Diajukan
Oleh
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk ujian proposal penelitian*/
melaksanakan penelitian*/ ujian hasil penelitian
Pembimbing I Pembimbing II
Ade Maria Ulfa, M.kes., Apt Angga Saputra Yasir, M.Si., Apt
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Maka dari itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak terkait yang telah mengajarkan hal, dorongan, motivasi dan membantu
Universitas Malahayati.
3. Ibu Ade Maria Ulfa, M.Kes.,Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi.
6. Ibu Dewi Chusniasih, M.Sc. selaku penguji yang telah memberikan saran
8. Kedua orang tua dan keluarga tersayang yang telah memberikan dukungan
iii
9. Teman-teman satu angakatan yang telah memberikan dukungan, motivasi,
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak memiliki banyak
kekurangan, maka dari itu penulis sangat berharap kritik dan saran dari semua
pihak untuk penyempurnaan karya tulis ini. Akhir kata penulis sangat berharap
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR TABEL................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
2.1.2 Kulit........................................................................................10
v
2.2 Hipotesis ..........................................................................................26
3.2.1 Alat.........................................................................................28
3.2.2 Bahan......................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................39
vi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
vii
Tabel 3.1 Definisi Operasional.........................................................................30
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Federation (IDF,2017).
Jumlah penderita diabetes melitus (DM) di dunia sekitar 425 juta orang dan
diperkirakan akan meningkat 48% menjadi 629 juta pada tahun 2045
Indonesia tahun 2013 terdapat 6,9 % penderita diabetes melitus (DM) dan
autoimun dimana sistem kekebalan tubuh menyerang sel β penghasil insulin pada
hari untuk mempertahankan kadar glukosa dalam kisaran yang tepat dan tanpa
insulin tidak akan bisa bertahan (International Diabetes Federation (IDF, 2017).
adanya luka pada kaki. Luka yang timbul pada kaki dapat mengakibatkan
4,1%), Kenya (4,6%), Nigeria (19,1%), dan Iran (20%) (Desalu et al, 2011). Luka
1
2
tekanan pada kulit, getaran, dan hilangnya reflex lutut, hal ini merupakan
2013).
Air perasan buah jeruk nipis dapat menyembuhkan penyakit batuk. Selain buah,
kulit buah jeruk nipis jugamempunyai kegunaan karena dalam kulit buah jeruk
jeruk tersebut mampu bekerja sebagai zat anti inflamasi, anti bakteri, anti
mikroba, anti virus, anti ulserogenik, anti oksidan, anti kanker, menurunkan kadar
kolesterol, anti neoplastik, antitumor, anti platelet, anti hepatotoksik, serta anti
saponin, dan flavonoid merupakan senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai
3
penyembuh luka (Pratiwi et al., 2013). Menurut Ahmad et al., 2013), kulit jeruk
nipis yang mengandung banyak flavonoid dapat digunakan sebagai terapi anti
mempunyai efektivitas dalam penyembuhan luka sayat stadium II pada tikus galur
pada kulit atau selaput lendir. Basis salep hidrokarbon atau salep berlemak
merupakan salep dengan tipe A/M (air dalam minyak). Basis salep hidrokarbon
penguapan air pada lapisan kulit. Sehingga dapat memperpanjang kontak antara
bahan obat dengan kulit yang akan meningkatkan aktivitas obat (Dirjen POM,
buah jeruk nipis dengan konsentrasi 20% menggunakan basis salep hidrokarbon
paling baik digunakan sebagai penyembuhan luka pada tikus jantan dengan
Penggunaan tikus galur wistar karena jinak dan sering digunakan dalam
mengenai efektivitas ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dalam bentuk
sediaan salep sebagai penyembuh luka diabetes tipe 1. Hasil dari penelitian ini
melitus tipe 1 yang lebih cepat dan menjadi alternatif pengobatan dimasyarakat.
Tujuan pada penelitian ini adalah untuk melihat apakah salep dari ekstrak
kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) efektif untuk menyembuhan luka diabetes
melitus tipe 1.
Jeruk nipis merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara, termasuk
bagian barat dan timur laut India, utara Burma, barat daya Cina, dan kearah timur
intergenerik dari tiga spesies hybrid yang berbeda dan setidaknya dari dua genus
yang berbeda (Crane, 2010). Di Indonesia, jeruk nipis mempunyai nama daerah
yang berbeda-beda, antara lain kalangsa (Aceh), limau kapeh (Sumatra Barat),
jeruk pecel (Jawa), jeruk durga (Madura), lemo (Bali), lemo kadasa (Makasar). Di
Eropa dan Amerika jeruk nipis dikenal dengan nama lime, sour lime, ataupun
5
6
Regnum : Plantae
Devisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Subclass : Dialypetalae
Ordo : Rutales
Family : Rutacea
Genus : Citrus
bersemak belukar, dan jarang mencapai tinggi lebih dari 4,1 m. Pohon jeruk nipis
memiliki dahan yang ramping dan berduri. Daunnya berukuran kecil, berwarna
hijau dengan ujung tumpul. Bunganya berbau harum, berukuran kecil dan
berkelopak putih, memiliki putik yang besar dan sembilan serbuk sari. Tanaman
ini berbunga sepanjang tahun. Tanaman jeruk nipis akan mulai berbuah setelah
2,5 tahun. Buah jeruk nipis berbentuk bulat, berwarna hijau atau kuning dengan
diameter 3-6 cm memiliki daging buah yang tipis dan mengandung cairan yang
Ada 3 bagian yang terdapat dalam buah jeruk nipis, yaitu exocarp,
terluar buah dan banyak mengandung kelenjar minyak serta pigmen. Lapisan ini
disebut juga dengan flavedo yang terdiri dari bahan selulosik dan terdapat
komponen lain seperti minyak esensial, parafin waxes, steroid, triterpenoid, asam
7
atau albedo merupakan lapisan berbentuk seperti spons putih yang lunak.
endocarp yaitu lapisan yang langsung membungkus biji buah, memiliki rmembran
kandungan flavonoid yang terdapat pada kulit jeruk nipis, antara lain eriocitrin,
yang terdapat di dalam kulit jeruk nipis yaitu apegenin, rutin, quercetin, dan
kaempferol.
jeruk nipis merupakan bagian yang paling banyak mengandung senyawa fenolik,
seperti flavonoid dan asam fenolat. Flavonoid yang terkandung di dalam kulit
jeruk nipis lebih besar dibandingkan dengan biji jeruk nipis (Codner-Franch dan
Valls-Belles, 2010).
Kulit jeruk nipis dapat dimanfaat sebagai obat tradisonal untuk penurunan
berat badan, perawatan kulit, pencernaan yang baik, bantuan dari sembelit,
Kulit buah jeruk nipis dapat diambil minyak atsiri yang digunakan sebagai
dan parfum menggunakan sedikit minyak atsiri ini sebagai pengharum dan juga
menyatakan bahwa perasan kulit jeruk nipis dapat digunakan sebagai pembalut
mengurangi jumlah peroksidasi lipid yang terkonsentrasi pada area luka terbuka
karena terkena paparan dunia luar. Alkaloid yang terdapat pada kulit jeruk nipis
berperan dalam proses penguatan fibril kolagen yang terbentuk dengan mencegah
kerusakan sel melalui sintesis DNA sehingga pertumbuhan jaringan baru padaluka
1. Flavonoid
yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid terdiri atas
satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa
heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan
alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran dan buah, telah banyak
9
bentuk glukosida (mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas
2. Alkaloid
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar
dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit. Alkaloid bersifat
basa atau alkali yang disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul
senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam
dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan
(Asriadi, 2017)
3. Saponin
glikosil yang terikat pada posisi C3, tetapi beberapa saponin memiliki dua
2.2. Ekstrasi
pada simplisa. Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur
dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang
senyawa aktif dari simplisa nabati atau simplisa hewani menggunakan pelarut
yang sesuai. Tahap proses ekstraksi dapat dilakukan mulai dari pembuatan
beberapa cara:
1. Cara Dingin
a. Maserasi
penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol, etanol-air atau
11
b. Perkolasi
2. Cara Panas
a. Sokletasi
sampel dalam sarung selulosa yang ditempatkan di atas labu dan di bawah
(Mukhriani, 2012).
b. Refluks
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
2012).
c. Digesti
Digesti adalah metode ekstraksi dengan pemanasan lemah yaitu pada suhu
400-500C. Cara ini hanya dapat digunakan untuk simplisia yang zat aktifnya
d. Dekok
2.3. Salep
Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau
obat luar untuk melindungi atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik. Saleptidak
boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep
Salep terdiri dari bahan obat atau zat aktif dan basis salep atau biasa dikenal
dengan sebutan zat pembawa bahan aktif. Salep memiliki fungsi sebagai bahan
pembawa zat aktif untuk mengobati penyakit pada kulit, sebagai pelumas pada
Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam
4 kelompok, yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep
yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat
Dasar salep hidrokarbon dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain
vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat
bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar
mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Contoh dasar salep
hidrokarbon yaitu vaseline putih, vaseline kuning, dan parafin cair (Dirjen POM,
1995).
Dasar salep serap dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air
dalam minyak (Parrafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat), dan kelompok kedua
terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan
sebagai emolien. Contoh dasar salep serap antara lain adeps lanae, unguentum
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air
antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut “Krim”. Dasar ini
dinyatakanjuga dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dari kulit dan dilap
basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat
14
dapatmenjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep
hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan
air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan termatologik (Dirjen
POM, 1995).
Dasar salep larut dalam air merupakan kelompok yang sering juga disebut
sebagai dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar
salepjenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat
dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafin,
lanolinanhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel”. Poly ethylen
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor yaitu khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang
yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar
salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam
tidak mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai
tenaga.
15
b. Cream (krim) adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
c. Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk),
suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit
yang diolesi.
d. Cerata adalah salep lemak yang mengandung presentase lilin (wax) yang
sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis, biasanya
terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan titik lebur
rendah.
untuk meredakan rangsangan atau anasteti lokal. Dasar salep yang baik
melunakkan kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah
minyak lemak.
tubuh melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep yang
a. Salep hidrofobik adalah salep dengan dasar salep berlemak (greasy bases)
atau tidak suka air dan tidak dapat dicuci dengan air (Syamsuni, 2006).
b. Salep hidrofilik merupakan salep dengan tipe M/A atau salep yang suka air
(Syamsuni, 2006).
2.3.2. Preformulasi
terhadap lakmus.
Kelarutan : Dapat bercapur dengan air dan dengan etanol, tidak larut
tidak berbau.
17
lemak.
Konsentrasi : 10-60%
Kegunaan : Pengawet (antimikroba), pelarut atau kosolven yang
permanganat.
Stabilitas : Stabil ketika bercampur dengan etanol 95% dan air.
minyak atsiri.
Konsentrasi : 10-30%
Kegunaan : Basis salep
OTT : Merupakan bahan inert yang tidak dapat bercampur
antioksidan.
mutlak.
Kegunaan : Essence, pewangi
1. Uji Organoleptik
bentuk, bau dan warna sediaan. Spesifikasi salep yang harus dipenuhi
spesifikasi pada saat pembuatan awal salep dan baunya tidak tengik (Depkes
RI, 1995).
2. Uji Homogenitas
sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok. Salep yang homogen
yang rata dan memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan
beban. Diameter daya sebar salep yang baik antara 5-7 cm.
4. Uji pH Salep
aquadest. Nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai
pH kulit manusia.
1. Zat yang dapat larut dengan dasar salep dilarutkan, bila perlu dilakukan
2. Zat yang tidak larut dalam dasar salep, terlebih dahulu di ayak dengan
3. Zat yang mudah larut dalam air dan stabil serta dasar salep mampu
4. Jika dasar salep dibuat dengan cara peleburan, maka campuran tersebut
2.4. Kulit
lingkungan, kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluasukurannya yaitu
15% dari berat tubuh manusia, rata rata tebal kulit 1-2 mm, kulit terbagi atas 3
21
2008).
Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta sangat bervariasi pada
keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuhserta
memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Tebal rata-rata kulit sekitar
1-2m. Kulit paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki, sedangkan
kulit paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis. Kulit merupakanorgan yang vital dan
vitamin D dan keratinisasi. Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan
dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak. Absorbsi pada kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya
berlangsung memlalui celah antara sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui
muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel sel epidermis
(2007), fungsi kulit sebagai proteksi terhadap serangan fisika-kimia. Selain itu,
6,5. Apabila suatu produk memiliki pH yang tidak sesuai, maka tidak hanya
iritasi pada kulit. Kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan secara anatomi, tapi
umumnya dibagi menjadi tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan endodermis
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit terluar yang tersusun dari 15-25 sel
dengan ketebalan yang bervariasi antara 50µm - 1,5mm. Epidermis terbentuk dari
lima lapisan sel epitel skuamosa, diantaraanya yang paling umum adalah
pembentukan keratin, protein struktural dari kulit, rambut, dan kuku. Sel-sel ini
diyakini terlibat dalam proses imun dengan melepaskan IgA dan kemudian IL-1
yang menyebabkan sel-sel T aktif. Fungsi epidermis yaitu bagian penting dalam
menghalangi hilangnya air , elektrolit, dan atau nutrisi tubuh, serta menghalangi
2. Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan kulit yang berada antara epidermis
dan jaringan lemak subkutan. Tebalnya bagian ini tergantung tubuh bisa sekitar 1-
jaringan padat dari serabut protein, seperti kolagen, retikulum, dan elastin yang
3. Endodermis
umur, ras dan daerah tubuh yaitu sekitar 0,5 - 2cm. Lapisan ini merupakan
lanjutan dari dermis yang terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak,
beberapa serat elastik. Pada beberapa bagian tubuh tertentu terdapat otot polos.
Lapisan ini yang melindungi organ sebelah dalam tubuh dari benturan mekanik.
perlindungan kulit yang disetai dengan hilangnya kontinuitas jaringan epitel tanpa
adanya kerusakan pada jaringan lainnya seperti otot, tulang dan nervus yang
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: tekanan, sayatan dan luka karena operasi.
Luka sayat merupakan jenis luka terbuka atau luka bersih yang disebabkan
oleh pisau bedah (bisturi) dengan meminimalkan kerusakan kulit (Mair, 2013).
Luka sayat memiliki resiko infeksi yang tinggi sehingga perlu adanya teknik
24
antiseptik saat preoperatif untuk mengurangi infeksi pada area operasi dengan
Pada penderita diabetes melitus sering terjadi komplikasi luka yang disebut
denga ulkus diabetik. Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada lapisan kulit
sampai ke bagian dermis, biasanya terjadi pada telapak kaki (Hariani et al., 2015).
Penderita diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2000 sekitar 8 juta orang dan
sebagai berikut:
epidermis dan bagian atas dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau
4. Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon
Proses penyembuhan luka secara umum terdiri dari beberapatiga fase utama
yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, fase maturasi. Fase penyembuhan luka dapat
1. Fase Inflamasi
dan hilangnya fungsi jaringan (Hess, 2008). Fase inflamasi terjadi pada awal
kejadian atau pada saat luka terjadi hari ke-0 sampai hari ke-3 atau hari ke-5.
Terdapat dua kegiatan utama pada fase ini, yaitu respon vaskuler dan respon
detik pasca luka. Sekitar jaringan yang luka mengalami iskemia yang merangsang
(Arisanty, 2013).
Fungsimakrofagselaindarifagositosisadalahsintesakolagen, bersama-
2. Fase Proliferasi
26
Fase proliferasi terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah 3 hari
penutupan luka sayat. Fase ini ditandai dengan pengeluaran makrofak dan
neutrofil sehingga area luka dapat melakukan sintesis dan remodelling pada
proses granulasi kolagen dan elastin yang dihasilkan menutupi luka dan
granulasi dan dimulai dari tepi luka yang mengalami proses migrasi membentuk
lapisan tipis yang menutupi luka. Sel pada lapisan ini sangat rentan dan mudah
rusak. Sel mengalami kontraksi sehingga tepi luka menyatu dan ukuran luka
3. Fase Remodeling
Fase remodeling terjadi pada hari ke-8 hingga satu sampai dua tahun. Pada
fase ini terbentuknya jaringan kolagen pada kulit untuk penyembuhan luka
(Hubrecht & Kirkwood, 2010). Jaringan kolagen ini akan membentuk jaringan
fibrosis atau bekas luka dan terbentuknya jaringan baru. Sitokin pada sel
luka sehingga bekas luka dapat diminimalkan (Piraino & Selemovic, 2015).
Aktifitas yang utama pada fase ini adalah penguatan jaringan bekas luka
dengan aktifitas remodeling kolagen dan elastin pada kulit. Kontraksi sel kolagen
pada fase remodeling adalah rasa gatal dan penonjolan epitel di permukaan kulit.
27
Pada fase ini kulit masih rentan terhadap gesekan dan tekanan sehingga
2.6. Pankreas
dari duodenum sampai limpa. Ada tiga bagian pankreas yaitu kepala, badan dan
ekor. Kepala pankreas terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam
pankreas berbentuk runcing dan di sebelah kiri menyentuh limpa (Pearce, 1979).
Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan
pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna. Dia antara
endokrin yang dikenal sebagai pulau Langerhans. Sel endokrin pankreas yang
terbanyak adalah sel β (beta), tempat sintesis dan sekresi insulin, dan sel α (alfa)
yang menghasilkan glukagon. Sel D (delta), yang lebih jarang adalah tempat
dengan karateristik mirip pada diabetes melitus tipe 1. Aloksan adalah derivat
urea yang secara selektif merusak sel β (beta) pankreas yang memproduksi insulin
pada hewan tikus, mencit dan kelinci. Pemberian aloksan dapat dilakukan secara
kedalam tubuh hewan uji, maka reseptor GLUT 2 yang terdapat pada sel β
sebagai glukosa akan dibawaa menuju sitosol sel β (beta) pankreas, sehingga akan
terjadi reaksi redoks yang menghasilkan ROS dan supreoksida (Lenzen, 2008).
dan peningkatan Ca2+, sehingga sitosol akan mengaktivasi berbagai enzim yang
Akibatnya sel β (beta) pankreas menjadi nekrosis dan fungsi sebagai sintesis
Gambar 2.8, Tikus Putih (Rattus novergicus) galur wistar (Artiyo, 2018)
kegiatan penelitian digunakan hewan coba salah satunya tiku (Ratus novergicus).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Tikus merupakan hewan mamalia yang memiliki peran penting bagi peneliti
untuk tujuan ilmiah karena memiliki adaptasi yang baik. Jenis tikus yang sering
yang mudah, sehat dan bersih serta memiliki karakteristik produksi dan
memberikan hasil penelitian yang lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh adanya
siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan
juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi
biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Pujiatiningsih, 2014).
2.9. Hipotesis
30
H1: Sediaan salep ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) memiliki
tikus jantan.
Tikus di induksi
Aloksan Monohidrat
Bandar Lampung.
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau bedah (bisturi), neraca
analitik, jarum suntik, alat-alat gelas, glucometer, cotton buds, handskoon, plat
3.2.2. Bahan
aurantifolia), tikus jantan galur Wistar, eter, etanol 96%, aloksan monohidrat,
aquadest, NaCl, alkohol swab, gliserin, propilen glikol, alkohol, nipagin, vaselin
32
33
33
3.3.1. Populasi
3.3.2. Sampel
Pengambilansampelpadapenelitianinimenggunakan metode
oleh peneliti dalam memilih sampel. Kriteria pemilihan sampel kulit jeruk
a. Kriteria Inklusi
2. Berkulit tebal
b. Kriteria Eksklusi
2. Berwarna kuning
Alat ukur
: Neraca
analitik
Tikus Tikusgalurwistarberupatikus outbred Melihat Numer Interv
putih tikus albino dengankepalalebar, dan ik al
jantan panjangtelinga, memilikiekor yang menimba
galur kurangpanjangdaritubuhnyaberatbada ng tikus
wistar ndewasa 200-350 gram
Alat
ukur:
Neraca
analitik
Variabel Penurunan diameter luka diabetes Menghitu Numer Rasio
dependen melitus tipe 1 pada punggung tikus ng dan ik
: mulai dari hari ke 1 sampai 15 setelah menguku
Penurunan pemberian salep ekstrak kulit jeruk r
diameter nipis diameter luka menjadi 0 mm penuruna
35
luka n luka
diabetes diabetes
melitus melitus
tipe 1 tipe 1
pada
punggung
tikus
Alat
ukur:
Kalkulato
r
Penggaris
Kulit jeruk nipis yang diambil dalam keadaan segar dan berwarna hijau.
Kemudian dilakukan sortasi basah dan dipotong kecil (dirajang). Setelah itu, kulit
jeruk nipis yang telah dipotong kecil (dirajang) dicuci menggunakan air mengalir.
hari, dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan oven pada suhu 400 C. Kulit
jeruk nipis yang telah dikeringkan kemudian disortasi kering untuk memisahkan
kulit jeruk nipis yang mengalami kerusakan saat proses pengeringan. Kulit jeruk
ekstraksi yang dilakukan pada suhu ruang dan tanpa menggunakan panas.
36
jam, dan setiap 24 jam pelarut diganti dengan pelarut yang baru hingga
1. Identifikasi Flavonoid
Perubahan warna larutan menjadi warna merah jingga sampai merah ungu
2. Identifiikasi Alkaloid
pereaksi mayer dan dragendrof. Adanya kabut putih atau endapan putih saat
(Sa’adah, 2010).
3. Identifikasi Saponin
37
10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Apabila busa tidak hilang setelah
Campurkan vaselin album dan gliserin yang sudah dilelehkan ke dalam mortar
gerus hingga homogen. Tambahkan nipagin, alkohol dan propilen glikol, gerus
hingga homogen. Tambahkan ekstrak kulit jeruk nipis , gerus hingga homogen.
Jumlah
No Bahan
A B C
1 Ekstrak kulit jeruk nipis 10% 15% 20%
2 Gliserin 5% 5% 5%
3 Alkohol 0,10% 0,10% 0,10%
4 Propilen Glikol 10% 10% 10%
5 Nipagin 0,10% 0,10% 0,10%
6 Vaselin Album 100% 100% 100%
7 Oleum Citri 0,10% 0,10% 0,10%
1. Uji Organoleptik
Pengujian dilakukan dengan melihat warna, bentuk dan bau sediaan salep.
Salep harus memiliki warna spesifikasi pada awal pembuatan salep, salep
2. Uji Homogenitas
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengoleskan salep pada sekeping kaca.
Salep yang diuji diambil dari 3 bagian yaitu bagian atas, tengah dan bawah. Salep
38
pengolesan, struktur yang rata dan memiliki warna yang seragam dari titik awal
lempeng kaca yang diberi beban 100 gram. Pengukuran dilakukan setelah salep
tidak menyebar lagi atau satu menit setelah pemberian beban. Daya sebar yang
4. Uji pH
telah diencerkan. pH salep yang baik yaitu 4,5-6,5 atau sesuai dengan pH kulit
manusia.
ekor.
PenentuanbesaranulanganditentukandenganmenggunakanrumusFrederer
(1967) :
t (n-1) ≥ 15
5(n-1)≥ 15
5n-5≥ 15
5n ≥ 20
n≥4
Keterangan :
39
n :Jumlahsampeltiapkelompok
t :Jumlahkelompok
ekordanjumlahkelompok yang
digunakanadalah6kelompoksehinggapenelitianinimenggunakan
yang matimakadilakukandengankoreksi :
N = n / (1-f)
Keterangan :
N :besarsampelkoreksi
n :besarsampelawal
f :perkiraanproporsidropoutsebesar 10%
Sehingga,
N = n / (1-f)
N = 4 / (1-10%)
N = 4 / (1-0,1)
N = 4 / 0,9
N = 4,44 (dibulatkanmenjadi 5)
dibagikedalam6kelompok.
40
menjadi lima kelompok dan masing-masing kelompok terdiri atas lima ekor.
Tikus dikandangkan secara individu beralaskan sekam. Tikus diberi pakan standar
diadaptasi selama 7 hari untuk menyeragamkan cara hidup dan pola makan
selama 7 hari untuk menyeragamkan pola hidup. Hewan coba dibagi kedalam 5
aloksan monohidrat dengan dosis 150 mg/BB diberi basis salep tanpa
aloksan monohidrat dengan dosis 150 mg/BB dan diberi betadine salep.
monohidrat dengan dosis 150 mg/BB dan diberikan ekstrak kulit jeruk nipis
monohidrat dengan dosis 150 mg/BB dan diberikan ekstrak kulit jeruk nipis
monohidrat dengan dosis 150 mg/BB dan diberikan ekstrak kulit jeruk nipis
mg/BB secara intraperitoneal, diberikan sebelum perlakuan eksisi pada hewan uji
penurunan diameter luka sayat diabetes melitus tipe 1 pada tikus jantan galur
wistar. Salep ekstrak kulit jeruk nipis diberikan setiap hari selama 15 hari.
Pengukuran luas area luka pada hari ke-1,3,5,7,9,1,13,15 selama pemberian salep
ekstrak kulit jeruk nipis (Kurniawan et al., 2015). Pemberian dosis 150 mg/BB
karena pada dosis tersebut aloksan monohidrat dapat merusak sel β (beta)
pankreas pada tikus jantan galur wistar yang menyebabkan kondisi diabetes
melitus tipe 1.
tikus dengan kondisi diabetes melitus tipe 1, hasil data yang diperoleh dari
dengan uji distribusi normalitas dengan uji saphiro wilk, uji homogenitas varian
Ahmad M, Ansari M.N, Alam A, Khan T.H. 2013. Oral Dose of Citrus Peel
Extracts Promotes Wound Reapair in Diabetic Rats. 16(20);1086-1094
Cahyani Y.D, Mita S.R. 2018. Aktivitas Biologis Tanaman Bandotan (Ageratum
Conyzoides Linn.) Sebagai Terapi Luka Terbuka. Volume 16 Nomor 2
Crane, J.H., 2010, Key Lime Growing in the Florida Landscape, University of
Florida, IFAS Extention, 1-9.
Dalimartha S., 2007, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, Puspa Swara,
Jakarta
Dewi, D., 2012, Jeruk Nipis : Khasiat dan Manfaat, Surabaya, Stomata, 3, 14-7
Federer, W.T. 1967. Experimental Design: Theory and Application. Oxford and
IBH Publ. Delhi.
Hindun S., Rusdiana T., Abdasah M., Hindritiani R., 2017, Potensi Limbah Kulit
Jeruk Nipis (Citrus auronfolia) Sebagai Inhibitor Tirosinase. Vol. 4. No. 2
Kurniawan, M.A., Andrie M., Riza, H. 2016. Uji Efek Penyembuhan Luka Sayat
Salep Ekstrak Ikan Toman (Channa micropeltes) Secara Topikal Pada Tikus
yang Diinduksi Streptozotocin. Universitas Tanjungpura. Pontianak
Lizzo, M.R., Tundis, R., Bonesi, M., 2012. Evaluation of Citrus aurantifolia Peel
and Leaves Extract for Their Chemical Composition, Antioxidant, and Anti-
Cholinesterase Activities, J Sci Food Agric. 92(15), 2960-7.
Mohanapriya, M., Ramaswamy, L., Rajendran, R., 2013, Health and Medicinal
Properties of Lemon (Citrus limonum), IJAAM, 3(1):1095–1100.
Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif,
Jurnal Kesehatan, 7(2)
Raharjo S.S., Maryani. Kisrini. 2010. Penggunaan Salep Minyak Atsiri Kulit
Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia L.) Sebagai Antibakteri Infeksi Kulit
oleh Staphylococcus aureus Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Vol. 3.
No. 1
Ryan, K. 2014, Nursing & Health Wound Care: Survival Guide. New York :
Rouledge