Anda di halaman 1dari 19

1

LAPORAN PRAKTIKUM II
KULTUR JARINGAN
“Pembuatan Media”

AWAL ADITYA NUGRAHA


08220210050

LABORATORIUM KULTUR JARINGAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL Halaman
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................................1
Tujuan Praktikum..........................................................................................3
Kegunaan Praktikum.....................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA
Media Kultur Jaringan...................................................................................4
Komposisi Media Kultur Jaringan................................................................4
Komposisi Media MS...................................................................................6
Kontaminasi Media.......................................................................................7
METODOLOGI
Waktu dan Tempat.......................................................................................10
Alat dan Bahan.............................................................................................10
Pelaksanaan Praktikum................................................................................10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil.............................................................................................................11
Pembahasan..................................................................................................13
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan..................................................................................................14
Saran.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN GAMBAR
ii

DAFTAR GAMBAR

No Lampiran Halaman
1. Alat dan Bahan..................................................................................................11
2. Penimbangan Gula.............................................................................................11
3. Persiapan Alat dan Bahan..................................................................................11
4. Pencampuran Larutan........................................................................................11
5. Penuangan Agar.................................................................................................11
6. Pengadukan Larutan..........................................................................................11
7. Penuangan Larutan Ke Dalam Botol.................................................................11
8. Penutupan Botol................................................................................................11
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kendala pengadaan bibit unggul secara konvensional adalah sulit
mendapatkan bibit yang berkualitas dalam jumlah besar dalam waktu yang
singkat. Salah satu keunggulan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur
jaringan adalah sangat dimungkinkan mendapatkan bahan tanam dalam jumlah
besar dalam waktu singkat (Priyono et al., 2013).
Kultur jaringan (Tissue Culture) merupakan salah satu cara perbanyakan
tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman
dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, sel, protoplas
dan menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan yang kaya nutrisi
dan zat pengatur tumbuh. Teknik ini dilakukan secara aseptik dalam wadah
tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri
dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap (Karyanti et al., 2018).
Penggunaan bibit vegetatif secara terus menerus tersebut dapat
menurunkan keragaman genetik, laju pertumbuhan, kadar karaginan dan kekuatan
gel serta meningkatkan kerentanan terhadap penyakit. Untuk itu dilakukan upaya
penyediaan bibit yang unggul melalui teknik kutur jaringan. Manfaat penggunaan
teknik tersebut antara lain untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak
dalam waktu relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologis dan morfologis
unggul sama dengan tanaman induknya (Andriyani et al., 2018).
Budidaya kultur jaringan sering disebut juga dengan kultur in vitro. Teori
yang mendasari teknik kultur jaringan adalah teori sel oleh Schawann dan
Scheleiden yang menyatakan sifat totipotensi sel. Setiap sel tanaman dilengkapi
dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap, sehingga dapat
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh pada kondisi lingkungan yang
sesuai. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan
memiliki sifat yang sama persis dengan induknya (Yusnita, 2015).
Manfaat dari teknik kultur jaringan adalah melestarikan sifat tanaman
induk, menghasilkan tanaman yang memiliki sifat sama (Azizi et al, 2017),
berperan dalam pembibitan tanaman (Sudrajad, 2015), menghasilkan tanaman
yang bebas virus (Basri, 2016), kegiatan konservasi atau pelestarikan plasma
2

