konflik kepentingan dalam penggunaan sumber air ini cukup besar dengan
kepentingan yang lain. Perkumpulan petani pemakai air (P3A) merupakan
kelembagaan yang bertanggung jawab terhadap fungsi penyediaan air.
Keangotaan dari P3A ini merupakan interseksi dari keanggotaan
kelembagaan kelompok tani pada subsistem usahatani sehingga korelasi
antarkeduanya sangat kuat untuk menjaga keberlangsungan kelembagaan
pada subsistem ini. Terjaminnya kelembagaan penunjang maka
keberlanjutan kelembagaan agribisnis padi juga akan terjamin sehingga
kontribusi dalam menyediakan pangan bermutu untuk mendukung
ketahanan pangan dapat berjalan berkesinambungan.

2.4. Analisis Usahatani Tanaman Pangan Padi

Untuk mempermudah dan memperjelas pemahaman dalam analisis ini,


maka variabel-variabel yang diamati dan berhubungan dengan analisis ini
dioperasionalisasikan sebagai berikut:

1. Satu kali musim tanam adalah mulai dari persiapan penanaman benih
padi sampai dengan padi siap dipasarkan selama 4 bulan.
2. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan usahatani padi sawah
yang di hitung dalam satu kali proses produksi, terdiri dari :
a. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang besar kecilnya tidak
dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, yaitu meliputi :
 Pajak bumi bangunan (PBB), yaitu biaya yang dikeluarkan
untuk membayar pajak atas tanah atau lahan sawah, dihitung
dalam satuan rupiah per satu kali proses produksi.
 Penyusutan alat, dinyatakan dalam satuan rupiah per satu kali
proses produksi. Besarnya penyusutsan alat dihitung dengan

11
menggunakan metode garis lurus adalah sebagai berikut:
Penyusutan = (Nilai beli – Nilai sisa) / Umur ekonomi
Nilai sisa merupakan nilai pada waktu alat itu sudah tidak
dapat digunakan lagi atau di anggap nol.
 Bunga modal dihitung dalam satuan rupiah, dan besarnya nilai
bunga modal disesuaikan dengan standar bunga bank yang
berlaku pada saat penelitian.
b. Biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi dan habis dalam satu
kali proses produksi diantaranya :
 Benih padi dihitung dalam satuan kilogram dan dinilai dalam
satuan rupiah.
 Tenaga kerja dihitung dalam satuan HKSP dan dinilai dalam
satuan rupiah.
 Pupuk berupa pupuk organik dihitung dalam satuan kilogram
dan dinilai dalam satuan rupiah.
 Obat semprot (pestisida) dihitung dalam satuan liter dan
dinilai dalam satuan rupiah.
 Bunga modal dihitung dalam satuan rupiah, dan besarnya nilai
bunga modal disesuaikan dengan standar bunga bank yang
berlaku pada saat penelitian.
3. Jumlah produksi adalah banyaknya padi dalam satu kali proses
produksi.
4. Harga produksi adalah harga penjualan padi yang diterima oleh
pedagang pengecer maupun pedagang pengepul yang dihitung dalam
satuan rupiah.
5. Penerimaan adalah produksi total dikalikan dengan harga jual produk
dan dinilai dengan satuan rupiah.
6. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang
dikeluarkan.
7. R/C adalah perbandingan nilai penerimaan total dengan biaya total.

Data yang diperloleh dianalisis secara deskriptif dalam menentukan


biaya produksi, penerimaan, pendapatan, dan R/C.

1. Analisis Biaya

Menurut Rodjak (2006) untuk menghitung besarnya biaya total diperoleh


dengan cara menjumlahkan biaya tetap dengan biaya variable dengan rumus
sebagai berikut :

TC = FC + VC

12
Dimana :

TC = Total Cost (biaya tetap)

FC = Fixed Cost (biaya tetap total)

VC = Variabel Cost (biaya variable total)

2. Analisis Penerimaan.

Menurut Suratiyah (2006), secara umum perhitungan penerimaan total


(total revenue) adalah perkalian jumlah produksi (Y) dengan harga jual (Py)
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

TR = Y . Py

Dimana :

TR = Total Revenue (Penerimaan Total)

Y = Produksi Yang Diperoleh

Py = Harga

3. Analisis Pendapatan.

Menurut Suratiyah (2006), pendapatan adalah selisih antara penerimaan


(TR) dan biaya total (TC) dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Π = TR – TC

Dimana :

Π = Pendapatan

TR = Total Revenue (penerimaan total)

TC = Total Cost (biaya total)

4. R/C.

Menurut Rodjak (2006) R/C adalah perbandingan antara penerimaan dan


biaya dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

R/C = TR / TC

Dimana :

R/C < 1, maka usaha tersebut rugi sehingga tidak layak diteruskan

13
R/C = 1, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (impas) sehingga
tidak layak diteruskan.

R/C > 1, maka usaha tersebut untung dan layak untuk diteruskan.

Besarnya biaya, penerimaan, pendapatan, dan R/C dari usahatani padi sawah

dihitung per setengah hektar per satu kali proses produksi atau selama 4
bulan.

