Anda di halaman 1dari 24

INDUKSI KURKUMIN DALAM JAHE MERAH (Zingiber officinale

DENGAN PENAMBAHAN PREKURSOR DALAM MEDIA KULTUR


JARINGAN TANAMAN

PROPOSAL PENELITIAN
Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Metode Penelitian

Diajukan oleh :
Sufyan Zainul Arifin 3311161058

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2018
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana
kita masih diberi kesehatan dan berada dalam ridho serta hidayahNya. Tak lupa
shalawat serta salam tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Salallahu
Alaihi Wasallam,semoga syafaatnya sampai kepada kita sebagai umatnya.
Penyusunan proposal judul “INDUKSI KURKUMIN DALAM JAHE
MERAH DENGAN PENAMBAHAN PREKURSOR DALAM MEDIA
KULTUR JARINGAN TANAMAN” ini diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas Mata Kuliah Metode Penelitian. Tugas ini diharapkan memotivasi penulis
agar dapat melanjutkan penelitian pada Tugas Akhir mendatang. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam proposal ini terdapatbanyak sekali
kekurangan baik dari segi penggunaan kata dan bahasa yang belum memenuhi
kaidah yang tepat, maupun dari isi penelitian ini sendiri. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan bantuan, kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak yang membaca proposal ini.
Semoga dengan adanya proposal ini dapat bermanfaat bagi orang banyak pada
umumnya dan bagi penulis khususnya, Terima kasih.

Cimahi, 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 5
I.1 Latar Belakang .................................................................................................... 5
I.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 6
I.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 7
I.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8
II.1 Tanaman Jahe Merah (Zingiber officinale var.) ................................................. 8
II.1.1 Kandungan Jahe Merah............................................................................. 10
II.1.2 Manfaat Jahe Merah .................................................................................. 11
II.2 Senyawa Kurkumin ........................................................................................... 11
II.2.1 Ekstraksi dan Isolasi Kurkumin ................................................................ 12
II.3 Kultur Jaringan Tanaman .................................................................................. 13
II.3.1 Manfaat Kultur Jaringan ........................................................................... 14
II.3.2 Eksplan ...................................................................................................... 14
II.3.3 Sterilisasi Eksplan ..................................................................................... 15
II.3.4 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ..................................................................... 16
II.3.5 Prekursor ................................................................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 18
III.1 Alat.................................................................................................................... 18
III.2 Bahan ................................................................................................................ 18
III.3 Prosedur Percobaan ........................................................................................... 18
III.3.1. Pembuatan Media Tumbuh ....................................................................... 18
III.3.2. Sterilisasi Botol dan Alat-alat Gelas ......................................................... 19
III.3.3. Sterilisasi Laminar Air Flow (LAF) .......................................................... 19
III.3.4. Sterilisasi Eksplan ..................................................................................... 19
III.3.5. Penanaman Eksplan .................................................................................. 19
III.3.6. Analisis Kurkumin .................................................................................... 20

3
III.3.7. Analisis Kualitatif ..................................................................................... 20
III.3.8. Analisis Kuantitatif ................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 22
LAMPIRAN...................................................................................................................... 24

4
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, jahe merah merupakan salah satu
sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting. Jahe mempunyai
banyak sekali kegunaan, antara lain sebagai pereda sakit kepala, batuk, masuk
angin. Jahe juga sering digunakan sebagai obat untuk meredakan gangguan
saluran pencernaan, rematik, obat antimual, mabuk perjalanan, kembung, kolera,
diare, sakit tenggorokan, difteria, penawar racun, gatal digigit serangga, keseleo,
bengkak, serta memar.
Jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum) adalah salah satu tanaman temu-
temuan suku Zingiberaceae yang banyak digunakan sebagai bumbu, bahan obat
tradisional, manisan, minuman penyegar, dan bahan komoditas ekspor nonmigas.
Pasokan jahe merah dari Indonesia ke negara pengimpor dalam beberapa tahun
terakhir ini cukup meningkat. Namun, peningkatan permintaan jahe merah belum
dapat diimbangi dengan peningkatan produksinya (Rostiana et al., 2005).
Jenis Zingiber officinale var. Amarum merupakan jenis yang sangat populer
digunakan sebagai bahan baku tradisional. Hal ini disebabkan karena kandungan
kurkumin, minyak atsiri, zat gingeral, serta oleoresin atau zat yang memberikan
rasa pahit dan pedas lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis jahe lainnya,
yaitu jahe gajah dan jahe emprit. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat,
minyak wangi, dan sampai pada industri jamu tradisional (Herlina, 2004).
Kurkumin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder dengan rumus
senyawa C21H20C6. Sebagian besar metabolit sekunder termasuk kurkumin
diperoleh dengan cara kovensional dengan mengisolasi senyawa tersebut dari
tanamannya (Cahyono,1983). Produksi kurkumin menggunakan metode
konvensional memerlukan waktu yang sangat panjang mulai dari tanam, panen
sampai dengan proses menghasilkan simplisia atau bahan aktif. Selain itu, faktor
lingkungan yang ada dilapangan seperti tanah, nutrisi, iklim, serta hama dan
penyakit dapat mempengaruhi pada produksi kurkumin.

