PROPOSAL PENELITIAN
Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Metode Penelitian
Diajukan oleh :
Sufyan Zainul Arifin 3311161058
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana
kita masih diberi kesehatan dan berada dalam ridho serta hidayahNya. Tak lupa
shalawat serta salam tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Salallahu
Alaihi Wasallam,semoga syafaatnya sampai kepada kita sebagai umatnya.
Penyusunan proposal judul “INDUKSI KURKUMIN DALAM JAHE
MERAH DENGAN PENAMBAHAN PREKURSOR DALAM MEDIA
KULTUR JARINGAN TANAMAN” ini diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas Mata Kuliah Metode Penelitian. Tugas ini diharapkan memotivasi penulis
agar dapat melanjutkan penelitian pada Tugas Akhir mendatang. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam proposal ini terdapatbanyak sekali
kekurangan baik dari segi penggunaan kata dan bahasa yang belum memenuhi
kaidah yang tepat, maupun dari isi penelitian ini sendiri. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan bantuan, kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak yang membaca proposal ini.
Semoga dengan adanya proposal ini dapat bermanfaat bagi orang banyak pada
umumnya dan bagi penulis khususnya, Terima kasih.
Cimahi, 2018
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
III.3.7. Analisis Kualitatif ..................................................................................... 20
III.3.8. Analisis Kuantitatif ................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 22
LAMPIRAN...................................................................................................................... 24
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan kurkumin dalam
jumlah banyak dan waktu yang relatif lebih singkat adalah dengan pemanfaatan
bioteknologi dengan cara teknologi kultur jaringan. Keberhasilan kultur jaringan
dapat ditentukan oleh adanya optimasi medium, kondisi lingkungan yang aseptis
dan lain sebagainya. Dalam optimasi media ditambahkan zat pengatur tumbuh
yaitu suatu senyawa organik bukan hara, dalam jumlah sedikit dapat mendukung,
menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tanaman (Abidin, 1985).
Kultur jaringan tumbuhan merupakan salah satu metode alternatif untuk
memperbanyak tumbuhan (Marlina, 2004). Kultur jaringan tumbuhan adalah
teknik menumbuhkan sel, jaringan, dan organ tumbuhan pada media cair maupun
media padat yang mengandung nutrien pada kondisi aseptik (Devi & Srinivasan,
2006). Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan (in vitro) mampu
menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah yang banyak dalam waktu relatif
singkat sehingga lebih ekonomis. Keberhasilan teknik ini dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor, antara lain : unsur hara mikro dan makro, sumber
eksplant, pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT), kondisi bahan, peralatan, dan
ruang steril. Teknik aseptik merupakan hal terpenting dan perlu diperhatikan
dalam kultur jaringan karena keberhasilan kultur jaringan dapat tercapai jika
kultur jaringan bebas dari semua mikroorganisme pathogen yang menginfeksi
(Wakil & Mbah, 2012).
Untuk dapat meningkatkan peluang peningkatan produksi kurkumin maka
dalam media tumbuh dapat ditambahkan prekursor. Prekursor yaitu senyawa yang
dapat membantu merangsang pembentukan metabolit sekunder di dalam tanaman.
Prekursor yang biasa digunakan untuk kurkumin adalah asam amino. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Tzin dan Galilli (2010) bahwa biosintesis metabolit
sekunder dapat terbentuk melalui jalur peptida dengan prekursor asam amino.
Asam amino yang dipilih adalah L-tryosin karna L-tryosin mempengaruhi
biosintesis jalur asam shikimat dimana kurkumin terbentuk dari jalur biosintesis
yang sama.
6
I.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian L-Tyrosin terhadap produksi kurkumin
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
jahe segar maupun jahe olahan (Hapsoh, 2008 dalam Agustin dan Putri,
2014).
2. Jahe Putih/Kuning Kecil/Jahe Emprit
Jahe ini dikenal dengan nama Latin “Zingiber officinale var amarum”
memiliki rimpang dengan bobot berkisar antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun.
Struktur rimpang kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih
kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang
antara 6 - 30 cm dan diameter antara 3,27 - 4,05 cm. Ruasnya kecil, agak
rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah
berumur tua (Hapsoh, 2008 dalam Agustin dan Putri, 2014).
3. Jahe merah atau Jahe Sunti
Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) berasal dari Asia Pasifik
yang tersebar dari India sampai China. Oleh karena itu kedua bangsa ini
disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe
terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional
(Setiawan, 2015: 17).
Penyebaran tanaman jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) kini sampai
di wilayah tropis dan subtropis, contohnya Indonesia. Jahe merah (Zingiber
officinale var rubrum) disebut juga jahe sunti. Selain itu, banyak nama lain dari
jahe dari berbagai daerah di Indonesia antara lain halia (Aceh),beeuing (Gayo),
bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), Jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae
(Jawa dan Bali), jhai (Madura), Melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan
sebagainya (Setiawan, 2015: 17)
Jahe merah/jahe sunti (Zingiber officinale var rubrum) memiliki rimpang
dengan bobot antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil
berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna kuning kemerahan, ukuran lebih
kecil dari jahe kecil. Memiliki serat yang kasar. Rasanya pedas dan aromanya
sangat tajam. Diameter rimpang 4,2 -4,3 cm dan tingginya antara 5,2 - 10,40 cm.
Panjang rimpang dapat mencapai 12,39cm. sama seperti jahe kecil, jahe merah
juga selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang
lebih tinggi dibandingkan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan
(Setiawan, 2015: 23).
9
II.1.1 Kandungan Jahe Merah
Jahe memiliki beberapa kandungan kimia yang berbeda. Senyawa
kimia rimpang jahe menentukan aroma dan tingkat kepedasan jahe.
Menurut Rismunandar, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
komposisi kimia rimpang jahe adalah antara lain: jenis jahe, tanah
sewaktu jahe ditanam, umur rimpang saat dipanen, pengolahan rimpang
jahe. Komponen yang terkandung dalam jahe antara lain adalah air
80,9%, protein 2,3%, lemak 0,9%, mineral 1-2%, serat 2-4%, dan
karbohidrat 12,3% (Rahingtyas, 2008)
Rimpang jahe juga mengandung senyawa fenolik. Beberapa
komponen bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain (6)-gingerol,(6)-
shogaol, diarilheptanoid dan curcumin. Jahe juga mengandung zat aktif
shogaol dan gingerol yang berfungsi untuk membangkitkan energi.
Bahkan, para ahli menyebutnya sebagai jenis tanaman antioksidan
terkuat sedunia (Anonim, 2007)
Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak
tak menguap (non volatile oil) dan pati. Minyak menguap biasa disebut
minyak atsiri. Minyak atsiri umumnya berwarna kuning, sedikit kental,
dan merupakan senyawa yang memberikan aroma yang khas pada jahe
(Kikuzaki dan Nakatani, 1993). Sedangkan minyak tak menguap disebut
oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit (Setiawan,
2015: 20).
Kandungan minyak atsiri dan oleoresin pada rimpang jahe merah
cukup tinggi sehingga jahe merah memiliki peranan penting dalam dunia
pengobatan, baik pengobatan tradisional maupun untuk skala industri
dengan memanfaatkan kemajuan tekhnologi (Hernani & Winarti, 2013).
Rasa dominan pedas pada jahe disebabkan senyawa keton bernama
zingeron. Senyawa lain yang turut menyebabkan rasa pedas pada jahe
adalah golongan fenilalkil keton atau yang biasa disebut gingerol dan [6]-
gingerol. Keduanya merupakan komponen yang paling aktif dalam jahe.
10
II.1.2 Manfaat Jahe Merah
Khasiat jahe sudah dikenal turun temurun di antaranya sebagai
pereda sakit kepala, batuk, masuk angin. Jahe juga sering digunakan
sebagai obat untuk meredakan gangguan saluran pencernaan, rematik,
obat antimual, mabuk perjalanan, kembung, kolera, diare, sakit
tenggorokan, difteria, penawar racun, gatal digigit serangga, keseleo,
bengkak, serta memar (Setiawan, 2015: 26).
Ekstrak jahe merah jika diminum dalam dosis rendah 0,2 – 2 mg/kg
menunjukkan efek analgesik dan anti-inflamasi sangat efektif, karena
adanya sinergisitas senyawa dalam ekstrak jahe merah. Bahkan ketika
diberikan kepada 8 volunter ternyata sangat efektif dalam mencegah
mabuk laut termasuk di dalamnya vertigo yang berhubungan dengan
mabuk laut (Grontved dkk, dalam Hernani & Winarti, 2013).
Jahe mengandung dua enzim pencernaan yang penting dalam
membantu tubuh untuk mencerna dan menyerap makanan. Pertama,
lipase yang berfungsi memecah lemak dan kedua adalah protease yang
berfungsi memecah protein. Jahe juga sekurangnya mengandung 19
komponen bioaktif yang berguna bagi tubuh. Senyawa kimia pada jahe di
antaranya adalah minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa :
seskuiterpen, zingiberen, bisabolena, zinger-on, oleoresin, kamfena,
limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, felandren. Disamping itu
terdapat juga shogaol, gingerol, pati, damar, asam-asam organik seperti
asam malat dan asam oksalat, vitamin : A, B dan C, senyawa-senyawa
flavonoid dan polifenol (Setiawan, 2015: 26)
11
aseton dan alkali hidroksida. Sifat kurkumin yang menarik adalah perubahan
warna akibat perubahan pH lingkungan. Dalam suasana asam kurkumin berwarna
kuning atau kuning jingga sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Hal
terrsebut dapat terjadi karena adanya sistem tautomeri pada molekulnya.
Kurkuminoid bermanfaat untuk mencegah timbulnya infeksi berbagai
penyakit. Kandungan utama dari kurkuminoid adalah kurkumin yang berwarna
kuning. Kandungan kurkumin di dalam kunyit berkisar 3 – 4% . Curcumin atau
diferuloyl methane pertama kali diisolasi pada tahun 1815. Kemudian tahun 1910,
curcumin didapatkan berbentuk kristal dan bisa dilarutkan tahun 1913. Kurkumin
tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan aceton (Kristina et al,
2010).
Kurkumin terdapat berbagai jenis genus Curcuma dalam jumlah yang relatif
kecil yaitu sekitar 3-5% disamping itu variasi strukturnya juga terbatas. Hal ini
merupakan kendala bagi penggunaan kurkumin untuk kepentingan teraupetiknya
salah satunya curcumin dapat meningkatkan re-epitalisasi, menekan radang,
meningkatkan densitas kolagen jaringan dan meningkatkan proliferasi dari
fibroblast. Selain jumlah yang cukup juga dibutuhkan variasi struktur yang luas.
Kondisi tersebut sulit diperoleh melalui isolasi bahan alam. Selain kurang
menguntungkan dari segi biaya juga dibutuhkan banyak bahan kimia yang
mungkin berbahaya bagi lingkungan, kultur jaringan dapat menjadi jalan keluar
bagi masalah tersebut.
12
campuran dari zat padat atau zat cair. Dalam hal ini fraksi padat yang
diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solvent), sedangkan fraksi padat
lainnya tidak dapat larut. Proses tersebut akan menjadi sempurna jika
solute dipisahkan dari pelarutnya, misalnya dengan cara
distilasi/penguapan.
Isolasi kurkumin adalah menggunakan menggunakan metode dan
pelarut yang berbeda. Berdasarkan hasil yang diperoleh, sistem dengan
sokletasi menggunakan etanol menghasilkan kurkuminoid yang lebih
banyak daripada sistem yang lain.
13
pemindahan/pengadaptasian planlet dari kondisi in vitro ke kondisi luar/lapangan
(Kumar dkk, 2011)
II.3.1 Manfaat Kultur Jaringan
Menurut Darmono (2003); Hendaryono dan Wijayani (1994) manfaat
yang bisa didapatkan dari kultur jaringan adalah sebagai berikut :
a Bibit dapat diperbanyak dalam jumlah besar dan relatif cepat.
b Bibit unggul, cepat berbuah serta tahan hama dan penyakit.
c Seragam atau sama dengan induknya, tetapi dapat juga menimbulkan
keberagaman.
d Efisiensi tempat dan waktu.
e Tidak tergantung musim, dapat diperbanyak secara kontinyu.
f Untuk skala besar biaya lebih murah.
g Cocok untuk tanaman yang sulit beregenerasi.
h Menghasilkan tanaman bebas virus.
i Menghasilkan bahan bioaktif/metabolit sekunder tanpa menanam di
luar atau di lapang.
j Kultur jaringan sesuai dengan program pemuliaan konvensional
seperti penyelamatan embrio.
k Produksi bahan-bahan sekunder dapat melalui kultur sel, jaringan,
dan organ, misalnya produksi papain dari pepaya.
l Proses tukar-menukar plasma nutfah menjadi lebih mudah.
m Plasma nutfah bisa disimpan dalam bentuk sel-sel yang kompeten
dalam regenerasi.
II.3.2 Eksplan
Eksplan adalah potongan/bagian jaringan yang diisolasi dari
tanaman yang digunakan untuk inisiasi suatu kultur in vitro. Eksplan
merupakan potongan tanaman yang diisolasi untuk inisiasi kultur
jaringan. Respon masing-masing eksplan dalam kultur jaringan akan
berbeda. Kemampuan regenerasi eksplan dalam kultur jaringan sangat
dipengaruhi oleh tipe eksplan, varietas eksplan, umur tanaman induk
sumber eksplan, kondisi fisiologis, dan ukuran eksplan.
14
Tipe eksplan merupakan faktor yang penting dalam
mengoptimalkan pelaksanaan kultur jaringan. Tipe eksplan seperti tunas
pucuk, tunas ketiak (aksilar), akar, mata tunas, daun, embrio, dan bakal
biji akan memberikan perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan
eksplan (Jabeen dkk, 2005). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan
kandungan hormon pada masing-masing bagian eksplan. Varietas
eksplan juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
regenerasi eksplan (Kamboj dkk, 2011).
Ukuran eksplan menentukan laju kehidupan bahan eksplan.
Eksplan yang berukuran kecil, lebih mudah disterilisasi sehingga akan
memperkecil peluang kontaminasi baik secara internal maupun eksternal,
namun kemampuan beregenerasi juga kecil sehingga diperlukan media
kompleks dalam pertumbuhannya. Semakin besar ukuran eksplan maka
akan semakin besar kemampuan beregenerasi, namun peluang untuk
kontaminasi juga semakin besar (Zulkarnain, 2009).
15
mikroorganisme melepaskan senyawa beracun ke dalam medium kultur
yang dapat menyebabkan kematian eksplan (Zulkarnain, 2009).
II.3.5 Prekursor
Prekursor adalah senyawa yang berperan penting dalam biosintesis
metabolit sekunder yaitu dengan cara merangsang pembentukan
16
metabolit sekunder di dalam tanaman. Prekursor yang biasa digunakan
untuk kurkumin adalah asam amino. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Tzin dan Galilli (2010) bahwa biosintesis metabolit sekunder dapat
terbentuk melalui jalur peptida dengan prekursor asam amino.
Maka dari itu, untuk memberikan peluang peningkatan produksi
metabolit sekunder ditambahkanlah prekursor dalam media tumbuh.
Kurkumin merupakan metabolit kelompok fenolik yang terbentuk dari
jalur biosintesis asam shikimat dan mevalonat. Dalam jalur tersebut
terdapat asam amino yang banyak digunakan yaitu L-fenilalanin, L-
tyrosin dan L-triptofan.
Tirosin merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein. Ia
memiliki satu gugus fenol (fenil dengan satu tambahan gugus hidroksil)
dan bersifat asam lemah. Bentuk umum adalah L-tyrosin yang ditemukan
dalam tiga isomer struktur yaitu orto, meta dan para.
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan antara lain botol kultur dan alat-alat gelas seperti
baeker glass, erlenmeyer, pipet tetes, syringe, indikator pH, alumunium foil,
autoklaf, pinset, skalpel, cawan petri, LAF, bunsen, pipet volume, timbangan
analitik, kertas coklat, rak kultur.
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain bagian tengah dan pangkal dari rimpang
kunir, dan media tumbuh yang digunakan adalah Murashige and Skoog (MS),
dengan penambahan zat pengatur tumbuh yaitu 2-4 D (2,4-
dicholorophenoxyacetic acid) dan kinetin (6-furfurylaminopurine). Prekursor
yang digunakan adalah L-tyrosin. Bahan kimia yang digunakan untuk sterilisasi
yaitu alkohol 70%, detergent, Bayclin® (Na hipoklorit), dan aquadest steril.
III.3 Prosedur Percobaan
III.3.1. Pembuatan Media Tumbuh
1. Media tumbuh dipersiapkan, ditimbang media Murishage and Skoog
(MS) sebanyak 0,443g dan agar sebanyak 0,8 g
2. Kemudian media tumbuh dan agar dilarutkan dalam aquadest steril
sebanyak 100ml sambil dididihkan tetapi jangan sampai mendidih
3. Setelah itu dinginkan sebentar kemudian tambahkan zat pengatur tumbuh
2,4-D dan kinetin dengan konsentrasi ( 2:3 µg/ml)
4. Setelah penambahan zat pengatur tumbuh dan ditambahkan juga
prekursor ke dalam media tumbuh
5. Kemudian media dimasukkan dalam botol kultur sebanyak ± 20ml dan
tutup botol dengan alumunium foil
6. Botol yang telah berisi media disterilkan dengan autoclave dengan suhu
121oC selama ±30 menit
7. Setelah selesai disterilisasi kemudia media disimpan dirak kultur
18
III.3.2. Sterilisasi Botol dan Alat-alat Gelas
Botol kultur dan alat-alat gelas yang akan digunakan terlebih dahulu
dibersihkan dengan menggunakan detergen, setelah bersih direndam dengan
menggunakan Na hipoklorit. Setelah direndam dengan Na hipoklorit
kemudian dibilas dengan air yang mengalir, lalu ditiriskan. Kemudian
disterilkan dengan menggunakan autoklaf bersuhu 121oC selama ± 15
menit. Tetapi untuk alat-alat gelas sebelum dimasukan kedalam autoklaf
dibungkus terlebih dahulu dengan menggunakan kertas coklat.
III.3.3. Sterilisasi Laminar Air Flow (LAF)
Laminar Air Flow Cabinet disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol
70% dengan cara semprotkan alkohol 70% keseluruh bagian yang ada di
LAF dan kemudian sapukan dengan tisu atau kapas kemudian setelah itu di
UV selama ± 60 menit.
III.3.4. Sterilisasi Eksplan
1. Sebelum dimasukkan kedalam LAF, eksplan direndam dengan Detergen
selama 30 menit sambil dikocok
2. Kemudian dicuci dengan aquadest steril sampai deterjen hilang
3. Kemudian direndam dengan Na hipoklorit selama 3 menit
4. Selanjutnya dicuci kembali dengan aquadest steril sampai Na hipoklorit
hilang
19
6. Ketiga potongan eksplan diambil dengan pinset steril, kemudian
dimasukkan ke dalam medium untuk ditanam
7. Mulut botol dan bagian dalam tutup diflambir kembali, kemudian botol
ditutup dengan alumunium foil dan diikat rapat dengan plastik dan diberi
label
8. Botol-botol kultur dikeluarkan dari LAF, kemudian ditempatkan pada rak
inkubasi kultur
20
menggunakan mikropipet pada jarak 1,5 cm dari bawah, samping kiri dan
kanan pelat. Jarak antar totolan adalah 1,5 cm. Selanjutnya pelat
dikembangkan dalam bejana kromatografi yang jenuh dengan larutan
pengembang kloroform : etanol 96% : asam asetat glasial (90:5:5) sebagai
fase gerak. Pelat dibiarkan agar totolan bergerak mengikuti gerak larutan
pengembang. Pelat diamati dibawah UV 254nm dan bercak diidentifikasi
dengan membandingankan warna dan nilai Rf bercak kalus, tunas dan
rimpang kunir dengan Rf kurkuminoid pembanding.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Kikuzaki, H., and Nakatani, N., 1993, Antioxidant Effects of Some Ginger
Constituents, J.Food Sci., 58(6), 1407.
Kristina NN, Rita Noveriza, Siti Fatimah Syahid dan Molide Rizal. 2010. Peluang
Peningkatan Kadar Kurkumin pada Tanaman Kunyit dan Temulawak. Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. http://www.balitro.com
Marlina, N. 2004. Teknik modifikasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk
konservasi in vitro mawar (Rossa sp.). Buletin Teknik Pertanian 9: 4 – 7.
Rahingtyas DK. 2008. Pemanfaatan jahe (Zingeber officinale) sebagai tablet isap
untuk ibu hamil dengan gejala mual dan muntah [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rostiana, O., Abdullah, A., Taryono, & Haddad, E. A. (1991). Jenis-jenis
Tanaman Jahe. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, VII
(1), 7-10.
Setiawan, Budi. 2015. Peluang Usaha Budidaya Jahe.Pustaka Baru Press.
Yogyakarta.
Syaban, M.Fuad. 2013 “Minyak jahe kandungan dan manfaatnya”.PPS UNY,
Jogja
Tzin, V. and G. Galili. 2010. New Insights into the Shikimate and Aromatic
Amino Acid Biosynthesis Pathways in Plants. Journal of Molecular Plant. 3
(6) : 956-972.
Wakil, S.M., and Mbah, E.I. 2012. Screening Antibiotics for The Elimination of
Bacteria from in vitro Yam Plantlets. Department of Microbiology.
Unuiversity of Ibadan, Nigeria. AU J.T. 16(1): 7-8.
Wattimena, G.A, dkk. 1992. Bioteknologi Tanaman Laboratorium Kultur
Jaringan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Zulkarnain. (2009). Dasar-dasar Hortikultura. Jakarta: Bumi Aksara.
23
LAMPIRAN
24