Biaya Produksi Usahatani Padi sawah

 Biaya Tetap

Rata-rata biaya tetap total usahatani padi sawah per satu kali proses
produksi sebesar Rp. 151.304,46. Biaya tetap yang paling besar adalah
penyusutan alat dan bangunan yaitu Rp. 126.203,70 (83,41%) dari biaya
total yang dikeluarkan Petani. Adapun penggunaan biaya tetap lainnya yaitu
pajak bumi dan bangunan Rp. 20.693,83 (13,68%), dan bunga atas modal
tetap yang dikeluarkan Rp. 4.406,93 (2,91%).

 Biaya Variabel

Rata-rata biaya variabel total usahatani padi per satu kali proses
produksi sebesar Rp. 1.865.284,51. Rata-rata biaya variabel yang paling
besar adalah biaya tenaga kerja yaitu Rp. 1.247.666,67 (66,89%) dari biaya
total yang dikeluarkan Petani. Adapun penggunaan sarana produksi Rp.
563.289,17 (30,20%) dan bunga variabel Rp. 54.328,67 (2,91%). Penerimaan
Usahatani Padi sawah Hasil produksi padi yang dihasilkan dalam satu kali
proses produksi 1223,60 kg.

Penerimaan Usahatani Padi sawah

Hasil produksi padi yang dihasilkan dalam satu kali proses produksi
1223,60 kg. Sedangkan harga hasil produksi yang berlaku di daerah
penelitian adalah Rp. 4.400 per kg, jadi rata-rata penerimaan yang diperoleh
Petani dalam satu kali proses produksi sebesar Rp. 5.383.840.

Pendapatan Usahatani Padi sawah

Pendapatan adalah hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya


total, rata-rata pendapatan usahatani padi sawah per satu kali proses
produksi sebesar Rp. 3.367.251,03.

R/C Usahatani Padi sawah

14
R/C untuk usahatani padi dapat dihitung sebagai berikut :

R/C = Penerimaan / Biaya total

R/C = Rp. 5.383.840 / Rp. 2.016.588,97

R/C = 2,67

Besarnya perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C) sebesar 2,67.


Artinya dari setiap Rp. 1,00, biaya yang dikeluarkan diperoleh penerimaan
sebesar Rp. 2,67 dan pendapatan (keuntungan) sebesar Rp. 1,67.

2.5. Pemasaran dalam Agribisnis Dari Tanaman Pangan Padi


a. Lembaga Pemasaran yang Terlibat

Lembaga-lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran suatu


komoditas disebut lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran melakukan
fungsi-fungsi pemasaran dalam menyalurkan komoditas dari produsen ke
konsumen. Fungsi pemasaran yang dijalankan terdiri dari fungsi pertukaran
berupa fungsi pembelian dan fungsi penjualan, fungsi fisik berupa fungsi
pengangkutan, fungsi pengolahan, fungsi pengemasan dan fungsi
penyimpanan serta fungsi fasilitas berupa fungsi standardisasi, fungsi
permodalan, fungsi penanggungan risiko dan fungsi informasi pasar (Kohls
dan Uhl, 2002). Lembaga pemasaran akan terjalin dalam suatu saluran
pemasaran. Saluran pemasaran merupakan serangkaian organisasi yang
saling tergantung dan terlibat dalam proses penyampaian produk dari
produsen ke konsumen.

Lembaga pemasaran beras yang terlibat meliputi petani, penggilingan,


pedagang grosir kecamatan, pedagang grosir pasar, pedagang pengecer
Kabupaten Pelalawan. Fungsi-fungsi pemasaran yang dijalankan oleh
masing-masing lembaga adalah sebagai berikut:

a) Petani umumnya hanya menjual hasil panen dalam bentuk Gabah


Kering Panen (GKP). Proses transaksi jual beli umumnya berlangsung
dengan calo, dimana calo akan mencari gabah ke petani setelah ada
kesepakatan harga dengan penggilingan. Petani menjual gabah dalam
bentuk GKP, karena kebutuhan uang tunai untuk keperluan rumah
tangga, membayar input pertanian serta sarana pendukung pasca
panen yang kurang memadai untuk melakukan penjemuran gabah.
Keberadaan Lumbung Desa Modern (LDM) bekerja sama dengan
Bulog sebenarnya berperan untuk mengatasi kebutuhan petani akan
uang tunai, dengan memberikan pinjaman kepada petani pada saat

15
panen dan selanjutnya petani menyimpan gabah di LDM dan dijual
ketika harga gabah tinggi. Namun saat ini peran LDM masih belum
optimal, sehingga campur tangan Pemerintah melalui Bulog,
sangat diharapkan untuk mengatasi hal ini
b) Penggilingan melakukan seluruh fungsi pemasaran yang meliputi
fungsi pertu-karan berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik
berupa pengangkutan, pengolahan (penjemuran dan penggilingan),
pengemasan, dan penyimpanan serta fungsi fasilitas berupa
standardisasi, penanggungan risiko, permodalan dan informasi pasar
c) Pedagang grosir kecamatan hanya melakukan fungsi fisik berupa
pengangkutan dan penyimpanan serta fungsi fasilitas berupa fungsi
permodalan dan fungsi informasi pasar
d) Pedagang grosir pasar melakukan fungsi pembelian, fungsi penjualan,
fungsi pengangkutan, fungsi penanggungan risiko, fungsi permodalan
dan fungsi informasi pasar
e) Pedagang pengecer di Kabupaten Pelalawan melakukan fungsi
pemasaran yang sama, yakni fungsi pertukaran berupa fungsi
pembelian dan fungsi penjualan, fungsi fisik berupa fungsi
pengangkutan dan fungsi pengemasan, serta fungsi fasilitas berupa
penanggungan risiko dan fungsi permodalan.
b. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran merupakan jembatan antara petani dengan


konsumen akhir yang melalui berbagai tingkatan lembaga pemasaran.
Saluran pemasaran yang dilalui sangat berpengaruh terhadap keuntungan
yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam
penyaluran padi sawah. Lembaga yang terlibat dalam pemasaran padi sawah
dari petani sampai ke tangan konsumen adalah pedagang pengumpul,
pedagang besar, dan pedagang pengecer.

