Anda di halaman 1dari 45

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt., karena atas segala
rahmat dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan sebaik-
baiknya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad saw., yang menjadi suri teladan umatnya untuk keselamatan hidup di
dunia maupun di akhirat.
Makalah ini berjudul “Teknik Kultur Jaringan Tanaman” guna memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi. Makalah ini disusun dengan tujuan
menambah wawasan mengenai Bioteknologi. Selama penyusunan makalah ini,
banyak hambatan yang penulis rasakan. Maka dari itu, dengan kerendahan dan
ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihakyang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini:
1. Ibu Dr. Purwati Kuswarini, Dra., M.Si. dan Bapak Egi Nuryadin, S.Pd., M.Si.
selaku dosen mata kuliah Bioteknologi yang selalu memberikan ilmu,
bimbingan, arahan, dan nasehat yang bermanfaat kepada penulis.
2. Orang tua yang telah memberikan do’a serta motivasi baik yang berbentuk
moril maupun materil.
Mengingat keterbatasan pengalaman dan kemampuan yang penyusun miliki,
maka penyusun memohon kritik dan saran yang membangun guna perbaikan
penulisan laporan berikutnya.

Tasikmalaya, September 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1
C. Tujuan .............................................................................................. 2
D. Manfaat ............................................................................................ 2
BAB II Pembahasan
A. Pengertian Kultur Jaringan Tanaman ................................................ 3
B. Sejarah Perkembangan Kultur Jaringan Tanaman ............................ 4
C. Metode Kultur Jaringan..................................................................... 10
D. Pemulian In Vitro Tanaman .............................................................. 20
E. Mikropropagasi Tanaman………………………………………….. 25
F. Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Kultur Jaringan………… 30

BAB III PENUTUP


A. Simpulan .......................................................................................... 38
B. Saran ................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 39

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perkembangan Kultur Jaringan ............................................................ 6

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan Kultur Jaringan Tumbuhan ................... ………… 10

Gambar 2.2 Kultur Biji Renanthera imschootiana ................................... 14

Gambar 2.3 Kultur Organ Daun .............................................................. 15

Gambar 2.4 Persiapan Eksplan Daun, Regenerasi, dan Kultur Organ ..... 15

Gambar 2.5 Gambar Skematis Induksi Kalus Umbi Wortel ................... 17

Gambar 2.6 Kultur Kalus pada Wortel ................................................... 17

Gambar 2.7 Kultur Anther ...................................................................... 18

Gambar 2.8 Langkah-Langkah Pemotongan dan Kultur Jaringan

Meristem pada Tanaman Markisa Ungu ............................ 18

Gambar 2.9 Tahap Kultur Meristem Fragaria chiloensis ...................... 19

Gambar 2.10 Sinkariosit dan Sibrid pada Fusi Protoplas ......................... 23

Gambar 2.11 Teknik Hibridasi Somatik ................................................... 23

Gambar 2.12 Regenerasi Protoplas dari Planlet Arabidopsis sp .............. 24

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Teknik budidaya tanaman dengan menggunakan metode konvensional
dalam medium tanah atau pasir seringkali menghadapi kendala teknis,
lingkungan maupun waktu. Sebagai contoh, perbanyakan tanaman dengan
menggunakan biji cenderung memerlukan waktu yang relatif lama dan hasilnya
seringkali tidak mirip dengan tanaman induk.
Kendala lain yang dapat muncul adalah gangguan alam, baik yang
disebabkan oleh jasad hidup seperti hama dan penyakit maupun faktor
lingkungan lain yang mampu mengganggu keberhasilan perbanyakan tanaman
di lapangan. Kebutuhan akan bibit tanaman dalam jumlah besar, berkualitas,
bebas hama dan penyakit serta waktu penyediaan yang singkat seringkali tidak
dapat dipenuhi oleh metode konvensional.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknologi ataupun metode yang mampu
menyelesaikan permasalahan tersebut. Kultur jaringan hadir sebagai alternatif
pemecahan masalah dalam perbanyakan tanaman. Teknik kultur jaringan pada
saat ini telah berkembang menjadi teknik pengembangbiakan tanaman yang
sangat penting pada berbagai spesies tanaman.Akan tetapi, penggunaan kultur
jaringan sebagai teknik pembiakan vegetatif pada tanaman ini merupakan hal
yang masih belum banyak dikembangkan di Indonesia.
Oleh karena itu, kami selaku penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih
dalam mengenai teknik kultur jaringan dalam pembiakan vegetatif tanaman.

B. RumusanMasalah
Mengacu pada latar belakang di atas, maka kami merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. apa pengertian kultur jaringan tanaman?;

1
2

2. bagaimana sejarah perkembangan kultur jaringan pada tanaman?;


3. bagaimana metode yang digunakan dalam kultur jaringan?;
4. apa yang dimaksud dengan pemuliaan in vitro tanaman?;
5. apa yang dimaksud dengan mikropropagasi pada tanaman?;
6. apa saja faktor-faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan kultur
jaringan?.

C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan pada paragraf
sebelumnya, maka tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. mengetahui pengertian kultur jaringan;
2. mengetahui sejarah perkembangan kultur jaringan pada tanaman;
3. mengetahui metode yang digunakan dalam kultur jaringan;
4. mengetahui pemuliaan in vitropada tanaman;
5. mengetahui mikropropagasi pada tanaman;
6. mengetahui faktor apa saja yang dapat memengaruhi keberhasilan kultur
jaringan.

D. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bagi pembaca
Memberikan informasi untuk menambah pengetahuan mengenai kultur
jaringan pada tanaman.
2. Bagi penulis
Diharapkan dapat memberikan motivasi untuk mempelajari lebih lanjut
dalam memahami kultur jaringan pada tanaman.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kultur Jaringan Tanaman


Menurut terminologi, kultur jaringan terdiri dari dua kata, yaitu kultur yang
berarti budidaya, dan jaringan yang berarti sekumpulan sel yang memiliki
fungsi dan bentuk yang sama. Jadi, kultur jaringan ialah suatu upaya untuk
membudidayakan sekumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang sama
dari suatu tanaman, sehingga menjadi tanaman baru yang lengkap.
Ramadhani, Rizki mengatakan bahwa “teknik kultur jaringan sebenarnya
sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering
disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium padat
atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril”. Dengan cara demikian
sebagian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan
membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedalam
medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang
lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu
irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat
menjadi planlet dalam jumlah yang besar.
Menurut Puji, Rizki (2016), kultur jaringan dilakukan dengan mengisolasi
bagian-bagian tanaman tertentu, seperti mata tunas, daun, dan lain-lain lalu
menumbuhkan jaringan tersebut ke dalam suatu wadah tertutup yang tembus
cahaya dan dengan prinsip yang aseptic (steril), sehingga tanaman dapat
beregenerasi menjadi tanaman baru yang lengkap.
Jaringan yang diambil untuk kultur jaringan baiknya ialah jaringan
meristem, yaitu jaringan muda yang masih aktif membelah, dinding tipis,
plasmanya penuh, dan vakuolanya kecil-kecil. Penggunaan jaringan meristem
akan lebih memaksimalkan hasil akhir kultur.

