LAPORAN PRAKTIKUM II
KULTUR JARINGAN
“Pembuatan Media”
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL Halaman
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................................1
Tujuan Praktikum..........................................................................................3
Kegunaan Praktikum.....................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA
Media Kultur Jaringan...................................................................................4
Komposisi Media Kultur Jaringan................................................................4
Komposisi Media MS...................................................................................6
Kontaminasi Media.......................................................................................7
METODOLOGI
Waktu dan Tempat.......................................................................................10
Alat dan Bahan.............................................................................................10
Pelaksanaan Praktikum................................................................................10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil.............................................................................................................11
Pembahasan..................................................................................................13
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan..................................................................................................14
Saran.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN GAMBAR
ii
DAFTAR GAMBAR
No Lampiran Halaman
1. Alat dan Bahan..................................................................................................11
2. Penimbangan Gula.............................................................................................11
3. Persiapan Alat dan Bahan..................................................................................11
4. Pencampuran Larutan........................................................................................11
5. Penuangan Agar.................................................................................................11
6. Pengadukan Larutan..........................................................................................11
7. Penuangan Larutan Ke Dalam Botol.................................................................11
8. Penutupan Botol................................................................................................11
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kendala pengadaan bibit unggul secara konvensional adalah sulit
mendapatkan bibit yang berkualitas dalam jumlah besar dalam waktu yang
singkat. Salah satu keunggulan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur
jaringan adalah sangat dimungkinkan mendapatkan bahan tanam dalam jumlah
besar dalam waktu singkat (Priyono et al., 2013).
Kultur jaringan (Tissue Culture) merupakan salah satu cara perbanyakan
tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman
dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, sel, protoplas
dan menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan yang kaya nutrisi
dan zat pengatur tumbuh. Teknik ini dilakukan secara aseptik dalam wadah
tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri
dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap (Karyanti et al., 2018).
Penggunaan bibit vegetatif secara terus menerus tersebut dapat
menurunkan keragaman genetik, laju pertumbuhan, kadar karaginan dan kekuatan
gel serta meningkatkan kerentanan terhadap penyakit. Untuk itu dilakukan upaya
penyediaan bibit yang unggul melalui teknik kutur jaringan. Manfaat penggunaan
teknik tersebut antara lain untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak
dalam waktu relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologis dan morfologis
unggul sama dengan tanaman induknya (Andriyani et al., 2018).
Budidaya kultur jaringan sering disebut juga dengan kultur in vitro. Teori
yang mendasari teknik kultur jaringan adalah teori sel oleh Schawann dan
Scheleiden yang menyatakan sifat totipotensi sel. Setiap sel tanaman dilengkapi
dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap, sehingga dapat
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh pada kondisi lingkungan yang
sesuai. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan
memiliki sifat yang sama persis dengan induknya (Yusnita, 2015).
Manfaat dari teknik kultur jaringan adalah melestarikan sifat tanaman
induk, menghasilkan tanaman yang memiliki sifat sama (Azizi et al, 2017),
berperan dalam pembibitan tanaman (Sudrajad, 2015), menghasilkan tanaman
yang bebas virus (Basri, 2016), kegiatan konservasi atau pelestarikan plasma
2
nutfah (Dewi dan Roostika, 2016), produksi metabolit sekunder (Espinosa, 2018),
dan dapat menghasilkan varietas baru melalui rekayasa genetika (Purnamaningsih
dan Sukmadjaja, 2016).
Bila bahan tanaman (eksplan) yang diregenerasikan cocok tumbuhnya
dengan media tumbuh, maka setelah beberapa waktu akan tumbuh plantlet yang
yang akan menjadi bibit tanaman yang bebas penyakit. Setelah beberapa subkultur
(pindah tanam ke media baru), plantlet siap diaklimatisasi (adaptasi plantlet
dengan lingkungan luar). Bila tumbuhnya sehat dan tegar dapat dipindahkan ke
lapangan sampai berproduksi. Sewaktu tumbuh di lapangan perlu pemeliharaan
yang intensif dengan memperhatikan sanitasi dan proteksi tanaman sampai panen
(Nirmala et al., 2016).
