Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

KULTUR JARINGAN TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr)

Oleh :

WANDI
(11980212549)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Kultur Jaringan Tanaman “ Sterilisasi Alat, Pembuatan Media Kultur,
Inisiasi eksplan dan Multiplikasi” Salawat dan salam tak lupa pula penulis
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mana berkat rahmat beliau kita
dapat merasakan dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini. Tidak lupa pula
penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan-rekan yang telah banyak
membantu penulis di dalam penyelesaian laporan praktikum kultur jaringan
tanaman, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis ucapkan terima kasih dan semoga mendapatkan balasan dari Allah
SWT untuk kemajuan kita semua dalam menghadapi masa depan nanti penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
penulisan laporan praktikum ini. semoga laporan praktikum ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua baik untuk masa kini maupun untuk masa yang akan
datang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. ................................................................................. ii


DAFTAR ISI. ............................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN . ............................................................................... 1
1.1.Latar Belakang. ................................................................................ 1
1.2.Tujuan . ............................................................................................ 3
1.3.Manfaat. ........................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA. ........................................................................ 4
2.1. Kultur Jaringan. ............................................................................... 4
2.2. Nanas . ............................................................................................ 6
2.3. Sterelisasi alat. ................................................................................ 8
2.4. Media kultur. ................................................................................... 10
2.5. Inisiasi eksplan. ............................................................................... 12
2.6. Multiplikasi ..................................................................................... . 13
III. MATERI DAN METODE. .................................................................... 15
3.1.Waktu dan Tempat. .......................................................................... 15
3.2.Alat dan Bahan. ................................................................................ 15
3.3.Cara Kerja. ....................................................................................... 15
3.4. Metodologi Praktikum. .................................................................... 15
3.5.Parameter Pengamatan. .................................................................... 17
3.6.Analisis Data. ................................................................................... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ............................................................ 19
4.1.Waktu Mucul Tunas. ........................................................................ 19
4.2.Jumlah Tunas. .................................................................................. 20
4.3.Waktu Muncul Tunas. ...................................................................... 21
4.4.Jumlah Akar. .................................................................................... 22
V. KESIMPULAN DAN SARAN. ............................................................. 23
5.1.Kesimpulan . .................................................................................... 23
5.2.Saran. ............................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA. .................................................................................. 24
LAMPIRAN. ................................................................................................ 25

ii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Nanas (Ananas comosus L. Merr) memiliki nama daerah danas (Sunda)
dan neneh (Sumatra). Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang
Spanyol menyebutnya pina. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang
telah didomestikasi disana sebelum masa Colombus. Pada abad ke- 16 orang
Spanyol membawa nanas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk
Indonesia pada abad ke- 15. Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman
pekarangan, dan meluas di lahan kering di seluruh wilayah Nusantara. Tanaman
ini kini dipelihara di daerah tropik dan sub tropik. Salah satu permasalahan
didalam budidaya nanas di Indonesia adalah belum adanya produsen bibit yang
dapat menyediakan bibit yang dapat menyediakan bibit nanas yang bermutu
dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat (Harahap, 2014).
Menurut Nakasone dan Paull (2018) dalam apabila bibit diperbanyak
dengan mahkota memerlukan waktu sekitar 18-24 bulan. Pertumbuhan tunas yang
akan digunakan sebagai bibit memerlukan waktu yang lama, bibit yang dihasilkan
tidak banyak. Untuk mengatasi masalah penyediaan bibit tanaman nanas ini maka
perlu dikembangkan suatu teknik yang dapat menghasilkan bibit nanas dalam
jumlah yang besar dan waktu yang relatif singkat yaitu melalui perbanyakan
secara in vitro (Agustina 2016).
Tanaman nanas biasanya diperbanyak secara vegetatif menggunakan
pangkal buah (raton), tunas batang (sucker), tunas buah (slip) dan mahkota
(crown). Slip biasanya jarang digunakan karena pertumbuhannya lambat
dibanding dengan tunas lainnya. karenanya banyak petani yang tidak
memanfaatkannya (Sunarjono, 2019)
Perbanyakan secara in vitro melalui teknik kultur jaringan merupakan cara
yang tepat untuk melakukan upaya penyediaan bibit karena mampu menghasilkan
anakan dalam jumlah banyak, waktu yang dibutuhkan dalam perbanyakan
tergolong singkat, umur bibit sama serta tanaman anakan yang dihasilkan identik
dengan tanaman induk (Nugroho dan Sugito, 2015).

1
Dalam pengembangan tanaman nanas, petani sering menggunakan zat
pengatur tumbuh sitokinin untuk mempercepat masa berbunga dan
mempersingkat umur panen hingga 12 bulan. Dalam perbanyakan bibit tanaman
nanas dengan menggunakan zat pengatur tumbuh dapat mempersingkat waktu
panen. Hal ini karena zat pengatur tumbuh tersebut dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tunas baru. Zat pengatur tumbuh yang sering
diberikan adalah sitokinin. Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang sering
digunakan dalam perbaayakan tunas dan juga berperan dalam mengatur
pembelahan sel serta mempengaruhi diferensiasi tunas dalam jaringan kalus
terutama pada Benzil amino purin dan Thidiazuront (Burhan, 2016)
Kultur jaringan atau kultur in vitro atau tissue culture adalah suatu teknik
untuk mengisolasi sel, jaringan, dan organ tanaman kemudian menumbuhkan
bagian tersebut pada medium buatan yang banyak mengandung nutrisi dan zat
pengatur tumbuh dalam kondisi aseptik (Kristina et al., 2017). Medium buatan
pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan sehingga bagian-bagian eksplan yang ditanam dapat
memperbanyak diri dan berenegerasi menjadi tanaman sempurna (Tuhuteru et al.,
2017). Keberhasilan teknik kultur jaringan di pengaruhi oleh beberapa faktor
seperti seleksi bahan tanaman yang akan digunakan, teknik sterilisasi eksplan,
komposisi medium, penambahan zat pengatur tumbuh, dan faktor lingkungan di
mana medium kultur ditempatkan (Tuhuteru et al., 2018).
Namun dalam pengaplikasian teknik kultur jaringan banyak sekali faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan salah satu di antaranya adalah
kontaminasi oleh jamur yang merupakan masalah serius dalam kultur in vitro
tanaman. Kontaminasi merupakan masuknya mikroorganisme lain yang telah
dikehendaki pada subtrat. Jamur akan tumbuh dengan cepat serta akan menutupi
media dan eksplan yang di tanam, selain itu juga jamur akan menyerang eksplan
melalui luka-luka akibat pemotongan sehingga, menjadi kendala utama kegagalan
kultur jaringan tanaman oleh karena itu dalam melakukan proses kultur jaringan
membutuhkan kecermatan yang tinggi dan kondisi yang steril agar tidak terjadi
kontaminasi pada medium tumbuh maupun eksplan (Kriistina et al., 2017).