5
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan kurkumin dalam
jumlah banyak dan waktu yang relatif lebih singkat adalah dengan pemanfaatan
bioteknologi dengan cara teknologi kultur jaringan. Keberhasilan kultur jaringan
dapat ditentukan oleh adanya optimasi medium, kondisi lingkungan yang aseptis
dan lain sebagainya. Dalam optimasi media ditambahkan zat pengatur tumbuh
yaitu suatu senyawa organik bukan hara, dalam jumlah sedikit dapat mendukung,
menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tanaman (Abidin, 1985).
Kultur jaringan tumbuhan merupakan salah satu metode alternatif untuk
memperbanyak tumbuhan (Marlina, 2004). Kultur jaringan tumbuhan adalah
teknik menumbuhkan sel, jaringan, dan organ tumbuhan pada media cair maupun
media padat yang mengandung nutrien pada kondisi aseptik (Devi & Srinivasan,
2006). Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan (in vitro) mampu
menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah yang banyak dalam waktu relatif
singkat sehingga lebih ekonomis. Keberhasilan teknik ini dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor, antara lain : unsur hara mikro dan makro, sumber
eksplant, pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT), kondisi bahan, peralatan, dan
ruang steril. Teknik aseptik merupakan hal terpenting dan perlu diperhatikan
dalam kultur jaringan karena keberhasilan kultur jaringan dapat tercapai jika
kultur jaringan bebas dari semua mikroorganisme pathogen yang menginfeksi
(Wakil & Mbah, 2012).
Untuk dapat meningkatkan peluang peningkatan produksi kurkumin maka
dalam media tumbuh dapat ditambahkan prekursor. Prekursor yaitu senyawa yang
dapat membantu merangsang pembentukan metabolit sekunder di dalam tanaman.
Prekursor yang biasa digunakan untuk kurkumin adalah asam amino. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Tzin dan Galilli (2010) bahwa biosintesis metabolit
sekunder dapat terbentuk melalui jalur peptida dengan prekursor asam amino.
Asam amino yang dipilih adalah L-tryosin karna L-tryosin mempengaruhi
biosintesis jalur asam shikimat dimana kurkumin terbentuk dari jalur biosintesis
yang sama.

I.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh penambahan L-tryosin terhadap produksi kurkumin?

6
I.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian L-Tyrosin terhadap produksi kurkumin

I.4 Manfaat Penelitian

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tanaman Jahe Merah (Zingiber officinale var.)


Jahe (Zingiber officinale var.) merupakan salah satu jenis tanaman yang
termasuk kedalam suku Zingiberaceae. Nama “Zingiber”berasal dari bahasa
Sansekerta “Singabera” dan Yunani “Zingiberi” yang berarti tanduk, karena
bentuk rimpang jahe mirip dengan tanduk rusa. Officinale merupakan bahasa latin
dari “Officina”yang berarti digunakan dalam farmasi atau pengobatan (Bermawie
dan Purwiyanti dalam Sya’ban 2013).
Tanaman Jahe (Zingiber officinale rosc) dalam dunia tanaman memiliki
klasifikasi sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale Rosc.
Famili Zingiberaceae terdapat disepanjang daerah tropis dan sub tropis terdiri
atas 47 genus dan 1.400 species. Genus Zingibermeliputi 80 species yang salah
satu diantaranya adalah jahe yang merupakan species paling penting dan paling
banyak manfaatnya (Hapsoh, 2008 dalam Agustin dan Putri, 2014). Ada tiga jenis
jahe, yaitu :
1. Jahe Putih Besar / Jahe Gajah
Varietas jahe ini banyak ditanam di sekitar masyarakat dan dikenal
dengan nama “Zingiber officinale var officinarum”. Ukuran rimpangnya
lebih besar dan gemuk jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris
rimpang berwarna putih kekuningan. Berat rimpang berkisar 0,18–1,04 kg
dengan panjang 15,83–32,75 cm, ukuran tinggi 6,02 –12,24 cm. Ruas
rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini
bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai

8
jahe segar maupun jahe olahan (Hapsoh, 2008 dalam Agustin dan Putri,
2014).
2. Jahe Putih/Kuning Kecil/Jahe Emprit
Jahe ini dikenal dengan nama Latin “Zingiber officinale var amarum”
memiliki rimpang dengan bobot berkisar antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun.
Struktur rimpang kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih
kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang
antara 6 - 30 cm dan diameter antara 3,27 - 4,05 cm. Ruasnya kecil, agak
rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah
berumur tua (Hapsoh, 2008 dalam Agustin dan Putri, 2014).
3. Jahe merah atau Jahe Sunti
Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) berasal dari Asia Pasifik
yang tersebar dari India sampai China. Oleh karena itu kedua bangsa ini
disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe
terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional
(Setiawan, 2015: 17).
Penyebaran tanaman jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) kini sampai
di wilayah tropis dan subtropis, contohnya Indonesia. Jahe merah (Zingiber
officinale var rubrum) disebut juga jahe sunti. Selain itu, banyak nama lain dari
jahe dari berbagai daerah di Indonesia antara lain halia (Aceh),beeuing (Gayo),
bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), Jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae
(Jawa dan Bali), jhai (Madura), Melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan
sebagainya (Setiawan, 2015: 17)
Jahe merah/jahe sunti (Zingiber officinale var rubrum) memiliki rimpang
dengan bobot antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil
berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna kuning kemerahan, ukuran lebih
kecil dari jahe kecil. Memiliki serat yang kasar. Rasanya pedas dan aromanya
sangat tajam. Diameter rimpang 4,2 -4,3 cm dan tingginya antara 5,2 - 10,40 cm.
Panjang rimpang dapat mencapai 12,39cm. sama seperti jahe kecil, jahe merah
juga selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang
lebih tinggi dibandingkan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan
(Setiawan, 2015: 23).

9
II.1.1 Kandungan Jahe Merah
Jahe memiliki beberapa kandungan kimia yang berbeda. Senyawa
kimia rimpang jahe menentukan aroma dan tingkat kepedasan jahe.
Menurut Rismunandar, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
komposisi kimia rimpang jahe adalah antara lain: jenis jahe, tanah
sewaktu jahe ditanam, umur rimpang saat dipanen, pengolahan rimpang
jahe. Komponen yang terkandung dalam jahe antara lain adalah air
80,9%, protein 2,3%, lemak 0,9%, mineral 1-2%, serat 2-4%, dan
karbohidrat 12,3% (Rahingtyas, 2008)
Rimpang jahe juga mengandung senyawa fenolik. Beberapa
komponen bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain (6)-gingerol,(6)-
shogaol, diarilheptanoid dan curcumin. Jahe juga mengandung zat aktif
shogaol dan gingerol yang berfungsi untuk membangkitkan energi.
Bahkan, para ahli menyebutnya sebagai jenis tanaman antioksidan
terkuat sedunia (Anonim, 2007)
Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak
tak menguap (non volatile oil) dan pati. Minyak menguap biasa disebut
minyak atsiri. Minyak atsiri umumnya berwarna kuning, sedikit kental,
dan merupakan senyawa yang memberikan aroma yang khas pada jahe
(Kikuzaki dan Nakatani, 1993). Sedangkan minyak tak menguap disebut
oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit (Setiawan,
2015: 20).
Kandungan minyak atsiri dan oleoresin pada rimpang jahe merah
cukup tinggi sehingga jahe merah memiliki peranan penting dalam dunia
pengobatan, baik pengobatan tradisional maupun untuk skala industri
dengan memanfaatkan kemajuan tekhnologi (Hernani & Winarti, 2013).
Rasa dominan pedas pada jahe disebabkan senyawa keton bernama
zingeron. Senyawa lain yang turut menyebabkan rasa pedas pada jahe
adalah golongan fenilalkil keton atau yang biasa disebut gingerol dan [6]-
gingerol. Keduanya merupakan komponen yang paling aktif dalam jahe.

10
II.1.2 Manfaat Jahe Merah
Khasiat jahe sudah dikenal turun temurun di antaranya sebagai
pereda sakit kepala, batuk, masuk angin. Jahe juga sering digunakan
sebagai obat untuk meredakan gangguan saluran pencernaan, rematik,
obat antimual, mabuk perjalanan, kembung, kolera, diare, sakit
tenggorokan, difteria, penawar racun, gatal digigit serangga, keseleo,
bengkak, serta memar (Setiawan, 2015: 26).
Ekstrak jahe merah jika diminum dalam dosis rendah 0,2 – 2 mg/kg
menunjukkan efek analgesik dan anti-inflamasi sangat efektif, karena
adanya sinergisitas senyawa dalam ekstrak jahe merah. Bahkan ketika
diberikan kepada 8 volunter ternyata sangat efektif dalam mencegah
mabuk laut termasuk di dalamnya vertigo yang berhubungan dengan
mabuk laut (Grontved dkk, dalam Hernani & Winarti, 2013).
Jahe mengandung dua enzim pencernaan yang penting dalam
membantu tubuh untuk mencerna dan menyerap makanan. Pertama,
lipase yang berfungsi memecah lemak dan kedua adalah protease yang
berfungsi memecah protein. Jahe juga sekurangnya mengandung 19
komponen bioaktif yang berguna bagi tubuh. Senyawa kimia pada jahe di
antaranya adalah minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa :
seskuiterpen, zingiberen, bisabolena, zinger-on, oleoresin, kamfena,
limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, felandren. Disamping itu
terdapat juga shogaol, gingerol, pati, damar, asam-asam organik seperti
asam malat dan asam oksalat, vitamin : A, B dan C, senyawa-senyawa
flavonoid dan polifenol (Setiawan, 2015: 26)

II.2 Senyawa Kurkumin


Kurkuminoid adalah kelompok senyawa fenolik yang terkandung dalam
rimpang tanaman famili Zingiberaceae antara lain : Curcuma longa syn. Curcuma
domestica (kunyit) dan Curcuma xanthorhiza (temulawak). Curcumin terbentuk
melalui jalur asam shikimat dan asam malonat. Curcumin mempunyai rumus
molekul C23H20O6 dengan BM 368,37 serta titik lebur 183°C, tidak larut dalam air
dan eter, larut dalam etil asetat, metanol, etanol, benzena, asam asetat glasial,

11
aseton dan alkali hidroksida. Sifat kurkumin yang menarik adalah perubahan
warna akibat perubahan pH lingkungan. Dalam suasana asam kurkumin berwarna
kuning atau kuning jingga sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Hal
terrsebut dapat terjadi karena adanya sistem tautomeri pada molekulnya.
Kurkuminoid bermanfaat untuk mencegah timbulnya infeksi berbagai
penyakit. Kandungan utama dari kurkuminoid adalah kurkumin yang berwarna
kuning. Kandungan kurkumin di dalam kunyit berkisar 3 – 4% . Curcumin atau
diferuloyl methane pertama kali diisolasi pada tahun 1815. Kemudian tahun 1910,
curcumin didapatkan berbentuk kristal dan bisa dilarutkan tahun 1913. Kurkumin
tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan aceton (Kristina et al,
2010).
Kurkumin terdapat berbagai jenis genus Curcuma dalam jumlah yang relatif
kecil yaitu sekitar 3-5% disamping itu variasi strukturnya juga terbatas. Hal ini
merupakan kendala bagi penggunaan kurkumin untuk kepentingan teraupetiknya
salah satunya curcumin dapat meningkatkan re-epitalisasi, menekan radang,
meningkatkan densitas kolagen jaringan dan meningkatkan proliferasi dari
fibroblast. Selain jumlah yang cukup juga dibutuhkan variasi struktur yang luas.
Kondisi tersebut sulit diperoleh melalui isolasi bahan alam. Selain kurang
menguntungkan dari segi biaya juga dibutuhkan banyak bahan kimia yang
mungkin berbahaya bagi lingkungan, kultur jaringan dapat menjadi jalan keluar
bagi masalah tersebut.

II.2.1 Ekstraksi dan Isolasi Kurkumin


Salah satu cara pengambilan kurkumin dari rimpangnya adalah
dengan cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan istilah yang digunakan untuk
mengambil senyawa tertentu dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak.
Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut
yang berbeda. Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan
berdasarkan perbedaan kelarutan. Secara umum ekstraksi dapat
didefinisikan sebagai proses pemisahan dan isolasi zat dari suatu zat
dengan penambahan pelarut tertentu untuk mengeluarkan komponen

12
campuran dari zat padat atau zat cair. Dalam hal ini fraksi padat yang
diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solvent), sedangkan fraksi padat
lainnya tidak dapat larut. Proses tersebut akan menjadi sempurna jika
solute dipisahkan dari pelarutnya, misalnya dengan cara
distilasi/penguapan.
Isolasi kurkumin adalah menggunakan menggunakan metode dan
pelarut yang berbeda. Berdasarkan hasil yang diperoleh, sistem dengan
sokletasi menggunakan etanol menghasilkan kurkuminoid yang lebih
banyak daripada sistem yang lain.

II.3 Kultur Jaringan Tanaman


Kultur jaringan (tissue culture) adalah suatu teknik mengisolasi bagian-bagian
tanaman (sel, sekelompok sel, jaringan, organ, protoplasma, tepung sari, ovari dan
sebagainya), ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu untuk memperbanyak diri,
akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap yang mempunyai
sifat sama seperti induknya dalam suatu lingkungan yang aseptik (bebas hama dan
penyakit). Selanjutnya teknik ini juga disebut kultur in vitro (in vitro culture) yang
artinya kultur di dalam wadah gelas (Wattimena dkk,1992).
Dasar pengembangan kultur jaringan adalah totipotensi. Totipotensi
merupakan potensi suatu sel untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman yang lengkap. Setiap sel akan beregenerasi menjadi tanaman yang
lengkap dan utuh apabila ditempatkan pada kondisi yang sesuai (Kumar dkk,
2011)
Tahapan kultur jaringan meliputi inisiasi, multiplikasi, perpanjangan dan
induksi akar (pengakaran), dan aklimatisasi. Kegiatan inisiasi meliputi persiapan
eksplan, sterilisasi eksplan hingga mendapatkan eksplan yang bebas dari
mikroorganisme kontaminan. Multiplikasi merupakan tahap perbanyakan eksplan
dengan subkultur (pemindahan eksplan dalam media baru yang berisi Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT)) secara berulang-ulang untuk mempertahankan stok
bahan tanaman (eksplan). Pengakaran merupakan kegiatan terakhir sebelum
planlet dipindahkan ke kondisi luar. Aklimatisasi ialah proses

13
pemindahan/pengadaptasian planlet dari kondisi in vitro ke kondisi luar/lapangan
(Kumar dkk, 2011)
II.3.1 Manfaat Kultur Jaringan
Menurut Darmono (2003); Hendaryono dan Wijayani (1994) manfaat
yang bisa didapatkan dari kultur jaringan adalah sebagai berikut :
a Bibit dapat diperbanyak dalam jumlah besar dan relatif cepat.
b Bibit unggul, cepat berbuah serta tahan hama dan penyakit.
c Seragam atau sama dengan induknya, tetapi dapat juga menimbulkan
keberagaman.
d Efisiensi tempat dan waktu.
e Tidak tergantung musim, dapat diperbanyak secara kontinyu.
f Untuk skala besar biaya lebih murah.
g Cocok untuk tanaman yang sulit beregenerasi.
h Menghasilkan tanaman bebas virus.
i Menghasilkan bahan bioaktif/metabolit sekunder tanpa menanam di
luar atau di lapang.
j Kultur jaringan sesuai dengan program pemuliaan konvensional
seperti penyelamatan embrio.
k Produksi bahan-bahan sekunder dapat melalui kultur sel, jaringan,
dan organ, misalnya produksi papain dari pepaya.
l Proses tukar-menukar plasma nutfah menjadi lebih mudah.
m Plasma nutfah bisa disimpan dalam bentuk sel-sel yang kompeten
dalam regenerasi.

II.3.2 Eksplan
Eksplan adalah potongan/bagian jaringan yang diisolasi dari
tanaman yang digunakan untuk inisiasi suatu kultur in vitro. Eksplan
merupakan potongan tanaman yang diisolasi untuk inisiasi kultur
jaringan. Respon masing-masing eksplan dalam kultur jaringan akan
berbeda. Kemampuan regenerasi eksplan dalam kultur jaringan sangat
dipengaruhi oleh tipe eksplan, varietas eksplan, umur tanaman induk
sumber eksplan, kondisi fisiologis, dan ukuran eksplan.

14
Tipe eksplan merupakan faktor yang penting dalam
mengoptimalkan pelaksanaan kultur jaringan. Tipe eksplan seperti tunas
pucuk, tunas ketiak (aksilar), akar, mata tunas, daun, embrio, dan bakal
biji akan memberikan perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan
eksplan (Jabeen dkk, 2005). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan
kandungan hormon pada masing-masing bagian eksplan. Varietas
eksplan juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
regenerasi eksplan (Kamboj dkk, 2011).
Ukuran eksplan menentukan laju kehidupan bahan eksplan.
Eksplan yang berukuran kecil, lebih mudah disterilisasi sehingga akan
memperkecil peluang kontaminasi baik secara internal maupun eksternal,
namun kemampuan beregenerasi juga kecil sehingga diperlukan media
kompleks dalam pertumbuhannya. Semakin besar ukuran eksplan maka
akan semakin besar kemampuan beregenerasi, namun peluang untuk
kontaminasi juga semakin besar (Zulkarnain, 2009).

II.3.3 Sterilisasi Eksplan


Sterilisasi adalah proses untuk mematikan atau menonaktifkan
spora dan mikroorganisme sampai ke tingkat yang tidak memungkinkan
lagi berkembang biak atau menjadi sumber kontaminan selama proses
perkembangan berlangsung.
Proses sterilisasi yang tidak sempurna akan menimbulkan adanya
kontaminasi. Kontaminasi yang umum terjadi adalah kontaminasi oleh
cendawan dan bakteri. Komposisi medium kultur jaringan yang
mengandung gula, vitamin, asam asam amino, garam-garam anorganik,
air, zat pengatur tumbuh, dan bahan pemadat sangat menguntungkan
untuk pertumbuhan cendawan dan bakteri. Bila diberi kesempatan maka
organisme tersebut akan tumbuh dengan cepat, dan dalam waktu singkat
akan menutupi permukaan medium dan eksplan yang ditanam.
Selanjutnya organisme ini menyerang eksplan melalui bekas luka
pemotongan pada saat perlakuan sterilisasi. Beberapa jenis

15
mikroorganisme melepaskan senyawa beracun ke dalam medium kultur
yang dapat menyebabkan kematian eksplan (Zulkarnain, 2009).

II.3.4 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)


Zat pengatur tumbuh yang sudah biasa digunakan adalah dari
golongan auksin. Auksin berperan pada berbagai aspek pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Beberapa aspek tersebut diantaranya untuk
pembesaran sel, penghambat mata tunas samping, absisi atau
pengguguran daun, merangsang aktivitas dari cambium dan pertumbuhan
akar (Wattimena, 1992).
Pemilihan jenis auksin untuk perakaran didasarkan pada tiga sifat,
yaitu sifat translokasi, sifat persistensi (tidak mudah terurai) dan
aktivitas. Auksin itu berada di dalam keadaan aktif pada tempat
pemberian sampai terbentuknya akar. Melihat sifat-sifat tersebut sekian
banyak auksin, pilihan untuk pembentukan akar stek umumnya pada
NAA dan IBA. NAA dan IBA mempunyai sifat translokasi yang lambat
dan persistensinya tinggi. Kedua auksin ini juga mempunyai aktivitas
yang rendah sehingga selang pendorong perakaran dan keracunan itu
cukup lebar (Wattimena, 1992).
Sitokinin adalah turunan adenin yang berperan dalam mendorong
pembelahan sel dan jaringan yang digunakan sebagai eksplan dan
merangsang perbanyakan tunas pucuk. Sitokinin sintetik yang biasa
digunakan dalam kultur jaringan adalah Kinetin, Benzil Amino Purin
(BAP) dan Zeatin.Jika dalam media kultur jaringan diberikan auksin dan
sitokinin dengan perbandingan tertentu, maka efeknya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan jaringan akan tertentu pula dimana
kinetin sendiri tanpa IAA tidak dapat menjalankan pembelahan sel
jaringan yang diambil batang tembakau (Wattimena, 1992).

II.3.5 Prekursor
Prekursor adalah senyawa yang berperan penting dalam biosintesis
metabolit sekunder yaitu dengan cara merangsang pembentukan

16
metabolit sekunder di dalam tanaman. Prekursor yang biasa digunakan
untuk kurkumin adalah asam amino. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Tzin dan Galilli (2010) bahwa biosintesis metabolit sekunder dapat
terbentuk melalui jalur peptida dengan prekursor asam amino.
Maka dari itu, untuk memberikan peluang peningkatan produksi
metabolit sekunder ditambahkanlah prekursor dalam media tumbuh.
Kurkumin merupakan metabolit kelompok fenolik yang terbentuk dari
jalur biosintesis asam shikimat dan mevalonat. Dalam jalur tersebut
terdapat asam amino yang banyak digunakan yaitu L-fenilalanin, L-
tyrosin dan L-triptofan.
Tirosin merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein. Ia
memiliki satu gugus fenol (fenil dengan satu tambahan gugus hidroksil)
dan bersifat asam lemah. Bentuk umum adalah L-tyrosin yang ditemukan
dalam tiga isomer struktur yaitu orto, meta dan para.

17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Alat
Alat yang digunakan antara lain botol kultur dan alat-alat gelas seperti
baeker glass, erlenmeyer, pipet tetes, syringe, indikator pH, alumunium foil,
autoklaf, pinset, skalpel, cawan petri, LAF, bunsen, pipet volume, timbangan
analitik, kertas coklat, rak kultur.

III.2 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain bagian tengah dan pangkal dari rimpang
kunir, dan media tumbuh yang digunakan adalah Murashige and Skoog (MS),
dengan penambahan zat pengatur tumbuh yaitu 2-4 D (2,4-
dicholorophenoxyacetic acid) dan kinetin (6-furfurylaminopurine). Prekursor
yang digunakan adalah L-tyrosin. Bahan kimia yang digunakan untuk sterilisasi
yaitu alkohol 70%, detergent, Bayclin® (Na hipoklorit), dan aquadest steril.
III.3 Prosedur Percobaan
III.3.1. Pembuatan Media Tumbuh
1. Media tumbuh dipersiapkan, ditimbang media Murishage and Skoog
(MS) sebanyak 0,443g dan agar sebanyak 0,8 g
2. Kemudian media tumbuh dan agar dilarutkan dalam aquadest steril
sebanyak 100ml sambil dididihkan tetapi jangan sampai mendidih
3. Setelah itu dinginkan sebentar kemudian tambahkan zat pengatur tumbuh
2,4-D dan kinetin dengan konsentrasi ( 2:3 µg/ml)
4. Setelah penambahan zat pengatur tumbuh dan ditambahkan juga
prekursor ke dalam media tumbuh
5. Kemudian media dimasukkan dalam botol kultur sebanyak ± 20ml dan
tutup botol dengan alumunium foil
6. Botol yang telah berisi media disterilkan dengan autoclave dengan suhu
121oC selama ±30 menit
7. Setelah selesai disterilisasi kemudia media disimpan dirak kultur

18
III.3.2. Sterilisasi Botol dan Alat-alat Gelas
Botol kultur dan alat-alat gelas yang akan digunakan terlebih dahulu
dibersihkan dengan menggunakan detergen, setelah bersih direndam dengan
menggunakan Na hipoklorit. Setelah direndam dengan Na hipoklorit
kemudian dibilas dengan air yang mengalir, lalu ditiriskan. Kemudian
disterilkan dengan menggunakan autoklaf bersuhu 121oC selama ± 15
menit. Tetapi untuk alat-alat gelas sebelum dimasukan kedalam autoklaf
dibungkus terlebih dahulu dengan menggunakan kertas coklat.
III.3.3. Sterilisasi Laminar Air Flow (LAF)
Laminar Air Flow Cabinet disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol
70% dengan cara semprotkan alkohol 70% keseluruh bagian yang ada di
LAF dan kemudian sapukan dengan tisu atau kapas kemudian setelah itu di
UV selama ± 60 menit.
III.3.4. Sterilisasi Eksplan
1. Sebelum dimasukkan kedalam LAF, eksplan direndam dengan Detergen
selama 30 menit sambil dikocok
2. Kemudian dicuci dengan aquadest steril sampai deterjen hilang
3. Kemudian direndam dengan Na hipoklorit selama 3 menit
4. Selanjutnya dicuci kembali dengan aquadest steril sampai Na hipoklorit
hilang

III.3.5. Penanaman Eksplan


1. Sebelum masuk ruang kultur, tangan dan kaki praktikan disemprot
dengan alkohol secukupnya
2. Botol kultur yang sudah berisi media diambil sebanyak 3 botol pada rak
kultur
3. Rimpang kunir yang sudah disterilisasi sebelumnya diambil kemudian
dibagi menjadi 3 bagian kecil
4. Penutup botol kultur dibuka, lalu mulut botol di flambir diatas lampu
bunsen
5. Alat (pinset dan scalpel) diflambir dengan cara dicelupkan pada alkohol
70% lalu dibakar diatas lampu bunsen

19
6. Ketiga potongan eksplan diambil dengan pinset steril, kemudian
dimasukkan ke dalam medium untuk ditanam
7. Mulut botol dan bagian dalam tutup diflambir kembali, kemudian botol
ditutup dengan alumunium foil dan diikat rapat dengan plastik dan diberi
label
8. Botol-botol kultur dikeluarkan dari LAF, kemudian ditempatkan pada rak
inkubasi kultur

III.3.6. Analisis Kurkumin


Pembuatan larutan cuplikan dilakukan terhadap kalus, tunas dan
rimpang kunir dengan cara kalus, tunas dan rimpang kunir dikeringkan
dalam oven pada suhu kurang lebih 50oC kemudian ditumbuk sampai
menjadi serbuk halus. Serbuk kering ditambah metanol (p.a) dengan
perbandingan 2:8 (b/v), digojok dengan alat bantu shaker pada kecepatan
80rpm selama 24 jam, dilakukan berulang sampai hasil saringan tidak
berwarna. Filtrat yang dihasilkan dikumpulkan dan diuapkan metanolnya
sehingga diperoleh ekstrak kering disebut ekstrak metanolik. Ekstrak
metanolik yang diperoleh lalu ditimbang dan dilarutkan dengan 10 ml etanol
(p.a)
Serbuk kurkuminoid standart ditimbang sebanyak 50 mg kemudian
ditambah dengan metanol (p.a) ke dalam labu ukur 100 ml sehingga
diperoleh kurkuminoid standart 1000µg/ml, larutan dipipet sebanyak 10 ml
ditambah metanol (p.a) ke dalam labu takar 100 ml hingga didapat
100µg/ml

III.3.7. Analisis Kualitatif


Uji pendahuluan dilakukan dengan menggunakan reaksi warna.
Ekstrak ditambah dengan NaOH 5% dan pereaksi asam sulfat pekat :
alkohol 95% adanya kurkuminoid ditunjukkan dengan warna merah dan
merah jingga (Wagner, 1995). Pelat yang digunakan adalah silika gel GF245
(fase diam). Larutan kurkuminoid standart, ekstrak kalus, tunas dan rimpang
kunir ditotolkan masing-masing sebanyak 1µl pada pelat dengan

20
menggunakan mikropipet pada jarak 1,5 cm dari bawah, samping kiri dan
kanan pelat. Jarak antar totolan adalah 1,5 cm. Selanjutnya pelat
dikembangkan dalam bejana kromatografi yang jenuh dengan larutan
pengembang kloroform : etanol 96% : asam asetat glasial (90:5:5) sebagai
fase gerak. Pelat dibiarkan agar totolan bergerak mengikuti gerak larutan
pengembang. Pelat diamati dibawah UV 254nm dan bercak diidentifikasi
dengan membandingankan warna dan nilai Rf bercak kalus, tunas dan
rimpang kunir dengan Rf kurkuminoid pembanding.

III.3.8. Analisis Kuantitatif


Kurva baku kurkuminoid dibuat dari larutan standar dengan
konsentrasi 100ppm yang ditotolkan sebanyak 2, 4, 6, 8, 10, 16 µl pada fase
diam silica gel GF254, kemudian dikembangkan dalam larutan pengembang
yang mampu memberikan pemisahan terbaik pada tahap identifikasi
kualitatif. Bercak dideteksi dengan KLT denstitometer dan hasil deteksi
(luas area) dan berat µg/µl penotolan dimasukkan ke dalam persamaan
regresi linier kurva baku.
Penetapan kadar kurkuminoid dalam ekstrak kalus dilakukan
dengan menotolkan larutan uji 16 µl kemudian dikembangkan dengan
larutan pengembang yang memberikan pemisahan terbaik pada tahap uji
kualitatif. Bercak dideteksi dengan alat KLT densitometer. Dihitung luas
area dari hasil deteksi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1985. Dasar-Dasar Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa.


Bandung.
Agustin, F., dan Putri, W. D. R. 2014. Pembuatan Jelly Drink Averrhoa blimbi
L.(Kajian Proporsi Belimbing Wuluh : Air dan Konsentrasi Karagenan).
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.3: 1-9.
Bermawie N. Dan Purwiyanti S., (2013).Botani, Sistematika Dan Keragaman
KultivarJahe.http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/publikasi/mon
ograph/jahe/botani,%20sistematika%20dan%20keragaman%20kultivar%20j
ahe.pdf.
Cahyono, B.. 1998. Tembakau Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius.
Yogyakarta.
Devi, C.S. and Srinivasan, V.M. 2006. Studies on Various Atmospheric
Microorganisms Affecting the Plant Tissue Culture Explants. Academic
Journals Inc., USA. American Journal of Plant Physiology I (2): 205-209.
Hapsoh. 2008. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Budidaya Kedelai di
Lahan Kering. Disampaikan pada pidato pengukuhan Jabatan Guru
BesaTetap dalam Bidang Budidaya Pertanian pada Fakultas Pertanian
Universitas Sumatra Utara.
Herlina R.,Murhananto, Endah J., Listyarini S.P., Pribadi S.T., 2004. Khasiat Dan
Manfaat Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Agromedia Pustaka.pp. 1-12
Hernani dan Winarti, C. 2013. Kandungan Bahan Aktif Jahe dan Pemanfaatannya
dalam Bidang Kesehatan. Bogor : Balai Besar Penelitian Dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Jabeen K, Zafar A, Hasan R. 2005. Frequency and sensitivity pattern of extended
spectrum β-Lactamase producing isolates in a tertiary care hospity
laboratoty of pakistan. J. Pak med. Assoc., 55(10): 436-439.
Kamboj, A., and Ajay,Kumar,Saluja. 2011. Isolation Of Stigmasterol And
ΒsitosterolFrom Petroleum Ether Extract OfAerial Parts Of Ageratum
conyzoides (Asteraceae). International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences. 3(1):94-96.

22
Kikuzaki, H., and Nakatani, N., 1993, Antioxidant Effects of Some Ginger
Constituents, J.Food Sci., 58(6), 1407.
Kristina NN, Rita Noveriza, Siti Fatimah Syahid dan Molide Rizal. 2010. Peluang
Peningkatan Kadar Kurkumin pada Tanaman Kunyit dan Temulawak. Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. http://www.balitro.com
Marlina, N. 2004. Teknik modifikasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk
konservasi in vitro mawar (Rossa sp.). Buletin Teknik Pertanian 9: 4 – 7.
Rahingtyas DK. 2008. Pemanfaatan jahe (Zingeber officinale) sebagai tablet isap
untuk ibu hamil dengan gejala mual dan muntah [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rostiana, O., Abdullah, A., Taryono, & Haddad, E. A. (1991). Jenis-jenis
Tanaman Jahe. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, VII
(1), 7-10.
Setiawan, Budi. 2015. Peluang Usaha Budidaya Jahe.Pustaka Baru Press.
Yogyakarta.
Syaban, M.Fuad. 2013 “Minyak jahe kandungan dan manfaatnya”.PPS UNY,
Jogja
Tzin, V. and G. Galili. 2010. New Insights into the Shikimate and Aromatic
Amino Acid Biosynthesis Pathways in Plants. Journal of Molecular Plant. 3
(6) : 956-972.
Wakil, S.M., and Mbah, E.I. 2012. Screening Antibiotics for The Elimination of
Bacteria from in vitro Yam Plantlets. Department of Microbiology.
Unuiversity of Ibadan, Nigeria. AU J.T. 16(1): 7-8.
Wattimena, G.A, dkk. 1992. Bioteknologi Tanaman Laboratorium Kultur
Jaringan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Zulkarnain. (2009). Dasar-dasar Hortikultura. Jakarta: Bumi Aksara.

23
LAMPIRAN

24

Anda mungkin juga menyukai