nutfah (Dewi dan Roostika, 2016), produksi metabolit sekunder (Espinosa, 2018),
dan dapat menghasilkan varietas baru melalui rekayasa genetika (Purnamaningsih
dan Sukmadjaja, 2016).
Bila bahan tanaman (eksplan) yang diregenerasikan cocok tumbuhnya
dengan media tumbuh, maka setelah beberapa waktu akan tumbuh plantlet yang
yang akan menjadi bibit tanaman yang bebas penyakit. Setelah beberapa subkultur
(pindah tanam ke media baru), plantlet siap diaklimatisasi (adaptasi plantlet
dengan lingkungan luar). Bila tumbuhnya sehat dan tegar dapat dipindahkan ke
lapangan sampai berproduksi. Sewaktu tumbuh di lapangan perlu pemeliharaan
yang intensif dengan memperhatikan sanitasi dan proteksi tanaman sampai panen
(Nirmala et al., 2016).
Tahap akhir dalam kegiatan budidaya tanaman secara kultur jaringan
adalah aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan jika planlet sudah memiliki
organ lengkap yang umumnya berumur delapan hingga dua belas bulan.
Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan
baru yang merupakan masalah penting dalam budidaya tanaman menggunakan
bibit dari teknik kultur jaringan (Handini, 2015).
Dari sekian banyak jenis media dasar yang digunakan dalam teknik kultur
jaringan, tampaknya media MS (Murashige dan Skoog) mengandung jumlah hara
organik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam
kultur (Gunawan, 2013).
Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat
penting adalah sitokinin dan auksin (Gunawan, 2013). NAA (Naftaleine Asetat
Acid) adalah zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin. Pengaruh auksin
terhadap perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan
sintesa protein. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka dapat digunakan
sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan. Adapun kinetin (6-furfury amino
purine) tergolong zat pengatur tumbuh dalam kelompok sitokinin. Kinetin adalah
kelompok sitokinin yang berfungsi untuk pengaturan pembelahan sel dan
morfogenesis. Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersama-sama dengan
auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap deferensiasi jaringan (Sriyanti
dan Wijayani, 2014).
3

Tujuan Praktikum
Praktikum kultur jaringan tentang pembuatan media bertujuan untuk
mengetahui pengaruh sterilisasi pada media dan cara pembuatan media kultur
jaringan yang baik dan benar
Kegunaan Praktikum
Kegunaan praktikum kultur jaringan tentang pembuatan media sebagai
sumber ilmu pengetahuan guna memahami media kultur jaringan.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Media Kultur Jaringan


Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang
akan diperbanyak. Media kultur yang baik seharusnya menyediakan unsur hara
baik makro maupun mikro, sumber vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat,
zat pengatur tumbuh, senyawa organik sebagai tambahan seperti air kelapa,
ekstrak buah dll, bahan pemadat: agar-agar dan gelrite dan juga menyediakan
arang aktif untuk kasus tertentu untuk tanaman. Unsur hara makro dan mikro
diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Pada umumnya biasa diberikan
dalam komposisi tertentu seperti komposisi media MS, WPM, B5, White, dan
lain-lain tergantung dari jenis tanaman yang akan dikulturkan. Vitamin yang
banyak digunakan adalah vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6
(pyridoxine), dan vitamin E atau C yang digunakan sebagai antioksidan. Asam
amino dipakai sebagai sumber N organik, yang biasa digunakan adalah glycine,
asparagin, glutanin, alanin, dan threonine (Ritonga, 2014).
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat penting dalam pembutan media kultur
jaringan. Zat pengatur tumbuh adalah suatu persenyawaan organik yang dalam
jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan ZPT penting:
sitokinin (Kinetin, BA, Zeatin, 2iP, Thidiazuron), auksin (IAA, NAA, IBA, 2.4-D,
2.4.5-T, Dicamba, Picloram). Kedua ZPT ini mempunyai fungsi masing-masing
yang berbeda, sitokinin mempengaruhi pembelahan sel serta pembentukan organ
seperti pucuk dan pembentukan embrio somatik. Auksin dipakai untuk
menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara auksin dan sitokinin
berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain auksin dan sitokinin
digunakan juga giberelin(menginduksi pemanjangan tunas dan perkecambahan
embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk menghambat
pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol (Ritonga, 2014).
Senyawa organik sering ditambahkan ke dalam media sebagai sumber
pembentuk asam amino dan vitamin. Senyawa organik yang sering ditambahkan
adalah air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak buah, dan casein hydrolisat. Sebagai
5

