Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

HIBRIDISASI
Disusun untuk memenuhi Tugas Praktikum Genetika Ikan

Disusun oleh :
Kelompok 11

Adrian Zulfikar 230110150005


Natasya Natalia S 230110150018
Hana Septiani 230110150033
Muhammad Lutfi Alby 230110150034
Nurul Luthfia K 230110150059
Andri Yanuari 230110150060

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kehadirat Illahi Robbi karena atas berkat rahmat,
hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan praktikum yang
berjudul “Hibridisasi ” pada mata kuliah Genetika Ikan untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah genetika ikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Padjadjaran.
Proses penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebanyak-
banyaknya kepada pihak yang telah terlibat dalam penyusunan laporan akhir kali ini.
Semoga bantuan, kebaikan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama
penyelesaian makalah ini mendapat balasan yang tiada terkira dari Tuhan Yang Maha
Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan sangat
jauh dari kata sempurna karena pengetahuan kami yang masih terbatas. Oleh karena
itu, berikan kritik dan saran atas penyusunan laporan ini. Akhir kata, kami penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jatinangor, Desember 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Bab Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................... v
I PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ........................................................ 2
1.3 Tujuan .............................................................................. 2
1.4 Manfaat ........................................................................... 2
II TINJAUN PUSTAKA ............................................................ 3
2.1 Biologi Ikan Komet ...................................................... 3
2.2 Morfologi Ikan Komet.................................................. 4
2.3 Reproduksi Ikan Komet................................................ 5
2.4 Biologi Ikan Koi ........................................................... 6
2.5 Morfologi Ikan Koi ....................................................... 6
2.6 Reproduksi Ikan Koi..................................................... 8
2.7 Pemijahan Buatan ......................................................... 9

III METEDOLOGI....................................................................... 11
3.1 Waktu dan Tempat .......................................................... 11
3.2 Alat dan Bahan ............................................................... 11
3.3 Prosedur Kerja ................................................................ 12
3.4 Metode Praktikum ........................................................... 13
3.5 Rancangan Praktikum ..................................................... 13
3.6 Analisis Data.................................................................... 14
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 15
4.1 Hasil Pengamatan Kelas ................................................. 15
. 4.2 Hasil Pengamatan Kelompok......................... ............ 16
. 4.3 Pembahasan Kelas....................................................... 17
. 4.4 Pembahasan Kelompok............................................ 18
V SIMPULAN DAN SARAN .................................................... 20
5.1 Simpulan .......................................................................... 20
5.2 Saran ................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 21
LAMPIRAN......................................................................... 23

iii
DAFTAR TABEL

No Tabel Hal
1 Hasil Pengamatan Hibridisasi Setiap Kelompok 15

iv
DAFTAR GAMBAR

No Gambar Hal
1 Ikan Komet 3
2 Ikan Koi 7
3 Morfologi Ikan Koi 7

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di dalam kehidupan di bumi ini terdapat banyak kehidupan. Kehidupan ini


ada karena di dalamnya terdapat banyak suatu kelompok yang beraneka ragam yang
dinamakan makhluk hidup. Makhluk hidup adalah suatu kelompok yang saling
berorganisasi dan saling memiliki ketergantungan satu sama lain baik yang sejenis
maupun berbeda jenis sehingga saling membutuhkan satu sama lain. Namun, setiap
makhluk hidup memiliki keanekaragaman walaupun dalam kelompok yang sejenis.
Contohnya, bila anda memperhatikan teman-teman sekelas anda, dapat dipastikan
tidak ada seorangpun yang persis sama dengan anda, baik dari penampilan wajah
maupun sifat lainnya.
Berdasarkan penyebabnya, variasi dalam sistem biologi dibagi dua yaitu
Variasi Genetik yaitu variasi yang dihasilkan oleh faktor keturunan (gen) yang
bersifat kekal dan diwariskan secara turun temurun dari satu sel ke sel yang lain. Jika
gen berubah, maka sifat-sifat pun akan berubah. Sifat-sifat yang ditentukan oleh gen
disebut genotif. Ini dikenal sebagai pembawa. (Syamsuri, 2002). Variasi non genetik
atau variasi lingkungan yaitu yang ditentukan oleh faktor lingkungan seperti
intensitas cahaya, kelembaban, pH tanah, dll. Keadaan faktor-faktor lingkungannya
sama dengan pohon yang pertama, sekalipun demikian hasil panennya berbeda.
Pengetahuan yang memadai tentang komposisi lingkungan akan menentukan genotif
yang sesuai untuk kondisis tertentu. (Welsh 1991).
Hibridisasi (persilangan) adalah penyerbukan silang antara tetua yang berbeda
susunan genetiknya.
Pada tanaman menyerbuk sendiri hibridisasi merupakan langkah awal pada
program pemuliaan setelah dilakukan pemilihan tetua. Umumnya program pemuliaan
tanaman menyerbuk sendiri dimulai dengan menyilangkan dua tetua homozigot yang