2
Selain itu upaya yang dilakukan mengatasi kontaminan pada teknik kultur
jaringan tanaman umumnya menggunakan senyawa sintetik seperti antibiotik dan
PPM (Plant Preservative Mixture) yang relatif mahal dan terkadang sulit di
dapatkan (Sinta et al., 2016). Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi
terjadinya kontaminasi yang di sebabkan oleh jamur pada medium eksplan kultur
jaringan tanaman dilakukan dengan pemberian senyawa antifungi. Antifungi
merupakan bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan serta metabolisme jamur,
bahan antifungi yang ideal harus bersifat membunuh jamur (fungisid) dan
menghambat pertumbuhan jamur pada substrat (Antonius et al., 2017).
1.2. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah dalam
melakukan sterilisasi alat-alat yang akan digunakan dalam kultur jaringan, untuk
mengetahui cara-cara pembuatan media padat, untuk mengetahui, untuk
mengetahui bahan-bahan yang digunakan untuk strilisasi eksplan dan untuk
mengatahui langkah-langkah dalam melakukan mutlipikasi, untuk mengetahui
fungsi dan kegunaan alat-alat serta bahan yang digunakan dalam kultur jaringan
tanaman mulai dari persiapan kultur sampai aklimatisasi, dan untuk memahami
standar operasional prosedur laboratorium kultur jaringan tanaman
1.3. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengenal alat-alat dan bahan yang digunakan dalam
kultur jaringan tanaman
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses-proses dalam melakukan
mutlipikasi
3. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dan kegunaan alat-alat serta
bahan yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman mulai dari
persiapan kultur sampai aklimatisasi
4. Mahasiswa dapat mengetahui cara-cara pembuatan media kultur dan
inisiasi dan Mahasiswa dapat memahami standar operasional prosedur
laboratorium kultur jaringan tanaman.
5. Mahasiswa mampu melakukan sterilisasi eksplan yang akan digunakan
sebagai bahan kultur jaringan.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kultur Jaringan


Kultur adalah budidaya jaringan sekelompok sel yang mempunyai bentuk
dan fungsi yang sama. Kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan
tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur
jaringan disebut sebagai tissue culture. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik
yang digunakan untuk menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel,
jaringan atau organ dalam kondisi aseptik yang dilakukan secara in vitro (Yusnita,
2019).
Teknik kultur jaringan antara lain fusi protoplas, keragaman somaklonal,
seleksi in vitro, serta transformasi genetik. Langkah langkah yang dilakukan
merupakan awal dari sebuah kultur jaringan yaitu pada proses menginduksi kalus
yang bersifat embrionik. Kultur jaringan didasarkan pada prinsip totipotensi sel.
Menurut prinsip tersebut, sebuah sel atau jaringan tumbuhan yang diambil dari
bagian manapun, akan dapat tumbuh menjadi tumbuhan sempurna jika
ditumbuhkan dalam media yang cocok (Bustami, 2017).
Manfaat dari kultur jaringan yaitu dapat menghasilkan tanaman baru
dalam jumlah besar serta dalam waktu singkat, dengan sifat dan kualitas yang
sama . Perlakuan secara in vitro mengacu pada reaksi-reaksi biokimia yang
berlangsung di luar sel hidup. Sedangkan in vivo mengacu ke reaksi-reaksi yang
berlangsung dalam sebuah sel hidup. Menurut Wetherell (2019) bahwa sel atau
jaringan tanaman pada dasarnya dapat ditanam secara terpisah dalam suatu kultur
(in vitro). Sistem in vitro dapat digunakan pada perbanyakan secara masal
genotipe yang diseleksi secara tidak terbatas bila memang diinginkan. Jika suatu
genotipe yang diinginkan diseleksi, baik di dalam atau di luar lingkungan kultur,
maka hasil seleksi tersebut dapat dibiakkan, digandakan dan diregenerasikan
menjadi tanaman (Nasir, 2015).
Gunawan (2014) menjelaskan bahwa bagian tanaman yang dapat
digunakan sebagai eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda,
kotiledon, hipokotil. Pelaksanaan teknik kultur jaringan memerlukan berbagai

4
prasyaratan untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan, yang paling
esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Salah satu solusi untuk
mengatasi permasalahan rendahnya ketersediaan bibit adalah dengan
menggunakan perbanyakan tanaman teknik in vitro atau kultur jaringan.
Kelebihan menggunakan teknik ini yaitu dapat menghasilkan bahan tanam unggul
secara massal dan cepat. Keuntungan lain yang terdapat pada teknik kultur
jaringan yaitu produksi metabolit sekunder dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa
dipengaruhi oleh cuaca. (Putri, 2019).
Zat pengatur tumbuh merupakan komponen media yang sangat diperlukan
untuk pertumbuhan dan diferensiasi. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan
untuk merangsang perbanyakan tunas ialah zat pengatur tumbuh dari golongan
sitokinin. Salah satu jenis sitokinin sintetik adalah Benzil Amino Purin (BAP)
yang memiliki berat molekul 225,2 dan aktif mendorong pertumbuhan tunas.
Sitokinin merupakan nama kelompok hormone tumbuh yang sangat penting
sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur. Struktur sitokinin
mempunyai rantai samping panjang serta kaya akan atom hydrogen dan oksigen
yang menempel pada nitrogen yang menonjol dari pucuk cincin puri. Sitokinin
paling banyak ditemukan pada organ muda biji, buah, daun, dan ujung akar,
sitokinin yang dihasilkan di ujung akar akan diangkut melalui xilem (Yatim,
2016).
Pengaruh fisiologis sitokinin pada tumbuhan mampu memacu pembelahan
sel dan pembentukan organ. Empulur batang tembakau jika dibiakkan pada media
dengan auksin dan hara yang tepat akan membentuk masa sel yang tidak ter
spesialisasi, yang disebut kalus. Jika ditambahkan akan memacu sitokenesis.
Perbedaan nisbah sitokinin dan auksin yang tinggi akan mendorong
perkembangan sel meristem tumbuh, berkembang menjadi kuncup, batang, dan
daun. Jika nisbah diperkecil akan memacu pertumbuhan akar untuk menjadi
tumbuhan baru. Sitokinin juga menunda penuaan dan meningkatkan aktivitas
wadah penampung hara (Wati, 2015).
Pengaruh sitokinin pada teknik kultur in vitro, sitokinin berpengaruh
kepada tumbuhan yang ditumbuhkan pada media kultur, dalam kegiatan kultur
jaringan sitokinin telah terbukti dapat menstimulir terjadinya pembelahan sel,

