Anda di halaman 1dari 165

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROWISATA

OBAT TRADISIONAL TAMAN SRINGANIS, BOGOR

Oleh :
LUTHER MASANG
A 14101678

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mamasa, Sulawesi Selatan pada tanggal 23 Juni 1978

sebagai anak dari Bapak Mica Minggu dan Yuliana Sangkala. Penulis merupakan

anak pertama dari enam bersaudara.

Penulis memulai studinya pada tahun 1986 di SD Negeri 048

Mambulilling, Kecamatan Polewali, Kabupaten Pol-Mas dan lulus pada tahun

1992. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 01

Polewali, Kabupaten Pol-Mas dan lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutkan

pendidikan di SMT Pertanian Ciro-ciroe, Kecamatan Wattang Pulu, Kabupaten

Sidrap dan lulus pada tahun 1998.

Pada tahun 1998 penulis melanjutkan ke Program Studi Diploma III

Pengelola Perkebunan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada

tahun yang sama penulis melanjutkan studi Strata-1 pada Program Studi Ekstensi

Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor.


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................. v
DAFTAR GAMBAR......................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... viii

I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 10
1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................. 10
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ......................... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 12


2.1 Agrowisata ............................................................................. 12
2.2 Manfaat Agrowisata ............................................................... 17
2.3 Pemilihan Lokasi Agrowisata ................................................ 17
2.4 Tanaman Obat ........................................................................ 21
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu..................................................... 26

III. KERANGKA PEMIKIRAN...................................................... 30


3.1 Manajemen Strategi ............................................................... 30
3.2 Model Manajemen Strategi .................................................... 31
3.3 Struktur Manajemen Strategi ................................................. 32
3.4 Misi Bisnis ............................................................................. 34
3.5 Analisis Lingkungan Usaha ................................................... 35
3.6 Perumusan Strategi ................................................................ 41
3.6.1 Matriks Internal-Eksternal ........................................... 41
3.6.2 Matriks SWOT ............................................................. 42
3.6.3 Matriks QSPM
(Quantitative Strategic Planning Matriks) ................ 43
3.7 Kerangka Pemikiran Konseptual ........................................... 44

IV. METODE PENELITIAN........................................................... 46


4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 46
4.2 Metode Pengumpulan Data .................................................... 46
4.3 Metode Pengambilan contoh.................................................. 47
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................. 48
RINGKASAN

LUTHER MASANG. Strategi Pengembangan Agrowisata Obat Tradisional


Taman Sringanis, Bogor. (Di bawah Bimbingan HARIANTO)

Era globalisasi perdagangan bebas yang terjadi pada saat ini menuntut
setiap negara untuk mengembangkan sektor usaha yang memiliki keunggulan
kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Indonesia memiliki keunggulan
komparatif yang mendukung dalam pengembangan tanaman obat, karena
memiliki sekitar 1 260 spesies tanaman obat dan 283 spesies diantaranya
merupakan spesies tumbuhan obat yag sudah terdaftar dan digunakan oleh industri
obat tadisional.
Taman Sringanis yang terletak di Desa Cimanengah, Cipaku Bogor
merupakan agrowisata yang menawarkan tanaman obat sebagai objek wisatanya.
Taman Sringanis mengoleksi kurang lebih 450 jenis tanaman obat dari kurang
lebih 940 jenis tanaman obat yang dibudidayakan di Indonesia. Pengunjung
Taman Sringanis dapat mempelajari jenis-jenis tanaman obat di kebun pembibitan
dengan lingkungan taman dan kebun.
Taman Sringanis harus melihat secara obyektif kondisi internal dan
eksternal, sehingga dapat mengantisipasi perubahan lingkungan. Hal tersebut
berguna untuk mengembangkan usahanya dan meningkatkan efisiensi operasi.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya adalah
dengan memiliki strategi yang tepat dengan mempertimbangkan semua faktor
yang mempengaruhinya. Pemilihan strategi merupakan keputusan untuk memilih
strategi yang terbaik yang memenuhi tujuan perusahaan, dengan demikian Taman
Sringanis harus menentukan alternatif strategi yang sesuai dengan tujuan jangka
panjang Taman Sringanis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi internal dan
eksternal yang melingkupi Taman Sringanis sebagai kebun obat tradisonal,
menganalisis penilaian konsumen terhadap atribut Taman Sringanis sebagai kebun
obat tradisional, dan memberikan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam
pengembangan usaha Taman Sringanis, dengan mengikutkan juga pendapat
konsumen.
Berdasarkan hasil identifikasi internal dan eksternal dapat diketahui
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Hasil analisis IFE/EFE matriks
menunjukkan kekuatan utama Taman Sringanis adalah kualitas produk yang baik,
sedangkan kelemahan terbesar adalah misi perusahaan yang tidak berorientasi
pada laba. Peluang terbesar adalah trend back to nature dan ancaman terbesar
adalah penggunaan obat farmasi dalam dunia medis.
Total bobot IFE dan EFE memposisikan Taman Sringanis pada sel IV
dalam matriks IE yang merupakan daerah tumbuh dan bina. Posisi ini
menggambarkan bahwa Taman Sringanis dalam kondisi internal yang kuat dan
respon Taman Sringanis terhadap faktor-faktor eksternal yang dihadapi tergolong
tinggi. Divisi dalam sel ini dapat menerapkan strategi intensif dan strategi
integrasi.
Dari rumusan analisis SWOT, didapat empat strategi alternatif yang dapat
dijadikan pilihan bagi Taman Sringanis dalam memperbaiki/meningkatkan
kinerjanya, diantaranya, mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata
agro serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. Memanfaatkan
selera wisata konsumen yang berubah dari mass tourism ke nice tourism berbasis
lingkungan. Memanfaatkan kualitas produk, citra baik di mata konsumen,
mempertahankan hubungan baik dengan pemasok, hubungan baik dengan instansi
pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi dalam dunia
medis, ancaman pendatang baru, adanya produk subtitusi dan peningkatan jumlah
pelaku industri. Mempertahankan harga produk. Meningkatkan kegiatan promosi
secara optimal. Memperbaiki sistem manajemen perusahaan. Mencoba
memasarkan produk di daerah Bandung dengan mutu dan kualitas yang sama
dengan pesaing. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan
manajemennya. Mengikutsertakan produk pada pameran perdagangan untuk
mempromosikan produk.
Penentuan prioritas strategi dengan QSPM merekomendasikan strategi
satu sebagai nilai tertinggi, maka disusun langkah-langkah operasional sebagai
prioritas, yaitu mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro.
Memanfaatkan kualitas produk, citra baik dimata konsumen, mempertahankan
hubungan baik dengan pemasok, serta hubungan baik dengan instansi pemerintah
untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi, pendatang baru dan
produk subtitusi, serta peningkatan jumlah pelaku industri.
Analisis tingkat kepentingan dan kepuasan yang menggunakan analisis
kuadran menunjukkan hasil atribut yang berada dalam wilayah prioritas utama
untuk diperbaiki atau ditingkatkan yaitu percontohan umbi-umbian, klinik
akupresur, refleksi dan akupuntur, dan ruang pelatihan. Atribut percontohan
tanaman obat, harga tiket masuk, toko jamu, kebersihan lokasi, dan kenyamanan
lokasi merupakan atribut-atribut yang menjadi kekuatan Taman Sringanis,
sehingga kinerja Taman Sringanis pada atribut ini harus selalu dipertahankan.
Taman Sringanis tetap menjaga kualitas produknya yang baik karena hal
tersebut merupakan kekuatan utama Taman Sringanis dalam mengembangkan
usahanya. Salah satu faktor kelemahan Taman Sringanis adalah total biaya
produksi yang semakin meningkat sehingga perlu dilakukan efisiensi biaya
melalui peningkatan jumlah mitra tani setempat. Taman Sringanis dapat
melakukan sistem kontrak yang saling menguntungkan dengan mitra tani agar
kontinuitas pasokan bahan baku lebih terjamin.
Taman Sringanis perlu melakukan uji laboratorium untuk menjamin mutu
produknya aman untuk dikonsumsi sehingga dapat lebih diterima dan dipercaya
oleh masyarakat luas. Selama ini produk-produk Taman Sringanis telah memiliki
SP (Surat Penyuluhan) dari Departemen Kesehatan yang menandakan bahwa
produk tersebut aman untuk dikonsumsi, tetapi hal tersebut mungkin masih dinilai
kurang oleh masyarakat. Oleh karena itu Taman Sringanis perlu melakukan uji
laboratorium untuk lebih meyakinkan masyarakat akan mutu obat tradisional
Taman Sringanis
Taman Sringanis disarankan untuk melakukan survei kepuasan
pengunjung secara berkala agar dapat terus meningkatkan kepuasan
pengunjungnya. Untuk penyempurnaan survei kepuasan pengunjung, sebaiknya
dilakukan dengan menambah faktor-faktor yang diukur agar dapat memperkaya
hasil survei. Seperti fasilitas parkir, makanan dan minuman yang berkhasiat obat,
ruang tunggu, dan lain-lain.
CURICULUM VITAE

Nama : Luther Masang A. Md.

Agama : Kristen Protestan

Tempat dan Tanggal Lahir : Mamasa, 23 Juni 1978

Alamat : Jl. Otista Gg. Kebon Kelapa Rw 01/01 No. 3

Baranang Siang, Bogor. Tlp (0251) 329-143

HP 0852 1627 0098

PENDIDIKAN FORMAL
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROWISATA

OBAT TRADISIONAL TAMAN SRINGANIS, BOGOR

LUTHER MASANG

A 14101678

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh :


Nama : Luther Masang
NRP : A 14101678
Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis
Judul : Strategi Pengembangan Agrowisata Obat Tradisional
Taman Sringanis, Bogor.

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana


Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi

(Dr. Ir. Harianto, MS)


NIP. 131 438 801

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

(Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr)


NIP. 131 284 865

Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI DENGAN

JUDUL “STRATEGI PENGEMBANGAN AGROWISATA OBAT

TRADISIONAL TAMAN SRINGANIS, BOGOR” BENAR-BENAR HASIL

KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN

Bogor, April 2006

LUTHER MASANG
A 14101678
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di surga yang senantiasa

menyertai dan mencukupkan segala yang penulis butuhkan sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini tidak akan berhasil tanpa doa, dorongan,

bantuan dan semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin

menyampaikan terma kasih dan penghargaan mendalam kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah menjadi sahabat setia dalam suka maupun

duka, kasihMu yang memberikan aku kekuatan dan kemampuan untuk

menyelesaikan segala masalah yang kuhadapi.

2. Bapa’ dan mama’ yang telah memberikan kasih sayang, memberikan

semangat dan contoh pejuang yang gigih dalam berusaha mencapai sesuatu.

Dari Bapa’ dan mama’ aku belajar mengenai kesabaran, ketegaran, kejujuran

dan kelemahlembutan dalam menghadapi semua peristiwa dalam hidupku,

mengajarkan menerima kesulitan dan penderitaan sebagai pematang bagi

diriku. Terima kasih atas doa-doa yang tidak pernah putus untukku. Bapa’

adalah inspirasiku mengenai keoptimisan dan mama’ tentang ketegaran dalam

menjalani hidup.

3. Dr. Ir. Harianto, MS yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan masukan-

masukan dalam menyelesaikan skripsi ini serta atas kesabarannya selama ini.

4. Ir. Netty Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator, terima kasih atas saran dan

masukan yang diberikan.

5. Dr. Ir. Manuntun Parulia Hutagaol, MS selaku dosen penguji utama dan Dra.

Yusalina, MS selaku dosen penguji komdik.


6. Ibu Endah Lasmadiwati selaku pemilik Taman Sringanis, yang telah

memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dan seluruh karyawan

Taman Sringanis yang sudah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

7. Budi Setiawan yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar penulis.

Sahabat-sahabatku: Boedee, Betet, Degom, Dian, Fahmy, Fikaecu, Hendra,

Jafar, Oedrew, Oos, Ramdan, Rudi, Tjoengcrynk, Zuer, dan Wendi’S, serta

Keluarga Besar Wisma Zeolit terima kasih atas dukungannya.

8. The great friends in PLP/35 Budi, Dian, Fahmy, Jafar, Hendra, Tree (buat

persahabatannya), Oedrew, Oos, Ramdan, Rudi, Tjoengcrynk, Zuer, dan

Wendi’S (atas cerita dan candanya).

9. Adikku Rice dan Tina yang selalu memberikan semangat, semoga Tuhan

memberkati kalian.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan membalas budi baik yang telah diberikan dengan curahan

berkat-Nya yang berlimpah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam

kehidupan pribadi masing-masing. Amin.


KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat hanya bagi Allah Bapa Yang Maha Kasih, yang

melimpahkan segala berkat dan anugerah kepada penulis selama masa

perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan

dengan baik.

Penelitian ini merupakan hasil pengamatan penulis pada kebun obat

tradisional Taman Sringanis. Penulis tertarik dengan kebun obat tradisional

Taman Sringanis karena pada saat ini Taman Sringanis sedang berusaha untuk

mengembangkan usahanya namun masih menghadapi kendala di bidang strategi

pengembangan usahanya. Penelitian ini mencoba mempelajari strategi

pengembangan usaha dan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal

serta prioritas strateginya melalui pendekatan konsep manajemen strategi.

Skripsi ini mengambil judul “Strategi Pengembangan Agrowisata Obat

Tradisional Taman Sringanis, Bogor”. Penelitian ini adalah hasil maksimal

yang dikerjakan oleh penulis, dengan segala keterbatasan yang ada, penelitian ini

diharapkan bermanfaat, paling tidak untuk informasi awal bagi manajemen Taman

Sringanis dalam pengembangan usahanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, April 2006

Penulis
4.4.1 Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan
Eksternal (IFE-EFE)..................................................... 48
4.4.2 Matriks I-E (Internal-External) .................................. 52
4.4.3 Matriks SWOT ............................................................. 54
4.4.4 IPA (Importance Performance Analysis) .................. 55
4.4.5 Karakteristik Pengunjung............................................. 55
4.4.6 Metode Penskalaan (Scaling Method)......................... 56
4.4.7 Matriks QSPM
(Quantitative Strategic Planning Matriks)................. 59
4.5 Definisi Operasional............................................................... 60

V. GAMBARAN UMUM ................................................................ 63


5.1 Sejarah dan Visi, Misi Perusahaan......................................... 63
5.2 Sumberdaya Perusahaan ........................................................ 65
5.2.1 Sumberdaya Manusia................................................... 65
5.2.2 Sumberdaya Keuangan ................................................ 67
5.2.3 Tanah dan Bangunan ................................................... 67
5.3 Produksi dan Pemasaran ........................................................ 68
5.4 Penelitian dan Pengembangan Taman Sringanis ................... 70
5.5 Kegiatan Usaha Taman Sringanis .......................................... 71
5.6 Gambaran Umum Konsumen................................................. 73

VI. IDENTIFIKASI FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL


PERUSAHAAN ........................................................................... 79
6.1 Identifikasi Faktor Internal Perusahaan ................................. 79
6.2 Identifikasi Faktor Eksternal Perusahaan............................... 84
6.2.1 Lingkungan Umum ...................................................... 85
6.2.2 Lingkungan Industri..................................................... 94
6.3 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan, serta Peluang
dan Ancaman.......................................................................... 98
6.3.1 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan......................... 99
6.3.2 Identifikasi Peluang dan Ancaman .............................. 100

VII. PERUMUSAN ALTERNATIF STRATEGI ......................... 103


7.1 Analisis Matriks IFE dan EFE ............................................... 103
7.2 Analisis Matriks Internal-Eksternal ....................................... 110
7.3 Matriks SWOT
(Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats)......... 113
7.4 Matriks Quantitative Strategic Planning (QSP) .................. 115

VIII. PENDAPAT KONSUMEN.................................................... 121


8.1 Motivasi Responden............................................................... 121
8.2 Importance-Performance Analysis......................................... 126
8.3 Implikasi Majerial .................................................................. 131
IX. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 133
9.1 Kesimpulan ............................................................................ 133
9.2 Saran....................................................................................... 134

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 136


LAMPIRAN....................................................................................... 139
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Panen Produksi dan Produktivitas Tanaman Obat-obatan


Tahun 2005 Menurut Jenisnya .................................................. 22

2. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal dan


Eksternal Perusahaan ................................................................. 50

3. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal ............................................. 51

4. Matriks Evaluasi Faktor Internal................................................ 52

5. Matriks SWOT........................................................................... 54

6. Atribut Kepuasan Konsumen Taman Sringanis......................... 55

7. Matriks QSPM ........................................................................... 60

8. Perubahan Nilai Aset Taman Sringanis Tahun 1999-2004........ 67

9. Daftar Laba Penjualan Obat Tradisional


Taman Sringanis Tahun 2001-2004 ........................................... 71

10. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut


Jenis kelamin.............................................................................. 74

11. Persebaran Jumlah dan Persentase Menurut Usia...................... 75

12. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut


Jenis Pekerjaan ............................................................................ 76

13. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut


Tingkat Pendidikan .................................................................... 77

14. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut


Tingkat Pendapatan.................................................................... 77

15. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut


Kota Asal Kedatangan ...................................................................... 78

16. Komposisi Tingkat Pendidikan Karyawan


Taman Sringanis Tahun 2005 .................................................... 80
17. Kapasitas Produksi Obat Tradisional
Taman Sringanis Tahun 2001-2004 ........................................... 81

18 Perkembangan Total Biaya Produksi Obat Tradisional,


Taman Sringanis Tahun 2001-2004 ........................................... 82

19. Pertumbuhan Nilai Laba Bersih Penjualan Obat Tradisional


Taman Sringanis Tahun 2001-2004 ........................................... 84

20. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per Kapita


Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 Indonesia,
Tahun 2001-2004 (Rupiah) ........................................................ 90

21. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga Indonesia


Tahun 2001-2004 ....................................................................... 91

22. Perkembangan Laju Inflasi Indonesia Tahun 2000-2005 .......... 92

23. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Indonesia


Tahun 2001-2004 ....................................................................... 93

24. Perkembangan Pertambahan Pengunjung Program Kunjungan


dan Pelatihan Taman Sringanis Tahun 1999-2004 .................... 96

25. Faktor Kekuatan dan Kelemahan Taman Sringanis................... 100

26. Faktor Peluang dan Ancaman Taman Sringanis ........................ 101

27. Bobot Faktor Internal ................................................................. 105

28. Skor Matriks IFE........................................................................ 106

29. Bobot Faktor Eksternal .............................................................. 108

30. Skor Matriks EFE....................................................................... 109

31. Matriks SWOT (Strengths Weakneses Opportunities Treats) ... 118

32. Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning) ........................ 120

33. Analisis Motivasi Konsumen ..................................................... 124

34. Sebaran Responden Menurut Besarnya Biaya Pengeluaran ....... 125

35. Persebaran Jumlah Tingkat Kepuasan/Harapan Konsumen


Taman Sringanis ........................................................................ 126

36. Tingkat Kesesuaian Atribut Taman Sringanis .......................... 128


DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Model Manajemen Strategi .................................................... 32

2. Struktur Manajemen Strategi .................................................. 33

3. Faktor-faktor yang Dianalisis dalam Bagian Pesaing ............ 38

4. Kerangka Pemikiran Konseptual Strategi Pengembangan


Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis, Bogor ......... 45

5. Matriks Internal-Eksternal (I-E)............................................. 53

6. Diagram Kartesius.................................................................. 58

7. Struktur Organisasi Taman Sringanis .................................... 66

8. Skema Proses Produksi Teh Kasar, Taman Sringanis ........... 70

9. Matriks Internal-Eksternal (I-E)............................................. 110

10. Diagram Kartesius Kepuasan Konsumen


Terhadap Atribut Taman Sringanis......................................... 130
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pengisian Kuesioner Bobot IFE ................................................ 139

2. Pengisian Kuesioner Bobot IFE (lanjutan) ................................ 140

3. Pengisian Kuesioner Bobot IFE (lanjutan) ................................ 141

4. Pengisian Kuesioner Bobot IFE (lanjutan) ................................. 142

5. Pengisian Kuesioner Bobot EFE Oleh Responden .................... 143

6. Pengisian Kuesioner Bobot EFE Oleh Responden (lanjutan)..... 144

7. Matriks IFE Taman Sringanis ..................................................... 145

8. Matriks EFE Taman Sringanis .................................................... 146

9. Pemberian Nilai Peringkat (rating) Terhadap


Kekuatan dan Kelemahan .......................................................... 147

10. Pemberian Nilai Peringkat (rating) Terhadap


Peluang dan Ancaman................................................................. 148

11. Matriks QSPM untuk Faktor Strategis Internal .......................... 149

12. Matriks QSPM untuk Faktor Strategis Eksternal........................ 150

13. Total Skor Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja................ 151

14. Model Kuesioner Penelitian........................................................ 152

15. Tabel Atribut Taman Sringanis................................................... 156


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora dan berdasarkan

ribuan jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia.

Sekitar 26 persen telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74 persen masih

tumbuh liar di hutan-hutan. Adapun tanaman yang telah dibudidayakan, lebih dari

940 jenis digunakan sebagai obat tradisional (Syukur dan Hermani, 2002).

Obat tradisional yang selama ini kenal, merupakan produk yang dikenal

sebagai jamu, berupa bubuk ramuan ataupun cairan dari godokan/rebusan

ramu-ramuan dari bahan-bahan tumbuhan alam (tanaman obat), yang cara

produksi maupun formulasinya menggunakan cara yang sudah ada sejak turun

temurun. Di sisi lain, obat tradisional yang dihasilkan saat ini merupakan hasil

dari tumbuh-tumbuhan alam yang diekstrak dan diproduksi berdasarkan penelitian

dari ilmuwan-ilmuwan dan dikemas dengan teknologi mutahir dalam

bentuk/tampilan yang menarik, rasa ataupun khasiat yang lebih spesifik, serta

mudah dalam cara pemakaiannya. Obat tradisional tidak selalu diproses secara

tradisional. Saat ini, obat tradisional banyak diproses dengan cara moderen, atau

dengan kata lain yang lebih ditekankan adalah basis bahan baku alami/hayati.

Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini cenderung meningkat

sejalan dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi,

kosmetik, makanan, dan minuman. Tanaman obat yang dipergunakan biasanya

dalam bentuk simplisia (bahan yang telah dikeringkan dan belum mengalami

pengolahan apa pun). Simplisia tersebut berasal dari akar, daun, bunga, biji, buah,
terna, dan kulit batang. Pemanfaatan obat tradisional Indonesia akan terus

meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi

kebudayaan memakai jamu. Beberapa bahan baku jamu juga telah menjadi

komoditas ekspor yang andal untuk menambah devisa negara.

Berdasarkan data ekspor tanaman obat menurut negara tujuan ekspor,

Hongkong merupakan pasar utama tanaman obat Indonesia karena mempunyai

nilai ekspor yang paling besar, walaupun nilai setiap tahunnya berfluktuasi.

Rata-rata ekspor tanaman obat Indonesia ke Hongkong setiap tahunnya sebesar

730 ton dengan nilai sebesar US$ 526.6 ribu. Ekspor terbesar kedua adalah ke

Singapura dengan rata-rata ekspor setiap tahunnya mencapai 582 ton dengan nilai

sebesar US$ 647 ribu. Jerman merupakan tujuan ekspor terbesar ketiga dengan

tingkat ekspor rata-rata tiap tahunnya mencapai sebesar 155 ton dengan nilai

sebesar US$ 112.4 ribu. Tujuan ekspor tanaman obat Indonesia berikutnya adalah

Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia (Syukur dan Hermani, 2002).

Obat-obatan tradisional mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan

dengan obat-obatan moderen, salah satunya adalah dalam hal harga yang lebih

murah. Bahan baku obat-obatan tradisional juga mudah didapat karena dibuat

dari tumbuh-tumbuhan yang berasal dari sekitar masyarakat itu sendiri sehingga

dapat diproduksi sendiri.

Bagi para pengusaha, pengembangan obat tradisional mempunyai prospek

yang cerah khususnya bagi usaha kecil dan koperasi karena tidak membutuhkan

modal yang relatif besar untuk memulainya. Menurut Seodibyo (2004), terdapat

beberapa faktor pendukung dalam perkembangan industri obat tradisional, antara

lain :
1. Adanya berbagai peraturan yang memberikan peluang pemakaian tanaman

obat yang lebih banyak yaitu peraturan tentang Ketentuan Cara Pembuatan

Obat Tradisional yang baik (CPOTB) dalam SK Menkes No.

659/Menkes/SK/X/1991. Salah satu dampak peraturan tersebut adalah

tumbuhnya industri-industri obat tradisional khususnya yang berbentuk

industri kecil karena dipermudahnya peraturan mengenai perijinan dan

registrasi (pendaftaran) obat-obatan tradisional.

2. Dibentuk dan berkembangnya organisasi yang bertujuan untuk

mengembangkan tanaman obat tradisional, misalnya Perhimpunan Peneliti

Bahan Alam (PERHIPBA), Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu), Kelompok

Kerja Nasional Tanaman Obat Tradisional Indonesia (POKJANAS TOI),

Koperasi Produsen Obat Tradisional Bhineka Karya Manunggal dan

sebagainya.

3. Adanya kecenderungan masyarakat saat ini baik di Indonesia maupun di dunia

untuk kembali ke alam (back to nature) dengan memanfaatkan bahan-bahan

alam bagi perawatan kesehatan dan penyembuhan penyakit. Kecenderungan

ini dipelopori oleh negara-negara barat karena pemanfaatan bahan-bahan

sintesis yang selama ini dilakukan menimbulkan dampak negatif bagi

kesehatan.

4. Pengakuan internasional bahwa Indonesia merupakan negara yang paling

maju di bidang obat tradisional di Asia Tenggara. Hal ini dibuktikan dengan

penunjukkan Indonesia oleh WHO (World Health Organization) dan UNDP

(United Nations Development Program) sebagai koordinator kegiatan-


kegiatan di bidang obat tradisional, terutama dalam melakukan standarisasi

obat tradisional.

5. Kebijakan pemerintah Indonesia untuk memberlakukan Strategi Perawatan

Kesehatan Dini (Strategy Primary Health Care) dalam rangka pemerataan

kesehatan masyarakat secara global. Dalam strategi ini, sistem pengobatan

tradisional diikutsertakan karena mempunyai kaitan dengan sosial budaya

masyarakat, murah dan mudah digunakan tanpa memerlukan peralatan dan

teknologi yang tinggi dalam membuat dan menggunakannya.

Tanaman obat merupakan bagian dari obyek wisata yang memanfaatkan

usaha pertanian (agro) sebagai obyek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas

pengetahuan, pengalaman, rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian,

meningkatkan pendapatan petani, dan memelihara budaya serta teknologi lokal

yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya.

Obyek pertanian yang dikemas dan ditawarkan sebagai produk agrowisata

sangat banyak dan bervariasi, seperti Agrowisata Gunung Mas Puncak, Taman

Buah Mekarsari, Taman Bunga Nusantara Cianjur, Agrowisata Apel Batu

Malang, dan masih banyak lagi tempat-tempat yang menawarkan keindahan alam,

serta lokasi pengolahan dimana pengunjung dapat melihat proses produksinya.

Agrowisata tanaman obat adalah obyek wisata pertanian yang menarik,

unik dan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan karena sejak krisis

moneter yang berkepanjangan mendongkrak harga obat-obatan, masyarakat mulai

melirik obat-obatan tradisional yang memang khasiatnya tidak kalah dengan

obat-obatan mederen dan harganya yang jauh lebih murah. Banyak masyarakat

yang kembali sehat dengan obat-obatan tradisional membuat konsumen ingin


mengetahui lebih banyak akan tanaman obat mulai dari bentuk fisik, cara

budidaya, khasiatnya hingga penggunaan tanaman obat yang benar. Disinilah

agrowisata tanaman obat mulai menjadi alternatif wisata bagi peminat tanaman

obat.

Taman Sringanis yang terletak di Desa Cimanengah, Cipaku, Bogor

merupakan salah satu usaha penyedia jasa kawasan agrowisata yang menawarkan

tanaman obat sebagai obyek wisatanya. Taman Sringanis mencoba untuk bersaing

dengan objek-objek wisata lain yang telah dahulu mapan, saat ini Taman

Sringanis mengoleksi kurang lebih 450 Jenis tanaman obat dari kurang lebih 940

jenis tanaman obat yang dibudidayakan di Indonesia. Pengunjung Taman

Sringanis dapat mempelajari jenis-jenis tanaman obat di kebun pembibitan dengan

lingkungan taman dan kebun. Sebagai pengelola Taman Sringanis harus

menempatkan pengunjung sebagai prioritas utama. Kepuasan pengunjung sebagai

konsumen jasa agrowisata yang ditawarkan patut menjadi perhatian. Hal ini

dikarenakan keberadaan objek agrowisata sangat tergantung pada jumlah

pengunjung yang datang.

1.2 Perumusan Masalah

Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk

diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi untuk memuaskan dan

memenuhi keinginan konsumen. Oleh sebab itu, suatu produk dikatakan berhasil,

apabila dapat benar-benar memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dalam

hal ini, strategi produk merupakan strategi yang dilaksanakan perusahaan

berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk tidak hanya


menyangkut produk yang dipasarkan tetapi juga mencakup atribut-atribut produk

(Kotler, 1997).

Strategi yang dijalankan Taman Sringanis saat ini masih sangat sederhana

yaitu informasi dan penyuluhan (kunjungan, ceramah/talkshow, magang,

penerbitan media cetak dan elektronik, dan pameran), pelatihan (tanaman obat

seperti “ramuan, makanan dan minuman, budidaya”, akupresur, olah nafas dan

meditasi prana, serta HIV/AIDS), penyebarluasan tanaman obat dan ramuan

(pembibitan, budidaya tanaman obat dan produk pasca panen, produk dan ramuan

yang informatif), pelayanan kesehatan (pengobatan dan konsultasi seperti

refleksi/akupresur dan akupuntur, prana, dan ramuan).

Sebagai salah satu unit usaha, Taman Sringanis masih menghadapi

berbagai kendala dalam pengembangan usaha. Sejak berdiri tahun 1998, usaha ini

masih menghadapi kendala baik internal maupun eksternal dalam proses

perkembangan usahanya.

Kendala-kendala internal ini antara lain sumberdaya manusia, keuangan,

produksi operasi dan pemasaran. Kendala-kendala pada sumberdaya manusia

adalah karena jumlahnya masih sedikit hanya sepuluh orang dan hanya satu orang

yang berpendidikan sarjana, selain itu peralatan yang digunakan masih sederhana

dan masih berskala rumah tangga, sehingga kapasitas produksinya masih sedikit.

Kendala pada bagian pemasaran yaitu belum adanya karyawan dibidang

pemasaran yang dapat berkonsentrasi memasarkan, sehingga menyebabkan

belum adanya inovasi sistem pemasaran , sistem distribusi, promosi dan

penjualan, serta belum adanya armada distribusi, sehingga jangkauan

pemasarannya masih terbatas. Dari segi keuangan masih terbatas karena hingga
saat ini belum ada investor yang bersedia menanamkan modalnya sebagai modal

kerja dan modal tetap. Dana yang ada saat ini hanya diperoleh dari dana sendiri

dan hasil penjualan sendiri. Pengembangan produk yang belum memadai terutama

dalam kemasan dan registrasi dari DEPKES yang hanya berupa Sertifikat

Penyuluhan (SP). Kemasan yang ada saat ini masih berupa kemasan plastik yang

dibungkus dengan kertas sehingga kurang menarik konsumen dan masih mudah

terkontaminasi.

Pengaruh eksternal lain : semakin menjamurnya produk-produk yang

berbahan baku biofarmaka sehingga dapat menjadi pesaing yang kuat hal ini

ditunjukkan semakin banyaknya produk-produk berbahan baku biofarmaka yang

membanjiri pasar serta lembaga atau yayasan yang membuat produk berbahan

baku biofarmaka, misalnya Karyasari, PT. Mahkota Dewa, CV Morinda, serta

produk berbahan baku biofarmaka yang mulai dikembangkan oleh industri

farmasi besar sehingga dapat mengambil pangsa pasar yang ada, serta belum

adanya manajemen internal yang baik untuk merumuskan strategi pengembangan

usaha dan mempertahankan usaha yang telah berjalan.

Taman Sringanis merupakan usaha yang baru dalam bidangnya di kota

Bogor dan keberadaannya dalam industri obat tradisional cukup lama, yaitu 10

tahun. Taman Sringanis yang terletak di Desa Cipaku merupakan taman

percontohan obat tradisional yang melakukan produksi obat yang berbentuk

simplisia, umbi segar, teh/serbuk, dan minuman instan. Taman Sringanis memiliki

misi yang tidak berorientasi pada laba, tetapi berusaha sebagai sarana untuk

pelestarian dan pengembangan alam serta membantu meningkatkan pemanfaatan


dan kesadaran masyarakat akan warisan budaya bangsa, yaitu pengobatan

tradisional yang menggunakan obat-obatan alamiah/tradisional.

Melihat prospek ini Taman Sringanis sejak tahun 1998 menjadikan kebun

obatnya menjadi agrowisata yang menawarkan objek wisata yang unik dan

menarik berupa wisata kebun tanaman obat. Rekreasi yang ditawarkan adalah

rekreasi yang bersifat pengetahuan dengan mengenali dan mempelajari jenis-jenis

tanaman obat disajikan dalam bentuk seminar kebun dan senam kebugaran yang

terdapat dalam paket agrowisatanya.

Produk kepariwisataan (agrowisata) termasuk salah satu produk jasa dan

pengunjung merupakan bagian dari proses produksinya, dimana proses produksi

dan konsumsi terjadi dalam waktu yang bersamaan. Dengan demikian, kepuasan

atau ketidakpuasan yang dialami pengunjung sebagai konsumen akan terjadi pada

saat yang bersamaan pula.

Eksistensi suatu objek wisata sangat tergantung pada pengunjung.

Pengelola atau pengusaha agrowisata harus dapat melihat pengunjung sebagai

faktor yang menentukan dan menjadi prioritas utama. Tanpa adanya pengunjung

keberadaan suatu objek wisata tidak berarti apa-apa. Untuk itu, pelayanan yang

terbaik dan sarana yang memadai dalam menikmati objek wisata ini patut menjadi

perhatian.

Kondisi lingkungan yang dihadapi oleh Taman Sringanis saat ini berbeda

dengan kondisi di masa lalu karena terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai

aspek yang terdapat didalamnya. Berbagai perubahan lingkungan internal, antara

lain pengelolaan manajemen yang kurang profesional, kualitas SDM yang masih

rendah, kinerja pemasaran yang kurang efektif, disertai dengan


permasalahan-permasalahan eksternal seperti kebijakan pemerintah tentang

otonomi daerah, perdagangan bebas, pertumbuhan ekonomi Indonesia, laju inflasi,

menyebabkan perlunya perumusan strategi untuk mengantisipasi adanya berbagai

perubahan lingkungan tersebut. Perubahan tersebut menciptakan tantangan besar

bagi Taman Sringanis sehingga dibutuhkan analisis perencanaan strategis.

Perencanaan strategis merupakan proses penyusunan perencanaan jangka panjang

yang bertujuan agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi

internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan

lingkungan eksternal. Pengetahuan mengenai lingkungan perusahaan akan

menolong dalam pengembangan usahanya dan meningkatkan efisiensi operasi.

Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal apa

sajakah yang berpengaruh terhadap pengembangan Taman Sringanis.

Oleh karena itu Taman Sringanis membutuhkan manajemen yang baik

untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya. Hal ini dapat diupayakan

melalui perumusan strategi pengembangan usaha, dengan terlebih dahulu

mengidentifikasi faktor-faktor kelemahan dan kekuatan yang dimiliki, serta

mengidentifikasi faktor-faktor peluang dan ancaman yang dihadapi Taman

Sringanis, kemudian dikombinasikan menjadi suatu strategi usaha yang dapat

dilaksanakan oleh manajemen Taman Sringanis. Berdasarkan fakta-fakta

di atas maka permasalahan utama yang dihadapi Taman Sringanis dalam

mengembangkan usahanya saat ini, yaitu:

1. Bagaimana kondisi lingkungan internal dan eksternal yang melingkupi Taman

Sringanis saat ini ?


2. Apakah berbagai atribut atau jasa yang ditawarkan Taman Sringanis telah

sesuai dengan harapan konsumen ?

3. Alternatif strategi apa yang sebaiknya diterapkan untuk mengembangkan

usaha Taman Sringanis sebagai kebun obat tradisional ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kondisi internal dan eksternal yang melingkupi Taman

Sringanis sebagai kebun obat tradisional.

2. Menganalisis penilaian konsumen terhadap atribut Taman Sringanis sebagai

kebun obat tradisional.

3. Memberikan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan

usaha Taman Sringanis sebagai kebun obat tradisional, dengan mengikutkan

juga pendapat konsumen.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan bagi pengelola

Taman Sringanis dalam penyusunan rencana pengembangan, pemanfaatan dan

pelestarian kebun obat Taman Sringanis khususnya pengembangan program

pelestarian pemanfaatan tanaman obat. Penelitian ini juga semoga dapat berguna

sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi Taman Sringanis dalam membuat

keputusan strategi untuk pengembangan usahanya, untuk pemerintah sebagai

masukan dalam pengembangan agrowisata tanaman obat yang masih terbilang

baru untuk jenis agrowisata dan hasil ini juga dapat dijadikan bahan rujukan untuk
penelitian selanjutnya, serta untuk peneliti agar mengetahui kenyataan di lapangan

dan membandingkannya dengan teori dan juga menambah wawasan.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi hanya pada tahap pertama proses manajemen

strategi, yaitu tahap formulasi strategi dengan menggunakan metode tahap

pemasukan dan tahap pemanduan. Hasil formulasi strategi ini dmaksudkan untuk

memberikan masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen dalam

melakukan perencanaan, sedangkan tahap implementasi dan tahap evaluasi

strategi di perusahaan merupakan wewenang penuh manajemen perusahaan.

Obat tradisional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah obat

tradisional yang dikonsumsi, bukan obat luar (salep/parem). Obat ini berbentuk

simplisia, umbi segar, teh/serbuk, dan minuman instant. Penelitian ini juga

memiliki keterbatasan yaitu penelitian bersifat subjektif (tergantung pada tingkat

persepsi responden).
12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agrowisata

2.1.1 Pengertian Agrowisata

Agrowisata merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris

Agrotourism. Dilihat dari asal katanya, Agro berarti pertanian dan tourism berarti

pariwisata/kepariwisataan. Agrowisata atau agrotourism adalah berwisata ke

daerah pertanian. Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat,

perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Tidak hanya dilihat dari

hasilnya, namun terkait lebih luas dengan ekosistemnya, bahkan lingkungan

secara umum Septriani (2001).

Menurut Nurisyah dalam Nurdiana (2004), agrowisata adalah rangkaian

aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan dan sektor

pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai sistem,

skala dan bentuk dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pemahaman,

pengalaman dan rekreasi di bidang pertanian ini.

Sajian yang diberikan pada wisatawan tidak hanya pemandangan kawasan

pertanian yang panoramik dan kenyamanan di alam pertanian, tetapi juga aktivitas

petani beserta teknologi khas yang digunakan dan dilakukan dalam lahan

pertanian. Wisatawan dapat mengikuti aktivitas ini, menikmati produk segar

pertanian yang tersedia, mempelajari nilai historik lokasi, arsitektur, atau budaya

pertanian yang khas dan kombinasi dari berbagai ciri tersebut.

Aktivitas pertanian ini mencakup persiapan lahan, pembibitan,

penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil dan juga pasar hasil

pertanian. Dalam aktivitas agrowisata ini, petani yang berada dalam kawasan
13

agrowisata, dapat menjadi obyek atau bagian dari sistem pertanian yang

ditawarkan pada aktivitas wisata tetapi juga dapat bertindak sebagai pemilik atau

pengelola kawasan wisata ini.

2.1.2 Ruang Lingkup dan Potensi Agrowisata

Penentuan klasifikasi agrowisata didasari oleh konsep dan tujuan

pengembangan agrowisata, jenis-jenis obyek agrowisata beserta daya tarik obyek

tersebut. Daya tarik agrowisata terdiri dari komoditi usaha agro, sistem sosial

ekonomi dan budaya, sistem teknologi dan budidaya usaha agro, peninggalan

budaya agro, budaya masyarakat, keadaan alam dan prospek investasi pada usaha

agro tersebut. Ruang lingkup dan potensi agrowisata oleh Team Menteri

Rakornas Wisata Agro pada tahun 1992 Betrianis dalam Nurdiana (2004)

dijelaskan :

1. Tanaman Pangan

Daya tarik tanaman pangan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai

berikut : (1) Bunga-bungaan. Bunga-bungaan yang mempunyai kekhasan

sebagai bunga Indonesia, cara pemeliharaan yang masih tradisional, bunga

yang dikaitkan dengan segi keindahan antara lain seni merangkai bunga,

pameran bunga, taman bunga dan sebagainya, serta budidaya bunga.

2) Buah-buahan. Kebun buah-buahan pada umumnya di desa atau di

pegunungan dan mempunyai pemandangan alam sekitarnya yang indah,

memperkenalkan kota-kota di Indonesia berdasarkan daerah asal buah tersebut

cara-cara tradisional pemetikan buah, tingkat pengelolaan buah di pabrik,

budidaya buah-buahan seperti apel, anggur, jeruk dan lain-lain.


14

3) Sayuran. Kebun sayuran pada umumnya di desa atau pegunungan dan

mempunyai pemandangan alam sekitar yang indah, cara-cara tradisional

pemeliharaan dan pemetikan sayuran, teknik pengelolaan, budidaya sayuran

dan lain-lain.

4) Jamu-jamuan. Pemeliharaan dan pengadaan bahan, pengolahan bahan

(tradisional dan modern), berbagai khasiat jamu-jamuan, dan jamu sebagai

kosmetik tradisional dan modern.

Ruang lingkup kegiatan subsektor tanaman pangan adalah sebagai berikut :

(1) Lingkup komoditas yang ditangani meliputi komoditas tanaman padi,

palawija dan komoditas tanaman hortikultura, dan (2) lingkup kegiatan yang

ditangani meliputi kegiatan usaha tani tanaman pangan (padi, palawija,

hortikultura) yang terdiri dari berbagai proses kegiatan pra panen, pasca

panen/pengelolaan hasil sampai pemasarannya.

2. Perkebunan

Daya tarik perkebunan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut :

(1) Daya tarik historis bagi wisata alam, (2) lokasi perkebunan, pada

umumnya terletak di daerah pegunungan dan mempunyai pemandangan alam

dan berhawa segar, (3) cara-cara tradisional dalam pola bertanam,

pemeliharaan, pengelolaan dan prosesnya, dan (4) tingkat teknik pengelolaan

yang ada dan sebagainya.

3. Peternakan

Daya tarik peternakan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut :
15

(1) Pola peternakan yang ada, (2) cara-cara tradisional dalam peternakan, (3)

tingkat teknik pengelolaan dan sebagainya, dan (4) budidaya hewan ternak dan

lain-lain.

Ruang lingkup obyek wisata peternakan meliputi :

(1) Pra produksi : pembibitan ternak, pabrik pakan ternak, pabrik obat-obatan

dan lain-lain, (2) kegiatan produksi : usaha peternakan unggas, ternak perah,

ternak potong dan aneka ternak, dengan pola PIR, pola bapak angkat,

perusahaan swasta, koperasi BUMN dan usaha perseorangan, (3) pasca

produksi : pasca panen susu, daging telur, kulit dan lain-lain, dan (4) kegiatan

lain: penggemukan ternak, karapan sapi, adu domba, pacu itik, balap kuda

dan lain-lain.

4. Perikanan

Daya tarik perikanan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut :

(1) Adanya pola perikanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, (2) cara-

cara tradisional dalam perikanan, (3) tingkat teknik pengelolaan dan

sebagainya, dan (4) budidaya perikanan.

Ruang lingkup obyek wisata perikanan meliputi :

(1) Kegiatan penangkapan ikan, yang merupakan suatu kegiatan usaha untuk

memperoleh hasil perikanan melalui usaha penangkapan pada suatu kawasan

perairan tertentu di laut atau perairan umum (danau, sungai, rawa, waduk, atau

genangan air lainnya). Kegiatan ini ditunjang oleh penyediaan prasarana di

darat berupa Pusat Pendaratan Ikan atau Pelabuhan Perikanan.

(2) Kegiatan perikanan budidaya yang merupakan suatu kegiatan untuk

memperoleh hasil perikanan melalui usaha budidaya perikanan yaitu


16

mencakup kegiatan usaha pembenihan dan pembesaran. Kegiatan budidaya

perikanan ini sebagai berikut : (a) kegiatan budidaya ikan tawar (yaitu usaha

budidaya perikanan yang dilakukan di perairan tawar, baik di kolam maupun

perairan umum), (b) kegiatan air payau (yaitu usaha budidaya perikanan yang

dilakukan di perairan payau atau kawasan pasang surut dan biasa dikenal

dengan tambak), dan (c) kegiatan budidaya laut (yaitu usaha budidaya

perikanan yang dilakukan di perairan laut).

(3) Kegiatan pasca panen yang merupakan kegiatan penanganan hasil

perikanan yang dilakukan pada periode setelah tangkap dan sebelum

dikonsumsi. Kegiatan ini merupakan upaya penanganan, pengolahan dan

pemasaran hasil perikanan

Pengembangan wisata merupakan upaya terhadap pemanfaatan potensi

atraksi wisata pertanian. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri

Pertanian dan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No.

KM.47/PW.004/MPPT-89 dan No. 204/Kpts/HK.050/4/1989, agrowisata sebagai

bagian dari obyek wisata diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang

memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas

pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian.

Agrowisata telah diberikan batasan sebagai wisata yang memanfaatkan obyek-

obyek pertanian. Secara umum, ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat

dikembangkan antara lain kebun raya, perkebunan, tanaman pangan dan

hortikultura, perikanan, dan peternakan (Tirtawinata dan Fachruddin, 1999).


17

2.2 Manfaat Agrowisata

Tirtawinata dan Fachruddin (1999) mengungkapkan beberapa manfaat dari

agrowisata, antara lain :

1. Meningkatkan konservasi lingkungan

2. Meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam

3. Memberikan nilai rekreasi

4. Meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan

5. Mendapatkan keuntungan ekonomi

Sulistyantara (1990) menjelaskan bahwa agrowisata diperkotaan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut: (1) Agrowisata melibatkan tegaknya

tanaman (vegetasi) dapat memberikan manfaat dalam perbaikan kualitas iklim

mikro, (2) Pengembangan agrowisata ikut menjaga kelestarian lingkungan hidup

perkotaan selain memperbaiki iklim mikro, juga menjaga siklus hidrologi dan

mengurangi erosi, (3) Kegiatan agrowisata akan meningkatkan kualitas kesehatan

lingkungan perkotaan yang pada akhirnya akan menunjang kesehatan

penggunanya, (4) Agrowisata dapat memberikan karya lingkungan yang estetis

jika dikelola dengan baik, dan (5) Agrowisata dapat menjadi sumber masukan

bagi perorangan, swasta maupun pemerintah daerah.

2.3 Pemilihan Lokasi Agrowisata

Di Indonesia, agrowisata mempunyai prospek yang sangat baik mengingat

potensi yang ada sangat beragam dan khas. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin

(1999) identifikasi suatu wilayah pertanian yang akan dijadikan obyek agrowisata

perlu dipertimbangkan secara matang. Kemudahan mencapai lokasi, karakteristik


18

alam. Sentra produksi pertanian, dan adanya kegiatan agroindustri merupakan

faktor yang dijadikan bahan pertimbangan. Perpaduan antara kekayaan komoditas

agraris dengan bentuk keindahan alam dan budaya masyarakat merupakan

kekayaan obyek wisata yang amat ternilai. Agar lebih menarik wisatawan, obyek

wisata perlu dilengkapi dengan prasarana dan sarana pariwisata, seperti

transportasi, promosi dan penerangan.

Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (1999) memberikan tiga

alternatif pemilihan lokasi pengembangan agrowisata, yaitu :

1. Memilih daerah yang mempunyai potensi agrowisata dengan masyarakat tetap

bertahan dalam kehidupan tradisional berdasarkan nilai-nilai kehidupannya.

2. Memilih suatu tempat yang dipandang strategis dari segi geografis pariwisata

tetapi tidak mempunyai potensi agrowisata sama sekali. Pada daerah ini akan

dibuat agrowisata buatan.

3. Memilih daerah yang masyarakatnya memperlihatkan unsur-unsur tata hidup

tradisional dan memiliki pola kehidupan pertanian secara luas termasuk

berdagang dan lain-lain, serta berada tidak jauh dari lalu lintas wisata yang

cukup padat.

2.3.1 Fasilitas Agrowisata

Agrowisata sebagai obyek wisata selayaknya memberikan kemudahan

bagi wisatawan dengan cara melengkapi kebutuhan prasarana dan sarananya.

Sarana dan prasarana dalam agrowisata dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

fasilitas obyek, fasilitas pelayanan dan fasilitas pendukung. Menurut Tirtawinata


19

dan Fachruddin (1999) fasilitas-fasilitas tersebut ditempatkan pada lokasi yang

tepat dan strategis sehingga dapat berfungsi secara maksimal.

Fasilitas obyek, menurut Suyitno (2001) dapat bersifat alami, buatan

manusia serta perpaduan antara buatan manusia dan keadaan alami. Terkait

dengan agrowisata yang termasuk fasilitas obyek diantaranya adalah lahan dan

produk pertanian serta kegiatan petani mulai dari budidaya sampai pasca panen.

Fasilitas pelayanan, menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1999) dan Suyitno

(2001) meliputi pintu gerbang, tempat parkir, pusat informasi, papan informasi,

jalan dalam kawasan agrowisata, toilet, tempat ibadah, tempat sampah, toko

cinderamata, restoran, tempat istirahat dan pramuwisata. Adapun yang termasuk

dalam fasilitas pendukung adalah jalan menuju lokasi, komunikasi dan promosi,

keamanan, sistem perbankan dan pelayanan kesehatan. (Tirtawinata dan

Fachruddin, 1999 dan Yoeti, 1996)

2.3.2 Tujuan dan Arah Pengembangan Agrowisata

Menurut Haeruman dalam Betrianis (1996), tujuan pengembangan

agrowisata adalah meningkatkan nilai kegiatan pertanian dan kesejahteraan

masyarakat pedesaan. Hal ini dimaksudkan bahwa penyiapan pengembangan

agrowisata tidak hanya obyek wisata pertaniannya saja yang disiapkan, tetapi juga

penyiapan masyarakat pedesaan untuk dapat menangkap nilai tambah yang

diberikan oleh kegiatan agrowisata tersebut.

Kegiatan pengembangan agrowisata menurut Deasy (1994) diarahkan pada

terciptanya penyelenggaraan dan pelayanan yang baik sehingga sebagai salah satu

produk pariwisata Indonesia, agrowisata dapat dilestarikan dan dikembangkan


20

dalam upaya diversifikasi pertanian dan pariwisata. Arah pengembangan ini

disesuaikan dengan potensi dan prioritas pembangunan pertanian suatu daerah.

2.3.3 Permasalahan yang Perlu Diperhatikan dalam Pengembangan


Agrowisata

Tirtawinata dan fachruddin (1999) mengemukakan bahwa selain masalah

konsep pengembangan sebuah obyek agrowisata, masalah di dalam pengelolaan

agrowisata juga perlu dicarikan jalan keluarnya. Berikut beberapa hal yang perlu

dijadikan perhatian adalah :

1. Potensi agrowisata yang belum dikembangkan sepenuhnya.

2. Promosi dan pemasaran agrowisata yang masih terbatas sehingga banyak

konsumen yang tidak mengetahui keberadaan agrowisata tersebut.

3. Kurangnya kesadaran pengunjung terhadap lingkungan.

4. Koordinasi antar sektor dan instansi terkait yang belum berkembang.

5. Terbatasnya kemampuan manajerial di bidang parawisata.

6. Belum adanya peraturan yang lengkap tentang agrowisata.

Oleh karena itu, Tirtawinata dan fachrudin (1999) mengusulkan agar pihak

pengusaha dan pengelola agrowisata membuat pedoman penyelenggaraan di

bidang agrowisata yang meliputi : (1) Penetapan obyek agrowisata yang dapat

dikunjungi (2) Tata cara berkunjung ke obyek agrowisata (3) Penjelasan mengenai

hal-hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh wisatawan selama berada di

kawasan agrowisata dan (4) Jadwal waktu untuk berkunjung ke obyek agrowisata.
21

2.5 Tanaman Obat

Tanaman obat merupakan tanaman yang mudah tumbuh meskipun

di lahan-lahan yang sudah tidak dapat ditanami tanaman lain. Menurut Rosita et

al dalam Songko (2002), tumbuhan obat adalah tumbuhan yang penggunaan

utamanya untuk keperluan obat-obatan, sedangkan menurut Hamid et al dalam

Songko (2002), tumbuhan obat adalah semua tumbuhan baik yang sudah ataupun

belum dibudidayakan, dapat digunakan sebagai obat dan berkisar dari yang

terlihat dengan mata hingga yang hanya nampak di bawah miskroskop. Menurut

Suhirman dalam Songko (2002), tumbuhan obat adalah tumbuhan yang bagian

tumbuhannya (daun, batang, atau akar) mempunyai khasiat sebagai obat dan

digunakan sebagai obat medern atau tradisional.

Pengertian obat-obatan menurut Rosita et al dalam Songko (2002) adalah

obat tradisional yang daya pengaruhnya belum dibuktikan secara medis, serta obat

fitoterapi dan obat modern yang secara medis sudah diketahui daya

penyembuhnya, Zuhud et al dalam Songko (2002) lebih rinci mengemukakan

bahwa tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau

dipercaya berkhasiat obat, dan dapat dikelompokkan menjadi : (1)

tumbuhan obat tradisional, yaitu tumbuhan yang diketahui atau dipercaya

masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat

tradisional, (2) tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah

telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan

penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis, dan (3) tumbuhan

obat potensial yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan


22

bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau medis

atau penggunaannya sebagai bahan baku obat tradisional sulit ditelusuri.

Menurut BPS (2004), tanaman obat didefinisikan sebagai tanaman yang

bermanfaat sebagi obat-obatan yang dikonsumsi dari berbagai tanaman berupa

daun, bunga, buah, umbi (rimpang) atau akar. Tabel 1 menunjukkan luas panen

produksi dan produktivitas tanaman obat-obatan tahun 2004 di Indonesia menurut

jenisnya.

Tabel. 1 Luas Panen Produksi dan Produktivitas Tanaman Obat-obatan Tahun


2004 di Indonesia menurut Jenisnya
Luas
Produksi Produktivitas
No Jenis Tanaman Panen
(Ton) (Ton/Ha)
(Ha)
1 Jahe (zingiber officinale) 6.610 118. 496 17.93
2 Laos/Lengkuas (alpina galanga) 1.148 27. 934 24.33
3 Kencur (kaempferia kalangan) 855 12. 848 15.03
4 Kunyit (tumeric domestica) 1.684 23. 993 14.25
5 Lempuyang (zingiber aromaticum) 255 4. 531 17.77
6 Temulawak (tumeric xanthorriza) 508 7. 174 14.12
7 Temuireng (tumeric aeruginosa) 266 3. 040 11.43
8 Kejibeling (hemigrafis alternata) 61 611 10.02
9 Dringo (dringo) 51 366 7.18
10 Kapulaga (Cardamon) 486 3. 539 7.28
Jumlah 11. 924 202.532 14.021
Sumber : BPS, 2005

2.5.1 Gambaran Umum Tanaman Obat Indonesia

Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati (biodiversity) yang kaya di

dunia khususnya tanaman obat, jumlahnya kurang lebih 940 spesies. Indonesia

mempunyai potensi besar untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman

obat, dilatarbelakangi oleh beberapa faktor pendukung yang sangat


23

menguntungkan. Diantaranya adalah ketersediaan potensi sumber daya flora,

keadaan tanah dan iklim, perkembangan industri obat modern dan tradisional,

industri makanan dan minuman, serta meningkatnya konsumen di dalam dan luar

negeri (Tirtawinata dan Fachruddin 1999).

Masyarakat Indonesia merupakan konsumen produk farmasi (obat-obatan,

jamu-jamuan, bahan-bahan kosmetik) yang cukup besar. Perkiraan kasar jika

pengeluaran setiap orang Rp 20.000,- per tahun saja, berarti dengan penduduk 200

juta orang, potensi pasar produk farmasi di Indonesia adalah sekitar Rp 4 trilyun

per tahun. Berdasarkan Sandra dan Kemala dalam Songko (2002) pemanfaatan

simplisia dalam negeri tahun 1983 adalah sebanyak 1.687.033 kg yang terdiri dari

164 jenis. Pada tahun 1984 mengalami peningkatan sebesar 2.217.226 kg yang

terdiri dari 153 jenis dengan demikian pemanfaatan simplisia pada tahun 1984

mengalami peningkatan sebesar 31.4 persen.

2.5.2 Definisi Obat Tradisional

Obat tradisional adalah obat asli Indonesia yang berasal dari tanaman obat,

proses produksinya masih tradisional dan belum diuji secarah ilmiah. Obat

tradisional ini berupa ramuan, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral,

sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara tradisional

telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Herba, 2002).

Pengertian obat tradisional diatas disempurnakan lagi dalam Menteri

Kesehatan RI Nomor 246/1992 yang meliputi beberapa hal yaitu :

a. Obat tradisional mencakup obat yang sudah terbungkus serta bahan baku atau

ramuan bahan. Definisi lama hanya mencakup obat jadi (ramuan) saja.
24

b. Obat tradisional mencakup semua ramuan yang berasal dari alam, baik yang

belum maupun yang sudah memiliki data klinis.

c. Obat tradisional dapat digunakan dalam pengobatan formal yang melibatkan

tenaga peran dokter.

Departemen Kesehatan (1994) membagi obat tradisional Indonesia

menjadi dua kelompok yaitu :

1. Kelompok jamu, yaitu obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia

yang sebagian besar belum mengalami standarisasi, bentuk sediaan masih

sederhana berwujud serbuk seduhan, rajangan untuk seduhan dan sebagainya.

Kegunaan masih sepenuhnya menggunakan istilah-istilah tradisional misalnya

sekalor tolak angin dan sebagainya, sampai saat ini kelompok ini yang lebih

berkembang luas di Indonesia.

2. Kelompok lainnya adalah fitoterapi yang lebih dikenal sebagai kelompok

fitomarka yaitu obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang

telah mengalami standarisasi dan telah dilakukan penelitian atas sediaannya,

kegunaannya jelas dan dapat diandalkan.

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.

661/Menkes/SK/VII/1994 tentang persyaratan dan bentuk obat tradisional, bentuk

obat tradisional yang diijinkan untuk diproduksi meliputi :

1. Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran

simplisia atau campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang

penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air

panas. Kandungan kadar air tidak lebih dari 10 persen.


25

2. Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat

halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik atau

campurannya. Kandungan air tidak lebih dari 10 persen.

3. Pil adalah sediaan obat tradisional berupa massa bulat, bahan bakunya berupa

serbuk simplisia, sediaan galenik atau campurannya. Kandungan air tidak

lebih dari 10 persen.

4. Kapsul adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau

lunak, bahan bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan

tambahan. Kandungan air isi kapsul tidak lebih dari 10 persen dan kapsul

memiliki waktu hancur tidak lebih dari lima menit.

5. Tablet adalah sediaan obat tradisional padat kompak, dibuat secara kempa

cetak, dalam bentuk tabung silindris atau bentuk lain. Kedua permukaannya

rata atau cembung terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan

tambahan. Kandungan air tidak lebih dari 10 persen dan memiliki waktu

hancur tidak lebih dari 20 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari

60 menit untuk tablet bersalut.

6. Parem, pilis, dan tapel adalah sediaan padat obat tradisional atau bentuk pasta,

bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik atau campurannya

dan digunakan sebagai obat luar. Kandungan airnya tidak lebih dari 10

persen.

7. Cairan obat dalam adalah sediaan obat tradisional berupa larutan simplisia

atau emulsi, bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan

sebagai obat luar.


26

8. Cairan obat luar adalah sediaan obat tradisional berupa larutan suspensi atau

emulsi, bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan

sebagai obat luar.

9. Salep atau krim adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, bahan

bakunya berupa sediaan galenik yang larut atau terdispensi homogen dalam

dasar salep atau krim yang cocok yang digunakan sebagai obat luar.

Menurut keputusan Menteri RI No. 230/Menkes/IX/76, yang dimaksud

dengan simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang

dikeringkan. Ada tiga macam simplisia yaitu :

1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh bagian tanaman

atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan

keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu di keluarkan dari selnya,

atau zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya

dan belum berupa zat kimia murni

2. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, zat yang

digunakan diambil dari hewan dan belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia pelikan atau minerat adalah simplisia yang berupa bahan pelikan

atau minerat yang belum diolah atau telah diolah dengan sederhana dan belum

berupa zat kimia murni.

2.6 Hasil Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ridjal (1997)

mengenai identifikasi unsur-unsur strategis dan analisis strategi dalam


27

pengembangan usaha agrowisata (studi pada pengembangan Taman Buah

Mekarsari), PT Mekar Sari Unggul (MUS) menjalankan berbagai bidang kegiatan

yang ada sesuai misi dan tujuan yang telah disusun. Misi-misi yang telah

ditetapkan menjadi pertimbangan pertama penentuan prioritas pelaksanaan

berbagai kegiatan yang ada. Pemilihan jenis strategi pengembangan Taman Buah

Mekarsari berpijak pada performa lingkungan usaha dengan perhatian lebih

kepada lingkungan internal dibandingkan eksternalnya. Secara umum lingkungan

internal lebih berisikan kelemahan dibandingkan kekuatan dan dalam lingkungan

eksternal berisikan banyak peluang dibanding ancaman. Dengan demikian, PT

MUS memilih jenis strategi WO yaitu meminimisasi kelemahan guna

memanfaatkan peluang dalam mengembangkan Taman Buah Mekarsari.

Penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (1999) mengenai analisis

pengembangan teh dan wisata agro ini pada sel I sehingga dapat dilaksanakan

strategi intensif (penetrasi pasar, integrasi hulu, dan integrasi horisontal).

Berdasarkan matriks SWOT dihasilkan empat set alternatif strategi yang didasari

dari hasil analisis faktor strategis baik peluang, ancaman maupun kekuatan dan

kelemahan yaitu strategi SO dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa

alami, mengorientasikan Gunung Mas sebagai pemimpin pasar di industri

pariwisata agro. Strategi ST dengan menerbitkan sektor informal, menonjolkan

keunggulan penginapan yang berada ditengah perkebunan teh. Strategi WO yaitu

meminta perhatian pemerintah untuk mengembangkan sumber daya dan penelitian

mengenai wisata agro, memanfaatkan kesempatan berpromosi, dan

pengembangan wisata agro Gunung Mas menjadi kategori usaha berkembang.

Strategi WT antara lain meyakinkan wisatawan bahwa situasi politik dan


28

keamanan bangsa tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi keamanan wisata

agro Gunung Mas melalui promosi aktif, melengkapi produk yang ditawarkan

yakni sarana hiburan anak, sarana operasional dan paket-paket wisata.

Wardhany (2002) menganalisis pengembangan wisata agro apel pada

Kusuma Agrowisata (PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya) Batu-Malang.

Hasil matriks I-E menunjukkan bahwa wisata agro apel Kusuma Agrowisata

berada pada sel I dimana perusahaan dapat menerapkan strategi dalam

menjalankan usahanya adalah tumbuh dan bina, terdiri dari strategi penetrasi

pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk, integrasi ke depan,

integrasi ke belakang, dan integrasi horisontal. Melalui model analisis General

Electrik, wisata agro apel Kusuma terjun ke dalam pasar yang memiliki daya tarik

sedang (3.448) dan memiliki kekuatan usaha yang sangat kuat (3.924) yang

diperlukan untuk berhasil dalam pasar tersebut. Posisi kompetitif wisata agro apel

ini mengharuskan perusahaan menerapkan strategi tumbuh efektif. Berdasarkan

hasil analisis Proses Hirearki Analitik menunjukkan bahwa jenis strategi SO

menjadi pilihan yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam pengembangan

strategi utama perusahaan. Sementara dari hasil analisis terhadap faktor-faktor

eksternal dan internal dengan menggunakan matriks SWOT diperoleh alternatif

strategi antara lain : Strategi SO yaitu mengoptimalkan keunggulan dan

pengelolaan wisata agro untuk menangkap kecenderungan selera konsumen.

Strategi ST yaitu dengan meningkatkan fungsi dan peranan klinik agribisnis

sebagi pusat informasi. Strategi WO yaitu meningkatkan kinerja pemasaran dan

efektivitas promosi untuk menjaring jumlah dan segmen konsumen yang lebih

banyak, dan strategi WT yaitu meminta peran pemerintah sebagai fasilitator.


29

Sofyan (2003) menganalisis tingkat kepuasan pengunjung objek

agrowisata Taman Buah Mekarsari Cileungsi Bogor. Penelitian tentang kepuasan

kawasan agrowisata Taman Buah Mekarsari membahas mengenai tingkat

kepuasan yang didapat pengunjung, serta faktor-faktor lain yang

menpengaruhinya. Kepuasan yang timbul merupakan hasil dari perbandingan

antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan yang diterima konsumen.

Hasil penelitian terdahulu menjadi referensi dalam melakukan penelitian

Strategi Pengembangan Potensi Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis,

Bogor yang memang belum pernah dilakukan.


30

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Manajemen Strategi

Menurut David (2002), manajemen strategis didefinisikan sebagai seni dan

pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi

keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai

obyektifnya. Fokus manajemen strategis terletak pada memadukan manajemen,

pemasaran, keuangan, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta

sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi. Sedangkan

menurut Pearce dan Robinson (1997), manajemen strategi adalah sebagai

kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan

pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai

sasaran-sasaran perusahaan.

Pearce dan Robinson (1997) menjelaskan bahwa dalam proses manajemen

strategik terdiri dari sembilan tugas penting, yaitu :

1. Merumuskan misi perusahaan, meliputi rumusan umum tentang maksud

keberadaan (purpose), filosofi (philosophy), dan tujuan (goal).

2. Mengembangkan profil perusahaan yang mencerminkan kondisi internal dan

kapabilitasnya.

3. Menilai lingkungan eksternal perusahaan, meliputi baik pesaing maupun

faktor-faktor kontekstual umum.

4. Menganalisis opsi perusahaan dengan mencocokkan sumber dayanya dengan

lingkungan eksternal.
31

5. Mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki dengan mengevaluasi setiap

opsi yang ada berdasarkan misi perusahaan.

6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum (grand

strategy) yang akan mencapai pilihan yang paling dikehendaki.

7. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai

dengan sasaran jangka panjang dan strategi umum yang dipilih

8. Mengimplementasikan pilihan staregik dengan cara mengalokasikan

sumberdaya anggaran yang menekankan pada kesesuaian antara tugas, SDM,

struktur, teknologi, dan sistem imbalan.

9. Mengevaluasi keberhasilan proses strategik sebagai masukan bagi

pengambilan keputusan yang akan datang.

3.2 Model Manajemen Strategi

Proses manajemen strategis paling baik dapat dipelajari dan ditetapkan

menggunakan suatu model. Setiap model menggambarkan semacam proses.

Kerangka kerja yang diilustrasikan dalam Gambar 1. merupakan model

komprehensif dari proses manajemen strategis yang menggambarkan pendekatan

yang jelas dan praktis untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan

mengevaluasi strategi.

Proses manajemen strategis bersifat dinamis dan berkelanjutan. Suatu

perubahan dalam salah satu komponen utama dalam model dapat memaksa

perubahan dalam salah satu atau semua komponen yang lain. Oleh karena itu,

aktivitas merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasikan strategi

harus dilaksanakan secara terus-menerus.


32

Melakukan
Audit
Eksternal

Mengem Menetapkan Menghasilkan, Menetapkan Mengalo Mengukur


bangkan Sasaran Jangka Mengevaluasi, Kebijakan dan kasikan dan Mengeva
Pernyataan Panjang dan Memilih Sasaran Sumber luasi
Misi Strategi Tahunan Daya Prestasi

Melakukan
Audit
Internal

Gambar 1. Model Manajemen Strategi


Sumber : David, 2002

Adanya model rangkaian manajemen yang berisi langkah-langkah yang

diambil akan memudahkan pihak perusahaan untuk mengambil kebijakan yang

tepat sasaran. Rumusan strategi yang dihasilkan maka sebelum diimplementasikan

perlu dilakukan evaluasi. Hal ini sangat penting karena adanya strategi baru maka

akan terjadi perubahan. Dalam menjalankan strategi yang terpilih perusahaan juga

melihat seberapa efektifkah tingkat pelaksanaan dan kepentingan dari strategi dan

diakhiri, tahu dilakukan evaluasi kembali apakah strategi ini masih layak untuk

dijalankan.

3.3 Struktur Manajemen Strategi

Berdasarkan Pearce dan Robinson (1997), struktur manajemen strategi

bagi perusahaan dengan industri majemuk terdiri dari tingkatan, yaitu tingkat

korporasi (perusahaan), tingkat bisnis dan tingkat fungsional. Hal ini dapat dilihat

pada Gambar 2.
33

Strategi Korporasi

Bisnis 1 Bisnis 2 Bisnis 3

Strategi Produksi- Strategi Strategi Strategi Hubungan


Operasi/Litbang Keuangan/Akunting Pemasaran Karyawan

Keterangan : I = Tingkat Korporasi atau Manajemen Perusahaan

II = Tingkat Bisnis atau Manajemen Puncak SBU

III = Tingkat Fungsional atau Manajemen Madya dan Pengawasan

Gambar 2. Struktur Manajemen Strategi


Sumber : Pearson dan Robinson (1997)

Strategi tingkat perusahaan (korporat), menggambarkan arah yang

menyeluruh bagi suatu perusahaan dalam pertumbuhan dan pengelolaan berbagai

bidang usaha untuk mencapai keseimbangan produk/jasa yang dihasilkan.

Strategi tingkat perusahaan biasanya sebagai arahan dasar berbagai strategi pada

unit usaha (bisnis) dan strategi fungsional yang disusun. Eksekutif tingkat

korporasi bertanggung jawab atas kinerja keuangan perusahaan dan atas

pencapaian tujuan-tujuan bukan keuangan seperti memperkuat citra perusahaan

dan memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan.

Di tingkat bisnis, para manajer harus menterjemahkan rumusan arah dan

keinginan yang dihasilkan di tingkat korporasi ke dalam sasaran dan strategi yang

kongkrit untuk masing-masing divisi usaha pada intinya, para manajer strategik

tingkat bisnis menentukan bagaimana perusahaan akan bersaing di arena pasar

produk (product-market) tertentu. Mereka berusaha mengidentifikasi dan

mengamankan segmen-segmen pasar yang paling prospektif dalam arena tersebut.


34

Segmen ini merupakan bagian dari pasar total yang dapat dikuasai perusahaan

karena keunggulan bersaingnya.

Manajer di tingkat fungsional menyusun sasaran tahunan dan strategi

berjangka pendek dibidang-bidang seperti produksi, operasi, riset dan

pengembangan, keuangan dan akunting, pemasaran dan hubungan karyawan.

Tanggung jawab utama manajer ditingkat fungsional adalah

mengimplementasikan atau melaksanakan rencana strategik perusahaan. Mereka

menangani masalah-masalah seperti efisiensi dan efektivitas sistem produksi dan

pemasaran, kualitas layanan pelanggan, dan sukses produk dan jasa tertentu guna

meningkatkan bagian pasar perusahaan.

Dalam praktiknya, tiga tingkatan manajemen strategik ini disesuaikan

dengan keadaan perusahaan. Perusahaan yang hanya menangani satu bisnis/usaha

kecil, tanggung jawab tingkat korporasi (perusahaan) dan unit bisnis terpusat pada

satu kelompok direktur, staf dan manager. Sedangkan struktur perusahaan klasik

memiliki tiga tingkat operasional yang lengkap yaitu tingkat korporasi, tingkat

bisnis, dan tingkat fungsional.

3.4 Misi Bisnis

Misi suatu perusahaan adalah tujuan (purpose) unik yang membedakannya

dari perusahaan lain yang sejenis dan mengidentifikasi cakupan operasinya.

Secara ringkas, misi menguraikan produk, pasar, dan bidang teknologi yang

digarap perusahaan yang mencerminkan nilai dan prioritas dari para pengambil

keputusan strategiknya (Pearce dan Robinson, 1997).


35

Berdasarkan uraian tersebut maka misi merupakan suatu pernyataan yang

mengidentifikasi ruang lingkup operasi perusahaan dalam batasan produk dan

pasar. Pernyataan misi yang efektif mengandung komponen-komponen, antara

lain: (1) Siapa konsumen pemakai produk, (2) apa produk/jasa yang dihasilkan,

(3) pasar yang akan dimasuki, (4) teknologi apa yang dipakai, (5) perhatian

terhadap survival, pertumbuhan dan keuntungan, (6) filsafat organisasi, (7) konsep

diri, (8) perhatian terhadap citra perusahaan, (9) perhatian terhadap pekerja

(David, 2002).

3.5 Analisis Lingkungan Usaha

Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang dapat mengenali dan

berinteraksi secara menguntungkan terhadap kebutuhan-kebutuhan dan

kecenderungan-kecenderungan yang belum terpenuhi dalam lingkungannya

(Kotler, 1997). Lingkungan usaha dapat dibagi menjadi dua lingkungan yaitu

lingkungan eksternal yang terdiri dari variabel-variabel ancaman dan peluang

yang berada diluar kontrol manajemen perusahaan, dan lingkungan internal yang

terdiri atas variable-variabel yang merupakan kekuatan dan kelemahan perusahaan

dan berada dalam kontrol manajemen perusahaan.

3.5.1 Analisis Lingkungan Eksternal

Realisasi misi perusahaan akan menjadi sulit dilakukan jika perusahaan

tidak berinteraksi dengan lingkungan eksternalnya. Umumnya perusahaan harus

memonitor faktor-faktor dalam lingkungan umum (ekonomi, sosial budaya,

politik dan pemerintahan, teknologi dan ekologi), lingkungan industri (hambatan


36

masuk, kekuatan pemasok, kekuatan pembeli, ketersediaan subtitusi, dan

persaingan antar perusahaan) dan lingkungan operasional (pesaing, kreditor,

pelanggan, tenaga kerja, dan pemasok). Ketiga faktor tersebut merupakan

landasan peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dalam lingkungan

bersaingnya. Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam

lingkungan perusahaan, sedangkan ancaman adalah situasi penting yang tidak

menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Untuk faktor lingkungan umum

dapat dianalisis dengan metode pendekatan analisis PEST (Politik-Ekonomi-

Sosial-Teknologi).

Faktor Politik. Arah dan stabilitas faktor-faktor politik merupakan

pertimbangan penting bagi para manajer dalam merumuskan strategi perusahaan.

Faktor-faktor politik menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi

operasi perusahaan. Situasi politik yang tidak kondusif akan berdampak negatif

bagi dunia usaha demikian juga sebaliknya. David (2002) menambahkan bahwa

dengan kebijakan pemerintah untuk memberi subsudi pada industri dan

perusahaan tertentu akan mempengaruhi keberadaan industri atau perusahaan lain.

Falsafah pemerintah dalam hubungannya dengan perusahaan dapat berubah

sewaktu-waktu. Tindakan pemerintah juga mempengaruhi pilihan strategi usaha.

Tindakan inidapat memperbesar peluang atau hambatan usaha atau keduanya.

Faktor Ekonomi. Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat

mempengaruhi iklim berbisnis suatu perusahaan. Semakin buruk kondisi

ekonomi, semakin buruk pula iklim berbisnis. Oleh karena itu, pemerintah dan

seluruh lapisan masyarakat hendaknya bersama-sama mempertahankan bahkan

meningkatkan kondisi ekonomi daerahnya menjadi lebih baik lagi agar


37

perusahaan dapat bergerak maju dalam usahanya. Faktor-faktor ekonomi yang

harus dipertimbangkan adalah pola konsumsi, suku bunga primer, laju inflasi,

kecenderungan pertumbuhan PNB dan sebagainya. Setiap segi ekonomi dapat

membantu atau menghambat upaya mencapai tujuan perusahaan dan

menyebabkan keberhasilan ataupun kegagalan strategi. Setiap segi ekonomi dapat

merupakan peluang ataupun ancaman. Setiap perubahan faktor ekonomi akan

mempengaruhi industri secara berbeda-beda. Oleh karena itu, perubaha kondisi

perekonomian mungkin baik bagi satu perusahaan tetapi belum tentu baik bagi

perusahaan lain.

Faktor Sosial. Kondisi sosial masyarakat memang berubah-ubah.

Hendaknya perubahan-perubahan sosial yang terjadi yang mempengaruhi

perusahaan dapat diantisipasi oleh perusahaan. Kondisi sosial ini banyak

aspeknya, misalnya sikap, gaya hidup, adat-istiadat, dan kebiasaan dari orang-

orang di lingkungan eksternal perusahan, sebagai yang dikembangkan misalnya

dari kondisi kultural, ekologis, demografis, religius, pendidikan dan etnis.

Faktor Teknologi. Teknologi saat ini mengalami perubahan yang sangat

cepat dan inovasi-inovasi tersebut akan berdampak pada perilaku pembelanjaan

dan kinerja pemasaran. Selain itu adanya peluang inovasi yang tidak terbatas,

besarnya anggaran penelitian dan pengembangan serta peraturan yang mengikat

atas perubahan teknologi merupakan trend yang harus diperhatikan pada

lingkungan ini.

Konsumen. Kekuatan tawar menawar pembeli ditentukan oleh beberapa

faktor yaitu besarnya jumlah pembeli, ciri produk, kemudahan pembeli beralih ke
38

produk pesaing, kesempatan integrasi kebelakang, keuntungan yang diperoleh

pembeli dan informasi yang dimiliki oleh pembeli.

Pesaing. Tingkat persaingan antar perusahaan dalam suatu industri

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu jumlah pesaing, karakteristik

pesaing, biaya tetap yang dibutuhkan, peningkatan kapasitas oleh pesaing,

pertumbuhan industri dan hambatan keluar industri.

Pendatang baru

Perubahan strategi Pesaing industri Barang atau jasa


pesaing subtitusi

Pesaing yang keluar

Gambar 3. Faktor-faktor yang Dianalisis dalam Bagian Pesaing


Sumber : Pearson dan Robinson (1997)

Hambatan masuk bagi pendatang baru. Pendatang baru pada industri

membawa kapasitas baru, keinginan merebut pasar, serta seringkali juga sumber

daya yang besar, akibatnya harga menjadi turun dan membengkak sehingga

mengurangi kemampulabaan. Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam

industri tergantung pada rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari

para pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh sipendatang baru. Jika

rintangan besar dan akan ada perlawanan keras dari muka-muka lama, maka

ancaman masuknya pendatang baru akan rendah. Terdapat enam sumber utama

rintangan masuk, yaitu : (1) Skala ekonomis, (2) Diferensiasi, (3) Kebutuhan

modal, (4) Biaya beralih pemasok, (5) Akses ke saluran distribusi dan (6) Biaya

tak menguntungkan terlepas dari skala.


39

Ancaman produk pengganti (subtitusi). Ancaman produk subtitusi

dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu jumlah produk yang memiliki fungsi yang

sama, tingkat perkembangan teknologi produk pengganti dan tingkat biaya

peralihan.

3.5.2 Analisis Lingkungan Internal

Selain pemahaman kondisi lingkungan eksternal, pemahaman terhadap

kondisi lingkungan internal perusahaan secara luas dan mendalam pun perlu

dilakukan. Oleh karena itu, strategi yang dibuat perlu bersifat konsisten dan

realistis sesuai dengan situasi dan kondisinya.

Faktor internal perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi arah

dan tindakan perusahaan yang berasal dari intern perusahaan. Analisa internal

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang menjadi landasan bagi strategi

perusahaan. Pearce dan Robinson (1997) menyebutkan bahwa kekuatan adalah

sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap

pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin dilayani oleh perusahaan.

Sedangkan kelemahan perusahaan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam

sumber daya keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja

efektif perusahaan. Faktor-faktor internal kunci terdiri dari sumber daya manusia,

produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan, keuangan dan pemasaran.

Sumber daya manusia. Kualitas, sikap dan perilaku sumber daya

manusia sangat dipengaruhi oleh perkembangan social politik, kebudayaan dan

lain-lain. Oleh karena itu kebijakan sumber daya manusia terpengaruh oleh aspek-

aspek eksternal, antara lain berupa perkembangan pendidikan, jumlah penawaran


40

tenaga kerja, perkembangan social dan system nilai masyarakat lain (Umar, 2001).

Selain itu perlu diperhatikan keterampilan dan moral tenaga kerja karyawan, biaya

hubungan kekaryawanan dibandingkan dengan industri dan pesaing, tingkat

keluar masuk dan kemangkiran karyawan, serta keterampilan khusus dan

pengalaman (Pearce dan Robinson, 1997).

Produksi dan Operasi. Produksi terdiri dari seluruh aktivitas yaitu

transformasi input menjadi produk atau jasa. Sistem produksi menyusun program

untuk dilaksanakan dan melakukan pengendalian produksi mencakup perbekalan,

proses muatan, perawatan sarana produksi, pengendalian mutu. Jauch dan gleuck

(1997), mengemukakan jika perusahaan dapat memproduksi dengan biaya lebih

rendah dan mampu menjalankan bisnis sedangkan yang lain tidak atau dapat

memperoleh bahan baku dengan harga yang menguntungkan, maka perusahaan itu

mempunyai keunggulan bersaing.

Penelitian dan Pengembangan. Penelitian, pengembangan dan fungsi

rekayasa dapat merupakan keunggulan bersaing dengan alasan bahwa faktor

penelitian dan pengembangan menciptakan produk baru atau produk yang

ditingkatkan. Penelitian dan pengembangan dapat juga meningkatkan proses

bahan untuk mendapatkan keunggulan biaya melalui efisiensi. Menurut David

(2002) pengeluaran penelitian dan pengembangan memimpin pengembangan

poduk memperbaiki proses pengelolaan untuk mengurangi biaya.

Keuangan. Ada hal-hal yang sering diabaikan para pengusaha kecil

dalam soal keuangan. Kebanyakan mereka tidak atau belum menerapkan prinsip-

prinsip keuangan dengan baik, terutama perusahaan kecil perorangan. Wibowo

dalam Herlina (2002) mengemukakan bahwa kunci utama dalam mengelola


41

keuangan adalah pembukuan dan administrasi yang rapih dan tepat. Menurut

pengalaman, pengendalian keuangan yang lemah dan administrasi yang kacau

menjadi salah satu penyebab utama gagalnya perusahaan.

Mengelola sistem keuangan harus dikelola sebaik mungkin sehingga

seluruh dana dapat diedarkan ke semua bagian kegiatan usaha. Untuk itu harus

disediakan dana yang cukup agar mereka dapt menjalankan tugas sebaik-baiknya.

Terjadinya kelebihan dan kekurangan dana merupakan tanda kurang tepatnya

pengelolaan keuangan. Kekurangan uang dapat menyebabkan banyak program

terbengkalai. Berlebihan berarti banyak sumber dana yang menganggur dan tidak

efisien, terlebih lagi bila dana itu berasal dari pinjaman berbunga.

Pemasaran. Agar posisi produk di pasar sesuai dengan harapan

pengusaha, faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain adalah : pangsa pasar,

pelayanan purna jual, kepemilikan informasi tentang pasar, pengendalian

distributor, kondisi satuan kerja pemasaran, kegiatan promosi, harga jual produk,

komitmen manajemen puncak, loyalitas pelanggan dan kebijakan produk baru.

Banyak pengusaha kecil yang mengelola pemasaran usahanya dengan

mengandalkan kebiasaan-kebiasaan yang telah berlaku saja. Tetapi dengan

kondisi makin kerasnya persaingan, semua keputusan pengelolaan (pemasaran)

harus didasarkan atas fakta-fakta yang nyata dan data-data yang memadai.

3.6 Perumusan Strategi

3.6.1 Matriks Internal-Eksternal

Untuk melihat strategi mana yang tepat untuk diterapkan oleh perusahaan

yang memiliki unit-unit bisnis digunakan matriks I-E (Internal-External). David


42

(2002) mengungkapkan bahwa matriks I-E melibatkan divisi-divisi dalam

organisasi ke dalam diagram skematis, oleh karena itu matriks ini disebut Matriks

Portofolio.

Matriks I-E terbagi atas tiga bagian utama yang memiliki implikasi strategi

yang berbeda. Pertama, divisi yang berada pada sel I, II, atau IV dapat disebut

tumbuh dan bina (grow and build). Strategi intensif (penetrasi pasar,

pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau integrasi (integrasi ke

belakang, integrasi ke depan, integrasi horizontal) mungkin paling tepat untuk

semua divisi ini. Kedua, divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII dapat

dikelola dengan strategi pertahankan dan pelihara (hold and maintain). Penetrasi

pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi yang terbanyak

dilakukan untuk tipe-tipe divisi ini. Ketiga, divisi yang umum masuk dalam sel

VI, VII, atau IX adalah panen atau divestasi. Organisasi yang sukses dapat

mencapai portofolio bisnis yang diposisikan dalam atau di sekitar sel I dalam

matriks I-E (David, 2002).

3.6.2 Matriks SWOT

Menurut David (2002) faktor-faktor kunci eksternal dan internal

merupakan pembentuk matriks SWOT. Matriks SWOT merupakan alat

pencocokan yang penting untuk membantu manajer mengembangkan empat tipe

strategi, yakni (1) strategi SO atau strategi kekuatan-peluang yaitu strategi yang

menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang

eksternal, (2) strategi WO atau strategi kelemahan-peluang yaitu strategi yang

bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang


43

eksternal, (3) strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman yaitu strategi

menggunakan kekuatan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari

ancaman eksternal serta (4) strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman

merupakan taktik defensife yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal

dan menghindari ancaman lingkungan.

3.6.3 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic


Planning Matriks)

Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif atau Quantitative Strategic

planning Matriks (QSPM) dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari

tindakan alternatif yang layak. Teknik ini secara sasaran menunjukkan strategi

alternatif mana yang terbaik. QSPM adalah alat yang memungkinkan ahli strategi

untuk mengevaluasi strategi alternatife secara obyektif, berdasarkan pada faktor-

faktor kritis untuk sukses eksternal dan internal yang dikenali sebelumnya (David,

2002).

Sifat positif dari QSPM adalah bahwa set strategi yang dapat diperiksa

secara berurutan atau bersamaan. Tidak ada batas untuk jumlah strategi yang

dapat dievaluasi atau diperiksa sekaligus. Sifat positif lainnya adalah alat ini

mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal

yang terkait kedalam proses keputusan. Mengembangkan QSPM membuat faktor-

faktor kunci lebih kecil kemungkinannya terabaikan atau diberi bobot secara tidak

sesuai. Teknik ini memiliki keterbatasan yaitu memerlukan intuitive judgement

yang baik dalam memberi peringkat dan nilai daya tarik dan keputusan subyektif.

Walaupun demikian prosesnya harus menggunakan informasi obyektif.


44

Keterbatasan lain dari QSPM adalah konsep ini hanya dapat sebaik informasi

yang diperlukan dan analisis penjodohan yang menjadi landasannya.

3.7 Kerangka Pemikiran Konseptual

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

konsep manajemen strategis. Penentuan strategi bagi agrowisata Taman Sringanis

diawali dengan mengetahui visi dan misi perusahaan. Pernyataan misi merupakan

hal yang penting untuk mengetahui bisnis yang dijalankan oleh perusahaan secara

menyeluruh. Setelah mengetahui visi dan misi, maka dilakukan analisa

lingkungan internal untuk menilai hal-hal yang menjadi kekuatan serta kelemahan

usaha dan analisa lingkungan eksternal untuk menentukan hal-hal apa yang

menjadi peluang dan ancaman yang dihadapi usaha ini.

Faktor-faktor strategis dari lingkungan internal dan eksternal yang telah

diidentifikasi akan diringkas dalam matriks IFE dan EFE. Untuk merumuskan

strategi digunakan dua analisis yaitu Matriks I-E dan Matriks SWOT. Total skor

bobot matriks IFE dan EFE akan digunakan untuk memposisikan divisi dalam

matriks I-E. Posisi sel yang dihasilkan dari matriks I-E akan merumuskan suatu

strategi yang akan diterapkan oleh usaha ini. Sedangkan faktor-faktor strategis

yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihasilkan dari

matriks IFE dan EFE akan dipadukan untuk menghasilkan beberapa alternatif

strategi dalam matriks SWOT.

Untuk mempertajam analisa, dilakukan penilaian terhadap tingkat

kepuasan pengunjung Taman Sringanis sehingga dapat diketahui atribut-atribut

penting yang harus dimiliki oleh Taman Sringanis dalam menentukan strategi
45

untuk meningkatkan pelayanan. Dari strategi-strategi yang telah dirumuskan

dilakukan pemilihan strategi yang paling tepat untuk dilaksanakan sesuai dengan

daya tariknya dengan menggunakan matriks QSPM. Alur pemikiran konseptual

dapat dilihat pada Gambar 4.

AGROWISATA
TAMAN SRINGANIS

Visi dan Misi

Identifikasi Faktor-faktor Identifikasi Faktor-faktor


Internal Eksternal

Matriks IFE Matriks EFE

Matriks IE dan
Matriks SWOT
Penilaian
Konsumen
Alternatif Strategi
Pengembangan Usaha
IPA

QSPM

Strategi
Alternatif Dominan

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual


Strategi Pengembangan Agrowisata
Obat Tradisional Taman Sringanis, Bogor.
46
IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Sringanis di Desa Cimanengah, Cipaku,

Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa Taman Sringanis merupakan usaha pengembangan tanaman

obat Indonesia yang selain memproduksi obat tradisional, membuka klinik,

melakukan pelatihan-pelatihan, seminar dan akupuntur juga memiliki kebun

koleksi yang dijadikan agrowisata taman obat, yang terbilang baru dalam bisnis

agrowisata dan memungkinkan ketersediaan data untuk keperluan penelitian ini.

Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2005 .

4.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh

dari wawancara langsung dengan pihak Taman Sringanis yang mengerti tentang

kondisi lingkungan usahanya untuk memperoleh informasi faktor internal dan

eksternal, pengisian kuesioner untuk tujuan analisis strategi diberikan kepada

responden yang dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa responden

harus memiliki tingkat penguasaan yang tinggi terhadap bidang yang akan diteliti

sekaligus permasalahannya yaitu Pemilik, Busines Executive, Staf Administrasi

dan Keuangan, Divisi Penjualan

Data sekunder yang merupakan pelengkap data primer diperoleh dari

data-data Taman Sringanis dan laporan penelitian terdahulu yang terkait dengan
47
topik penelitian, Badan Pusat Statistik, Departemen Perindustrian dan

Perdagangan, Departemen Pertanian, serta Perpustakaan Lingkungan Institut

Pertanian Bogor, Majalah Trubus dan Internet.

4.3. Metode Pengambilan Contoh

1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pengunjung Taman Sringanis pada

tahun 2005 yang berusia 17 tahun ke atas, dengan pertimbangan dapat menangkap

atribut yang ditanyakan.

2. Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan non

probability sampling (sengaja) dengan metode Convenience Sample dengan

alasan kemudahan untuk mendapatkan responden. Jumlah contoh yang

dibutuhkan dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin

(Simamora, 2002) :

n = N /(1 + Ne2 )

dengan : n = Jumlah contoh


N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan contoh
yang masih bisa ditolerir

Dengan menggunakan ukuran populasi jumlah pengunjung tahun 2005

3403 dan galat sebesar 10 persen, maka diperoleh jumlah contoh yang harus

diambil sebanyak 100 responden.

n = N / (1 + Ne2)
= 3403/(1+(3403) (0,1)2)
= 97, 146 ≈ 100 responden
48
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis yang digunakan adalah pendekatan

konsep manajemen strategis. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan

kuantitatif dan disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan uraian. Data yang

terkumpul dalam tahap pengumpulan data perlu diolah dahulu. Tujuannya adalah

menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dan disajikan dalam susunan yang

baik dan rapi untuk kemudian dianalisis. Pengolahan data diperlukan untuk

menterjemahkan angka-angka yang didapat dari hasil penelitian.

4.4.1 Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE)

Langkah ringkas untuk mengidentifikasi faktor internal dengan

menggunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) yang meringkas dan

mengevaluasi faktor internal yakni kekuatan dan kelemahan perusahaan di

bidang-bidang fungsional termasuk manajemen, pemasaran, keuangan/akunting,

produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi komputer

(David, 2002).

Tujuan dari penilaian faktor eksternal adalah mengembangkan daftar

terbatas peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan dan ancaman yang harus

dihindari. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian eksternal adalah

dengan menggunakan matriks External Factor Evaluation (EFE). Matriks

evaluasi faktor eksternal mengarahkan perumus strategi untuk mengevaluasi

informasi ekonomi, sosial dan budaya, demografi, lingkungan, politik dan

pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan (David, 2002).


49
Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam mengembangkan

matriks IFE maupun matriks EFE, sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi daftar kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman

yang dihadapi perusahaan.

2. Penentuan bobot setiap variabel.

Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor

strategis internal dan eksternal tersebut kepada pihak manajemen menggunakan

metode Paired Comparison (Kinnear 1991). Metode ini digunakan untuk

memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal.

Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 2.

Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah: 1 = jika indikator

horisontal kurang penting daripada indikator vertikal , 2 = jika indikator horisontal

sama penting daripada indikator vertikal, 3 = jika indikator horisontal lebih

penting daripada indikator vertikal.

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel

terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus:

(kinnear, 1991)

Xi
Ai = n

∑X
i= 1
i

keterangan:
Ai = Bobot variabel ke-i
Xi = Total nilai variabel
i = A, B, C, D…. dan
n = Jumlah variabel
50
Tabel 2. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal dan Eksternal Perusahaan
Faktor Strategis Internal A B C ..... Total Bobot
A
B
C
......
Total
Faktor Strategis Eksternal K L M ..... Total Bobot
K
L
M
.....
Total
Sumber: David, 2002

3. Penentuan Peringkat (rating).

Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen atau pakar dari perusahaan

dilakukan terhadap variabel-variabel dari hasil analisis situasi perusahaan. Untuk

mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi perusahaan

digunakan nilai peringkat dengan menggunakan skala 1, 2, 3, dan 4 terhadap

masing-masing faktor strategis yang menandakan seberapa efektif strategi

perusahaan saat ini.

Pemberian nilai rating kekuatan pada matriks IFE menggunakan skala: 1 =

sangat lemah, 2 = lemah, 3 = kuat, 4 = sangat kuat. Pemberian nilai rating untuk

faktor kelemahan merupakan kebalikan dari faktor kekuatan. Sedangkan

pemberian nilai rating peluang pada matriks EFE menggunakan skala: 1 = rendah

(respon kurang), 2 = sedang (respon sama dengan rata-rata), 3 = tinggi (respon

diatas rata-rata), 4 = sangat tinggi (respon superior). Pemberian nilai rating untuk

faktor ancaman merupakan kebalikan dari faktor peluang.

4. Mengalikan setiap bobot dengan rating untuk mendapatkan pembobotan.

Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya


51
bervariasi mulai dari 4,00 sampai dengan 1,00. Menjumlahkan pembobotan

untuk mendapatkan total skor pembobotan perusahaan. Nilai total ini

menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor

strategis internal dan eksternalnya. Total pembobotan akan berkisar antara 1

sampai dengan 4 dengan rata-rata 2,5. Nilai 1 pada matriks EFE menunjukkan

bahwa perusahaan tidak mampu memanfaatkan peluang-peluang untuk

menghindari ancaman-ancaman. Nilai 4 mengidentifikasi bahwa perusahaan

saat ini telah dengan sangat baik memanfaatkan peluang untuk menghadapi

ancaman-ancaman. Nilai 2,5 menggambarkan bahwa perusahaan mampu

merespon situasi eksternal secara rata-rata. Tabel 3 memperlihatkan model

matriks EFE.

Tabel 3. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal


Skor Bobot
No Faktor Kunci Eksternal Bobot Rating
(Bobot x Rating)
PELUANG
1.
2.

ANCAMAN
1.
2.

TOTAL 1,000
Sumber: David, 2002

Nilai 1 pada matriks IFE menunjukkan situasi internal perusahaan yang sangat

buruk. Nilai 4 mengindikaskan bahwa situasi internal perusahaan sangat baik.

Nilai 2,5 untuk matriks IFE menunjukkan situasi internal perusahaan berada

pada tingkat rata-rata. Matriks IFE disajikan pada Tabel 4.


52
Tabel 4. Matriks Evaluasi Faktor Internal
Skor Bobot
No Faktor Kunci Internal Bobot Rating
(Bobot x Rating)
PELUANG
1.
2.

ANCAMAN
1.
2.

TOTAL 1,000
Sumber: David, 2002

4.4.2 Matriks I-E (Internal-External)

Matriks IE merupakan pemetaan skor matriks IFE dan EFE yang telah

dihasilkan pada tahap input. Konsep matriks IE dapat dilihat pada Gambar 5.

Matriks I-E didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total skor bobot IFE pada

sumbu horisontal dan total skor bobot EFE pada sumbu vertikal. Pada sumbu

horisontal skor antara 1,00 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah,

skor 2,00 hingga 2,99 menunjukkan rata-rata, dan skor 3,00 hingga 4,00

menunjukkan posisi internal yang kuat. Pada sumbu vertikal skor 1,00 sampai

1,99 menunjukkan posisi eksternal yang rendah, skor dari 2,00 hingga 2,99

menunjukkan pengaruh sedang, skor dari 3,00 sampai 4,00 menunjukkan

pengaruh eksternal yang tinggi.

Matriks I-E terbagi menjadi tiga bagian utama yang memiliki implikasi

strategi yang berbeda yakni:

1. Sel I, II, atau IV dapat disebut tumbuh dan bina. Strategi intensif (penetrasi

pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau integrasi


53
(integrasi ke belakang, integrasi ke depan, integrasi horisontal) mungkin

paling tepat untuk semua divisi ini.

2. Sel III, V, atau VII dapat melaksanakan strategi pertahankan dan pelihara;

penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi yang

terbanyak dilakukan untuk tipe-tipe divisi ini.

3. Sel VI, VIII, atau IX adalah panen atau divestasi. Organisasi yang sukses

dapat membentuk portofolio dari posisi bisnis-bisnisnya pada atau sekitar sel I

di matriks I-E (David, 2002).

TOTAL SKOR EVALUASI FAKTOR INTERNAL

Kuat Rata-rata Lemah


3,0 – 4,0 2,0 – 2,99 1,0 – 1,99
4,0 3,0 2,0 1,0

Tinggi II III
3,0 - 4,0 I
EVALUASI FAKTOR

3,0
TOTAL SKOR

EKSTERNAL

Sedang V VI
2,0 – 2,99 IV
2,0

Rendah VIII IX
1,0 – 1,99 VII
1,0

Gambar 5. Matriks Internal-Eksternal (I-E)


Sumber: David, 2002
54
4.4.3 Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats)

Matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT) merupakan

alat pencocokan yang penting yang membantu manager mengembangkan empat

tipe strategi: SO, strategi WO, strategi ST, dan strategi WT.

Langkah-langkah dalam menganalisis SWOT adalah:

1. Menuliskan kekuatan dan kelemahan internal perusahaan yang menentukan.

2. Menuliskan peluang dan ancaman eksternal perusahaan yang menentukan.

3. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasil

strategi SO dalam sel yang tepat

4. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat

hasil strategi WO.

5. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil

strategi ST.

6. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat

hasil strategi WT.

Berdasarkan hasil persilangan keempat faktor tersebut adalah empat

kemungkinan alternatif strategi seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Matriks SWOT


Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Strategi S-O Strategi W-O
Peluang (O) Menggunakan kekuatan untuk Meminimalkan kelemahan
memanfaatkan peluang dengan memanfaatkan peluang
Strategi S-T Strategi W-T
Ancaman (T) Menggunakan kekuatan untuk Meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman menghindari ancaman
Sumber: David, 2002
55
4.4.4 Importance Performance Analysis

Untuk menjawab perumusan masalah mengenai sampai sejauh mana

tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja Taman Sringanis, maka digunakan

Importance-Performance Analysis. Atribut-atribut Taman Sringanis yang

dianalisis menggunakan Analisis Importance Performance Analysis ini

dipaparkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Atribut Kepuasan Konsumen Taman Sringanis


No. Atribut
1 Percontohan tanaman obat
2 Percontohan umbi-umbian bermanfaat obat
3 Percontohan simplisia/bahan ramuan kering
4 Harga tiket masuk
5 Toko jamu
6 Harga obat-obatan
7 Klinik Akupresur, Refleksi, Akupuntur
8 Ruang pelatihan
9 Keramahan dan pelayanan karyawan
10 Kelengkapan fasilitas penunjang (WC, dll)
11 Kebersihan lokasi
12 Kemudahan mencapai lokasi
13 Pelayanan informasi
14 Kenyamanan lokasi

4.4.5 Karakteristik Pengunjung

Data karakteristik responden yang diperoleh dengan menggunakan

kuesioner diolah secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel. Analisis

deskriptif bertujuan untuk menyajikan data karakteristik pengunjung berupa jenis

kelamin, usia, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan daerah

asal pengunjung. Jumlah responden yang diambil adalah 100 orang.


56
4.4.6 Metode Penskalaan (Scaling Method)

Untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen, digunakan skala 5 tingkat

(likert) yang terdiri dari sangat penting, penting, cukup penting, kurang penting

dan tidak penting. Kelima penilaian tersebut diberikan bobot sebagai berikut :

a. Jawaban sangat penting diberi bobot 5.

b. Jawaban penting diberi bobot 4.

c. Jawaban cukup penting diberi bobot 3.

d. Jawaban kurang penting diberi bobot 2.

e. Jawaban tidak penting diberi bobot 1.

Untuk kepuasan diberikan lima penilaian dengan bobot sebagai berikut :

a. Jawaban sangat baik diberi bobot 5, berarti pengunjung sangat puas.

b. Jawaban baik diberi bobot 4, berarti pengunjung puas.

c. Jawaban cukup baik diberi bobot 3, berarti pengunjung cukup puas.

d. Jawaban kurang baik diberi bobot 2, berarti pengunjung kurang puas.

e. Jawaban tidak baik diberi bobot 1, berarti pengunjung tidak puas.

Berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja

maka akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara

tingkat kepentingan dan tingkat kepuasannya oleh Taman Sringanis.

Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor kinerja/pelaksanaan

dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan

prioritas peningkatan atribut yang mempengaruhi kepuasan pengunjung.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diwakilkan oleh huruf X

dan Y, dimana: X merupakan tingkat kinerja Taman Sringanis yang dapat


57
memberikan kepuasan para pengunjung, sedangkan Y merupakan tingkat

kepentingan pengunjung.

Adapun rumus yang digunakan adalah :

Xi
TKi = x 100 %
Yi

dimana : TKi = Tingkat kesesuaian responden


Xi = Skor penilaian pelaksanaan/kinerja
Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan

Pada penggunaan diagram kartesius, sumbu mendatar (X) akan diisi oleh

skor tingkat pelaksanaan/kinerja (performance), sedangkan sumbu tegak (Y) akan

diisi oleh skor tingkat kepentingan (importance). Rumus untuk setiap faktor

tersebut, yaitu :
n n

∑ Xii =1
∑Y
i =1
i
X= dan Y =
n n

dimana :
X = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan/kinerja
Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan
n = Jumlah responden

Diagram kartesius merupakan suatu bagun yang dibagi menjadi empat

bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-

titik (X, Y), titik tersebut diperoleh dari rumus :


n n

∑ Xi
i =1
∑Y i =1
i
Yi = dan Yi =
K K

dimana :
X = Skor rata-rata dari rata-rata tingkat pelaksanaan/kinerja seluruh atribut
Y = Skor rata-rata dari rata-rata tingkat kepentingan seluruh atribut
k = Banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan
58
Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi

menjadi empat bagian ke dalam diagram kartesius seperti pada Gambar 6.

Prioritas utama Pertahankan prestasi


Tingkat Kepentingan
A B

Y
Prioritas rendah Berlebihan

C D

X
Tingkat Kepuasan

Gambar 6. Diagram Kartesius


Sumber : Supranto (2001)

Keterangan :

A. Menunjukkan atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan,

namun manajemen belum melaksanakannya sesuai dengan keinginan

pelanggan. Sehingga mengecewakan/tidak puas.

B. Menunjukkan atribut yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan, untuk itu

wajib dipertahankan. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan.

C. Menunjukkan atribut yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan,

pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting

dan kurang memuaskan.

D. Menunjukkan atribut yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan

tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat

memuaskan.
59
4.4.7 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic
Planning Matriks)

Enam langkah yang diperlukan untuk mengembangkan QSPM adalah

1. Mendaftar peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal dari

perusahaan dalam kolom kiri dari QSPM. Informasi ini harus diambil

langsung dari matriks IFE dan EFE. Minimal 10 faktor sukses kritis eksternal

dan 10 faktor sukses kritis internal harus dimasukkan dalam QSPM.

2. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal.

3. Memeriksa tahap perumusan strategi dan mengidentifikasi strategi alternatif

yang harus dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan.

4. Menetapkan Nilai Daya Tarik (Attractiveness Score/AS). Tentukan nilai

numerik yang menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi dalam

alternatif set tertentu. Nilai daya tarik ditetapkan dengan memeriksa setiap

faktor sukses kritis eksternal dan internal, satu persatu. Bila faktor sukses

tersebut mempengaruhi strategi pilihan yang akan dibuat maka strategi harus

dibandingkan relatif terhadap faktor kunci. Nilai daya tarik harus diberikan

pada setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif dari satu strategi atas

strategi yang lain. Nilai daya tarik itu adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak

menarik, 3 = cukup menarik dan 4 = amat menarik.

5. Menghitung Total Nilai Daya Tarik (Total Attractiveness Scare/TAS). Total

nilai daya tarik ditetapkan sebagai hasil perkalian bobot dengan nilai daya

tarik. Semakin tinggi TAS, semakin menarik alternatif strategi itu.

6. Menghitung Jumlah Total Nilai Daya Tarik. Jumlah Total Nilai Daya Tarik

mengungkap strategi mana yang paling menarik dalam setiap set strategi.

Semakin tinggi TAS menunjukkan strategi tersebut semakin menarik dengan


60
mempertimbangkan semua faktor sukses kritis eksternal dan internal relevan

yang dapat mempengaruhi keputusan strategi ( Tabel 7).

Tabel 7. Matriks QSPM


Alternatif Strategi
Faktor-faktor Sukses Kritis Strategi 1 Strategi II Strategi n
Bobot
AS TAS AS TAS AS TAS
Faktor Internal
.............
Faktor Eksternal
.............
Total Nilai Daya Tarik
Sumber : David, 2002.

4.5 Definisi Operasional

Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian

sebagai berikut:

a. Pengunjung adalah setiap orang yang datang ke suatu daerah atau tempat

wisata dengan maksud apapun juga, kecuali untuk melakukan pekerjaan

menerima upah (Suwantoro, 2001).

b. Responden adalah pengunjung Taman Sringanis dengan umur 17 tahun keatas

yang sedang berkunjung atau pernah minimal satu kali berkunjung dalam satu

tahun terakhir.

c. Demografi pengunjung meliputi jenis kelamin, umur, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan daerah asal.

d. Pendapatan adalah pendapatan rata-rata individu per bulan. Untuk pelajar atau

mahasiswa berarti jumlah uang saku per bulan. Untuk ibu rumah tangga

adalah jumlah pendapatan suami.

e. Aspek perilaku pengunjung meliputi : frekuensi, tujuan, alasan berkunjung,

teman berkunjung, informasi tentang Taman Sringanis, yang mempengaruhi


61
berkunjung, cara memutuskan berkunjung, biaya rekreasi yang dikeluarkan,

objek/atraksi/wahana yang diikuti, atraksi/wahana yang diinginkan, dan objek

agrowisata pernah dikunjungi.

f. Atribut-atribut Taman Sringanis yang ditanyakan meliputi harga, kenyamanan,

kebersihan, informasi, keamanan produk, koleksi tanaman, aksesibilitas,

fasilitas penunjang, promosi, manfaat kunjungan, karyawan, pemandu wisata,

areal parkir, objek/atraksi.

g. Harga adalah nilai moneter yang harus dikeluarkan pengunjung untuk

membeli produk atau jasa agrowisata.

h. Kenyamanan dijelaskan berdasarkan suasana yang sejuk, alami dan

menyenangkan yang ditawarkan oleh agrowisata Taman Sringanis.

i. Kebersihan dijelaskan dengan kebersihan kebun pembibitan dan percontohan

tanaman obat, bangunan, fasilitas penunjang beserta lingkungannya.

j. Informasi berarti informasi mengenai Taman Sringanis, lebih dari sekedar

mengetahui nama dan tempat dan pelayanan karyawan, tetapi juga meliputi

tentang objek apa saja yang berada di dalamnya termasuk papan

nama/petunjuk di kawasan tersebut dan setiap jenis tanaman

k. Koleksi tanaman adalah kelengkapan koleksi tanaman obat-obatan yang

dimiliki oleh Taman Sringanis.

l. Aksesibilitas diartikan sebagai kondisi jalan yang baik dan kemudahan

transportasi menuju lokasi Taman Sringanis.

m. Fasilitas penunjang diartikan tersedianya berbagai fasilitas penunjang seperti

toilet umum, sarana peribadatan, kios makanan dan minuman serta klinik.
62
n. Promosi merupakan sarana yang digunakan untuk mengenal kawasan Taman

Sringanis kepada masyarakat luas baik dengan menggunakan media khusus

atau lewat image yang diberikan kepada pengunjung.

o. Karyawan diartikan sebagai karyawan Taman Sringanis secara keseluruhan

meliputi keramahan dan pelayanan dari setiap karyawan disetiap objek/atraksi.

p. Objek/atraksi yang ditawarkan meliputi berbagai objek yang berada di dalam

kawasan Taman Sringanis seperti percontohan tanaman obat, pembibitan dan

penjualan bibit tanaman obat, percontohan simplisia/bahan ramuan kering,

percontohan umbi-umbian bermanfaat obat, toko jamu, klinik akupresur,

refleksi, akupuntur, toko buku, ruang penelitian, penginapan.

Istilah-istilah di atas merupakan istilah yang paling sering digunakan

dalam penelitian yang digunakan dalam menganalisis tingkat kepuasan

pengunjung Taman Sringanis.


63

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Sejarah dan Visi, Misi Perusahaan

Taman Sringanis merupakan salah satu pelaku usaha yang bergerak di

bidang pengembangan obat tradisional di kota Bogor. Pendiri Taman Sringanis

adalah Ibu Endah Lasmadiwati, seorang pengajar akupuntur dan akupresur. Kata

Taman Sringanis berasal dari kata Ketut Taman yang merupakan ibu dari pendiri

dan Ketut Sringanis yang merupakan saudara perempuannya. Taman Sringanis

dibentuk sebagai lembaga informasi bagi masyarakat untuk mengenal budaya

bangsa Indonesia, yaitu pengobatan tradisional melalui obat-obatan yang berasal

dari alam.

Latar belakang yang menyebabkan terbentuknya Taman Sringanis adalah

timbulnya keinginan dalam diri pemilik untuk melakukan sesuatu yang berguna

bagi masyarakat dan juga karena pengalamannya dalam menggunakan pengobatan

tradisional. Hal tersebut melatar belakangi pemilik untuk mempelajari ilmu

pengobatan tradisional melalui akupuntur dan akupresur serta meramu obat.

Tahun 1993 pemilik bergabung dalam Yayasan Sidowayah untuk

memberikan pelatihan dan pengobatan ke desa-desa di seluruh Indonesia dengan

bekerjasama dengan LSM setempat. Selama mengajar Ibu Endah mendapat

tambahan ilmu dari setiap daerah yang dikunjunginya, terutama dalam pengenalan

tanaman obat. Ibu Endah mulai mengumpulkan tanaman-tanaman obat dari

berbagai daerah sebagai contoh bagi masyarakat lainnya.

Yayasan Sidowayah tidak dapat bertahan lama, karena terjadi perselisihan

antar pengurus sehingga masing-masing anggota berdiri sendiri-sendiri. Peristiwa


64

tersebut menimbulkan depresi dalam diri Ibu Endah, terlebih lagi pada saat yang

bersamaan terjadi penutupan sanggar tari tempatnya mengajar. Depresi yang

dialaminya mengakibatkan kelumpuhan, sehingga Ibu Endah belajar ilmu

kebatinan yang mengajarkan manusia untuk pasrah akan kuasa Tuhan.

Kepasrahannya tersebut terbukti dengan kesembuhannya dari lumpuh dan

keberhasilannya untuk memiliki seorang anak setelah melalui 19 tahun

perkawinannya dengan seorang akupuntur, yang bernama Putu Oka.

Taman Sringanis mulai melakukan penjualan obat pada tahun 1998,

produk pertama yang dijual adalah instan temulawak. Perkembangan yang dialami

Taman Sringanis pada tahun-tahun awal tidak terlalu pesat, namun Taman

Sringanis selalu berusaha untuk mengutamakan mutu produk sehingga khasiat

obatnya semakin terbukti oleh masyarakat dan keberadaan Taman Sringanis

semakin banyak diketahui oleh masyarakat. Tahun 2001 produk Taman Sringanis

mendapatkan Sertifikat Penyuluhan (SP) dari Departemen Kesehatan dengan

nomor 375/10.03/2001, hal tersebut membuktikan bahwa produk obat tradisional

Taman Sringanis aman untuk dikonsumsi.

Taman Sringanis sebagai lembaga pengembangan dan pelestarian potensi

alam selalu berusaha untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam

kesehatan. Taman Sringanis tidak berorientasi laba, namun tetap berusaha untuk

menjaga mutu produk dan pelayanan dengan terus melakukan perbaikan disegala

bidang. Hal penting yang berusaha dipertahankan Taman Sringanis adalah citra

baik yang tertanam dalam masyarakat, khususnya pengguna obat tradisional

Taman Sringanis.
65

Visi yang dimiliki Taman Sringanis adalah setiap orang sadar akan hak

dan kewajibannya untuk meningkatkan derajat kesehatannya

Misi Taman Sringanis adalah mendorong masyarakat agar mampu

menggunakan potensi dirinya dan potensi alam untuk membangun kesehatan yang

sinergis dan berkesinambungan. Taman Sringanis menyatakan dirinya sebagai

lembaga informasi bagi masyarakat agar dapat mandiri dalam pengobatan dengan

menggunakan kekuatan diri dan potensi alam.

5.2 Sumberdaya Perusahaan

5.2.1 Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia merupakan sumberdaya yang penting bagi

perusahaan. Taman Sringanis memiliki sumberdaya manusia yang umumnya

adalah keluarga dan kerabat, sehingga tercipta lingkungan kerja yang bersifat

kekeluargaan dan terbuka.

Proses pencarian pekerja tidak dilakukan secara formal (tanpa surat

lamaran dan tes). Semua karyawan menjadikan Taman Sringanis sebagai tempat

untuk belajar dan menambah ilmu serta memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Taman Sringanis memiliki sepuluh orang pekerja yang masing-

masing memiliki tugas dan tanggungjawab tersendiri serta wewenang dalam

menjalankan divisinya, tidak ada campur tangan dari pemilik.

Taman Sringanis memiliki struktur organisasi yang bersifat sederhana,

belum secara profesional. Struktur organisasinya berguna sebagai sarana

pendelegasian hak dan kewajiban, setiap divisi memiliki tanggungjawab dan

wewenang tersendiri. Secara umum struktur organisasi Taman Sringanis dapat

digambarkan dalam Gambar 7.


66

Secara umum tugas dan kewajiban masing-masing jabatan dalam Taman

Sringanis adalah sebagai berikut: pemilik bertugas untuk membuat keputusan

yang bersifat strategis, melakukan pengawasan/evaluasi terhadap setiap pekerja,

membuat resep ramuan, bertanggungjawab terhadap pengadaan bahan baku,

memberikan pelatihan/pengajaran akupuntur/akupresur.

Pemilik

Business Executive

Divisi Staf Staf Keu &


Program Pelatihan Administrasi Pemasaran

Divisi Divisi Divisi


Produksi Penjualan Klinik

Gambar 7. Struktur Organisasi Taman Sringanis Tahun 2004


Sumber : Taman Sringanis, 2005.

Business Executive merupakan pemimpin pelaksana harian, melakukan

pengawasan terhadap pekerja, melakukan hubungan dengan pihak luar,

melakukan evaluasi laporan keuangan/pendapatan. Staf administrasi, melakukan

kegiatan administrasi, bertanggungjawab terhadap pengadaan makalah

seminar/pelatihan. Staf keuangan dan pemasaran, bertugas membuat laporan

keuangan dan pembayaran gaji karyawan, mengatur pemasaran produk. Divisi

pelatihan, bertanggungjawab mengatur persiapan pelatihan dan mengatur

pelaksanaan pelatihan. Divisi Produk, bertanggungjawab terhadap pembuatan

produk, perawatan produk, persediaan produk dan pembibitan tanaman obat.

Divisi penjualan, bertanggungjawab terhadap penjualan produk, membuat laporan


67

penjualan, bertugas menjaga ketersediaan produk, memberikan pelayanan yang

baik. Divisi Klinik, bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pengobatan klinik,

melakukan penyediaan dan perawatan sarana dan prasarana dalam klinik.

5.2.2 Sumber Daya Keuangan

Taman Sringanis menawarkan dua jenis paket wisata yang berbeda yaitu

paket wisata A dan paket wisata B, selain itu ada juga pengunjung biasa yaitu

kunjungan perorangan. Taman Sringanis memiliki modal yang bersifat pribadi

karena berasal dari pemilik dan tidak pernah melakukan pinjaman/hutang. Aset

yang dimiliki Taman Sringanis terdiri dari dua jenis, yaitu berupa aktiva tidak

lancar (bangunan dan tanaman) dan aktiva lancar (uang). Perubahan aset Taman

Sringanis sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 adalah sebesar 100 persen

untuk aktiva lancar. Aktiva tidak lancar berupa tanaman mengalami perubahan

sebesar 400 persen, sedangkan aktiva tidak lancar berupa bangunan mengalami

perubahan sebesar 50 persen. Perubahan nilai aset Taman Sringanis disajikan

dalam Tabel 8.

Tabel 8. Perubahan Nilai Aset Taman Sringanis Tahun 1999-2004


Akun Tahun 1999 Tahun 2004 Perubahan
Aktiva lancar (uang) Rp 25 juta Rp 50 juta 100 persen
Aktiva tidak lancar (tanaman) Rp 10 juta Rp 50 juta 400 persen
Aktiva tidak lancar (bangunan) Rp 400 juta Rp 600 juta 50 persen
Sumber : Taman Sringanis, 2005

5.2.3 Tanah dan Bangunan

Sumberdaya adalah aset yang dimiliki oleh perusahaan dan menjadi satu

faktor pendukung bagi perusahaan dalam mengembangkan strategi usahanya.


68

Sumberdaya produksi merupakan aset penting bagi perusahaan untuk

menjalankan aktivitas usahanya. Sumberdaya fisik Taman Sringanis terdiri dari

bangunan, lahan pembibitan, tanaman obat, peralatan kantor dan perlengkapan

penunjang kegiatan.

Bangunan yang dimiliki Taman Sringanis terdiri dari bangunan rumah

(tempat tinggal dan penginapan), rumah jamu, klinik pengobatan, bangunan

kantor, bangunan mess karyawan, gudang dan musholla.

Lahan yang dimiliki Taman Sringanis adalah seluas 1000 m2 , sedangkan

luas lahan yang digunakan untuk pembibitan tanaman obat adalah sekitar 300 m2.

Lahan tersebut digunakan untuk menanam sekitar ± 450 jenis tanaman.

Peralatan kantor yang dimiliki Taman Sringanis adalah berupa mesin

komputer, mesin fax dan telepon yang digunakan untuk menunjang kegiatan

komunikasi dan administrasi. Peralatan dan perlengkapan lain yang dimiliki

adalah alat-alat pertanian yang digunakan untuk penanaman dan perawatan

tanaman, sedangkan untuk proses produksi alat-alat yang digunakan adalah

peralatan dapur seperti kompor, panci, pisau dan lain-lain.

5.3 Produksi dan Pemasaran

Kegiatan proses produksi obat tradisional Taman Sringanis bertempat di

Jakarta yang merupakan tempat tinggal seorang pekerja divisi produk, khususnya

untuk instan dan serbuk. Pemilihan tempat produksi tersebut adalah berdasarkan

pertimbangan kelancaran pasokan bahan baku, karena sebagian besar bahan baku

dipasok dari luar kota, seperti: Yogyakarta, Solo, Sukabumi, Lombok dan

Sumenep. Produk Taman Sringanis bersifat alami dan tidak mengandung bahan
69

pengawet sehingga kualitas bahan baku harus selalu dijaga. Hal utama dalam

penilaian bahan baku adalah kesegaran dan ukurannya.

Sistem produksi yang dilakukan Taman Sringanis bersifat tradisional

dengan menggunakan peralatan dapur yang sederhana dan hanya melibatkan lima

orang pekerja. Kegiatan produksi yang dilakukan untuk masing-masing produk

berbeda-beda, ada yang diproduksi setiap bulan dan ada juga yang diproduksi dua

bulan atau tiga bulan sekali. Hal tersebut tergantung kepada tingkat penjualan

produk dan ketersediaan bahan baku.

Tahap pembuatan obat tradisional Taman Sringanis cukup sederhana dan

mudah untuk dilakukan. Bahan baku umbi segar tidak memerlukan proses

produksi, hanya perlu dicuci, diiris tipis dan hati-hati untuk memudahkan

pengeringan tanpa mengurangi manfaat yang dicari. Setelah itu dicelup air panas

untuk menghilangkan kuman dan dijemur sampai kering lalu dikemas. Bahan

baku berupa bunga dan daun hanya dibersihkan lalu dijemur hingga kering

selanjutnya dikemas. Dalam setiap proses pembuatan produk, hal penting yang

menjadi perhatian utama Taman Sringanis adalah menjaga kebersihan proses

sehingga mutu produk selalu baik. Skema proses produksi teh kasar Taman

Sringanis, dapat dilihat pada Gambar 8.

Taman Sringanis melakukan penjualan secara langsung melalui dua

tempat, yaitu toko jamu di Cipaku (Bogor) dan Rawamangun (Jakarta) yang

merupakan tempat tinggal pemilik yang juga berfungsi sebagai klinik pengobatan

suami pemilik. Sistem pemasaran yang dilakukan masih bersifat sederhana yaitu

pemasaran secara langsung kepada konsumen. Promosi yang dilakukan juga

terbatas, yaitu hanya melalui brosur dan mengikuti pameran-pameran, serta


70

melakukan hubungan kerjasama dengan dinas-dinas pemerintahan kotamadya

Bogor.

Umbi Bahan baku Daun


Potong akarnya, dicuci

Diiris tipis Petik, cuci

Celup air panas Jemur

Jemur hingga kering Angin-anginkan

Dikemas

Gambar 8. Skema Proses Produksi Teh Kasar, Taman Sringanis Tahun 2004

Hasil penjualan obat tradisional Taman Sringanis mengalami peningkatan

sekitar 52,88 persen setiap tahunnya selama periode tahun 2001 sampai dengan

tahun 2004. Peningkatan nilai penjualan yang terbesar terjadi pada tahun 2002,

yaitu sekitar 106,05 persen. Jenis jamu instan memiliki nilai penjualan terbesar

dengan rata-rata per tahun sebesar Rp 10 304 370. Nilai penjualan jamu Taman

Sringanis disajikan pada Tabel 9.

5.4 Penelitian dan Pengembangan Taman Sringanis

Taman Sringanis selalu melakukan perbaikan mutu produk dan melakukan

inovasi sesuai dengan kebutuhan konsumen. Penelitian yang dilakukan tidak

dengan laboratorium, tetapi berdasarkan ilmu yang diperoleh dari konsumen dan

berdasarkan pengalaman yang dirasakan oleh konsumen setelah mengkonsumsi


71

produk-produk Taman Sringanis. Pengembangan yang dilakukan Taman

Sringanis diwujudkan dengan jenis produk jamu yang semakin bervariasi, baik

komoditinya maupun jenis produknya dalam bentuk teh halus/serbuk dan bentuk

instant. Produk terbaru yang dihasilkan Taman sringanis pada tahun 2004 adalah

serbuk purwoceng yang berkhasiat untuk mengobati asam urat.

Tabel 9. Daftar Laba Penjualan Obat Tradisional Taman Sringanis, 2001-2004


(Rupiah)
Jenis Obat Tahun Tahun Tahun Tahun Rata-rata
Tradisional 2001 2002 2003 2004 per tahun
Umbi Segar 1 651 200 1 657 600 1 674 800 2 096 600 1 770 050
Teh Ramuan
1 060 200 4 678 800 4 890 000 5 899 600 4 132 150
dan Paket
Kapsul Ekstrak - - 1 455 750 3 957 500 2 706 625
Minuman Instan 5 084 280 9 727 200 12 746 250 13 659 750 10 304 370
Total 7 795 680 16 063 600 20 766 800 25 613 450 18 913 195
Pertumbuhan (%) - 106,05 29,27 23,33 52,88
Sumber: Taman Sringanis, 2005

5.5 Kegiatan Usaha Taman Sringanis

Taman Sringanis memiliki beberapa bidang usaha, yaitu penjualan jamu,

percontohan dan pembibitan tanaman obat, klinik pengobatan, penjualan buku,

dan program pelatihan. Setiap bidang usaha memiliki wewenang tersendiri untuk

membuat keputusan yang berhubungan dengan tanggungjawabnya.

5.5.1 Percontohan dan Pembibitan Tanaman Obat

Taman Sringanis memiliki sekitar 450 jenis tanaman obat yang berasal

dari berbagai daerah di Indonesia. Tujuan utama dibentuknya kebun obat adalah
72

agar masyarakat dapat mengenal dan mengetahui tanaman obat apa saja yang

dapat digunakan dalam pengobatan, sehingga masyarakat mandiri dalam berobat.

Taman Sringanis menjual tanaman obatnya dengan harga berkisar antara

Rp 7 500 - 500 000. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan tanaman obat per

bulannya sekitar Rp 500 000 – 700 000.

5.5.2 Klinik Pengobatan

Klinik pengobatan Taman Sringanis dilakukan oleh ahli akupuntur dan

akupresur dengan memberikan resep ramuan obat. Pengobatan ini dilakukan oleh

seorang staf yang bersifat komisi. Klinik praktek setiap hari selasa, kamis, dan

sabtu dengan biaya pengobatan sebesar Rp 30 000. Rata-rata jumlah pengunjung

yang berobat setiap minggunya adalah sekitar 10 orang.

5.5.3 Penjualan Buku

Taman Sringanis menyediakan buku-buku kesehatan terutama pengobatan

tradisional dengan menggunakan tanaman obat. Buku yang tersedia saat ini cukup

banyak, dimana diantaranya merupakan buku yang ditulis dan diterbitkan sendiri

oleh Taman Sringanis. Harga buku-buku tersebut berkisar Rp 5 000 – 41 000.

5.5.4 Program Kunjungan dan Pelatihan

Program pelatihan merupakan salah satu usaha Taman Sringanis yang

banyak menarik pengunjung. Taman Sringanis menawarkan program kunjungan

untuk maksimal 30 orang dengan biaya Rp 400 000 berlaku sama untuk jumlah
73

peserta kunjungan lebih dari 30 orang. Sedangkan untuk makan siang dengan

menu berkhasiat obat dikenakan biaya Rp 15 000 – 25 000 per orang.

Fasilitas yang diperoleh oleh setiap peserta pelatihan adalah pengenalan

tanaman obat dan simplisia, mencicipi dua macam minuman berkhasiat obat dan

demo pembuatannya, mendapat makalah, teori dan praktek pijat akupuntur.

Waktu kunjungan kurang lebih 3-4 jam. Taman Sringanis juga menyediakan

penginapan sederhana bagi pengunjung.

Selain itu juga terdapat fasilitas tambahan latihan olah nafas dan meditasi

prana, pelatihan dan pengetahuan tentang penularan dan pencegahan AIDS, dan

pelatihan singkat tentang manfaat beberapa tanaman obat. Dengan kontribusi

tambahan untuk masing-masing pelatihan sebesar Rp 200 000,00 per rombongan

dengan maksimal peserta 40 orang.

5.6. Gambaran Umum Konsumen

5.6.1 Karakteristik dan Perilaku Responden Taman Sringanis

Pengunjung merupakan fokus utama Taman Sringanis dalam pemasaran

produk usahanya. Keberadaan suatu obyek agrowisata sangat tergantung pada

jumlah pengunjung yang datang. Peningkatan jumlah pengunjung merupakan

indikasi bahwa konsumen menjadikan Taman Sringanis sebagai prioritas utama

dalam memilih tempat untuk melakukan pengobatan tradisional. Maka, penting

bagi Taman Sringanis untuk mengetahui bagaimana reaksi konsumen yang telah

melakukan kunjungan. Pemahaman tentang pengunjung akan membantu Taman

Sringanis dalam menentukan strategi yang tepat untuk mengembangkan usahanya.


74

Pemahaman pengunjung Taman Sringanis mencakup penilaian akan aspek

demografi yang meliputi: jenis kelamin, usia, status perkawinan, pekerjaan,

pendidikan, pendapatan dan daerah asal pengunjung. Responden Taman Sringanis

adalah pengunjung Taman Sringanis yang sedang melakukan kunjungan ke

Taman Sringanis yang memilih salah satu paket yang ditawarkan atau pengunjung

yang sudah pernah berkunjung ke Taman Sringanis sebelumnya. Jumlah

responden secara keseluruhan adalah 100 orang.

5.6.2 Jenis Kelamin

Lebih dari setengah responden Taman Sringanis berjenis kelamin

perempuan. Persebaran responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel

10 berikut. Pengunjung perempuan Taman Sringanis didominasi oleh rombongan

perkumpulan wanita, seperti : Ibu-ibu dari Posyandu, Guru-guru yang kebanyakan

wanita, Ibu-ibu PKK, dan kelompok pelatihan HIV.

Tabel 10. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Kelamin
Responden
Jenis Kelamin
Jumlah Persen (%)
Perempuan 58 58
Laki-laki 42 42
Total 100 100

5.6.3 Usia

Pengunjung Taman Sringanis berasal dari berbagai kelompok usia, baik

dari usia muda, usia kerja, hingga usia lanjut. Pemilihan responden terhadap

pengunjung yang berusia diatas 17 tahun dengan pertimbangan dapat memahami

pertanyaan yang diberikan.


75

Pengunjung yang datang ke Taman Sringanis banyak didominasi oleh ibu-

ibu dan bapak-bapak yang rata-rata berumur diatas 40 tahun. Selain itu, ada pula

keluarga besar dengan kakek dan nenek mereka serta pasangan suami istri yang

masih muda.

Responden terbanyak berusia 36-45 tahun ke atas, dengan jumlah 35

orang. Responden yang paling sedikit berusia lebih dari 55 tahun dengan jumlah 7

orang. Persebaran responden berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada

Tabel 11.

Tabel 11. Persebaran Jumlah dan Persentase Menurut Usia


Kelompok Usia Responden
(Tahun) Jumlah Persen (%)
17-25 11 11
26-35 31 31
36-45 35 35
46-55 16 16
lebih dari 55 tahun 7 7
Total 100 100

5.6.4 Status Perkawinan

Sebagian besar responden menyatakan telah menikah. Sebanyak 69 orang

responden menyatakan sudah menikah, dan sebanyak 31 orang menyatakan belum

menikah. Pengunjung yang telah menikah mengunjungi Taman Sringanis dengan

alasan untuk berobat dan menambah pengetahuan, bahkan ada yang berkunjung

untuk melihat koleksi tanaman.

5.6.5 Jenis Pekerjaan

Sebaran tingkat pendidikan responden sangat beragam. Hampir sepertiga

responden Taman Sringanis sudah berumah tangga, hal ini dapat dilihat dari rata-
76

rata usia tua. Selain itu, hampir sepertiga pekerjaan responden sebagai karyawan

swasta. Kemudian sebagai Pegawai Negeri Sipil. Wiraswasta, Ibu rumah Tangga

dan Mahasiswa. Persebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat

pada Tabel 12.

Tabel 12. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan
Responden
Jenis Pekerjaan
Jumlah Persen (%)
Swasta 33 33
Pegawai Negeri 29 29
Ibu Rumah Tangga 9 9
Wiraswasta 18 18
Mahasiswa 8 8
Pensiunan 3 3
Total 100 100

5.6.6 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden Taman Sringanis sudah berada pada jenjang

yang tinggi. Tingginya pendidikan menunjukkan bahwa kedatangan responden

merupakan sarana penambah wawasan dibidang tanaman Obat. Responden

ditanyakan tingkat pendidikan terakhir atau yang sedang ditempuh saat ini. Lebih

dari separuh responden mempunyai pendidikan Sarjana dan Diploma. Hal ini

dapat dilihat dari persebaran pekerjaan yang dimiliki responden. Persebaran

tingkat pendidikan responden Taman Sringanis dapat dilihat pada Tabel 13.

Pendidikan yang paling rendah dimiliki responden adalah SMU atau sederajat,

dan pendidikan tertinggi yang dimiliki oleh responden adalah Pasca Sarjana (S2).
77

Tabel 13. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat


Pendidikan
Responden
Tingkat Pendidikan
Jumlah Persen (%)
SMU/Sederajat 26 26
Diploma/Akademi 32 32
Sarjana 33 33
Pasca Sarjana 9 9
Total 100 100

5.6.7 Tingkat Penghasilan

Penghasilan yang diperoleh responden Taman Sringanis bervariasi, mulai

dari Rp 500 000 sampai dengan lebih dari Rp 2 000 000. Responden paling

banyak memiliki penghasilan antara Rp 1 000 000 sampai dengan Rp 1 500 000.

Dari tingkat penghasilan rata-rata responden Taman Sringanis, pengunjung Taman

Sringanis berada pada kelas menengah ke atas. Persebaran responden menurut

tingkat penghasilan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat


Pendapatan
Responden
Tingkat Penghasilan
Jumlah Persen (%)
Kurang dari Rp 500 000 9 9
Rp 500 000 – Rp 1 000 000 23 23
Rp 1 000 000 – Rp 1 500 000 30 30
Rp 1 500 000 – Rp 2 000 000 17 17
Lebih dari 2 000 000 21 21
Total 100 100

5.6.8 Daerah Asal Pengunjung

Daerah asal kedatangan para pengunjung bervariasi. Rata-rata pengunjung

yang datang berasal dari daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan ada yang

datang dari luar pulau Jawa seperti Sumatra, Sulawesi. Persebaran responden

menurut kota asal kedatangan dapat dilihat pada Tabel 15.


78

Tabel 15. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kota Asal
Kedatangan
Kota Asal Kedatangan Jumlah Responden Persen (%)
Bogor 51 51
Jakarta 28 28
Bandung 4 4
Tangerang 2 2
Depok 2 2
Sumatra (Riau, Padang) 5 5
Gresik 1 1
Jogjakarta 1 1
Surabaya 3 3
Cirebon 1 1
Makassar 2 2
Total 100 100
79

VI. IDENTIFIKASI FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

PERUSAHAAN

6.1 Identifikasi Faktor Internal Perusahaan

Identifikasi faktor-faktor internal dilakukan dengan meninjau faktor-faktor

yang terdapat di dalam perusahaan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan

yang dimiliki oleh suatu perusahaan dalam proses penyusunan strategi. Aspek-

aspek internal perusahaan dibagi atas aspek sumber daya munusia, produksi dan

operasi, penelitian dan pengembangan, keuangan dan pemasaran.

6.1.1 Sumber Daya Manusia

Taman Sringanis menyadari bahwa sumber daya manusia merupakan aset

yang penting, sehingga selalu berusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang

terbuka dan bersifat kekeluargaan. Taman Sringanis memiliki 10 orang pekerja,

yang memiliki keahlian tersendiri dalam bidangnya masing-masing. Tingkat

pendidikan karyawan umumnya adalah SLTA, hanya ada satu pekerja yang

berpendidikan sarjana (Tabel 16). Tingkat pendidikan pekerja dapat menjadi

faktor kelemahan bagi Taman Sringanis dalam mengembangkan usahanya untuk

menghadapi persaingan industri yang semakin ketat.

Sistem penggajian yang diterapkan Taman Sringanis adalah sistem

bulanan dan insentif dari program pelatihan, standarisasi gaji disesuaikan dengan

Upah Minimum Regional (UMR) daerah yang berlaku. Loyalitas karyawan

terhadap Taman Sringanis sangat tinggi, karyawan yang ada selama ini telah
80

bekerja cukup lama, bahkan ada yang sejak pertama kali Taman Sringanis

dibentuk.

Tabel 16. Komposisi Tingkat Pendidikan Karyawan Taman Sringanis


Tahun 2004
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)
SLTP 4
SLTP 5
Sarjana 1
Jumlah 10
Sumber: Taman Sringanis, 2005

6.1.2 Produksi dan Operasi

Sebelum dijadikan tempat agrowisata, Taman Sringanis merupakan taman

percontohan tanaman obat bagi masyarakat umum, namun karena ada keinginan

dari masyarakat untuk membeli tanaman-tanaman tersebut maka dilakukan

pembibitan. Produksi obat juga berkembang karena adanya kebutuhan yang

berbeda-beda dalam mengkonsumsi obat, sehingga Taman Sringanis menyediakan

jenis obat yang lebih bervariasi. Taman Sringanis selalu melakukan perbaikan

dalam teknik pembuatan produk agar mutu produk selalu terjaga. Produk jamu

Sringanis juga semakin bervariasi disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.

Taman Sringanis menjual obat tradisional dalam beberapa bentuk, yaitu

simplisia kering, serbuk, instan, atau umbi segar. Jenis produk yang disediakan

juga semakin bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.

Produk instan dan serbuk dikemas dalam bentuk botol dan tas kertas dengan

ukuran 100 gram, 150 gram, 185 gram, dan 200 gram. Simplisia kering dikemas
81

dalam plastik transparan dengan ukuran satu ons. Kapasitas Produksi Obat

Tradisional Taman Sringanis Tahun 2000-2004 disajikan pada Tabel 17.

Obat luar yang disediakan oleh Taman Sringanis diantaranya adalah salep,

arak parem, minyak urut, krim pegagan. Taman Sringanis juga melakukan

penjualan beberapa produk yang diproduksi oleh orang lain, misalnya sari kedelai,

sirup mengkudu, dan jamu ekstrak.

Tabel 17. Kapasitas Produksi Obat Tradisional Taman Sringanis


Tahun 2001-2004
Jenis Satuan Tahun Tahun Tahun Tahun Rata-rata
Produk 2001 2002 2003 2004 Per tahun
Umbi segar Kg 595 624 665 900 696
Simplisia Kg 2 160 3 400 3 024 2 967 2 887,75
150 gram 216 3 161 3 239 3 471 2 521,75
Teh ramuan & Paket
200 gram 1 335 1 476 1 672 2 120 1 650,75
185 gram 443 1 704 3 293 3 790 2 307,50
Instan
200 gram 4 117 4 800 5 051 5 065 4 758,25
Sumber: Taman Sringanis, 2005

Peningkatan kapasitas produksi Taman Sringanis disertai dengan

peningkatan biaya produksi setiap tahunnya. Faktor utama yang menjadi

penyebab peningkatan biaya produksi adalah fluktuasi harga bahan baku. Tahun

2001 biaya bahan baku sebesar Rp 40 958 320 meningkat sebesar 109,04 persen

menjadi Rp 85 616 400 pada tahun 2002. Tahun 2004 terjadi peningkatan biaya

sebesar 16,01 persen dari tahun sebelumnya. Besarnya total biaya produksi jamu

Taman Sringanis disajikan dalam Tabel 18.


82

Tabel 18. Perkembangan Total Biaya Produksi Obat Tradisional Taman Sringanis
Tahun 2001-2004
Tahun Biaya (Rp) Perkembangan (%)
2001 40 958 320 -
2002 85 616 400 109,04
2003 104 094 300 21,59
2004 120 750 650 16,01
Rata-rata 87 854 917,50 48,88
Sumber : Taman Sringanis, 2005

6.1.3 Penelitian dan Pengembangan

Kegiatan penelitian dan pengembangan Taman Sringanis berorientasi pada

peningkatan mutu dan diversifikasi produk. Konsumen merupakan faktor utama

dalam melakukan penelitian dan pengembangan, karena kegiatan tersebut dimulai

dengan adanya penilaian dari konsumen. Taman Sringanis melakukan

pengembangan ilmu berdasarkan pengalaman konsumen dan informasi yang

diperoleh dari hasil kunjungan keberbagai pelosok di Indonesia.

Taman Sringanis menawarkan tanaman obat sebagai obyek wisatanya

merupakan agrowisata yang baru dalam wisata kebun tanaman obat. Taman

Sringanis sebagai bentuk dari kegiatan pelayanan dalam pengembangan usaha

agrowisata yang diperuntukkan bagi peminat khusus tanaman obat.

Pengelolaan kebun tanaman obat ke arah yang lebih baik sesuai dengan

perkembangan industri dan untuk pencapaian kepuasan konsumen, serta

pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen yang terus mengalami perubahan,

perlu diupayakan oleh pengelola agar dapat meningkatkan daya saing dan

mempertahankan eksistensi Taman Sringanis. Perbaikan dan penambahan

berbagai fasilitas dengan tata letak areal yang bagus seperti penataan kebun,
83

penambahan tanaman, dll sangat dibutuhkan untuk menciptakan kesan yang lebih

alami, sejuk dan nyaman (Deptan, 2002).

6.1.4 Keuangan

Kondisi keuangan Taman Sringanis sangat baik karena menggunakan

modal pribadi dan tidak memiliki beban hutang. Berdasarkan nilai beban hutang

yang tidak dimiliki maka dapat dinilai bahwa rasio leverage Taman Sringanis

sangat kecil sedangkan rasio likuiditasnya sangat tinggi. Rasio leverage

menunjukkan sampai seberapa jauh suatu perusahaan dibiayai oleh pihak luar

(hutang), sedangkan rasio likuiditas bermanfaat untuk mengetahui sampai

seberapa jauh perusahaan dapat melunasi hutang jangka pendeknya. Kondisi

tersebut menjadi kekuatan Taman Sringanis karena setiap keuntungan yang

diperolehnya dapat digunakan kembali untuk menambah modal, selain itu juga

dengan tidak adanya beban hutang maka Taman Sringanis tidak perlu

memaksakan diri untuk mencari laba yang besar untuk membayar hutang.

Taman Sringanis melakukan pencatatan keuangan secara sederhana, yaitu

secara garis besar mengenai penerimaan dan pengeluaran saja, belum menerapkan

sistem akuntansi. Hal ini merupakan faktor kelemahan karena dengan adanya

sistem akuntansi dapat dilakukan penilaian terhadap kinerja perusahaan dengan

lebih tepat. Informasi yang dihasilkan berupa laporan keuangan dapat berguna

bagi Taman Sringanis untuk mengajukan kredit kepada lembaga keuangan.

Kondisi ini sepatutnya menjadi perhatian pemilik untuk menyediakan tenaga

bagian administrasi.
84

6.1.5 Pemasaran

Sistem pemasaran yang dimiliki Taman Sringanis masih terbatas, tetapi

berdasarkan nilai penjualan yang semakin meningkat maka dapat dinilai bahwa

pemasaran yang dijalankan cukup baik. Meningkatnya nilai penjualan berdampak

kepada peningkatan nilai laba bersih sebesar 49,69 persen per tahun. Pertumbuhan

nilai laba bersih disajikan pada Tabel 19. Kondisi ini menjadi kekuatan Taman

Sringanis karena mengindikasikan bahwa produk-produk Taman Sringanis

semakin diakui oleh masyarakat dan jumlah konsumennya semakin meningkat.

Tabel 19. Pertumbuhan Nilai Laba Bersih Penjualan Obat Tradisional Taman
Sringanis Tahun 2001-2004
Tahun Nilai laba bersih Pertumbuhan (persen)
2001 9 091 680 -
2002 18 103 600 99,13
2003 22 579 200 27,73
2004 27 592 350 22,21
Rata-rata/tahun 19 341 707 49,69
Sumber: Taman Sringanis, 2005

6.2 Identifikasi Faktor Eksternal Perusahaan

Identifikasi faktor-faktor eksternal dilakukan dengan meninjau faktor-

faktor yang terdapat diluar perusahaan guna mengetahui peluang dan ancaman

yang dihadapi oleh perusahaan dalam proses panyusunan strategi. Faktor-faktor

tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian utama, yaitu (1) Lingkungan Umum

dan (2) Lingkungan Industri.


85

6.2.1 Lingkungan Umum

Lingkungan umum adalah suatu tingkatan dalam lingkungan eksternal

perusahaan yang memiliki ruang lingkup luas dari operasional perusahaan.

Lingkungan ini memberikan peluang dan ancaman serta kendala bagi perusahaan,

tetapi satu perusahaan jarang sekali mempunyai pengaruh berarti terhadap

lingkungan ini. Lingkungan yang dimaksudkan terdiri dari politik dan kebijakan

pemerintah, ekonomi, sosial, dan teknologi.

6.2.1.1 Politik dan Kebijakan Pemerintah

Stabilitas politik dan keamanan merupakan aspek penting yang

mempengaruhi iklim usaha disuatu negara. Kondisi politik bangsa Indonesia saat

ini masih berada dalam keadaan tidak stabil. Konflik politik dan disintegrasi

bangsa yang terjadi dibeberapa daerah serta kasus peledakan bom di Indonesia

sampai saat ini belum terselesaikan.

Keadaan politik dan keamanan yang tidak stabil memberikan dampak

negatif bagi pelaku usaha, karena kondisi tersebut akan meningkatkan resiko

dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya, termasuk Taman Sringanis.

Stabilitas politik dan keamanan akan berpengaruh terhadap kegiatan produksi dan

operasi yang akan berimplikasi terhadap harga dan penjualan.

Kebijakan politik yang baik dan mendukung akan menciptakan keamanan

dan kelancaran iklim berusaha pada suatu negara. Beberapa diantaranya adalah

kebijakan pemerintah dalam bidang industri, kebijakan otonomi daerah, serta

sistem perdagangan bebas.


86

a. Kebijakan Pemerintah yang Terkait dengan Industri

Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan industri yaitu peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 329/Menteri Kesehatan/XII/76. Peraturan tersebut

mengharuskan industri yang memproduksi makanan, termasuk minuman untuk

mendapat ijin dari Menteri Kesehatan dan mendaftarkan produknya ke

Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebelum produk dipasarkan. Peraturan

mengenai pemakaian wadah atau pembungkus, penandaan, label serta periklanan

makanan atau minuman terdapat dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.

79/Menteri Kesehatan/III/1978.

Kebijakan pemerintah dalam industri obat tradisional adalah pedoman

CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) yang ditetapkan dalam

lampiran Keputusan Menkes RI No.659/Menkes/SK/X/1999 tanggal 30 Oktober

1991. CPOTB merupakan cara pembuatan obat tradisional yang diikuti dengan

pengawasan menyeluruh dan bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang

senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku.

Kebijakan lain yang terdapat dalam industri obat tradisional adalah

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.0584/Menkes/SK/VI/1995 tentang

pembuatan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T)

yang bertugas melakukan pengembangan, pengawasan, pengobatan tradisional

agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya bagi manusia. Saat

ini telah didirikan 12 Sentra P3T di 12 propinsi yang bertugas untuk melakukan

uji klinis agar obat tradisional dapat diterima dalam pelayanan kesehatan formal.

Kebijakan lain yang berpengaruh terhadap operasional perusahaan adalah

kenaikan tarif BBM (bahan bakar minyak) dan TDL (tarif dasar listrik) yang
87

berimplikasi terhadap peningkatan biaya produksi. Pemerintah melalui Keppres

no. 133/2001 menyatakan kenaikan TDL sebesar enam persen setiap tiga bulan

terhitung 1 januari 2002. Kenaikan BBM dilakukan secara bertahap, pada bulan

April 2001 sebesar 20 persen kemudian mulai tanggal 15 Juni 2001 terjadi

kenaikan sebesar 30 persen.

b. Kebijakan Otonomi Daerah

Peluang untuk mengembangkan usaha bagi setiap daerah akan semakain

terbuka dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

pelaksanaan otonomi daerah. Kota Bogor mengeluarkan Perda kota Nomor 11

Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Daerah Bogor (Propeda) tahun 2001-

2005 yang menyatakan bahwa salah satu program kota Bogor dalam aspek

ekonomi adalah pengembangan agribisnis. Hal tersebut memberikan peluang bagi

pelaku usaha agribisnis, termasuk usaha pengolahan tanaman obat seperti Taman

Sringanis.

c. Perdagangan Bebas

Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas dengan keikutsertaannya

dalam WTO (World Trade Organization), APEC (Asia Pasific Economic

Cooperation), dan AFTA (Asean Free Trade Area). Perjanjian tersebut bertujuan

untuk meningkatkan daya saing perekonomian negara-negara di dunia dengan

cara menghilangkan hambatan tarif dan non tarif. Pelaksanaan perjanjain tersebut

dapat menjadi peluang dan juga ancaman bagi setiap peserta.

Tantangan yang harus dihadapi industri jamu dan obat tradisional dalam

era perdagangan bebas sangat besar, karena negara kompetitor mampu

memproduksi jamu dengan harga jauh lebih murah. Tantangan dari luar negeri
88

datang dari Cina yang lebih dahulu dikenal sebagai negara produsen jamu tertua

di dunia. Harga jamu dari Cina yang jauh lebih murah dibandingkan dengan jamu

dari Indonesia dipastikan mengancam kelangsungan industri jamu tradisional1.

Hal tersebut dapat mengancam keberadaan industri-industri kecil seperti Taman

Sringanis.

Peluang yang didapatkan dari perdagangan bebas adalah peluang ekspor

untuk tanaman obat dan obat tradisional yang lebih besar. Indonesia dapat

memanfaatkan peluang tersebut karena memiliki potensi alam yang mendukung,

namun dalam kenyataannya Indonesia baru menguasai kurang dari dua persen

pangsa pasar dunia2. Masalah yang dihadapi dalam melakukan impor adalah

peraturan ketat dari Departemen Kesehatan negara tujuan ekspor yang senantiasa

menyesuaikan dengan selera masyarakat.

6.2.1.2 Ekonomi

Keadaan perekonomian suatu negara akan sangat mempengaruhi kinerja

perusahaan dan industri. Faktor ekonomi mengacu kepada sifat, cara, dan arah

dari perekonomian dimana suatu perusahaan akan atau sedang beroperasi.

Indikator dari kesehatan perekonomian dari suatu negara antara lain adalah

pertumbuhan ekonomi, Produk domestik Bruto (PDB), tingkat pengeluaran

konsumsi rumah tangga, dan laju inflasi.

a. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

1
Industri Jamu Indonesia Hadapi Tantangan Besar.
Sumber: Harian Kompas, 27 Juli 2004.
2
Indonesia baru Menguasai Dua Persen Pangsa Pasar Jamu.
Sumber: Harian Kompas, 27 februari 2004.
89

Kondisi ekonomi Indonesia secara menyeluruh mulai menunjukkan

adanya perbaikan. Perekonomian Indonesia pada tahun 2003 mengalami

pertumbuhan sebesar 4,10 persen dibandingkan tahun 2002. Perekonomian

Indonesia berdasarkan ukuran PDB (produk domestik bruto) pada tahun 2003

mengalami peningkatan dibanding PDB tahun 2002. PDB atas dasar harga yang

berlaku pada tahun 2003 adalah sebesar Rp 176,1 triliun sedangkan PDB tahun

2002 sebesar Rp 1 610,6 triliun. Nilai PDB atas dasar harga konstan tahun 1993

pada tahun 2003 juga mengalami peningkatan dari Rp 426,9 triliun pada tahun

2002 menjadi sebesar Rp 444,5 triliun pada tahun 20033.

Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diukur dengan produk domestik

bruto atas dasar harga konstan dalam triwulan pertama 2004 meningkat 3,54

persen dibanding dengan triwulan keempat tahun 2003. Dibanding dengan

triwulan yang sama tahun 2003, pertumbuhannya sebesar 4,46 persen.

Perekonomian Indonesia tahun 2004 berdasarkan besar PDB atas dasar harga

berlaku adalah sebesar Rp 551,6 triliun, sedangkan berdasarkan harga konstan

2000 sebesar Rp 404 triliun4. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia

berdasarkan PDB per kapita periode tahun 2001 sampai dengan 2004 mengalami

peningkatan sebesar 14,43 persen untuk PDB atas dasar harga yang berlaku. PDB

per kapita atas dasar harga konstan 2000 mengalami pertumbuhan rata-rata

sebesar 3,49 persen( Tabel 20).

3
Berita Resmi Statistik No. 30/VII/24 Mei 2004
4
Berita Resmi Statistik No. 30/VII/24 Mei 2004
90

Tabel 20. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per Kapita Atas
Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 Indonesia
Tahun 2001-2004 (Rupiah).
PDB per Kapita Pertumbuhan PDB per Kapita Pertumbuhan
Atas Dasar (persentase) Atas Dasar (persentase)
Tahun
Harga Berlaku Harga Konstan
(miliar) (miliar)
2001 7 137 229,.0 - 6 922 887,9 -
2002 8 828 049,9 23,69 7 135 899,7 3,07
2003 9 572 4849 8,43 7 390 707,0 3,57
2004 10 641 731,6 11,17 7 673 118.9 3,82
Rata-rata 14,43 3,49
Sumber: BPS, 2006

b. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pertumbuhan ekonomi suatu negara akam mempengaruhi besarnya

pengeluaran untuk konsumsi. Semakin baik perekonomian suatu negara maka

tingkat pengeluaran konsumsi akan semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi

Indonesia yang mulai membaik akan berimplikasi terhadap peningkatan daya beli

masyarakat sehingga pengeluaran konsumsi masyarakat meningkat. Tabel 21

memperlihatkan bahwa tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga semakin

meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 4,22 persen per tahun.

Perkembangan pengeluaran konsumsi masyarakat dapat menjadi peluang bagi

pelaku usaha untuk menghasilkan produk-produk yang berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.

c. Laju Inflasi

Meski pada bulan Desember terjadi deflasi, secara keseluruhan laju inflasi

pada tahun 2005 mencapai 17,11 persen. Pelonjakan angka inflasi ini lebih banyak

disebabkan oleh kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang
91

terjadi dua kali selama tahun 2005, yang memicu kenaikan harga berbagai barang

dan jasa sampai berulang-ulang kali. Angka inflasi 17,11 persen yang di luar

perkiraan banyak kalangan ini jauh di atas angka inflasi yang ditetapkan dalam

APBN Perubahan (APBN-P) 2005, yaitu sebesar 8 persen sampai 9 persen.

Tabel 21. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga Indonesia Tahun 2001-2004


Perkembangan Pengeluaran Laju Pertumbuhan Pengeluaran
Tahun Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Rumah Tangga
(Rp miliar) (%)
2001 886 798,3 -
2002 920 749,6 3,83
2003 956 593,4 3,89
2004 1 003 809,0 4,94
Rata-rata 4,22
Sumber: BPS, 2006

Dilihat dari kelompok pengeluaran penyebab inflasi tahun 2005, inflasi

pada kelompok transportasi dan komunikasi adalah yang terbesar dibandingkan

dengan kelompok pengeluaran lainnya dengan angka mencapai 44,75 persen.

Kelompok ini mencatat inflasi yang sangat tinggi pada bulan Maret dan Oktober

2005 bersamaan dengan kenaikan harga BBM dalam negeri, yaitu berturut-turut

10,03 persen dan 28,57 persen. Sementara itu kelompok pengeluaran yang paling

rendah tingkat inflasinya selama tahun 2005 adalah kelompok kesehatan, hal yang

sama dengan yang terjadi pada tahun 2004. Hanya saja pada tahun 2005 laju

inflasi kelompok ini mencapai 6,13 persen, sedangkan di tahun 2004 mencapai

4,75 persen.

Sektor kesehatan memang menjadi sektor yang lebih mampu dikontrol

pemerintah ketimbang sektor-sektor lainnya, termasuk sektor pendidikan.

Meskipun komoditas obat-obatan juga terkena dampak kenaikan harga BBM,


92

namun pemerintah mampu melakukan intervensi melalui subsidi dan kontrol ketat

sejumlah BUMN produsen obat, suatu hal yang sulit dilakukan terhadap sektor

pendidikan yang lebih (rawan) terhadap penyesuaian-penyesuaian biaya.

Sedangkan sektor transportasi jelas merupakan sektor yang paling terkena dampak

kebijakan kenaikan harga BBM. Pada saat terjadi kenaikan harga BBM, sektor

transportasi akan langsung melakukan penyesuaian.

Tabel 22. Perkembangan Laju Inflasi Indonesia Tahun 2000-2005


Tahun Tingkat Inflasi (persen) Perkembangan (persen)
2000 9,35 -
2001 12,55 34,22
2002 10,03 -20,08
2003 5,06 -49,55
2004 6,40 26,48
2005 17,11 167,34
Rata-rata 31,68
Sumber : BPS, 2006

6.2.1.3 Sosial Budaya

Faktor sosial budaya yang perlu diperhatikan adalah terjadinya perubahan

pola konsumsi masyarakat serta pengetahuan gizi masyarakat yang umumnya

telah sadar akan kesehatan dan lebih senang mengkonsumsi produk yang sifatnya

alami. Perubahan lain yang terdapat dalam faktor sosial budaya adalah

berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan medis (dokter)

karena maraknya peristiwa malpraktek yang dilakukan para dokter. Selain itu,

biaya pengobatan yang semakin tinggi menyebabkan masyarakat beralih terhadap

pengobatan alternatif, yaitu pengobatan tradisional. Hal tersebut menyebabkan


93

terjadinya gerakan kembali ke alam (back to nature) yang berimplikasi terhadap

pertumbuhan penggunaan obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman obat.

Peningkatan jumlah penduduk suatu populasi juga merupakan faktor sosial

yang dapat menciptakan pangsa pasar potensial untuk setiap bidang usaha.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

terbanyak di dunia. Selama periode tahun 2001-2004 jumlah penduduk Indonesia

setiap tahunnya mengalami pertumbuhan sekitar 2,62 persen (Tabel 23). Tahun

2003 terjadi peningkatan yang cukup besar yaitu 5,37 dengan jumlah penduduk

sebanyak 214 374 096 orang (BPS, 2006).

Tabel 23. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2001-2004


Tahun Jumlah Penduduk (orang) Perubahan (persen)
2001 201 703 537 -
2002 203 441 676 0,86
2003 214 374 096 5,37
2004 217 854 745 1,62
Rata-rata 2,62
Sumber: BPS, 2006

Pertumbuhan jumlah penduduk dapat menyebabkan permintaan pasar

meningkat karena tingkat kebutuhan yang tinggi. Peningkatan jumlah penduduk

yang disertai dengan peningkatan jumlah angkatan kerja yang lebih besar

dibanding permintaan tenaga kerja akan menjadi peluang bagi pelaku usaha

karena tingkat upah menjadi kecil, tetapi dapat juga menjadi ancaman karena

semakin banyak orang yang berwirausaha.


94

6.2.1.4 Teknologi

Perkembangan agroindustri tidak terlepas dari faktor ilmu, pengetahuan,

dan teknologi (IPTEK). Ilmu pengetahuan merupakan dasar di dalam penciptaan

teknologi baru. Hal tersebut secara nyata mempengaruhi perkembangan industri

obat tradisional melalui pemanfaatan teknologi informasi dan teknologi

pengolahan. Kemajuan teknologi pengolahan telah menghasilkan produk obat

tradisional yang lebih bervariasi baik dalam bentuk maupun jenis. Saat ini telah

tersedia obat tradisional dalam bentuk kapsul dan ekstrak yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan konsumen dalam hal kepraktisan.

Teknologi informasi dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi yang

lebih lengkap dan lebih cepat sesuai kebutuhan sehingga dapat mengambil

keputusan yang tepat mengenai produk yang akan dibeli. Konsumen saat ini

semakin umum menggunakan internet sebagai sarana informasi yang cepat dan

akurat. Penggunaan situs internet oleh Taman Sringanis hanya sebatas layanan

informasi dengan bekerjasama pada salah satu lembaga masyarakat, belum

optimalkan sebagai sarana promosi.

6.2.2 Lingkungan Industri

Lingkungan industri adalah tingkatan dari lingkungan eksternal organisasi

yang menghasilkan komponen-komponen yang secara formal memiliki implikasi

yang relatif dan langsung terhadap operasionalisasi perusahaan.

Lingkungan yang dimaksudkan antara lain konsumen, pesaing, hambatan

masuk bagi pendatang baru dan ancaman produk subtitusi.


95

6.2.2.1 Konsumen

Bagi masyarakat menengah ke atas, rekreasi merupakan suatu kebutuhan,

bahkan rekreasi kini dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang tidak lagi eksklusif

bagi sebagian masyarakat menengah ke atas. Beragamnya fasilitas yang

disediakan dan obyek wisata yang ditawarkan oleh para produsen dengan harga

yang beragam, memberikan pilihan bagi konsumen dalam memenuhi

kebutuhannya.

Taman Sringanis menangkap peluang ini dengan menawarkan suatu wisata

yang sangat berbeda dengan wisata lainnya. Perpaduan antara pertanian dan

parawisata mampu menghadirkan pemandangan yang berbeda dari lingkungan

masyarakat sehari-hari. Konsumen Taman Sringanis sangat beragam, baik ditinjau

dari kelas sosial, usia, tingkat pendidikan, suku bangsa dll.

Berdasarkan pemberian kuesioner kepada responden yang merupakan

pengunjung Taman Sringanis dapat disimpulkan bahwa hampir 35 persen

pengunjung dari berbagai latar belakang dengan rata-rata usia diatas 36 tahun,

sedangkan 16 persen pengunjung adalah Bapak-bapak dan ibu-ibu dengan rata-

rata usia diatas 40 tahun. Ini terlihat bahwa konsumen Taman Sringanis

tersegmentasi, hanya orang tualah yang tertarik akan tanaman obat sedangkan

kaum muda masih memandang sebelah mata akan tanaman obat, hal ini menjadi

tantangan bagi Taman Sringanis.

Berdasarkan data yang berhasil dicatat, pada tahun 1999 jumlah

pengunjung mencapai 360 orang dan tahun berikutnya 2000 jumlah pengunjung

512 orang sampai tahun 2004 jumlah pengunjung terus meningkat. Rata-rata

jumlah pengunjung Taman Sringanis setiap tahunnya adalah


96

sebesar 57,624 persen. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2004 yaitu dengan

jumlah pengunjung sebesar 3 403 orang. (dalam hal ini yang dicatat adalah

pengunjung yang datang menggunakan paket A dan B). Hal ini terlihat dari

tingkat pengunjung yang terus meningkat setiap tahunnya seperti terlihat pada

(Tabel 24).

Tabel 24. Perkembangan Pertambahan Pengunjung Program Kunjungan


dan Pelatihan Taman Sringanis Tahun 1999-2004
Tahun Jumlah (orang) Pertumbuhan (persen)
1999 360 -
2000 512 33,33
2001 694 42,22
2002 823 35,55
2003 2 127 18,58
2004 3 403 158,44
Rata-rata 57,624
Sumber : Taman Sringanis, 2005

6.2.2.2 Pesaing

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan

Koperasi Kotamadya Bogor, Taman Sringanis merupakan satu-satunya pelaku

dalam bidang pengobatan tradisional sehingga untuk di wilayah kota Bogor

Taman Sringanis tidak memiliki pesaing. Informasi yang diperoleh dari Dinas

Perindustrian Kabupaten Bogor adalah bahwa terdapat sekitar lima pelaku usaha

jamu yang telah terdaftar, sedangkan yang bersifat non formal tidak diketahui

jumlahnya. Pelaku usaha sejenis di wilayah kabupaten Bogor yang dinilai sebagai

pesaing utama Taman Sringanis adalah Karyasari yang terletak di desa

Leuwiliang. Taman Sringanis dan Karyasari bergerak dalam bidang usaha yang
97

sama yaitu produksi obat yang berbahan baku tanaman obat. Saat ini di kota

Bogor kedua tempat inilah yang dikenal sebagai produsen obat tradisional oleh

masyarakat dan instansi pemerintah.

Agrowisata lainnya yang letaknya paling dekat dengan Taman Sringanis

adalah Agrowisata Teh Gunung Mas dan Taman Buah Mekarsari, walaupun

obyek wisata yang ditawarkan berbeda tetapi wisata ini mempunyai daya tarik

tersendiri.

6.2.2.3 Hambatan Masuknya Pendatang Baru

Besarnya ancaman masuknya pendatang baru dipengaruhi oleh besarnya

hambatan yang ada dan reaksi peserta persaingan yang ada. Terdapat enam

sumber hambatan masuk bagi pendatang baru ke industri, yaitu: (1) skala

ekonomis, (2) diferensiasi produk, (3) kebutuhan modal, (4) keunggulan biaya, (5)

akses ke saluran distribusi dan (6) kebijakan negara (David, 2002).

Hambatan masuk bagi pendatang baru dalam industri obat tradisional bila

dilihat dari skala ekonomi dan permodalan relatif rendah, karena untuk memulai

usaha ini tidak diperlukan skala ekonomi yang besar dan kebutuhan modal awal

relatif kecil. Secara legal formal, masalah regulasi tidak berpengaruh kepada

pendatang baru yang ingin memasuki bisnis ini, karena pemerintah tidak

membatasi atau menghambat kemungkinan masuknya perusahaan ke dalam

industri kecil ini dengan peraturan-peraturan tertentu.

Faktor yang dapat menjadi penghambat bagi pendatang baru adalah akses

ke saluran distribusi. Dalam industri ini, saluran distribusi yang dibentuk oleh

perusahaan-perusahaan besar yang telah ada cukup kuat, sehingga pendatang baru
98

harus mampu membuat saluran distribusi baru agar produknya dapat diterima

masyarakat. Cara-cara yang dapat dilakukan adalah dengan penurunan harga,

kerjasama periklanan, dan sebagainya, yang akan berimplikasi terhadap

penurunan laba.

6.2.2.4 Ancaman Produk Subtitusi

Produk subtitusi yang secara strategis harus diperhitungkan oleh

perusahaan-perusahaan dalam suatu industri adalah produk yang kualitasnya dapat

menandingi kualitas produk industri atau produk tersebut dihasilkan oleh industri

yang menikmati laba tinggi.

Produk subtitusi untuk obat tradisional adalah obat farmasi yang secara

umum memberikan ancaman cukup besar bagi industri obat tradisional karena

penggunaannya yang lebih umum dalam dunia medis. Kendala yang dihadapi

dalam industri farmasi adalah bahan baku yang masih impor, sehingga harga

jualnya menjadi lebih tinggi dibandingkan obat tradisional.

6.3 Identifikasi Kekuatan dan kelemahan, serta Peluang dan Ancaman

Faktor-faktor yang digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan

kelemahan serta peluang dan ancaman berasal dari identifikasi terhadap faktor

internal dan eksternal yang telah dilakukan diatas. Hasil identifikasi kekuatan dan

kelemahan serta peluang dan ancaman ini kemudian digunakan menyusun matriks

Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor Evaluation (EFE).
99

6.3.1 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan

Identifikasi faktor internal dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan

kelemahan yang dihadapi. Identifikasi tersebut dapat dilihat dari kondisi umum

Taman Sringanis dan sumberdaya yang dimilikinya. Sejumlah kekuatan dan

kelemahan dihasilkan dari hasil analisis yang dilakukan oleh penulis. Identifikasi

faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Taman Sringanis disajikan

pada Tabel 25.

Taman Sringanis memiliki produk yang bermutu dan bersifat informatif.

Visi dan misi yang dinyatakan oleh Taman Sringanis menggambarkan bahwa

usaha ini tidak berorientasi pada laba tetapi sebagai lembaga informasi bagi

masyarakat untuk mandiri dalam berobat, sehingga harga produk yang ditetapkan

relatif murah.

Perkembangan Taman Sringanis dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan,

kapasitas produksi, dan juga peningkatan laba sebesar sekitar 49.69 persen per

tahun serta jumlah pengunjung yang semakin banyak. Kondisi keuangan Taman

Sringanis dikatakan baik karena tidak memiliki hutang, namun pencatatan yang

dilakukan belum menggunakan sistem akuntansi.

Manajemen Taman Sringanis bersifat kekeluargaan dengan

mengutamakan keterbukaan dan kebersamaan dalam bekerja. Taman Sringanis

menggunakan tenaga kerja yang umumnya masih memiliki hubungan keluarga.

Struktur organisasi yang dimiliki merupakan gambaran pendelegasian tugas dan

tanggungjawab setiap pekerja, namun dalam pelaksanaannya terjadi tumpang

tindih jabatan seperti BE (Business Executive) yang juga berfungsi sebagai

penanggungjawab divisi pelatihan.


100

Tabel 25. Faktor Kekuatan dan Kelemahan Taman Sringanis


ASPEK KEKUATAN KELEMAHAN
Visi dan Misi Tidak berorientasi pada laba
Bersifat sederhana, belum
Bersifat terbuka dan
Manajemen menerapkan manajemen
kekeluargaan
strategis
Struktur
Terjadi tumpang tindih jabatan
Organisasi
Tingkat pendidikan tenaga kerja
SDM Tenaga kerja yang royal
yang rendah
Sumber Daya Modal pribadi Sistem pencatatan keuangan
Keuangan (tidak ada hutang) yang belum baik
Produksi Peningkatan kapasitas produksi
Jaringan distribusi yang terbatas
Hubungan baik dengan pemasok
Kegiatan promosi yang terbatas
Produk berkualitas
Pemasaran Informasi produk
Diversifikasi produk
Citra yang baik di mata
konsumen
Nilai penjualan yang meningkat
Harga relatif murah
Hubungan baik dengan instansi
pemerintah

6.3.2 Identifikasi Peluang dan Ancaman

Identifikasi faktor eksternal dilakukan untuk mengetahui peluang dan

ancaman yang dihadapi Taman Sringanis. Sejumlah peluang dan ancaman yang

dihasilkan diperoleh dari hasil analisis yang dilakukan oleh penulis. Berdasarkan

hal tersebut, maka peluang dan ancaman yang dihadapi Taman Sringanis secara

ringkas dapat dilihat pada Tabel 26.


101

Kondisi politik dan keamanan Indonesia berada dalam kondisi tidak stabil,

memberikan dampak negatif bagi pelaku usaha, karena kondisi tersebut akan

meningkatkan resiko dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya,

termasuk Taman Sringanis. Stabilitas politik dan keamanan akan berpengaruh

terhadap kegiatan produksi dan operasi yang akan berimplikasi terhadap harga

dan penjualan.

Tabel 26. Faktor Peluang dan Ancaman Taman Sringanis


ASPEK PELUANG ANCAMAN
Politik dan Otonomi daerah, peluang Stabilitas politik dan keamanan
Kebijakan ekspor yang semakin luas yang tidak menentu, kenaikan
Pemerintah BBM dan TDL, bertambahnya
produk impor
Ekonomi Tarif tergolong murah Laju inflasi
Sosial Budaya Tren Back to nature,
perekonomian yang cukup
membaik
Teknologi Perkembangan teknologi
Teknologi pengolahan produk
informasi
Konsumen Memiliki kekuatan untuk
Konsumen sangat beragam
menentukan pilihannya
Pesaing Jumlah industri yang semakin
banyak
Hambatan Hambatan untuk masuk industri
Masuk sangat kecil
Pendatang Baru
Ancaman Produk Penggunaan obat farmasi yang
Subtitusi lebih umum dalam dunia medis
102

Kebijakan politik yang baik dan mendukung akan menciptakan keamanan

dan kelancaran iklim berusaha pada suatu negara. Beberapa diantaranya adalah

kebijakan pemerintah dalam bidang industri, kebijakan otonomi daerah, serta

sistem perdagangan bebas.

Lingkungan industri obat tradisional dipengaruhi oleh kondisi persaingan

yang semakin ketat karena jumlah pelaku industri yang semakin banyak. Hal

tersebut berdampak terhadap besarnya kekuatan pembeli karena jumlah

penawaran yang meningkat. Kekuatan-kekuatan dalam industri obat tradisional

dapat menjadi ancaman bagi Taman Sringanis dalam mengembangkan usahanya.


103

VII. PERUMUSAN ALTERNATIF STRATEGI

7.1 Analisis Matriks IFE dan EFE

Setelah mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman

perusahaan maka dibuat matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan matriks

EFE (External Factor Evaluation). Matriks IFE berisikan faktor kekuatan dan

kelemahan perusahaan, sedangkan matriks EFE berisikan peluang dan ancaman.

Bobot dalam matriks IFE dan EFE mengacu pada industri obat tradisional.

Penetapan bobot dilakukan oleh pihak Taman Sringanis dengan menggunakan

kuesioner dan wawancara. Data diolah dengan membandingkan tingkat

kepentingan relatifnya satu sama lain sehingga dapat diketahui nilai faktor yang

berpengaruh terhadap Taman Sringanis. Nilai relatif untuk setiap faktor

dijumlahkan sehingga diperoleh nilai total faktor, kemudian nilai total faktor pada

masing-masing variabel dibagi dengan nilai total keseluruhan faktor yang

diidentifikasi sehingga dihasilkan besarnya bobot yang diperlukan.

Rating pada matriks IFE dan EFE berdasarkan efektifitas strategi Taman

Sringanis. Penetapan rating dilakukan dengan melihat kondisi Taman Sringanis

sebagai respon terhadap strategi yang dijalankan. Untuk peneliti mengadakan

wawancara dan kuesioner kepada pihak manajemen. Pemberian rating pada setiap

faktor-faktor strategis yang terdapat pada matriks EFE dan IFE dilakukan oleh

pihak manajemen Taman Sringanis.

7.1.1 Analisis Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE)

Analisis lingkungan internal Taman Sringanis mengidentifikasi beberapa

faktor kekuatan dan kelemahan. Data pada Tabel 25 memperlihatkan bahwa


104

terdapat dua belas faktor kunci kekuatan internal dan delapan faktor kunci

kelemahan Taman Sringanis. Faktor kunci kekuatan Taman Sringanis adalah

kualitas produk yang baik, produk inovatif sesuai kebutuhan, produk yang

informatif, harga relatif murah, citra baik di mata konsumen, manajemen

kebersamaan dan keterbukaan, loyalitas dan rasa memiliki dari karayawan,

kapasitas produksi yang meningkat, penjualan yang semakin meningkat,

penggunaan modal pribadi, hubungan baik dengan pemasok dan mitra tani, dan

hubungan baik dengan instansi pemerintah.

Faktor-faktor kelemahan Taman Sringanis adalah manajemen yang

sederhana, terjadi tumpang tindih jabatan, misi perusahaan yang tidak berorientasi

pada laba, pemasaran dan jalur distribusi yang terbatas, kegiatan promosi yang

terbatas, peningkatan total biaya produksi, sistem pembukuan yang belum baik,

dan keterbukaan tingkat pendidikan karyawan.

Proses pembobotan dilakukan terhadap faktor-faktor internal dengan

menggunakan metode pembobotan berpasangan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hasil pembobotan faktor-faktor internal dapat dilihat pada Tabel 27. Faktor

internal yang sangat penting bagi Taman Sringanis adalah kualitas produk yang

baik dengan bobot sebesar 0,0671 informasi produk dengan bobot 0,0592 dan

misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba yang memiliki bobot sebesar

0,0589.

Proses pemberian rating dilakukan dengan melihat keefektifan strategi

Taman Sringanis terhadap berbagai faktor internal. Proses pembobotan dan

peratingan terhadap responden menghasilkan matriks IFE yang dapat dilihat pada

Lampiran 3. Matriks IFE menghasilkan total skor yang menggambarkan kondisi


105

internal Taman Sringanis. Skor matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 28. Total

rataan skor untuk faktor kekuatan sebesar 1,9503 sedangkan rataan skor total

faktor kelemahan sebesar 1,2200. Hal ini menunjukkan Taman Sringanis memiliki

faktor kekuatan yang besar dibandingkan faktor kelemahan, sehingga Taman

Sringanis dapat memanfaatkan kekuatannya dalam mengembangkan usaha.

Tabel 27. Bobot Faktor Internal


Faktor Responden Responden Responden Responden Bobot
Strategis Internal 1 2 3 4 Rata-rata
Faktor Kekuatan
Kualitas produk
0,0659 0,0696 0,0671 0,0658 0,0671
yang baik
Diversifikasi produk 0,0553 0,0591 0,0500 0,0539 0,0546
Informasi produk 0,0619 0,0591 0,0566 0,0592 0,0592
Citra baik di mata
0,0567 0,0604 0,0566 0,0566 0,0576
konsumen
Manajemen kebersamaan
0,0527 0,0618 0,0566 0,0539 0,0563
dan keterbukaan
Loyalitas dan rasa
0,0580 0,0552 0,0579 0,0579 0,0573
memiliki dari karyawan
Kapasitas produksi yang
0,0487 0,0591 0,0447 0,0513 0,0510
meningkat
Pertumbuhan penjualan 0,0487 0,0578 0,0408 0,0434 0,0477
Penggunaan modal pribadi 0,0487 0,0355 0,0526 0,0513 0,0470
Hubungan baik dengan
0,0567 0,0618 0,0539 0,0579 0,0576
pemasok dan mitra tani
Hubungan baik dengan
0,0514 0,0499 0,0500 0,0539 0,0513
instansi pemerintah
Harga relatif murah 0,0316 0,0539 0,0316 0,0355 0,0382
Faktor Kelemahan
Manajemen yang 0,0435 0,0394 0,0461 0,0421 0,0428
sederhana
Tumpang tindih jabatan 0,0395 0,0434 0,0434 0,0421 0,0421
Misi perusahaan yang tidak
0,0632 0,0486 0,0618 0,0618 0,0589
berorientasi pada laba
Pemasaran dan jalur
0,0422 0,0368 0,0408 0,0408 0,0402
distribusi yang terbatas
Kegiatan promosi yang
0,0356 0,0355 0,0355 0,0395 0,0365
sederhana
Sistem pencatatan
0,0422 0,0329 0,0421 0,0329 0,0375
keuangan yang belum baik
Peningkatan total biaya
0,0422 0,0447 0,0553 0,0474 0,0474
produksi
Pendidikan karyawan yang
0,0553 0,0355 0,0566 0,0526 0,0500
terbatas
Total 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000
106

Data Tabel 28 menunjukkan bahwa variabel yang menjadi kekuatan utama

bagi Taman Sringanis dalam industri adalah kualitas produk yang baik dengan

skor 0,2181 dan informasi produk yang memiliki skor 0,1924, Kedua variabel

tersebut mamiliki pengaruh yang besar dan menjadi faktor kekuatan bagi Taman

Sringanis untuk bersaing dalam industri obat tradisional.

Tabel 28. Skor Matriks IFE


Rataan Rataan Rataan
Faktor Strategis Internal
Bobot Rating Skor
Faktor Kekuatan
Kualitas produk yang baik 0,0671 3,25 0,2181
Diversifikasi produk 0,0546 3,25 0,1774
Informasi produk 0,0592 3,25 0,1924
Citra baik di mata konsumen 0,0576 3,25 0,1871
Manajemen kebersamaan dan keterbukaan 0,0563 2,75 0,1547
Loyalitas dan rasa memiliki dari karyawan 0,0573 3,00 0,1718
Kapasitas produksi yang meningkat 0,0510 2,50 0,1274
Pertumbuhan penjualan 0,0477 2,50 0,1192
Penggunaan modal pribadi 0,0470 2,75 0,1293
Hubungan baik dengan pemasok dan mitra tani 0,0576 3,00 0,1727
Hubungan baik dengan instansi pemerintah 0,0513 3,25 0,1667
Harga relatif murah 0,0382 3,50 0,1335
Total Skor Faktor Kekuatan 1,9503
Faktor Kelemahan
Manajemen yang sederhana 0,0428 3,75 0,1604
Tumpang tindih jabatan 0,0421 3,75 0,1579
Misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba 0,0589 3,50 0,2060
Pemasaran dan jalur distribusi yang terbatas 0,0402 3,50 0,1405
Kegiatan promosi yang sederhana 0,0365 2,75 0,1004
Sistem pencatatan keuangan yang belum baik 0,0375 4,00 0,1501
Peningkatan total biaya produksi 0,0474 3,00 0,1422
Keterbatasan tingkat pendidikan karyawan 0,0500 3,25 0,1625
Total Skor Faktor Kelemahan 1,2200
Total 1,0000 1,0000

Kelemahan utama bagi Taman Sringanis adalah misi yang tidak

berorientasi pada laba dengan skor 0,2060 dan keterbatasan pendidikan karyawan

dengan skor sebesar 0,1625. Kelemahan tersebut merupakan faktor yang


107

mempengaruhi daya saing Taman Sringanis dalam industri. Total skor yang

dihasilkan dari matriks IFE adalah sebesar 3,1703. Hal ini menunjukkan bahwa

Taman Sringanis berada dalam kondisi internal kuat.

7.1.2 Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation)

Analisis lingkungan eksternal Taman Sringanis mengidentifikasi berbagai

peluang dan ancaman. Data Tabel 26 menunjukkan bahwa Taman Sringanis

memiliki delapan faktor peluang dan enam faktor ancaman. Faktor-faktor yang

menjadi peluang adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik, undang-

undang otonomi daerah, peluang ekspor yang semakin luas, Tarif tergolong

murah, perkembangan teknologi informasi, Konsumen sangat beragam, dan trend

back to nature.

Faktor yang menjadi ancaman bagi Taman Sringanis adalah situasi politik

dan stabilitas negara, laju inflasi, adanya produk subtitusi, kenaikan TDL dan

BBM, peningkatan jumlah pelaku industri serta teknologi pengolahan,

bertambahnya produk impor, ancaman pendatang baru, kekuatan pembeli untuk

memilih, Penggunaan obat farmasi yang lebih umum dalam dunia medis.

Proses pembobotan terhadap faktor-faktor eksternal dilakukan dengan

menggunakan metode pembobotan berpasangan yang dapat dilihat pada Lampiran

2. Data Tabel 29 memperlihatkan bahwa faktor eksternal yang sangat penting bagi

Taman Sringanis adalah penggunaan obat farmasi yang umum dalam dunia medis

dengan bobot sebesar 0,0892, trend back to nature dengan bobot sebesar 0,0819

kekuatan pembeli untuk memilih dengan bobot sebesar 0,0778 dan kenaikan tarif

TDL dan BBM yang berbobot 0,0736.


108

Proses peratingan terhadap faktor eksternal dilakukan dengan melihat

keefektifan strategi Taman Sringanis terhadap berbagai faktor-faktor eksternal.

Lampiran 4 memperlihatkan proses pembobotan dan peratingan terhadap faktor-

faktor eksternal yang menghasilkan matriks EFE. Matriks EFE menghasilkan total

skor yang menggambarkan respon Taman Sringanis terhadap berbagai peluang

dan ancaman eksternal yang terjadi. Skor dari matriks EFE disajikan pada Tabel

30. Total rataan skor untuk faktor peluang adalah sebesar 1,0107 sedangkan total

rataan skor untuk faktor ancaman adalah sebesar 1,3733. Hal ini menunjukkan

bahwa Taman Sringanis memiliki faktor ancaman yang lebih besar dibandingkan

faktor peluang, sehingga diperlukan tindakan untuk menghindari faktor ancaman.

Tabel 29. Bobot Faktor Eksternal


Faktor Strategis Eksternal Responden Responden Responden Responden Bobot
1 2 3 4 Rata-rata
Faktor Peluang
Pertumbuhan 0,0545 0,0542 0,0458 0,0583 0,0532
Ekonomi yang membaik
Undang-undang otonomi daerah 0,0545 0,0479 0,0479 0,0583 0,0522
Meningkatnya laju pertumbuhan 0,0524 0,0521 0,0479 0,0583 0,0527
penduduk
peluang ekspor yang semakin luas 0,0524 0,0438 0,0479 0,0563 0,0501
Perkembangan teknologi informasi 0,0713 0,0563 0,0750 0,0708 0,0684
Tarif tergolong murah 0,0524 0,0542 0,0479 0,0583 0,0532
Trend back to nature 0,0818 0,0792 0,0792 0,0875 0,0819
Faktor Ancaman
Situasi politik 0,0482 0,0583 0,0750 0,0604 0,0605
dan stabilitas negara
Laju inflasi 0,0461 0,0625 0,0479 0,0583 0,0537
Adanya produk subtitusi 0,0608 0,0667 0,0792 0,0604 0,0668
Peningkatan jumlah 0,0608 0,0688 0,0500 0,0583 0,0595
pelaku industri
Ancaman pendatang baru 0,0608 0,0708 0,0500 0,0583 0,0600
Penggunaan obat 0,0922 0,0771 0,0938 0,0938 0,0892
farmasi yang umum
dalam dunia medis
Kekuatan pembeli untuk memilih 0,0881 0,0792 0,0833 0,0604 0,0778
Kenaikan TDL/BBM 0,0734 0,0792 0,0813 0,0604 0,0736
Peningkatan produk impor 0,0503 0,0500 0,0479 0,0417 0,0475
Total 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000
109

Pada Tabel 30 memperlihatkan bahwa variabel yang menjadi peluang

utama bagi Taman Sringanis adalah tren back to nature dengan skor 0,2867 dan

perkembangan teknologi informasi yang memiliki skor sebesar 0,1880. Variabel

yang menjadi ancaman bagi Taman Sringanis adalah penggunaan obat farmasi

yang umum dalam dunia medis dengan skor 0,2677 dan kenaikan total biaya

produksi dengan skor 0,1944. Total skor matriks EFE adalah sebesar 2,3840. Hal

ini menunjukkan bahwa Taman Sringanis memiliki respon rata-rata terhadap

peluang dan ancaman eksternal yang terjadi.

Tabel 30. Skor Matriks EFE


Rataan Rataan Rataan
Faktor Strategis Eksternal
Bobot Rating Skor
Faktor Peluang
Pertumbuhan ekonomi yang membaik 0,0532 2,25 0,1197
Undang-undang otonomi daerah 0,0522 2,00 0,1044
Meningkatnya pertumbuhan penduduk 0,0527 2,00 0,1054
Peluang ekspor yang semakin meningkat 0,0501 2,00 0,1002
Perkembangan teknologi informasi 0,0684 2,75 0,1881
Tarif tergolong murah 0,0532 2,00 0,1064
Trend back to nature 0,0819 3,50 0,2867
Total Skor Faktor Peluang 1,0109
Faktor Ancaman
Situasi politik dan stabilitas negara 0,0605 2,00 0,1210
Laju inflasi 0,0537 2,00 0,1074
Adanya produk subtitusi 0,0668 2,25 0,1502
Peningkatan jumlah pelaku industri 0,0595 2,25 0,1338
Ancaman pendatang baru 0,0600 2,00 0,1200
Penggunaan obat farmasi di dunia medis 0,0892 3,00 0,2677
Kenaikan total biaya produksi 0,0778 2,50 0,1944
Kenaikan TDL/BBM 0,0736 2,50 0,1839
Peningkatan produk impor 0,0475 2,00 0,0950
Total Skor Faktor Ancaman 1,3733
Total 1,0000 2,3840
110

7.2 Analisis Matriks Internal-Eksternal

Analisis internal-eksternal dilakukan untuk mempertajam hasil evaluasi

dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis ini akan menghasilkan

matriks internal-eksternal yang berguna untuk mengetahui posisi Taman Sringanis

saat ini sehingga dapat memberikan pilihan alternatif strategi.

Pemetaan posisi Taman Sringanis sangat penting bagi pemilihan alternatif

strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi di dalam

industri obat tradisional. Berdasarkan skor rata-rata dari matriks IFE dan EFE

maka dapat disusun matriks IE (Internal Eksternal). Skor IFE sebesar 3,1703

menggambarkan bahwa Taman Sringanis berada dalam kondisi internal yang

kuat. Nilai EFE sebesar 2,3840 menggambarkan bahwa Taman Sringanis

memiliki kemampuan yang rata-rata dalam memanfaatkan peluang maupun

menghindari ancaman lingkungan eksternal Gambar 9.

TOTAL SKOR BOBOT IFE

KUAT RATA-RATA LEMAH


4,0 3,0 2,0 1,0

II III
TINGGI I

TOTAL SKOR 3,0


BOBOT EFE

SEDANG
V VI
IV
2,0

RENDAH VIII IX
VII
1,0

Gambar 9. Matriks Internal-Eksternal (I-E)


111

Pemetaan terhadap masing-masing total skor dari faktor-faktor internal

dan eksternal menggambarkan posisi Taman Sringanis saat ini, yaitu pada kotak

IV di kuadran matriks IE pada. Strategi yang dapat dijalankan merupakan strategi

tumbuh dan bina atau strategi pertumbuhan, alternatif strategi yang umum

dijalankan adalah strategi intensif dan strategi integratif

Strategi-strategi Penetrasi Pasar, Pengembangan Pasar, dan Pengembangan

Produk adalah tiga strategi yang dikelompokkan ke dalam Strategi Intensif.

Penetrasi pasar yaitu usaha peningkatan pangsa pasar suatu produk atau jasa yang

sudah ada di pasar melalui usaha pemasaran yang lebih gencar (David, 2002).

Untuk meningkatkan pangsa pasar agrowisata dapat ditempuh antara lain dari

kualitas produk yang baik tetap dipertahankan dan terus melakukan perbaikan

mutu sehingga produk bisa menimbulkan citra baik di mata konsumen, peran aktif

petugas kebun dalam memberikan informasi yang dapat memuaskan pengunjung.

Keefektifan dan keaktifan petugas kebun dalam mentransfer informasi sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan minat dan loyalitas konsumen. Penonjolan citra

perusahaan sebagai usaha yang terdiferensiasi perlu diperhatikan agar konsumen

dapat merasakan manfaat dan adanya perbedaan produk/jasa yang diterima.

Alternatif strategi kedua dari strategi intensif adalah pengembangan pasar

merupakan pengenalan produk atau jasa yang telah ada pada daerah atau

kelompok konsumen baru (David, 2002). Strategi pengembangan pasar dapat

dilakukan dengan melakukan kegiatan promosi seperti pengiklanan di majalah

yang kontinu, radio, televisi, internet ataupun ke sekolah/perguruan tinggi untuk

menjaring segmen dari konsumen yang lebih besar yang tidak hanya ibu-ibu atau

para lansia dan melakukan kerjasama dengan biro perjalanan wisata agar Taman
112

Sringanis dimasukkan dalam paket wisatanya serta menyediakan fasilitas hiburan

seperti kesenian daerah setempat.

Alternatif strategi intensif yang ketiga adalah pengembangan produk.

Strategi pengembangan produk merupakan peningkatan penjualan dengan cara

meningkatkan atau memodifikasikan produk-produk atau jasa-jasa yang ada

sekarang (David, 2002). Strategi pengembangan produk dilakukan untuk

meningkatkan daya saing. Peningkatan mutu pelayanan menjadi faktor yang

penting bagi Taman Sringanis. Keramahan para karyawan terutama yang

memandu pengunjung dilokasi perlu ditingkatkan kualitasnya agar setiap

pengunjung dapat berkesempatan untuk melihat dan mengenal tanaman obat,

sehingga kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen dapat tercipta lebih baik.

Untuk menciptakan inovasi dalam produk-produk yang ditawarkan,

Taman Sringanis dapat melakukan kerjasama dengan peneliti untuk menambah

obyek wisata yang ditawarkan dan masyarakat sekitar untuk menciptakan produk-

produk yang memiliki ciri khas, seperti makanan khas atau benda-benda yang

dapat berfungsi sebagai souvenir. Pengembangan produk juga dapat dilakukan

dengan meningkatkan pengelolaan agrowisata seperti kebersihan dan keindahan

kebun, nilai estetika dari tata letak (landscape) kebun, kebersihan toilet dan lain-

lain.

Selain strategi intensif, strategi integrasi menjadi alternatif lain dalam

pengembangan Taman Sringanis yang berada pada posisi sel II. Strategi integrasi

terdiri atas integrasi ke depan (Forward Integration), integrasi ke belakang

(Backward Integration), dan integrasi horisontal (Horizontal Integration)


113

Integrasi ke depan merupakan strategi untuk memperoleh kepemilikan

atau meningkatkan kendali atas distributor atau pengecer (David, 2002). Untuk

dapat melakukan strategi ini Taman Sringanis dapat melakukan kerjasama dengan

instansi pemerintah dan memanfaatkan hubungan baik dengan pemasok sebagai

mitra usaha yang berasal dari luar kota dan melakukan kerjasama dengan asosiasi-

asosiasi seperti AWAI (Asosiasi Wisata Agro Indonesia).

Strategi integrasi ke belakang adalah pengembangan kepemilikan atau

meningkatkan kendali atas perusahaan pemasok (David, 2002). Hal ini sulit

dilakukan Taman Sringanis mengingat). Strategi integrasi untuk saat ini masih

belum memungkinkan untk dijalankan di perusahaan, mengingat keterbatasan

modal dan skala usaha yang masih kecil.

Alternatif strategi integrasi yang ketiga adalah integrasi horisontal

merupakan strategi untuk memperoleh kepemilikan atau meningkatkan kendali

atas pesaing (David, 2002). Dalam melaksanakan strategi horisontal, Taman

Sringanis dapat melakukan kerjasama dengan objek wisata yang ada di kota

Bogor seperti Kebun Raya Bogor, Agrowisata Teh Gunung Mas, Taman Bunga

Nusantara Cianjur dan agrowisata lainnya untuk melakukan paket wisata bersama.

Kerjasama lain dapat diciptakan dengan hotel-hotel di kota Bogor dimana para

tamu hotel dapat mengunjungi Taman Sringanis sebagai fasilitas tambahan.

Madsud strategi ini untuk mendatangkan konsumen ke lokasi wisata dengan

mengadakan paket wisata bersama dengan pesaing.

7.3 Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats)

Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis

matriks SWOT. Keunggulan model ini adalah mudah memformulasikan strategi


114

berdasarkan gabungan faktor eksternal dan internal. Empat strategi utama yang

disarankan yaitu strategi SO, ST, WO, dan WT. Analisis ini menggunakan data

yang telah diperoleh dari matriks IFE dan EFE di atas. Hasil analisis matriks

SWOT dapat dilihat pada Tabel 31.

Hasil dari matriks SWOT didapatkan alternatif strategi sebagai berikut:

1. Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan keuntungan dari

peluang yang ada (SO):

a. Menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada,

mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga

kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat (S1, S4, S7, S11, O6, O7).

b. Memanfaatkan selera wisata konsumen yang berubah dari mass tourism ke

niche tourism berbasis lingkungan (back to nature) dengan mengoptimalkan

produk yang bernuansa alami. (S1, S4, O7).

2. Strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman (ST):

a. Memanfaatkan kualitas produk, citra baik di mata konsumen,

mempertahankan hubungan baik dengan pemasok, hubungan baik dengan

instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi

dalam dunia medis, ancaman pendatang baru, adanya produk subtitusi dan

peningkatan jumlah pelaku industri (S1, S4, S10, S11, T6, T5, T3, T4).

b. Mempertahankan harga produk (S6, S8, S11, T5, T6, T9).

3. Strategi yang memperkecil kelemahan dengan memanfaatkan keuntungan dari

peluang yang ada (WO):

a. Meningkatkan kegiatan promosi secara optimal dengan memanfaatkan

perkembangan teknologi seperti melalui stasion radio yang menjadi saluran


115

favorit pemirsa atau televisi pada acara pengobatan alternatif (W5, W4, W7,

O5, O4, O7).

b. Memperbaiki sistem manajemen perusahaan (W1, W2, W5, W6, W8, O4,

O5, O6, O7).

c. Mencoba memasarkan produk di daerah Bandung dengan mutu dan kualitas

yang sama dengan pesaing (W4, W5, O1, O3, O6, O7).

4. Strategi untuk meminimalkan kelemahan dan mengantisipasi ancaman (WT):

a. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan

manajemennya dengan pelatihan khusus untuk meningkatkan produktivitas

karyawan dan memiliki keterampilan dan pengetahuan mengenai agrowisata

karena bertambahnya jumlah pelaku industri dan ancaman pendatang baru

yang akan menjadi saingan dalam usahanya (W1, W8, T4, T5).

b. Mengikutsertakan produk pada pameran perdagangan untuk mempromosikan

produk (W4, W5, T3, T4, T5, T9).

7.4 Quantitative Strategic Planning (QSP) Matriks

Matriks QSP adalah alat yang direkomendasikan bagi peneliti untuk

mengevaluasi pilihan strategi alternatif secara obyektif berdasarkan faktor-faktor

utama internal dan eksternal pada matriks IFE, EFE, I-E, SWOT. Penentuan

alternatif strategi yang layak dimasukkan pada matriks QSP berdasarkan penilaian

atas kondisi perusahaan dan penggunaan intuisi. Proses pemilihan prioritas

strategi dilakukan olek pemilik Taman Sringanis yang memiliki otoritas dan

kemampuan dalam memilih strategi. Matriks ini akan menentukan kemenarikan

relatif dari tindakan-tindakan strategi alternatif yang dapat dilaksanakan oleh

Taman Sringanis. Beberapa alternatif strategi yang dipilih yaitu:


116

1. Menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada,

mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga

kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. Memanfaatkan selera wisata

konsumen yang berubah dari mass tourism ke niche tourism berbasis

lingkungan dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami.

2. Memanfaatkan kualitas produk, citra baik di mata konsumen,

mempertahankan hubungan baik dengan pemasok serta hubungan baik dengan

instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi,

pendatang baru dan produk subtitusi serta peningkatan jumlah pelaku industri.

Mempertahankan harga produk.

3. Meningkatkan kegiatan promosi secara optimal dengan memanfaatkan perkem

bangan teknologi. Memperbaiki sistem manajemen perusahaan. Mencoba

memasarkan produk di daerah Bandung dengan mutu dan kualitas yang sama

dengan pesaing.

4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan manajemennya dengan

pelatihan khusus untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan memiliki

keterampilan dan pengetahuan mengenai pariwisata karena bertambahnya

jumlah pelaku industri dan ancaman pendatang baru yang akan menjadi

saingan dalam usahanya. Mengikutsertakan produk pada pameran

perdagangan untuk mempromosikan produk.

Dari hasil perhitungan matriks QSP dengan mengalikan bobot masing-

masing faktor dengan nilai daya tarik dihasilkan total nilai daya tarik yang dapat

dilihat pada Tabel 32 sehingga dihasilkan alternatif strategi terpilih adalah strategi

1 (satu) yaitu menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada,
117

mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga kualitas

produk tetap bermutu dan berkhasiat. Memanfaatkan selera wisata konsumen

yang berubah dari mass tourism ke niche tourism berbasis lingkungan (back to

nature) dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami dengan nilai TAS

sebesar 5,7270. Alternatif strategi dengan nilai TAS terkecil sebesar 5,0924

adalah strategi empat yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan

manajemennya dengan pelatihan khusus untuk meningkatkan produktivitas

karyawan dan memiliki keterampilan dan pengetahuan mengenai pariwisata

karena bertambahnya jumlah pelaku industri dan ancaman pendatang baru yang

akan menjadi saingan dalam usahanya.

Prioritas strategi yang disarankan disusun berdasarkan urutan pertama

dengan nilai TAS tertinggi sampai dengan urutan terakhir dengan nilai TAS

terendah. Hasil matriks QSP menghasilkan prioritas strategi sebagai berikut:

1. Menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada,

mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga

kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. Memanfaatkan selera wisata

konsumen yang berubah dari mass tourism ke niche tourism berbasis

lingkungan dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami (5,7270).

2. Meningkatkan kegiatan promosi secara optimal dengan memanfaatkan perkem

bangan teknologi. Memperbaiki sistem manajemen perusahaan. Mencoba

memasarkan produk di daerah Bandung dengan mutu dan kualitas yang sama

dengan pesaing (5,5937).


118

Tabel 31. Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats)


Analisis Internal KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)
1.
Kualitas produk yang baik 1. Manajemen yang sederhana
2
Diversifikasi produk 2. Tumpang tindih jabatan
3.
Informasi produk 3. Misi perusahaan yang tidak
4.
Citra baik di mata konsumen berorientasi pada laba
5.
Manajemen kebersamaan dan 4. Pemasaran dan jalur distribusi
keterbukaan yang terbatas
6. Loyalitas dan rasa memiliki dari 5. Kegiatan promosi yang sederhana
karyawan 6. Sistem pencatatan keuangan yang
7. Kapasitas produksi yang meningkat belum baik
8. Pertumbuhan penjualan 7. Peningkatan total biaya produksi
9. Penggunaan modal pribadi 8. Keterbatasan tingkat pendidikan
10. Hubungan baik dengan pemasaran karyawan
11. Harga yang relatif murah
Analisis Eksternal
12. Hubungan baik dengan instansi
pemerintah
PELUANG (O) STRATEGI SO STRATEGI WO
1. Pertumbuhan ekonomi yang membaik 1. Menggali potensi alam yang 1. Meningkatkan kegiatan promosi
2. Undang-undang otonomi daerah dimiliki dengan sumberdaya yang secara optimal dengan
3. Meningkatnya laju pertumbuhan ada, mengoptimalkan keunggulan memanfaatkan perkembangan
penduduk dan pengelolaan wisata agro, serta teknologi (W5, W4, W7, O5,
4. Peluang ekspor yang semakin menjaga kualitas produk tetap O4, O7)
meningkat bermutu dan berkhasiat (S1, S4, 2. Memperbaiki sistem manajemen
5. Perkembangan teknologi informasi S7, S11, O6, O7) Taman Sringanis (W1, W2, W5,
6. Tarif tergolong murah 2. Memanfaatkan selera wisata W6, W8, O4, O5, O6, O7)
7. Trend back to nature konsumen yang berubah dari mass 3. Mencoba memasarkan produk
tourism ke niche tourism berbasis didaerah Bandung dengan mutu
lingkungan dengan dan kualitas yang sama dengan
mengoptimalkan ciri khas produk pesaing (W4, W5, O1, O3, O6,
yang alami (S1, S4, O7) O7)

ANCAMAN (T) STRATEGI ST STRATEGI WT


1. Situasi politik dan stabilitas negara 1. Memanfaatkan kualitas produk, 1. Meningkatkan kualitas sumber
2. Laju inflasi citra baik di mata konsumen, daya manusia dan manajemennya
3. Adanya produk subtitusi mempertahankan hubungan baik dengan pelatihan khusus untuk
4. Peningkatan jumlah pelaku industri dengan pemasok serta hubungan meningkatkan produktivitas
5. Ancaman pendatang baru baik dengan instansi pemerintah karyawan dan memiliki
6. Penggunaan obat farmasi untuk mengantisipasi adanya keterampilan dan pengetahuan
dalam dunia medis penggunaan obat farmasi, mengenai pariwisata karena
7. Kenaikan total biaya produksi pendatang baru dan produk bertambahnya jumlah pelaku
8. Kenaikan TDL/BBM subtitusi serta peningkatan jumlah industri dan ancaman pendatang
9. Peningkatan produk impor pelaku industri (S1, S4, S10, S11, baru yang akan menjadi saingan
T6, T5, T3, T4) dalam usahanya (W1, W8, T4,
2. Mempertahankan harga produk T5)
(S6, S8, S11, T5, T6, T9) 2. Mengikutsertakan produk pada
pameran perdagangan untuk
mempromosikan produk (W4,
W5, T3, T4, T5, T9)

3. Memanfaatkan kualitas produk, citra baik di mata konsumen, mempertahankan

hubungan baik dengan pemasok serta hubungan baik dengan instansi

pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi, pendatang


119

baru dan produk subtitusi serta peningkatan jumlah pelaku industri.

Mempertahankan harga produk (5,5195).

4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan manajemennya dengan

pelatihan khusus untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan memiliki

keterampilan dan pengetahuan mengenai agrowisata karena bertambahnya

jumlah pelaku industri dan ancaman pendatang baru yang akan menjadi

saingan dalam usahanya. Mengikutsertakan produk pada pameran

perdagangan untuk mempromosikan produk (5,0924).

Berdasarkan hasil matriks QSP diperoleh bahwa strategi satu sebagai nilai

tertinggi, maka disusun langkah-langkah operasional sebagai prioritas, yaitu:

1. Menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada,

mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga

kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. Memanfaatkan selera wisata

konsumen yang berubah dari mass tourism ke niche tourism berbasis

lingkungan dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami.

2. Memanfaatkan kualitas produk, citra baik di mata konsumen,

mempertahankan hubungan baik dengan pemasok, hubungan baik dengan

instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi,

pendatang baru, produk subtitusi dan peningkatan jumlah pelaku industri.

Mempertahankan harga produk.


120

Tabel 32. Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning)


Alternatif Strategi Terpilih
Faktor Penentu
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4
Strategis Bobot
AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
Kekuatan
1 0,0671 3 0,2013 2 0,1342 4 0,2648 3 0,2013
2 0,0546 4 0,2184 3 0,1638 3 0,1638 2 0,1092
3 0,0592 2 0,1184 2 0,1184 1 0,0592 2 0,1184
4 0,0576 3 0,1728 3 0,1728 4 0,2304 2 0,1152
5 0,0563 3 0,1689 3 0,1689 2 0,1126 2 0,1126
6 0,0573 3 0,1719 3 0,1719 3 0,1719 2 0,1146
7 0,0510 3 0,1530 3 0,1530 4 0,2040 4 0,2040
8 0,0477 4 0,1908 4 0,1908 4 0,1908 4 0,1908
9 0,0470 4 0,1880 4 0,1880 3 0,1410 4 0,1880
10 0,0576 4 0,2304 4 0,2304 3 0,1728 3 0,1728
11 0,0513 3 0,1539 4 0,2052 4 0,2052 3 0,1539
12 0,0382 3 0,1146 3 0,1146 3 0,1146 3 0,1146
Kelemahan
1 0,0428 3 0,1284 3 0,1284 3 0,1284 2 0,0856
2 0,0421 3 0,1263 3 0,1263 3 0,1263 3 0,1263
3 0,0589 2 0,1178 2 0,1178 3 0,1767 3 0,1767
4 0,0402 0 0 0 0 4 0,1608 0 0
5 0,0365 2 0,0730 2 0,0730 3 0,1095 2 0,0730
6 0,0375 0 0 0 0 2 0,0750 3 0,1125
7 0,0474 3 0,1422 3 0,1422 3 0,1422 3 0,1422
8 0,0500 3 0,1500 3 0,1500 2 0,1000 2 0,1000
Peluang
1 0,0532 4 0,2128 4 0,2128 2 0,1064 2 0,1064
2 0,0522 3 0,1566 3 0,1566 3 0,1566 3 0,1566
3 0,0527 3 0,1581 3 0,1581 3 0,1581 3 0,1581
4 0,0501 4 0,2004 4 0,2004 4 0,2004 4 0,2004
5 0,0684 3 0,2052 4 0,2736 2 0,1368 3 0,2052
6 0,0532 4 0,2128 4 0,2128 4 0,2128 4 0,2128
7 0,0819 3 0,2457 2 0,1638 3 0,2457 2 0,1638
Ancaman
1 0,0605 2 0,1210 2 0,1210 2 0,1210 2 0,1210
2 0,0537 2 0,1074 2 0,1074 2 0,1074 2 0,1074
3 0,0668 0 0 2 0,1336 1 0,0668 1 0,0668
4 0,0595 2 0,1190 2 0,1190 3 0,1785 2 0,1190
5 0,0600 2 0,1200 2 0,1200 3 0,1800 2 0,1200
6 0,0892 3 0,2676 3 0,2676 3 0,2676 3 0,2676
7 0,0778 3 0,2334 3 0,2334 3 0,2334 3 0,2334
8 0,0736 4 0,2944 2 0,1472 1 0,0736 2 0,1472
9 0,0475 3 0,1425 3 0,1425 2 0,0950 2 0,0950
Total 5,7270 5,5195 5,5937 5,0924
121

VIII. PENDAPAT KONSUMEN

8.1 Motivasi Responden

Dari hasil penelitian terhadap pengunjung Taman Sringanis, terdapat

berbagai alasan mereka berkunjung. Sebanyak 48 responden melakukan

kunjungan dengan tujuan untuk berobat, dijawab oleh 24 responden untuk

tambahan pengetahuan tentang tanaman obat dan 15 responden melakukan

kunjungan dengan tujuan membeli produk/bibit.

Faktor lain yang mempengaruhi motivasi pengunjung terhadap Taman

Sringanis adalah manfaat kunjungan yang diinginkan responden setelah

melakukan kunjungan. Sebanyak 49 responden menjawab kesehatan adalah

manfaat utama yang mereka inginkan, 37 responden menjawab ingin memperoleh

pengetahuan. Tujuh orang menjawab ingin memperoleh hiburan, dan lima orang

menjawab mencari status sosial serta dua orang menjawab lainnya.

Sebanyak 37 responden baru pertama kali melakukan kunjungan ke Taman

Sringanis. Responden sejumlah 16 orang melakukan kunjungan dua kali, 15 orang

responden melakukan kunjungan sebanyak tiga kali dan 32 orang responden telah

melakukan kunjungan lebih dari empat kali.

Manfaat dan alasan kedatangan responden melakukan kunjungan ke

Taman Sringanis dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Terdapat hal-hal yang

membuat pertama kali responden memutuskan untuk mencoba berkunjung ke

Taman Sringanis. Obyek wisata tanaman obat merupakan hal yang paling banyak

dijawab oleh responden. Sebanyak 77 responden menjawab obyek wisata tanaman


122

obat, 10 responden menjawab lokasi yang mudah dicapai, 9 responden menjawab

pelayanan yang memuaskan, 4 responden menjawab nyaman dan praktis.

Pada hari kerja, Taman Sringanis ramai dikunjungi pengunjung dari

berbagai daerah. Sebanyak 47 responden menjawab hari kerja merupakan hari

kunjungan mereka ke Taman Sringanis, 53 responden menjawab pada hari libur

atau sabtu atau minggu mereka melakukan kunjungan,

Sebanyak 35 responden menjawab datang ke Taman Sringanis bersama

rombongan, 27 responden menjawab bersama teman, 20 responden menjawab

bersama keluarga, 16 responden datang sendiri dan dua responden bersama

pasangan (suami istri). Lebih dari separuh responden Taman Sringanis

mengetahui keberadaan Sringanis dari orang lain. Sejumlah 47 responden

menjawab orang lain merupakan sumber informasi mereka tentang Taman

Sringanis, 27 responden menjawab mengetahui dari tempat kerja, 22 responden

menjawab mengetahui dari brosur/leaflet dan 4 responden menjawab mengetahui

dari selebaran/spanduk.

Promosi yang dilakukan Taman Sringanis memang kurang gencar. Hal ini

terlihat dari 77 responden menjawab tidak mengetahui keberadaan Taman

Sringanis dari media manapun. Sebanyak 23 orang menjawab mengetahui

keberadaan Taman Sringanis dari suatu media yaitu televisi, radio dan brosur.

Kedatangan konsumen ke Sringanis rata-rata menghabiskan waktu 1-3 jam.

Dengan berbagai pilihan paket wisata, Taman Sringanis telah memperkirakan

berapa banyak waktu yang akan dihabiskan responden. Sebanyak 75 responden

menghabiskan waktu 1-3 jam untuk satu kali kunjungan, dan 25 responden

menghabiskan waktu 4-6 jam untuk sekali kunjungan.


123

Dalam melakukan kunjungan ke Taman Sringanis, ada pengunjung yang

melakukan perencanaan terlebih dahulu dari rumah atau mereka memutuskan

untuk mengunjungi Taman Sringanis saat melewati lokasi atau secara mendadak.

Sebanyak 87 responden memutuskan untuk mengunjungi Taman Sringanis

dengan terencana (sudah direncanakan dari rumah) dan 13 responden menjawab

secara mendadak mengunjungi Taman Sringanis karena niat mereka timbul ketika

melewati lokasi Taman Sringanis.

Sebanyak 74 responden menjawab akan tetap berkunjung walaupun harga

produk dan biaya paket kunjungan ke Taman Sringanis akan dinaikkan, 26

responden menjawab akan mencari alternatif lain jika harga produk dan biaya

paket kunjungan Taman Sringanis dinaikkan/disesuaikan.

Besarnya pengeluaran yang pengunjung keluarkan ketika berada di Taman

Sringanis cukup bervariasi. Pengeluaran ini meliputi tiket masuk dan sudah

termasuk makanan dan minuman, pembelian produk, pembelian bibit. Sebanyak

25 responden mengeluarkan biaya Rp. 25 000 – Rp 50 000. Sebanyak 27

responden mengeluarkan biaya Rp 50 000 – Rp. 100 000. Sebanyak 13 responden

mengeluarkan biaya Rp 100 000 – Rp 200 000. Sebanyak 16 orang yang memiliki

pengeluaran di atas Rp. 200 000 dan hanya 19 responden yang mengeluarkan

biaya kurang dari Rp 25 000. Besarnya pengeluaran ini bisa dipengaruhi oleh

motivasi berkunjung, pendapatan, jumlah anggota keluarga atau teman yang ikut

serta, dan tujuan berkunjung. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 33.
124

Tabel 33. Analisis Motivasi Konsumen


Jumlah
Perilaku Pengunjung Taman Sringanis Persen (%)
Responden
Motivasi/alasan berkunjung :
a. Berlibur/rekreasi 13 13
b. Tambahan pengentahuan 24 48
c. Membeli produk/bibit 15 15
d. Berobat 48 24
e. Melihat koleksi
Frekuensi Kunjungan ke Taman Sringanis :
a. pertama kali 37 37
b. 2 kali 16 16
c. 3 kali 15 15
d. > 4 kali 31 31
Manfaat Kunjungan ke Taman Sringanis :
a. Kesehatan 49 37
b. Hiburan 7 7
c. Pengetahuan 37 49
d. Status Sosial 5 5
e. Lainnya,….. 2 2

Hal-hal/alasan yang membuat pertama kali responden


memutuskan untuk mencoba berkunjung :
a. Obyek wisata tanaman obat 77 77
b. Nyaman dan praktis 4 4
c. Pelayanan yang memuaskan 9 9
d. Lokasi yang mudah dicapai 10 10

Hari berkunjung ke Taman Sringanis :


a. Hari libur/sabtu/minggu 53 53
b. Hari kerja 47 47
Responden datang ke Taman Sringanis bersama :
a. Keluarga 20 20
b. Rombongan 35 35
c. Teman-teman 27 27
d. Pasangan (suami istri) 2 2
e. Sendiri 16 16
Sumber Informasi yang mengenalkan Taman Sringanis :
a. Brosur/leaflet 22 22
b. Orang lain 47 47
c. Selebaran/spanduk 4 4
d. Lainnya..... 27 27
Responden mengetahui Taman Sringanis dari suatu media :
a. ya 23 23
b. Tidak 77 77
Cara memutuskan mengunjungi Taman Sringanis adalah :
a. Terencana 87 87
b. Mendadak 13 13
Lama kunjungan ke Taman Sringanis :
a. 1-3 jam 75 75
b. 4-6 jam 25 25
Sikap akibat penyesuaian harga :
a. Akan tetap berkunjung 74 74
b. Mencari alternatif lain 26 26
125

Lebih dari separuh responden Taman Sringanis pernah mengunjungi

Wisata agro lain5. Sebanyak 63 responden menjawab pernah mengunjungi wisata

agro dan 37 responden belum pernah mengunjungi wisata agro. Rata-rata

responden menjawab objek wisata lain yang pernah dikunjungi adalah Kebun

Raya Bogor, Wisata Agro Gunung Mas, Taman Bunga Cibubur, Taman Buah

Mekarsari, Cibodas dan yang lainnya. Sebanyak 54 responden pernah

mengunjungi Kebun Raya Bogor, 27 responden pernah mengunjungi Wisata Agro

Gunung Mas, 16 responden pernah mengunjungi Taman Bunga Cibubur, 33

responden pernah mengunjungi Taman Buah Mekarsari, 2 responden pernah

mengunjungi Cibodas dan 20 orang lainnya seperti Balitro, Taman Anggrek,

Saung Nirwan, Parung Farm (Hidroponik), Karyasari, Cipelang, Agatha Farm,

dan Kumtum Nursery.

Tabel 34. Sebaran Responden Menurut Besarnya Biaya Pengeluaran


No. Besarnya Biaya Rekreasi Responden Persentase (%)
1 Kurang dari Rp 25.000 19 19
2 Rp 25.000 – Rp 50.000 25 25
3 Rp 50.000 – Rp 100.000 27 27
4 Rp 100.000 – Rp 200.000 13 13
5 Lebih dari Rp 200.000 16 16
Total 100 100

Tingkat kepuasan harapan konsumen Taman Sringanis terlihat pada Tabel

34 berikut. Banyak faktor yang menyebabkan puas atau tidaknya responden,

diantaranya yang banyak dijawab responden yang membuat puas adalah

percontohan tanaman obatnya, toko jamu dan harga obat-obatan yang tidak terlalu

mahal.

5
Jawaban boleh lebih dari satu
126

Tabel 35. Persebaran Jumlah Tingkat Kepuasan/Harapan Konsumen Taman


Sringanis
Tingkat Kepuasan Jumlah Responden Persen (%)
Tidak Puas 2 2
Kurang Puas 1 1
Cukup Puas 44 44
Puas 32 32
Sangat Puas 21 21
Total 100 100

8.2 Importance-Performance analysis

Menurut Supranto (2001), Importance Performance Analysis adalah suatu

metode untuk menganalisis sejauh mana tingkat kepuasan seseorang terhadap

kinerja sebuah perusahaan. Didasarkan hasil penelitian tingkat kepentingan dan

hasil penilaian kinerja akan menghasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat

kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya pada sebuah

perusahaan.