3
4

Tujuan kegiatan kultur jaringan adalah perbanyakan masal tanaman yang


biasanya sangat lambat dengan metoda konvensional dalam jumlah yang besar
dalam waktu yang singkat, selain itu diperoleh tanaman yang bebas virus,
membantu pemulian tanaman untuk mempercepat pencapaian tujuan penelitian
pada tanaman yang biasa diperbanyak secara vegetatif. Syarat-syarat yang
diperlukan dalam melakukan kultur jaringan adalah pemilihan eksplan,
penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik, dan pengaturan udara
yang baik.
Prinsip dasar kultur jaringan terungkap dalam teori sel yang diungkapkan
oleh ahli Biologi yaitu Schleiden dan Schwann 1838 – 1839 yang
mengemukakan bahwa satu sel dapat tumbuh sendiri walaupun terpisah dari
tanaman induknya. Konsep inilah yang menyatakan bahwa satu sel akan
mampu berkembang dan membentuk individu yang utuh salah satunya melalui
kultur jaringan.
Selain itu pada abad ke-20 beberapa ahli botani membuktikan bahwa sel
atau jaringan dapat ditanam secara terpisah dalam suatu budidaya (in vitro) dan
beregenerasi membentuk bagian-bagian atau organ sehingga dapat tumbuh
normal menjadi suatu individu. Kemampuan tersebut dinamakan teori
totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat
berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan
hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan
memiliki sifat yang sama persis dengan induknya. Konsep totipotensi ini
merupakan konsep dasar dari teknik budidaya jaringan

B. Sejarah Perkembangan Kultur Jaringan


Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838
ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang
menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu
beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini
merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang
menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan
5

berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap


kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt menerapakan
teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami kegagalan, namun
antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan
jaringan hewan dan manusia secara in vitro.
Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan
tanaman secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934,
yakni melalui kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret,
Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel
secara in vitro. Setelah Perang Dunia II, perkembangan teknik kultur jaringan
sangat cepat, dan menghasilkan berbagai penelitian yang memiliki arti penting
bagi dunia pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang telah dipublikasikan.
Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada di
belakang teknik kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya
penemuan hormon tanaman (zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin
IAA pada tahun 1934 oleh Kögl dan Haagen-Smith telah membuka peluang
yang besar bagi kemajuan kultur jaringan tanaman. Kemajuan ini semakain
pesat setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin) pada tahun 1955 oleh
Miller dan koleganya. Pada tahun1957, Skoog dan Miller mempublikasikan
suatu tulisan ”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara
auksin dan sitokinin berpengaruh menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa
morfogenetik di dalam tanaman. Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada
tanaman tembakau mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi antara auksin
terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, sedangkan rasio yang
rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk. Namun pola yang demikian
ternyata tidak berlaku secara universal untuk semua spesis tanaman.
Ditemukannya prosedur perbanyakan secara in vitro pada tanaman anggrek
Cymbidium 1960 oleh Morel, serta diformulasikannya komposisi medium
dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi oleh Murashige dan Skoog pada
tahun 1962, semakin merangsang perkembangan aplikasi teknik
6

kultur jaringan pada berbagai spesies tanaman. Perkembangan yang pesat


pertama kali dimulai di Perancis dan Amerika, kemudian teknik inipun di
kembangkan di banyak negara, termasuk Indonesia, dengan prioritas aplikasi
pada sejumlah tanaman yang memiliki arti penting bagi masing-masing negara.
Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir telah
memberi sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian, pemuliaan
tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan
sebagainya. Karena kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang
demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman dan sebagainya maka
dapat dipastikan junlah penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat
pada masa-masa mendatang. Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa
penting dalam sejarah perkembangan kultur jaringan hingga dekade 1980 an
terdapat pada tabel 2.1 berikut
Tabel 2.1 Perkembangan Kultur Jaringan
1892 Ditemukan fenomena sintesis senyawa-senyawa pembentuk organ
yang didistribusikan secara polar di dalam tanaman.
1902 Usaha perrtama aplikasi kultur jaringan tanaman.
1904 Usaha pertama aplikasi kuktur embrio sejumlah tanaman Cruciferae
1909 Fusi protoplas tanaman, namun produk yang dihasilkan mengalami
kegagalan untuk hidup.
1922 Perkecambahan in vitro biji anggrek secara asimbiosis.
1922 Kultur in vitro ujung akar
1925 Aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum hasil silang antar
spesies
1929 Kultur embrio Linum untuk menghindari inkompatibilitas
persilangan
1934 Kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah tanaman pohon dan
perdu mengalami kegagalan karena tidak adanya ketrelibatan auksin
1934 Keberhasilan kultur akar tanaman tomat.
1936 Kultur embrio sejumlah tanaman Gymnospermae
7

1939 Keberhasilan menumbuhkan kultur kalus secara kontinu


1940 Kultur in vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus untuk
mempelajari pembantukan tunas adventif
1941 Air kelapa (Yang mengandung faktor pembelahan sel) untuk
pertama kalinya digunakan pada kultur embrio tanaman Datura
1941 Kultur in vitro jaringan tumor crown-gall
1944 Untuk pertama kalinya kultur in vitro tembakau digunakan pada
penelitian pembantukan tunas adventif
1945 Budi daya potongan tunas tanaman Asparagus secara in vitro
1946 Untuk pertama kalinya diperoleh tanaman Lupinus dan Tropaelum
dari kultur pucuk
1948 Pembentukan akar dan tunas adventif tanaman tembakau ditentukan
oleh rasio auksin : adenin
1950 Regenerasi organ tanaman dari jaringan kalus Sequoia sempervirens
1952 Aplikasi sambung mikro (micrografiting) untuk pertama kalinya
1953 Produksi kalus haploid tanaman Ginkgo biloba dari kultur serbuk
sari
1954 Pengkajian terhadap perubahan-perubahan kariologi dan sifat-sifat
kromosom pada kultur endosperm tanaman jagung
1955 Penemuan kinetin, yaitu suatu hormon perangsang pembelahan sel.
1956 Realisasi pertumbuhan kultur di dalam sistem multiliter untuk
menghasilkan metabolit sekunder
1957 Ditemukannya pengaturan pembentukan organ (akar dan pucuk)
dengan mengubah rasio antara auksin dan sitokinin
1958 Regenerasi embrio somatik secara in vitro dari jaringan nuselus
dari massa kalus dan suspensi sel tanaman wortel
1959 Publikasi buku pegangan mengenai kultur jaringan tanaman untuk
pertama kali
1960 Keberhasilan pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas untuk
pertama kalinya
8

1960 Degradasi dinding sel secara enzimatik untuk memperoleh


protoplas dalam jumlah besar
1960 Perbanyakan vegetatif tanaman anggrek melalui kultur meristem
1960 Filtrasi suspensi sel dan isolasi sel tunggal
1962 Pengembangan medium dasar Murashige dan Skoog (MS)
1964 Produksi tanaman Datura haploid dari kultur serbuk sari untuk
pertama kalinya
1964 Regenerasi tunas dan akar pada jaringan kalus tanaman Populus
tremuloides
1965 Induksi pembungaan secara in vitro pada tanaman tembakau
1965 Diferensiasi tanaman tembakau dari isolasi sel tunggal pada kultur
mikro
1967 Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua dengan vernalisasi
secara in vitro
1967 Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk sari tanaman
tembakau (Nicotiana tabacum).
1969 Analisis kariologi tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus
tembakau
1969 Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur suspensi Haplopappus
gracilis untuk pertama kalinya
1970 Seleksi mutan biokimia secara in vitro
1970 Pemanfaatan kultur embrio untuk menghasilkan barley monoploid
1970 Keberhasilan peleburan protoplas untuk pertama kalinya
1971 Keberhasilan regenerasi tanaman dari kultur protoplas
1972 Hibridisasi antar spesies melalui peleburan protoplas pada dua
spesies Nicotiana
1973 Sitokinin diketahui mampu memecahkan dormansi pada eksplan
jaringan kapitulum tanaman Gerbera
1974 Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin pada eksplan tunas
tanaman Gerbera.
9

1974 Regenerasi Petunia hybrida haploid dari kultur protoplas.


1974 Diketahui bahwa peleburan protoplas haploid dapat dilakukan
sehingga mendukung hibridisasi
1974 Biotransformasi pada kultur jaringan tanaman
1974 Penemuan Ti-plasmid pada Agrobacterium sebagai senyawa
penginduksi pembentukan tumor
1975 Seleksi positif terhadap kultur kalus tanaman jagung yang resisten
terhadap Helminthosporium maydis.
1976 Inisiasi pucuk dari eksplan tunas tanaman anyelir yang berasal dari
penyimpanan pada suhu rendah (kreopreservasi).
1976 Hibridisasi antar spesies melalui peleburan protoplas pada tanaman
Petunia hybrida dan P. Parodii.
1976 Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin diketahui dikontrol
secara genetis oleh Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
1977 Keberhasilan integrasi DNA Ti-plasmid dari Agrobacterium
tumefaciens pada tanaman
1978 Hibridisasi somatik tomat dan kentang
1979 Pengembangan prosedur co-cultivation untuk teransformasi
protoplas tanaman dengan Agrobacterium
1980 Pemanfaatan sel untuk biotransformasi digitoksin menjadi digoksin
1981 Pengenalan istilah variasi somaklon atau keragaman somaklon
1981 Isolasi auksotrop melalui skrining berskala besar terhadap koloni sel
yang diperoleh dari protoplas haploid tanaman Nicotiana
plumbaginifolia dengan perlakuan mutagen.
1982 Protoplas dapat bergabung dengan DNA telanjang sehingga
memungkinkan dilakukannya transformasi dengan isolasi DNA.
1983 Hibidisasi sitoplasma antargenus pada tanaman bit dan Brassica
napus
1984 Transformasi sel tanaman dengan DNA plasmid
10

1985 Infeksi dan transformasi potongan daun dengan Agrobacterium


tumefaciens dan regenerasi tanaman yang mengalami transformasi
1987 Klien et al . mengembangkan metode transfer gen biolistik untuk
transformasi tanaman
2005 genom Beras yang diurutkan berdasarkan Proyek Sekuens Genom Beras
Internasional

C. Metode Kultur Jaringan


Sebelum membahas metode dari kultur jaringan tanaman, berikut
merupakan gambar serta pembahasan mengenai tahapan kultur jaringan secara
umum.

Gambar 2.1 Tahapan kultur jaringan tumbuhan


(Sumber : modulbiologi.com)

1. Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu dilaminar flow dan menggunakan alat-
alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu
menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang
digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
2. Persiapan Eksplan dan Persiapan Media
Persiapan eksplan adalah proses pemilihan eksplan yang bermutu baik
yang dapat diidentifikasi dari indukan yang berkualitas. Tanaman indukan
sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan diperssiapkan secara
khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan
seh dan dapat tumbuh dengan baik. Persiapan eksplan dilakukan dengan
11

pembedahan bagian/sel/jaringan satu tanaman dengan menggunakan scaple,


pinset, gunting, dan lain-lain. Eksplan yang sudah disiapkan diukur dengan
timbangan analitik 0.01-100gr, eksplan lalu disterilisasi untuk
menghilangkan mikroorganisme yang terdapat di eksplan tersebut.
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis
tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur jaringan seperti Media
Media Murashige & Skoog (Media MS), Media Knudson dan media
Vacin and Went, dan lain-lain. Media yang di gunakan biasanya terdiri
dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu di perlukan juga
bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh
(hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang
dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau
botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan
cara memanaskannya dengan autoklaf.
3. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan dan penanaman eksplan (bahan tanaman
untuk membuat individu baru yang bervariasi ukurannya, dari sel sampai
tanaman utuh) dari suatu bagian tumbuhan. Bagian yang sering dipakai
biasanya tunas.
Ada beberapa tipe jaringan yang di gunakan sebagai eksplan dalam
pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum
mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga
memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini bisa
ditemukan pada tunas apikal, tunas aksilar, bagian tepi daun, ujung akar,
maupun kambium batang. Tipe jaringan kedua adalah jaringan parenkima,
yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi
dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun
yang sudah berfotosistesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi
sebagai tempat cadangan makanan.
12

Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya
pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini
disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang
timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman
induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan
atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
4. Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan
menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk
menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya
pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami eksplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu
kamar.
5. Pemanjangan Tunas dan Pengakaran
Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi dipindahkan ke
media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas
mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut
dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas
secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah
tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas
dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu
setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat
dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya
memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini
tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap
sebelumnya.
Dapat dikatakan juga bahwa pengakaran adalah munculnya kalus
(kumpulan sel yang belum berdiferensiasi) pada eksplan yaitu pertumbuhan
akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai
berjalan dengan baik. Subkultur dapat dilakukan sampai beberapa kali
sampai kalus tumbuh menjadi plantet.
13

6. Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap
aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi
kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas
mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca, rumah
plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut
aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas
mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang
aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat
bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur
pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet
dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah
kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda
dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol memiliki
kelembabanyang jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas
cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol.
Metode kultur jaringan dilihat dari berbagai sudut pandang seperti macam
media tanam, bahan atau eksplan, dan cara pemeliharaan. Berikut merupakan
bahasan dari masing-masing metode kultur jaringan tersebut.
1. Dilihat dari macam media tanam
a. Metode padat (Solid method)
Metode padat merupakan teknik kultur yang memanfaatkan media
padat. Media padat merupakan media yang mengandung semua
komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman yang kemudian
dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat tersebut dapat berupa
agar-agar batangan, bubuk atau kemasan kaleng yang biasa digunakan
untuk media padat pada kultur jaringan.
Namun perlu diketahui, bahwa media yang terlalu padat akan
mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk menembus ke
dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan
14

kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan tersebut dapat berupa


tenggelamnya eksplan yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan
dapat tumbuh menjadi kalus, karena tempat area kalus yaitu pada irisan
(jaringan yang luka) tertutup oleh medium.
b. Metode cair (Liquid method)
Metode cair merupakan teknik kultur menggunakan media cair. Media
cair ini bisa berupa larutan nutrien tanpa memerlukan zat pemadat.
Pembuatan media ini lebih cepat, namun kurang praktis karena apabila
terlalu cair akan menyulitkan pertumbuhan eksplan menjadi kalus
sehingga keberhasilannya minim. Pertumbuhan tersebut tidak terjadi
karena eksplan cenderung tenggelam. Oleh karena itu, metode ini
biasanya hanya digunakan pada eksplan seperti suspensi sel.
2. Dilihat dari bahan atau eksplan yang dipakai
a. Kultur biji (seed culture)
Kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji.

Gambar 2.2 Kultur biji Renanthera imschootiana


Keterangan: (A) tahap persiapan, benih di bawah mikroskop
elektron, belumberkecambah, (B) testa pecah, (C) munculnya
rhizoid, (D) kemunculan dan pemanjangan daun pertama, (E)
adanya satu daun dan munculnya akar, (F) terlihat adanya dua atau
lebih daun, (G) proliferasi embrio pada media tumbuh, (H)
15

diferensiasi embrio pada media. (I) pengembangan plantet pada


media baru, (J) transplantasi plantet setelah 6 bulan aklimatisasi di
rumah kaca, (K) tanaman tumbuh dan berbunga pada batang Pinus
massoniana di Gunung Huolu, Ghuangzhou, (L) tanaman hasil
kultur di Taman Anggrek, Kebun Raya Cina Selatan.
(Sumber: balithi.litbang.pertanian.go.id)
b. Kultur organ (organ culture)
Kultur organ merupakan budidaya yang bahan tanamnya
menggunakan organ seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkaidaun,
helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll.

Gambar 2.3 Kultur organ (daun)


(Sumber: www.hourlybook.com)

Gambar 2.4 Persiapan eksplan daun, regenerasi dan kultur organ


Sedum spectabile.
Keterangan: (A) dan (B) eksplan daun, (C) 3 jenis organogenesis
dari satu daun, I (bagian dasar daun), II (bagian tengah), III (bagian
16

atas daun), (D) regenerasi ujung daun tipe I, setelah 3 minggu, (E)
Embrio somatik abnormal dari eksplan setelah 4 minggu, (F)
Organogenesis bagian tengah eksplan setelah 2 minggu disubkultur,
(G) embrio somatik dari plantet bagian atas daun, (H) plantet normal
pada bagian tengah daun, (I) plantet normal setelah 4 minggu
pengkulturan, (J) organogenesis segmen batang dari plantet terbalik
pada media, (K) aklimatisasi, (L) Pembungaan tanaman hasil dari
kultur daun
(Sumber: Artikel Propagation of Sedum spectabile Boreau in Leaf
Culture in Vitro)
c. Kultur kalus (callus culture)
Kultur kalus merupakan kultur yang menggunakan jaringan
(sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan
eksplannya. Potensi terbesar penggunaan kultur kalus adalah dimana sel
–sel kalus dapat dipisahkan dan diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi
embriosomatic. Secara morfologi, embrio ini mirip dengan yang ada
pada biji, tapi tidak seperti embrio biji, mereka secara genetik bersifat
identik dengantanaman induk. Karena 1 milimeter kalus berisi ribuan sel,
masing–masing memiliki kemampuanuntuk membentuk embrio,
sehingga kecepatan multiplikasi sangat tinggi.
Kultur kalus dapat dilakukan pada media cair dan embrio berkembang
sebagai individu terpisah, sehingga penanganan kultur relatif mudah.
17

Gambar 2.5 Gambar


skematis induksi
kalus umbi wortel
(Sumber: Kultur
Kalus.pdf)

Gambar 2.6 Kultur kalus pada wortel


(Sumber: www.sccs.swarthmore.edu)

d. Kultur haploid
Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif
tanaman, yaitu: kepalasari/ anther (kultur anther/kultur
mikrospora),tepungsari/ pollen (kutur pollen), ovule (kultur ovule),
sehingga dapatdihasilkan tanaman haploid.
18

Jalur perkembangan alternative ini, yang menghasilkan embrio dan


plantlet dengan jumlah kromosom haploid, disebut androgenesis atau
embryogenesis mikrospora.

Gambar 2.7
Kultur anther
(Sumber:
www.biologydis
cussion.com)

e. Kultur meristem
Kultur meristem adalah salah satu teknik dalam kultur jaringan
tanaman denganmenggunakan jaringan meristematik atau jaringan muda
sebagai eksplannya. Jaringan Meristem atau meristematik merupakan
kumpulan sel yang aktif membelah, terletak pada bagian tertentu
tanaman (titik tumbuh tunas/akar), yang akan membentuk akar, tunas,
daun, bunga dan bagian yang lain. Sel-sel meristem ini mempunyai
kemampuan embrionik yang dapat membelah tanpa batas untuk
membentuk jaringan dewasa untuk kemudian menjadi organ-organ
tanaman.

Gambar 2.8 Langkah-langkah pemotongan dan kultur jaringan


meristem pada tanaman markisa ungu.
Keterangan: (a). Pemotongan pucuk dan pengambilan meristem apikal
ke dalam media kultur. (b). Pertumbuhan setelah inisiasi (c).
Multiplikasi (d). Pemanjangan tunas dan pembentukan akar (e) Plantet
siap aklimatisasi
(Sumber: Jurnal “Efficient shoot regeneration from direct apical
meristem tissue to producevirus-free purple passion fruit plants”)
19

Gambar 2.9 Tahap kultur


meristem Fragaria chiloensis.
Keterangan: a. Isolasi dan pengkulturan: i. Isolasi meristem yang
akan dibudidayakan, ii Meristem hijau yang menunjukkan viabilitas
setelah dikultur, iii.Meristem yang mati setelah teroksidasi, iv.
Perkembangan meristem setelah diinokulasi . b Perkembangan
morfologi pada tanaman in vitro: i.pertumbuhan tunas dari meristem
yang dikultur, ii.Multiplikasi dengan penambahan tunas adventif,
iii.Pengakaran. c Aklimatisasi: i.Plantet berusia 35 hari yang siap
diaklimatisasi; ii.Plantet berusia 21 hari setelah proses aklimatisasi
(Sumber: Jurnal “Meristem culture and subsequent
micropropagation of Chilean strawberry (Fragaria chiloensis (L.)
Duch.)”)

3. Dilihat dari cara pemeliharaan


Eksplan yang telah ditanam, agar tumbuh menjadi kalus dan kemudian
menjadi plantet membutuhkan pemelihataan yang rutin dan tepat. Artinya,
eksplan atau kalus yang sudah sudah waktunya untuk dipindahkan ke dalam
media tanam yang baru harus segera dilaksanakan, tidak boleh sampai
terlambat. Pemindahan yang terlambat dapat menyebabkan
pertumbuahn eksplan atau kalus dapat terhenti atau dapat
mengalami browning atau terkontaminasi oleh jamur atau bakteri.
20

D. Pemuliaan In Vitro Tanaman


“Pemuliaan tanaman (plant breeding) adalah perpaduan antara seni dan
ilmu dalam merakit keragaman genetik suatu populasi tanaman tertentu
menjadi lebih baik atau unggul dari sebelumnya” (Syukur, 2012:5). In vitro
berasal dari bahasa Latin yang artinya "di dalam kaca".
Pemuliaan in-vitro adalah kegiatan untuk memperoleh bibit yang secara
genetis baik dan menyeleksinya, sehingga diperoleh tanaman yang
unggul yang dilakukan dengan menggunakan wadah tabung/ gelas yang berisi
media buatan (bukan tanah) sebagai media tanam serta dalam keadaan ruang
yang terkontrol dan steril.
Pemuliaan tanaman secara in vitro memiliki keunggulan karena waktu
pembibitannya relatif cepat, sifat tanaman baru identik dengan induknya,
menghasilkan tanaman baru yang seragam, tidak memerlukan tempat yang
luas, serta mempunyai nilai ekonomis yaang tinggi.
Perbanyakan tanaman dengan kultur in vitro telah banyak diusahakan
secarakomersial di negara maju seperti Amerika, Jepang, dan Eropa. Dalam
waktu yang singkat dari bahan tanaman yangsangat terbatas dapat dihasilkan
bibit dalam jumlah yang banyak. Keberhasilan tersebutmendorong
dimanfaatkannya in vitro sebagai teknologi perbanyakan yang
banyakmemberikan keunggulan daripada teknologi konvensional.
Proses pemuliaan tanaman secara in vitro meliputi, penentuan tujuan
pemuliaan tanaman, ketersediaan materi pemuliaan / plasma nutfah, penentuan
metode yang sesuai, seleksi melalui penilaian genotip atau populasi untuk
memenuhi varietas harapan, dan pelepasan varietas harapan menjadi varietas
baru.
Tujuan pemuliaan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek. Tujuan jangka panjang pemuliaan adalah untuk mengantisipasi
perubahan iklim – varietas toleran. Dan tujuan jangka pendek diperuntukkan
untuk memenuhi keinginan konsumen dalam perbaikan kualitas produk
(ukuran, warna kandungan bahan, ketahanan simpan, keindahan dll.),
memenuhi kebutuhan petani/produsen (peningkatan kuantitas hasil panen, dan
21