5
proliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar, dan mendorong
pembentukan klorofil pada kalus, sehingga pemberian sitokinin pada kultur
disarankan lebih tinggi dari zat pengatur tumbuh yang akan dikombinasikan.
Sitokinin yang diberikan secara eksogen akan diserap oleh eksplan, kemudian
dialirkan melalui xylem ke tempat tunas aksilar sehingga tunas aksilar memiliki
kandungan sitokinin lebih tinggi. Hal ini merangsang pembentukan tunas
majemuk. Menambahkan bahwa BAP berperan dalam peningkatan material hidup
sel melalui dua titik control, yaitu merangsang metabolisme dan sintesis protein
(Sandra, 2013).
Auksin atau NAA merupakan hormon yang berperan dalam merangsang
pembelahan dan pembesaran sel yang terdapat pada pucuk tanaman dan
menyebabkan pertumbuhan pucuk-pucuk baru. Tempat sintesis utama NAA pada
tanaman yaitu di daerah meristem apikal tunas ujung. NAA dalam media yaitu
senyawa yang mampu merangsang pertumbuhan kalus, merangsang pertumbuhan
sel dan akar serta mengatur morfogenesis. Auksin dapat diberikan secara tunggal
maupun dikombinasikan dengan sitokinin untuk menginduksi kalus. penggunaan
asam naftalen asetat atau naftalene acetic acid (NAA) untuk induksi kalus pada
eksplan memberikan efek yang lebih baik dibanding dengan auksin sintetik jenis
lain. Hal ini disebabkan karena NAA tidak menimbulkan mutasi genetik. NAA
yang ditambahkan ke dalam media akan merangsang pembelahan sel dan sintesis
protein sehingga akan memacu pertumbuhan kalus. penggunaan auksin pada
jaringan akan menimbulkan pengaruh yang berbeda-beda. Umumnya penggunaan
auksin pada konsentrasi yang semakin tinggi justru bersifat menghambat daripada
merangsang pertumbuhan (Fitramala, 2014).
2.2. Tanaman Nanas
Tanaman nanasmerupakan tanaman tanaman yang hidup di waktu tertentu
saja, dan hanya satu musim dalam satu tahun (perennial). Tanaman nanas ini
merupakan jenis tumbuhan tropis yang berasal dari Bolvia, Brazil, dan Paraguay
(USDA, 2017). Berikut ini adalah klasifikasi tanaman Nanas: Klasifikasi tanaman
nanas (USDA, 2017) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Sub
kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan Berpembuluh) Superdivisi : Spermatophyta
(Tumbuhan Berbiji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga) Kelas :

6
Liliopsida (Monokotil) Subkelas : Zingiberidae Ordo : Bromeliales Famili :
Bromeliaceae Genus : AnanasMill. Species : Ananas comosus (L) Merr.
Tanaman nanas yang berusia satu sampai dua tahun, tingginya 50-150 cm,
mempunyai tunas yang merayap pada bagian pangkalnya. Daun berkumpul dalam
roset akar, dimana bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Daun berbentuk
seperti pedang, tebal dan liat, dengan panjang 80-120 cm dan lebar 2-6 cm,
ujungnya lancip menyerupai duri, berwarna hijau atau hijau kemerahan. Buahnya
berbentuk bulat panjang, berdaging, dan berwarna hijau, jika masak warnanya
menjadi kuning, rasanya asam sampai manis (Dalimartha, S, 2016).
Daun nanasterbentuk sangat panjang, berukuran sekitar 130-150 cm
dengan lebar 3-5 cm lebih. Permukaan daun nanas bersifat halus dan melengkilap
berwarna hijau tua, terkadang berwarna merah tua atau coklat kemerahan. Jumlah
daunnya setiap batang sekitar 70-80 helai tergantung varietasnya. Letak daun
nanas berbentuk spiral, mengelilingi batang bahkan hingga batangnya sendiri
tidak terlihat. Rangkaian bunga yang dimiliki tanaman nanas yakni bunga
majemuk pada ujung batangnya yang bersifat hemafrodit (bunga sempruna)
dengan jumlah kisaran 100-200 (jumlah bervariasi). Pertumbuhan bunga
memakan waktu 10-20 hari, sedangkan munculnya bunga memakan waktu 6-16
bulan dari waktu mulai penanaman (Elfiana, V.d, 2019).
Tanaman nanas dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah maupun
dataran tinggi hingga 1200 m di atas permukaan laut (dpl). Pertumbuhan optimum
pada ketinggian 100-700 m dpl. Di daerah tropis seperti Indonesia, nanas cocok
dikembangkan di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl dengan iklim basah
maupun kering (Ashari, 2019).
Buah nanas mengandung air, gula, asam organik, mineral, nitrogen,
protein, kalsium, fosfor, magnesium, besi, natrium, kalium, betakaroten dan enzim
bromelin. Manfaat buah nanas yaitu membantu memperlancar pencernaan,
mempercepat penyembuhan luka, mengobati luka bakar, gatal, bisul dan obat
pencegah tumor (Septiatin, 2015). Produksi nanas Indonesia cukup besar.
Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) tahun 2019 produksi nanas mencapai 1,73 juta
ton. Untuk wilayah Asia Tenggara, Indonesia termasuk penghasil nanas terbesar
ketiga setelah Filipina dan Thailand dengan kontribusi sekitar 23%. Hampir

7
seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil nanas karena didukung
oleh iklim tropis yang sesuai. Universitas Sumatera Utara 5 Namun demikian
pengembangan nenas belum mendapat perhatian serius belum berkembangnya
penggunaan varietas unggul dan belum optimalnya teknik budidaya (Hadiati dan
Indriyani, 2020).
2.3. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan suatu proses menghancurkan atau memusnahkan
semua mikroorganisme termasuk spora, dari sebuah benda atau lingkungan.
Peranan sterilisasi pada pembuatan makanan yaitu berfungsi untuk menjamin
keamanan terhadap pencemaran oleh mikroorganisme dan memperpanjang waktu
simpan (Purnawijayanti, 2011). Prinsip dasar sterilisasi yaitu memperpanjang
umur simpan bahan pangan dengan cara membunuh mikroorganisme yang ada di
dalamnya. Mikroorganisme yang tumbuh pada produk pangan biasanya dapat
mencemari produk pangan dan membuat makanan lebih cepat basi.
Mikroorganisme pembusuk tersebut bisa berupa bakteri, khamir (yeast) dan
kapang (jamur) (Hiasinta, 2015).
Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & pemijaran. 1.
Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung,
contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L dan lain-lain. 2. Sterilisasi panas
kering : sterilisasi dengan oven umumnya pada suhu 160-1700C selama 1-2 jam.
Sterilisasi panas kering cocok untuk sterilisasi serbuk yang tidak stabil terhadap
uap air, alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dan lain-
lain. Sterilisasi uap panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Sterilisasi dengan
menggunakan uap panas dibawah tekanan dengan menggunakan autoklaf. Pada
sterilisasi ini umumnya dilakukan dalam uap jenuh dalam waktu 15 menit dengan
suhu 121 derajat C.
Sterilisasi Kimia Biasanya sterilisasi secara kimiawi menggunakan
senyawa desinfektan antara lain alkohol. Antiseptik kimia biasanya dipergunakan
dan dibiarkan menguap seperti halnya alkohol. Proses sterilisasi antiseptik kimia
ini biasanya dilakukan dengan cara langsung memberikan pada alat atau media
yang akan disterilisasi. Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan
dari tujuan tertentu serta efek yang dikehendaki.

8
Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang
berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan
pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka
panas, misalnya larutan serum, enzim, toksin kuman, ekstrak sel dan lain-lain.
(Fauzi, 2013).
Autoklaf merupakan salah satu alat dalam teknik sterilisasi panas.
Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang fungsinya untuk mensterilkan suatu
benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi biasanya suhu yang
digunakan 121°C dan bertekanan 15 kg/cm2 yang dilakukan selama kurang lebih
15 menit. Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh
mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi
inilah yang akan membunuh mikroorganisme. Autoklaf ditujukan untuk
membunuh endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini
tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Pada spesies yang sama,
endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang dapat membunuh sel
vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100°C, yang
merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121°C,
endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif bakteri
dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65°C (Nurhabibah
Hasibuan, 2014).
Prinsip kerja autoklaf yaitu mensterilkan bahan dengan menggunakan
tekanan uap optimum untuk sterilisasi pada suhu 121°C dan tekanan 15 kg/cm2 .
Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan
mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf.
Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap air, katup uap/udara
ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan
dan suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dan timer mulai menghitung
waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan
tunggu tekanan dalam kompartemen turun hingga sama dengan tekanan udara di
lingkungan (jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka nol). (Fitri
Rahmayanti, 2013).

9
Keunggulan autoklaf adalah dapat mensterilkan alat dan bahan hingga
tidak ada organisme yang hidup lagi. Autoklaf memerlukan waktu yang singkat
untuk sterilisasi. Autoklaf menggunakan suhu dan tekanan tinggi sehingga
memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel dibandingkan
dengan udara panas biasa. Autoklaf memiliki kelebihan yaitu alat perebus yang
bertekanan tinggi. (Permatasari dkk., 2015).
Kekurangan autoklaf adalah harus menggunakan air mendidih karena
uapnya memenuhi kompartemen autoklaf dan terdesak keluar dari klep pengaman.
Autoklaf membutuhkan sumber panas yang terus menerus. Autoklaf
membutuhkan peralatan yang butuh perawatan terus menerus (fardias, 2018).
2.4. Media Kultur
Media merupakan tempat jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi
yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai
bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua
penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada
umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Media cair adalah nutrisi yang
dilarutkan di air (Mahmoud, 2013).
Berhasilnya kultur jaringan banyak ditentukan oleh media tanam yang di
pengaruhi oleh beberapa faktor lingkunan, salah satunya yaitu pH, cahaya,
temperatur, sterilisasi, dan pemilihan eksplan. Faktor lain yang mempengaruhi
pembelahan yang menyebabkan faktor genetik lebih dominan terhadap
pembelahan tunas dan akar. Media tanam pada kultur jaringan berisi kombinasi
dari asam amino esensial, garam-garam anorganik, vitamin-vitamin, larutan
buffer, dan sumber energi (glukosa). Media berbahan dari agar biasanya
ditambahkan untuk mendapatkan media yang berbentuk semi padat, fungsinya
adalah untuk meletakkan dan membenamkan eksplan suatu tanaman (Puspita,
2017).
Media MS (Murashige & Skoog) merupakan salah satu formula yang
digunakan untuk hampir semua macam tanaman pada teknik kultur jaringan.
Media MS mengandung garam-garam mineral dalam jumlah yang tinggi dan
senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+. Pada media juga ditambahkan zat
pengatur tumbuh yang diperlukan bagi pertumbuhan dan diferensiasi eksplan. Ada

10
2 jenis hormon tanaman yang sekarang banyak dipakai dalam propagasi secara in
vitro, yaitu auksin dan sitokinin (Herawan, 2015). Penggunaan media dasar yang
tepat merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perbanyakan bibit
menggunakan teknik kultur jaringan sehingga dapat diperoleh hasil yang optimum
(Imelda, 2018).
Stagnasi merupakan suatu keadaan eksplan dimana eksplan tersebut tidak
mati tetapi tidak tumbuh dari mulai tanam sampai kurun waktu tertentu. Pada
penelitian ini, stagnasi pada eksplan diduga karena faktor dari media yang
digunakan. Yang menyatakan bahwa media dapat menjadi penyebab terjadinya
stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi media suatu sel dapat atau tidak
terdorong melakukan proses pembelahan. Selain media, faktor lain yang
menyebabkan stagnasi pada eksplan diduga yaitu umur eksplan yang digunakan
(Arimarsetiowati, 2012).
Menurut Zulkarnain (2019), kondisi fisiologis eksplan memiliki peranan
penting bagi keberhasilan teknik kultur jaringan. Eksplan yang mengalami
stagnasi sampai akhir pengamatan tidak menunjukkan pertumbuhan. Menurut
Smith (2015) tidak terbentuknya kalus dikarenakan sel-sel eksplan tidak
kompeten untuk mengekspresikan totipotensi sehingga tidak terjadi induksi kalus.
Sinar atau cahaya dapat merusak auksin dan dapat pula menyebabkan pemindahan
auksin ke jurusan yang menjauhi sinar, metode kultur jaringan dalam kondisi
gelap merupakan salah satu cara untuk mengefektifkan kerja auksin sehingga
dapat mempercepat pembentukan kalus. Dalam hal ini auksin yang dimaksud
yaitu auksin endogen maupun eksogen yang diserap dari media (Syabana, 2017).
Dormansi adalah suatu kondisi untuk mempertahankan hidup dari lingkungan
yang tidak menguntungkan dan dapat terjadi pada jamur maupun bakteri sebagai
kontaminan utama pada permukaan jaringan eksplan (exogenously dormant)
maupun di dalam jaringan eksplan (endogenously dormant) (Jones & Lennon,
2018). Lingkungan tidak menguntungkan dalam hal ini adalah akibat proses-
proses sterilisasi senyawa-senyawa kimia sterilan. Kontaminan dapat tumbuh
cepat atau lambat berkaitan dengan dormansi. Kontaminan akan berkembang
cepat secara kompetitif pada lingkungan kultur yang mempunyai ketersediaan
nutrien tinggi, dan akan berkembang lambat menggunakan strategi anabiosis

11
(pengurangan metabolisme sel pada waktu tertentu saat keadaan lingkungan tidak
menguntungkan) selama mengalami dormansi (Putri, 2017).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan teknik kultur jaringan tanaman
yaitu Genotipe Tanaman dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman yang baik
melalui pembentukan organ adventif maupun embrio somatik, Media kultur yang
dilihat dari komposisi media, hormon, dan keadaan fisik media, lingkungan
tumbuh, kondisi eksplan. Media yang terbebas dari kontaminasi apabila kondisi
media tidak tumbuh jamur. Keunggulan media MS merupakan media yang paling
cocok dan paling banyak di gunakan dalam kultur jaringan dasar dimana
berfungsi dengan baik dalam regenerasi jaringan dengan penambahan PPM. PPM
(Plant Preservative Mixture) merupakan biosida spectrum luas yang sangat efektif
mencegah atau menurunkan tingkat kontaminasi mikroba pada kultur jaringan.
Penggunaan biosida dengan dosisi yang optimum sangat efektif dan tidak
mempengaruhi regenerasi tanaman (Syatria, 2015).
Tanaman yang memiliki senyawa penghambat mikroorganisme dapat di
ekstraksi dengan pelarut dan diuapkan dengan evaporator rotary untuk
mendapatkan ekstrak kental yang dapat dicampurkan dengan media. Akan tetapi
penggunaan ekstrak belum efektif dikarenakan kesulitan dalam penimbangan dan
penyimpanan. Oleh karena itu ekstrak kental dapat di inovasi menjadi serbuk
dengan cara penyerbukan laktosa sehingga lebih efektif digunakan dalam jangka
waktu yang lama (Sursilah, 2017).
2.5. Inisiasi Eksplan
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan
dikulturkan. Perkembangan dari penerapan teknik jaringan adalah kemungkinan
penggunaan kultur sel tanaman untuk memproduksi metabolit sekunder tanaman
berkhasiat obat (Yuliarti, 2017).
Eksplan adalah potongan/bagian jaringan yang diisolasi dari tanaman
yangdigunakan untuk inisiasi suatu kultur in vitro. Eksplan merupakan potongan
tanaman yang diisolasi untuk inisiasi kultur jaringan. Respon masing-masing
eksplan dalam kultur jaringan akan berbeda. Kemampuan regenerasi eksplan
dalam kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh tipe eksplan, varietas eksplan, umur
tanaman induk sumber eksplan, kondisi fisiologis, dan ukuran eksplan. Tipe

12
eksplan merupakan faktor yang penting dalam mengoptimalkan pelaksanaan
kultur jaringan. Tipe eksplan seperti tunas pucuk, tunas ketiak (aksilar), akar,
mata tunas, daun, embrio, dan bakal biji akan memberikan perbedaan yang
signifikan pada pertumbuhan eksplan (Jabeen dkk, 2015). Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan kandungan hormon pada masing-masing bagian eksplan
(Kumar dkk, 2015). Varietas eksplan juga merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi regenerasi eksplan (Kamal dkk, 2007; Michel dkk,2018).
Kondisi fisiologi eksplan berperan penting dalam keberhasilan teknik
kultur jaringan. Pada umumnya bagian vegetatif lebih siap beregenerasi daripada
bagian generatif. Kondisi fisiologis dari suatu tanaman bervariasi secara alami,
sejalan dengan pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh lingkungannya.
Pengaturan lingkungan tanaman yang bersih dan higienis, dengan pengubahan
status fisiologi tanaman induk seperti memanipulasi cahaya, suhu, suplai air,
suplai hara dan zat pengatur tumbuh akan mempengaruhi fisiologi eksplan
(Zulkarnain, 2019).
Ukuran eksplan menentukan laju kehidupan bahan eksplan. Eksplan yang
berukuran kecil, lebih mudah disterilisasi sehingga akan memperkecil peluang
kontaminasi baik secara internal maupun eksternal, namun kemampuan
beregenerasi juga kecil sehingga diperlukan media kompleks dalam
pertumbuhannya. Semakin besar ukuran eksplan maka akan semakin besar
kemampuan beregenerasi, namun peluang untuk kontaminasi juga semakin besar
(Zulkarnain, 2019).
2.6. Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan
menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk
menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan
eksplan. Multiplikasi merupakan tahap perbanyakan eksplan dengan subkultur
(pemindahan eksplan dalam media baru yang berisi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT))
secara berulang-ulang untuk mempertahankan stok bahan tanaman (eksplan).
Pengakaran merupakan kegiatan terakhir sebelum planlet dipindahkan ke kondisi
luar. Beberapa hal yang mempengaruhi tingkat multiplikasi yaitu komposisi

13
media, jenis hormon, jenis eksplan, ukuran eksplan, dan kepadatan eksplan
(Chavan et al., 2013).
Multifikasi dari tunas merupakan cara yang paling sederhana dan paling
aman karena tidak melibatkan diferensiasi dari jaringan lain yang memiliki resiko
mutasi somatik. Multifikasi dapat dilakukan berulang atau disebut dengan istilah
subkultur berulang untuk menghasilan banyak tunas. Tetapi kultur berulang dapat
berdampak pada anolmaly tanaman yang dihasilkan, seperti varigata dan
vitrifikasi.
Setelah kita mempelajari tanaman aseptik, maka tahap berikutnya adalah
untuk melakukan multifikasi (perbanyakan). Pada beberapa spesies, eksplan
mungkin akan membentuk akar pada tahap awal pertumbuhan pada media yang
sederhana. Spesies lain menghasilkan banyak tunas pada perlakuan khusus.
Dalam hal ini, kebutuhan akan media yang lebih kompleks tergantung pada
tingkat multifikasi yang diperoleh atau di perlukan. Multifikasi dapat juga dapat
diperoleh dengan beberapa cara:
 Ujung tunas yang sudah ada akan memanjang menghasilkan ruas dan buku
baru yang nantinya dapat dipotong lagi yang selanjutnya digunakan sebagai
eksplan.
 Tunas lateral yang ada pada eksplan akan menghasilkan tunas yang
selanjutnya akan menghasilkan tunas baru.
 Perkembangan tunas adventif. Pada banyak spesies, organ seperti akar, tunas,
atau umbi dapat di induksi untuk membentuk jaringan yang biasanya tidak
dihasilkan oleh organ ini. Organogenesis adventif seperti ini lebih berpotensi
dibandingkan induksi tunas aksilar untuk perbanyakan klonal tanaman satu.
 Somatik embriogenesis. Potensi terbsar multipikasi kloning adalah melalui
somatik embriogenesis dimana 1 sel dapat menghasilkan 1 embrio dan
menjadi tanamn lengkap. Somatik embriogenesis dapat terjadi pada kultur
suspensi atau kadang terjadi pada kalus. Induksi embriogenesis memerlukan
ekspos terhadap auksin biasanya 2,4 –D yang diikuti penurunan pada level
auksin. Induksi embrio juga memerlukan pengurangan nitrogen pada media.

14
III. MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini di laksanakan pada tanggal 7 Desember 2021 di
laboratorium kultur jaringan fakultas pertanian dan peternakan Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang di gunakan selama proses praktikum adalah Autoklaf,
Kompor, Botol kultur, Plastik dan karet tahan panas, gunting, Scalpel, Gelas
becker/piala, Pipet, Sendok kaca, Laminar air flow cabinet / enkarkas, Pinset,
Bunsen, Gelas becker/piala, Rak kultur, Petridish, pisau cater,
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kultur jaringan adalah
media MS, gula, agar-agar, fungisida, bakterisida,HgCl2, Klorox/pemutih pakaian
dan Alkohol, alcohol, air steril, Betadin, nanas dan sabun sunglight.
3.3. Metodologi praktikum
Praktikum disusun menggunakan Rancangan Acak lengkap (RAL) yang
terdiri dari 5 perlakuan yaitu P0 = kontrol, P1 = 0,1 ppm NAA + 0,5 ppm Kinetin,
P2 = 0,1 ppm NAA + 0,1 ppm Kinetin, P3 = 0,1 ppm NAA + 1,5 Kinetin, P4 0,1
ppm NAA + 2,0 ppm Kinetin, masing masing perlakuan diulang sebanyak 10 kali.
Sehingga didapatkan 50 unit percobaan
3.4. Cara Kerja
Pada praktikum sterilisasi alat dan bahan yang pertama kita lakukan adalah
dengan mencuci botol kultur yang telah direndam dengan sabun sunglight
kemudian kita Masukkan dan disusun botol yang telah dicuci dengan rapi
kedalam autoklaf, kemudian kita memastikan air didalam autoklaf sudah melebihi
besi pada dasar tabung, kemudian kita tutup dan kunci hingga rapat masing-
masing scrup, kemudian kita nyalakan kompor serta memperhatikan suhu dan
tekanan pada autoklaf, jika sudah mencapai 121 0C, kita kecilkan kompor hingga
suhu stabil (1210C), kemudian kita biarkan selama 30 menit untuk media dan 45
menit untuk alat-alat tanam, jika sudah sampai 30 menit atau 45 menit kemudian
kita matikan kompor, kemudian kita biarkan agar suhu turun menjadi 00C tanpa

15
kita membuka tempat keluarnya uap, kemudian kita keluarkan botol dan alat-alat
tanaman untuk dimasukkan kedalam lemari yang sudah steril.
Cara kerja pembuatan media yang akan digunakan dalam percobaan ini
adalah media MS padat. Total volume media yang akan dibuat adalah 500 ml
dengan masing-masing. langkah-langkah pembuatan media adalah :
1. Timbang media MS 2,21 gram, gula 15 gram, agar 4 gram.
2. kemudian Masukkan media MS kedalam gelas beaker dan Masukkan ZPT.
3. kemudian kita Tambahkan aquades sampai 500 ml.
4. Tera pH 5,6-5,8 dengan menambahkan NaOH atau HCl.
5. kemudian kita Masukkan gula dan
6. diaduk larutan menggunakan magnetic strirer.
7. lalu kita Masak hingga mendidih.
8. setelah dimasak kemudian kita Tuangkan media kedalam botol kultur,
9. botol-botol yang sudah terisi media ditutup dengan menggunakan plastik
dan karet.
10. kemudian kita lakukan sterilisasi media dalam autoclave,
11. dan kita Inkubasi media minimal selama 3 hari.
Cara kerja inisiasi eksplan buka kelopak nanas secara perlahan-lahan serta
jauhkan dari lingkungan yang tidak steril agar tidak terkontaminasi, setelah selesai
dibuka kelopaknya cuci denga sunlight agar steril sikat pakai brus gigi secara
merata dan pelan-pelan, kemudian masukkan air steril kedalam gelas kaca, potong
dan iris tipis-tipis mahkota, masukkan mahkota kedalam air steril dan diaduk
selama 30 menit, kemudian masukkan pipit di twin dan teteskan 10 tetes kedalam
gelas, kemudian dibilas untuk mengurangi kepekatan selama 15 menit. Setelah itu
masukkan obat amoxiun sebagai antibakteri, ditumbuk secara halus, amoxiun
direndam selama 30 menit kemudian dilarutkan kedalam gelas setelah itu
masukkan mahkota kedalam larutan amoxiun, kemudian dibilas dan masukkan
proclin atau pemutih kedalam gelas ukur sebanyak 10 ml lalu masukkan protoklin
sebanyak 5 ml dan larutkan, setelah dilarutkan masukkan kegelas dan dilarutkan,
kemudian teteskan lopin sebanyak 10 tetes kedalam gelas, kemudian tunas
dimasukkan kedalam gelas yang telas diisi air, yang mana tunas nanas yang akan
ditanam dalam petridish yang telah diberikan betadine, biarkan terendam beberapa

16
saat dan panaskan diatas bunsen sebentar kemudian dilakukan penanaman tunas
ke dalam media tanam. Kemudian tutup media kembali dengan plastik dan ikat
dengan karet dan diberi label pada botol yang telah ditanam.
Cara kerja multiplikasi yang pertama kita memastikan semua alat dan
bahan yang akan digunakan telah disemprot dan steril setelah disemprot kita
masukkan kedalam laminar, terlebih dahulu laminar disemprot dengan alkohol
95%, setelah semua alat dan bahan kita masukkan kedalam laminar kemudian kita
nyalakan lampu bunsen, sebelum kita menggunakan pinset dan gunting terlebih
dahulu kita rendam dengan alkohol dan kita bakar untuk mensterilkannya, setelah
itu kita keluarkan eksplan atau tunas nanas dari dalam botol, menggunakan pinset
dan letakkan di Petridis, setelah semua kita keluarkan tunas nanas dari dalam
botol kemudian kita bersihkan dan dipotong akar dan daun yang sudah tumbuh,
setelah dibersihkan kita tanam kembali ke dalam media yang baru yang sudah di
sediakan. Sebelum di tutup kita panaskan terlebih dahulu ujung botol, baru kita
tutup dengan aluminium dan kita bungkus dengan plastik dan diikat dengan
kencang menggunakan karet gelang dan kita beri label, kemudian disimpan botol
yang telah di tanami kembali tunas nanas dalam ruang inkubasi atau rak kultur dan
kita amati perubahan yang terjadi
3.5. Parameter Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dalam praktikum kultur jaringan ini adalah
sebagai berikut :
3.5.1. Waktu muncul tunas
Waktu muncul tunas nanas baru diamati 1 minggu setelah tanam (MST)
sampai akhir pengamatan.
3.5.2. Jumlah tunas
Jumlah tunas ditentukan dengan menghitung jumlah tunas yang terbentuk
pada eksplan dan dilakukan pada akhir pengamatan.
3.5.3. Waktu muncul Akar
Waktu muncul akar baru diamati 1 minggu setelah tanam (MST) sampai
akhir pengamatan.

17
3.5.4. Jumlah akar
Jumlah akar ditentukan pada akhir pengamatan. Penentuan kategori
jumlah akar dihitung setelah akar memiliki panjang melebihi 0,5 cm, ditandai
dengan adanya tonjolan berwarna putih pada bagian bawah kultur.
3.6. Analisis Data
Data pengamatan tanaman nanas di analisis sesuai dengan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan menggunakan anova solfware SAS 9.1.3. jika perbedaan
diantara perlakuan, maka perlu di uji lanjut dengan uji DMRT taraf 5%.