1
2

berbeda genotipenya. Pada tanaman menyerbuk silang, hibridisasi biasanya


digunakan untuk menguji potensi tetua atau pengujian ketegaran hibrida dalam
rangka pembentukan varietas hibrida. Selain itu, hibridisasi juga dimaksudkan
untuk memperluas keragaman.
1.2. Identifikasi Masalah

Dalam melakukan rekayasa genetika banyak juga faktor-faktor yang akan


mempengaruhi dari perkembangan ikan tersebut. Teknik rekayasa genetika yang
umum dilakukan adalah hibridisasi,seleksi, inbreeding dan lain-lain. Dalam
praktikum kali ini akan mempelajari tentang teknik rekayasa genetika menggunakan
hibridisasi

1.3. Tujuan

Tujuan dari dari praktikum kali ini adalah, :


1. Mahasiswa memahami teknik rekayasa genetik yaitu hibridisasi.
2. Mahasiswa melakukan teknik rekayasa genetik hibridisasi dan sesuai prosedur

1.4. Manfaat
Manfaat dari praktikum kali ini adalah :
1. Mahasiswa mampu melakukan teknik rekayasa genetik dengan baik dan sesusai
prosedur
2. Praktikan mampu mengaplikasikan teknik hibridisasi dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Ikan Komet

Ikan komet termasuk dalam famili Cyprinidae dalam genus CarassiusBentuk


tubuh ikan komet agak memanjang dan memipih tegak Klasifikasi ikan komet di
dalam sistematika menurut Goenarso (2005)

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariphisysoidei
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus

Gambar 1. Ikan komet


(http://google.image.com)

Kebiasaan hidup di alam Ikan Komet aslinya hidup di sungai, danau, dan lain
lambat atau masih menggerakkan tubuh air di kedalaman sampai dengan 20 m. Di
habitat aslinya ikan Komet tinggal di iklim subtropis dan lebih suka air tawar dengan
pH 6,0-8,0, dengan kesadahan air sebesar 5,0 _ 19,0 DGH, dan rentang temperatur
32-106 F (0 – 41 C). Makanan ikan Komet terdiri dari krustasea, serangga, dan
bahan tanaman. Ikan Komet bertelur pada vegetasi air. Hidup di sungai-sungai,

3
4

danau, kolam dan saluran dengan air tergenang dan lambat mengalir. Pemakan
termasuk tumbuhan, krustasea kecil, serangga, dan detritus.