sumber energi ditambahkan dari senyawa-senyawa yang merupakan sumber


karbohidrat, seperti sukrosa (paling baik pada tanaman umumnya), glukosa,
fruktosa, dam maltosa. Penambahan arang aktif berfungsi untuk mengarbsorbsi
senyawa-senyawa fenolik dan untuk merangsang pertumbuhan akar (Ritonga,
2014).
Selain ditambahkan oleh senyawa-senyawa tersebut, media yang baik
harus selalu berada dalam PH yang optimal yaitu 5,5-5,8. Selain itu, harus dibuat
dalam tempat yang steril. Autoclave sering dipakai untuk sterilisasi dalam
pembuatan media kultur jaringan (Ritonga, 2014).
Komposisi Media Kultur Jaringan
Pembuatan media mengikuti metode Pandiangan et al (2019).
Perhitungan dilakukan seberapa banyak media yang dibuat. Media dibuat
dalam 1 liter, semua stok media disiapkan di atas meja kerja. Kemudian
wadah untuk campuran (digunakan beaker glass 1000 mL dari pirex),
dilakukan pemanasan, diisikan air di wadah tersebut sekitar 100 mL. Setelah
itu semua stok dipipet atau dicampurkan satu per satu secara berurutan
mulai dari A sampai seterusnya. Agar ditimbang sebanyak 8 gr, dan gula 30
gr. Gula dimasukkan dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan akuades sekitar
150 mL, diaduk hingga larut kemudian dimasukkan ke campuran. Setelah itu
menyaring gula dengan saringan (kain kasa). Kemudian campuran diaduk
kembali. Akuades ditambahkan sehingga volume campuran 1000 mL. Sebelum
media dipanaskan pH media diukur terlebih dahulu yaitu sekitar 5,5-
5,8. Media dipanaskan dalam hotplate yang dilengkapi dengan stirrer,
kemudian ditambahkan agar dan diaduk secara perlahan. Botol kultur yang
sudah disterilkan disiapkan sekitar 50 botol dan potong-potong aluminium
foil persegi sesuai ukuran mulut botol kultur. Media diisikan ke dalam
botol kultur kemudian ditutup dengan aluminium foil dan Sterilisasi dilakukan
pada autoklaf (Pandiangan, 2019).
Komposisi Media MS
Untuk pembuatan media MS pada penelitian ini, sebelum pembuatan
media terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan stok sesuai komposisi media
MS. Pembuatan media dilakukan dengan mencampur semua larutan stok pada
6

labu takar volume 1 liter yang ditambahkan larutan gula (30 g/lmedia).
Selanjutnya ditambahkan zat pengatur tumbuh giberelin dan air kelapa sesuai
perlakuan. Larutan tersebut dicukupkan dengan aquades steril hingga tanda
tera 1 liter. pH ditetapkan 5,8. Setelah larutan tersedia, selanjutnya ditambahkan
agar dan dipanaskan hingga mencapai 80oC. Setelah itu, media dituangkan ke
dalam botol kultur steril, kemudian ditutup dengan plastik dan diketatkan dengan
karet gelang. Media tersebut disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC dan
tekanan 17,5 psi selama 20 menit (Rupawan et al, 2014).
Bahan Kimia Konsentrasi Dalam Media (mg/i)
Makro Nurtrient
NH₄NO₃ 1650
KNO₃ 1900
CaCl₂.H₂O 400
MgSO₄.7H₂O 370
KH₂PO₄ 170
Iron
Na₂EDTA 37
FeSO₄.7H₂O 27
Mikro Nutrient
Mn SO₄. 4H₂O 22,3
ZnSO₄. 7H₂O 8,6
H₃BO₃ 6,2
KI 0,83
NaM₀O₄. 2H₂O 0,25
CuSO₄. 5H₂O 0,025
Co₂Cl. gH₂O 0,025
Vitamin
Glycine 2
Nicotine Acid 0,5
Pyrodoxin HCl 0,5
Thyamine HCl 0,1
Myo- Inositol 100
7

