MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah DS 5
Dosen Pembimbing
Dr. drg. Dudi Aripin, Sp. KG
Kelompok 6
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Selain itu,
terima kasih kami ucapkan kepada Dr. drg. Dudi Aripin, Sp. KG yang telah
Rongga Mulut. Selain itu makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Universitas Padjadjaran.
Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami mengharapakan kritik dan saran
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
2.12Kista Dentigerous ................................................................................39
2.12.1 Definisi .............................................................................................39
2.12.2 Gejala Klinis.....................................................................................39
2.12.3 Jenis-Jenis Kista Dentigerous ..........................................................40
2.12.4 Etiologi .............................................................................................41
2.12.5 Patogenesis .......................................................................................41
2.12.6 Histopatologi Kista Dentigerous ......................................................42
2.13Enukleasi .............................................................................................45
2.13.1 Indikasi dan Kontraindikasi .............................................................46
2.13.2 Armamentarium ...............................................................................47
2.13.3 Keuntungan ......................................................................................50
2.13.4 Kerugian ...........................................................................................50
2.13.5 Prosedur ...........................................................................................51
2.14Marsupialisasi......................................................................................53
2.14.1 Indikasi dan Kontraindikasi .............................................................53
2.14.2 Keuntungan dan Kerugian................................................................53
BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................55
BAB IV KESIMPULAN ......................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................59
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar II-25 Enukleasi ........................................................................................ 45
Gambar II-26 Kista yang telah dienuskleasi ......................................................... 46
Gambar II-27 Periosteal elevator .......................................................................... 47
Gambar II-28 Blade dan scalpel ............................................................................ 47
Gambar II-29 Absorbable sutures ......................................................................... 48
Gambar II-30 Kuret periapikal .............................................................................. 48
Gambar II-31 Penggunaan kuret yang tajam dengan ujung yang tajam menghadap
tulang untuk mengenukleasi kista ........................................................ 48
Gambar II-32 Pemisahan subperiosteal menggunakan bur bundar atau fisur untuk
mendapatkan akses ............................................................................... 49
Gambar II-33 Anestesi dengan vasokonstriktor .................................................... 49
Gambar II-34 Minnesota retractor ........................................................................ 50
vii
DAFTAR BAGAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Tutorial 1 bagian 1
Nn. Denti berusia 23 tahun dating ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unpad
region 38. Berdasakan hal tersebut, orthodontist merujuk ke Instalasi Bedah Mulut.
Tutorial 1 bagian 2
Nn. Denti tidak pernah merasakan keluhan pada region posterior kiri bawah.
Pemeriksaan Intraoral:
9
Crowding anterior rahang atas.
Dokter BM yang menduga kelainan tersebut lesi patologik rongga mulut dengan
1.2 Terminologi
1. Enukleasi
2. Marsupialisasi
3. Kista Dentigerous
10
1.4 Hipotesis
Hipotesis pada kasus ini adalah lesi patologis pada rongga mulut dengan
1.5 Mekanisme
Hasil:
Terdapat gambaran interpretasi radiolusen di
regio 3 pada daerah gigi 38
Pemeriksaan PA
11
1.6 More Info
3. Pemeriksaan Intraoral:
2. Apa saja lesi patologis pada rongga mulut yang memiliki gambaran
radiolusen?
3. Bagaimana hubungan gigi yang tidak erupsi (38) dengan lesi terbut?
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
strukur jaringan dan menimbulkan gejala. Lesi dapat disebabkan karena infeksi,
neoplasma maupun trauma. Lesi dalam konteks bedah mulut dibedakan menjadi
lesi yang bersifat jinak dan ganas. Menurut, Regezi (Oral Pathology), lesi
LESI
13
2.2 Kista Rahang
dilapisi epitel yang mengandung cairan dan bahan semi solid. Sumber lain
mengatakan bahwa kista rahang adalah Lesi patologis berupa rongga yang tumbuh
2.2.1 Klasifikasi
menjadi :
1. Kista Odontogenik
14
Gambar II-1 Gambar Klasifikasi Kista Odontogenik
a. Berupa sisa dari epithelial Hertwig’s dari pelapis akar pada ligament
b. Selubung akar Hertwig’s -> hasil proliferasi dari sel-sel epitel yang
15
hilangSel Epitel Malassezbisa menjadi kista.