2.2. Morfolgi Ikan Komet

Ikan komet memiliki keindahan warna, gerak-gerik, dan bentuk tubuhnya


yang unik, oleh karena itu ikan komet digemari oleh masyarakat. Morfologi ikan
komet relatif menyerupai dengan morfologi ikan mas. Karakteristik yang
membedakan dari ikan komet dan ikan mas adalah bentuk siripnya. Ikan komet
mempunyai bentuk sirip yang lebih panjang dari ikan mas, meskipun jika didekatkan
keduanya akan sangat mirip, oleh sebab itu diluar negeri ikan komet dijuluki sebagai
ikan mas (goldfish). Perbedaan ikan komet jantan dan betina. Ikan komet jantan
memiliki sirip dada panjang dan tebal, kepala tidak melebar, tubuh lebih tipis
(ramping), sedangkan ikan komet betina memiliki sirip dada relatif pendek dan luar
tipis, kepala relatif kecil dan bentuknya agak meruncing, tubuh lebih tebal (gemuk)
(Lingga dan Heru 1995).
Bentuk tubuh ikan komet agak memanjang dan memipih tegak (compressed)
mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian ujung mulut
memiliki dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang
tersusun atas tiga baris dan gigi geraham secara umum. Sebagian besar tubuh ikan
komet ditutupi oleh sisik kecuali beberapa varietas yang memiliki beberapa sisik.
Sisik ikan komet termasuk sisik sikloid dan kecil. Sirip punggung memanjang dan
pada bagian belakangnya berjari keras. Letak sirip punggung berseberangan dengan
sirip perut. Gurat sisi pada ikan komet tergolong lengkap berada di pertengahan tubuh
dan melentang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Partical
Fish Keeping, 2013).
Ikan komet sangat aktif berenang baik di dalam kolam maupun di dalam
akuarium, tidak dapat bertahan dalam ruang yang sempit dan terbatas, serta
membutuhkan filtrasi yang kuat dan pergantian air yang rutin. Ikan komet banyak
ditemui dengan warna putih, merah dan hitam, dapat tumbuh dan hidup hingga
5

berumur 7 hingga 12 tahun dan panjang dapat mencapai 30 cm (Partical Fish


Keeping, 2013).
Ikan Komet hidup lebih baik dalam air dingin dan bertelur pada vegetasi
terendam. Ikan Komet merupakan ikan euryhaline yang mampu hidup pada salinitas
17 ppt, tetapi tidak mampu bertahan lama pemaparan diatas 15 ppt (Goenarso 2005)

2.3. Reproduksi Ikan Komet

Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar.
Menjelang memijah, induk-induk ikan mas aktif mencari tempat yang rimbun, seperti
tanaman air atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang
nantinya akan digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu
perangsangan ketika terjadi pemijahan. (Gursina, 2008). Sifat telur ikan Komet
adalah menempel pada substrat. Telur ikan Komet berbentuk bulat, berwarna bening,
berdiameter 1,5-1,8 mm, dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur bervariasi,
tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di dalam
telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa. Antara 2-3 hari kemudian, telur-telur akan
menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva ikan Komet mempunyai kantong kuning
telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan makanan bagi larva. Kantong
kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2-4 hari.
Larva ikan Komet bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva
antara 0,50,6 mm dan bobotnya antara 18-20 mg. Larva berubah menjadi kebul (larva
stadia akhir) dalam waktu 4-5 hari. Pada stadia kebul ini, ikan Komet memerlukan
pasokan makanan dari luar untuk menunjang kehidupannya. Pakan alami kebul
terutama berasal dari zooplankton, seperti rotifera, moina, dan daphnia. Kebutuhan
pakan alami untuk kebul dalam satu hari sekitar 60-70% dari bobotnya. Setelah 2-3
minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang berukuran 1-3 cm dan bobotnya 0,1-0,5
gram. Antara 2-3 minggu kemudian burayak tumbuh menjadi putihan (benih yang
siap untuk didederkan) yang berukuran 3-5 cm dan bobotnya 0,5-2,5 gram. Putihan
6

tersebut akan tumbuh terus. Setelah tiga bulan berubah menjadi gelondongan yang
bobot per ekornya sekitar 100 gram.

2.4. Biologi Ikan Koi

Menurut Effendi (1993) Ikan koi berasal dari keturunan ikan karper hitam dan
menghasilkan keturunan yang berwarna-warni. Ikan koi memiliki klasifikasi yang
sama dengan ikan mas sebagai berikut ;
Filum : Chordata
Kelas : Osteichtyes
Ordo : Cypriniformei
Familyi : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio

2.5. Morfologi Ikan Koi

Ikan koi termasuk ke dalam golongan ikan carp (karper). Harga koi sangat
ditentukan berdasarkan bentuk badan dan kualitas tampilan warna. Ikan koi pertama
kali dikenal pada dinasti Chin tahun 265 dan 361 Masehi. Koi dengan keindahan
warna dan tingkah laku seperti yang kita ketahui saat ini, mulai dikembangkan di
Jepang 200 tahun yang lalu di pegunungan Niigata oleh petani Yamakoshi (Twigg,
2008).
Menurut Susanto (2000), tubuh ikan koi berbentuk seperti torpedo dengan alat
gerak berupa sirip. Sirip-sirip yang melengkapi bentuk morfologi ikan koi adalah
sirip punggung, sepasang sirip dada, sepasang sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor.
7

Gambar 2. Ikan Koi


(http://google.image.com)

Sirip pada koi terdiri atas jari-jari keras, jari-jari lunak, dan selaput sirip yang
berfungsi sebagai alat gerak. Sirip punggung memiliki 3 jari-jari keras dan 20 jari-jari
lunak. Sirip perut hanya memiliki jari-jari lunak sebanyak 9 buah. Sirip anus
memiliki 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Pada sisi badan dari pertengahan
batang sampai batang ekor terdapat gurat sisi yang berguna sebagai penerima getaran
suara. Garis ini terbentuk dari urat-urat yang ada di sebelah dalam sisik yang
membayang hingga keluar (Susanto 2000).

Gambar 3. Morfologi Ikan Koi


(http://duniakoi.com)
8

2.6. Reproduksi Ikan Koi

Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunanya


sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Tidak setiap individu
mampu menghasilkan keturunan, tetapi setidaknya reproduksi akan berlangsung pada
sebagian besar individu yang hidup dipermukaan bumi ini. Kegiatan reproduksi pada
setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi lingkungan. Ada yang
berlangsung setiap musim atau kondisi tertentu setiap tahun (Yushinta Fujaya, 2004:
151).
Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan telur
pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. Ikan pada umumnya mempunyai
sepasang gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah (Sukiya, 2005: 20). Ikan
memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan
habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun berukuran kecil
sebagai konsekuensi dari kelangsungan hidup yang rendah. Sebaliknya, ikan yang
memiliki jumlah telur sedikit, ukuran butirnya besar, dan kadang-kadang memerlukan
perawatan dari induknya, misal ikan Tilapia (Yushinta Fujaya, 2004: 151).
Perkembangan gonad pada ikan menjadi perhatian para peneliti reproduksi
dimana peninjauan perkembangan tadi dilakukan dari berbagai aspek termasuk
proses-proses yang terjadi di dalam gonad baik terhadap individu maupun populasi.
Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan
sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju
kepada perkembangan gonad. Dalam individu telur terdapat proses yang dinamakan
vitellogenesis yaitu terjadinya pengendapan kuning telur pada tiap individu-individu
telur. Hal ini menyebabkan perubahan-perubahan pada gonad. Umumnya
pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh dan pada
ikan jantan sebesar 5-10%. Dalam biologi perikanan, pencatatan perubahan atau
tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan
yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari pengetahuan tahap kematangan
9

gonad ini juga akan didapat keterangan bilamana ikan itu akan memijah, baru
memijah, atau sudah selesai memijah. Mengetahui ukuran ikan untuk pertama kali
gonadnya menjadi masak, ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya masak menjadi
masak tidak sama ukuranya. Demikian dengan ikan yang sama spesiesnya. Lebih-
lebih bila ikan yang sama spesiesnya itu tersebar pada lintang yang perbedaanya lebih
dari lima derajat, maka akan terdapat perbedaanya ukuran dan umur ketika mencapai
kematangan gonad untuk pertamakalinya. Sebagai contoh ikan large mouth bass yang
terdapat diAmerika Serikat. Ikan tersebut yang terdapat dibagian Selatan pada waktu
berumur satu tahun dengan berat 180 gram, gonadnya sudah masak dan dapat
bereproduksi. Ikan yang sama spesiesnya yang terdapat di bagian Utara pada umur
satu tahun., ukuranya lebih besar yaitu panjangnya 25 cm dan beratnya 230 gram
tetapi di dalam gonadnya tidak didapatkan telur yang masak, demikian juga
spermanya. Ikan blue gill yang beratnya 42 gram, gonadnya masak dan dapat berpijah
pada umur satu tahun. Tetapi ikan yang sama spesiesnya dalam keadaan banyak
makan, dalam waktu 5 bulan beratnya dapat mencapai 56 gram dan gonadnya masak
dan dapat berpijah. Jadi faktor utama yang mempengaruhi kematangan gonad ikan di
daerah bermusim empat antara lain ialah suhu dan makanan. Tetapi untuk ikan di
daerah tropik faktor suhu secara relatif perubahannya tidak besar dan umumnya
gonad dapat masak lebih cepat (Moch. Ichsan Effendie, 1997: 8).

2.7. Pemijahan Buatan

Sebenarnya pemijahan ikan komet dapat terjadi sepanjang tahun dan tidak
tergantung pada musim. Namun, di habitat aslinya, ikan ini memijah pada awal
musim hujan, karena adanya rangsangan dari aroma tanah kering yang tergenang air.
Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar. Menjelang
memijah, induk-induk ikan komet aktif mencari tempat yang rimbun, seperti tanaman
air atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang nantinya akan
10

digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu perangsangan ketika


terjadi pemijahan (Anonim, 2011).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum genetika ikan mengenai hibridisasi dilaksanakan pada Jum’at, dan


Minggu 13 dan 15 November 2016. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium
Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

1. Alat suntik berfungsi untuk menyuntikkan hormon ovaprim ke dalam bagian


tubuh ikan uji.
2. Ember berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan ikan
3. Lap berfungsi untuk menutup kepala ikan saat akan disuntik agar ikan tidak
mengalami stress
4. Akuarium berfungsi sebagai tempat menyimpan induk
5. Instalasi aerasi (blower, batu aerasi, dan selang) berfungsi sebagai penyedia
oksigen bagi ikan di dalam akuarium
6. Cawan petri berfungsi sebagai tempat menyimpan sel telur
7. Akuarium berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan telur yang sudah
dibuahi dan tempat telur menetas
8. Mikroskop berfungsi untuk melihat dan mengamati perkembangan sel telur

3.2.2. Bahan

1. Ikan Komet betina berfungsi sebagai sampel ikan yang akan diuji
2. Ikan Mas Koi jantan berfungsi sebagai sampel ikan yang akan diuji
3. NaCl fisiologis 0,9 berfungsi sebagai cairan untuk mengencerkan sperma

11
12

4. Hormon ovaprim berfungsi untuk merangsang terjadinya ovulasi telur oleh


indukan yang dipijahkan dan untuk indukan jantan berfungsi untuk
meningkatkan produksi sperma yang akan dikeluarkan

3.3. Prosedur

3.3.1. Persiapan Alat

Mencuci akuarium hingga bersih

Memasangkan instalasi aerasi agar berfungsi dengan


baik

3.3.2. Pemijahan Buatan


13

3.4. Metode Praktikum

Metode yang digunakan dalam praktikum ini berupa eksperimental dengan


menggunakan beberapa perlakuan. Perlakuan yang diberikan diantaranya adalah
striping, penyuntikan dan pengenceran.

3.5. Rancangan Praktikum

3.5.1. FR

FR atau fertilization rate adalah derajat pembuahan telur. Pengamatan derajat


pembuahan telur (FR) yang dilakukan setelah pembuahan telur pada proses
hibridisasi selesai dilakukan. Effendie (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui
derajat fertilisasi telur ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
FR (%) = Po x 100%
P
Keterangan :
FR : Derajat fertilisasi telur (%)
P : Jumlah telur sampel
Po : jumlah telur yang dibuahi

3.5.2. HR

HR atau hatching rate adalah derajat penetasan telur. Pengamatan derajat


penetasan telur dilakukan ketika embrio menetas menjadi larva. Effendie (1979)
menyebutkan bahwa untuk mengetahui derajat penetasan telur ikan dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :
HR (%) = Pt x 100%
Po
Keterangan :
HR : Derajat penetasan telur
Pt : Jumlah telur yang menetas
14

Po : Jumlah telur yang dibuahi

3.6. Analisis Data


Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk perhitungan dan dianalisis secara
deskriptif, yaitu dengan membandingkan hasil percobaan dengan literature yang
berkaitan dengan hibridisasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan Kelas

Perlakuan yang dilakukan pada setiap kelompok adalah sama. Kelompok satu
dengan kelompok yang lainnya sama menggunakan sampel ikan mas koi jantan dan
ikan komet betina. Hasil perlakuan pada setiap kelompok disimpulkan pada tabel
berikut.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Hibridisasi Setiap Kelompok
Kelompok FR HR SR
1 70% 0% 0%
2 92% 0% 0%
3 64,33 % 0% 0%
4 59,1% 0% 0%
5 61.23% 0% 0%
6 41,86% 0% 0%
7 22.5% 0% 0%
8 8,34% 0% 0%
9 85,18 % 0% 0%
10 87,4 % 0% 0%
11 50,05% 0% 0%
12 90 0% 0

15
16

4.2. Hasil Pengamatan Kelompok

4.2.1. FR

Jumlah telur yang kelompok kami dapatkan untuk perlakuan hibridisasi ini
Sebanyak 1091 telur. Tetapi hanya sekitar 551 telur yang berhasil terbuahi. Hal ini
dapat terlihat dari warna telur yang berwarna lebih kuning, yang berarti telur berhasil
terbuahi. Sedangkan sel telur yang tidak terbuahi berwarna putih (telur tidak matang).
Sehingga didapatkan derajat fertilisasi sebesar :

FR (%) = Po x 100%
P
FR (%) = 551 x 100%
1091
FR (%) = 50,05 %

Telur yang dibuahi adalah 551dari total sebanyak 1091. FR yang didapat
adalah sebesar 50,05%. Hasil tersebut sudah menunjukkan nilai setengahnya dari
total seluruh telur.

4.2.2. HR

Pada pengamatan HR yang dilakukan pada hari minggu setelah proses


fertilisasi dilakukan pada hari jumat, telur telur yang diperkirakan akan menetas
sebesar 0. Nilai HR dapat dihitung melalui rumus berikut :
HR (%) = Pt x 100%
Po
HR (%) = 0 x 100%
551
HR (%) = 0 %
17

Telur yang menetas adalah 0 dari total sebanyak 551 yang terbuahi. Hal
tersebut dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil
derajat penetasan telur.

4.3. Pembahasan Kelas

Praktikum hibridisasi yang dilakukan oleh kelas praktikan, dari 12 kelompok


memiliki nilai derajat pembuahan telur yang berbeda-beda atau bervariasi. Yan dan
Ozgunen (1993) juga mengungkapkan bahwa perbedaan spesies yang berbeda dapat
menimbulkan beberapa kemungkinan proses biologis sperma untuk membuahi telur,
seperti:

 Kegagalan sperma asing untuk menembus sel telur, karena sperma yang tidak bisa
melewati mikrofyl dari korion telur pada ikan.

 Sperma asing bisa masuk ke dalam telur, tapi mengecil dan menghilang di
sitoplasma telur tanpa melakukan fungsi apapun.

 Sperma asing bisa masuk ke dalam telur dan membesar sebagai pronukleus jantan,
tapi tidak bisa menyatu dengan pronukleus inti telur untuk membentuk zigot.

 Sperma asing bisa masuk ke dalam telur dan membesar sebagai pronukleus jantan,
kemudian menyatu dengan pronukleus inti telur sebagai zigot secara terkoordinasi
di dalam telur. Kondisi ini menunjukan proses pembuahan hibridisasi seksual
antara sperma dan telur selesai dan hibrida dibuahi, sehingga telur mulai
berkembang menjadi embrio
Tidak dihasilkannya derajat penetasan telur atau dikatakan 0% telur yang
menetas dapat terjadi dari faktor diatas. Telur yang tidak menetas tersebut diperoleh
oleh setiap kelompok. Akibat sperma asing tersebut atau lemah nya kualitas sperma
dapat mempengaruhi tidak adanya penetasan telur dari proses hibridisasi ini.
Beberapa kelompok memiliki nilai derajat pembuahan telur diatas 50% dapat terjadi
karena kondisi sperma yang masuk ke sel telur dapat menyatu dan terjadi pembuahan
18

yang sudah membentuk embrio. Kegagalan pada saat penetasan terjadi akibat dari
adanya kualitas atau kondisi pemeliharaan yang kurang terkontrol dengan baik.
Effendie (1997) menyebutkan bahwa derajat tetas telur dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain kualitas
telur dan kualitas sperma, karena telur yang terbuahi sperma merupakan zigot hasil
pertemuan gamet betina dan jantan. Faktor eksternal anatara lain suhu, oksigen, dan
kondisi tempat telur diinkubasi.

4.4. Pembahasan Kelompok

Hibridisasi adalah teknik perkawinan yang digunakan untuk memperbaiki


produktivitas ketika tidak ada VA (Variasi Adatif) yang muncul dan sulit atau tidak
mungkin untuk memperbaiki fenotipe melalui seleksi, teknik pembiakan itu bisa
dipakai untuk memperbaiki produktivitas dengan keturunan campuran (hibrid).
Hibridisasi dapat mengubah produktivitas pada variasi dominan (VD ) . (Tave 1986)
Praktikum yang kami lakukan digunakan ikan komet betina dan ikan mas koi
jantan untuk dilakukan proses hibridisasi. Proses pertama yang dilakukan adalah
penyuntikan larutan ovaprim pada ikan komet betina. 8-12 jam setelahnya ikan
ovulasi dan di stripping, kemudian sel telur yang telah di stripping dimasukkan
kedalamcawan petri. Sperma yang telah dihasilkan oleh indukan jantan diencerkan
menggunakan larutan NaCl. NaCl dalam hal ini berfungsi untuk mengencerkan
sperma agar tidak menggumpal. Kemudian sperma diletakkan pada sebuah cawan
petri dan dicampurkan dengan telur yang sudah dikeluarkan dari tubuh ikan komet
betina. Hasil fertilisasi kemudian didiamkan selama 2 menit. Setelah didiamkan
selama 2 menit sel telur dan sel sperma yang telah difertilisasi kemudian dihitung FR
nya. Akan terlihat berapa jumlah telur yang terbuahi oleh sperma ikan mas koi jantan.
Setelah kurang lebih 36 jam telur ikan terbuahi dapat diketahui bahwa derajat
fertilisasi sebesar 50,05% dan derajat penetasan sebesar 0%. Hal ini menunjukan telur
yang berhasil dibuahi dihasilkan 0%. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok
19

praktikan tidak mengalami adanya penetasan telur. Hal tersebut dapat terjadi dari
beberapa faktor pada saat praktikum.
Umumnya persentase penetasan ikan secara normal berkisar antara 50–80 %
(Richter dan Rustidja, 1985). Tidak berhasilnya derajat penetasan telur ikan komet
betina dan ikan mas koi jantan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: kualitas
telur dan kualitas air media inkubasi (penetasan). Kualitas telur dan kualitas air media
inkubasi sangat menentukan keberhasilan proses penetasan telur. Kualitas telur yang
baik dan didukung oleh kualitas air media yang memadai dapat membantu
kelancaran pembelahan sel dan perkembangan telur untuk mencapai tahap akhir
terbentuknya embrio ikan. Yatim (1990) dan Effendie (1997) menyatakan, salah satu
faktor kualitas air yang penting dalam memengaruhi pembelahan sel (penetasan
telur) adalah suhu air medium.
Hasil praktikum ini menunjukkan bahwa perlakuan proses hibridisasi
kelompok 11 menghasilkan nilai derajat penetasan telur sebesar 0% dari total
551byang terbuahi. Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya kualitas telur dan
kualitas air pemeliharaan telur.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Praktikum mengenai hibridisasi ini dapat disimpulkan bahwa proses rekayasa


genetika tersebut memiliki fungsi yang akan menghasilkan individu-individu baru.
Fungsi dari setiap proses tersebut dapat digunakan oleh para pembudidaya untuk
menghasilkan suatu populasi ikan yang sesuai dengan keinginannya.
Hibridisasi digunakan untuk menimbulkan kembali kombinasi baru pasangan
alel yang berinteraksi. Jika dalam kombinasi pasangan alel terdapat alel dominan
yang bersifat superior, alel dominan ini dapat diwariskan pada keturunannya.
Dari praktikum kali ini yang dilakukan oleh kelompok praktikan, proses
hibridisasi dihasilkan FR sebesar 50,01% namun derajat penetasan sebesar 0%. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya faktor-faktor dalam melakukan kegiatan
praktikum.
5.2. Saran

Praktikum selanjutnya mungkin bisa dilakukan dengan lebih teliti dan serius
agar dapat meminimalisir kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga memperkecil
kemugkinan terjadinya kegagalan praktikum.

20
DAFTAR PUSTAKA

Derri, S. 2010. Komet (Carassius auratus auratus).


http://shaqlord.blogspot.com/2010/05/komet-carassius-auratus-auratus.html
Effendie I 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor
Evans, G. and Maxwell, W.M.C. 1987. Evans and Maxwell’s Artificial Insemination
of Sheep and Goats. Buttenworths Pty Limited. Sydney.
Ginzburg, S.A. 1972. Fertilization in Fishes and The Problem of Polyspermy.
Wienwr Bindery. Jerusale
Goenarso, 2005. Feeding Activity And Growth Efficiency Of Common Carp
(Cyprinus Carpio) Lin. Vol 1, No 1 (2002): Biotika Juni 2002.
Gusrina. (2008). Budidaya Ikan Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajememen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Dapartemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Gustiano, R. 2009. Ikan Nila BEST. Trobos. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
Isnaeni. 2006. Fisiologi Hewan. Carnisius. Yogyakarta.
Isnaini. M. 2006. Pertanian Organik. Cetakan Pertama.Yogyakarta : Penerbit Kreasi
Wacana
Jefry. 2010. Sperma Ikan. http://jefry-bp09.blogspot.com/2010/12/sperma-ikan.html
(Diakses 2 Desember 2016 pukul 21.20)
Khairul Amri 2008. Buku Pintar Budi Daya 15 Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Kimball, John W. 1983. Biology, 5th edition. Eddison-Wesley Publishing Company,
Inc.
Lingga, P., dan Heru S. 2003. Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nicholas JC, Thomas EH, Christoper IM, Mark AC, Atsuhi K, Yoshiaka N, Shugo
W, dan Ian AJ. 2010. Temperature and the expression of myogenic regulatory
factors (MRFs) and myosin heavy chain isoforms during embryogenesis in the

vi
common carp Cyprinus carpio L. The Journal of Experimental Biology 207,
4239-4248 p.
Purdom. E.C. 1993. Genetics and Fish Breeding. Chapman and Hall. Fish and
Fisheries Series. 277p.
Rustidja. 2001. Feromon Ikan. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang
Skomal, G. 2007. Goldfish. Second edition. Wiley Publishing. USA
Sudarsono, afik. 2010. http://ardiwilaga88.blogspot.com/2010/05/sperma-ikan.html
(Diakses, 3 Desember 2016 pukul 19.20)
Svenclsen and Anthony MC. 1984 An Introduction to Animal. Phsycology. MTP
Press. Limited USA.
Tave, Douglas. 1986. Genetics for Fish Hatchery Managers. United States of
America : The Avi Publishing Company, Inc.

Tomy. 2011. Laporan Pembenihan Ikan.


http://tomyperikanan.wordpress.com/2011/06/29/laporan-pembenihan-ikan-
2011/. (Diakses, 3 Desember 2016 pukul 13.08)
Welsh, J.R., 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Alih Bahasa J.P.
Mogea. Erlangga, Jakarta.
Woynarovich E dan L Horvath. 1980. The Artificial Propagation of Warnwater
Finfishes. Manual Extention. FAO Fisherios Technical Paper No. 201. Roma.
Yan, S.Y., Ozgunen, T. 1993. Fish Breeding and Biotechnology. Institute of
Development Biology. Chinese Academy of Science, Beijing. China.
Zairin.M.J. 2002. Sex Reversal Memproduksi Benih Ikan Jantan dan Betina. Penebar
Swadaya. Jakarta.

vii
LAMPIRAN

viii
Alat Praktikum

Mikroskop Aquarium

Alat Suntik Cawan Petri

Aerator

9
Bahan Praktikum

Ikan Komet Ikan Koi

Ovaprim NaCl Fisiologis

Aquadest

10
Kegiatan Praktikum

Pengenceran Sperma dengan NaCl Pengamatan dengan Mikroskop


Fisiologis

Pemasukan Telur pada Aquarium Proses Stripping Ikan


Pemeliharaan

11

Anda mungkin juga menyukai