Sukrosa 30.000,00
Agar 7.000,00
PH 5,8

Kontaminasi Media
Kultur jaringan atau kultur in vitro atau tissue culture adalah suatu teknik
untuk mengisolasi sel, jaringan, dan organ kemudian menumbuhkan bagian
tersebut pada media buatan yang mengandung kaya nutrisi dan zat pengatur
tumbuh pada kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan berenegerasi menjadi tumbuhan sempurna kembali.
Namun, kontaminasi oleh mikroba merupakan salah satu masalah serius dalam
kultur in vitro tanaman. Kontaminasi tersebut merupakan penyebab utama
hilangnya kultur tanaman. Upaya untuk meningkatkan skala produksi (scaling up)
kultur in vitro seringkali terhambat oleh adanya kontaminasi mikroba (Leifert dan
Cassells, 2016).
Proses kultur jaringan membutuhkan kondisi yang steril. Kalau kondisi
terkontaminasi, kultur akan mati atau rusak. Komponen paling rentan terhadap
kontaminasi mikroorganisme adalah media tumbuh dan eksplan. Media kultur
jaringan merupakan media yang sangat mendukung bagi pertumbuhan jamur dan
bakteri. Mikrooganisme akan tumbuh dengan cepat dan akan menutupi
permukaan media dan eksplan yang ditanam. Di samping itu, mikrooganisme
akan menyerang eksplan melalui luka-luka akibat pemotongan dan penanganan
waktu sterilisasi sehingga mengakibatkan jaringan eksplan. Eksplan yang
terkontaminasi akan menunjukkan gejala berwarna putih, biru atau krem
yang disebabkan jamur dan bakteri. Media tumbuh dan eksplan dapat
terkontaminasi oleh mikrooganisme karena kedua-duanya dapat berfungsi sebagai
subsrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme termasuk bakteri dan jamur
(Gunawan, 2013).
Kultur jaringan memerlukan kecermatan yang tinggi dan keadaan yang
aseptik baik tempat kerja, alat-alat dan bahan-bahan serta tangan orang yang
mengerjakannya, sebab dapat terjadi kontaminasi dengan mikroorganisme antara
lain bakteri dan jamur yang akan nampak berupa koloni-koloni di permukaan
8

medium. Kontaminasi dapat terjadi dari eksplan baik eksternal maupun


internal, mikroorganisme yang masuk kedalam media, botol kultur atau alat-
alat tanam yang kurang steril, ruang kerja dan kultur yang kotor (mengandung
spora di udara ruangan laboratorium) dan kecerobohan dalam pelaksanaan.
Untuk membuat kondisi aseptik dapat dipakai pemanasan autoklaf, desinfektan
atau lampu ultraviolet, sehingga mikroba-mikroba pengganggu dapat dimatikan
(Pandiagan, 2019).
Pengamatan dari berbagai macam hasil kultur jaringan, banyak media
kultur dan eksplan yang terkontaminasi, dengan menunjukkan koloni yang
berwarna putih atau biru untuk jamur dan menampakkan gejala busuk
untuk bakteri. Untuk mendeskripsikan bakteri dan jamur diawali dengan
pengamatan morfologi. Berdasarkan uraian tersebut, perlu untuk mengetahui
jenis-jenis bakteri dan jamur yang terdapat pada medium kultur jaringan
dengan eksplan yang terkontaminasi (Gunawan, 2013).

METODOLOGI
9

Tempat dan Waktu


Praktikum kultur jaringan tentang pembuatan media dilaksanakan di
Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Muslim Indonesia,
Makassar. Pelaksanaan praktikum dimulai pada hari Selasa 24 Oktober 2023 pada
pukul 10.00 WITA- 12.30.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kultur jaringan tentang
tentang pembuatan media kultur jaringan yaitu, Ph meter, pengaduk magnetic
stirrer, panci, spatula, gelas kimia 1 L, timbangan elektik, dan kompor. Adapun
bahan yang digunakan dalam pembuatan media yaitu agar, media MS, gula
aluminium foil, plastik karet dan aquades.
Pelaksanaan Praktikum
Adapun pelaksanaan praktikum kultur jaringan tentang pembuatan media
kultur jaringan, yaitu :
1. Menimbang gula sebanyak 15 gr/l, agar-agar 3,5 gr/l MS 1 liter.
2. Melarutkan gula dengan aquades secukupnya menggunakan magnetic stirrer.
3. Menambahkan aquades sampai 500 ml.
4. Mengukur pH larutan menggunakan pH meter, pH larutan media yang baik
berada pada pH 5,4-5,8.
5. Menambahkan agar-agar kedalam larutan, lalu menambahkan aquades sampai
500 ml.
6. Menghomogekan larutan menggunakan magnetic stirrer.
7. Menuang larutan yang telah homogen ke dalam panci, kemudian dimasak dan
diaduk hingga mendidih.
8. Memasukkan larutan media ke dalam botol kultur.
9. Menutup botol menggunakan aluminium foil dan mengikat dengan karet.
10. Memasukkan botol yang sudah diikat ke autoklaf

HASIL DAN PEMBAHASAN


10

Hasil
Berdasarkan gambar dibawah, larutan media dituangkan ke dalam botol
kultur untuk ditutup dengan menggunakan plastic guna memadatkan larutan.

Gambar 1. Larutan Media


Berdasarkan gambar dibawah ini, media MS yang sudah memadat setelah
6 hari.

Gambar 2. Media MS

Pembahasan

Pembuatan media Murashige dan Skoog (MS) adalah salah satu aspek
kunci dalam kultur jaringan tanaman. Media ini diciptakan oleh tiga ilmuwan asal
Jepang, Toshio Murashige, dan Folke K. Skoog pada tahun 1962. Media MS telah
menjadi salah satu media kultur jaringan yang paling umum digunakan di seluruh
dunia karena komposisi yang lengkap dan disesuaikan dengan kebutuhan
tanaman.
Media MS adalah campuran nutrisi yang dirancang untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam budidaya jaringan. Pembuatan
media ini memerlukan berbagai bahan kimia dan persiapan yang cermat. Salah
11

satu langkah awal dalam pembuatan media MS adalah mempersiapkan zat dasar,
yaitu garam mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Garam-garam
ini harus diukur dengan presisi dan dicampur dalam air dengan benar. Selain
garam mineral, media MS juga mengandung sumber energi, seperti sukrosa, yang
diperlukan untuk menyediakan tanaman dengan energi yang diperlukan selama
kultur jaringan. Disamping itu, media MS mengandung berbagai macam vitamin,
termasuk vitamin B kompleks dan asam folat. Vitamin-vitamin ini mendukung
pertumbuhan sel dan perkembangan tanaman dalam kultur jaringan. Selain
komponen dasar tersebut, media MS juga mengandung hormon pertumbuhan
seperti auksin (misalnya, asam indol asetat) dan sitokinin (misalnya, kinetin).
Hormon ini memberikan sinyal kepada tanaman untuk berkembang secara spesifik
dan membentuk jaringan baru dalam kultur jaringan.
Setelah semua komponen utama media MS dicampur dengan benar,
media harus diatur pH-nya agar sesuai dengan kebutuhan tanaman. pH media
dapat memengaruhi penyerapan nutrisi dan pertumbuhan tanaman secara
signifikan. Selanjutnya, media harus disterilkan untuk menghilangkan kontaminan
mikroba yang dapat mengganggu kultur jaringan. Sterilisasi dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik seperti autoclaving. Selama pembuatan media MS,
perlu perhatian terhadap komposisi dan proporsi bahan yang digunakan.
Kesalahan dalam perhitungan atau persiapan media dapat menghasilkan media
yang tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman dalam kultur jaringan. Oleh karena
itu, proses pembuatan media MS harus dijalani dengan cermat dan sesuai dengan
protokol yang telah ditetapkan.
Keseluruhan proses pembuatan media MS adalah langkah kunci dalam
kultur jaringan dan memainkan peran penting dalam keberhasilan budidaya
tanaman. Media MS yang tepat akan memberikan lingkungan yang optimal bagi
tanaman untuk berkembang, berproliferasi, dan menghasilkan jaringan baru. Oleh
karena itu, pemahaman yang mendalam tentang pembuatan media MS dan
komposisinya sangat penting bagi para peneliti dan praktisi kultur jaringan dalam
upaya mereka untuk menghasilkan tanaman yang berkualitas tinggi secara efisien.

KESIMPULAN DAN SARAN


12

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum tentang pembuatan media dapat saya
simpulkan bahwa media dalam budidaya kultur jaringan itu sangat penting
perannya sehingga perlu kita memahami dan mengetahui secara baik baik dan
memahami langkah- langkah pembuatan media pada kultur jaringan.
Saran
Adapun sedikit saran dari saya pribadi bahwa praktikum pembuatan media
sangat diperlukan perlengkapan alat-alat pada laboratorium kultur jaringan
sehingga mampu mempermudah jalannya proses praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
13

Andriyani, Wiwien Mukti, Komsatun, Prilastini, dan Wismo W. (2018).


“Optimasi Hormon Pertumbuhan Pada Produksi Kalus Rumput Laut
Kultur Jaringan.” Jurnal Perekayasaan Budidaya Payau dan Laut 1:79–86.

Azizi, A.A.A., Roostika, I., & Efendi, D. (2017). Multiplikasi Tunas In Vitro
Berdasarkan Jenis Eksplan Pada Enam Genotipe Tebu (Saccharum
officinarum L.) / The In Vitro Shoots Multiplication Based on Explants
Type on Six Sugarcane (Saccharum officinarum L.) Genotypes. Jurnal
Penelitian Tanaman Industri, 23(2), 90–97.
https://doi.org/10.21082/littri.v23n2.2017.90- 97

Basri, A. H. H. (2016). Kajian Pemanfaatan Kultur Jaringan Dalam Perbanyakan


Tanaman Bebas Virus. Agrica Ekstensia, 10(1), 64–73.

Dewi, N., Dewi, I.S., Roostika, I. (2016). Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro
untuk Konservasi Plasma Nutfah Ubi-ubian. AgroBiogen, 10(1), 34–44.
https://doi.org/10.21082/jbio.v10n1.2014.p34-44

Espinosa-Leal, C.A., Puente-Garza, C.A., Garcia-Lara, S. (2018). In Vitro Plant


Tissue Culture: Means for Production of Biological Active Compounds.
Planta, 248, 1–18.

Gunawan, L.W. (2013). Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur


Jaringan. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. IPB. Bogor. P.
304.

Handini, A.S. (2015). Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan Anggrek


Dendrobium lasianthera pada Tahap Aklimatisasi [Skripsi]. Fakultas
Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Karyanti, K., Kristianto, Y. G., Khairiyah, H., Novita, L., Sukarnih, T., Rudiyana,
Y., & Sofia, D. Y. (2018). Pengaruh Wadah Kultur Dan Konsentrasi
Sumber Karbon Pada Perbanyakan Kentang Atlantik Secara In Vitro.
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI), 5(2), 177.
https://doi.org/10.29122/jbbi.v5i2.3012

Nirmala, R., Shanti, R., & Suyadi, S. (2016). Langkah sukses budidaya pisang
kepok kuning (musa paradisiaka) bebas penyakit melalui kultur jaringan
sampai lapangan dan pengolahan hasil panennya di provinsi kalimantan
timur. Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 41(1), 60-71.

Priyono, D. Suhandi, dan Matsaleh. (2013). Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh IAA
dan 2-IP pada Kultur Jaringan Bakal Buah Pisang. Jurnal Hortikultura. 10
(3) : 183 – 190.
Purnamaningsih, R., & Sukmadjaja, D. (2016). Transformasi Genetik Pisang
Ambon dengan Gen Kitinase dari Padi. Jurnal AgroBiogen, 8(3), 97.
https://doi.org/10.21082/jbio.v8n3.2012.p97-104
14

Ritonga, A. W. (2014). Pembuatan media kultur jaringan tanaman. Jurusan


Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor.

Rupawan, I. M., Basri, Z., & