Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas terpadu mengenai
Pemantauan Terapi Obat pada pasien Sindrom Koroner Akut (SKA). Tugas ini
dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program
Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila agar setiap calon
Apoteker mendapat pengetahuan mengenai pengobatan yang rasional pada pasien
Sindrom Koroner Akut.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima
kasih. Penulis juga ingin berterima kasih kepada :
1. Prof. Dr. apt. Syamsudin, M.Biomed. selaku pembimbing Tugas Terpadu
Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Pancasila yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan
memberikan pengarahan selama penyusunan tugas terpadu ini.
2. Prof. Dr. apt. Shirly Kumala, M.Biomed. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila.
3. apt. Hesty Utami R, M.Clin., PhD. selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
4. Seluruh Apoteker praktisi yang sekaligus berperan sebagai pembimbing di
masing-masing Rumah Sakit tempat penulis mengambil data.
5. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan, Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) dan penyusunan laporan ini.
6. Keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa, dukungan, nasihat, dan
semangat baik secara moril maupun materi.
7. Teman-teman seperjuangan Program Studi Profesi Apoteker Angkatan 64
Universitas Pancasila, atas segala bantuan dan motivasi yang telah diberikan.
8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang turut serta
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan
tugas ini.
ii
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tugas ini, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun agar tugas ini dapat menjadi
lebih baik. Semoga tugas ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan menambah wawasan para pembacanya, khususnya di bidang
farmasi.
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan ........................................................................................... 2
C. Manfaat ......................................................................................... 2
iv
Halaman
BAB IV EVALUASI TERAPI
A. Pasien 1 ......................................................................................... 84
B. Pasien 2 ......................................................................................... 97
C. Pasien 3 ......................................................................................... 97
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel II.1. Patogenesis pada Berbagai Manifestasi Klinik SKA ....................... 11
Tabel II.2. Tiga Penampilan Klinis Umum ....................................................... 15
Tabel II.3. Petanda Biokimia Jantung untuk Evaluasi SKA ............................. 19
Tabel II.4. Spektrum Klinis Sindrom Koroner .................................................. 21
Tabel II.5. Kriteria Resiko Tinggi dan Rendah terhadap Kematian atau IMA . 24
Tabel II.6. Strategi Terapi Referfusi .................................................................. 29
Tabel II.7. Jenis dan Dosis Penyekat Beta untuk Terapi IMA .......................... 30
Tabel II.8. Jenis dan Dosis Nitrat untuk Terapi IMA ........................................ 31
Tabel II.9. Rekomendasi Penyekat Kanal Kalsium ........................................... 31
Tabel II.10. Jenis dan Dosis Penghambat Kanal Kalsium untuk Terapi IMA .... 33
Tabel II.11. Jenis dan Dosis Anti Platelet untuk Terapi IMA ............................. 34
Tabel II.12. Jenis dan Dosis Antikoagulan untuk Terapi IMA ........................... 36
Tabel II.13. Jenis dan Dosis Penghambat ACE untuk Terapi IMA .................... 36
Tabel III.1. Struktur Kimia Obat ........................................................................ 37
Tabel III.2. Farmakokinetik Clopidogrel ............................................................ 49
Tabel III.3. Bioavaibilitas ISDN ........................................................................ 50
Tabel IV.1. Hasil Pemeriksaan Tanda Vital Pasien 1 ........................................ 85
Tabel IV.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien 1 ..................................... 86
Tabel IV.3. Catatan Perkembangan Pasien 1 ..................................................... 89
Tabel IV.4. Daftar Penggunaan Obat Pasien 1 ................................................... 90
Tabel IV.5. Evaluasi Pengobatan Pasien 1 ......................................................... 93
Tabel IV.6. Analisis PCNE Pasien 1 .................................................................. 96
Tabel IV.7. Data Klinis Pasien 2 ........................................................................ 97
Tabel IV.8. Hasil Pemeriksaan Tanda Vital Pasien 2 ........................................ 98
Tabel IV.9. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien 2 ..................................... 98
Tabel IV.10. Pemeriksaan Lainnya Pasien 2 ........................................................ 100
Tabel IV.11. Profil Pengobatan Pasien 2 .............................................................. 104
Tabel IV.12. Pemilihan Obat Pasien 2 ................................................................. 109
vi
Halaman
Tabel IV.13. Dosis dan Cara Pemakaian Obat Pasien 2 ....................................... 110
Tabel IV.14. Efek Samping Obat Pasien 2 ........................................................... 111
Tabel IV.15. Analisis PCNE Pasien 2 .................................................................. 112
Tabel IV.16. Data Klinis Pasien 3 ........................................................................ 113
Tabel IV.17. Hasil Pemeriksaan Tanda Vital Pasien 3 ........................................ 114
Tabel IV.18. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien 3 ..................................... 116
Tabel IV.19. Hasil Pemeriksaan Elektrokardiogram Pasien 3 ............................. 117
Tabel IV.20. Profil Pengobatan Pasien 3 .............................................................. 120
Tabel IV.21. Pemilihan Obat Pasien 3 ................................................................. 124
Tabel IV.22. Dosis dan Cara Pemakaian Obat Pasien 3 ....................................... 125
Tabel IV.23. Efek Samping Obat Pasien 3 ........................................................... 127
Tabel IV.24. Analisis PCNE Pasien 3 .................................................................. 128
Tabel V.1. Rekomendasi Terapi Pasien 2 ......................................................... 130
Tabel V.2. Rekomendasi Terapi Pasien 3 ......................................................... 131
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar II.1. Perjalanan Proses Aterosklerosis ................................................... 9
Gambar II.2. Karakteristik Plak yang Rentan ..................................................... 10
Gambar II.3. Q-Wave Myocardial Infraction ...................................................... 18
Gambar II.4. Angina Pektoris Tidak Stabil ......................................................... 21
Gambar IV.1. Hasil Pemeriksaan EKG Pasien 1 ................................................. 88
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyebab kematian tertinggi di
dunia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015,
penyakit kardiovaskuler menyebabkan 17,5 juta kematian atau sekitar 31%
dari keseluruhan kematian secara global dan yang diakibatkan Sindrom
Koroner Akut sebesar 7,4 juta (1). Pada tahun 2030 diperkirakan akan
mencapai 23,3 juta. Berdasaran data Riskesdas tahun 2013, penyakit jantung
koroner merupakan prevalensi tertinggi untuk penyakit Kardiovaskular di
Indonesia yaitu 1,5%. (2).
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu penyakit tidak
menular yang ditunjukkan dengan terjadinya perubahan patologis atau
kelainan dalam dinding arteri koroner yang dapat menyebabkan terjadinya
iskemik miokardium dan UAP (Unstable Angina Pectoris) serta Infark
Miokard Akut (IMA) seperti Non-ST Elevation Myocardial Infarct
(NSTEMI) dan ST Elevation Myocardial Infarct (STEMI) (3). Pada Infark
Miokard Akut ST-elevasi (STEMI) terjadi oklusi total arteri koroner sehingga
menyebabkan daerah infark yang lebih luas meliputi seluruh miokardium,
yang pada pemeriksaan EKG ditemukan adanya elevasi segmen ST,
sedangkan pada Infark Miokard non ST-elevasi (NSTEMI) terjadi oklusi
yang tidak menyeluruh dan tidak melibatkan seluruh miokardium, sehingga
pada pemeriksaaan EKG tidak ditemukan adanya elevasi segmen ST (4) .
Paradigma pengobatan atau strategi terapi medis penderita SKA berubah
dan mengalami kemajuan pesat dengan adanya hasil-hasil penelitian
mengenai patogenesis SKA dan petunjuk-petunjuk penatalaksanaan baru.
Kemajuan pesat dalam terapi medis tersebut mencakup terapi untuk
mengendalikan faktor risiko (terpenting statin untuk dislipidemia, obat
antihipertensi terutama obat ACE-I), obat-obat baru antitrombotik, gagal
1
2
B. TUJUAN
Untuk mengidentifikasi masalah terkait obat/Drug Related Problems (DRPs)
pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA).
C. MANFAAT
1. Mengetahui penatalaksanaan pengobatan SKA secara optimal sesuai
standar terapi.
2. Mengetahui manajemen DRPs pada pasien SKA yang sedang dirawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindrom koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di
dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard (3). Sindrom
koroner akut merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan
aliran darah pembuluh darah koroner secara akut. Umumnya disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah koroner akibat kerak aterosklerosis yang lalu
mengalami perobekan dan hal ini memicu terjadinya gumpalan-gumpalan
darah (thrombosis) sehingga terjadi proses pengurangan pasokan oksigen akut
atau subakut dari miokard (6).
3
4
C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak atheroma pembuluh darah
coroner yang koyak atau pecah akibat komposisi plak dan penipisan tudung
fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuk thrombus
yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat lubang
pembuluh darah coroner, baik secara total maupun parsial atau menjadi
mikroemboli yang menyumbat pembuluh coroner yang lebih distal. Selain itu
terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah coroner. Berkurangnya aliran darah coroner
menyebabkan iskemia miokardium. Suplai oksigen yang berhenti selama
kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard/IM) (8).
5
D. ETIOLOGI (7)
Sindrom koroner akut terjadi akibat penyumbatan sebagian atau total oleh
atheroma/ plak fibrofatty pada satu atau lebih pembuluh darah koroner. Akibat
adanya penyumbatan ini, terjadi gangguan pasokan suplai energi kimiawi ke otot
jantung (miokard), sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara pasokan
dan kebutuhan. Faktor penyebab Infark Miokard Akut (IMA) :
1. Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a. Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b. Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosis aurta, insufisiensi.
c. Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2. Curah jantung yang meningkat akibat aktifitas berlebihan, emosi, makan
terlalu banyak dan hypertiroidisme.
3. Kebutuhan oksigen miokard meningkat akibat kerusakan miokard,
hipertropimiokard, hipertensi diastolik.
2. Non-modifiable
a. Usia
Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia.
Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko
lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik. Seluruh jenis penyakit jantung koroner termasuk STEMI
yang terjadi pada usia lanjut mempunyai risiko tinggi kematian dan
adverse events.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan
kejadiannyalebih awal dari pada wanita. Morbiditas penyakit ini pada
laki-laki lebih besar daripada wanita dan kondisi ini terjadi dan kondisi
ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada wanita. Studi lain
menyebutkan wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9
tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard
pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai
muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita relatif
kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi
sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan
esterogen.
c. Ras
Ras kulit putih lebih sering terjadi serangan jantung daripada ras African
American. Kelompok masyarakat kulit putih maupun kulit berwarna,
laki-laki mendominasi kematian, tetapi lebih nyata pada kulit putih dan
8
lebih sering ditemukan pada usia muda dari pada usia lebih tua. Insidensi
kematian dini akibat penyakit jantung koroner pada orang Asia yang
tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan populasi lokal dan
juga angka yang rendah pada Ras Afro-Karibia.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada kasus penyakit jantung koroner yaitu keluarga
langsung yang berhubungan darah pada pasien berusia kurang dari 70
tahun merupakan faktor risiko independen. Agregasi SKA keluarga
menandakan adanya predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat
beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang positif dapat mempengaruhi
usia onset SKA pada keluarga dekat. Faktor familial dan genetika
mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis SKA, hal tersebut
dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis,
penatalaksanaan dan juga pencegahan SKA.
F. PATOGENESIS
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari
proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta Peripheral Arterial Disease
(PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang
sangat komplek dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari
aterosklerosis dan trombosis (5).
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik)
akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-filled macrophages (foam cells),
massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan
kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses
inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada
lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan fibrous
cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak
stabil (5).
Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang
peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung
9
dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet.
Komponen- komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding
pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem
koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah (5).
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan
oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak
aterosklerosis yang vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab
utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik
adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil
(vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik : lipid core besar,
fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan
aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain (Gambar II.2).
Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan
pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa
selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya
ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat
penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak (5).
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding
arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan
tissue factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit
serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus
yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi
coroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang
11
relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai
menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan
menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10–20 menit (Tabel
II.1).
Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh
kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis)
maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard). Trombus
yang terjadi lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi
menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard
mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI.
Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi
miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan
menyebabkan nekrosis miokard transmural (5).
G. KOMPLIKASI (6, 7)
Gangguan Hemodinamik
1. Gagal jantung
Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi disfungsi
miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau
trombolisis, perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun
apabila terjadi jejas transmural dan/atau obstruksi mikrovaskular,
terutama pada dinding anterior, dapat terjadi komplikasi akut berupa
kegagalan pompa dengan remodeling patologis disertai tanda dan gejala
klinis kegagalan jantung, yang dapat berakhir dengan gagal jantung
kronik.
2. Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di bawah 90
mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun dapat juga
disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau komplikasi mekanis.
Bila berlanjut, hipotensi dapat menyebabkan gangguan ginjal, acute tubular
necrosis dan berkurangnya urine output.
3. Kongesti paru
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen basal,
berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada Roentgen dada
dan perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator.
4. Keadaan output rendah
Keadaan output rendah menggabungkan tanda perfusi perifer yang buruk
dengan hipotensi, gangguan ginjal dan berkurangnya produksi urin.
Ekokardiografi dapat menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang buruk,
komplikasi mekanis atau infark ventrikel kanan.
5. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus STEMI dan merupakan
penyebab kematian utama, dengan laju mortalitas di rumah sakit mendekati
50%. Meskipun syok seringkali terjadi di fase awal setelah awitan infark
miokard akut, ia biasanya tidak didiagnosis saat pasien pertama tiba di
13
H. EPIDEMIOLOGI
Angka kematian kardiovaskular di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke
tahun, mencapai hampir 30% pada tahun 2004 dibandingkan dengan hanya 5%
pada tahun 1975. Survei Kesehatan Nasional Indonesia, yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2012, menunjukkan
bahwa penyakit cerebro-jantung adalah penyebab utama kematian di Indonesia
(9). Sebuah studi kohort 13 tahun di tiga kabupaten di provinsi Jakarta
menunjukkan bahwa penyakit arteri koroner adalah penyebab utama kematian di
Jakarta, ibukota Indonesia. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab
kematian yang paling sering di Inggris. Total 220.000 kematian yang
diakibatkan oleh penyakit jantung iskemik pada tahun 2007. Diperkirakan angka
kejadian Sindrom Koroner Akut (SKA) lebih dari 250.000 per tahun (11).
Kematian mendadak masih merupakan suatu komplikasi SKA yang sering
terjadi : sebanyak 50% dari pasien-pasien dengan infark miokard elevasi segmen
ST (ST Elevation Miokard Infarction/STEMI) tidak dapat bertahan hidup,
dengan sekitar dua pertiga kematian terjadi dalam waktu yang singkat setelah 4
serangan dan sebelum dirawat di rumah sakit. Sebelum perkembangan obat
modern dan strategi-strategi reperfusi ditemukan, kematian setelah masuk rumah
sakit dengan SKA adalah sebesar 30-40%. Setelah munculnya unit perawatan
koroner pada tahun 1960-an, dampaknya telah berkembang, secara umum
menunjukkan perawatan aritmia yang terbaik.
14
I. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Awal
a. Riwayat/ Anamnesis
Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat
dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu; gejala klinis nyeri dada
spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia
dari enzim jantung.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA.
Nyeri dada atau ras tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari
sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu
mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri
dada lainnya karena gejala ini merupakan petanda awal dalam
pengelolaan pasien SKA (5).
Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :
1) Lokasi : substermal, retrostermal, dan precordial
2) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir
3) Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan
4) Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
5) Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan
sesudah makan
6) Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat
dingin, dan lemas
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan antara
gejala APTS/NSTEMI dan STEMI. Pada beberapa pasien dapat
15
b. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor
pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI.
Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat,
kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru.
Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3)
menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau
penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki
kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK) (5).
c. Elektrokardiografi (5)
Elektrokardiogram (EKG) memberi bantuan untuk diagnosis dan
prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat
bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1) Depresi segmen ST > 0,05 mV
2) Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang
T yang simetris di sandapan precordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan
16
aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika
ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal
pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI (5).
Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat
mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial
untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan katagori :
1) Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu
nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
2) Infark miokard non-Q : depresi segmen ST, inversi gelombang T.
2. Pemeriksaan Lanjutan
a. Laboratorium (4,12, 13,)
1) Serum Kreatin kinase dan fraksi MB (CKMB)
Kadar serum Creatinine Kinase (CK) dan fraksi MB merupakan
indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari
kedua petanda tersebut adalah relative rendahnya spesifikasi dan
sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang
lebih buruk pada pasien tanpa segment ST elevasi lebih besar pada
pasien dengan peningkatan nilai CKMB.
2) Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase (SGOT)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal.
Sesudah infark, SGOT meningkat dalam waktu 12 jam dan mencapai
puncaknya dalam 24 sampai 36 jam, kembali normal pada hari ke 3
atau ke 5.
3) Serum Lactate Dehydrogenase (LDH)
Enzim ini terdapat di jantung dan juga di sel-sel darah merah.
Meningkat relatif lambat setelah infark, mencapai puncaknya dalam
24 sampai 48 jam kemudian dan bisa tetap abnormal 1 sampai 3
minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
17
Gambar II.3. Pemeriksaan Enzim Jantung pada Infark Miokard Akut (IMA)
Tabel II.3. Petanda Biokimia Jantung untuk Evaluasi dan Tata Laksana SKA tanpa
Elevasi Segmen ST (5)
Segmen ST
20
Lanjutan Tabel II.3. Petanda Biokimia Jantung untuk Evaluasi dan Tata Laksana SKA
tanpa Elevasi Segmen ST (5)
1. Prehospital
a. Nilai dan berikan bantuan ABC
b. Berikan oksigen, aspirin, nitrogliserin dan morfin jika diperlukan
c. Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi
d. Melakukan ceklis terapi fibronolitik
e. Menyiapkan pemberitahuan sebelum sampai ke IGD (untuk petugas
ambulans/sebelum sampai rumah sakit)
2. Pemberian Oksigen dan Obat-obatan
a. Oksigen
Oksigen diberikan pada semua pasien yang dalam evaluasi SKA. Terapi
oksigen mampu mengurangi ST levasi pada infark anterior.
Berdasarkan consensus, dianjurkan memberikan oksigen dalam 6 jam
pertama terapi, pemberian lebih dari 6 jam tidak bermanfaat kecuali
pada keadaan :
1) Pasien dengan nyeri ddada menetap atau berulang atau
hemodinamik yang tidak stabil
2) Pasien dengan tanda bendungan paru
3) Pasien dengan saturasi oksigen < 90%
b. Aspirin
Aspirin diberikan 160-325 mg dikunyah untuk pasien yang belum
mendapat aspirin dan tidak ada bukti perdarahan lambung saat
pemeriksaan. Dapat menggunakan aspirin supositoria pada pasien mual,
muntah atau ulkus peptik atau gangguan saluran pencernaan.
c. Nitrogliserin
Dapat diberikan tablet sublingual sampai 3x dengan interval 3-5 menit
jika tidak terdapat kontraindikasi. Obat ini tidak boleh diberikan pada
pasien yang hemodinamik tidak stabil : TD ≤ 90 mmHg lebih rendah
dari pemeriksaan TD awal (jika dilakukan) sebab nitrogliserin adalah
vasodilator dan penggunaanya harus berhati-hati pada keadaan,
misalnya :
23
1) Depresi segmen ST
2) Onset lebih 24 jam
3) Pada TD tinggi (TD sistolik > 175 mmHg)
c. PCI primer efektif dilaksanakan pada :
1) Syok kardiogenik
2) STEMI usia > 75 tahun dan syok kardiogenik
3) Pasien kontraindikasi fibrinolisis
d. PCI sekunder baik dilaksanakan pada :
1) Pusat rujukan dengan tindakan PCI > 200 tindakan PCI /tahun
2) Dilakukan oleh operator yang berpengalaman
3) Dilatasi baloon ≤ 90 menit mulai kontak dengan dokter atau
dari IGD
4) Dicapai TIMI-3 > 90% tanpa adanya kasus CABG, strok, atau
kematian dari tindakan PCI.
5) Paling sedikit resolusi > 50%.
K. PENANGANAN (5, 8)
Penanganan infark mikard dapat dilakukan dengan cara terapi non farmakologi
dan terapi farmakologi.
1. Terapi Non Famakologi
a. Tindakan Revaskularisasi
Termasuk di sini yaitu operasi pintas koroner (Coronary Artery Bypass
Grafting, CABG) dan PCI (angioplasti koroner atau Percutaneous
Transluminal Coronary Angioplasty/PTCA) dan tindakan terkait seperti
misalnya pemasangan stent, aterektomi rotablasi, dan aterektomi
direksional).
Pada era sebelum diperkenalkan penggunaan stent dan antagonis
glikoprotein IIb/IIIa, CABG disarankan pada pasien dengan anatomi
coroner berisiko tinggi, seperti obstruksi ≥ 50% pembuluh kiri atau
penyakit 3- pembuluh (triple vessel disease) terutama bila fraksi ejeksi
rendah (< 50%) atau ditemui diabetes mellitus. Pada pasien dengan
26
b. Rehabilitasi medik
Bagi penderita yang sedang mengalami serangan jantung tindakan yang
dilakukan memang bersifat darurat dan dikerjakan dengan cepat.
Seperti melakukan rangsangan menggunakan listrik bertegangan tinggi
ketika jantung berhenti berdenyut. Pada kondisi penanganan jantung
seperti ini, tindakan yang cepat merupakan prioritas utama.
Pasien yang mengalami serangan jantung dan pasca operasi pada
umumnya mengalami gangguan pada fungsi-fungsi organ tubuhnya.
Karena itu untuk meningkatkan kemampuan organ itu paling tidak
mendekati kondisi semula dilakukan rehabilitasi medik dengan maksud
untuk mengoptimalkan fisik, fisiologi dan sosial pada pasien-pasien
yang sebelumnya menderita kejadian kardiovaskular.
Jenis pelayanan rehabilitasi mencakup: tes evaluasi, dengan
treadmill atau Esrocycle test, pelaksanaan fisioterapi, pelaksanaan
monitoring telemetri program rehabilitasi fase II dan III, rehabilitasi
pasca MCI atau Pasca Operasi di ruang rawat, Treadmill
analyser/Ergocycle analyser, Holter, Lead Potensial, Vektor.
c. Modifikasi faktor risiko
1) Berhenti merokok
Pasien yang berhenti merokok akan menurunkan angka kematian
dan infark dalam 1 tahun pertama.
2) Berat badan
Untuk mencapai dan /atau mempertahankan berat badan optimal.
3) Latihan melakukan aktivitas sedang selama 30-60 menit 3-
4x/minggu (jalan, bersepeda, berenang atau aktivitas aerobic yang
sesuai)
4) Diet mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol rendah atau
lemak dengan saturasi rendah kolesterol
5) Mengkonsumsi obat-obatan penurun kolesterol. Target primer
kolesterol LDL < 100mg/dl.
6) Hipertensi target tekanan darah <130/80 mmHg.
28
2. Terapi Farmakologi
Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat di tentukan kebutuhan untuk dilakukan
strategi invasive dan waktu pelaksanaan revaskularisasi. Strategi invasive
berupa angiografi, dan ditujukan untuk pasien dengan tingkat risiko tinggi
sampai sangat tinggi .
a. Anti Iskemia
1) Penyekat Beta (Beta Blocker)
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya
terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi
oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien
dengan gangguan konduksi atrio-ventrikuler yang signifikan, asma
bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan
kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi.
Penyekat beta di rekomendasikan pada APTS (Angina Pektoris
Tidak Stabil) atau IMA-NEST, terutama jika terdapat hipertensi
dan/takikardia, dan selama tidak terdapat kontraindikasi (Kelas I-
B). Penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama
(Kelas I-B). Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada kontraindikasi
(Kelas I-B). beberapa penyekat beta yang sering dipakai dalam
praktek klinik dapat dilihat pada Tabel II.7.
Tabel II.6. Jenis dan Dosis Penyekat Beta untuk Terapi IMA
29
2) Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang.
Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik
yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis.
a) Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan
dalam fase akut dan episode angina (Kelas I-C).
b) Pasien dengan APTS/IMA-NEST yang mengalami nyeri dada
berlanjut sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit
sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada
kontraindikasi (Kelas I-C).
c) Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten,
gagal jantung atau hipertensi dalam 48 jam pertama
APTS/IMA-NEST. Keputusan menggunakan nitrat intravena
tidak boleh menghalangi pengobatan yang terbukti
menurunkan mortalitas seperti penyekat beta atau penghambat
ACE (Kelas I-B).
d) Nitrat tidak diberikan kepada pasien dengan tekanan darah
sistolik <90 mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal,
bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala
gagal jantung atau infark ventrikel kanan (Kelas III-C).
30
Tabel II.9. Jenis dan Dosis Penghambat Kanal Kalsium untuk Terapi IMA
4) Anti Platelet
a) Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanpa
kontraindikasi dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis
pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang,
tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan (Kelas I-
A).
b) Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama Aspirin
sesegara mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali
kontaindikasi seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A)
c) Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan Omeprazole)
diberikan bersama DAPT (Dual Antiplatelet Therapy : aspirin
dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien
dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum,
32
Tabel II.10. Jenis dan Dosis Anti Platelet untuk Terapi IMA
Tabel II.12. Jenis dan Dosis Penghambat ACE untuk Terapi IMA
9) Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa
mempertimbangkan modifikasi diet, penghambat
hidroksimetilglutari-koenzim A reductase (statin) harus dibearikan
kepada semua penderita APTS/IMA-NEST, termasuk mereka yang
telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
kontraindikasi (Kelas I-A). Terapi statin intensitas tinggi
hendaknya dimulai sedini mungkin (Kelas I-A).
1. Lansoprazole
2. Lovenox
3. Ondansentron
4. Aspilet
37
38
5. Clopidogrel
6. Ketorolac
7. Isosorbid dinitrat
8. Diazepam
9. Furosemid
10. Ramipril
11. Bisoprolol
12. Atorvastatin
13. Arixtra
14. Alprazolam
15. Acarbose
16. Nitrokaf
17. Irbesartan
18. Propanolol
19. Allopurinol
B. FARMAKODINAMIK (15)
1. Lansoprazole
+ +
Inhibitor pompa proton mengikat H /K mengubah ATPase (pompa proton)
dalam sel-sel parietal lambung, menghasilkan penekanan sekresi asam basal
dan terstimulasi.
2. Lovenox
Enoxaparin setara dengan d-glukosamin sulfat dan asam d-glukoronat.
Dengan bobot molekul berkisar 3800-5000 dalton. Enoxaparine ditemukan
dalam hati, paru, dan sel mast. Enoxaparin digunakan sebagai antikoagulan
yang memiliki aktivitas antithrombotic. Enoxaparin menghambat reaksi
yang mengakibatkan penggumpalan darah dan pembentukan benang-benang
fibrin secara invitro maupu invivo.
3. Ondansentron
Efek farmakodinamik ondansetron adalah menimbulkan efek antagonis
terhadap reseptor serotonin 5-HT3. Reseptor serotonin 5-HT3 terdapat di
bagian perifer yaitu pada nervus vagal dan di sentral pada area postrema
yang merupakan chemoreceptor trigger zone,
4. Aspilet
Farmakodinamik aspirin bekerja melalui inhibisi enzim siklooksigenase 1
dan 2 (COX-1 dan COX-2) secara ireversibel, sehingga menurunkan
produksi prostaglandin dan derivatnya, yaitu thromboxan A2. Efek yang
diperoleh adalah efek antipiretik, antiinflamasi, dan antiplatelet.
5. Clopidogrel
42
6. Ketorolac
Bioavabilitas oral ketorolac mencapai 80 - 100%. Tmax rata-rata dalam
plasma sebesar 2,2 mcg/ml setelah pemberian dosis tunggal 30 mg, akan
tercapai dalam waktu 30 - 60 menit setelah pemberian peroral maupun
parenteral. Makanan akan mempengaruhi kecepatan absorbsi, namun tidak
mempengaruhi jumlah yang diabsorbsi.
Ketorolac tromethamine diserap dengan cepat dan lengkap setelah
pemberian intramuskular. Waktu paruh terminal plasma 5,3 jam pada
dewasa muda, 6 - 7 jam pada orang lanjut usia (usia rata-rata 72 tahun) dan
9 - 10 jam pada penderita gangguan fungsi ginjal. Sedangkan pada pasien
sirosis, peminum alkohol, terlihat adanya sedikit pemanjangan waktu paruh
terminal. Lebih dari 99% Ketorolac berikatan dengan protein plasma, pada
konsentrasi yang beragam.
7. Isosorbide dinitrat
Terjadi metabolisme lintas pertama oleh hati (first pass metabolism) pada
obat nitrat organik yang biasa digunakan secara oral (nitrogliserin dan
ISDN). Hal tersebut menyebabkan bioavailabilitas obatnya sangat rendah,
yaitu < 10-20% (16).
8. Diazepam
a. Absorbsi
Penyerapan diazepam lewat rute oral >90% dan mencapai peak plasma
concentration dalam waktu 30-90 menit. Absorbsi menurun dan
diperlambat dengan konsumsi makanan berlemak, penyerapan
umumnya terjadi pada 15 menit pada keadaan puasa sedangkan pada
keadaan dikombinasi dengan makanan berlemak penyerapan tertunda
45 menit. Sehingga peak plasma yang harusnya dicapai 1.25 jam pada
keadaan puasa, pada keadaan dikombinasi dengan makanan berlemak
51
12. Atorvastatin
Atorvastatin merupakan inhibitor reduktase HMG-CoA, yang mengambat
langkah dari biosintesis (pembentukan) kolestrol dengan cara inhibisi
kompetitif enzim HMG-CoA reduktase. Absorbsi: bioaviabilitas 14% (obat
dewasa), onset kerja 3-5 hari, puncak waktu plasma: 1 – 2 jam, efek
maksimum 2 minggu. Distribusi: berikatan dengan protein 98%.
Metabolisme: Pertama melewati hati diolah dengan melalui enzim CYP3A4
P450, metabolit/bentuk aktif derivat/turunan orto dan parahidroksilat dan
produk beta-oksidasi (bentuk tidak aktif). Eliminasi: Waktu paruh obat: 14
jam, pada pasien dialisis (atau pasien cuci darah) obat tidak dapat
dieliminasi. Ekskresi: terutama via bilirubin, urine (2%), melewati feses
(60%) dan urin (13%).
13. Arixtra
Penyerapan cepat dengan volume distribusi 7 hingga 11 liter terutama dalam
darah. Peningkatan protein lebih dari 94% untuk antitrombin III,
Ketersediaan hayati sebesar 100% dalam darah. Waktu paruh eliminasi 17
hingga 21 jam bisa berkepanjangan jika disertai dengan gangguan ginjal dan
pada orang tua. Waktu menuju puncak selama 2-3 ja. Eksresi urin hingga
77% obat tidak berubah.
14. Alprazolam
Alprazolam diambil secara oral, dan diserap dengan baik 80% ,alprazolam
berikatan dengan protein dalam serum (mayoritas mengikat albumin ).
Konsentrasi puncak alprazolam setelah satu hingga dua jam. Alprazolam
dimetabolisme di hati, sebagian besar oleh enzim sitokrom P450 3A4
(CYP3A4) . Dua metabolit utama dihasilkan: 4-hydroxyalprazolam dan α-
hydroxyalprazolam, serta benzophenone yang tidak aktif. Konsentrasi
rendah dan potensi rendah 4-hydroxyalprazolam dan α-hydroxyalprazolam
menunjukkan bahwa mereka memiliki sedikit atau tidak ada kontribusi
terhadap efek alprazolam. Metabolit, serta beberapa alprazolam yang tidak
termetabolisme, disaring oleh ginjal dan diekskresikan dalam urin.
15. Acarbose
54
18. Propanolol
Absorbsi : Bioavailabilitas Penyerapan oral hampir sempurna. Konsentrasi
Plasma 100-150 ng / mL dengan variasi antar pasien. Distribusi: Luas
didistribusikan ke dalam jaringan tubuh, termasuk paru-paru, hati, ginjal,
dan jantung. Ikatan Protein Plasma > 90% melebihi range konsentrasi
darah. Metabolisme: Hampir sepenuhnya dimetabolisme di liver (hati). Rute
Eliminasi: Diekskresikan terutama dalam urin minimal 8 metabolit telah
diidentifikasi. 1-4% dari dosis oral atau IV obat muncul dalam tinja sebagai
obat tidak berubah dan metabolit. Waktu paruh IV: 10 menit (tahap awal),
2,3 jam (fase terminal) .
19. Allopurinol
Absorbsi : Bioavailabilitas Sekitar 80-90% diserap setelah pemberian oral,
konsentrasi plasma puncak dari allopurinol dicapai dalam 1,5 jam. Setelah
IV infus lebih dari 30 menit, konsentrasi plasma puncak dari allopurinol
dicapai dalam waktu sekitar 30 menit.. Distribusi : Merata dalam semua
jaringan, kecuali di otak di mana konsentrasi sekitar 50% dari mereka yang
jaringan lainnya Allopurinol didistribusikan ke susu (ASI). Protein Plasma
Binding : Allopurinol tidak terikat untuk protein plasma. Eliminasi :
Diekskresikan dalam urin sebagai oxypurinol (sekitar 70%) dan dalam tinja
sebagai obat tidak berubah (sekitar 20%) dalam waktu 48-72
jam.Allopurinol dan oxypurinol adalah dialyzable. Metabolisme : Cepat
dimetabolisme oleh xanthine oxidase, dimetabolisme terutama menjadi
metabolit aktif, oxypurinol. Waktu paruh :1-3 dan 18-30 jam untuk
allopurinol dan oxypurinol, secara berurutan.
D. FARMAKOTERAPI
56
1. Lansoprazole (19)
a. Indikasi
Gastric ulcer, duodenal ulcer, NSAID-associated GU,
Gastroesophageal Reflux Disease
b. Dosis dan cara pemberian
Tukak lambung, 30 mg sehari pada pagi hari selama 8 minggu. Tukak
duodenum, 30 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu, pemeliharaan
15 mg sehari. Tukak lambung atau tukak duodenum karena AINS, 15-
30 mg sekali sehari selama 4 minggu, dilanjutkan lagi selama 4 minggu
jika tidak sepenuhnya sembuh, profilaksis, 15-30 mg sekali sehari.
Sindroma Zollinger-Ellison (dan kondisi hipersekresi lainnya),
dosis awal 60 mg sekali sehari, selanjutnya disesuaikan dengan
respons, dosis harian sebesar 120 mg atau lebih dibagi menjadi 2 dosis.
Refluks gastroesofagal, 30 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu,
diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh,
pemeliharaan 15-30 mg sehari. Dispepsia karena asam lambung, 15-30
mg sehari pada pagi hari selama 2-4 minggu. Anak : Belum ada data
yang cukup mengenai penggunaan lansoprazol pada anak.
c. Efek samping
Efek samping penghambat pompa proton meliputi gangguan saluran
cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing. Efek samping yang kurang sering
terjadi diantaranya adalah mulut kering, insomnia, mengantuk, malaise,
penglihatan kabur, ruam kulit dan pruritus.
d. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap lansoprazole atau penghambat pompa proton
lainnya. Administrasi bersama dengan produk yang mengandung
rilpivirine.
b. Dosis
8 mg sesaat sebelum terapi, dilannjutkan dengan 8 mg oral tiap 12 jam
sampai dengan 5 hari, muntah berat karena kemoterapi: oral: 24 mg, 1-2
jam sebelum terapi atau injeksi intravena lambat, 8 mg sebelum terapi,
diikuti dengan 8 mg dengan interval 4 jam untuk 2 dosis berikutnya
(atau diikuti dengan infus intravena 1 mg/jam sampai 24 jam) kemudian
diikuti 8 mg oral tiap 12 jam sampai 5 hari. Sebagai alternatif, infus
intravena lebih dari 15 menit, 16 mg sesaat menjelang terapi, diikuti
dengan 8 mg dengan interval 4 jam untuk 2 dosis berikutnya, kemudian
diikuti 8 mg oral tiap 12 jam sampai 5 hari
c. Efek samping
Sangat umum : sakit kepala. Umum : sensasi hangat atau kemerahan,
konstipasi, reaksi lokasi injeksi. Tidak umum : kejang, gangguan
gerakan (termasuk reaksi ekstrap iramidal seperti reaksi
distoni, oculogyric crisis, diskinesia), aritmia, nyeri dada dengan atau
tanpa depresi segmen ST, bradikardi, cegukan, peningkatan uji fungsi
hati tanpa gejala
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas, sindroma perpanjangan interval QT bawaan.
e. Interaksi
Fenitoin, karbamazepin dan rifampisin : meningkatkan metabolisme
ondansetron, tramadol : ondansetron menurunkan efek tramadol,
rifampisin : meningkatkan metabolisme ondansetron.
f. Peringatan
Hipersensitivitas terhadap antagonis 5HT3 lainnya, kepekaan terhadap
perpanjangan interval QT, obstruksi intestinal subakut, operasi
adenotonsillar, kehamilan, menyusui, gangguan hati sedang dan berat
(maksimal 8 mg/hari).
4. Aspilet (19)
a. Indikasi
Profilaksis penyakit serebrovaskuler atau infark miokard.
60
5. Clopidogrel (19)
a. Indikasi
Antiplatelet, menurunkan kejadian aterosklerotik (infark miokardia,
stroke, dan kematian vaskuler) pada pasien dengan riwayat
aterosklerosis yang ditandai dengan serangan stroke yang baru terjadi,
infark miokardia yang baru terjadi atau penyakit arteri perifer yang
menetap.
b. Dosis dan cara pemberian
Dosis oral untuk orang dewasa: myocardial infarction (MI) dan stroke
yang belum lama terjadi, atau penyakit perifer arteri yang sudah
terbukti: satu kali sehari satu tablet 75 mg. Sindrom koroner akut: dosis
muatan 300 mg; diikuti dengan 1 tablet/hari: 75 mg (dikombinasikan
dengan aspirin 75-325 mg, 1 tablet/hari). Pasien dengan alergi terhadap
aspirin, dosis muatan: 300 mg/6 jam; dosis penjagaan: 50-100 mg/hari
c. Efek samping
Dispepsia, nyeri perut, diare; perdarahan (termasuk perdarahan saluran
cerna dan intrakranial); lebih jarang: mual, muntah, gastritis, perut
kembung, konstipasi, tukak lambung dan usus besar, sakit kepala,
pusing, paraestesia, leukopenia, platelet menurun (sangat jarang
trombositopenia berat), eosinofilia, ruam kulit, dan gatal.
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas, perdarahan aktif seperti ulkus peptikum atau
perdarahan intrakranial, menyusui.
e. Perhatian dan peringatan
Peringatan : Hati-hati digunakan pada pasien dengan risiko terjadinya
pendarahan seperti pada keadaan trauma, pembedahan atau keadaan
patologi lainnya; Penggunaan bersamaan dengan obat yang
meningkatkan risiko pendarahan. Pada pasien yang akan menjalani
pembedahan dan tidak diperlukan efek anti platelet, clopidogrel harus
dihentikan 7 hari sebelumnya. Hati-hati digunakan pada pasien dengan
kegagalan fungsi hati karena pengalaman penggunan masih terbatas,
62
diberikan melalui infus intravena pada kondisi angina tidak stabil dan
dosis dititrasi sesuai dengan respon pasien dalam kisaran dosis 2-12
mg/jam, namun pada beberapa pasien mungkin diperlukan sampai
mencapai dosis maksimal 20 mg/jam.
Jika diinginkan untuk memberikan efek terapi dengan mula kerja
yang cepat, maka digunakan nitrat organik dalam formula kerja cepat
seperti preparat sublingual. Tablet sublingual digunakan sebagai
profilaksis jangka pendek, yaitu misalnya sebelum melakukan aktivitas.
ISDN tablet sublingual diberikan pada pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruangan gawat darurat. Jika nyeri dada
tidak hilang dalam satu kali pemberian, dapat diulang setiap 5 menit
sampai maksimal 3 kali. ISDN intravena diberikan pada pasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis ISDN sublingual.
Isosorbid dinitrat tersedia dalam bentuk tablet sublingual, oral,
transdermal dan injeksi intravena. Sediaan ISDN yang memiliki
absorbsi lambat meliputi bentuk oral dan sediaan transdermal.
Formulasi ini terbukti dapat mempertahankan konsentrasi nitrat organik
dalam darah, tapi tidak menyebabkan adanya toleransi. Pada
penggunaan ISDN secara sublingual memiliki mula kerja yang cepat
tapi efek hemodinamiknya juga cepat menghilang. Begitu juga dengan
sediaan intravena, mula kerjanya cepat hanya beberapa menit (17).
c. Efek samping
Efek samping yang sering dilaporkan pada penggunaan ISDN, yaitu
sakit kepala, pusing, takikardia, dan penurunan tekanan darah yang
drastis/hipotensi. Sebanyak 20-30% pasien yang mendapat nitrat kerja
panjang tidak dapat mentoleransi sakit kepala yang dirasakannya.
Penggunaan ISDN dengan dosis tinggi dapat menyebabkan hipotensi,
takikardia, flushing (kemerahan), diaphoresis (keringat berlebihan),
sakit kepala, jantung berdebar. Gangguan penglihatan, mual, muntah,
kebingungan, dispnea (sesak nafas).
66
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap nitrat; hipotensi atau hipovolemia, kardiopati
obstruktif hipertrofik, stenosis aorta, tamponade jantung, perikarditis
konstruktif, stenosis mitral, anemia berat, trauma kepala, perdarahan
otak glaukoma sudut sempit.
e. Perhatian dan peringatan
Gangguan hepar atau ginjal berat; hipotiroidisme, malnutrisi, atau
hipotermia, infrak miokard yang masih baru, sistem transdermal yang
mengandung logam harus diambil sebelum kardioversi atau diatermi.
f. Interaksi obat
1) α – blocker dan nitrat
Jika α-blocker diberikan bersama dengan nitrat maka akan
meningkatkan efek hipotensi. Contoh α-blocker yaitu prazosin.
Meskipun interaksi yang terjadi tidak spesifik pada α-blocker, efek
hipotensi akan meningkat apabila pasien juga mendapatkan obat
yang dapat menurunkan tekanan darah. Jika pada pasien gagal
jantung yang diberikan adalah prazosin, diuretik kuat atau
vasodilator lainnya, maka akan menurunkan pengisian tekanan
ventrikel kiri terkait dengan penurunan cardiac output dan tekanan
darah. Sehingga memperhatikan dosis awal prazosin yang dapat
direkomendasikan diikuti dengan meningkatkan dosis secara
bertahap sangat penting pada pasien tersebut.
2) Antagonis kanal kalsium dan nitrat
Penggunaan antagonis kanal kalsium dan nitrat dapat
meningkatkan efek hipotensi. Misalnya amlodipin, diltiazem,
nifedipin dan verapamil menunjukkan penggunaan bersama dengan
nitrat kerja panjang memiliki efek additive sehingga meningkatkan
efek hipotensi dan pingsan. Agar mengurangi efek tersebut, dosis
nitrat sebaiknya diturunkan secara bertahap.
67
8. Diazepam (19)
a. Indikasi
Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada
putus alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot.
b. Dosis
Oral : ansietas 2 mg 3 kali/hari, dinaikkan bila perlu sampai 15-30
mg/hari dalam dosis terbagi. Untuk lansia dosis setengahnya. Insomnia
yang disertai ansietas 5-15 mg sebelum tidur. Injeksi
intramuskular atau injeksi intravena lambat (kedalam vena yang besar
dengan kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit) untuk ansietas akut
berat, pengendalian serangan panik akut, dan putus alkohol akut : 10
mg diulangi bila perlu setelah tidak kurang dari 4 jam.
c. Efek samping
Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi,
gangguan mental, amnesia, ketergantungan, depresi pernapasan, kepala
terasa ringan hari berikutnya, bingung. Kadang-kadang terjadi: nyeri
kepala, vertigo, hipotensi, perubahan salivasi, gangguan saluran cerna,
ruam, gangguan penglihatan, perubahan libido, retensi urin, dilaporkan
juga kelainan darah dan sakit kuning, pada injeksi intravena terjadi:
nyeri, tromboflebitis dan jarang apneu atau hipotensi.
d. Kontraindikasi
Depresi pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi
pulmoner akut, kondisi fobia dan obsesi, psikosis kronik, glaukoma
sudut sempit akut, serangan asma akut, trimester pertama kehamilan,
bayi prematur; tidak boleh digunakan sendirian pada depresi atau
ansietas dengan depresi.
e. Interaksi
1) Dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat jika digunakan
dengan antivirus (amprenavir, ritonavir)
2) Dapat memperbesar efek depresi sistem saraf pusat dengan
penggunaan bersamaan obat anestesi, analgesik narkotik,
68
f. Interaksi obat
Bisoprolol sebaiknya tidak dikombinasikan bersama obat-obatan
golongan beta bloker. Bisoprolol sebaiknya digunakan secara hati-hati
bila diberikan bersamaan dengan obat-obat penekan otot jantung atau
penghambat konduksi AV seperti kalsium antagonis khususnya
fenilalkilamin (verapamil) dan golongan benzotiazepin (diltiazem) atau
obat-obatan antiaritmik seperti disopiramid. Penggunaan bersama
rifampisin dapat meningkatkan bersihan metabolit bisoprolol.
12. Atorvastatin (19)
a. Indikasi
Sebagai terapi tambahan pada diet untuk mengurangi peningkatan
kolesterol total, c-LDL, apolipoprotein B dan trigliserida pada pasien
dengan hiperkolesterolemia primer; kombinasi hiperlipidemia;
hiperkolesteolemia heterozigous dan homozigous familial ketika respon
terhadap diet dan pengukuran non farmakologi lainnya tidak
mencukupi.
b. Dosis
Hiperkolesterolemia primer dan hiperlipidemia campuran, biasanya 10
mg sekali sehari, bila perlu dapat ditingkatkan dengan interval 4
minggu hingga maksimal 80 mg sekali sehari. Anak 10-17 tahun: dosis
awal 10 mg sekali sehari (pengalaman terbatas dengan dosis diatas 80
mg sehari). Hiperkolesterolemia turunan, dosis awalnya 10 mg sehari,
tingkatkan dengan interval 4 minggu sampai 40 mg sekali sehari, bila
perlu tingkatkan lebih lanjut sampai maksimal 80 mg sekali sehari (atau
dikombinasi dengan resin penukar anion pada hiperkolesterolemia
turunan heterozigot). Anak 10-17 tahun hingga 20 mg sekali sehari
(pengalaman terbatas dengan dosis lebih besar).
c. Efek samping
Insomnia, angio udema, anoreksia, asthenia, neuropati perifer, alopesia,
pruritus, ruam, impoten, sakit dada, hipoglikemik dan hiperglikemik,
trombositopenia jarang dilaporkan.
74
d. Kontraindikasi
Orang yang mengalami hipersensitivitas terhadap atorvastatin, penyakit
liver aktif atau peningkatan transaminase yang tidak dapat dijelaskan,
kehamilan (tidak boleh digunakan untuk ibu hamil), Ibu menyusui.
e. Perhatian dan peringatan
1) Dapat terjadi efek samping kognitif yang reversibel (dapat pulih)
dan tidak berbahaya
2) Peningkatan kadar gula darah dan hemoglobin glikosilat (HbA1c)
dengan pemberian statin
3) Perhatian pada pemberian obat ini untuk lansia; karena risiko
miopati (gangguan otot)
4) Penggunaan alkohol, gagal jantung, dan riwayat penyakit hati
5) Gagal hepar fatal dan nonfatal: pernah dilaporkan namun jarang
6) Risiko miopati: peningkatan risiko terjadi ketika pemberian obat
dengan fibrat, niasin, siklosporin, makrolide, telaprevir, boceprevir,
kombinasi dengan inhibitor protease HIV (seperti saquinavir
dengan ritonavir, lopinavir dengan ritonavir, tipranavir dengan
ritonavir, darunavir dengan ritonavir, fosamprenavir, dan
penggunaan antijamur golongan azole
f. Interaksi
Antasid, antipirin, kolestipol, digoksin, eritromisin/klaritromisin,
kontrasepsi oral, inhibitor protease.
13. Arixtra (Fondaparinux) (19)
a. Indikasi
Untuk mencegah kejadian tomboemboli vena (VTE) pada pasien yang
menjalani bedah ortopedik mayor pada tungkai bawah. Untuk
mencegah VTE pada pasien yang menjalani bedah abdomen yang
berisiko mengalami komplikasi tromboemboli. Untuk mencegah VTE
pada pasien yang berisiko mengalami komplikasi tromboemboli karena
mobilitasnya dibatasi selama mengalami penyakit akut. Untuk terapi
angina tidak stabil atau infark miokard tanpa peningkatan segmen ST
75
f. Interaksi obat
Penurunan kesadaran dan gangguan pernapasan, bila digunakan dengan
obat golongan opioid (misalnya morfin), Peningkatan efek mengantuk,
jika digunakan dengan obat antivirus zidovudine, Peningkatan risiko
terjadinya efek samping salah satu obat, jika digunakan dengan obat
antipsikotik dan antihistamin, Peningkatan risiko terjadinya efek
samping diazepam, jika dikonsumsi dengan isoniazid, cimetidine,
erythromycin, ketoconazole, dan omeprazole, Penurunan efektivitas
diazepam, bila digunakan bersamaan dengan rifampicin,
carbamazepine, phenytoin, dan antasida, Penurunan efektivitas kedua
obat, jika digunakan dengan thiopental.
15. Acarbose (19)
a. Indikasi
Diabetes melitus
b. Dosis
Oral : Awalnya, 25 mg 3 kali sehari pada awal setiap makan besar. Pada
pasien dengan efek samping GI (Gastrointestinal) memulai pada 25 mg
sekali sehari dan meningkatkan dosis secara bertahap yang diperlukan
untuk 25 mg 3 kali sehari.
c. Efek samping
Umum : Perut kembung, diare, sakit perut / nyeri.
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat acarbose, ketoacidosis, Cirrhosis,
penyakit radang usus, ulserasi kolon, ada obstruksi usus parsial atau
kecenderungan untuk kondisi ini, penyakit usus kronis yang
berhubungan dengan gangguan ditandai pencernaan atau absorpsi,
kondisi yang mungkin memburuk sebagai akibat dari peningkatan gas
usus CO
e. Interaksi
1) Meningkatkan risiko efek samping acarbose, jika digunakan
dengan cholestyramine dan neomycin.
78
d. Interaksi
Obat diuretika dan antihipertensi lain, suplemen kalium dan diuretika
hemat kalium, AINS. Pemberian bersamaan litium dengan angiotensin
converting enzyme inhibitor dapat meningkatkan serum litium yang
reversible dan toksisitasnya. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kalium: kaliuretik diuretika lain, laksatif, amfotericin, karbenoksolon,
penisilin G natrium, derivat asam salisilat.
e. Kontraindikasi
Ibu hamil dan menyusui
f. Peringatan
Deplesi volume intravaskular, hipertensi renovaskular, gangguan fungsi
ginjal dan transplantasi ginjal, hipertensi pada pasien diabetes mellitus
tipe II dengan gangguan ginjal, hiperkalemia. Kombinasi dengan HCT.
18. Propranolol (19)
a. Indikasi
Hipertensi; angina; aritmia, kardiomiopati obstruktif hipertrofik,
takikardi ansietas, dan tirotoksikosis (tambahan); profilaksis setelah
infark miokard; profilaksis migren dan tremor esensial.
b. Dosis
oral, hipertensi, dosis awal 80 mg 2 kali sehari, tingkatkan dengan
interval mingguan bila perlu; dosis penunjang 160-320 mg sehari.
Hipertensi portal, dosis awal 40 mg 2 kali sehari, tingkatkan sampai 80
mg 2 kali sehari sesuai dengan frekuensi jantung; maksimal 160 mg 2
kali sehari.
c. Efek samping
Bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan konduksi,
bronkospasme, vasokonstriksi perifer, gangguan saluran cerna, fatigue,
gangguan tidur, jarang ruam kulit dan mata kering (reversibel bila obat
dihentikan), eksaserbasi psoriasis.
d. Kontraindikasi
Asma, gagal jantung yang tak terkendali, bradikardi yang nyata,
81
hipotensi, sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau tiga, syok
kardiogenik
e. Interaksi obat
1) Menyebabkan perubahan irama dan detak jantung atau perubahan
kekuatan otot jantung, jika dikonsumsi bersamaan dengan
amiodarone atau antagonis kalsium.
2) Berisiko menimbulkan depresi, jika dikonsumsi secara
berkelanjutan dengan obat reserpine.
3) Menurunkan efek antihipertensi, jika dikonsumsi dengan OAINS.
4) Meningkatkan kadar propranolol dalam darah dan berisiko
menimbulkan perdarahan, jika dikonsumsi bersama
dengan warfarin.
5) Menurunkan efek menurunkan gula darah, jika digunakan dengan
obat antidiabetes atau insulin.
6) Meningkatkan risiko hipotensi, jika digunakan dengan obat bius.
f. Peringatan
Hindari putus obat yang mendadak, terutama pada penyakit jantung
iskemi, blok AV derajat pertama, hipertensi portal (risiko
memburuknya fungsi hati); diabetes; riwayat penyakit paru obstruktif;
miastenia gravis; pada anafilaksis respons terhadap adrenalin
berkurang.
19. Allopurinol (19)
a. Indikasi
Hiperurisemia seperti artritis gout, skin tophy, nefrolitiasis, kondisi
malignan yang menyebabkan nefropati asam urat akut, gangguan enzim
yang menyebabkan produksi asam urat berlebih, batu ginjal kambuhan
akibat hiperurikosuria yang tidak teratasi dengan cairan, diet atau terapi
lain.
b. Dosis
Oral: satu kali sehari setelah makan. Dewasa, dosis awal 100 mg/ hari
dapat ditingkatkan tergantung respon. 100-200 mg/hari untuk kondisi
82
ringan; 300-600 mg/ hari untuk kondisi sedang - parah. Anak (dibawah
15 tahun), 100-300 mg per hari, respon terapi harus dipantau selama 48
jam dan penyesuaian dosis jika diperlukan. Gangguan fungsi ginjal:
dosis awal maksimum 100mg/hari, dosis ditingkatkan jika konsentrasi
serum asam urat tidak membaik. Gangguan fungsi ginjal berat: dosis
maksimal 100mg/ hari atau gunakan dosis tunggal 100 mg pada interval
lebih dari satu hari. Hemodialisis: 300-400 mg sesaat setelah
hemodialisis. Gangguan fungsi hati: pengurangan dosis.
c. Efek samping
Umum: ruam. Tidak umum: reaksi hipersensitivitas, mual, muntah,
asimtomatik peningkatan uji fungsi hati yang asimtomatik. Jarang:
hepatitis, sindroma Steven-Johnson. Sangat jarang: furunkulosis,
agranulositosis, anemia aplastik, trombositopenia, angioimunoblastik
limpadenopati, diabetes melitus
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap allopurinol
e. Perhatian dan peringatan
Gangguan fungsi hati dan ginjal, terapi hipertensi atau insufisiensi
jantung (diuretik atau penghambat ACE), hiperurisemia asimtomatik,
serangan gout akut.
f. Interaksi
6-merkaptopurin dan azatioprin: diberikan seperempat dari dosis lazim
6-merkaptopurin dan azatioprin karena inhibisi xantin oksidase
memperpanjang aktivitasnya. Vidarabin (adenin arabinosid):
meningkatkan waktu paruh vidarabin. Salisilat dan urikosurik
(probenesid): menurunkan aktifitas terapi alopurinol. Klorpropamid:
meningkatkan resiko hipoglikemia berkepanjangan jika diberikan ketika
fungsi ginjal buruk. Antikoagulan kumarin (warfarin): meningkatkan
efek warfarin. Teofilin: menghambat metabolisme dari teofilin.
Ampisilin atau amoksisilin: meningkatkan frekuensi ruam kulit.
Siklopospamid, doksorubisin, bleomisin, prokarbazin, mekloroetamin:
83
A. PASIEN 1
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Sumardi
No. RM : 968769
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 2 Oktober 1957
Usia : 62 tahun
Agama : Islam
Berat Badan : 72 kg
Tinggi Badan : 168 cm
Alamat : Jl. Cempaka Warsa No. 26 RT. 016/004, Cempaka
Putih
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Tanggal MRS : 12 Maret 2020
Tempat Perawatan : Lt. 5 Darmawan
DPJP : dr. Bayu Sp.JP(K)
84
85
Riwayat Pengobatan :
a. Levinox 2 x 0.6 ml
b. Acarbosa 1 x 100 mg
c. Furosemid 1 x 40 mg
d. Nitrokaf 2 x 2.5 mg
e. Ibesartan 1 x 150 mg
f. Propanolol 1 x 5 mg
g. Laxadin 1 x 2C
h. Allupurinol 1 x 300 mg
i. Aspilet 1 x 80 mg
j. Clopidogrel 1 x 75 mg
3. Hasil Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
Tanggal
Tanda-
No. Nilai Normal
tanda vital 12 Maret 13 Maret 14 maret 15 Maret
2020 2020 2020 2020
Kesadaran Compus Compus Compus Compus Compus
1
umum Mentis Mentis Mentis Mentis Mentis
Tekanan <140/90 117/83 106/82 112/70 110/70
2
Darah mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg
20-25 x /
3 RR 18 x/menit 21 x/ menit 20 x/menit 20 x/menit
menit
80-100
4 Nadi 85x/menit 60 x/menit 72 x /menit 83 x/menit
x/menit
5 Suhu 36,5-37,5ºC 36 36 36.5 36
b. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
Jenis 12 13 14 15
No. Nilai rujukan
Pemeriksaan Maret Maret Maret Maret
2020 2020 2020 2020
Hematologi
1 Hemoglobin 13.0-18.0 g/dL 12.3*
2 Hematokrit 40-52% 35*
86
Tanggal
Jenis 12 13 14 15
No. Nilai rujukan
Pemeriksaan Maret Maret Maret Maret
2020 2020 2020 2020
Koagulasi
Waktu
1 9.3-11.8 detik 11.0 10.9
protrombin
2 APTT 23.4-31.5 detik 27.2 27.2
3 Fibrinogen 135-354 mg/dL 350
Imunoserologi
1 Procalcitonin 0.02-0.5 µg/L 0.08
Urinalisis
1 Warna Kuning Kuning
2 Kejernihan Jernih Jernih
3 BJ 1.000-1.030 1.020
4 pH 5.0-8.0 6.5
5 protein Negatif Negatif
6 Glukosa Negatif Negatif
7 Keton Negatif Positif *
8 Darah Negatif Negatif
9 Bilirubin Negatif Negatif
10 Urobilinogen 0.1-1.0 mg/dL 0.5
11 Nitrit Negatif Positif*
12 Leukosit Negatif Negatif
87
esterase
Leukosit
13 <5/LPB 2-1-2
sedimen
Eritrosit
14 <2 /LPB 1-1-1
sedimen
15 Silinder Negatif /LPK Negatif
16 Epitel Negatif Positif*
17 Kristal Negatif Negatif
Tanggal
Nama Obat Regimen 12 Maret 13 Maret 14 Maret 15 Maret
2020 2020 2020 2020
P S M P S M P S M P S M
1 1
Lovenox 2 x 0.6 ml 5 18 6 6
9 8
1
Aspilet 1 x 80 mg 12 12
2
1
CPG 1 x 75 mg 18 18
8
2 2 1
Irbesartan 1 x 300 mg
0 0 8
Amlodipin 1x 5 mg 12 6 6
Furosemid 1x 40 mg 4 4 6
1
Nitrokaf 1x 2.5 mg 6 18 18 6
8
1
Bisoprolol 1x5 mg 12 10
2
Tanggal
12 Maret 13 Maret 14 Maret 15 Maret
Nama Obat Regimen
2020 2020 2020 2020
P S M P S M P S M P S M
Alopurinol 1x 300 mg 2 2 6
90
2 2
2 2
Acarbose 1x 100 mg 6
0 0
2
Atorvastatin 1x 20 mg 22
2
2 2
Diazepam 1 x 5 mg 22
2 2
2 2
Laxadin 1 x 1C
2 2
7.
8. Evaluasi Pengobatan Pasien
Tabel IV.5. Evaluasi Pengobatan Pasien 1
Kesesuaian Dosis
Profil Pengobatan
dan Indikasi
Nama Obat Rute Dosis Frekuensi Indikasi Efek Samping Evaluasi Ketepatan Dosis
IVFD IV 10 ml/ Kekurangan elektrolit, Demam, trombosis vena,
Ringer menit wound irrigation hypervolemia
Laktat
Lovenox SC 0.6 ml 2x sehari antikoagulan Pendarahan, memar, Pengobatan thrombosis vena Indikasi sesuai,
(Enoxaparin) trombositopenia, anemia dalam, melalui injeksi SC, 1 perlu penyesuaian
mg/bb setiap 12 jam dosis pada pasien
(PIONAS) (19) gangguan ginjal
Aspilet P.O 80 mg 1x sehari Antitrombin Sakit perut, nyeri ulu hati, Dosis mentenan pada sindrom Indikasi dan dosis
mengantuk , sakit kepala coroner akut sebesar 80-325 sesuai
mg PO/ hari
(Medscape) (20)
Clopidogrel P.O 75 mg 1x sehari Menurunkan kejadian Dispepsia, nyeri perut, diare; 75 mg sekali sehari dengan Indikasi dan dosis
ateroskelosis pada pasien perdarahan atau tanpa makanan. Tidak sesuai
yang baru terjadi infrak diperlukan penyesuaian dsis
miokard atau penyakit pada pasien lansia atau dengan
arteri perifer, antiplatelet kelainan fungsi ginjal.
(PIONAS) (19)
Irbesartan P.O 300 mg 1x sehari Hipertensi Hiperkalemia, pada pasien Pada pasien hipertensi dosis Dosis dan indikasi
dengan penurunan fungsi ginjal 150 – 300 mg, pada pasien sesuai
dapat meningkatkan kejadian nephropathi pada DM tipe 2
gagal ginjal, meningkatkan diberikan 75-300 mg.
kreatinin kinase bila digunakan (Medscape) (20)
bersama ARB
93
Kesesuaian
Profil Pengobatan dosis dan
indikasi
Nama Obat Rute Dosis Frekuensi Indikasi Efek Samping Evaluasi Ketepatan Dosis
Diazepam P.0 5 mg 1x sehari Ansietas Hipotensi, lemah otot, Untuk pengoabtaninsomnia dan Dosis dan
respiratori depresi, retensi urin, ansietas diberikan 5 – 15 mg indikasi sesuai
sakit kepala sebelum tidur (PIONAS) (19)
Atorvastatin P.O 20 mg 1x sehari Hypercholesterolemia Ruam kulit, alopesia, anemia, Hiperkolesterolemia primer dan Dosis dan
pusing, depresi, parestesia, hiperlipidemia campuran biasanya indikasi sesuai
neuropati perifer, hepatitis, sakit 10 mg/hari, bila perlu dapat
kuning, pankreatitis; sind ditingkatkan sampai 80 mg/hari
(PIONAS) (19)
Laxadine PO 1C 1x sehari Memperlancar defekasi aktivitas usus berlebihan, nyeri 10 mL pada malam hari bila perlu Dosis dan
kram. iritasi daerah rectum, (PIONAS) (19) indikasi sesuai
tenesmus
Amlodipin PO 5 mg 1x sehari Hipertensi nyeri abdomen, mual, palpitasi, Hipertensi atau angina, dosis awal Dosis dan
wajah memerah, edema, 5 mg sekali sehari, maksimal 10 indikasi sesuai
gangguan tidur, sakit kepala, mg sekali sehari (PIONAS) (19)
pusing, letih
Furosemid PO 40 mg 1x sehari Edema pada CHF, sirosis Anemia, anoreksia, sakit kepala, Oral, udem, dewasa, dosis awal Indikasi dan
hari, hiperkalemia gangguan pendenganran, 40 mg pada pagi hari, peunjang dosis sesuai
hypokalemia, jipokalsemia, 20-40 mg sehari, tingkatkan
hipomagnesemia, mual sampai 80 mg sehari bila udem
resisten (PIONAS) (19)
Nitrokaf PO 2.5 mg 1x sehari Angina pektoris Sakit kepala, ruam, takikardia, Oral profilaksis angina, 2.5-2.8 Dosis dan
hipotensi mg 3 kali sehari atau 10 mg 2-3 indikasi sesuai
kali sehari (PIONAS) (19)
94
Kesesuaian
Profil Pengobatan dosis dan
indikasi
Nama Obat Rute Dosis Frekuensi Indikasi Efek Samping Evaluasi Ketepatan Dosis
Bisoprolol PO 5 mg 1x sehari Hipertensi Sakit kepala, bradikardi Hipertensi dan angina, satu tablet Indikasi sesuai,
5 mg sehari sekali pada pagi hari perlu
sebelum atau sesuai makan. penyesuaian
(PIONAS) (19) dosis pada
pasien gangguan
ginjal.
Allopurinol PO 300 mg 1x sehari Asam urat Mual, gagal ginjal Dosis 100 mg/hari PO, dapat Indikasi tidak
ditingkatkan menjadi 200-300 sesuai pasien
mg/hari
(Medscape) (20)
Acarbosa PO 100 mg 1x sehari Diabetes Melitus Sakit perut, diare, kembung Dosis perlu disesuaikan oleh doter Dosis dan
secara individu karena efikasi dan indikasi sesuai
tolerabilitas bervariasi. Dosis
rekomendasi adalah 100 mg. hari.
(PIONAS) (19)
95
9. Evaluasi Analisis Drug Related Problems (DRPs) Pasien 1 berdasarkan PCNE versi 8.2
96
97
B. PASIEN 2
1. Identifikasi Pasien
Nama Pasien : Tn. Suwarno
No. RM : 01754783
Jenis Kelamin : Pria
Ruang Asal : ICCU
Umur / Tgl lhr : 65 Tahun / 13 Desember 1954
BB/TB : 50 kg/160 cm
Tanggal MRS : 25 Februari 2020
Tanggal KRS : 4 Maret 2020
Dokter : Dr. Mei Lestari, Sp. JP
Alasan MRS : Nyeri dada kiri, sesak, mual, pusing, keringat dingin,
Diagnosa : ACS NStemi, CHF, Hipertensi
Alergi :-
Riwayat Obat :-
3. Tanda Vital
98
4. Pemeriksaan Laboratorium
5. Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan Kesan
Jenis Pemeriksaan : Thorax
Tanggal Pemeriksaan : 25/2/2020
EKG
Pemeriksaan Kesan
Radiologi Jenis Pemeriksaan : Thorax
Tanggal Pemeriksaan : 26/2/2020
Interpretation : Pacemaker acute MI (anterior)
Minor right axis deviation
ST-segment depression (lateral)
Slightly depressed ST segment
(anterior)
Negative T-wave (lateral, inferior,
anterior)
101
EKG
Pemeriksaan Kesan
Jenis Pemeriksaan : Thorax
Tanggal Pemeriksaan : 27/2/2020
Interpretation : Probably acute MI (anterior)
Suspected left ventr. hypertrophy
Radiologi
ST-segment depression (lateral, anterior)
Negative T-wave (lateral, inferior,
anterior)
Probably abnormal ECG
102
EKG
Pemeriksaan Kesan
Tanggal Pemeriksaan : 28/2/2020
Interpretation : Kalsifikasi katup aorta
Echocardio- LV dilatasi
graphy/ IVS akinetik
doppler MR ringan, AR mild-moderate
vascular Fungsi sistolik RV normal. Fungsi sistolik
dan diastolic LV menurun
Kesan : ASHD dan penyakit jantung koroner
103
Nama 25-2-20 26-2-20 27-2-20 28-2-20 29-2-20 1-3-20 2-3-20
Obat Frekuensi
0-6 6-12 2-18 18-24 0-6 6-12 2-18 18-24 0-6 6-12 2-18 18-24 0-6 6-12 2-18 18-24 0-6 6-12 2-18 18-24 0-6 6-12 2-18 18-24 0-6 6-12 2-18 18-24
Clopidogrel
loading - - 10 -
300 mg
STOP
Miniaspi
Loading - - 10
160 mg
Clopidogrel
1x1 - 7 - - - 7 - - - 7 - - - 7 - - - 7 - - - 7 - - - 7 - -
75 mg
Miniaspi
1x1 - 7 - - - 7 - - 7 - - 7 - - - 7 - - - 7 - - - 7 - -
80 mg
Atorvastati
n 1x1 - - - 22 - - - 22 - - - 22 - - - 22 - - - 22 - - - 22 - - - 22
20 mg
Ramipril
1x1 - - 13 - - 7 - - - 7 - - - 7 - - - 7 - - - 7 - - - 7 - -
5 mg
Furosemid
1x1 - - 13 - - 7 - - - 7 - - STOP
40 mg
Bisoprolol
1x1 - - 13 - - 7 - - - 7 - - - - - - - 7 - - - - - - - 7 - -
1,25 mg
6. Profil Pengobatan Pasien 2
Tabel IV.11. Profil Pengobatan Pasien 2
104
raz
ola
m
0,2
5
mg
IS
DN
3x1 13 22 7 12 18 7 12 18 7 18 7 18 12 18 7 12 18
5
mg
Furosemide
(selang 1x1
sehari)
Lovenox
(sc) 0,6
2x1 15 3 15 3 15 3 15 3 15 3
selama 5
hari
105
Nama 3-3-20 4-3-2020 Nama 3-3-20 4-3-20
Obat Frekuensi Obat Frekuensi
0-6 6-12 2-18 18-24 0-6 6-12 2-18 18-24 0-6 6-12 12-18 18-24 0-7 7-12 12-18 18-24
Clopidogrel Al
loading
300 mg pr
Miniaspi az
Loading
160 mg ola
Clopidogrel 7
1x1 7 m 1x1 22
75 mg
Miniaspi 7 0,
1x1 7
80 mg 25
Atorvastatin m
1x1 22
20 mg g
Ramipril 7 IS
1x1 7
5 mg D
Furosemid
1x1 N
40 mg 3x1 7 18 7
Bisoprolol 7 5
1x1 m
1,25 mg
g
Furosemide
(selang 1x1 7
sehari)
Lovenox
106
(sc) 0,6
2x1 STOP
selama 5
hari
107
107
hasil yang tidak normal berupa nilai kolesterol total 209 mg/dl dan
kolesterol LDL direk 144 mg/dl yang megindikasikan pasien mengalami
hiperlipidemia.
Pada tanggal 28 Februari 2020 Tn. Suwarno kembali diperiksa tanda
vitalnya dengan TD 110/60 mmHg, suhu 36 oC, RR 20x/menit, nadi
80x/menit. Pengobatan furosemide 40 mg 1x1 distop Dilakukan
pemeriksaan Echocardiography/ doppler vascular dengan interpretation
hasil yaitu kalsifikasi katup aorta, LV dilatasi, IVS akinetic, MR ringan, AR
mild-moderate, fungsi sistolik RV normal, fungsi sistolik dan diastolic LV
menurun. Hasil tersebut mengindikasikan ASHD dan penyakit jantung
coroner
Pada tanggal 29 Februari 2020 Tn. Suwarno diperiksa Kembali tanda
vitalnya dengan TD 110/70 mmHg, suhu 36 oC, RR 20x/menit, nadi 70
x/menit. Pada tanggal 1 Maret 2020 Tn. Suwarno kembali diperiksa tanda
vitalnya dengan TD 114/64 mmHg, suhu 36,3 oC, RR 20x/menit, nadi 88
x/menit. Pada tanggal 2 Maret 2020 Tn. Suwarno kembali diperiksa tanda
vitalnya dengan TD 120/80 mmHg, suhu 36 oC, RR 20x/menit, nadi
88x/menit. Pengobatan lovenox distop. Pada tanggal 3 Maret 2020 Tn.
Suwarno kembali diperiksa tanda vitalnya dengan TD 120/80 mmHg, suhu
36 oC, RR 18x/menit, nadi 77x/menit. Pada tanggal 4 Maret 2020 Tn.
Suwarno kembali diperiksa tanda vitalnya dengan TD 110/60 mmHg, suhu
36 oC, RR 20x/menit, nadi 78x/menit.
Tanggal 4 Maret pasien diizinkan pulang kerumah dengan obat pulang
Clopidogrel 75 mg 1x1, Miniaspi 1x1, Atorvastatin 20 mg 1x1, Ramipril 5
mg 1x1, Bisoprolol 1x2,5 mg, ISDN 5 mg 3x1, Furosemid 1x1.
109
Concor
Hipertensi, 1,25 mg/hari
(Bisoprolol 1x1,25 mg Sesuai
CHF, ACS (maks 10mg)
1,25 mg)
Miniaspi
Antiplatelet 1x80mg 80 mg/hari Sesuai
80 mg
Dosis awal 40 mg pada pagi hari,
Udem penunjang 20-40 mg sehari,
Furosemid 1x40 mg Sesuai
tingkatkan sampai 80 mg sehari
pada udem yang resistensi
10 mg sekali sehari, bila perlu
Hiperlipidemia
dapat ditingkatkan dengan
Atorvastatin Hiperkolestero 1x20 mg Sesuai
interval 4 minggu hingga
lemia
maksimal 80 mg sekali sehari.
c. Efek Samping
No. Data Data Obat yang Digunakan Drug Related Problem PCNE versi 8.02 Plan Analisis
Subjektif Objektif Nama Obat Dosis Aturan Problem Cause Intervension
Pakai
1. - - Alprazolam 0,25 mg 1x1 P 1.2 C 3.1 I 1.2 Rencana yang dapat Dosis Alprazolam yang
Efek obat Dosis terlalu Menanyakan/ diberikan yaitu diberikan lebih rendah
tidak rendah mengkonfir- frekuensi dari dosis literatur yaitu
optimal masikan Alprazolam untuk :
kepada penulis ditingkatkan 1 x pakai : 0,25 mg
resep menjadi 3 x 0,25 1 hari : 0,25 mg/hari
mg. Sedangkan di literatur
dosis Alprazolam 0,75-
1,5 mg sehari.
(PIONAS) (19)
2. - - Lovenox 0,6 mg 2x1 P 1.2 C 3.1 I 1.2 Rencana yang dapat Dosis Lovenox yang
Efek obat Dosis terlalu Menanyakan/ diberikan yaitu dosis diberikan lebih rendah
tidak rendah mengkonfir- Lovenox dari dosis literatur yaitu
optimal masikan ditingkatkan untuk :
kepada penulis menjadi 2 x 1 mg. 1 x pakai : 0,6 mg
resep 1 hari : 1,2 mg/hari
Sedangkan di literatur
dosis Lovenox 2 mg
sehari.
(PIONAS) (19)
112
113
C. PASIEN III
1. Identifikasi Pasien
Nama : Tn. M
No. Rekam Medik : 00.22.xx.xx
Umur / Tanggal Lahir : 48 tahun / 31 Desember 1972
BB / TB : 55 kg / 165 cm
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Ruang : Instalasi Gawat Darurat (1 Maret 2020)
HCU (1 – 6 Maret 2020)
Nusa Indah 2 (6 – 10 Maret 2020)
Tanggal Masuk RS : 1 Maret 2020
Tanggal Keluar RS : 10 Maret 2020
Dokter : dr. H, Sp. Pd
Diagnosa : UAP (Unstable Angina Pectoris) / NSTEMI
Alergi :-
3. Tanda Vital
114
Hasil Pemeriksaan
Nilai
Pemeriksaan 3 Maret 2020 4 Maret 2020
Normal
P S S M P S S M
Tekanan 120/80
106/70 115/53 101/61 123/80 118/54 107/66 136/63 153/77
Darah mmHg
60-100
Nadi 56 57 61 52 55 55 60 55
x/menit
Respiratory 16-25
16 21 17 30 13 18 24 17
Rate (RR) x/menit
36 – 37,5
Suhu o 36o 36o 36,4o 36,7o 36o 36,5o 36,2o 36,5o
C
Saturasi 95-100% 100% 96% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Kesadaran cm - - - - - - - -
Hasil Pemeriksaan
Nilai
Pemeriksaan 5 Maret 2020 6 Maret 2020
Normal
P S S M P S S M
115
Kesadaran cm - - - - - - -
Hasil Pemeriksaan
Nilai
Pemeriksaan 7 Maret 2020 8 Maret 2020
Normal
P S S M P S S M
Tekanan 120/80
118/75 121/80 110/71 - 104/66 136/86 114/66 -
Darah mmHg
60-100
Nadi 88 76 63 - 71 82 80 -
x/menit
Respiratory 16-25
20 20 20 - 20 20 20 -
Rate (RR) x/menit
36 – 37,5
Suhu o 37,4o 37,5o 36,7o - 36,7o 39,3o 36,6 o -
C
Saturasi 95-100% - - - - - - - -
Kesadaran cm cm cm cm - cm cm cm -
Hasil Pemeriksaan
Nilai
Pemeriksaan 9 Maret 2020 10 Maret 2020
Normal
P S S M P S S M
Tekanan 120/80
106/81 107/69 111/73 - 112/89 109/84
Darah mmHg
60-100
Nadi 79 60 84 - 63 61
Pasien Pulang
x/menit
Respiratory 16-25
20 20 20 - 20 20
Rate (RR) x/menit
36 – 37,5
Suhu o 37,6o 36,7o 37,5o - 36,5o 36o
C
Saturasi 95-100% - - - - - -
Kesadaran cm cm cm Cm - cm cm
4. Pemeriksaan Laboratorium
116
5. Pemeriksaan Lainnya
a. Pemeriksaan Elektrokardiogram
1/3/2020
4/3/2020
7/3/2020
b. Pemeriksaan Radiologi
Telah dilakukan pemeriksaan foto Vertebrata cervical, AP dan
internal view, kondisi cukup, hasil :
1) Tak tampak soft tissue swelling
2) Kelengkungan vertebrata carvicalis normal
3) Alignment baik, tak tampak listhesis
4) Struktur dan trabekulasi tulang baik
5) Corpus dan pedicle intact
6) Tak tampak diskontinuitas tulang
7) Tak tampak ostcofit maupun subchondral selerotik
8) Tak tampak penyempitan maupun pelebaran DIV
Kesan :
Bone spur corpus vertebrata cervical C5 dan C6.
6. Profil Pengobatan
120
Clopidogrel 75 mg 1x1 - - 18 - - - - - - - - - - - - - - -
Miniaspi 80 mg 1x1 - - 18 - - - - - - - - - - - - - - -
ISDN 5 mg 3x1 6 - - 22 - - - - - - - - - - - - - -
Pasien pulang
Diazepam 5 mg 1x1 - - - 22 - - - 22 - - - 22 - - - 22 - -
Atorvastatin 40 mg 1x1 - - - 22 - - - 22 - - - 22 - - - 22 - -
Bisoprolol 5 mg 1x1 6 - - - 6 - - - 6 - - - 6 - - - 6 -
Laxadin 15 cc 1x1 - - 18 - 6 - - - 6 - - - 6 - - - 6 -
Klorpromazin 25 mg extra - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Ramipril 5 mg 1x1 - - 18 - - - 18 - - - 18 - - - 18 - - -
Gabapentin 300 mg 1x1 - - 18 - - - 18 - - - 18 - - - 18 - - -
Paracetamol 500 mg 3x1 - - - - - - - - - 12 - - 6 - 15 22 6 14
Parenteral
Lansoprazole 30 mg 2x1 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Ondansetron 4 mg 3x1 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Ketorolac 30 mg 3x1 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Arixtra 2,5 mg 1x1 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Morpin 10 mg Drip - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Ceftriaxone 2g 1x1 - - - - - - - - - - - 22 - - - 22 - -
Infus
NaCl 500 mL 500 mL
KA – EN 3B 500 mL 500 mL - - - - -
Keterangan warna :
Kuning : Obat belum diberikan. Merah : Obat sudah tidak diberikan
121
122
Dosis
Nama Obat Indikasi Dosis Lazim Keterangan Literatur
dalam R/
UAP PIONAS
Ramipril 1x5 mg Hipertensi : 5-10 mg sehari Sesuai
(antihipertensi) (19)
Epilepsi : 300 mg pada hari
Antikonvulsan, ke-1, 300 mg 2 kali sehari PIONAS
Gabapentin 1x300 mg Sesuai
anti kejang pada hari ke-2, dan 300 mg 3 (19)
kali sehari
126
c. Efek Samping
Tabel IV.23. Efek Samping Obat Pasien 3
Nama Obat Efek Samping Keterangan Literatur
Dispepsia, nyeri perut, diare, perdarahan (termasuk
PIONAS
Clopidogrel perdarahan saluran cerna dan intrakranial), mual, muntah Tidak ada
(19)
gastritis, perut kembung
Miniaspi /
Bronkospasme, perdarahan saluran cerna Tidak ada PIONAS (19)
Aspilet
127
No. Data Data Obat yang Digunakan Drug Related Problem PCNE versi 8.02 Plan Analisis
128
Aturan
Subjektif Objektif Nama Obat Dosis Problem Cause Intervension
Pakai
3. Mual, - Ondansetron 4 mg 3x1 P 3.2 C1.1 I 1.2 Rencana yang dapat Indikasi Ondansetron adalah
muntah Obat tidak diberikan adalah untuk mual dan muntah
Perawatan obat Menanyakan/
tepat berkonsultasi dengan akibat kemoterapi dan
yang tidak perlu mengkonfir- radioterapi, pencegahan
menurut dokter terkait
masikan mual dan muntah pasca
literatur penggunaan obat anti
kepada penulis operasi, sedangkan pasien
resep mual muntah yang sebelumnya tidak melakukan
tepat untuk pasien operasi. Sehingga pemberian
selain Ondansetron. obat Ondansetron sebagai
anti emetik dinilai kurang
sesuai dengan kondisi pasien
dan terdapat obat anti emetik
lain yang dapat digunakan
seperti Metoklopramid.
(PIONAS)
129
BAB V
REKOMENDASI TERAPI
A. PASIEN 1
Pada kasus Tn. Sumardi (62 Tahun) ditemukan beberapa Drug Related Problem,
diantaranya :
1. Pengobatan tanpa indikasi dengan Allupurinol, disarankan untuk melakukan
pemeriksaan kadar asam urat pasien.
2. Pasien memiliki nilai GFR sebesar 28.73 berdasarkan pemeriksaan lab
diintepretasikan pasien memiliki penurunan fungsi ginjal berat sehingga
terdapat beberapa obat yang diperlukan penyesuaian dosis seperti lovenox
dan bisoprolol.
B. PASIEN 2
Tabel V.1. Rekomendasi Terapi Pasien 2
No Masalah Rekomendasi
.
Dosis Alprazolam yang diberikan 1x0,25 Disarankan untuk meningkatkan frekuensi
1. mg kurang dari dosis literature yaitu 0,75- Alprazolam menjadi 3x 0,25mg
1,5 mg sehari dalam dosis terbagi.
Dosis Lovenox yang diberikan 2x0,6 mg Disarankan dosis Lovenox ditingkatkan menjadi
2. kurang dari dosis literature yaitu 1 mg/kg 2x1 mg
setiap 12 jam
Disarankan monitoring INR karena penggunaan
Interaksi obat antara Aspilet dan anikoagulan bersamaan dapat meningkatkan resiko
3.
Clopidogrel pendarahan.
INR target 2-2,5
Disarankan monitoring tekanan darahdan
pemantauan klinis lain seperti penilaian fungsi
4. Interaksi obat antara Aspilet dan Ramipril ginjal karena penggunaan bersamaan jangka
panjang dapat meningkatkan toksisitas satu sama
lain dan mengurangi efek antihipertensi ACEI
130
131
C. PASIEN 3
Tabel V. 2. Rekomendasi Terapi Pasien 3
No. Masalah Rekomendasi
1. Dosis Lansoparzole injeksi yang Rekomendasi yang dapat diberikan yaitu dosis
diberikan lebih tinggi dari dosis literatur Lansoprazole diturunkan menjadi 30 mg sehari.
yaitu untuk :
1 x pakai : 30 mg
1 hari : 2x30 mg = 60 mg/hari
Sedangkan di literatur dosis Lansoprazole
30 mg sehari.
(PIONAS) (19)
2. Pemberian Clofazimin yang tidak sesuai Dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait
dengan indikasi. Dimana indikasi penggunaan Clofazimin, apakah pasien
Clofazimin untuk pengobatan lepra memerlukan obat tersebut atau tidak.
multibasiler yang biasa dikombinasikan
dengan Rifampisin dan Dapson,
sedangkan pasien tidak didiagnosis lepra.
(Martindale Edisi 36 halaman 255,
PIONAS) (14, 19)
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Berdasarkan hasil pemantauan terapi obat pada ketiga pasien dapat
disimpulkan bahwa pengobatan yang diterima pasien sudah rasional dan
sesuai dengan pedoman tatalaksana. Namun, masih terdapat DRPs yaitu
pada pasien UAP/NSTEMI di RSPAD Gatot Soebroto ditemukan masalah
beupa pengobatan tanpa indikasi dengan Allupurinol dan perlu adanya
penyesuaian dosis seperti obat Lovenox dan Bisoprolol karena adanya
penurunan fungsi ginjal.
2. Pada pasien ACS NSTEMI di RSUP Fatmawati terdapat DRPs yaitu dosis
Alprazolam dan Lovenox kurang dari literatur dan adanya interaksi obat
Clopidogrel dengan Aspilet dan obat Aspilet dan Ramipril .
3. Pada pasien UAP/NSTEMI di RS Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso
terdapat DRPs yaitu dosis Lansoprazole terlalu besar dan pemberian
Clofazimin yang tidak sesuai indikasi.
B. SARAN
1. Saran yang diberikan untuk pasien UAP/NSTEMI di RS AD Gatot Soebroto
untuk melakukan pemeriksaan kadar asam urat pasien.
2. Saran yang diberikan untuk pasien ACS NSTEMI di RSUP Fatmawati yaitu
meningkatkan frekuensi Alprazolam menjadi 3x 0,25 mg, dosis Lovenox
ditingkat menjadi 2x1 mg, lakukan monitoring INR dan monitoring tekanan
darah serta fungsi ginjal.
3. Saran yang diberikan untuk pasien UAP/NSTEMI di RS Penyakit Infeksi
Prof. Dr. Sulianti Saroso yaitu dosis Lansoprazole diturunkan menjadi 30 mg
sehari dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait penggunaan
Clofazimin apakah memerlukan obat tersebut atau tidak.
132
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. The top ten causes of death. 2015. Diakses dari: ed.
Oxford: Oxford University Press; 2006. Diambil dari :
http://www.who.int/mediace ntre/factsheets/fs310_2015.pdf
(Diakses pada 4 Mei 2020).
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS). Lap Nas (Internet). 2013;1–384. Diambil dari :
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2013.pdf
(Diakses pada 1 Mei 2020).
3. Tumade, B. Jim, E.L. & Joseph, V.F.F. (2014). Prevalensi Sindrom Koroner
Akut di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado Periode 1 Januari 2014, Jurnal e-
Clinic (eCI); Vol4 (1): 223-300.
4. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simandibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid II. Edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009.
5. Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung
Korone: Fokus Sindrom Koroner Akut. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik. 2006.
6. Antman E, Braunwald E. Management ST Elevation Myocardial Infarction In:
Braunwald E, Zipes DP, Libby P, editor. Heart Disease: A Textbook of
Cardiovascular Medicine. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders;2005.p.1167.
7. Sudoyo. W, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tata
Laksana Sindrom Koroner Akut Edisi Keempat. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2018.
9. Supriyono M. Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian
Penyakit Jantung Koroner pada Kelompok Usia < 45 Tahun. Semarang: FK-
Undip; 2008.
133
10. Depkes RI.2012. Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2012. Diambil dari
: http://www.depkes.go.id. (Diakses pada 1 Mei 2020).
11. Dharma S, Juzar DA, Firdaus I, Soerianata S, Wardeh AJ, Jukema JW. Acute
myocardial infarction system of care in the third world. Netherlands Hear J.
2012;20(6):254–9.
12. Trisnohadi HB. Angina Pektoris Tak Stabil. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simandibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
II. Edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009.
13. Harun S, Alwi I. Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid II. Edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam; 2009.
14. Sweetman., Sean C. Martindale 36th Edition, The Complete Drug Reference.
London: Pharmaceutical Press; 2009.
15. Drug Information Handbook.2010. Diambil dari : http://obat-drug.information
handbook.com// (Diakses pada 1 Mei 2020).
16. Syamsudin. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Jakarta:
Penerbit Salemba Medik; 2011.
17. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik (terjemahan), Ed.10.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.
18. Shargel, L. dan Yu. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kedua.
Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 449-453. 2005.
19. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Informatorium Obat Nasional
Indonesia, (Online). 2020. Diambil dari : http://pionas.pom.go.id/
(Diakses pada 19 Mei 2020).
20. Medscape. Drug Interaction Checker, (Aplication). 2020. Diambil dari :
http://www.reference.medscape.com/ (Diakses pada 4 Mei 2020).
21. K, Larry., Golightly., et al. Renal Pharmacotheraphy, Dosage Adjustment of
Medications Eliminated by Kidney. New York: Spinger Science; 2013.
134