Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN BESAR


yang dilaksanakan di
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

“INDIGESTI AKIBAT IMPAKSI RUMEN OLEH BENDA


ASING DAN PERICARDITIS PADA SAPI PERAH”

HALAMAN JUDUL

Oleh :
RISKI NURHIDAYATI
170130100011071

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala limpahan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Rotasi Interna Hewan Besar
di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Sudarminto S. Yuwono, M.App.Sc, sebagai dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya yang telah memberikan fasilitas
dan dukungan.
2. drh. Analis Wisnu Wardhana, M. Biomed selaku koordinator PPDH rotasi
Interna Hewan Besar.
3. Drh. Albiruni Haryo, M.Sc selaku Penguji, atas bimbingan dan ilmu yang
telah diberikan.
4. drh Deddy dan drh. Ribut Hartono selakudokter hewan pembimbing lapang
atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan.
5. Keluarga tercinta, Ayah Drs. H. Ramijan, Ibu Yenny Yunani Erawati S.Pd,
Kakak dr. Ramadhani Akhmad Soleh dan Adik Rizal Maulana, yang tiada
henti memberikan dorongan serta motivasi kepada penulis.
6. Teman-Teman “ASIX ASIX JON” PPDH X yang telah membantu dalam
menyelesaikan penulisan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
sempurna oleh karena itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang
membangun. Semoga laporan ini dapat menambah wawasan dan manfaat bagi
pembaca.
Malang, Juni 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Rumusan masalah ............................................................................. 2
1.3. Tujuan............................................................................................... 2
1.4. Manfaat............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN KASUS ............................................................................ 3
2.1. Sinyalemen ....................................................................................... 3
2.2. Anamnesa dan Temuan Klinis ......................................................... 3
2.3. Diagnosa Banding ............................................................................ 4
2.4. Diagnosa ........................................................................................... 4
2.5. Prognosa ........................................................................................... 4
2.6. Penanganan....................................................................................... 4
2.7. Nekropsi ........................................................................................... 4
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 7
3.1. Hasil ................................................................................................. 7
3.2. Pembahasan ...................................................................................... 10
3.2.1. Indigesti (Impaksi rumen) .................................................... 10
3.2.2. Perikarditis............................................................................ 13
BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 17
4.1. Kesimpulan....................................................................................... 17
4.2. Saran ................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 18

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Sapi yang diduga mengalami indigesti dan pericarditis. ........................ 3
3.2 Patofisiologi impaksi rumen akibat bahan non-metal ............................. 12

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Hasil nekropsi pada sapi. ........................................................................ 4

vi
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari Provinsi Friesland Barat dan
Holland Utara yang beriklim sedang (temperate) dengan empat musim, yaitu
musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Sapi FH memiliki
kemampuan memprouksi susu tinggi dengan kadar lemak lebih rendah
dibandingkan bangsa sapi perah lainnya. Produksi susu sapi perah FH di negara
asalnya mencapai 6000-8000 kg/ekor/laktasi, sedangkan di Inggris sekitar 35%
dari total populasi sapi perah dapat memproduksi hingga 8069 kg/ekor/laktasi
(Arbel et al,. 2001). Sifat sapi perah umumnya tenang, jinak dan mudah
beradaptasi. Oleh karena itu, di Indonesia banyak dipelihara sapi FH baik skala
perusahaan maupun peternakan kecil (Ratnasari dkk., 2019).
Kebutuhan pangan terutama sumber protein hewani seperti halnya susu
akan semakin meningkat, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan
pertumbuhan tingkat kemakmuran rakyat. Konsumsi susu tahun 2010 sekitar 11,9
liter per kapita per tahun atau total nasional 1,2 juta ton, diperkirakan akan
menjadi sekitar 5 juta ton pada tahun 2020. Produktivitas sapi perah di Indonesia
rata-rata kurang dari 10 liter per hari, sekalipun menggunakan bibit sapi perah
unggul yang mampu berproduksi 15-20 liter susu per hari. Rendahnya produksi
susu disebabkan oleh beberapa faktor antara lain rendahnya kualitas pakan. Salah
satu upaya perbaikan kondisi persusuan dalam negeri yaitu dengan cara perbaikan
kualitas pakan ternak sapi perah (Sumihati dkk., 2011).
Lambung sapi relatif rentan terhadap benda asing. Sapi tidak
menggunakan bibirnya untuk mengecap dan merasakan pakannya, tetapi
menggunakan suatu proses yang disebut dengan memamah-biak (langsung
memasukan pakan ke lambung dengan mengunyah secara minimal, kemudian
mengembalikannya ke mulut untuk dikunyah kembali) (Anwar et al., 2013). Saat
ini, lingkungan sudah tercemar dengan sampah. Hal ini tidak dapat dihindari
seiring dengan bertambahnya populasi manusia sehingga bertambah banyak pula
kebutuhan akan kehidupan yang praktis seperti penggunaan plastik. Sampah

1
plastik tidak seperti sampa organik yang mudah didaur ulang oleh
mikroorganisme (Nugusu et al., 2013).
Hewan ternak kemungkinan menelan benda asing karena mereka tidak
dapat membedakan bahan plastik, logam, kayu, karet dan batu dalam pakan dan
tidak benar-benar mengunyah pakan sebelum menelan. Benda asing akan
menyebabkan komplikasi yang berbeda sesuai dengan sifat benda asing dan cara
masuk ke dalam organ pencernaan. Benda asing adalah benda yang tidak
seharusnya berada di dalam organ maupun tubuh hewan. Benda asing dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu logam dan non-logam. Benda asing termakan
oleh ternak akan menyebabkan suatu gangguan atau penyakit akibat terganggunya
fisiologis terhadap organ. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh benda asing
adalah pericarditis dan indigesti (rumen impaction) (Abbadi, 2014).

1.2. Rumusan masalah


1. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit indigesti (rumen impaction) dan
pericarditis?
2. Bagaimana penanganan dan pengobatan yang dilakukan untuk penyakit
indigesti (rumen impaction) dan pericarditis?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui cara mendiagnosa penyakit indigesti (rumen impaction) dan
pericarditis.
2. Mengetahui cara penanganan dan pengobatan yang dilakukan untuk penyakit
indigesti (rumen impaction) dan pericarditis.

1.4. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dalam kegiatan PPDH rotasi Interna Hewan
Besar antara lain dapat mengetahui penanganan kasus indigesti (rumen impaction)
dan pericarditis serta menambah pengetahuan, pengalaman, wawasan dan
ketrampilan khususnya di bidang interna hewan besar.

2
BAB II TINJAUAN KASUS

2.1. Sinyalemen
Jenis hewan : Sapi perah
Ras hewan : Friesian Holstein (FH)
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Betina
Warna : Putih hitam

Gambar 2.1 Sapi yang diduga mengalami indigesti (rumen impaction) dan
pericarditis.

2.2. Anamnesa dan Temuan Klinis


Berdasarkan pemilik, sapi lemas, tidak bisa berdiri, nafsu makan dan
minum berkurang. Sapi diberi pakan konsetrat tetapi minim air minum. Feed
banknya terlihat masih penuh dan didalam feed bank ditemukan tali rafia dan
potongan plastik kecil-kecil (kopra). Temuan klinis menunjukkan sapi mengalami
kekurusan, anoreksia, deman, takikardi, dehidrasi dan distensi abdomen.. Sapi
mengalami dehidrasi yang ditandai dengan keringnya cermin hidung, kulit dan
bulu tampak kering serta bola mata tenggelam didalam rongga mata. Feses hanya
terbentuk sedikit, konsistensinya lunak seperti pasta, bercampur lendir, dan
berwarna gelap dengan bau yang menusuk. Awalnya ditandai dengan diare dan
pada keadaan lanjut dapat terjadi konstipasi.

3
2.3. Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari kasus indigesti akibat impaksi rumen yaitu
indigesti vagus, impaksi abomasum, traumatic retikulo-peritonitis. Diagnosa
banding pericaditis antara lain angina pectoris, diseksi aorta, stenosis aorta,
vasospasme arteri koroner, ruptur esofageal, spasme esofageal, esofagitis,
esofagitis, gastritis akut, Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), infark
miocardium dan emboli paru.

2.4. Diagnosa
Diagnosa dari kasus ini adalah impaksi rumen akibat benda asing dan
perikarditis.

2.5. Prognosa
Berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan yang dilakukan maka
prognosa dari penyakit ini adalah infausta.

2.6. Penanganan
Sapi diberi infus RL lewat vena jugularis sebagai hidrasi.

2.7. Nekropsi
Sapi mati 6 jam setelah dilakukan penanganan. Sapi kemudian di nekropsi
untuk mengetahui penyebab kematian. Tabel 2.1 berikut merupakan hasil
nekropsi pada sapi.
Tabel 2.1 Hasil nekropsi pada sapi.
No Gambar Organ Keterangan

Rumen, Temuan pakan yang


1. retikulum, mengeras, indikasi
abomasum terjadinya indigesti.

4
Temuan bungkil
kopra dalam jumlah
Rumen, banyak. Kopra
2. retikulum, berbentuk bulat
abomasum dengan permukaan
yang kasar dan
sedikit tajam.

Akumulasi cairan
albumin / fibrin di
peritoneum. Saat
3. Peritoneum dibuka, seluruh
rongga peritoneum
penuh berisi cairan
tersebut.

Permukaan
perikardium
Perikardium
4. berwarna
dan Jantung
kekuningan, dilapisi
oleh fibrin kuning.

Jaringan subkutan
5. Subkutan ditemukan cairan
albumin / fibrin.

5
Kopra yang
6. - ditemukan di dalam
saluran pencernaan

6
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Seekor sapi perah Friesian Holstein (FH) yang dipelihara oleh peternak di
Desa Kungkuk, Kota Batu dilaporkan tampak lesu dan malas untuk bergerak,
tidak mau makan dan minum serta tidak mau berdiri (ambruk). Hasil dari inspeksi
yaitu sapi terlihat mengalami kekurusan, anoreksia, demam, takikardi, dehidrasi
dan distensi abdomen. Temuan klinis lain tidak dapat ditemukan karena hewan
sudah ambruk sehingga sulit untuk melakukan auskultasi, palpasi, maupun
observasi rongga thoraks sampai ke leher.
Tanda-tanda klinis pada hewan yang menderita impaksi rumen akibat
bahan plastik umumnya tidak spesifik, sehingga diagnosis impaksi rumen akibat
bahan plastik merupakan tantangan nyata bagi dokter hewan. Kembung berulang,
impaksi rumen yang persisten dan riwayat merumput hewan di sepanjang tepi
jalan yang banyak mengandung sampah meningkatkan kecurigaan impaksi rumen
akibat bahan plastik pada hewan. Meskipun beberapa penelitian telah berusaha
dalam mendeteksi bahan kimia yang larut dari bahan plastik ini dalam sampel
cairan dan susu ruminal, masih banyak penelitian yang diperlukan dalam
menggunakan bahan kimia ini untuk tujuan diagnostik (Vanitha et al., 2010).
Pendekatan konservatif seperti penggunaan agen anti-kembung atau pencahar
tidak berhasil dalam penanganan sindrom benda asing plastik. Oleh karena itu,
sampai hari ini semua dokter hewan bergantung pada rumenotomi untuk tujuan
diagnostik dan terapi impaksi rumen akibat benda asing (Tyagi and Singh, 2004).
Sapi pada kasus ini hanya diberi penanganan berupa pemberian infus RL
(Ringer Laktat) lewat vena jugularis untuk memperbaiki status dehidrasi. Secara
keseluruhan sapi sangat lemah dan prognosanya sangat buruk (infausta).
Pemilihan cairan didasarkan pada abnormalitas yang membutuhkan perbaikan.
Secara umum cairan poliionik dan isotonik seperti ringer laktat merupakan
cairan yang paling serba guna karena komposisinya mirip dengan cairan
ekstraselular. Cairan ringer laktat adalah alkalizer karena mengandung laktat yang
merupakan precursor bikarbonat. RL merupakan cairan yang paling fisiologis
yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah besar. RL banyak

7
digunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok hipovolemik,
diare, trauma dan luka bakar. Cairan ringer meningkatkan jumlah klorida sehingga
merupakan cairan acidifier. Cairan ringer laktat dan ringer mengandung hanya
sedikit kalium. Dibutuhkan penambahan kalium klorida pada cairan tersebut pada
pasien hypokalemia (Heitz and Horne, 2005).
Laktat yang terdapat di dalam larutan RL akan dimetabolisme oleh hati
menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis
metabolik. Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk pemeliharaan
sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium. Larutan RL tidak mengandung
glukosa, sehingga bila akan dipakai sebagai cairan rumatan, dapat ditambahkan
glukosa yang berguna untuk mencegah terjadinya ketosis (Heitz and Horne,
2005).
Setelah diberi penanganan, sapi tersebut kurang lebih 6 jam kemudian
mati dan dilakukan nekropsi untuk mengetahui penyebab utama. Pada rumen,
retikulum dan abomasum ditemukan pakan yang mengeras dan mengindikasikan
terjadinya indigesti. Selain itu, ditemukan juga bungkil kopra (plastik-plastik
kecil) dalam jumlah banyak. Kopra yang ditemukan berbentuk bulat dengan
permukaan yang kasar dan sedikit tajam. Menurut Tesfaye et al. (2012) lesi yang
sering ditemukan pada rumen dan retikulum yang terisi benda asing yaitu adanya
perubahan granulomatosa, peluruhan, kongesti dan nekrosis. Prevalensi terjadinya
lesi di rumen dan retikulum adalah 4,9% dan 3,3%, masing-masing tanpa
perbedaan yang signifikan (p> 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian oleh Otsyina et al., (2017), temuan patologis
anatomi yang diamati pada karkas dan saluran pencernaan domba yang
diimplantasikan dengan kantong plastik selama 6 minggu yaitu dua dari empat
domba mengalami asites dan edema serta emfisema jaringan subkutan di seluruh
bangkai. Semua domba yang diimplantasikan dengan kantong plastik mengalami
atrofi otot serta atrofi dan degenerasi lemak omental dan mesenterika. Plastik
yang sudah mencapai mukosa omasum menyebabkan kongesti, hemoragi atrofi
dan penipisan pada pilar (lipatan ruminal) dan papila mukosa retikulum sampai
omasum. terdapat juga serta. Daerah erosi dan ulserasi juga teramati dalam rumen
Dinding rumen menjadi lebih tipis.

8
Selain pada rumen, organ jantung juga mengalami kelainan antara lain
ditemukan eksudat purulen di apex jantung berwarna keabuan, permukaan
perikardium yang dilapisi oleh fibrin kekuningan, dan saat perikardium dibuka
keluar cairan berwarna kekuningan serta permukaan epikardium yang juga
dipenuhi oleh fibrin (Gambar 3.1).
A B

C D

Gambar 3.1 Gambaran hasil nekropsi perikarditis pada sapi. a) Permukaan


epikardium jantung yang dilapisi oleh fibrin berwarna kekuningan, b) permukaan
perikardium yang dilapisi eksudat purulen, c) Distensi perikardium, d) hasil
nekropsi kasus perikarditis dimana permukaan perikardium berwarna kekuningan
dan terdapat eksudat purulen di apex jantung (Sumber: dokumentasi pribadi,
2018).

Berdasarkan hasil nekropsi dan perbandingan literatur, maka jantung pada


hewan mengalami perikarditis efusif atau perikarditis purulen. Temuan yang dapat
ditemukan saat pemeriksaan post mortem dari sapi yang mengalami perikarditis
purulen / supuratif / efusif antara lain sebagai berikut (Blowey dan Weaver, 2011;
Scott et al., 2011; Haskel, 2008):
a. Perikardium dan epikardium menebal

9
b. Perikardium dilapisi oleh deposit fibrin berwarna kekuningan
c. Rongga perikardium berisi cairan dan melebar
d. Warna cairan: kekuningan, hijau kekuningan, sampai keabuan dengan bau
busuk yang menyengat
e. Apabila berkaitan dengan perikarditis traumatik: dapat ditemukan benda asing
seperti kawat, ruptur atrium & ventrikel, rongga perikardium berisi cairan
bercampur darah.
f. Perikarditis kronis: Pus dengan konsistensi kental di permukaan perikardium
dan epikardium membentuk pola “bread and butter pattern”, kongesti hati dan
paru-paru, dilatasi vena jugularis, edema subkutan dan submandibula, brisket
disease, dan edema inguinal.
Hasil nekropsi secara keseluruhan, sapi diduga mengalami indigesti akibat
impaksi rumen oleh benda asing dan pericarditis. Benda asing ditemukan dalam
rumen dan belum menyebabkan hemoragi sehingga karena benda asing hanya
mencapai rumen. Rongga peritonium terdapat akumulasi cairan yang banyak.
Jantung mengalami nekrosis dan terlapisi fibrin kuning.

3.2. Pembahasan
3.2.1. Indigesti (Impaksi rumen)
Pada kasus sapi yang telah disembelih dan diamati organnya
(digesti dan jantung) ini banyak ditemukan benda asing pada lumen
lambung bagian rumen, diduga sapi mengalami impaksi rumen. Impaksi
rumen adalah kondisi dimana adanya akumulasi bahan makanan yang
dicerna di dalam rumen dan mengganggu saluran ingesta sehingga rumen
mengalami distensi. Keberadaan benda-benda logam maupun non logam
dapat menimbulkan berbagai permasalahan di saluran pencernaan sapi
terutama di rumen dan retikulum. Masalah yang ditimbulkan bervariasi
tergantung lamanya benda asing, lokasi benda asing, tingkat obstruksi
yang disebabkan serta kandungan material dari benda asing (Tesfaye dan
Channie, 2012).
Tertelannya benda asing logam seperti paku atau kawat akan
langsung masuk kedalam retikulum atau masuk lewat rumen dan
selanjutnya jatuh ke bagian cranioventral dari retikulum oleh konstraksi

10
rumen. Dikarenakan bentuk retikulum seperti sarang lebah maka dengan
mudah retikulum menahan benda asing tersebut kemudian tertahan disana.
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh tertelannya benda asing pada
saluran pencernaan antara lain: Gingivitis, Glositis, Pharyngitis,
Esophagitis, Rumenitis, Traumatic Perikarditis dan Traumatic Reticulo-
Peritonitis. Perforasi atau penetrasi dinding retikulum memungkinkan
adanya kebocoran ingesta dan bakteri yang kemudian mencemari rongga
peritonial yang menyebabkan terjadinya peritonitis. Benda asing juga
dapat menembus dinding diafragma dan masuk ke dalam rongga dada
yang menyebabkan pleuritis dan masuk ke kantong perikardial yang
menyebabkan traumatik perikarditis (Nugusu, 2013).
Tertelannya benda asing seperti plastik dan kopra yang ada pada
pakan sapi menyebabkan terhambatnya penyerapan asam lemak dan
nutrisi pada tubuh sapi. Impaksi rumen dari akumulasi benda asing, seperti
plastik dan benda lainnya dapat menyebabkan gangguan pada saluran
ingesta berupa distensi rumen. Impaksi rumen karena plastik, kawat, dan
benda asing lainnya di dalam rumen menyebabkan sapi anoreksia,
penurunan produksi susu dan hilangnya kondisi tubuh secara progresif.
Secara klinis impaksi benda asing yang dicerna rumen dicirikan oleh
selaput lendir pucat, pengurangan produksi susu, impaksi rumen,
berkurangnya motilitas rumen, feses saat defeksai sedikit dan
kemungkinan tidak ada (Vanitha et al., 2010).
Kantong plastik dan bahan plastik lainnya tidak dapat dicerna atau
dilewatkan begitu saja melalui feses oleh hewan. Adanya benda asing
tersebut terus menerus dalam rumen akan menyebabkan atrofi papila
ruminal dan dengan demikian mempengaruhi pencernaan normal dan
proses fermentasi. Karena aksi kontraksi rumen, plastik saling terjerat dan
bahan pakan tidak dapat dicerna sempurna oleh rumen protozoa untuk
proses pencernaan dan fermentasi. Hal ini mempengaruhi fungsi
mikroflora rumen yang mengarah ke gangguan pencernaan (Sheferaw et
al., 2014).

11
Patofisiologi pada rumen diawali akibat kontraksi rumen. Kantong
plastik atau bahan plastik yang terakumulasi dalam rumen akan saling
terjerat dan mengarah pada pembentukan massa keras. Kemudian, massa
plastik keras ini menghalangi lubang antara retikulum dan omasum
sehingga menyebabkan gangguan pada gerakan rumen. Selama periode
waktu, massa plastik keras ini menyebabkan penurunan motilitas rumen
dan dengan demikian menyebabkan atonia rumen dan impaksi rumen.
(Singh, 2005). (Gambar 3.2) menggambarkan patofisiologi pada indigesti
akibat impaksi rumen.
Bahan plastik yang ada di rumen mengalami berbagai proses
destruktif oleh aksi fisik dan mikroba rumen. Aksi fisik dalam bentuk
pengadukan plastik oleh kontraksi rumen dan aksi mikroba dalam bentuk
aktivitas enzimatik oleh protozoa dan mikroflora rumen lainnya. Pengaruh
fisik dan mikroba ini dapat menyebabkan pelepasan bahan kimia dan
monomer tertentu dari bahan plastik yang tertelan ke dalam cairan rumen
dan kemudian diedarkan. Pencucian bahan kimia ini dapat meningkat
dengan bertambahnya usia plastik yang terakumulasi dalam rumen
(Vanitha et al., 2010).

Gambar 3.2 Patofisiologi impaksi rumen akibat bahan non-metal pada


ruminansia (Kondisi yang disebutkan dalam kotak kuning menunjukkan
kemungkinan hasil setelah paparan kronis terhadap produk yang berbahan
kimia di rumen. Namun tidak ada penelitian yang dilakukan dalam
pembuatan patofisiologi ini). (Sumber: Priyanka, 2018).

12
Gejala yang paling umum diamati pada hewan yaitu kembung yang
ditunjukkan dengan tonjolan paralumbar abnormal di sisi kiri dinding
abdomen. Pada gejala akut akan terlihat, hewan tampak lesu malas
bergerak, anoreksia, serta produksi air susu juga sangat turun. Gejala
indigesti hilangnya tonus rumen serta ruminostasis nampak dengan jelas.
Hewan tidak tenang, kepala menengok ke belakang, hewan lebih senang
berdiri dan jarang tiduran. Oleh karena rasa sakit hewan akan mengerang
atau menggeretakkan gigi. Suhu tubuh mengalami kenaikan, serta
pernafasannya dilakukan secara dada (torakal). Untuk mengurangi rasa
sakit maka punggung dibungkukkan serta posisi kaki depan yang
diabduksikan dan pengeluaran tinja tertahan (konstipasi) (Subronto, 2007).
Pada proses yang berlangsung kronik rasa sakit sudah menurun.
Pada proses yang berlangsung cukup lama, beberapa minggu, penderita
menjadi kurus dan disertai dengan gejala kelemahan umum. Apabila
meluas menjadi difus, gejala toksemia akan lebih menonjol, yang berupa
kelesuan umum, menurunnya tonus otot secara luas dan penderita mungkin
tidak mampu lagi berdiri. Penderita dapat mengalami kematian akibat
kolapsnya peredaran darah (Subronto, 2007).
Penanganan pada pasien yang masih memungkinan yaitu
memberikan kombinasi antibiotik yang mencakup antibiotik terhadap
bakteri gram positif dan gram negatif serta anaerob merupakan terapi yang
sangat ideal untuk kasus ini. Menurut Kumar (2014), kombinasi ceftriofur,
enrofloxacin, ampicillin dan metronidazole memberikan hasil yang baik.
Terapi suportif dalam bentuk saline untuk memeriksa suplemen vitamin
dehidrasi atau asidosis metabolik untuk meningkatkan kekuatan sistem
kekebalan tubuh adalah pilihan yang baik. Perawatan antibiotik diperlukan
selama 1-3 minggu tergantung pada kondisi atau tingkat keparahan infeksi.

3.2.2. Perikarditis
Perikarditis adalah infeksi selaput jantung (perikardium) yang
disebabkan oleh mikroorganisme tertentu sehingga terjadi akumulasi
cairan serta sel-sel inflamasi di rongga perikardium, dimana jika sudah

13
kronis dapat memicu kondisi Congestive Heart Failure (Andrews et
al.,2004). Menurut Constable et al., (2017) dan Haskel (2008), perikarditis
pada hewan ternak memiliki tiga bentuk umum, yaitu:
a. Perikarditis efusif : Karakteristik adanya akumulasi cairan protein di
rongga perikardium.
b. Perikarditis fibrinous : Deposisi fibrin di rongga perikardium, terkadang
dapat disertai dengan cairan.
c. Perikarditis konstriktif : Deposisi jaringan ikat fibrosa di perikardium
atau epikardium diserertai penebalan dinding perikardium.
Selain ketiga bentuk tersebut, terdapat satu jenis perikarditis yang
disebabkan oleh adanya perforasi benda asing ke rongga perikardium yang
sering disebut perikarditis traumatik. Perikarditis traumatik umumnya
hanya ditemukan pada sapi. Menurut Elghany (2014), penyebab dari
kondisi perikarditis pada hewan ternak yang telah diketahui antara lain:
a. Blood borne infection yang mengarah ke perikardium.
b. Infeksi yang menyebar dari miokardium dan pleura.
c. Infeksi bakteri tuberculosis dan streptococcus.
d. Perikarditis fibrinosa kausa idiopatik
e. Mikroorganisme infeksius dari benda asing di rumen dan retikulum
(traumatik retikuloperitonitis) yang penetrasi sampai ke jantung
(traumatik perikarditis).
Perikarditis juga dapat disebabkan oleh adanya invasi bakteri
tertentu di perikardium. Spesies bakteri yang diketahui menyebabkan
perikarditis dan telah berhasil diisolasi pada jantung sapi yaitu Manheimia
haemolytica, Clostridium novyi, Haemophilus spp., Histophilus somni,
Tuberculosis, Pseudomonas aeruginosa, Mycoplasma spp., Klebsiella
pneumoniae dan Actinobacillus suis (Constable et al., 2017).
Patogenesa perikarditis (perikarditis purulen/ efusi) dimulai dari
tahap awal atau early stage dimana terjadi hiperemia dan deposisi eksudat
fibrin pada epikardium. Akumulasi cairan yang berisi sel-sel inflamasi
mengisi rongga perikardium sehingga volume cairan di rongga
perikardium meningkat. Akumulasi dari cairan ini akan menyebabkan

14
munculnya suara gesekan (friction sound) antara perikardium dan
epikardium ketika jantung sedang bergerak memompa darah. Suara
“friction sound” akan berganti menjadi “muffling heart sound” apabila
efusi cairan semakin meningkat di perikardium (Constable et al., 2017).
Akumulasi cairan pada perikardium menekan ventrikel dan atrium
dexter jantung, yang berefek pada gangguan fungsi kedua bagian jantung
tersebut hingga terjadi Congestive Heart Failure. Gangguan ini umumnya
disertai dengan toxemia dari bakteri penyebab perikarditis yang
memproduksi toksin di perikardium. Akumulasi gas juga dapat ditemukan
bersamaan dengan cairan di rongga perikardium apabila bakteri yang
menginvasi memiliki kemampuan untuk memproduksi gas. Gas yang
terbentuk akan menimbulkan suara “fluid splashing sound” ketika
dilakukan auskultasi (Andrews et al., 2004).
Pada perikarditis non purulen atau perikarditis fibrinosa, sangat
jarang ditemukan eksudat cairan dan tidak terjadi distensi rongga
perikardium. Epikardium mengalami hiperemia, adanya deposit fibrinosa
di basis jantung yang akan menyebar ke seluruh epikardium hingga ke
permukaan dalam perikardium. Selain itu juga terjadi adhesi antara
perikardium dan epikardium (Elghany, 2014).
Gejala klinis dari perikarditis antara lain sebagai berikut (Constable
et al., 2017; Elghany, 2014; Haskel, 2008):
a. Tahap awal (first stage): nyeri, hypophagia, tachypnea, demam
intermiten. Suhu tubuh mencapai 39,5–41oC, frekuensi pulsus
meningkat, respirasi abdominal dalam, siku menekuk, postur tubuh
(punggung) nampak melengkung, takikardi, nyeri saat dilakukan
palpasi dinding thoraks (diantara costae ke-3 sampai costae ke-6).
Auskultasi: rubbing sound atau friction sound pada area jantung karena
adanya hiperemia atau kongesti serta akumulasi eksudat fibrinosa di
rongga perikardium
b. Tahap kedua (second stage): toxemia dan gejala Congestive Heart
Failure seperti edema, takikardi serta dilatasi vena jugularis. Kematian
dapat terjadi 1-3 minggu setelah gejala CHF. Auskultasi: muffling heart

15
sound, fluid splashing murmur bila terdapat gas pada rongga
perikardium. Palpasi: pergerakan apex jantung mulai menghilang
Perkusi: cardiac dullness.
Pada kasus ini, kondisi demam dan ambruk yang dialami sapi
dapat berkaitan dengan toxemia akibat infeksi pada perikardium.
Pengobatan yang dilakukan umumnya bersifat jangka panjang,
mahal, dan tingkat keberhasilnya rendah. Penanganan terhadap perikarditis
yang dapat dilakukan meliputi (Haskell, 2008):
a. Antibiotik: Penicillin, Amoxicillin, Rifampin
b. Anti inflamasi: Flunixin meglumine, Aspirin
c. Furosemide
d. Suplemen potasium
e. Pericardiocentesis untuk drainase cairan perikardium
f. Rumenotomi apabila indikasi adanya benda asing di rumen atau
reticulum
g. Terapi cairan untuk menjaga keseimbangan hidrasi, elektrolit, dan
memberikan nutrisi pada tubuh apabila hewan tidak nafsu makan

16
BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan PPDH rotasi Interna Hewan Besar yang telah
dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Diagnosa definitif kasus ini melalui nekropsi.
2. Pengobatan kasus indigesti akibat benda asing pada sapi dapat dilakukan
dengan memberikan antibiotik terhadap bakteri gram positif dan gram negatif
serta anaerob seperti kombinasi ceftriofur, enrofloxacin, ampicillin dan
metronidazole memberikan hasil yang baik dan rumenotomi untuk
menghilangkan benda asing di rumen atau retikulum. Pengobatan terhadap
pericarditis yaitu dengan pemberian antibiotik (Penicillin, Amoxicillin dan
Rifampin), anti inflamasi (Flunixin meglumine, Aspirin), furosemide,
suplemen potasium, pericardiocentesis untuk drainase cairan perikardium.
Terapi suportif berupa cairan dapat dilakukan untuk menjaga keseimbangan
hidrasi, elektrolit, dan memberikan nutrisi pada tubuh apabila hewan tidak
nafsu makan.

4.2. Saran
Impaksi rumen akibat benda asing muncul sebagai akibat dari manajemen
pakan dan kandang yang tidak tepat. Oleh karena itu, praktik pemberian pakan
yang telah dicapur kopra serta pembuangan limbah yang tepat dapat dilakukan
untuk mencegah sapi mengakses benda asing yang tidak dapat dicerna. Kesadaran
masyarakat dan pemilik ternak harus dibuat khususnya tentang efek berbahaya
benda asing pada kesehatan hewan dan, pada gilirannya, efeknya pada kesehatan
manusia. Peternak harus dididik tentang praktik peternakan yang baik dan
pembuangan limbah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al-abbadi, os., abu-seida, am., and al-hussainy, sm (2014) Studies on Rumen


Magnet Usage to Prevent Hardware Disease in Buffaloes. Vet World. 7 (6)
: 408-411.

Andrews, A.H. Blowey, R.W. Boyd, H. Eddy, R.G. 2004. Bovine Medicine
Diseases and Husbandry of Cattle 2nd Edition. UK: Blackwell
Publishing.

Anwar, K., Khan, I., Aslam, A., Mutjaba, M., Din, A., Amin, Y., and Ali, Z
(2013) Prevalence Of Indigestible Rumen And Retikulum Foreign Bodies
In Achai Cattleat Different Regions Ofkhyber Pakhtunkhwa. ARPN
Journal of Agricultural and Biological Science. 8(8): 580-586.

Arbel, G., D. Chalid, & M. E. Ensminger. 2001. Karakteritik Sapi Perah Fries
Holland. Institut Pertanian Bobor Press. Bogor.
Blowey, R.W and Weaver, A.D. 2011. Color Atlas of Diseases and Disorders of
Cattle 3rd Edition. UK: Mosby Elsevier.

Braun, U. 2009. Traumatic Pericarditis in Cattle: Clinical, Radiographic, and


Ultrasonographic Findings. The Veterinary Journal. 182: 176–186.

Constable, P.D. Hinchcliff, K.W. Done and S.H. Grünberg, W. 2017. Veterinary
Medicine: A Textbook of The Disease of Cattle, Horses, Sheep, Pigs, and
Goats 11th Edition. USA: Elsevier.

Elghany, A.E.H.A. 2014. Guide in Ruminant Medicine 2nd Edition. UK: Wiley-
Blackwell.

Haskell, S.R.R. 2008. Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consult Ruminant.


USA: Wiley-Blackwell.

Heitz, U. and M.M. Horne. 2005. Fluid, Electrolyte and Acid Base Balance. 5th
Ed. Missouri: Elseiver-Mosby.

Kumar, A. 2014. Impaction in Dairy Animals. Ludhiana: Department of


Veterinary Medicine.

Nugusu, S., Velappagounder, R., Unakal, C., and Nagappan, R (2013) Studies on
Foreign Body Ingestion and Their Related Complications in Ruminants
Associated with Inappropriate Solid Waste Disposal in Gondar Town,
North West Ethiopia. International Journal of Animal and Veterinary
Advances 5(2): 67-74.

18
Otsyina, H.R., P.G. Mbuthia, J.Nguhiu-Mwangi, E.G.M.Mogoa and W.O. Ogara.
2017. Gross and histopathologic findings in sheep with plastic bags in the
rumen. International Journal of Veterinary Science and Medicine. 5 (2):
152-158.

Priyanka, M. 2018. Ruminal impaction due to plastic materials - An increasing


threat to ruminants and its impact on human health in developing
countries. Veterinary World. 11 (9): 1307-1315.

Ratnasari, D., Atabany, A., dan Purwanto, B. P. 2019. Model Pertumbuhan Sapi
Perah Friesian Holstein (FH) dari Lahir sampai Beranak Pertama di BBPTU-
HPT Sapi Perah Baturraden Menggunakan Model Matematik Logistic. Jurnal
Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. Vol 7 No. I (18-21).

Scott, P.R. Penny C.D. and Macrae, A.I. 2011. Cattle Medicine. UK: Manson
Publishing.

Sheferaw, D., Fikreysus, G., Metenyelesh, A., Dawit, T. and Etana, D. 2014.
Ingestion of indigestible foreign materials by free grazing ruminants in
Amhara Region, Ethiopia. Trop. Anim. Health Prod. 46: 247-250.

Singh, B. 2005. Harmful effect of plastic in animals. Indian Cow. 4: 10-18.

Subronto. 2007. Ilmu Penyakit Ternak II. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Sumihati M, Isroli dan Widiyanto. 2011. Utilitas Protein Pada Sapi Perah Friesian
Holstein Yang Mendapat Ransum Kulit Kopi Sebagai Sumber Serat Yang
Diolah Dengan Teknologi Amoniasi Fermentasi (Amofer). Jurnal Laporan
Penelitian. Vol 15, No. I. ISSN 0853-9812.

Tesfaye, D. and M. Chanie. 2012. Study on Rumen and Retikulum Foreign


Bodies in Cattle Slaughtered at Jimma Municipal Abattoir, South West
Ethiopia. J. Sci. Res. 7 (4): 160-167.

Tyagi, R.P.S. and J. Singh. 2004. Ruminant Surgery. New Delhi: CBS Publishers
and Distributors.

Vanitha V., Nambi P. A., Gowri B. dan Kavitha S. 2010. Rumen Impaction Cattle
With Indigestible Foreign Bodies In Chennai. Tamil nadu Jurnal
Veterinary and Animal Sciences. 6 (3): 138-140.

19

Anda mungkin juga menyukai