a. Sisa dari lamina dental yang diidentifikasi dalam jaringn lunak gingiva.
c. Bisa menunda erupsi gigi dengan membuat kista kecil di bagian atas gigi
1. Developmental
2. Inflammatory
Kista yang terjadi karena reaksi inflamasi. Contoh : kista Radikuler, Kista
16
Tabel II-1 Presentase Kejadian Kista Rahang
Kista Persentase
Kista Odontogenik Persentase
Non-Odontogenik
Kista Non-
odontogenik lainnya 1%
Kista Dentigerous 10 – 15%
dan Primary Bone
Cyst
Kista Paradental 3 – 5%
Kista Erupsi merupakan kista odontogenik yang terbentuk di atas gigi yang
erupsi. Kista ini termasuk jinak, bagian dari developmental cyst, odontogenik yang
berhubungan dengan gigi permanen dalam fase jaringan lunak setelah gigi erupsi
melewati tulang
1. Clinical Features
erupsi. Berwarna gingiva normal ataupun kebiruan serta konsistensinya lundak dan
17
Gambar II-2 Eruption cyst assosiation with 11
2. Gambaran Radiografi
keterlibatan tulang. Sulit dilihat dengan radiografi karena suatu jaringan lunak dan
18
3. Gambaran Histopatologis
gingiva, yang dipisahkan dari krista oleh jaringan ikat padat. Bagian dalam / bagian
atap kista menunjugan karakteristik yang sama dengan kista dentigerous yaitu
jaringan ikat berserat yang dilapisi oleh lapisn tipis epiyhel squamous non keratin
4. Treatment
Perawatan yang dilakukan biasanya tidak ada karena kista ini akan pecah
secara spontan. Dalam beberapa kasus, ada beberapa kasus yang dimarsupialisasi,
19
Gambar II-5 Exposure of crown of 21 following excision of the lession
20
2.4 Kista Gingival
dilapisi oleh epitel berkeratin, kista ini ditemukan sebagai lesi berupa nodulus
multipel. Kista gingiva pada bayi ditemukan pada bagian lingual mukosa alveolar
anterior atau bagian puncak mukosa alveolar posterior. Lesi ini biasanya terjadi
pada bayi usia 3-6 minggu pasca kelahiran, disebabkan oleh sisa-sisa jaringan
lamina dentalis yang terakumulasi, namun lesi ini tidak membahayakan bayi
dengan dua lesi lainnya, yaitu eipstein’s pearls dan bohn’s nodules. Eipstein’s
pearls merupakan kista dengan lapisan epitel berkeratin yang dijumpai sebagai lesi
unilokuler pada midpalatine yang disebabkan oleh sisa-sisa epitel yang terjebak
pada line of fusion palatum. Bohn’s nodules merupakan kista dengan lapisan epitel
berkeratin yang dijumpai sebagai lesi multipel pada perbatasan palatum durum dan
21
Gambar II-7 Kista gingiva yang ditemukan pada posterior mukosa alveolar bayi
berusia 15 hari
1. Clinical Features
Kista gingiva pada bayi bersifat asimptomatik, namun pada beberapa kasus
kista ini dapat menimbulkan gejala seperti pembengkakkan yang dapat terjadi
2. Gambaran Histopatologis
bahwa terdapat lumen yang dilapisi oleh epitel berkeratin, di dalam lumen dapat
22
3. Treatment
observasi dan oral hygiene instruction yang diinformasikan kepada orang tua
penderita
Gingival Cyst of Adult merupakan rongga yang dilapisi oleh lapisan epitel
dewasa, biasanya ditemukan pada regio caninus hingga premolar rahang bawah.
Kista gingiva pada orang dewasa dapat bersifat unicyst maupun policysy dengan
diameter 1 cm. Kista ini dapat disebabkan oleh sisa dental lamina maupun trauma
pada saat implantasi jaringan. Predileksi usia penderita kista gingiva yaitu 30-40
tahun, insidensi kista gingiva pada orang dewasa >1% dari keseluruhan kasus kista
23
Gambar II-9 Kista gingiva pada attached gingiva di regio gigi 23 pada penderita
berusia 26 tahun
1. Clinical Features
sekitar lesi
2. Gambaran Histopatologis
Secara umum, gambaran histologis kista gingiva pada orang dewasa sama
24
3. Gambaran Radiografis
adanya kelainan.
Gambar 1.5 Gambaran radiografis pada kista gingiva di regio gigi 23 pada
4. Treatment
maupun enukleasi
berkeratin, bersifat unilokuler dan agresif, dan biasanya terjadi pada posterior
kista yang terjadi pada rahang, dengan predileksi usia 20-29 tahun. Kista ini
25
disebabkan oleh sisa dental lamina dan memiliki peluang rekurensi sebanyak 30-
60%.
1. Clinical Features
asimptomatik, namun jika kista membesar dan disertai dengan infeksi sekunder
maka dapat menyebabkan gejala nyeri, terjadi pembengkakkan pada jaringan lunak
di sekitar lesi, pembesaran tulang rahang yang terlibat, dan parasthesia pada bibir
2. Gambaran Histopatologis
ditemukan pada kista yang terjadi di sekitar gigi molar ketiga mandibula sehingga
gigi molar ketiga, gambaran ini memiliki ciri khas berupa lipatan-lipatan epitel
yang terlihat jelas dan memiliki sifat rekuren yang lebih tinggi dan lebih agresif bila
26
Gambar II-11 Gambaran histopatologis: ortokeratinisasi pada odontogenik keratokista
3. Gambaran Radiografis
Gambaran radiografis dari kista ini dapat berupa lesi lobulated dan terjadi
27
4. Treatment
Perawatan yang diperlukan pada kista ini adalah reseksi dengan teknik
dan tidak umum terjadi. Ciri khas dari kista ini yakni terletak sepanjang permukaan
lateral akar gigi. Kista ini masih belum diketahui secara pasti asal mula
sebagai gigi yang erupsi sehingga kista ini mengambil tempat pada permukaan
lateral akar gigi. Selain itu, dapat juga berasal dari proliferasi sisa – sisa lamina
dentalis. Kista terjadi lesi sekitar 67% pada premolar, kaninus, dan insisif
1. Clinical Features
Kista periodontal lateral sering terjadi pada orang dewasa dan sering terjadi
pada laki – laki dibandingkan dengan perempuan. Pertumbuhan kista ini secara
perlahan. Bila terletak di labial permukaan akar mukosa terlihat normal, kecuali
28
2. Gambaran Radiografi
kecil. Jarang ditemukan yang berukuran lebih dari 1 cm. berbatas jelas dan tegas
3. Gambaran Histologi
inflamasi yang infiltrate masuk ke dalam dinding serta garis epitel. Biasanya sisa –
4. Treatment
29
2.7 Kista Odontogenik Kalsifikasi
Kista Odontogenik Klasifikasi atau yang dapat disebut juga dengan Gorlin
cyst merupakan kasus kista yang langka terjadi. Menurut WHO, kista ini
didefinisikan sebagai neoplasma kista jinak yang berasal dari odontogenic dengan
ciri khas epitel yang mirip ameloblastoma dengan “ghost cells” yang dapat
mengkalsifikasi. Lesi pada kista ini ada 2 yakni satu lesi kista dan lesi solid
neoplastic. Sering terjadi pada usia pertengahan 30 tahunan dan tidak ada dominasi
1. Gambaran Radiografi
Gambaran radiolusen dan biasanya unilokular tapi pada 10 – 15% kasus lesinya
multilokular. Memiliki diameter sekitar 2 – 4 cm dan dapat mencapai 12 cm. Resorpsi akar
2. Treatment
Kista residual merupakan rongga patologis dalam jaringan keras atau lunak
yang berisi cairan atau semi cairan yang dikelilingi oleh membrane epitel. Kista
residual juga merupakan kista odontogen yang timbul karena pada saat
pengambilan gigi tidak ikut terambil. Kista yang tertinggal akan terus membesar.
Kista residual ini timbul dari sisa-sisa granuloma periapical, kista periapical, atau
30
1. Gambaran klinis
a. Asimtomatik
2. Gambaran Histologi
31
3. Gambaran Radiografi
radiolusen berbentuk bulat atau oval pada rahang mandibula atau maksilla di area
tidak bergigi. Diameter kista dapat berukuran millimeter hingga sentimeter dan
tidak mengekspansi tulang alveolar. Jika kista berukuran sangat besar dapat
4. Perawatan
32
Kista diduga berasal dari epitel krevikular, sisa epitel malassez, dan sisa epitel
enamel.
1. Gambaran Klinis
2. Gambaran Histologi
skuamosa berlapis tanpa keratinisasi. Terdapat sel inflamasi dan kapsul fibrosa
yang berdekatan dengan epitel. Gambaran histologi kista paradental sulit dibedakan
3. Gambaran Radiografi
dan terdapat gambaran radiolusen pada permukaan akar bukal atau bagian distal
gigi m3.
4. Perawatan
33
2.10 Kista Glandular Odontogenik
Kista ini juga biasa dikenal dengan sebutan kista sialo odontogenik atau
berukuran besar, dilapisi epitel gepeng berlapis, dan mengandung sel yang
mensekresikan cairan mukus. Kista ini memiliki penampilan yang mirip dengan
1. Gambaran Klinis
2. Gambaran Radiografi
Terdapat gambaran lesi radiolusen multilokuler dengan batas yang jelas dan
tegas (well-defined).
34
Gambar II-17 Gambaran radiografi kista glandular odontogenik
3. Gambaran Histologis
35
4. Perawatan
rekurensi.
Kista ini juga biasa dikenal dengan nama kista radikular, kista apikal
periodontal, atau kista root end. Kista periapikal merupakan kista odontogenik yang
paling sering terjadi yaitu ditemukan pada 60% dari total kasus kista odontogenik
Proses pembentukan dari kista periapikal ini diawali dengan adanya infeksi
pada gigi yang dapat disebabkan oleh karies maupun trauma gigi. Infeksi tersebut
bila tidak dirawat akan mengakibatkan nekrosis pulpa karena aktivitas dari bakteri-
bakteri. Selanjutnya, toksin yang dihasilkan oleh bakteri dapat masuk melalui apeks
akar dan menimbulkan inflamasi periapikal kronis. Hal tersebut akan menstimulasi
epithelial rests of malassez yang terdapat pada ligamen periodontal di apikal akar
beberapa waktu bila tetap dibiarkan, epitel yang melapisi granuloma tersebut akan
mengalami nekrosis karena suplai darah yang kian minim sehingga terjadi nekrosis
liquifaksi pada bagian tengah granuloma dan akhirnya terbentuk suatu rongga yang
36
1. Gambaran Klinis
2. Gambaran Radiografi
berukuran > 2 cm, dengan batas jelas dan tegas (well-defined) yang dikelilingi garis
radioopak.
3. Gambaran Histologis
37
Gambar II-20 Gambaran histologis kista periapikal, terlihat badan hialin rushton
c. Pada cairan kista, terkandung endapan kristal kolestrol yang memicu reaksi
4. Perawatan
tindakan drainase. Apabila kondisi akut sudah reda atau hilang, dapat diberi
tindakan bedah enukleasi untuk kista periapikal yang berukuran kecil dan
38
2.12 Kista Dentigerous
2.12.1 Definisi
yang berkembang dari organ enamel dan berhubungan dengan mahkota dari gigi
yang tidak tumbuh. Kista ini merupakan kista yang paling sering terjadi setelah
kista periapikal. Kista ini belum diketahui pasti penyebabnya, namun kista ini
sering dihubungkan dengan gigi yang impaksi. Kista ini seringkali terjadi pada gigi
M3 yang impaksi, Caninus rahang atas, dan Premolar 2 rahang bawah. Namun, hal
sudah mengalami infeksi sekunder maka pasien akan mengalami sakit dan bengkak
hingga menyebabkan wajah asimetris. Karena kista ini asimptomatis, biasanya kista
mengetahui kenapa gigi gagal erupsi. Kista ini lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita. Dengan insidensi terbesar pada usia 10-30 tahun. Gambaran
radiografi akan menunjukan kista dengan batas yang jelas dan tegas,
tulang trabekula. Ciri khas dari kista ini adalah kista yang mengelilingi seluruh
39
Gambar II-22 Gejala klinis pada penderita kista dentigerous pada anak laki-laki usia 13
tahun
yaitu tipe central yang letak kistanya mengelilingi mahkota. Kista dentigerous tipe
lateral apabila kista berada di lateral dari mahkota gigi, dan tipe circumferential.
40
Gambar II-23 . Jenis-jenis kista dentigerous
2.12.4 Etiologi
1. Gigi impaksi
3. Perkembangan gigi
4. Odontoma
2.12.5 Patogenesis
menyatakan bahwa kista disebabkan oleh akumulasi cairan antara epitel email
tereduksi dan mahkota gigi. Tekanan cairan mendorong proliferasi epitel email
tereduksi ke dalam kista yang melekat pada cemento-enamel junction dan mahkota
gigi.
41
Teori kedua menyatakan bahwa kista diawali dengan rusaknya stellate
reticulum sehingga membentuk cairan antara epitel email bagian dalam dan bagian
luar. Tekanan cairan tersebut mendorong proliferasi epitel email luar yang
menyisakan perlekatan pada gigi di bagian cemento- enamel junction, lalu epitel
cemento- enamel junction dari gigi. Saat telah terbentuk sempurna, mahkota akan
Lapisan kista menyerupai epitel enamel tereduksi yang terdiri dari dua
hingga tiga lapisan epitel skuamosa bertingkat non keratinisasi. Dinding kista
42
b. Dinding kista dapat menunjukkan adanya infiltrasi dari sel inflamasi kronis
campuran, pecahan kolesterol /granuloma, dan /atau reaksi Giant Cell Body
Foreign.
dalam epitel.
- Tidak spesifik untuk kista dentigerous seperti yang dapat dilihat pada
b. Jika dilihat dari permukaan keratinisasi yang lebih luas dapat mewakili
keratokista odontogenik.
43
c. Temuan lain yang dapat diidentifikasi dalam komponen epitel termasuk sel
A.) Lapisan kista menyerupai epitel enamel tereduksi yang terdiri dari dua hingga tiga
lapisan epitel kuboid-kolumnar dengan eosinofilik sitoplasma B.) Sel Mukosa
dapat terlihat di lapisan epitelium kista C.) Fibromyxomatous stroma di kista
dentigerous dapat menyebabkan kesalahan interpretasi sebagai odontogenic
myxoma D.) Epithelial odontogenic rest di dinding kista E.) Kista yang
44
mengalami peradangan dapat memperlihatkan hiperplastik pada epitel dan
memperlihatkan lebih banyak squamous. F.) Rushton Body formation
(Sumber : Wenig, B. M., Atlas of Head and Neck Pathology , 3rd Ed. Elsevier
Health Science: Philadelphia,2015)
2.13 Enukleasi
secara utuh dan dilengkapi dengan penutupan secara primer, walaupun dalam
beberapa kasus dapat dikombinasi dengan open packing. Enukleasi dapat pula
dilakukan secara intra oral namun dapat dilakukan secara ekstra oral melalui kulit
45
Gambar II-26 Kista yang telah dienuskleasi
1. Indikasi
b. Kista kecil atau besar yang tidak membahayakan struktur vital atau
Teknik enukleasi dipilih sebagai perawatan kista karena terdapat jaringan ikat
fibrosa antara epithelial (yang melapisi aspek interior kista) dan dinding tulang
2. Kontraindikasi
a. Lesi padat jinak ataupun ganas yang agresif secara lokal, seperti multicystic
ameloblastomas.4
46
2.13.2 Armamentarium
sebagai berikut.
a. #9 periosteal elevator.
47
Gambar II-29 Absorbable sutures
d. Kuret.
Gambar II-31 Penggunaan kuret yang tajam dengan ujung yang tajam menghadap tulang
untuk mengenukleasi kista
48
e. Bur karbid bundar atau fisur
Gambar II-32 Pemisahan subperiosteal menggunakan bur bundar atau fisur untuk
mendapatkan akses
49
h. Minnesota retractor.
2.13.3 Keuntungan
minimal)
3. Penyembuhan cepat
Kista.
2.13.4 Kerugian
50
2.13.5 Prosedur
2. Dilakukan mucoperiosteal flap untuk kista yang besar dan akses ke kista
Terlebih lagi, kista akan lebih mudah terlepas dari kavitas tulang saat
ditutup.
51
7. Setelah itu, watertight primary closure seharusnya didapatkan dengan
8. Kavitas tulang akan berisi blood clots, yang akan menghilang seiring
dilakukan irigasi pada daerah luka dengan salin steril, dan strip gauze
pemulihan luka.
Kista dengan ukuran yang besar memiliki daerah luka yang diisi bekuan
darah yang dapat menyebabkan infeksi, jika hal ini terjadi maka kavitas perlu
bahan ini merupakan bahan yang paling sering digunakan saat ini, dan
52
2.14 Marsupialisasi
dengan rongga mulut, sinus maksilaris, atau rongga nasal. Bagiain dari kista yang
diambil hanyalah bagian untuk membentuk suatu luubang (window). Dan sisa
lapisan kista ditinggalkan di dalam jaringan. Melalui proses ini maka terjadi
pengisian tulang.
akses bedah untuk pengangkatan kista mudah dilakukan dan tidak meninggalkan
pemeriksaan histologis. Meskipun pada jaringan yang diambil dari dinding kista
bias dilakukan pemeriksaan patologis, namun ada kemungkinan terdapat lesi yang
lebih agresif pada jaringan yang ditinggalkan. Kerugian lainnya yaitu pasien bias
merasa kurang nyaman karena rongga kista harus selalu dijaga kebersihannya untuk
53
mencegah terjadinya infeksi, karena seringnya debris makanan terperangkap pada
rongga kista. Ini berarti pasien harus melalkukan irigasi pada rongga kista beberapa
kali dalam sehari dengan menggunakan syringe. Perlakuan ini bias berlanjut sampai
beberapa bulan, tergantung kepada ukuran dari rongga kista dan tingkat pengisian
tulang.
54
BAB III
PEMBAHASAN
lunak yang berisi cairan, semi-cairan, atau gas yang dilapisi epitel dan dikelilingi
oleh dinding jaringan ikat. Cairan yang ada dalam kista berasal dari sel-sel yg
melapisi rongga tersebut ataupun dari jaringan sekitar dan paling sering terjadi pada
tulang rahang karena sebagian besar kista berasal dari sisa epitel odontogenic yg
Gejala umum pada kista adalah adanya rasa sakit, bengkak, ataupun rasa
asin dalam mulut yg disebabkan akibat kista yg terinfeksi, terdapat benjolan pada
radiolusen dengan batas yg jelas dan tegas, namun ketika terjadi infeksi maka
terlihat batas yg tebal dan sklerotik. Kista biasanya berbentuk bulat atau oval,
namun ada juga yg berbentuk heart shaped , inverted pear shape, atau scalloped.
atau kantung jaringan ikat yang berbatas epitel squamosal berlapis yang terbentuk
di sekitar mahkota gigi yang tidak erupsi atau dentikel dan terdapat cairan. Kista
55
tereduksi dan mahkota gigi yang tidak erupsi. Kista dentigerous biasanya tumbuh
Gejala klinis kista dentigerous adalah asimtomatik dan baru diketahui pada
kehidupan dekade ke dua, insidensi sama pada kedua jenis kelamin, berkembang
disekitar mahkota gigi yang tidak erupsi atau supernumerary, biasanya karena
impaksi gigi molar 3 RB dan kaninus RA, ukuran bervariasi, perubahan posisi gigi
aliran venous
jaringan ikat. Kandungan lumen berupa cairan kuning, tipis dan terkandung
56
Diagnosa banding kista dentigerous adalah ameloblastoma dan ameloblastic
dan marsupialisasi. Enukleasi adalah pemisahan lesi dari tulang, dengan preservasi
membungkus (berbentuk kapsul) atau membatasi yang berasal dari lesi atau tulang
di sekitarnya. Indikasi dari enukleasi dalah kista yg berukuran kecil sampai sedang yg
mudah diakses dan tidak melibatkan jaringan lunak. Keuntungan dari perawatan ini
lebih cepat. Kerugiannya adalah merusak jaringan vital gigi dan resiko fraktur
Marsupialisasi berasal dari kata marsupial dalam Bahasa yunani yang berarti
kantung. Ini merupakan prosedur bedah dengan membuat eksitasi lesi dengan
rongga mulut, dengan eksisi bagian lesi (deroofing) dan memberi batas. Ini merupakan
suatu prosedur dimana cystic lining tidak dihilangkan seluruhnya, namun sebagian
kecil lapisan yang membatasi kista dan epitel oral dieksisi, muatan kista dihilangkan
dan lapisan kista di jahit ke mukosa oral. Proses ini dapat mengurangi tekanan intrakista
57
BAB IV
KESIMPULAN
Pada kasus ini, pasien bernama Nn. Denti terdiagnosa kista dentigerous.
Kista dentigerous banyak terjadi pada gigi yg mengalami impaksi, seperti pada gigi
kaninus atau gigi molar ketiga. Pada pemeriksaan penunjang radiografi Nn. Denti
mengalami impaksi molar ketiga yang tidak erupsi dan terdapat kista pada bagian
atas mahkota molar ketiga yang tidak erupsi dan meluas sampai ke ramus. Nn. Denti
tidak mengeluhkan rasa sakit dan asimptomatik karena kista dentigerous termasuk
dalam klasifikasi developmental cyst yaitu bukan berasal dari suatu inflamasi.
Perawatan yang sesuai untuk Nn. Denti dalam penanganan kista dentigerous
sehingga meminimalkan adanya rekurensi pada kista dan terjadinya trauma pada
jaringan sekitar.
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Shafer, Hine, Levy. Shafer’s Textbook of Oral Pathology. 6th ed. Rajendran
Dentistry. 2011;4(1):83–4.
2. Malali V V., Jha AK, Satisha TS, Rath SK. Gingival cyst of adult: A rare
4. Arya Rajendran BS. Shafer’s Textbook of Oral Pathology. 6th ed. Elsevier
5. White SC. Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th ed., St.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ/article/download/10391/8171
8. Sumber : Wenig, B. M., Atlas of Head and Neck Pathology , 3rd Ed.
Elsevier Health Science: Philadelphia,201
9.. Balaji SM, Balaji PP. Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery. Third Edit.
59
10. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial
Surgery. Sixth Edit. St. Louis: Mosby Elsevier; 2018. 450–452, 457–458 p.
2015. 848–854 p.
7020-6056-4.00087-3
16. Moore, UJ. 2001. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery 5th ed. Berlin:
Blackwell Science
17. Wray, David. 2003. Textbook of General and Oral Surgery. Toronto:
Churchill Livingstone
60