Petani Pedagang Pedagang Pedagang Konsumen


Produsen Pengumpul Besar Pengecer

c. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran dapat dihitung dari rasio biaya pemasaran dengan


total nilai produk (harga jual). Besar kecilnya biaya pemasaran dipengaruhi
oleh sarana transportasi, risiko kerusakan, tersebarnya tempat-tempat
produksi, dan banyaknya pungutan baik yang bersifat resmi maupun tidak

16
resmi di sepanjang jalan antara produsen dengan konsumen. Peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan konsumen juga menyebabkan semakin
kompleknya peran dan fungsi pemasaran sehingga berakibat pada tingginya
biaya pemasaran yang harus dikeluarkan. Semakin tinggi biaya pemasaran
menyebabkan semakin rendah tingkat harga produk di tingkat produsen.

Efisiensi pemasaran dapat dihitung dari biaya rasio biaya pembelian


gabah (biaya pembelian gabah dari petani sampai beras dijual ke pengecer)
dengan harga jual beras di pengecer. Tingginya biaya dapat menurunkan
rendahnya efisiensi pemasaran. Di Kabupaten Pelalawan, total biaya
pemasaran dari petani padi ke konsumen beras di pasar di Kabupaten
Pelalawan adalah Rp 1.720, sementara harga jual beras IR 64 di konsumen
sekitar Rp10.300, dengan demikian efisiensi pemasaran adalah 16,7%.
Dengan demikian, pemasaran beras di Kabupaten Pelalawan dikatakan
efisien. Kriteria lembaga pemasaran efisiensi bila 0%< Epi< 100 %.

Total biaya pemasaran dari petani padi ke konsumen beras di pasar


adalah Rp 1.920, sementara harga jual beras IR 64 di konsumen sekitar
Rp10.500, dengan demikian efisiensi pemasaran adalah 18,3%.

Efisiensi masing-masing lembaga pemasaran dapat dihitung dari rasio


biaya pemasaran dengan harga jual di tiap lembaga pemasaran. Biaya
pemasaran yang dikeluarkan bandar meliputi pembelian gabah Rp 100/kg
gabah, perlakuan (penyimpanan, dan lain-lain) Rp50/kg gabah, penggilingan
Rp400/kg gabah, biaya di penggilingan Rp120, dan pengangkutan ke tempat
pengecer Rp150/kg beras, dengan demikian total biaya di bandar adalah
820/kg beras, sementara bandar menjual beras ke pengecer sebesar
9.200/kg beras dapat dilihat bahwa rata-rata efisiensi padi pada bandar
adalahsebesar8,9%.

Efisiensi pemasaran di pengumpul dan pengecer dapat dihitung dari


biaya-biaya pemasaran dengan harga jual beras di pengecer. Rata-rata
efisiensi pemasaran gabah di pengumpul 3,3% dan di pengecer 8,7%. Dengan
demikian dapat disimpulkan pedagang pengumul paling efisien dalam
memasarkan gabah.

d. Fungsi Pemasaran

Proses pemasaran komoditi pertanian ada beberapa fungsi-fungsi


pemasaran yang harus dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran untuk
meningkatkan nilai guna komoditi pertanian. Fungsi-fungsi pemasaran
pertanian dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemasaran

17
padi yaitu petani, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Adapun
fungsi-fungsi pemasaran tersebut meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan
fungsi fasilitas.

- Fungsi pertukaran
a) Fungsi pembelian

Tata cara pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengumpul


dengan membeli dari beberapa petani yang datang langsung kelahan
milik petani yaitu berupa gabah setiap selesai melakukan pemanenan.
Dalam hal ini, biaya transportasi ditanggung oleh pedagang pengumpul
dengan biaya Rp 326,1/kg. Kegiatan transaksi jual beli padi pada
umumnya terjadi dilahan petani setelah pedagang pengumpul melakukan
penimbangan. Adapun sistem pembayaran yang dilakukan oleh pedagang
pengumpul yaitu dengan sistem pembayaran langsung tunai (cash)
dengan hargaRp 3.750/kg. Penetapan harga ditingkat petani
ditentukan oleh pedagang pengumpul.

Pembelian yang dilakukan oleh pedagang besar juga secara tunai,


gabah dijual dijemput langsung oleh pedagang besar namun pedagang
besar tidak datang langsung kelahan tetapi melalui kaki tangan
pedagangbesar dengan harga 4.800/kg. Harga beli gabah dari
pedagang pengumpul ditetapkan oleh pedagang besar. Adanya perbedaan
harga antara harga ditingkatpetani dengan harga ditingkat pedagang
pengumpul disebabkan karena adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh
pedagang pengumpul dalam proses pemasaran.

b) Fungsi penjualan

Petani melakukan penjualan secara langsung setelah panen, petani


tidak melakukan penyimpanan dalam jumlah banyak atau pengolahan
dalam bentuk beras. Alasan petani tidak melakukan penyimpanan dalam
jumlah banyak karena akan butuhnya biaya untuk membayar hutang
yang sebelumnya mereka pinjam kepada pedagang pengumpul maupun
tetangga oleh karena itu petani melakukan penjualan secara langsung.
Sedangkan untuk pengolahan dalam bentuk beras yaitu petani
mempertimbangkan biaya dan waktu yang mereka butuhkan selain itu bobot
berat gabahpun akan berkurang karena adanya penjemuran.

- Fungsi fisik

Ditingkat pedagang pengumpul, pengangkutan gabah menggunakan


mobil pick up. Umumnya pedagang pengumpul di daerah penelitian
melakukan pengangkutan dengan mobil pick up milik orang lain yang disewa.

18
Kemudian pedagang pengumpul akan membawa gabah tersebut ke jalan
lintas agar memudahkan dalam proses transakasi baik dipihak petani,
pedagang pengumpul maupun pedagang besar. Biaya pengangkutan yang
dikeluarkan pedagang pengumpul adalah sebesar 326,1/kg. Pemasaran
gabah oleh pedagang pengumpul ke pedagang besar menggunakan mobil.
Jadi setelah gabah tersusun dipinggiran jalan lintas maka mereka akan
mengangkutnya ke mobil fuso yang ditutupi dengan plastik terpal. Umumnya
mereka berangkat pada pada sore ataupun malam hari karena proses
panen gabah pada umumnya selesai sore hari. Biaya transportasi
yang dikeluarkan oleh pedagang besar dalam pengangkutan gabah
tersebut adalah Rp 207,5/kg.

- Fungsi fasilitas
a) Fungsi pembiayaan

Pemasaran padi untuk pembiayaan ditanggung oleh masing-masing


lembaga pemasaran dimana sumber modal berasal dari modal pribadi.
Pada petani biaya yang dikeluarkan adalah biaya pemanenan Rp 2.025,9k/g
dan konsumsi Rp 36,9. Pada pedagang pengumpul biaya pemasaran
yang dikeluarkan adalah biaya transportasi sebesar Rp 326,1/kg dan
biaya karung Rp883,8. Sedangkan pedagang besar mengeluarkan biaya
pemasaran bongkar muat sebesar Rp 80/kg, biaya transportasi sebesar Rp
207,5/kg dan biaya makan, minum dan rokok sebesar Rp25,9/kg.

b) Fungsi penanggulangan risiko

Fungsi penanggulangan resiko sangat penting untuk memperkecil resiko


yang terjadi, baik tingkat petani, pedagang pengumpul maupun pedagang
besar. Resiko yang dihadapi petani dan pedagang pengumpul adalah
harga. Karena penetapan harga yang dilakukan adalah berdasarkan
ketetapan dari pedagang besar.

c) Fungsi informasi pasar

Yang terlibat dalam menentukan harga padi dari petani dilakukan oleh
pedagang besar karena pedagang besar menyesuaikan harga gabah yang
ada di Kabupaten lain seperti Siak dan biasanya awal panen dan
pertengahan panen harga gabah stabil tetapi pada akhir panen maka harga
gabah tidak stabil hal ini dikarenakan stok gabah sudah banyak dan
gabah yang dipanen sudah tidak bagus lagi dan warna kulit gabah tidak
cerah seperti umumnya karena diserang oleh hama penyakit seperti
wereng atau belalang. Adapun harga jual gabah yang ditetapkan petani
ke pedagang pengumpul yaitu Rp3.750/kg dan pedagang pengumpul
menjual ke toke besar sebesar Rp 4.800/kg.

19
2.6. Risiko dalam Agribisnis Tanaman Pangan Padi

Produktivitas tanaman di Indonesia, terutama padi, sesungguhnya dapat


ditingkatkan hingga mendekati potensinya, namun berbagai permasalahan
muncul seiring dengan munculnya berbagai kepentingan dan kondisi
perubahan sumber daya alam. Suryana et al., (2009) mengungkapkan bahwa
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan usahatani padi sawah antara
lain :

a) Kepemilikan lahan usahatani yang relatif kecil dan tersebar dan


cenderung mengecil karena adanya proses fragmentasi lahan
sebagai akibat dari sistem/pola warisan,
b) Terjadinya alih fungsi lahan sawah untuk penggunaan lainnya
sebagai akibat perkembangan perekonomian daerah baik untuk
pariwisata, perumahan maupun sektor lainnya,
c) Keterbatasan debit air irigasi pada beberapa wilayah, terutama
pada musim kemarau yang disebabkan oleh persaingan dalam
penggunaan air irigasi,
d) Keterbatasan tenaga kerja terutama pada saat panen raya,
e) Keterbatasan modal usahatani, sehingga produktivitas yang
dicapai masih dibawah produktivitas potensialnya
f) Tingkat serangan hama penyakit yang masih cenderung tinggi dan
beragam antar wilayah dan antar musim tanam seperti wereng
coklat, penggerek batang, tungro, dan tikus.