Tahap akhir dalam kegiatan budidaya tanaman secara kultur jaringan
adalah aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan jika planlet sudah memiliki
organ lengkap yang umumnya berumur delapan hingga dua belas bulan.
Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan
baru yang merupakan masalah penting dalam budidaya tanaman menggunakan
bibit dari teknik kultur jaringan (Handini, 2015).
Dari sekian banyak jenis media dasar yang digunakan dalam teknik kultur
jaringan, tampaknya media MS (Murashige dan Skoog) mengandung jumlah hara
organik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam
kultur (Gunawan, 2013).
Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat
penting adalah sitokinin dan auksin (Gunawan, 2013). NAA (Naftaleine Asetat
Acid) adalah zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin. Pengaruh auksin
terhadap perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan
sintesa protein. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka dapat digunakan
sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan. Adapun kinetin (6-furfury amino
purine) tergolong zat pengatur tumbuh dalam kelompok sitokinin. Kinetin adalah
kelompok sitokinin yang berfungsi untuk pengaturan pembelahan sel dan
morfogenesis. Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersama-sama dengan
auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap deferensiasi jaringan (Sriyanti
dan Wijayani, 2014).
3
Tujuan Praktikum
Praktikum kultur jaringan tentang pembuatan media bertujuan untuk
mengetahui pengaruh sterilisasi pada media dan cara pembuatan media kultur
jaringan yang baik dan benar
Kegunaan Praktikum
Kegunaan praktikum kultur jaringan tentang pembuatan media sebagai
sumber ilmu pengetahuan guna memahami media kultur jaringan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
labu takar volume 1 liter yang ditambahkan larutan gula (30 g/lmedia).
Selanjutnya ditambahkan zat pengatur tumbuh giberelin dan air kelapa sesuai
perlakuan. Larutan tersebut dicukupkan dengan aquades steril hingga tanda
tera 1 liter. pH ditetapkan 5,8. Setelah larutan tersedia, selanjutnya ditambahkan
agar dan dipanaskan hingga mencapai 80oC. Setelah itu, media dituangkan ke
dalam botol kultur steril, kemudian ditutup dengan plastik dan diketatkan dengan
karet gelang. Media tersebut disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC dan
tekanan 17,5 psi selama 20 menit (Rupawan et al, 2014).
Bahan Kimia Konsentrasi Dalam Media (mg/i)
Makro Nurtrient
NH₄NO₃ 1650
KNO₃ 1900
CaCl₂.H₂O 400
MgSO₄.7H₂O 370
KH₂PO₄ 170
Iron
Na₂EDTA 37
FeSO₄.7H₂O 27
Mikro Nutrient
Mn SO₄. 4H₂O 22,3
ZnSO₄. 7H₂O 8,6
H₃BO₃ 6,2
KI 0,83
NaM₀O₄. 2H₂O 0,25
CuSO₄. 5H₂O 0,025
Co₂Cl. gH₂O 0,025
Vitamin
Glycine 2
Nicotine Acid 0,5
Pyrodoxin HCl 0,5
Thyamine HCl 0,1
Myo- Inositol 100
7
Sukrosa 30.000,00
Agar 7.000,00
PH 5,8
Kontaminasi Media
Kultur jaringan atau kultur in vitro atau tissue culture adalah suatu teknik
untuk mengisolasi sel, jaringan, dan organ kemudian menumbuhkan bagian
tersebut pada media buatan yang mengandung kaya nutrisi dan zat pengatur
tumbuh pada kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan berenegerasi menjadi tumbuhan sempurna kembali.
Namun, kontaminasi oleh mikroba merupakan salah satu masalah serius dalam
kultur in vitro tanaman. Kontaminasi tersebut merupakan penyebab utama
hilangnya kultur tanaman. Upaya untuk meningkatkan skala produksi (scaling up)
kultur in vitro seringkali terhambat oleh adanya kontaminasi mikroba (Leifert dan
Cassells, 2016).
Proses kultur jaringan membutuhkan kondisi yang steril. Kalau kondisi
terkontaminasi, kultur akan mati atau rusak. Komponen paling rentan terhadap
kontaminasi mikroorganisme adalah media tumbuh dan eksplan. Media kultur
jaringan merupakan media yang sangat mendukung bagi pertumbuhan jamur dan
bakteri. Mikrooganisme akan tumbuh dengan cepat dan akan menutupi
permukaan media dan eksplan yang ditanam. Di samping itu, mikrooganisme
akan menyerang eksplan melalui luka-luka akibat pemotongan dan penanganan
waktu sterilisasi sehingga mengakibatkan jaringan eksplan. Eksplan yang
terkontaminasi akan menunjukkan gejala berwarna putih, biru atau krem
yang disebabkan jamur dan bakteri. Media tumbuh dan eksplan dapat
terkontaminasi oleh mikrooganisme karena kedua-duanya dapat berfungsi sebagai
subsrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme termasuk bakteri dan jamur
(Gunawan, 2013).
Kultur jaringan memerlukan kecermatan yang tinggi dan keadaan yang
aseptik baik tempat kerja, alat-alat dan bahan-bahan serta tangan orang yang
mengerjakannya, sebab dapat terjadi kontaminasi dengan mikroorganisme antara
lain bakteri dan jamur yang akan nampak berupa koloni-koloni di permukaan
8
METODOLOGI
9
Hasil
Berdasarkan gambar dibawah, larutan media dituangkan ke dalam botol
kultur untuk ditutup dengan menggunakan plastic guna memadatkan larutan.
Gambar 2. Media MS
Pembahasan
Pembuatan media Murashige dan Skoog (MS) adalah salah satu aspek
kunci dalam kultur jaringan tanaman. Media ini diciptakan oleh tiga ilmuwan asal
Jepang, Toshio Murashige, dan Folke K. Skoog pada tahun 1962. Media MS telah
menjadi salah satu media kultur jaringan yang paling umum digunakan di seluruh
dunia karena komposisi yang lengkap dan disesuaikan dengan kebutuhan
tanaman.
Media MS adalah campuran nutrisi yang dirancang untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam budidaya jaringan. Pembuatan
media ini memerlukan berbagai bahan kimia dan persiapan yang cermat. Salah
11
satu langkah awal dalam pembuatan media MS adalah mempersiapkan zat dasar,
yaitu garam mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Garam-garam
ini harus diukur dengan presisi dan dicampur dalam air dengan benar. Selain
garam mineral, media MS juga mengandung sumber energi, seperti sukrosa, yang
diperlukan untuk menyediakan tanaman dengan energi yang diperlukan selama
kultur jaringan. Disamping itu, media MS mengandung berbagai macam vitamin,
termasuk vitamin B kompleks dan asam folat. Vitamin-vitamin ini mendukung
pertumbuhan sel dan perkembangan tanaman dalam kultur jaringan. Selain
komponen dasar tersebut, media MS juga mengandung hormon pertumbuhan
seperti auksin (misalnya, asam indol asetat) dan sitokinin (misalnya, kinetin).
Hormon ini memberikan sinyal kepada tanaman untuk berkembang secara spesifik
dan membentuk jaringan baru dalam kultur jaringan.
Setelah semua komponen utama media MS dicampur dengan benar,
media harus diatur pH-nya agar sesuai dengan kebutuhan tanaman. pH media
dapat memengaruhi penyerapan nutrisi dan pertumbuhan tanaman secara
signifikan. Selanjutnya, media harus disterilkan untuk menghilangkan kontaminan
mikroba yang dapat mengganggu kultur jaringan. Sterilisasi dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik seperti autoclaving. Selama pembuatan media MS,
perlu perhatian terhadap komposisi dan proporsi bahan yang digunakan.
Kesalahan dalam perhitungan atau persiapan media dapat menghasilkan media
yang tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman dalam kultur jaringan. Oleh karena
itu, proses pembuatan media MS harus dijalani dengan cermat dan sesuai dengan
protokol yang telah ditetapkan.
Keseluruhan proses pembuatan media MS adalah langkah kunci dalam
kultur jaringan dan memainkan peran penting dalam keberhasilan budidaya
tanaman. Media MS yang tepat akan memberikan lingkungan yang optimal bagi
tanaman untuk berkembang, berproliferasi, dan menghasilkan jaringan baru. Oleh
karena itu, pemahaman yang mendalam tentang pembuatan media MS dan
komposisinya sangat penting bagi para peneliti dan praktisi kultur jaringan dalam
upaya mereka untuk menghasilkan tanaman yang berkualitas tinggi secara efisien.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum tentang pembuatan media dapat saya
simpulkan bahwa media dalam budidaya kultur jaringan itu sangat penting
perannya sehingga perlu kita memahami dan mengetahui secara baik baik dan
memahami langkah- langkah pembuatan media pada kultur jaringan.
Saran
Adapun sedikit saran dari saya pribadi bahwa praktikum pembuatan media
sangat diperlukan perlengkapan alat-alat pada laboratorium kultur jaringan
sehingga mampu mempermudah jalannya proses praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
13
Azizi, A.A.A., Roostika, I., & Efendi, D. (2017). Multiplikasi Tunas In Vitro
Berdasarkan Jenis Eksplan Pada Enam Genotipe Tebu (Saccharum
officinarum L.) / The In Vitro Shoots Multiplication Based on Explants
Type on Six Sugarcane (Saccharum officinarum L.) Genotypes. Jurnal
Penelitian Tanaman Industri, 23(2), 90–97.
https://doi.org/10.21082/littri.v23n2.2017.90- 97
Dewi, N., Dewi, I.S., Roostika, I. (2016). Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro
untuk Konservasi Plasma Nutfah Ubi-ubian. AgroBiogen, 10(1), 34–44.
https://doi.org/10.21082/jbio.v10n1.2014.p34-44
Karyanti, K., Kristianto, Y. G., Khairiyah, H., Novita, L., Sukarnih, T., Rudiyana,
Y., & Sofia, D. Y. (2018). Pengaruh Wadah Kultur Dan Konsentrasi
Sumber Karbon Pada Perbanyakan Kentang Atlantik Secara In Vitro.
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI), 5(2), 177.
https://doi.org/10.29122/jbbi.v5i2.3012
Nirmala, R., Shanti, R., & Suyadi, S. (2016). Langkah sukses budidaya pisang
kepok kuning (musa paradisiaka) bebas penyakit melalui kultur jaringan
sampai lapangan dan pengolahan hasil panennya di provinsi kalimantan
timur. Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 41(1), 60-71.
Priyono, D. Suhandi, dan Matsaleh. (2013). Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh IAA
dan 2-IP pada Kultur Jaringan Bakal Buah Pisang. Jurnal Hortikultura. 10
(3) : 183 – 190.
Purnamaningsih, R., & Sukmadjaja, D. (2016). Transformasi Genetik Pisang
Ambon dengan Gen Kitinase dari Padi. Jurnal AgroBiogen, 8(3), 97.
https://doi.org/10.21082/jbio.v8n3.2012.p97-104
14
Rupawan, I. M., Basri, Z., & Bustami, M. (2014). Pertumbuhan Anggrek Vanda
(Vanda SP) pada Berbagai Komposisi Media secara In Vitro (Doctoral
dissertation, Tadulako University).
Sriyanti, D.P. dan A.Wijayani. (2014). Teknik Kultur Jaringan. Yayasan Kansius.
Yogyakarta. Hal. 18, 54.
LAMPIRAN GAMBAR
15
LEMBAR ASISTENSI
16