tanaman tahan hama penyakit) dan memenuhi kebutuhan industry


(meningkatkan kandungan bahan, serta pembuangan sifat-sifat yang tidak
disukai).
Salah satu pemuliaan tanaman secara in vitro adalah Hibridisasi somatik
(somatic hibridization). Hibridisasi somatik adalah teknik persilangan untuk
menghasilkan hibrida melalui fusi sel tubuh. Hibridisasi somatik dapat terjadi
secara buatan melalui dua cara yaitu secara kimiawi seperti perlakuan nitrat,
ion kalsium, polietilen glikon (PEG) atau menggunakan medan listrik seperti
mikrofusi dan elektrofusi.
Saat ini, hibridisasi somatik telah menjadi satu alat yang paling signifikan
dari biteknologi modern karena peranannya yang sangat luas dalam pemuliaan
tanaman seperti rekayasa tanaman resisten penyakit dan pestisida, dapat
dilakukan hibridisasi antar spesies, genus dan famili, dapat melakukan
hibridisasi ada tanaman yang tidak bisa berbunga atau steril, memungkinkan
terjadinya rekonstruksi sitoplasma, memungkinkan terjadinya rekonstruksi inti
sel. Berikut merupakan teknik dari hibridisasi somatik :
1. Isolasi protoplas
Protoplas adalah sel tanaman yang telah direduksi dinding selnya dengan
baik secara mekanis maupun biokimia sehingga yang tersisa adalah sel
telanjang yang hanya dilapisi oleh membran plasma. Bahan tanaman yang
akan kita gunakan sebagai protoplas sebaiknya daun yang masih muda
karena memiliki jumlah sel yang banyak, seragam, enzim dapat terserap ke
dalam dinding sel dan tidak mematikan bahan tanaman.
Ada dua cara mengisolasi protoplas yaitu secara mekanik dan enzimatik.
Cara mekanik digunakan saat pertama kali berkembangnya isolasi
protoplas. Jaringan tanaman dikondisikan dalam larutan hipertonik agar
terjadi plasmolisis sel kemudian diamati di bawah mikroskop dan
pemotongan dinding sel dilakukan dengan menggunakan skarpel sampai
protoplas keluar dari dinding sel. Metode mekanis ini hanya untuk sel
dengan vakuola besar misalnya union bulb scale, radish and beet root
tissues, protoplas yang dihasilkan sedikit karena membutuhkan
22

keterampilan yang cukup tinggi, prosesnya sangat menyita tenaga dan perlu
keahlian khusus serta viabilitas/kemungkinan untuk hidup protoplasnya
rendah.
Metode enzimatik biasanya menggunakan enzim pektinase dan selulase
yang berfungsi sebagai pendegradasi lamela tengah dan menguraikan
selulosa pada dinding sel tanaman. Pektinase akan melonggarkan ikatan
antara sel yang satu dengan sel yang lainatau melepaskan sel, sedangkan
selulase akan menghancurkan dinding selulosa sehingga sel menjadi
telanjang.
Enzim yang digunakan untuk isolasi protoplas harus dilarutkan didalam
larutan plasmolitikum. Untuk memperoleh protoplas yang masih
berkemampuanhidup dianjurkan untuk menggunakan konsentrasi enzim
minimal. Konsentrasi dapat bervariasi antara 0,25 -5%, tergantung pada
beberapa faktor yaitu macam enzim, sumber protoplas, temperatur dan
lamanya inkubasi.
2. Fusi protoplas spesies yang diinginkan
Protoplas adalah sel tanaman tanpa bagian dinding sel. Teknik fusi
protoplas dapat digunakan untuk mencampur sifat genetik dari spesies
tanaman yang sama ataupun dari spesies yang berbeda.Fusi protoplas adalah
proses penggabungan dua protoplas atau lebihyang diikuti dengan peleburan
sitoplasma dan diharapkan dapat terjadi peleburan2 inti heterokaryon.
Proses fusi protoplas diharapkan akan dapat membentuksilangan protoplas
yang sesungguhnya atau sinkariosit untuk menghasilkansilangan somatic.
Kadang-kadang 1 inti atau sebagian hilang atau rusak,sehingga sitoplasma
dari 2 protoplas parental saja yang tetap mengadakan fusimembentuk suatu
hybrid sitoplasmik yang disebut sibrid.
23

Gambar 2.10 Sinkariosit dan Sibrid pada Fusi Protoplas


(Sumber: http://users.ugent.be/~pdebergh/pro/pro1_p22.jpg)

3. Identifikasi dan seleksi sel somatik hybrid


Biasanya setelah fusi dilakukan,didapatkan campuran produk fusi dan
parental.Oleh karena itu untuk membedakan benda-benda tersebut
dilakukanlah berbagai cara yang telahbanyak digunakan untuk
mengidentifikasi material hibrid diantaranya dapat dilakukan dengan cara
seleksi komplementasi mutan, komplementasi mutan nuclear albino,
perbedaan kultur, Fluorescence Activated Cell Sorters (FACS), isolasi
heterokaryon secara mekanis, atau kultur masa.
4. Kultur sel-sel hibrida
24

5. Regenerasi tanaman hibrida

Gambar 2.11
Teknik
Hibridisasi
Somatik
(Sumber:
Pemuliaan-
Tanaman-
Secara-In-Vitro-
I.pdf)

Gambar 2.12 Regenerasi protoplas dati Plantlet Arabidopsis sp.

Keterangan: (A) Different cell type sof freshly isolated Col-0 protoplast sin
maceration medium. Bar = 100mm. (B) Viable protoplasts (Col-0) fluoresce
influorosce in diacetate under UV light. Bar = 100mm. (C) Representative
example of small cell colonies (Col 0) for medina liquid culture dish after 6
d inculture. Approximately 25% of cells were dead, 25% survived, but were
non dividing, and 50% had divided. Bar = 50mm. (D) Small cell colonies
(Col-0) in liquid culture, 1 month after these conddilution in10-cm dishes
(two replicates). Bar = 1cm. (E) Ar are example of a Col-0 colony
25

differentiating bud song elified SIM. Bar = 1mm. (F) Regenerating Ws


colonies 20 d after transplantation onto gelified SIM. Bar = 0.5cm. (G)
Development of Ws buds 1 week after transplantation onto rooting medium
in culture tubes. Bar = 1cm. (H) Numero us flowering stems after 3 weeks
of culture on rooting medium. Bar = 1cm.
(Sumber: Artikel Biologi “Characterization of the Early Events Leading
toTotipotency in an Arabidopsis Protoplast Liquid Culture by Temporal
Transcript Profiling”)

E. Mikropropagasi pada Tanaman


Mikropropagasi adalah perbanyakan vegetatif secara cepat. Perbanyakan
mikro (mikropropagasi) secara umum dapat diartikan sebagai usaha
menumbuhkan bagian tanaman dalam media aseptis kemudian memperbanyak
bagian tanaman tersebut sehingga dihasilkan tanaman sempurna dalam jumlah
banyak. Tujuan utamanya adalah memproduksi tanaman dalam jumlah besar
dan waktu yang singkat. Secara sederhana mikropropagasi meupakan
perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan yang dilakukan secara in vitro.
Perbanyakan tanaman dengan teknik mikropropagasi memiliki berbagai
manfaat. Berikut merupakan manfaat mikropropagasi dalam pemuliaan
tanaman:
1. Menghasilkan tanaman bebas penyakit (nematoda, mycoplasma, viroid,
virus,dan jamur)
2. Menghasilkan kultivar baru atau tanaman superior, hybrid baru, seleksi dan
klon lokal, dan genotip elit
3. Menghasilkan galur tetua jantan steril
4. Menghasilkan induksi mutan secara spontan
5. Membuat variasi genetik.
Berbagai manfaat dari mikropropagasi tidak menutup kemungkinan bahwa
terdapat pula kelemahan dari mikropropagasi itu sendiri. Berikut merupakan
kelemahan mikropropagasi dalam pemuliaan tanaman:
26

1. Membutuhkan keterampilan khusus


2. Membutuhkan fasilitas pendukung produksi yang khusus
3. Membutuhkan metode-metode khusus untuk mengoptimalkan produksi
setiap varietas tanaman dan spesies
4. Membutuhkan banyak tenaga kerja
5. Membutuhkan biaya produksinya umumnya tinggi.
Keberhasilan dari pelaksanaan mikropropagasi tentu saja di pengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor yang memengaruhi tersebut antara lain adalah
genotip tanaman, media kultur, lingkungan tumbuh dan kondisi eksplan.
Berikut merupakan penjabaran dari masing-masing faktor yang memengaruhi
hal tersebut.
Salah satu faktor yang sangat memengaruhi pertumbuhan dan morfogenesi
eksplan dalam kultur invitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan
tanaman sangat bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau
tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan
erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan,
seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh
karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan
pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman
bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama. Perbedaan
respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada perbedaan eksplan
masing-masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi. Masing-masing
varietas tanaman berbeda kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan
tunas aksilar, baik jumlah tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas
aksilarnya. Hal serupa juga terjadi pada pembentukan kalus, laju pertumbuhan
kalus serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap baik melalui
pembentukan organ-organ adventif maupun embrio somatik. Regenerasi dan
perkembangan organ adventif dan embrio somatik juga sangat ditentukan oleh
varietas tanaman induk. Perbedaan pengaruh genetik ini disebabkan karena
27

perbedaan kontrol genetik dari masing-masing varietas serta jenis kelamin


tanaman induk.
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis
media yang digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
regenerasi eksplan yang dikulturkan.
1. Komposisi media
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam
anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi
respon eksplan saat dikulturkan.
2. Komposisi hormon pertumbuhan
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan
dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi
eksplan yang dikulturkan.
3. Keadaan fisik media.
Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah media semi-
solid (semi padat) dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini
digunakan karena beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah
terlihat dalam media padat; selama kultur eksplan tetap berada pada
orientasi yang sama; eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak
diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur; orientasi pertumbuhan tunas
dan akar tetap; dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media
cair.
Namun penambahan agar dalam beberapa kasus dapat menghambat
pertumbuhan karena: agar mungkin mengandung senyawa penghambat
yang dapat menghambat morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat
pertumbuhan kultur; eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh media yang
menempel dengan eksplan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan
eksplan; agar harus dicuci bersih dari akar sebelum diaklimatisasi; dan perlu
waktu yang lebih banyak untuk mencuci gelas kultur misalnya botol-botol
harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum dicuci.
28

Selain genotip tanaman dan media kultur yang memengaruhi keberhasilan


mikropropagasi, lingkungan tumbuh pum memengaruhi keberhasilan dari
mikropropagasi.
1. Suhu
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak
sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami
kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa
dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di
ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu
ruang kultur yang konstan baik pada siang maupun malam hari. Umumnya
temperatur yang digunakan dalam kultur invitro lebih tinggi dari kondisi
suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan
morfogenesis eksplan.
2. Kelembaban relatif
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup
umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol
ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih
rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya
adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur berada dibawah
70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak
tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet
yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara
dalam botol kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh
abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun
terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi atau
hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan planlet kecil ini
dalam botol dengan tutup yang agak longgar, tutup dengan filter, atau
menempatkan silica gel dalam botol kultur dapat membantu mengatasi
masalah ini.
3. Cahaya
29

Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan


kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang
cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro.
4. Kondisi eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat
dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai
eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi
eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah
jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan
sebagai eksplan.
Mikropropagasi pun terbagi menjadi beberapa macam yaitu produksi
tanaman dari tunas-tunas aksilar, kultur pucuk (shoot culture atau shoot-tip
culture), kultur mata tunas/Single-node atau multiple-node culture (Invitro
Layering), induksi pembentukan tunas dari meristem bunga, inisiasi langsung
tunas adventif, somatik embryogenesis langsung, dan pembentukan organ
penyimpan cadangan makanan mikro.
Tahapmikropropagasi antar spesies berbeda-beda. Tahapan mikropropagasi
ini berbeda pada setiap spesies bergantung dengan kebutuhan dari eksplannya.
Namun tahapan mikropropagasi mengacu pada tahapan kultur jaringan secara
umum.
Berikut merupakan pembahasan dari salah satu macam mikropropasi yaitu
kultur pucuk. Kultur pucuk (shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang
dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem
pucuk (apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-
tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya
diperbanyak melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan
selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi invivo.
Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini tergantung dari eksplan
yang digunakan. Jika eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk-pucuk
apikal (panjang ±20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai shoot-tip
30

culture, namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal beserta
bagian tunas lain dibawahnya disebut sebagai shoot culture.
Besar kecilnya eksplan yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur
pucuk. Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk
terkontaminasi oleh mikroorganisme namun semakin kecil juga
kemampuannya untuk beregenerasi dan memperbanyak diri. Sebaliknya,
semakin besar eksplan yang digunakan maka semakin besar kemampuannya
untuk beradaptasi dalam kondisi invitro, namun makin besar juga
kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan
media dan makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan.

F. Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Kultur Jaringan


Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang
diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan
sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus, penggunaan medium yang
cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk
kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan,
tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh
yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping
biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai
eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi,
temperatur dan dormansi.
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung
dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan
juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
31

Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor


dalam dan faktor luar tumbuhan. Faktor dalam adalah semua faktor yang
terdapat dalam tubuh tumbuhan antara lain faktor genetik yang terdapat di
dalam gen dan hormon. Gen berfungsi mengatur sintesis enzim untuk
mengendalikan proses kimia dalam sel. Hal ini yang menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan, hormon merupakan senyawa
organik tumbuhan yang mampu menimbulkan respon fisiologi pada tumbuhan.
Faktor luar tumbuhan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan, yaitu faktor lingkungan berupa cahaya, suhu,
oksigen dan kelembapan.
1. Hormon
Hormon tumbuhan adalah suatu senyawa organik yang disintesis di salah
satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian yang lain, pada
konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan respon fisiologis.
Hormon mempengaruhi respon pada bagian tumbuhan, seperti pertumbuhan
akar, batang, pucuk, dan pembungaan. Respon tersebut tergantung pada
spesies, bagian tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi hormon,
interaksi antar hormon, dan berbagai faktor lingkungan.
Terdapat lima hormon tumbuhan yang dikenal, yaitu auksin, giberelin,
sitokinin, gas etilen, dan asam absisat (ABA).
a. Auksin
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frits Went yang
menemukan bahwa suatu senyawa menyebabkan pembengkokan
koleoptil ke arah cahaya. Pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat
terpacunya pemanjangan sel pada sisi yang ditempeli potongan agar yang
mengandung auksin.
Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indol asetat
(IAA). Selain IAA, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang
dianggap sebagai hormon auksin, yaitu 4-kloro indolasetat (4 kloro IAA)
yang ditemukan pada biji muda jenis kacang-kacangan, asam fenil asetat
(PAA) yang ditemui pada banyak jenis tumbuhan, dan asam indolbutirat
32

(IBA) yang ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan
dikotil.
Auksin berperan dalam berbagai macam kegiatan tumbuhan di
antaranya adalah:
1) Perkembangan buah
Pada waktu biji matang berkembang, biji mengeluarkan auksin ke
bagian-bagian bunga sehingga merangsang pembentukan buah.
Dengan demikian, pemberian auksin pada bunga yang tidak
diserbuki akan merangsang perkembangan buah tanpa biji. Hal ini
disebut partenokarpi.
2) Dominansi apikal
Dominansi apikal adalah pertumbuhan ujung pucuk suatu
tumbuhan yang menghambat perkembangan kuncup lateral di
batang sebelah bawah. Dominansi apikal merupakan akibat dari
transpor auksin ke bawah yang dibuat di dalam meristem apikal.
3) Absisi
Daun muda dan buah muda membentuk auksin, agar keduanya
tetap kuat menempel pada batang. Tetapi, bila pembentukan auksin
berkurang, selapis sel khusus terbentuk di pangkal tangkai daun dan
buah sehingga daun dan buah gugur.
4) Pembentukan akar adventif
Auksin merangsang pembentukan akar liar yang tumbuh dari
batang atau daun pada banyak spesies.
b. Giberelin
Giberelin pertama kali ditemukan di Jepang pada 1930 dari kajian
terhadap tanaman padi yang sakit. Padi yang terserang jamur Gibberella
fujikuroi tersebut tumbuh terlalu tinggi. Para ilmuwan Jepang
mengisolasi zat dari biakan jamur tersebut. Zat ini dinamakan giberelin.
Bentuk-bentuk giberelin diantaranya adalah GA3, GA1, GA4, GA5,
GA19, GA20, GA37, dan GA38. Giberelin diproduksi oleh jamur dan
tumbuhan tinggi. Giberelin disintesis di hampir semua bagian tanaman,
33

seperti biji, daun muda, dan akar. Giberelin memiliki beberapa peranan,
antara lain:
1) Memacu perpanjangan secara abnormal batang utuh.
2) Perkecambahan biji dan mobilisasi cadangan makanan dari
endosperm untuk pertumbuhan embrio.
3) Perkembangan bunga dan buah.
4) Menghilangkan sifat kerdil secara genetik pada tumbuhan.
5) Merangsang pembelahan dan pemanjangan sel.
c. Sitokinin
Kinetin merupakan sitokinin sintetik yang pertama ditemukan oleh
Carlos Miller pada ikan kering. Setelah itu ditemukan senyawa sitokinin
yang lain dalam endosperma cair jagung, yaitu zeatin. Sitokinin sintetik
lainnya adalah BAP (6-benzilaminopurin) dan 2-ip.
Sitokinin mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1) Memacu pembelahan sel dalam jaringan meristematik.
2) Merangsang diferensiasi sel-sel yang dihasilkan dalam meristem.
3) Mendorong pertumbuhan tunas samping dan perluasan daun.
4) Menunda penuaan daun.
5) Merangsang pembentukan pucuk dan mampu memecah masa
istirahat biji (breaking dormancy).
d. Gas etilen
Buah-buahan terutama yang sudah tua melepaskan gas yang disebut
etilen. Etilen disintesis oleh tumbuhan dan menyebabkan proses
pemasakan yang lebih cepat. Selain etilen yang dihasilkan oleh
tumbuhan, terdapat etilen sintetik, yaitu etepon (asam 2-
kloroetifosfonat). Etilen sintetik ini sering di gunakan para pedagang
untuk mempercepat pemasakan buah.
Selain memacu pematangan, etilen juga memacu perkecambahan biji,
menebalkan batang, mendorong gugurnya daun, dan menghambat
pemanjangan batang kecambah. Selain itu, etilen menunda pembungaan,
34

menurunkan dominansi apikal dan inisiasi akar, dan menghambat


pemanjangan batang kecambah.
e. Asam Absisat (ABA)
Asam absisat (ABA) merupakan penghambat (inhibitor) dalam
kegiatan tumbuhan. Hormon ini dibentuk pada daundaun dewasa. Asam
absisat mempunyai peran fisiologis diantaranya adalah:
1) Mempercepat absisi bagian tumbuhan yang menua, seperti daun,
buah dan dormansi tunas.
2) Menginduksi pengangkutan fotosintesis ke biji yang sedang
berkembang dan mendorong sintesis protein simpanan.
3) Mengatur penutupan dan pembukaan stomata terutama pada saat
cekaman air.
2. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan, antara lain: cahaya, air, mineral, kelembapan,
suhu, dan gaya gravitasi.
a. Nutrisi dan Air
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan membutuhkan nutrisi.
Nutrisi ini harus tersedia dalam jumlah cukup dan seimbang, antara satu
dengan yang lain. Nutrisi diambil tumbuhan dari dalam tanah dan udara.
Unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan dikelompokkan menjadi
dua, yaitu zat-zat organik (C, H, O, dan N) dan garam anorganik (Fe2+.
Ca2+, dan lain-lain).
Berdasarkan jumlah kebutuhan tumbuhan, unsur-unsur dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur makro dan unsur mikro. Unsur
yang dibutuhkan tumbuhan dalam jumlah besar disebut unsur makro.
Contohnya: C, H, O, N, P, K, S, dan asam nukleat. Sedangkan, unsur
mikro adalah unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit.
Contohnya: Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, dan Mo. Pertumbuhan tanaman
akan terganggu jika salah satu unsur yang dibutuhkan tidak terpenuhi.
Misalnya, kurangnya unsur nitrogen dan fosfor pada tanaman
35

menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Kekurangan magnesium dan


kalsium menyebabkan tanaman mengalami klorosis (daun berwarna
pucat).
Pemenuhan kebutuhan unsur tumbuhan diperoleh melalui penyerapan
oleh akar dari tanah bersamaan dengan penyerapan air. Air dibutuhkan
tanaman untuk fotosintesis, tekanan turgor sel, mempertahankan suhu
tubuh tumbuhan, transportasi, dan medium reaksi enzimatis.
Penemuan zat-zat yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk
pertumbuhan dan perkembangan menyebabkan manusia
mengembangkan suatu cara penanaman tumbuhan dengan memberikan
nutrisi yang tepat bagi tumbuhan. Contoh aplikasinya adalah kultur
jaringan dan hidroponik. Kultur jaringan membudidayakan suatu
jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti
induknya. Media tanam kultur jaringan berupa larutan atau padatan yang
kaya nutrisi untuk tumbuh tanaman. Kultur jaringan ini dapat
menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang
relatif singkat. Sedangkan, hidroponik adalah metode penanaman dengan
menggunakan air kaya nutrisi sebagai media tanam.
b. Cahaya
Kualitas, intensitas, dan lamanya radiasi yang mengenai tumbuhan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap berbagai proses fisiologi
tumbuhan. Cahaya mempengaruhi pembentukan klorofil, fotosintesis,
fototropisme, dan fotoperiodisme. Efek cahaya meningkatkan kerja
enzim untuk memproduksi zat metabolik untuk pembentukan klorofil.
Sedangkan, pada proses fotosintesis, intensitas cahaya mempengaruhi
laju fotosintesis saat berlangsung reaksi terang. Jadi cahaya secara tidak
langsung mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
karena hasil fotosintesis berupa karbohidrat digunakan untuk
pembentukan organ-organ tumbuhan.
Perkembangan struktur tumbuhan juga dipengaruhi oleh cahaya
(fotomorfogenesis). Efek fotomorfogenesis ini dapat dengan mudah
36

diketahui dengan cara membandingkan kecambah yang tumbuh di


tempat terang dengan kecambah dari tempat gelap. Kecambah yang
tumbuh di tempat gelap akan mengalami etiolasi atau kecambah tampak
pucat dan lemah karena produksi klorofil terhambat oleh kurangnya
cahaya. Sedangkan, pada kecambah yang tumbuh di tempat terang, daun
lebih berwarna hijau, tetapi batang menjadi lebih pendek karena aktifitas
hormon pertumbuhan auksin terhambat oleh adanya cahaya.
1) Fototropisme
Percobaan N Cholodny dan Frits went menerangkan bahwa pada
ujung koleoptil tanaman, pemanjangan sel yang lebih cepat terjadi
di sisi yang teduh daripada sisi yang terkena cahaya. Sehingga,
koleoptil membelok ke arah datangnya cahaya. Hal ini terjadi,
karena hormon auksin yang berguna untuk pemanjangan sel
berpindah dari sisi tersinari ke sisi terlindung. Banyak jenis
tumbuhan mampu melacak matahari, dalam hal ini lembar datar
daun selalu hampir tegak lurus terhadap matahari sepanjang hari.
Kejadian tersebut dinamakan diafototropisme. Fototropisme ini
terjadi pada famili Malvaceae.
2) Fotoperiodisme
Interval penyinaran sehari-hari terhadap tumbuhan
mempengaruhi proses pembungaan. Lama siang hari di daerah tropis
kira-kira 12 jam. Sedangkan, di daerah yang memiliki empat musim
dapat mencapai 16 - 20 jam. Respon tumbuhan yang diatur oleh
panjangnya hari ini disebut fotoperiodisme. Fotoperiodisme
dipengaruhi oleh fitokrom (pigmen penyerap cahaya).
Fotoperiodisme menjelaskan mengapa pada spesies tertentu
biasanya berbunga serempak. Tumbuhan yang berbunga bersamaan
ini sangat menguntungkan, karena memberi kesempatan terjadinya
penyerbukan silang.
c. Oksigen
37

Oksigen mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Dalam respirasi


pada tumbuhan, terjadi penggunaan oksigen untuk menghasilkan energi.
Energi ini digunakan, antara lain untuk pemecahan kulit biji dalam
perkecambahan, dan aktivitas tumbuhan.
d. Suhu udara
Pertumbuhan dipengaruhi oleh kerja enzim dalam tumbuhan.
Sedangkan, kerja enzim dipengaruhi oleh suhu. Dengan demikian,
pertumbuhan tumbuhan sangat dipengaruhi oleh suhu. Setiap spesies
atau varietas mempunyai suhu minimum, rentang suhu optimum, dan
suhu maksimum. Di bawah suhu minimum ini tumbuhan tidak dapat
tumbuh, pada rentang suhu optimum, laju tumbuhnya paling tinggi, dan
di atas suhu maksimum, tumbuhan tidak tumbuh atau bahkan mati.
e. Kelembapan
Laju transpirasi dipengaruhi oleh kelembapan udara. Jika kelembapan
udara rendah, transpirasi akan meningkat. Hal ini memacu akar untuk
menyerap lebih banyak air dan mineral dari dalam tanah. Meningkatnya
penyerapan nutrien oleh akar akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kultur Jaringan adalah suatu metode atau teknik untuk memperbanyak
tanaman dengan mengambil bagian tanaman berupa sel atau jaringan dan
ditaruh dalam media dengan keadaan asepttik sehingga akan menjadi tanaman
secarautuh. Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun
1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang
menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu
beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Tahapan kultur jaringan secara umum
adalah sterilisasi, pembuatan media, inisiasi, multiplikasi, pengakaran, dan
aklimitasi. Pemuliaan in vitro adalah kegiatan untuk memeperoleh bibit yang
secara genetis baik dan menyeleksinya, sehingga diperoleh tanaman unggul
yang dilakukan dengan menggunakan wadah tabung yang berisi media.
Mikropropagasi meupakan perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan yang
dilakukan secara in vitro. Keberhasilan dari kultur jaringan dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik faktor dalam maupun faktor luar.

B. SARAN
Uraian singkat penulis mengenai kultur jaringan ini, tentu jauh dari
kesempurnaan. Karenanya, penulis menyarankan pembaca untuk lebih aktif
membuka sumber lain terkait materi tersebut di atas. Di samping itu, demi
kesempurnaan tulisan ini, penulis berharap kesediaan para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang bersifat konstruktif.

38
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Plant Tissue Culture Media. (Online). Tersedia:


http://www.hourlybook.com/plant-tissue-culture-media/. (10 September
2017).
Aninim. Kultur Kalus dan Suspensi Sel.pdf. [Online]. Tersedia:
elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/26223/aedc727a2724fc6ffdf3defd2
d94dc9c [14 September 2017].

Anonim. PlantTissueCulture Media.[Online].


Tersedia:http://www.hourlybook.com/plant-tissue-culture-
media/[14September 2017].
Anonim. Tahapan Kultur Jaringan.[Online].
Tersedia:http://www.modulbiologi.com/tahapan-kultur-jaringan-
tanaman/[14September 2017].
Anonim. (2012). Plant Tissue Culture Current status and opportunities. [Online].
Tersedia: https://www.intechopen.com/books/recent-advances-in-plant-in-vitro-
culture/plant-tissue-culture-current-status-and-opportunities [18 September 2017]

Campbell, Neil dan Reece, Jane. (1993). Biologi. Jakarta: Erlangga


Chupeau, Marie-Christine. et.al. (2013). Characterization of the Early Events
Leading to Totipotency in an Arabidopsis Protoplast Liquid Culture by
Temporal Transcript Profiling. LARGE-SCALE BIOLOGY ARTICLE.
The PlantCell, Vol. 25: 2444–2463, July 2013 American
SocietyofPlantBiologists.
Tersedia:https://www.researchgate.net/publication/254260766_Characteriz
ation_of_the_Early_Events_Leading_to_Totipotency_in_an_Arabidopsis_
Protoplast_Liquid_Culture_by_Temporal_Transcript_Profiling.[17Septem
ber 2017].

Cuiqin, YANG. et.al. (2012). PropagationofSedumspectabileBoreau in


LeafCulture in Vitro. Artikel dari Not Bot HortiAgrobo, 2012, 40(1):107-
112.
Tersedia:https://www.researchgate.net/publication/262375307_Propagatio
n_of_Sedum_spectabile_Boreau_in_Leaf_Culture_in_Vitro.[14September
2017].

Enni, Suarsi R. (2015) . Kultur Fotoautotrofik. Semarang: Universitas Negeri


Semarang

39
Juniver, Prisca. (2013). Sejarah Kultur Jaringan Tanaman. (Online). Tersedia:
http://putracenter1.blogspot.com/2013/05/sejarah-kultur-jaringan-
tanaman.html. (10 September 2017).
P.Daisy, dll. (1994). Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius.
Prammanee,Siripatr. et.al. (2011). Efficient shoot regeneration from direct apical
meristem tissue to producevirus-free purple passion fruit plants.
JurnalElsevier. CropProtection 30 (2011): 1425-1429.
Tersedia:https://www.researchgate.net/publication/230676227_Efficient_s
hoot_regeneration_from_direct_apical_meristem_tissue_to_produce_virus
-free_purple_passion_fruit_plants.[16September 2017].

Quiroz, Karla A. et.al. (2017). Meristem


cultureandsubsequentmicropropagationofChileanstrawberry
(Fragariachiloensis (L.) Duch.). JurnalBiol. Res. vol.50 Santiago 2017.
Tersedia:http://www.scielo.cl/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0716-
97602017000100404.[16September 2017].

Raj, Aditi. et.al. (2012). Notes onAntherCulture | Biotechnology.


Tersedia:http://www.biologydiscussion.com/plant-tissues/anther-
culture/notes-on-anther-culture-biotechnology/61363.[14September 2017].

Ramadhani, Rizki. (2017). Teknik Kultur Jaringan dan Metode Pelaksanaannya.


(Online). Tersedia: http://sebartani.id/budidaya-pertanian/teknik-kultur-
jaringan-tanaman-dan-metode-pelaksanaannya/. (14 September 2017).
Rizki, Puji. (2006). Pengertian, Teknik, Proses, dan Jenis Kultur Jaringan.
(Online). Tersedia: http://www.softilmu.com/2016/12/pengertian-jenis-
media-teknik-kultur-jaringan-syarat-proses-manfaat-dampak-kultur-
jaringan.html. (10 September 2017).
Suaib dan I Gusti Ray Sadimantara. (2014). Kultur Jaringan Tanaman. Kendari:
Sulo Printing.
Syukur, Muhamad. et.al. (2012). Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Penebar
Swadaya

Tyas. (2010). Kultur Pucuk. (Online). Tersedia:


http://breederlife.blogspot.co.id/2010/01/kultur-pucuk_04.html. (17
September 2017)

Winarto, Budi. (2012). Inovasi Teknologi Perbanyakan In Vitro dan Kultur


Meristem Mendukung Tersedianya Bibit Bermutu Anggrek Secara
Berkelanjutan. Makalah 4 Prosiding Seminar Nasional Anggrek. Balai
Penelitian Tanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura:
Badan Pengembangan Pertanian.
Tersedia:balithi.litbang.pertanian.go.id/jurnal-pf2012-041-061-inovasi-
teknologi-perbanyakan-in...[14September 2017].

40

Anda mungkin juga menyukai