Dalam praktek usahatani, walaupun telah memiliki pengalaman panjang


dalam berusahatani untuk komoditas pertanian, namun petani tidak selalu
dapat mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas seperti yang diharapkan.
Walaupun mempergunakan paket teknologi yang sama, pada musim yang
sama dan di lahan yang sama sekalipun, keragaman selalu muncul. Hal ini
disebabkan oleh hasil yang dicapai pada dasarnya merupakan resultan
bekerjanya demikian banyak faktor, baik yang yang dapat dikendalikan
(internal) maupun faktor yang tidak dapat dikendalikannya (eksternal), serta
faktor yang mempengaruhi intensitas input dan harga relatifnya (Coelli et al.,
1998). Risiko usahatani padi yang utama antara lain frekuensi banjir,
kekeringan dan serangan hama penyakit yang saat ini menjadi masalah yang
semakin kompleks dalam situasi perubahan iklim yang sulit diprediksi
karena kebutuhan untuk tetap menyediakan beras dengan jumlah yang
cukup untuk dikonsumsi masyarakat.

Sebagian besar dari petani padi sawah sebagian besar termasuk dalam
dalam kategori petani subsisten, karena kegiatan usahatani yang dilakukan

20
bukan hanya untuk tujuan komersialisasi tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan pangan rumah tangganya. Kehidupan petani di pedesaan cukup
dekat dengan batas subsistem dan selalu mengalami ketidakpastian cuaca,
sehingga petani tidak mempunyai kesempatan untuk menerapkan
perhitungan keuntungan maksimum dalam berusahatani. Petani akan
berusaha menghindari kegagalan dan bukan memperoleh keuntungan yang
besar dengan mengambil risiko (Sriyadi,2010). Berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh petani seperti tersebut diatas menjadi kendala bagi mereka
untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan mewujudkan ketahanan
pangan rumah tangganya. Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan
risiko yang harus dihadapi oleh petani dalam melakukan aktivitas
usahataninya.

Menurut Soedjana (2007) istilah risiko lebih banyak digunakan dalam


konteks pengambilan keputusan, karena risiko diartikan sebagai peluang
akan terjadinya suatu kejadian buruk akibat suatu tindakan. Makin tinggi
tingkat ketidakpastian suatu kejadian, makin tinggi pula risiko yang
disebabkan oleh pengambilan keputusan itu. Dengan demikian, identifikasi
sumber risiko sangat penting dalam proses pengambilan keputusan.

Secara konseptual petani yang mampu mereduksi risiko produksi


maupun risiko harga dengan cara memperbaiki produktivitasnya,
penggunaan diversifikasi, penggunaan pola tanam yang tepat, penguatan
kelembagaan petani, dan posisi tawar petani akan dapat produksi dan
pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko
usahatani padi sawah serta pengaruh penggunaan input usahatani terhadap
risiko produksi padi sawah.

2.7. Teknologi Alternatif dalam Upaya Pengembangan Tanaman


Pangan Padi

Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi


kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang.
Selain berperan sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga
merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia
(Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2013). Lebih lanjut
Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2013) menyatakan bahwa salah
satu strategi yang dilakukan dalam upaya memacu peningkatan produksi dan

21
produktivitas usahatani padi dan jagung adalah dengan mengintegrasikan
antar sektor dan antar wilayah dalam pengembangan usaha pertanian di
Indonesia.

Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh


kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya
cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan
berkembangnya industri pangan dan pakan sehingga kebutuhan akan pangan
bagi mahluk hidup dari sisi Ketahanan Pangan Nasional fungsinya menjadi
amat penting dan strategis (Kementerian Pertanian Republik Indonesia,
2013). Usahatani sangat dipengaruhi keadaan iklim, curah hujan,
ketersediaan air irigasi, oleh karena itu teknologi usahatani yang sesuai
untuk suatu lokasi belum tentu sesuai untuk lokasi lainnya. Dalam kaitan itu
harus didasarkan oleh hasil penelitian di lokasi yang bersangkutan. Untuk itu
pula dilakukan percobaan kesesuain varietas, bercocok tanam, pemupukan,
pemberantasan hama dan lainnya dilahan petani. Partisipasi petani dimulai
dengan penggunaan lahannya untuk percobaan teknologi baru dan sekaligus
sebagai etalase bagi teknologi baru untuk meyakinkan petani lain tentang
keberhasilan teknologi baru yang dicoba (Slamet, 2003).

Menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2013) Salah satu


strategi yang dilakukan dalam upaya memacu peningkatan produksi dan
produktivitas usahatani padi, jagung, dan kedelai adalah dengan
mengintegrasikan antar sektor dan antar wilayah dalam pengembangan
usaha pertanian dalam rangka mensukseskan ketahanan pangan melalui
program teknologi pengelolaan tanaman terpadu. Peningkatan Produktivitas
usaha tanaman padi sangat dibutuhkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pangan rakyat Indonesia. Dimana padi merupakan bahan makanaan pokok
masyarakat Indonesia. Untuk itu Balai pengkajian Teknologi Pertanian
menciptakan komponen teknologi PTT yaitu Pengelolaan tanaman terpadu
yang terdiri dari 12 komponen teknologi (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian 2011). Peningkatan produksi beras nasional sekitar 2 juta ton
dapat dicapai melalui peningkatan luas panen sekitar 0-1%; peningkatan
produktivitas sekitar 6% dan peningkatan produksi sekitar 5-7%. Upaya
peningkatan luas panen, produktivitas dan produksi salah satunya dilakukan
melalui penerapan teknologi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan
Sumberdaya Terpadu (PTT) dengan metode Sekolah Lapangan (SL).

