Anda di halaman 1dari 23

PARASIT DAN PENYAKIT PADA IKAN

Culex sp., Cybister sp., Acarus sp.

Disusun oleh
Kelompok 4/ Perikanan C

Alvis Diandra Putra 230110180125


Nurul Ramadhani S 230110180127
Dika Raihan Putra 230110180128
Siti Zahra Riandi 230110180133
Alim D. Ubaidillah 230110180138
Ocsasena Pratama 230110180167
Arijjal Fadli Aulia 230110180170
Hafizh Arga Wirawan 230110180171
Nabhaan Taqiyyuddiin 230110180174
Fadil Zainal Mustofa 230110180177
Mutiara R. Adzani 230110180179

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kehendakNya-lah tugas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai
Parasit dan Penyakit pada Ikan, seperti Cybister sp., .
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang memberikan dukungan dan bantuan secara
moral maupun material dalam proses penyelesaian ini. Ucapan terima kasih
tersebut ditujukan kepada:
1. Ibu Rosidah selaku dosen mata kuliah Parasit dan Penyakit pada Ikan dalam
membantu dan membimbing kami.
2. Orang tua kami yang telah memberikan doa dan dukungannya.
3. Teman-teman kami yang memberikan dukungannya.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami dan
pembaca. Jika masih ada kekurangan atau kesalahan kata dalam makalah ini, kami
selaku pembuat makalah meminta maaf kepada pembaca atas
ketidaknyamanannya.

Jatinangor, Febuari 2020

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................... iii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 2
1.3 Tujuan..................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................. 3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Culex sp................................................................................... 4
2.1.1 Morfologi Culex sp................................................................. 4
2.1.2 Siklus Hidup Culex sp............................................................. 7
2.1.3 Dampak Kerugian Culex sp..................................................... 7
2.1.4 Gejala Klinis dari Culex sp...................................................... 7
2.1.5 Cara Penanggulangan Culex sp. ............................................. 8
2.2 Cybister sp............................................................................... 8
2.2.1 Morfologi Cybister sp............................................................. 8
2.2.2 Siklus Hidup Cybister sp......................................................... 9
2.2.3 Dampak Kerugian Cybister sp................................................ 9
2.2.4 Gejala Klinis dari Cybister sp................................................. 9
2.2.5 Cara Penanggulangan Cybister sp........................................... 9
2.3 Acarus sp................................................................................. 10
2.3.1 Morfologi Acarus sp............................................................... 10
2.3.1 Siklus Hidup Acarus sp........................................................... 11
2.3.3 Dampak Kerugian Acarus sp................................................... 13
2.3.4 Gejala Klinis dari Acarus sp. .................................................. 14
2.3.5 Cara Penanggulangan Acarus sp............................................. 15
III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan ............................................................................ 16
3.2 Saran ....................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 18

ii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halama

1. Telur Culex sp......................................................................................4


2. Larva Culex sp.......................................................................................5
3. Pupa Culex sp.........................................................................................5
4. Dewasa Culex sp....................................................................................6
5. Siklus Hidup Cybister sp.......................................................................9
6. Acarus sp..............................................................................................10
7. Siklus Hidup Acarus sp........................................................................12
8. Dampak Buruk Acarus sp....................................................................13

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akuakultur merupakan kegiatan budidaya perikanan yang telah menjadi
tumpuan hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Tujuan dari usaha budidaya
diharapkan mampu meningkatkan pendapatan, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan usaha pengembangan sektor industri dan usaha terkait. Oleh
karena itu, budidaya perikanan merupakan salah satu sektor yang penting dalam
menggerakkan ekonomi rakyat dan meningkatkan devisa negara. Keberhasilan
usaha budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek diantaranya
faktor teknologi, ketersediaan benih, kualitas sumber daya manusia, kondisi
lingkungan, sarana dan prasarana yang tersedia serta serangan penyakit. Serangan
penyakit merupakan salah satu faktor yang bisa mengancam kelangsungan suatu
usaha budidaya (Sarjito dkk. 2013).
Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para
pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Kerugian yang terjadi dapat berupa peningkatan kematian ikan. Selain itu,
serangan penyakit dapat menyebabkan penurunan kualitas ikan sehingga secara
ekonomis berakibat pada penurunan harga jual (Mariyono 2002). Timbulnya
penyakit pada ikan yang umumnya terjadi karena adanya interaksi antara ikan,
patogen dan lingkungan (Sari 2012). Secara umum penyakit dibedakan menjadi
dua kelompok yaitu penyakit infeksi dan non-infeksi. Penyakit infeksi disebabkan
oleh organisme hidup seperti parasit, jamur, bakteri dan virus sedangkan penyakit
non-infeksi disebabkan olah faktor tak hidup seperti pakan, lingkungan, keturunan
dan penanganan (Afrianto dan Liviawaty 1992). Penyakit bakterial pada ikan
merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan kerugian yang tidak
sedikit. Selain dapat mematikan ikan, penyakit ini dapat mengakibatkan
menurunnya kualitas daging ikan yang terinfeksi. Penyakit ini dapat menyebabkan
sistemik yang menimbulkan kematian ikan yang tinggi (Lukistyowati 2012).
Beberapa spesies parasit yang menyerang ikan dari filum arthropoda diantaranya
adalah Culex sp., Cybister sp. dan Acarus sp. Culex sp. merupakan vektor dari
penyakit filariasis (Setiawan 2008), habitatnya yaitu di tempat yang gelap dan
jentiknya hidup pada kondisi perairan yang tercemar seperti selokan pembuangan.
Cybister sp. adalah kumbang air yang merupakan predator dari serangga air dan
benih ikan, oleh karena itu Cybister sp. dijuluki predaceous water beetles (Amri
dan Sihombing 2008). Acarus sp. merupakan sejenis ektoparasit berupa tungau
air yang menyerang bagian tubuh ikan terutama sisik, insang dan kulit.
Adanya beberapa permasalahan tersebut, sekiranya sangat penting untuk
dilakukan pengkajian terhadap penyakit ikan agar kedepannya bisa diketahui
solusi dan upaya yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Oleh karena
itu tujuan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat memudahkan identifikasi
terhadap beberapa organisme parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada
ikan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana ciri morfologi dari Culex sp., Cybister sp. dan Acarus sp. ?
2. Bagaimana siklus hidup dari Culex sp., Cybister sp. dan Acarus sp. ?
3. Apa dampak kerugian atau penyakit pada ikan yang ditimbulkan oleh Culex
sp., Cybister sp. dan Acarus sp. ?
4. Seperti apa gejala klinis dari penyakit yang ditimbulkan oleh Culex sp.,
Cybister sp. dan Acarus sp. ?
5. Bagaimana cara penanggulangan penyakit yang ditimbulkan oleh Culex sp.,
Cybister sp. dan Acarus sp. ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui ciri morfologi dari Culex sp., Cybister sp. dan Acarus sp.
2. Mengetahui siklus hidup dari Culex sp., Cybister sp. dan Acarus sp.

2
3. Mengetahui dampak kerugian atau penyakit pada ikan yang ditimbulkan
oleh Culex sp., Cybister sp. dan Acarus sp.
4. Mengetahui gejala klinis dari penyakit yang ditimbulkan oleh Culex sp.,
Cybister sp. dan Acarus sp.
5. Mengetahui cara penanggulangan penyakit yang ditimbulkan oleh Culex sp.,
Cybister sp. dan Acarus sp.

1.4 Manfaat
Dapat digunakan sebagai sarana informasi dalam menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai beberapa spesies penyebab penyakit pada ikan dan dengan
mengetahui karakteristik beberapa parasit penyebab penyakit tersebut kita dapat
meminimalisir terjadinya kerugian-kerugian dalam bidang budidaya contohnya
gagal panen.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Culex sp.


2.1.1 Morfologi Culex sp.
Nyamuk dewasa dapat berukuran 4-10 mm, dalam morfologinya nyamuk
memiliki 3 bagian tubuh umum yaitu kepala, dada, dan perut. Nyamuk culex yang
banyak ditemukan di Indonesia yaitu jenis Culexquinquefasciatus. Ciri secara
umum :
- Telur
Telur nyamuk Culex sp. berbentuk seperti cerutu, pada salah satu ujungnya
terdapat bentukan seperti topi yang disebut corolla. Telur diletakkan di atas
permukaan air, walau tidak memiliki lateral float. Telur dilekatkan satu sama lain
dan tersusun seperti rakit di atas permukaan air (Soebaktiningsih, 2015).

Gambar 1. Telur Culex sp.


-
Larva
Larva nyamuk Culex sp. memiliki IV fase instar. Larva instar pertama
keluar dari telur melalui circular slit pada dinding telur. Setelah berganti kulit 3x
larva akan masuk pada fase instar IV. Pada fase instar IV, larva memiliki 3 bagian
tubuh yang terdiri dari kepala, thorax, dan abdomen. Bagian kepala larva instar IV
mengandung lapisan chitine yang lebih tebal daripada bagian tubuh yang lain,
kompleks dorso ventral dengan satu pasang antena berbentuk seperti pasak, 1
pasang mata, 1 pasang mouth brush untuk menyapu makanan masuk ke
mandibula (chewing mouth part). Thorax terdiri dari 3 segmen (prothorax,
mesothorax, dan metathorax) yang menyatu, pada bagian lateral terdapat
Gambar 2. Larva Culex sp.
kelompok rambut yang bercabang. Abdomen terdiri dari 9 segmen, dengan 7
segmen pertama sama besar. Larva Culex sp. memiliki siphon pernapasan yang

panjang dan langsing sehingga larva memposisikan diri membentuk sudut dengan
permukaan air. Siphon larva Culex sp. memiliki beberapa pasang ventral hair tuft
dan dua baris pectin teeth. Pada segmen abdomen ke-8 terdapat 1 pasang spiracle
a 7 pada ujungnya yang berfungsi sebagai lubang pernapasan yang berhubungan
dengan trakea (Soebaktiningsih, 2015).
- Pupa
Pupa berbentuk notasi koma apabila dilihat dari lateral. Kepala dan thorax
bersatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung. Pada bagian dorsal
cephalothorax terdapat 1 pasang bentukan seperti terompet yang disebut breathing
tube dan 1 pasang palmate hair. Pupa merupakan stadium yang tidak makan
namun bergerak aktif secara jerky movement. Setelah 2-3 hari sebagai pupa,
permukaan dorsal cephalothorax akan pecah dan nyamuk dewasa muncul melalui
slit yang berbentuk seperti huruf T. Setelah sayapnya mengeras, nyamuk jantan

Gambar 3. Pupa Culex sp.


dan nyamuk betina kawin (Soebaktiningsih, 2015).

5
- Dewasa
Nyamuk Culex sp. dewasa memiliki tubuh langsing dengan tiga bagian:
kepala, thorax dan abdomen. Kepala nyamuk Culex sp. berbentuk bulat oval atau
spheric, memiliki 1 proboscis, dan 2 palpus sensorik. Proboscis nyamuk Culex
sp. terdiri dari labrum, mandibula, hipopharinx, maxilla, dan labium. Kepala
nyamuk memiliki 1 pasang mata holoptic untuk nyamuk jantan dan mata
dichoptic untuk nyamuk betina serta 1 pasang antena yang terdiri dari 15 segmen.
Antena nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan antena nyamuk betina
berambut jarang (pylose). Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan setinggi
proboscis dan ujungnya tidak menebal. Nyamuk betina mempunyai palpus yang
lebih pendek darpada proboscis-nya. Nyamuk Culex sp. memiliki tipe mulut
piercing and sucking (Soebaktiningsih, 2015).
Thorax terdiri dari 3 segmen yaitu prothorax, mesothorax dan metathorax.
Pada masing-masing segmen terdapat 1 pasang kaki. Tiap segmen kaki terdiri
dari coxa, trochanter, femur, tibia dan tarsus yang terdiri dari 5 segmen diakhiri
dengan claw atau cakar (Soebaktiningsih, 2015). Bentuk scutelum sederhana
seperti bulan sabit. Sepasang sayap keluar dari mesothorax, yang ukurannya lebih
besar dari segmen lainnya. Sepasang sayap kedua berubah menjadi alat
keseimbangan yang disebut halter keluar dari mesothorax. Sayap merupakan
pelebaran ke lateral dari tergum, terdiri dari bagian membraneus dan bagian yang
mirip pipa yang berhubungan dengan haemocoele dari thorax dan berisi
haemolymph, trachea dan serat saraf. Pada bagian pinggir sayap ditumbuhi sisik-
sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan
putih dengan bagian ujung sisik sayap melengkung (Gandahusada, 1998).

Gambar 4. Dewasa Culex sp.

6
Abdomen terdiri dari 10 segmen, tiap segmen abdomen terdiri dari tergum dan
sternum. Abdomen berisi traktus sirkulatorius, traktus digestivus, traktus
nervosus dan traktus reproduksi (Soebaktiningsih, 2015).
2.1.2 Siklus Hidup Culex sp.
Nyamuk Culex sp. merupakan Arthropoda dengan tipe holometabolous
metamorphose (Soebaktiningsih, 2015) dengan 4 stadium dalam siklus hidup
yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Tiga tahap pertama perkembangbiakan
nyamuk berada di air selama 5-14 hari, tergantung pada suhu lingkungan (CDC,
2015). Setelah berkembang melalui 4 tahapan atau instar, larva bermetamorfosis
menjadi pupa. Pada akhir setiap instar, larva akan melepaskan eksoskeleton atau
kulit untuk memungkinkan pertumbuhan pada stadium lebih lanjut (CDC, 2015).
Siklus hidup nyamuk Culex sp. dari telur sampai dewasa umumnya antara
13-16 hari. Nyamuk mulai menghisap darah pada 2 hari setelah muncul dari pupa
dan bertelur 2-5 hari kemudian. Waktu yang dibutuhkan dari munculnya nyamuk
dewasa sampai bertelur yang pertama berkisar antara 4-8 hari, sedang peletakan
telur berikutnya terjadi paling cepat 2 hari dan paling lama 5 hari setelah
menghisap darah. Nyamuk generasi baru akan muncul setiap 15 hari sekali.
Nyamuk jantan maupun betina dapat bertahan hidup sekitar 25 hari, 50% nyamuk
jantan hidup lebih dari 13 hari dan nyamuk betina dapat hidup lebih dari 12 hari
(CDC, 2015).

2.1.3 Dampak Kerugian Culex sp.


Dampak dari culex sp. adalah filariasis. Filariasis limfatik merupakan salah
satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Filariasis
limfatik disebabkan oleh cacing filaria Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening serta ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk (Kemenkes RI, 2010). Menurut Ramadhani (2009),
jenis nyamuk Culex quinquefasciatus dikenal sebagai vektor filariasis Wuchereria
bancrofti.

2.1.4 Gejala Klinis Penyakit Culex sp.

7
Nyamuk ini banyak terdapat pada genangan air kotor (comberan, got, parit,
dll). Nyamuk culex sp. lebih menyukai meletakkan telurnya pada genangan air
berpolutan tinggi, berkembangbiak di air keruh dan lebih menyukai genangan air
yang sudah lama daripada genangan air yang baru. Aktif menggigit pada malam
hari. Tempat yang gelap, sejuk, dan lembab merupakan tempat yang disukai
untuk beristirahat. Nyamuk betina dewasa menggigit dengan abdomen terletak
sejajar dengan permukaan induk yang sedang digigit.
Gangguan yang ditimbulkan oleh nyamuk selain dapat menularkan penyakit
juga dapat sangat mengganggu dengan dengungan dan gigitannya sehingga bagi
orang-orang tertentu dapat menimbulkan phobi (entomophobia) serta dapat
menyebabkan dermatitis dan urticaria. Gejala terkena dermatitis yaitu kulit
memerah, kulit bersisik, dan juga menimbulkan gatal-gatal. Sedangkan yang
terkena urticaria akan menimbulkan kulit yang melepuh.

2.1.5 Cara Penanggulangan Culex sp.


1. Mengubur kaleng-kaleng atau tempat-tempat sejenis yang dapat
menampung air berpotensi sebagai sarang nyamuk culex sp.
2. Pemasangan kelambu dan perangkap nyamuk baik menggunakan cahaya
lampu atau raket pemukul
3. Penggunaan insektisida secara tidak tepat untuk pencegahan dan
pengendalian infeksi dengue harus dihindarkan

2.2. Cybister sp.


2.2.1 Morfologi Cybister sp.
Cybister adalah sejenis kumbang air yang saat stadia larva merupakan
predator bagi benih ikan, pada stadia larva cybister disebut ucrit atau water tiger
(eartforce). Pada stadia larva mempunyai morfologi tubuh memanjang seperti
lipan dengan panjang tubuh sekitar 1,3 – 2, 5 cm, badan ucrit memiliki tubuh
beruas (9 ruas badan, 2 ruas ekor yang bercabang, dan 3 pasang kaki beruas),
memiliki 2 pasang antena, sepasang mata, sepasang gigi taring beracun di ujung
kepala, serta berwarna kuning kecokelatan atau kehijauan. Pada cybister dewasa
memiliki ukuran mencapai 3 cm.

8
2.2.2 Siklus Hidup Cybister sp.
Cybistar berkembangbiak secara seksual yang disebut paurometabola.
Paurometabola merupakan tipe metamorphosis tidak sempurna yang terdiri dari 3
stadia yaitu telur, nimfa, dan imago.

Gambar 5. Siklus Hidup Cybister sp.

2.2.3 Dampak Kerugian Cybister sp.


Penurunan produksi benih ikan akibat parasit cybister sp. yang memakan
benih ikan dan penurunan kualitas air yang disebabkan oleh cybister sp.

2.2.4 Gejala Klinis Penyakit Cybister sp.


Pada tubuh benih ikan mengalami kerusakan akibat cara memakan cybister
sp. yang merobek-robek tubuh benih ikan.

2.2.5 Cara Penanggulangan Cybister sp.


1. Memerhatikan ukuran dan usia benih, karena semakin kecil ukuran benih
maka semakin mudah dimangsa predator.
2. Mengurangi konsentrasi pupuk kandang apabila memakai pupuk kandang
usahakan merata dan sesuai dosis dan dapat juga memakai pupuk organic
cair.
3. Pemakaian bahan kimia seperti minyak tanah jika populasi ucrit susah
dikendalikan.
4. Gunakan sistem filter air masuk pada kolam pembenihan agar cybister sp
dan induknya tidak ikut masuk ke dalam kolam bersama aliran air.

9
5. Hindari penebaran benih ikan pada kolam yang sudah di genangi air lebih
dari satu minggu.

6. Perhatikan kepadatan sebar benih agar tidak terlalu tinggi.

2.3 Acarus sp.


2.3.1 Morfologi Acarus sp.
Dari sisi dorsal maupun ventral tampak bahwa tubuh tersusun oleh 2 bagian,
yaitu gnathosoma dan idiosoma. Otak dan mata terdapat dibagian gnathosoma,
sedangkan organ-organ untuk gerak, saraf dan kopulasi terdapat di bagian

Gambar 9. Acarus sp.


posterior (idiosoma).
a. Gnathosoma
Gnathosoma yang dapat digerakkan disesuaikan untuk mengisap darah dan
memiliki karakteristik seperti hypostome dan chelicerae yang diproyeksikan ke
depan dengan gigi yang diarahkan ke luar yang dimodifikasi untuk memotong
kulit (Rohde 2005). Gnathosoma terletak di bagian anterior tubuh merupakan alat
mulut yang terdiri atas kelisera dan pedipalpi. Pada gnathosoma terdapat
stigmata, peritrema dan alat sensori. Stigmata dan peritrema berfungsi sebagai
alat pernapasan. Kelisera berfungsi sebagai alat untuk menusuk, menghisap dan
mengunyah sedang pedipalpi berfungsi sebagai alat bantu makan.
b. Kapitulum, yaitu caput kecil pada kepala
c. Podosoma
Terdapat empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma.

10
d. Opistosoma
Opistosoma merupakan bagian posterior dari tubuh tungau yang terdiri dari
organ sekresi dan organ genital.
e. Idiosoma
Bagian posterior (idiosoma) diasumsikan berfungsi secara paralel seperti
halnya pada serangga umumnya, yaitu fungsi abdomen, thoraks, dan sebagian
fungsi dari kepala. Di bagian ini merupakan bagian yang keras dari tubuhnya,
artinya mempunyai selubung yang mengandung keratin yang tebal sehingga
menjadi lapisan pelindung yang baik. Bentuk, ukuran dan ornamen / gambaran
dari bagian idiosoma ini sangat bervariasi, dan ini menjadi ciri yang penting
dalam identifikasi. T1, T2, T3, T4 = tungkai ke-1 hingga ke-4.
Pada stadium nimfa dan dewasa kaki berjumlah 4 pasang, sedangkan jumlah
kaki pada stadium larva adalah 3 pasang. Pasangan kaki terakhir (bagian
posterior) muncul pada saat stadium nimfa instar pertama. Kaki umumnya terbagi
dalam 7 segmen: coxa, trochanter, femur, genu, tibia, tarsus dan apotele. Di
bagian apotele terdapat bagian yang kompleks, yaitu adanya 1 pasang cakar
menyerupai empodium. Kaki pertama biasanya berfungsi sebagai ambulatory,
yang dicirikan memanjang dan membentuk seperti antenna yang berfungsi sebagai
organ sensoris. Pada beberapa kelompok mites/ tungau pasangan kaki pertama
bermodifikasi sebagai penangkap mangsa. Pada kaki biasanya dilengkapi rambut
sensoris dan ciri ini sangat penting dalam identifikasi sampai ke tingkat jenis.

2.3.2 Siklus Hidup Acarus sp.


Siklus hidup Acarus sp. dari mulai telur hingga dewasa hanya membutuhkan
sembilan hingga sebelas hari untuk menyelesaikan dalam kondisi optimal yaitu
pada suhu 25°C. Siklus hidup diselesaikan dalam tujuh belas hari pada suhu 17-
22°C, dan dua puluh delapan hari pada 10-15°C (Bennet 2003). Menurut Hamzah
(2007) siklus hidup Acarus sp. terdiri dari 4 fase, yaitu :
1. Fase telur
Betina dewasa biasanya bertelur setiap hari. Sehari rata-rata menghasilkan
telur 5 butir. Telur tungau air berbentuk oval, halus, putih, dan panjang 0,12
mm (Bennet 2003).

11
2. Fase larva
Setelah 3-4 hari telur menetas menjadi larva. Larva tungau hidup dan
makan selama 4 hari kemudian beristirahat selama 24 jam. Selama masa
istirahat tersebut terjadi pergantian kulit (molting) menuju tahap berikutnya.
Tahap pertama atau larva hanya memiliki enam kaki. Namun, ketika mereka
memasuki tahap nimfa, mereka memiliki delapan kaki seperti orang dewasa
(Bennet 2003).
3. Fase nimfa
Pada tahap ini bentuk tungau air sudah seperti bentuk dewasanya dengan 4
pasang kaki. Bentuk nimfa ini terdiri dari dua fase yaitu protonimfa dan
deutonimfa. Masing-masing fase nimfa makan selama 3-5 hari, istirahat,
kemudian molting menuju tahap berikutnya.
4. Fase dewasa
Acarus dewasa berukuran ± 0,4 mm, berwarna putih-krem atau kecoklatan
dan dapat dilihat oleh mata telanjang atau kaca pembesar. Tungau dewasa
dapat hidup dan mencapai umur 2 bulan. Pada tungau dewasa, setelah
kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati,

Gambar 10. Siklus Hidup Acarus sp.


kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang
digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi mempunyai kemampuan
untuk membuat terowongan pada kulit dengan kecepatan 0,5-5 mm per hari.

12
Di dalam terowongan ini tungau betina akan bertelur sebanyak 2-3 butir
setiap hari. Seekor tungau betina akan bertelur sebanyak 40-50 butir semasa
siklus hidupnya.

2.3.3 Dampak Kerugian Acarus sp.


Acarus sp. tidak terlalu mendominasi dalam hal menyerang ikan, hanya
sebagian kecil saja. Hal ini sesuai dengan riset yang telah dilakukan oleh
Rustikawati dkk. (2004) mengenai intensitas dan prevalensi ektoparasit pada
benih ikan mas yang berasal dari kolam ikan tradisional di daerah Tasikmalaya
yang hasilnya menunjukan bahwa Acarus sp. menempati prevalensi yang paling
rendah diantara beberapa jenis ektoparasit lainnya.
Acarus sp. merupakan ektoparasit pada ikan yang menyerang tubuh bagian
kulit, sisik dan insang. Kadang - kadang dapat ditemui dalam bentuk kista di

Gambar 11. Dampak Buruk Acarus sp.


daerah esophagus ikan. Menurut Robert (1989) kulit dan sisik ikan berperan
dalam perlindungan mekanik terhadap infasi pathogen. Parasit jenis Acarus sp.
memiliki organ penyerang yang bisa menyebabkan kerusakan mekanik pada
tubuh ikan sehingga memudahkan parasit dan pathogen lain menginfeksi tubuh
ikan tersebut. Selain itu apabila parasit/mikroorganisme dapat menembus
perlindungan fisik dari ikan yang tak lain adalah sisik dan kulit maka akan
menimbulkan reaksi peradangan. Dibawah ini merupakan Acarus sp. yang
menyerang bagian kulit ikan:
2.3.4 Gejala Klinis Penyakit Acarus sp.

13
Untuk mengamati perubahan abnormalitas pada ikan yang terserang suatu
parasit dapat dilihat melalui gejala klinis tingkah laku ikan yang berupa
perubahan pola renang, perubahan pada anatomi organ luar dan adanya
perubahan pada organ dalam baik berupa perubahan pola warna, bentuk maupun
konsistensinya (Hardi 2015).
Perubahan pola renang dapat digunakan sebagai diteksi awal terjadinya
serangan patogen, karena pengamatan parameter ini relatif mudah yaitu
pengamatan secara langsung. Beberapa perubahan pola renang yang biasa diamati
untuk mengetahui adanya serangan parasit berupa perpindahan badan (lemah atau
agresif) dan cara berenang (berulang, berputar dan tidak beraturan). Saat Acarus
sp. meyerang ikan pada kulit, ikan akan terlihat menggesek-gesekan badannya ke
dasar kolam atau objek lain. Jika sudah parah biasanya ikan berdiam dan tidak
mau makan, akibatnya ikan akan kekurangan nutrisi sehingga pertumbuhannya
lambat dan sistem ketahanan tubuhnya (immunitas) semakin menurun. Selain itu,
terjadi perubahan anatomi organ luar seperti terdapat bintik merah pada sisik atau
permukaan kulitnya

2.3.5 Cara Penanggulangan Acarus sp.


Salah satu cara penanggulangan parasit pada ikan yaitu dengan
memperhatikan kualitas air. Upaya mendapatkan sumber air yang bebas patogen
merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan budidaya (Kabata 1985). Nutrisi
dalam pakan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan suatu organisme
(Hardi 2015). Pakan yang masuk kedalam tubuh dimanfaatkan untuk metabolisme
tubuh, salah satunya adalah proses ketahanan tubuh, sehingga pakan yang
seimbang sesuai dengan yang dibutuhkan akan menunjang proses dalam tubuh
(sistem pertahanan tubuh akan berfungsi dengan baik). Selain itu, diperlukan
pemisahan antara ikan yang terkena parasite dengan yang sehat agar tidak tertular.
Garam akan membantu menyimbangkan kembali proses osmoregulasi dan
memacu daya tahan tubuh ikan terhadap penyakit yang dideritanya (Basset 1994).

14
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari makalah mengenai parasit dan penyakit
ikan spesies culex sp., cybister sp., dan acarus sp. sebagai berikut.
1. Parasit merupajkan organisme yang hidup pada tubuh organisme laim dan
umumnya menimbulkan efek negatif pada organisme yang disinggahinya.
2. Culex sp. merupakan parasite berbentuk nyamuk merupakan Arthropoda
dengan tipe holometabolous metamorphose (Soebaktiningsih 2015) dengan 4
stadium dalam siklus hidup yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Nyamuk ini
banyak terdapat pada genangan air kotor (comberan, got, parit, dll).
Gangguan yang ditimbulkan oleh parasit ini dalah penularan penyakit
3. Cybister adalah parasit sejenis kumbang air yang saat stadia larva merupakan
predator bagi benih ikan, pada stadia larva cybister disebut ucrit atau water
tiger (eartforce). berkembangbiak secara seksual yang disebut paurometabola.
Paurometabola merupakan tipe metamorphosis tidak sempurna yang terdiri
dari 3 stadia yaitu telur, nimfa, dan imago. Parasit ini memberikan keruskan
pada tubuh ikan berupa robekan sehingga dapat menurunkan produksi.
4. Acarus sp. merpakan parasite yang tubuhnya tubuh tersusun oleh 2 bagian,
yaitu gnathosoma dan idiosoma. Otak dan mata terdapat dibagian
gnathosoma, sedangkan organ-organ untuk gerak, saraf  dan kopulasi terdapat
di bagian posterior (idiosoma). Parasit jenis Acarus sp. memiliki organ
penyerang yang bisa menyebabkan kerusakan mekanik pada tubuh ikan
sehingga memudahkan parasit dan pathogen lain menginfeksi tubuh ikan
tersebut. Selain itu apabila parasit/mikroorganisme dapat menembus
perlindungan fisik dari ikan yang tak lain adalah sisik dan kulit maka akan
menimbulkan reaksi peradangan.
3.2 Saran
Terhadap akibat dari gangguan parasit terhadap kelangsungan hidup ikan,
maka perlu dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian penyakitnya. Maka
dari itu, sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang kehidupan organisme parasit
yang bersangkutan selengkapnya. 

16
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.


Yogyakarta: Kanisius.
Amri, K dan T. Sihombing. 2008. Mengenal dan Mengendalikan Predator Benih
Ikan. Gramedia Pustaka Utama.
Basset. 1994. Efektivitas Garam Dalam Mengatur Keseimbangan Tubuh Ikan.
Jakarta: Balai Pustaka.
Hamzah, M., Djuanda, Adi dan Aisyah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm. 128-
36.
Hardi, E. H. 2015. Parasit Biota Akuatik. Samarinda: Mulawarman University
Press.
Kusumah, H. 1985. Penyakit dan Hama Ikan. Bogor: SUPM Bogor
Khairul dan Sihombing T. 2008. Mengenal dan Mengendalikan Predator Benih
Ikan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
Kabata,Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Taylor
And Francis, London and Philadelphia
Lukistyowati, I dan Kurniasih. 2012. Pelacakan Gen Aerolysisn dari Aeromonas
hidrophyla pada Ikan Mas yang diberi Pakan Ekstrak Bawang Putih.
Jurnal Veteriner, Vol. 13 No. 1 : 43-50.
Mariyono Dan A. Sundana. 2002. Teknik Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit
Bercak Merah pada Ikan Air Tawar yang Disebabkan oleh Bakteri
Aeromonas hydrophila. Buletin Teknik Pertanian. Volume 7. Nomor 1.
2002.
Robert, J. R. 1989. Fish Pathology Second Edition. Bailliere Tindall. London. 64
Rohde, K. 2005. Marine Parasitology. Australia: CSIRO Publishing..
Rustikawati, I., R. Rostika, D. Iriana dan E. Herlina. 2004. Intensitas dan
Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L) yang
Berasal dari Kolam Tradisional dan Longyam di Desa Sukamulya
Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Akuakultur
Indonesia 3(3): 33-39 (2004).
Stuart M. Bennett 2003 . Acarus siro (Flour Mite).
Sari, N. W. Iesje L. dan Nety A. 2012. Pengaruh pemberian temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb) terhadap kelulushidupan ikan mas (Cyprinus carpio L)
setelah diinfeksi Aeromonas hydrophila. Jurnal Perikanan dan Kelautan
17(2): 43-59
Sarjito, S.B Prayitno dan A.H.C Haditomo. 2013. Buku Pengantar Parasit dan
Penyakit Ikan. Semarang: UPT UNDIP Semarang.
Setiawan, B. 2008. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis
Malayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Mulia Kabupaten
Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Jurusan
Epidemiologi dan Penyakit Tropik. FKM Universitas Ahmad Dahlan,
Yogyakarta. Halaman 2-4.

18

Anda mungkin juga menyukai