18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Waktu Muncul Tunas


Rata-rata waktu muncul tunas dapat dilihat pada tabel 4.1. Berdasarkan
analisis sidik ragam, perlakuan kinetin memberikan pengaruh tidak nyata terhadap
waktu muncul tunas.
Perlakuan Waktu Muncul Tunas (MST)
Kontrol 0.70b
Kinetin 0.5 ppm 2.60a
Kinetin 1.0 ppm 2.70a
Kinetin 1.5 ppm 1.50ab
Kinetin 2.0 ppm 2.70a
Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat bahwa perlakuan kontrol mampu
menginduksi tunas dalam waktu tercepat dengan rerata 0.70 MST, sedangkan
perlakuan kinetin pada 1.0 dan 2.0 ppm memerlukan waktu yang lebih lama untuk
menginduksi tunas yaitu sekitar 2.70 MST. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yulizar et al., (2014) dengan penambahan sitokinin pada
konsentrasi 1.5 – 4.5 ppm mampu menginduksi munculnya tunas kunyit putih
selama 5 – 33 hari setelah tanam (hst). sedangkan pada tabel 4.1 menunjukkan
bahwa pemberian kinetin 1.5 ppm malah menginduksi tunas lebih cepat
dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Yulizar yaitu kurang dari 5 HST.

Perbedaan waktu muncul tunas yang terjadi pada eskplan nanas diduga
dipengaruhi oleh adanya perbedaan konsentrasi kinetin yang diberikan. Menurut
Wahyudi et al., (2013) pemberian sitokinin sampai konsentrasi tertentu
berpengaruh dalam waktu muncul tunas, hal tersebut sesuai dengan fungsi
sitokinin yaitu sebagai zat pengatur tumbuh yang memicu pembentukan tunas dan
bahkan apabila ketersediaan sitokinin di dalam media kultur sangat terbatas, maka
pembelahan sel pada jaringan yang dikulturkan akan terhambat. Berbeda dengan
hasil yang di tunjukkan pada tabel 4.1 yang mana perlakukan kontrol lebih cepat

19
menghasilkan tunas dibandingkan dengan pemberian kinetin, sehingga pemberian
kinetin tidak memberikan respon yang cepat untuk waktu perumbuhan tunas.

4.2. Jumlah Tunas


Rata–rata jumlah tunas yang muncul dapat dilihat pada tabel 4.2.
Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan kinetin memberikan pengaruh nyata
terhadap pertumbuhan jumlah tunas.
Perlakuan Jumlah Tunas
Kontrol 1.20b
Kinetin 0.5 ppm 4.60a
Kinetin 1.0 ppm 3.10a
Kinetin 1.5 ppm 5.12a
Kinetin 2.0 ppm 4.70a

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah tunas terbanyak terdapat
pada perlakuan kinetin 1.5 ppm yaitu sebesar 5.12 yang mana menunjukkan
bahwa pemberian kinetin dengan jumlah sedikit lebih banyak menghasilkan
jumlah tunas dari pada pemberian kinetin dengan jumlah yang banyak lebih
sedikit menghasilkan tunas sejalan dengan penelitian Akbar et al., (2017), jumlah
tunas terendah terjadi pada perlakuan penambahan kinetin 2 ppm dengan jumlah
tunas 0.1 tunas per eksplan yang disebabkan kinetin telah melebihi kadar optimum
sehingga jumlah dan panjang tunas menurun. Penambahan konsentrasi kinetin
yang tinggi dalam media kultur juga menyebabkan jumlah tunas yang rendah.
Hal ini diduga sitokinin endogen telah tercukupi dan apabila ditambahkan
sitokinin eksogen maka pertumbuhan tunas menjadi terhambat. sehingga
penambahan sitokinin (kinetin) pada media dapat mendorong sel-sel meristem
pada eksplan untuk membelah dan mempengaruhi sel lainnya untuk berkembang
menjadi tunas dan dan akhirnya membentuk daun, sesuai pendapat Imam Mahadi
(2008).
Sedangkan jumlah tunas terendah terjadi pada perlakuan kontrol yaitu
dengan rata-rata 1.20 tunas dengan demikian pemberian kinetin memberikan
respon yang nyata terhadap pertumbuhan jumlah tunas yang lebih banyak dari
pada perlakuan kontrol yang mana sejalan dengan pendapat Yulizar et al., (2014)

20
mengatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi kinetin dalam media kultur maka
semakin banyak jumlah tunas yang terbentuk, tetapi pertumbuhan tiap tunas
terhambat.

4.3. Waktu Muncul Akar


Rata-rata waktu muncul akar dapat dilihat pada tabel 4.3. Berdasarkan
analisis sidik ragam, perlakuan kinetin memberikan pengaruh tidak nyata terhadap
waktu muncul tunas.

Perlakuan Waktu Muncul akar (MST)


Kontrol 2.00c
Kinetin 0.5 ppm 2.60bc
Kinetin 1.0 ppm 4.10ab
Kinetin 1.5 ppm 4.75a
Kinetin 2.0 ppm 3.90ab
Waktu munculnya akar ditandai dengan adanya tonjolan-tonjolan putih (+
2 mm) pada permukaan eksplan bagian bawah. Berdasarkan tabel 4.3 waktu
muncul akar tercepat di hasilkan pada perlakuan kontrol dengan rata-rata waktu
yang dibutuhkan 2.00 MST, yang mana dengan penambahan kinetin tidak
mempengaruhi kecepatan tumbuh tunas. Sehingga perlakuan kontrol memberikan
respon yang paling cepat dalam waktu pertumbuhan akar, menurut Zulkarnain
(2019) selain merangsang pembelahan sel dan inisiasi pucuk, kinetin juga terlibat
dalam transpor auksin.
Sedangkan waktu muncul akar paling lama terdapat pada perlakuan 1.5
ppm kinetin dengan rata-rata 4.75 minggu setelah tanam yang di perlukan untuk
memunculkan akar, yang mana dengan penambahan kinetin tidak mempengaruhi
kecepatan tumbuh tunas sehingga berbeda dengan penelitian Marlin (2015) yang
menambahkan 5 ppm kinetin dapat mempercepat tumbuhnya akar pada eksplan.
Semakin cepatnya terbentuk akar pada media yang ditambahkan kinetin, hal ini
menunjukkan bahwa auksin sangat berperan untuk mengaktifkan enzim-enzim
yang berfungsi dalam pembuatan komponen sel sehingga saat terjadinya
pembelahan sel maka kinetin akan bertugas merangsang pembentukkan sel-sel
dengan cepat (Wattimena, 2017 dalam Marlin, 2015).

21
4.4. Jumlah Akar
Rata–rata jumlah akar yang muncul dapat dilihat pada tabel 4.2.
Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan kinetin memberikan pengaruh nyata
terhadap pertumbuhan jumlah tunas.
Perlakuan Jumlah akar
Kontrol 5.20 ab
Kinetin 0.5 ppm 7.10a
Kinetin 1.0 ppm 4.60b
Kinetin 1.5 ppm 3.75b
Kinetin 2.0 ppm 5.10 ± 2,99ab
Berdasarkan tabel 4.4 rata-rata jumlah akar terbanyak terdapat pada
perlakuan 0,5 ppm dengan rata-rata 7.10 akar, Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian konsentrasi kinetin dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan
jumlah pertumbuhan akar yang nyata, namun apabila diberikan dalam jumlah
banyak tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah pertumbuhan
akar. Berbeda pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Praseptiana et al., (2017)
yang menunjukkan pemberian kinetin pada jahe dengan konsentrasi yang lebih
tinggi secara tunggal mampu memproduksi akar dalam jumlah yang banyak,
terkait peranan kinetin sebagai yang berperan dalam pembentukan akar.
Sedangkan perlakuan dengan jumlah akar paling sedikit terdapat pada
perlakuan 1.0 ppm dengan jumlah 4.60 akar Hasil penelitian Marlin (2015)
terhadap eksplan jahe juga menunjukkan bahwa pemberian kinetin dalam
konsentrasi yang tinggi, menyebabkan terhambatnya eksplan untuk membentuk
akar dan lebih terfokus pada multiplikasi tunas.

22
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
untuk waktu munculnya tunas yang memberikan respon nyata terdapat pada
perlakuan kontrol 0.70 MST, untuk jumlah tunas yang memberikan respon nyata
terdapat pada perlakuan kinetin 1.5 ppm dengan rata-rata 5.12 tunas, sedangkan
untuk waktu munculnya akar terbaik terjadi pada perlakuan kontrol ppm dengan
rata-rata 2.00 MST dan jumlah akar terbanyak terjadi pada perlakuan kinetin 0.5
ppm dengan rata-rata 7.10 akar, sehingga pemberian kinetin tidak memberikan
respon yang nyata terhadap waktu pertumbuhan tunas dan akar, namun
memberikan respon yang nyata pada pembentukan jumlah tunas dan akar.

5.2. Saran
Disarankan dalam menggunakan kinetin sesuai dengan kebutuhan suatu
eksplan tanaman dan tidak menggunaknya dalam jumlah yang banyak yang dapat
menghambat waktu pertumbuhan tunas dan waktu pertumbuhan akar,

23
DAFTAR PUSTAKA

Andaryani, S. 2010. Kajian Penggunaan Berbagai Konsentrasi Bap Dan 2,4-D


Terhadap Induksi Kalus Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Secara In Vitro.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Elfiani. 2011. Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.)
Merr.)Hasil Kultur Jaringan Melalui Aplikasi Giberelin Dan Pupuk
Nitrogen Pada Daun. Thesis Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak
dipublikasi).
Imam Mahadi, 2016 Pengaruh Pemberian Hormon Naftalen Aacetyl Acyd
(NAA) dan Kinetin Pada Kultur Jaringan Nanas Bogor (Ananas comosus
(L.) Merr.) cv. QUEEN Bio-site. Vol. 02 No. 2, November 2016 : 1-50

Imam Mahadi., Wan Safii dan Suci Agustiani. 2015. Kultur jaringan Jeruk Kesturi
(Citrus microcarpa) dengan menggunakan hormon Kinetin dan Naftalen
Acetyl Acid (NAA). Dinamika Pertanian. 30 (1): 37-44.

Imam Mahadi. 2008. Produksi penggandaan pucuk (Mutiple shoots) Kenerak


(Goniothalamus umbrosus. J. Sinclair) dengan menggunakan hormon
Kinetin dan BAP secara in vitro. Dinamika Pertanian. 23 (1): 34-36.

Syerin Kusuma Mawaddah, 2021. Pemberian Naphthalene Acetic Acid (NAA)


dan Kinetin Terhadap Multiplikasi Tunas Tanaman Jahe (Globba
leucantha var. bicolor Holttum) pada Kultur In Vitro Bioma, Juni 2021 p
ISSN: 1410-8801 Vol. 23, No. 1, Hal. 43-50

Praseptiana, C., Sri D., dan Erma P. 2017. Multiplikasi Tunas Tebu (Saccharumo
officinarum L Var. Bululawang) dengan Perlakuan Konsentrasi BAP dan
Kinetin Secara In Vitro. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 2 (2) : 153 – 160.

Wahyudi, E., Ernita dan Fatrhurrahman. 2013. Uji Konsentrasi Kinetin Dan Naa
Terhadap Multiplikasi Embrio Aren (Arenga pinnata (W) Merr) Secara In
Vitro. Jurnal Dinamika Pertanian. XXVIII (1) : 51 – 62.

Widyawati, G. 2010. Pengaruh Variasi Konsentrasi NAA dan BAP Terhadap


Induksi Kals Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) [Tesis]. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.

Yulizar, D. R., Zozy A. N., dan M. Idris. 2014. Induksi Tunas Kunyit Putih
(Curcuma zedoaria Roscoe) pada Media MS dengan Penambahan
Berbagai Konsentrasi BAP dan Sukrosa Secara In Vitro. J. Bio. UA. 3 (4) :
310 – 316.

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

24
Lampiran

Lampiran 1. komposisi penyusunan MS kimpleks


No Komponen Kebutuhan (mg/L)
1 Unsur Hara Makro
NH4NO3 1650
KNO3 1900
KH2PO4 170
MgSO4.7H2O 370

2 Unsur Hara Mikro


Mikro A
MnSO4.4H2O 22,3
H3BO3 6,2
ZnSO4.7H2O 8,6
Mikro B
KI 0,83
Na2MoO4.2H2O 0,25
CuSO4.5H2O 0,025
CoCl2.6H2O 0,025

3 Vitamin
Glysine 2
Thiamine-HCl 0,1
Pyridoxin-HCl 0,5
Nicotinic acid 0,5

4 Myo- Inositol 100


5 CaCl2.2H2O 440
6 Na2EDTA 37,3
FeSO4. 7H2O 27,8
7 Agar 6,5 gr/l
8 Gula 30 gr/l
9 pH 5,8

25
Lampiran 2. Dokumentasi Praktikum kultur jaringan
1.memasukkan alat dan bahan 2.pemanasan autoclave 1210C

3. Memasukkan alat dan bahan 4. Botol dan autoclave

26
9.pembersihan nanas 10. pemotongan eksplan nanas

11 embersihan kembali 12.eksplan nanas sudah dipotong

27
13. Pengukuran larutan 14. pencampuran betadin pada air

15. Penyimpanan eksplan yang sudah ditanam atau sudah melakukan multiplikasi

28

Anda mungkin juga menyukai