Pengelolaan Tanaman Terpadu (Integrated Crop Management) atau lebih


dikenal dengan PTT padi sawah, merupakan salah satu model atau
pendekatan pengelolaan usahatani padi, dengan mengimplementasikan
berbagai komponen teknologi budidaya yang memberikan efek sinergis. PTT

22
menggabungkan semua komponen usahatani terpilih yang serasi dan saling
berhubungan, untuk mendapatkan hasil panen yang optimal dan menjaga
kelestarian lingkungan (Sumarno, 2000). Selanjutnya Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (2011) menyatakan bahwa Pengelolaan Tanaman dan
Sumberdaya Terpadu atau disingkat PTT adalah pendekatan dalam upaya
mengelola lahan, air, tanaman, OPT dan iklim secara
terpadu/menyeluruh/holistic dan dapat diterapkan secara lumintu
(berkelanjutan). PTT dapat diilustrasikan sebagai sistem pengelolaan yang
menggabungkan berbagai sub sistem pengelolaan, seperti sub sistem
pengelolaan hara tanaman, Konservasi tanah dan air, Bahan organik dan
organisme tanah, tanaman (benih, varietas, bibit, populasi tanaman dan jarak
tanam), pengendalian hama dan penyakit/ organisme pengganggu tanaman,
dan sumber daya manusia.

2.8. Kelembagaan Pendukung dalam Pengembangan Tanaman


Pangan Padi

Menurut Kustiari et al. (2011) eksistensi dan pengembangan agribisnis


tidak dapat dilepaskan dari aspek kelembagaan (kelembagaan agribisnis).
Kelembagaan yang dimaksud mengandung makna institusi dan organisasi
yang meliputi peran (role), aturan (rule), serta perilaku (attitude) dalam
norma dan tata nilai (norm and value) yang berkembang dalam suatu
kelompok masyarakat. Hal ini salah satunya sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Uphoff (1986)dalamKustiariet al. (2011), di mana
eksistensi kehidupan masyarakat didukung oleh tiga pilar kelembagaan,
yaitu: (1) kelembagaan komunitas (voluntary sector); (2) kelembagaan
ekonomi atau pasar (private sector); dan (3) kelembagaan publik, termasuk
pemerintah (public sector).

Terkait dengan analisis indikator pembangunan pertanian dan


perdesaan, faktor mendasar yang perlu diketahui adalah aksesibilitas
masyarakat (petani) terhadap eksistensi kelembagaan agribisnis dan aturan
main dalam kelembagaan agribisnis itu sendiri. Kelembagaan agribisnis yang
dimaksud antara lain mencakup sarana produksi berupa masukan usahatani
(termasuk tenaga kerja), teknologi produksi dan ketatalaksanaan usaha tani
(termasuk alsintan), panen, pascapanen, pengolahan, finansial/permodalan,
organisasi kelompok tani, dan penyuluhan. Dukungan terhadap fasilitas dan
jasa tersebut dapat memotivasi petani dalam mengimplementasikan dan
sekaligus mengembangkan sistem agribisnis yang bermanfaat buat mereka.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kelembagaan agribisnis menjadi sarana
pengembangan agribisnis itu sendiri (Handayani, 2013).

23
Ketersediaan dan aplikasi sarana produksi (saprodi) yang sesuai
dengan kebutuhan komoditas merupakan salah satu faktor keberhasilan
usaha tani. Sarana produksi utama yang dibutuhkan petani padi sebagai
kegiatan utama di desa penelitian adalah benih, pupuk, khususnya pupuk
anorganik dan obat-obatan. Umumnya ketidak cukupan saprodi di desa
hanya bersifat sementara. Keterbatasan ketersediaan saprodi di kios
terdekat salah satunya dapat diantisipasi melalui peran serta aktif Kelompok
Tani, Gapoktan maupun Koperasi sebagai wadah untuk menyediakan
kebutuhan saprodi bagi petani. Pada umumnya saprodi relatif tersedia di
kios setempat, masalah yang ditemui adalah keterlambatan dalam
pendistribusian saprodi. Bilaketersediaan saprodi tidak merupakan kendala,
justru masalah modal terbatas merupakan faktor dominan di kalangan
petani.

Untuk mengatasi keterbatasan modal petani di beberapa lokasi, kios


atau pedagang saprodi memfasilitasi dengan cara membayar setelah panen
(yarnen), namun demikian sebagian besar pembayaran dilakukan secara
tunai. Pembayaran saprodi dengan sistem yarnen umumnya dibayar dengan
uang senilai dengan nilai saprodi yang dipinjam, harga biasanya sudah
disepakati sebelumnya. Pembayaran secara yarnen sebagian sudah
merupakan kebiasaan suatu daerah, selain itu karena terdapatnya suatu
hubungan erat antar petani dan pemilik kios atau pedagang saprodi.
Hubungan tersebut terjalin antara lain karena: 1) kepercayaan, 2) bersifat
langganan (agar petani tetap membeli saprodinya, maka si pedagang
memberi pinjaman atau pembayaran berjangka untuk saprodi yang dibeli),
3) adanya hubungan bisnis, dimana petani menjual hasil panen mereka
kepada pedagang saprodi.