Tingkat kesesuaian adalah perbandingan skor kinerja/pelaksanaan dengan

skor kepentingan. Penggunaan diagram kartesius sangat diperlukan dalam

penjabaran unsur-unsur tingkat kesesuaian kepentingan dan kepuasan, dilakukan

melalui suatu bagan yang dibagi menjadi empat bagian da dibatasi oleh dua buah

garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X,Y).

8.2.1 Analisis Tingkat Kesesuaian Atribut

Tingkat kesesuaian setiap atribut mengukur sejauh mana atribut yang

dimiliki oleh Taman Sringanis telah memuaskan konsumen. Analisis ini

membandingkan antara skor total tingkat kepuasan dibandingkan dengan skor


127

total tingkat kepentingan suatu atribut. Atribut telah memenuhi kepuasan

pengunjung apabila nilai kesesuaian yang dihasilkan lebih atau sama dengan 100

persen. Akan tetapi apabila nilai kesesuaian yang dihasilkan kurang dari 100

persen, maka atribut tersebut tidak memuaskan bagi pengunjung.

Jika dilihat tingkat kesesuaian dari masing-masing atribut adalah terlihat

bahwa kisaran semua atribut yang dimiliki Taman Sringanis berada di bawah 100

persen, ini berarti belum dapat memuaskan kebutuhan pengunjung. Tabel 35

memperlihatkan tingkat kesesuaian masing-masing atribut yang dimiliki oleh

Taman Sringanis. Dari tabel terlihat bahwa hanya harga obat-obatan dan

keramahan dan pelayanan karyawan yang memiliki tingkat kesesuaian mendekati

100 persen. Atribut harga obat-obatan dan keramahan dan pelayanan karyawan

memiliki tingkat kesesuaian sebesar 95 persen dan 92 pesen.

Atribut toko jamu dengan tingkat kesesuaian 90 persen, kelengkapan

fasilitas penunjang dengan tingkat kesesuaian 90 persen dan kebersihan lokasi

dengan tingkat kesesuaian 90 persen dinilai lebih baik dibandingkan dengan

atribut lainnya. Kenyamanan lokasi 87 persen, percontohan tanaman obat 86

persen, percontohan simplisia/bahan ramuan kering 85 persen, harga tiket masuk

85 persen menjadi atribut-atribut yang memiliki nilai tingkat kesesuaian yang

berada dalam kisaran 85 persen sampai 90 persen. Dengan nilai tingkat kesesuaian

sebesar ini, atribut-atribut tersebut belum dapat memuaskan bagi konsumen.

Atribut kemudahan mencapai lokasi 81 persen, percontohan umbi-umbian

bermanfaat obat 81 persen, ruang pelatihan 82 persen dan pelayanan informasi 84

persen, klinik akupresur, refleksi dan akupuntur 84 persen menjadi atribut dengan

nilai tingkat kesesuaian yang sangat rendah. Dari beberapa atribut tersebut
128

terdapat ada atribut-atribut yang sangat dipentingkan oleh konsumen. Atribut

umbi-umbian, klinik akupresur, refleksi dan akupuntur, ruang pelatihan

merupakan atribut yang sangat dipentingkan oleh pengunjung Taman Sringanis

namum memiliki kinerja yang cukup tinggi dalam kacamata pengunjung.

Informasi ini memberikan gambaran bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja

atribut-atribut tersebut agar dapat memuaskan bagi pengunjung.

Tabel 36. Tingkat Kesesuaian Atribut Taman Sringanis


Skor Skor Tingkat
No
Atribut Kepentingan kepuasan Kesesuaian
Atribut
(Y) (X) (%)
6 Harga obat-obtan 380 364 95.79
9 Keramahan dan pelayanan 399 370 92.74
karyawan
5 Toko jamu 415 376 90.61
10 Kelengkapan fasilitas 386 348 90.16
penunjang (WC, dll)
11 Kebersihan lokasi 410 369 90.00
14 Kenyamanan lokasi 418 367 87.79
1 Percontohan tanaman obat 423 364 86.06
3 Percontohan simplisia/bahan 396 340 85.86
ramuan kering
4 Pembibitan tanaman obat 415 354 85.31
13 Pelayanan informasi 400 339 84.75
7 Klinik Akupresur, refleksi, 408 344 84.32
akupuntur
8 Ruang pelatihan 405 334 82.47
2 Percontohan umbi-umbian 410 336 81.96
bermanfaat obat
12 Kemudahan mencapai lokasi 400 329 81.00

8.2.2 Analisis Kuadran

Analisis ini menggunakan suatu diagram kartesius yaitu suatu bangunan

yang terdiri atas empat bagian yang dibatasi oleh dua garis yang berpotongan

tegak lurus pada titik X dan Y. Sumbu X mewakili skor tingkat pelaksanaan atau

kinerja sedangkan sumbu Y mewakili skor tingkat harapan atau pelaksanaan oleh
129

pihak perusahaan. Berdasarkan berbagai persepsi tingkat kepentingan pengunjung,

kemudian dapat dirumuskan tingkat kepentingan yang paling dominan. Melalui

penggunaan konsep tingkat kepentingan ini diharapkan dapat diketahui persepsi

yang lebih jelas mengenai tingkat kepentingan suatu atribut di mata pengunjung

atau konsumen. Kemudian tingkat kepentingan suatu atribut tersebut dapat

dikaitkan dengan kenyataan yang dirasakan oleh pengunjung. Informasi yang

lengkap menyangkut tingkat kepentingan maupun tingkat kepuasan pengunjung

akan sangat berguna bagi pihak Taman Sringanis di dalam merumuskan

strateginya. Hasil analisis masing-masing atribut Taman Sringanis dengan

menggunakan analisis kuadran dapat dilihat pada Gambar 10

Kuadaran I merupakan wilayah yang memuat atribut-atribut yang

dianggap penting oleh pengunjung akan tetapi pada kenyataannya belum dapat

memenuhi apa yang diharapkan oleh pengunjung, sehingga tingkat kepuasan

yang dirasakan oleh pengunjung masih sangat rendah. Atribut yang masuk dalam

wilayah kuadran ini adalah atribut ruang pelatihan (8), percontohan umbi-umbian

berkhasiat obat (2), klinik akupresur, refleksi dan akupuntur (7). Atribut-atribut

yang termasuk dalam kuadran I ini harus terus ditingkatkan, salah satu caranya

adalah Taman Sringanis harus terus-menerus melakukan kegiatan perbaikan

sehingga tingkat pelaksanaan pada atribut ini akan terus meningkat.

Atribut yang berada pada wilayah kuadran II yang mencakup atribut-

atribut yang dianggap penting oleh pengunjung dengan tingkat pelaksanaan oleh

pihak Taman Sringanis telah sesuai dengan harapannya. Tingkat kepuasan

pengunjung untuk atribut-atribut pada wilayah ini relatif tinggi. Atribut-atribut

tersebut antara lain harga tiket masuk (4), percontohan tanaman obat (1),
130

kenyamanan lokasi (14), kebersihan lokasi (11) dan toko jamu (5). Kelima atribut

tersebut merupakan kekuatan yang dimiliki oleh Taman Sringanis. Oleh sebab itu

atribut-atribut pada wilayah ini harus terus dipertahankan karena atribut-atribut

inilah yang merupakan atribut unggulan di mata pengunjung.

3.52
1
4.2
Kuadran I 5
Tingkat Kepentingan

14
4
4.1 2 11
8 7 Kuadran II
4.04
4.0 13
12 9
3
3.9 Kuadran IV
Kuadran III
10
3.8 6

3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8

Tingkat Kepuasan

Gambar 10. Diagram Kartesius Kepuasan Konsumen


Terhadap Atribut Taman Sringanis

Keterangan : 1 Percontohan tanaman obat. 2 Percontohan umbi-umbian


berkhasiat obat. 3 Percontohan simplisia/bahan ramuan kering.
4 Harga tiket masuk. 5 Toko jamu. 6 Harga obat-obatan. 7
Klinik akupresur, refleksi, dan akupuntur. 8 Ruang pelatihan. 9
Keramahan dan pelayanan karyawan. 10 Kelengkapan fasilitas.
11 Kebersihan lokasi. 12 Kemudahan mencapai lokasi. 13
Pelayanan informasi. 14 Kenyamanan lokasi.

Atribut kemudahan mencapai lokasi (12), pelayanan informasi (13),

percontohan simplisia/bahan ramuan kering (3) dan kelengkapan fasilitas (WC,

musholla dll) (10) adalah atribut yang masuk dalam wilayah kuadran III. Kuadran
131

ini memuat atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh pengunjung dan

pelaksanaan atau kinerja juga tidak terlalu istimewa. Untuk atribut pada wilayah

ini peningkatan masing-masing atribut dapat dipertimbangkan kembali karena

pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan pengunjung sangatlah kecil.

Terakhir adalah kuadran IV, wilayah yang memuat atribut-atribut yang

dianggap kurang penting oleh pengunjung dan pelaksanaannya dirasakan

berlebihan dari apa yang diharapkan. Atribut-atribut pada wilayah ini tidak

menjadi tujuan utama perbaikan bahkan merupakan atribut yang dapat dikurangi.

Pada analisis ini IV meliputi harga obat-obatan (6), keramahan dan pelayanan

karyawan (9).

8.3 Implikasi Majerial

Setelah faktor-faktor internal dan eksternal dimasukkan ke dalam matriks

SWOT dan dianalisis maka diperoleh alternatif strategi pengembangan. Strategi

tersebut kemudian dipilih yang paling dominan dengan menggunakan matriks

QSPM yang dapat diterapkan dalam usaha pengembangan objek wisata.

Berdasarkan hasil dari analisis IPA dan QSPM yang telah dilakukan maka

didapatkan rekomendasi strategi yang dapat dimplementasikan oleh pihak Taman

Sringanis. Alternatif strategi pengembangan yang pertama adalah menggali

potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada, implikasinya adalah :

1. Peningkatan daya tarik objek dengan menambah atraksi-atraksi wisata.

2. Penambahan luas kawasan objek wisata.

3. Menambah dan memperbaiki bagian-bagian yang mungkin diperbaiki, dengan

mengoptimalkan sumberdaya yang ada.


132

Alternatif strategi pengembangan yang kedua adalah memanfaatkan

kualitas produk, citra baik dimata konsumen, mempertahankan hubungan baik

dengan pemasok serta hubungan baik dengan instansi pemerintah untuk

mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi, pendatang baru dan produk

subtitusi serta peningkatan jumlah pelaku industri. Implikasinya adalah :

1. Membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar, sehingga masyarakat

juga merasa memiliki objek wisata tersebut dan dapat bahu-membahu dalam

usaha pengembangan wisata.

Alternatif strategi pengembangan yang ketiga adalah meningkatkan

kegiatan promosi secara optimal dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

Implikasinya adalah :

1. Meningkatkan promosi tentang objek wisata obat tradisional Taman sringanis

agar dapat meningkatkan jumlah kunjungan. Promosi ini hendaknya

dilakukan secara kontinu baik untuk konsumsi wisatawan domestik maupun

mancanegara.

Berdasarkan alternatif strategi yang diperoleh, maka dalam pelaksanaan

usaha pengembangan Taman Sringanis aternatif strategi tersebut dapat digunakan.

Selain itu, pengelola harus memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan

memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimumkan kelemahan serta

ancaman yang ada.


133

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dihasilkan dari hasil analisis adalah sebagai berikut :

1. Faktor strategis internal yang menjadi kekuatan pengembangan usaha Taman

Sringanis adalah kualitas produk yang baik, sedangkan faktor strategis internal

yang menjadi kelemahan adalah misi perusahaan yang tidak berorientasi pada

laba. Faktor strategi eksternal yang menjadi peluang adalah trend back to

nature, sedangkan faktor eksternal yang menjadi ancaman terbesar adalah

penggunaan obat farmasi dalam dunia medis.

2. Kombinasi matriks IFE dan matriks EFE dalam matriks IE memposisikan

Taman Sringanis pada sel IV yaitu tumbuh dan bina, hal ini menunjukkan

Taman Sringanis berada dalam kondisi internal rata-rata dan respon terhadap

faktor-faktor eksternal yang dihadapi tergolong tinggi, Taman Sringanis dapat

menerapkan strategi intensif dan strategi integrasi.

3. Berdasarkan analisis SWOT dihasilkan empat alternatif strategi yang dapat

dilakukan, yaitu (1) menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya

yang ada, mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta

menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. (2) memanfaatkan

kualitas produk, citra baik di mata konsumen, mempertahankan hubungan baik

dengan pemasok, hubungan baik dengan instansi pemerintah untuk

mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi dalam dunia medis, ancaman

pendatang baru, adanya produk subtitusi dan peningkatan jumlah pelaku

industri. (3) meningkatkan kegiatan promosi secara optimal dengan


134

memanfaatkan perkembangan teknologi. (4) meningkatkan kualitas sumber

daya manusia dan meningkatkan manajemennya dengan pelatihan khusus

untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan memiliki keterampilan dan

pengetahuan mengenai agrowisata karena bertambahnya jumlah pelaku

industri dan ancaman pendatang baru yang akan menjadi saingan dalam

usahanya.

4. Berdasarkan analisis QSPM, maka strategi yang memiliki prioritas tertinggi

adalah menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada,

mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga

kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat (5,7270).

5. Pada Diagram Kartesius prioritas utama kuadran I yang harus didahulukan

pengelola wisata dan ditingkatkan kinerjanya yaitu atribut percontohan

umbi-umbian berkhasiat obat (2), Klinik akupresur, refleksi, dan akupuntur

(7), ruang pelatihan (8). Kuadran II merupakan pertahankan prestasi, atribut

yang termasuk dalam kuadran ini yaitu percontohan tanaman obat (1), harga

tiket masuk (4), toko jamu (5), kebersihan lokasi (11), kenyamanan lokasi

(14). Kuadran III merupakan prioritas rendah, atribut yang termasuk dalam

kuadran III yaitu percontohan simplisia (3), kelengkapan fasilitas (10),

kemudahan mencapai lokasi (12), pelayanan informasi (13). Kuadran IV

merupakan daerah berlebihan karena dari kepentingan konsumen berada pada

tingkat kepentingan yang rendah, tetapi kinerjanya berada pada tingkat yang

tinggi. Atribut yang dinilai berlebihan hanya ada dua yaitu harga obat-obatan

(6), keramahan dan pelayanan karyawan.


135

9.2 Saran

Beberapa saran yang dapat dijadikan masukan bagi pihak manajemen

Taman Sringanis untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dapat memuaskan

kebutuhan pengunjungnya adalah sebagai berikut :

1. Untuk kebijakan produk disarankan untuk meningkatkan daya tarik, antara

lain yaitu dengan menambah koleksi tanaman dengan aneka tanaman obat

yang unik dan jarang ditemui.

2. Kebijakan promosi yang disarankan adalah melakukan kegiatan promosi

berupa iklan. Salah satunya dengan memasang spanduk di sepanjang jalan

Raya Jakarta-Bandung.

3. Masalah akses berupa jalan menuju lokasi merupakan masalah utama untuk

dicari pemecahannya. Untuk itu disarankan untuk melakukan pembicaraan

yang lebih intensif dengan pihak pemda setempat, sehingga dapat diperoleh

solusi yang terbaik untuk kedua bela pihak

4. Taman Sringanis disarankan untuk melakukan survei kepuasan pengunjung

secara berkala agar dapat terus meningkatkan kepuasan pengunjungnya. Untuk

penyempurnaan survei kepuasan pengunjung, sebaiknya dilakukan dengan

menambah faktor-faktor yang diukur agar dapat memperkaya hasil survei.


136

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Imelda. 2004. Analisis Strategi Bersaing Obat tradisional. Skripsi


Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Baehaqie, Sofyan. 2003. Analisis Tingkat Kepuasan Pengunjung Objek


Agrowisata Taman Buah Mekarsari Cileungsi, Bogor. Skripsi. Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2004. Luas Panen Produksi dan Produktivitas Tanaman
Obat-obatan. Statistik Indonesia. Jakarta Indonesia.

Badan Pusat Statistik. 2004. Berita Resmi Statistik No. 30/VII/24 Mei 2004.
Jakarta Indonesia.

_______________. 2005. Laju Inflasi Indonesia (Tahun 2000-2005). BPS.


Jakarta.

Betrianis. 1996. Kajian Strategi Pengembangan Kawasan Agrowisata di Kantor


Sukabumi. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

David, Fred R. 2002. Manajemen Strategis. Prenhallindo. Jakarta.

Deasy, S. 1994. Potensi dan Kendala Pengembangan Agrowisata di Indonesia.


Fakultas Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB.
Bogor.

Departemen Pertanian. 2002. Laporan pelatihan Pengelolaan Wisata Agro


Tingkat Nasional. Proyek Koordinasi Penataan Pembagunan Pertanian.
Biro Perencanaan dan Keuangan. Departemen Pertanian.

Herba. 2004. Panduan Pengenbangan Tanaman Obat. Yayasan Pengembangan


Obat Karyasari. Edisi 27/Oktober 2004. Jakarta.

Herba. 2002. Karyasari, 7 Tahun Mengukir Dunia Herba. Karyasari. Jakarta.

Herlina, Liza. 2002. Analisis Strategi Pemasaran dan Pengembangan Usaha Kecil
pada Pie Apple Pie Bogor. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Imran, Findri Mirinty. 2003. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dodol Nenas
Mekarsari. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
137

Jauch dan Glueck. 1993. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan.


Erlangga. Jakarta.

Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran. Analisis Perencanaan,


Implementasi, dan Kontrol. Prenhallindo. Jakarta

Kinnear, T.L. and Taylor. 1991. Marketing Research:An Applied Approach.


Fourth Edition. Mc Graw Hill. USA.

Lestari, Yunanti Dyah. 2002. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Asinan sedap
Gedung Dalam, Bogor. Skripsi. Jurusan sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Melaniawati. 2004. Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Pengolahan Instan


Obat Tradisional. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurdiana, Nina. 2004. Potensi Pengembangan Agrowisata Kawasan Gunung


Salak Endah. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Nurisyah, Siti. 2001. Pengembangan Kawasan Wisata Agro (Agrotourism).


Buletin Taman dan Lanskap Indonesia. Studio Arsitektur Lanskap.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Pearce dan Robinson. 1997. Manajemen Strategik, Formulasi, Implementasi dan


Pengendalian. Jilid Satu. Binarupa Aksara. Jakarta.

Rangkuti, Freddy. 2002. Analisis SWOT:Teknik Membeda Kasus Bisnis.


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rahayu, Lucci Adriani. 2004. Analisis Strategi Pengembangan Wisata Agro


Taman Buah Mekarsari. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Ridjal, Chairul. 1997. Identifikasi Unsur-unsur Strategis dan Analisis Strategi


dalam Pengembangan Usaha Agrowisata. (Studi Pada Pengembangan
Taman Buah Mekarsari). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. IPB.Bogor.

Roganda, Apriyanti. 2003. Analisis Strategi Pengembangan Agrowisata Kebun


Tanaman Obat Karyasari. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Rineka Cipta.


Jakarta
138

Septriani, Martina Reti. 2001. Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Atribut


Wisata Agro Gunung Mas. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Setiawati, Leony Agus. 1999. Analisis Pengembangan Agribisnis Teh dan


Wisata Agro di PTPN VIII Gunung Mas Bogor. Skripsi. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Songko, Indri Wrat. 2002. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di


Kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga. Skripsi. Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Syukur, Cheppy dan Hermani. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Sulistyantara, B. 1990. Pengembangan Wisata Agrowisata di Perkotaan.


Prossiding Simposium dan Seminar Nasional Hortikultur Indonesia. UPT
Produksi Media Informasi IPB. Bogor.

Suyitno. 2001. Perencanaan Wisata. Kanisius. Yogyakarta.

Suwantoro, G. 2001. Dasar-dasar Pariwisata. Andi. Yogyakarta.

Simamora, Bilson. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.

Tirtawinata, Moh. Reza dan Lisdiana Fachruddin. 1996 Daya Tarik dan
Pengelolaan Agrowisata. Penebar Swadaya. Jakarta.

Trubus. 1996. Wisata Alternatif. No. 322. Hal 2. September.

Umar, Husein. 2001. Strategic Manajemen in Action. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Wardhany, Meiyana Dwi Kesuma. 2002. Analisis Pengembangan Wisata Agro


Apel Kusuma Agrowisata (PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya).
Batu-Malang. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor.

Wayan, Ni Surya Lestari. 2004. Analisis Tingkat Kepuasan Pengunjung dan


Implikasinya Terhadap Strategi Pemasaran Taman Bunga Nusantara
Cipanas, Kabupaten Cianjur. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 2004.

Wibowo, A. S. 2001. Parawisata, Ekowisata dan Lingkungan. Jakarta.

Yoeti, O. A. 1996. Pengantar Ilmu Parawisata. Angkasa. Bandung.


139

LA M P IR A N
149

Lampiran 7. Matriks QSPM untuk Faktor Strategis Internal


Alternatif
Faktor-Faktor Penentu Strategi Terpilih
1 2 3 4
Kekuatan
Kualitas produk yang baik
Diversifikasi produk
Informasi produk
Citra baik di mata konsumen
Manajemen kebersamaan dan keterbukaan
Loyalitas dan rasa memiliki dari karyawan
Kapasitas produksi yang meningkat
Pertumbuhan penjualan
Penggunaan modal pribadi
Hubungan baik dengan pemasok dan mitra tani
Hubungan baik dengan instansi pemerintah
Harga relatif murah
Kelemahan
Manajemen yang sederhana
Tumpang tindih jabatan
Misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba
Pemasaran dan jalur distribusi yang terbatas
Kegiatan promosi yang sederhana
Sistem pencatatan keuangan yang belum baik
Peningkatan total biaya produksi
Keterbatasan tingkat pendidikan karyawan
150

Lampiran 8. Matriks QSPM untuk Faktor Strategis Eksternal


Alternatif
Faktor-Faktor Penentu Strategi Terpilih
1 2 3 4
Peluang
Pertumbuhan ekonomi yang membaik
Undang-undang otonomi daerah
Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk
Peluang ekspor yang semakin meningkat
Perkembangan teknologi informasi
Tarif tergolong murah
Trend back to nature
Ancaman
Situasi politik dan stabilitas negara
Laju inflasi
Adanya produk subtitusi
Peningkatan jumlah pelaku industri
Ancaman pendatang baru
Penggunaan obat farmasi dalam dunia medis
Kenaikan total biaya produksi
Kenaikan TDL/BBM
Peningkatan produk impor
151
Lampiran 9. Total Skor Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja

Total Skor Penilaian Tingkat Kepentingan Masing-masing Atribut


TP KP CP P SP
Atribut Jml Total Rata-rata
1 2 3 4 5
Percontohan Tanaman 2 15 41 42 100 423 4.23
Percontohan umbi-umbian 1 13 61 25 100 410 4.10
Percontohan simplisia 2 2 20 50 26 100 396 3.96
Harga tiket masuk 3 16 44 37 100 415 4.15
Toko jamu 5 15 40 40 100 415 4.15
Harga obat-obatan 4 31 46 19 100 380 3.80
Klinik akupresur 5 15 47 33 100 408 4.08
Ruang pelatihan 4 20 43 33 100 405 4.05
Keramahan dan pelayanan karyawan 4 22 45 29 100 399 3.99
Kelengkapan fasilitas 3 28 49 20 100 386 3.86
Kebersihan lokasi 2 16 52 30 100 410 4.10
Kemudahan mencapai lokasi 2 22 50 26 100 400 4.00
Pelayanan informasi 3 25 41 31 100 400 4.00
Kenyamanan 2 16 44 38 100 418 4.18
Rata-rata Total 4.04

.
Total Skor Penilaian Tingkat Kinerja Masing-masing Atribut
TP KP CP P SP
Atribut Jml Total Rata-rata
1 2 3 4 5
Percontohan Tanaman 1 7 39 33 20 100 364 3.64
Percontohan umbi-umbian 5 8 44 32 11 100 336 3.36
Percontohan simplisia/ramuan kering 2 10 45 32 11 100 340 3.40
Harga tiket masuk 3 8 36 38 15 100 354 3.54
Toko jamu 1 7 27 45 20 100 376 3.76
Harga obat-obatan 1 4 40 40 15 100 364 3.64
Klinik akupresur/refleksi/akupuntur 11 5 32 33 19 100 344 3.44
Ruang pelatihan 5 10 41 34 10 100 334 3.34
Keramahan dan pelayanan karyawan 2 5 37 33 23 100 370 3.70
Kelengkapan fasilitas 2 8 45 30 15 100 348 3.48
Kebersihan lokasi 2 3 36 42 17 100 369 3.69
Kemudahan mencapai lokasi 7 15 36 31 11 100 324 3.24
Pelayanan informasi 7 7 41 30 15 100 339 3.39
Kenyamanan 3 4 36 37 20 100 367 3.67
Rata-rata Total 3.52
Lampiran 10. Model Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
KEPUASAN PENGUNJUNG TAMAN SRINGANIS
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROWISATA
OBAT TRADISIONAL TAMAN SRINGANIS, BOGOR
Oleh : LUTHER MASANG/A14101678
Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DATA RESPONDEN

Nama :

Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

Alamat :

Usia : Tahun

Status : Menikah/Belum Menikah

Jumlah anggota keluarga : Orang

Status dalam keluarga : Suami/Istri/Anak/Lainnya

Pekerjaan : Mahasiswa/Pelajar/Pegawai Negeri/Swasta/

Wiraswasta/Ibu Rumah Tangga/Pensiunan/Lainnya

Pendidikan terakhir : SD/SMP/SMU/Diploma/Akademi/Sarjana/

Pasca Sarjana

Pendapatan/bulan : Kurang dari 500 ribu/ 500-1 juta/1-1.5 juta/2 juta/

3 juta/lebih dari 3 juta


Petunjuk Umum : Isilah/berilah tanda silang (X) pada tempat yang sudah
disediakan.

PERILAKU PENGUNJUNG TAMAN SRINGANIS

1. Tujuan anda berkunjung ke lokasi Taman Sringanis :

a. Berlibur/rekreasi saja b. Tambahan pengetahuan

c.Membeli Produk/tanaman d. Berobat

2. Sudah berapa kali anda berkunjung ke Taman Sringanis :

a. satu kali b. Dua kali c. Tiga kali e. Lebih dari tiga kali

3. Manfaat apa yang dicari dari kegiatan anda pilih :

a. Kesehatan b. Hiburan c. Pengetahuan d. Status sosial e. Lainnya,.........

4. Hal-hal apa saja yang membuat anda pertama kali memutuskan untuk

mencoba berkunjung ke Taman Sringanis :

a. Lokasi yang mudah dicapai b. Objek wisata tanaman obat

c. Dekat dengan rumah d. Pelayanan yang memuaskan

e. Nyaman dan praktis f. Lainnya,.........................

5. Hari apa saja biasanya anda berkunjung ke Taman Sringanis :

a. Hari libur b. Hari kerja c. Sabtu d. Minggu

6. Bersama siapa biasanya anda berkunjung ke Taman Sringanis :

a. Keluarga b. Rombongan c. Teman-teman d. Pasangan e. Sendiri

7. Dari mana anda tahu tentang Taman Sringanis :

a. Brosur/leaflet b. Radio/TV c. Majalah/koran d. Orang lain e. Iklan

f. Lainnya,..................
8. Siapakah yang mempengaruhi anda berkunjung ke Taman Sringanis :

a. Diri sendiri b. Keluarga c. Orang lain d. Selebaran/spanduk

e. Lainnya,...................

9. Cara memutuskan untuk mengunjungi Taman Sringanis :

a. Terencana (sudah direncanakan dari rumah)

b. Mendadak (niat berkunjung terjadi ketika dijalan/melewati TS)

10. Berapa besar pengeluaran yang anda keluarkan selama berkunjung ke TS :

a. Kurang dari 25 ribu b. 25 – 50 ribu c. 50 – 100 ribu d. 100 – 150 ribu

e. 150 – 200 ribu f. Lebih dari 200 ribu

11. Objek apa saja yang anda kunjungi/ikuti selama berada di Taman Sringanis

(jawaban boleh lebih dari satu)

a. Percontohan tanaman obat

b. Pembibitan dan penjualan bibit tanaman obat

c. Percontohan simplisia/bahan ramuan kering bermanfaat obat

d. Percontohan empon-empon/umbi-umbian

e. Toko jamu

f. Klinik Akupresur, Refleksi, Akupuntur

g. Ruang pelatihan

h. Penginapan

12. Fasilitas apa saja yang anda sarankan untuk dibuat di Taman Sringanis :

a. Ruang kelas b. Tempat duduk istirahat c. Gokar d. Sepeda

e. Majalah f. Lainnya,.....................

13. Jika harga produk Taman Sringanis mengalami kenaikan, maka anda

a. Akan tetap berkunjung ke Taman Sringanis b. Mencari alternatif lain


14. Selain Taman Sringanis, objek wisata manakah yang pernah anda kunjungi :

(jawaban boleh lebih dari satu)

a. Wisata Agro Gunung Mas b. Kebun Raya c. Taman Bunga Cibubur

d. Taman Buah Mekarsari e. Lainnya, (1)……………………………

(2)...........................................

(3)..........................................

15. Apakah anda merasa puas setelah berkunjung dan menikmati Taman Sringanis

a. Sangat tidak puas b. Tidak puas c. Cukup puas d. Puas e. Sangat puas
Lampiran 11. Tabel Atribut Taman Sringanis
KEPENTINGAN KEPUASAN Petunjuk Pengisian
No ATRIBUT 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Tidak Kurang Cukup Penting Sangat Tidak Kurang Cukup Puas Sangat
Penting Penting Penting Penting Puas Puas Puas Puas Tingkat Kepentingan
1 Percontohan tanaman obat Seberapa penting setiap atribut
2 Percontohan umbi-umbian menjadi pertimbangan anda
bermanfaat obat
3 Percontohan simplisia/bahan untuk berkunjung ke Taman
ramuan kering Sringanis. Beri tanda (√) pada
4 Pembibitan tanaman obat
5 Toko jamu tabel atribut yang anda pilih.
6 Harga obat-obatan ™ 1 = Tidak Penting
7 Klinik Akupresur, Refleksi, ™ 2 = Kurang Penting
Akupuntur
™ 3 = Cukup Penting
8 Ruang pelatihan
9 Keramahan dan pelayanan ™ 4 = Penting
karyawan ™ 5 = Sangat Penting
10 Kelengkapan fasilitas
penunjang (WC, dll)
11 Kebersihan lokasi Tingkat Kepuasan
12 Kemudahan mencapai lokasi Berdasarkan atribut sejauh
13 Pelayanan informasi mana objek Taman Sringanis
14 Kenyamanan lokasi
memberikan kepuasan bagi
anda. Beri tanda (√) pada
tabel atribut yang anda pilih.
™ 1 = Tidak Puas
™ 2 = Kurang Puas
™ 3 = Cukup Puas
™ 4 = Puas
™ 5 = Sangat Puas

156

Anda mungkin juga menyukai