Tenaga kerja dalam mengelola usaha taninya umumnya selain tenaga


kerja dalam keluarga juga di luar keluarga.Tenaga kerja yang bekerja di
usaha tani padi dapat dibedakan antara tenaga manusia dan alsintan,
hewan/ternak. Penjual jasa tenaga kerja bisa merupakan perorangan atau
kelompok yang umumnya tidak terorganisir, dan sebagian juga kelompok
yang terorganisir seperti kelompok tanam atau panen. Kebutuhan tenaga
kerja cukup tinggi pada masa tanam dan panen. Sejauh ini, kebutuhan tenaga
kerja tersebut dapat tercukupi baik untuk musim hujan (MH) maupun musim
kering (MK). Pada umumnya biaya tenaga kerja upahan dibayar dengan
sistem tunai untuk berbagai jenis kegiatan usaha tani, pada semua provinsi
penelitian, terutama untuk kegiatan tanam dan pemeliharaan. Hal ini
dikarenakan para tenaga kerja tersebut memerlukan uang tunai untuk
memenuhi ekonomi rumah tangga mereka, sehingga tidak mungkin semua
kegiatan dibayar setelah panen.

24
Alsintan yang umum dipergunakan oleh petani padi antara lain adalah
traktor, pompa air dan alat pasca panen seperti threser dan penggilingan
padi (RMU). Traktor dan pompa air selain milik individu sebagian ditemukan
dimiliki oleh kelompok. Petani di beberapa wilayah tertentu sudah
mempunyai hubungan langganan dengan penjual jasa alsintan. Lokasi para
penjual jasa alsintan tersebut umumnya masih berada di dalam desa.

Secara umum, modal usaha tani diperoleh petani dengan cara


menyisihkan sebagian pendapatan dari hasil panen usaha taninya. Beberapa
petani sampel yang lahannya luas, dan punya usaha sampingan, melakukan
peminjaman modal ke bank. Umumnya para petani harus sedikitnya
menyisihkan sekitar sepertiga bagian dari hasil perolehan dari penjualan
hasil panen untuk dijadikan modal agar dapat melakukan kegiatan usaha tani
musim tanam berikutnya.Pada umumnya petani meminjam uang tujuan
utamanya adalah untuk modal usaha tani, walaupun kadang-kadang langsung
meminjam bentuk saprodi. Bila meminjam uang selain untuk modal kerja
usaha tani kadang-kadang juga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
lainnya. Biasanya pendapatan dari penjualan hasil panen tidak sepenuhnya
mampu mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga, sehingga petani
sering melakukan peminjaman meski masa kegiatan penanaman usaha tani
sudah dilakukan. Banyaknya petani yang sering meminjam terutama untuk
modal usahatani.

Kelembagaan pasar mencerminkan perilaku pasar oleh lembaga


tataniaga dalam hubungannya dengan sistem pembentukan harga dan
praktek transaksi (jual-beli), baik secara vertikal mapun horizontal. Struktur
dan perilaku pasar pada akhirnya menentukan keragaan pasar beras dalam
hal pembentukan harga, biaya, volume produksi, dan marjin pemasaran
(Saptana et al., 2003). Menurut Rusastra et al. (2004) kelembagaan
tataniaga/pemasaran padi melibatkan banyak pelaku, seperti petani, pelaku
tataniaga (penebas, pedagang pengumpul dan KUD), kecuali KUD yang
melakukan penjualan ke Dolog kabupaten, maka penebas dan pedagang.

Keberadaan kelompok tani tidak diragukan hampir ada di setiap desa


pertanian di Indonesia. Petani yang menyatakan tidak ada kelompok tani di
desanya 0-16 persen dan sebagian juga menyatakan tidak tahu akan
keberadaan kelompok tani (0-16%). Namun demikian beberapa petani
responden tidak seluruhnya mengaku sebagai anggota, walaupun selama ini
tercatat sebagai anggota kelompok tani tidak aktif terutama terkait dengan
pendistribusian pupuk subsidi.

Kelompok tani merupakan salah satu bentuk lembaga penting di


perdesaan khususnya bagi petani. Kelompok tani dapat berfungsi dengan

25
baik sebagai wadah dalam mengorganisir berbagai kegiatan dan
mengakomodir kebutuhan informasi usaha tani bagi petani, bila dijalankan
sesuai fungsinya secara efektif, efisien dan tepat guna. Keberhasilan
pelaksanaan program pembangunan dan kebijakan di bidang pertanian baik
dalam bidang penetrasi dan pengembangan serta akselerasi teknologi usaha
tani, maupun penyuluhan dan informasi pasar, menjadi salah satu cermin
berfungsinya kelembagaan suatu kelompok tani. Peran kelompok tani atau
Gapoktan menjadi penting terkait dengan mendukung program pemerintah
dan pendistribusian saprodi.

Kelompok tani merupakan salah satu bentuk kelembagaan di pedesaan


yang dapat berperan ganda bahkan multi fungsi. Kelompok tani dapat
berfungsi sebagai sarana dan saluran akses pemerintah dalam pelaksanaan
program kebijakan pembangunan pertanian, sebagai sarana penyaluran
aspirasi petani kepada pemerintah, juga sebagai wadah saling tukar berbagai
informasi terkait usaha tani dan informasi lainnya diantara sesama petani.

Berfungsinya suatu lembaga kelompok tani tercermin dari kondisi


keikutsertaan (partisipasi) dan peran aktif para petani anggotanya, maupun
tingkat pengetahuan petani terhadap keberadaan dan fungsi atau manfaat
serta peran kelompok tani tersebut terhadap kegiatan usaha tani mereka.
Beberapa manfaat yang diperoleh para petani anggota kelompok tani, antara
lain seperti: meringankan pekerjaan, sebagai wadah dan sarana sarana tukar
pikiran, sarana keuangan (tabungan, simpan pinjam, arisan) serta membantu
akses terhadap kredit

BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Komoditi pangan yang akan dibahas di makalah adalah tanaman padi.


Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan
utama di Indonesia, karena sebagian besar dari penduduk Indonesia
mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokok. Permintaan akan beras
terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia

26
ataupun dunia, dan terjadinya perubahan pola makanan pokok pada
beberapa daerah tertentu, dari umbi-umbian ke beras.

Lembaga-lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran suatu


komoditas disebut lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran melakukan
fungsi-fungsi pemasaran dalam menyalurkan komoditas dari produsen ke
konsumen. Lembaga pemasaran beras yang terlibat meliputi petani,
penggilingan, pedagang grosir kecamatan, pedagang grosir pasar, pedagang
pengecer Kabupaten Pelalawan. Saluran pemasaran merupakan jembatan
antara petani dengan konsumen akhir yang melalui berbagai tingkatan
lembaga pemasaran. Saluran pemasaran yang dilalui sangat berpengaruh
terhadap keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga
pemasaran yang terlibat dalam penyaluran padi sawah.

Efisiensi pemasaran dapat dihitung dari rasio biaya pemasaran dengan


total nilai produk (harga jual). Besar kecilnya biaya pemasaran dipengaruhi
oleh sarana transportasi, risiko kerusakan, tersebarnya tempat-tempat
produksi, dan banyaknya pungutan baik yang bersifat resmi maupun tidak
resmi di sepanjang jalan antara produsen dengan konsumen. Proses
pemasaran komoditi pertanian ada beberapa fungsi-fungsi pemasaran yang
harus dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran untuk meningkatkan nilai
guna komoditi pertanian. Fungsi-fungsi pemasaran pertanian dilakukan oleh
lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemasaran padi yaitu petani, pedagang
pengumpul, dan pedagang pengecer. Adapun fungsi-fungsi pemasaran
tersebut meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.

Salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya memacu peningkatan


produksi dan produktivitas usahatani padi adalah dengan mengintegrasikan
antar sektor dan antar wilayah dalam pengembangan usaha pertanian dalam
rangka mensukseskan ketahanan pangan melalui program teknologi
pengelolaan tanaman terpadu. Peningkatan Produktivitas usaha tanaman
padi sangat dibutuhkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan rakyat
Indonesia. Dimana padi merupakan bahan makanaan pokok masyarakat
Indonesia. Untuk itu Balai pengkajian Teknologi Pertanian menciptakan
komponen teknologi PTT yaitu Pengelolaan tanaman terpadu yang terdiri
dari 12 komponen teknologi (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2011).

Ketersediaan saprodi relatif cukup, walaupun masih dijumpai ketidak


cukupan saprodi di beberapa kalangan petani, modal petani umumnya masih
merupakan kendala, sehingga banyak petani mencari pinjaman untuk
mendukung modal usaha tani mereka. Tenaga olah tanah dengan traktor
umumnya tidak masalah. Masalah tenaga kerja umumnya pada saat tanam
dan panen relat sulit, sehingga berpengaruh dalam kegiatan usaha tani

27
padi.Dalam memasarkan hasil, umumnya petani menjual per satuan unit,
namun demikian sistem tebasan semakin berkembang karena dinilai lebih
praktis dan cepat memperoleh uang tunai. Pemasaran hasil (gabah/beras)
relatif lancar, hanya masalah harga yang murah di musim panen
raya.Keberadaan kelompok tani tidak semua berfungsi dengan baik,
terutama dibentuk karena bukan dari bawah, sehingga untuk kondisi yang
demikian peluang keberlanjutan kegiatan diragukan. Namun demikian
kelompok tani atau Gapoktan akan berkembang bila kegiatannya didukung
oleh modal sosial kelompok.

3.2. Saran

Saran yang dapat diberikan pada makalah ini adalah agar lebih
mendalami bagaimana usahatani tanaman pangan, khususnya padi, di
lapangan langsung. Serta lebih berhati-hati dalam menghitung biaya tetap
dan variable dalam usahatani padi.

DAFTAR PUSTAKA
Purwantini, Tri Bastuti dan Wahyuning K. Sejati. 2013. Peran
Kelembagaan Agribisnis Penunjang dalam Usaha Tani Padi.

Siagian, Johanna. 2011. Agribisnis Tanaman Padi.

28
Dewi, Listiana. 2017. Analisis Sistem Agribisnis Padi Sawah di
Kawasan Ekosistem.

Sarasutha, IGP, dkk. Usahatani Padi Berbasis Agribisnis di Sentra


Produksi Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Ariyono, Ardie, dkk. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Sistem


Pemasaran Beras di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.

Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2017.


Efisiensi Pemasaran Beras di Kabupaten Ciamis dan Jawa Barat.

Kusnanto, dkk. Analisis Pemasaran Padi di Desa Raja Bejamu


Kecamatan Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir.

Kusnandar, dkk. 2013. Rancang Bangun Model Kelembagaan


Agribisnis Padi Organik dalam Mendukung Ketahanan Pangan.

Al-Halabani, Hendri. 2015. Subsistem Budidaya Pertanian (On Farm)


dalam Sistem Agribisnis.

http://eprints.undip.ac.id/54409/2/BAB_I.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai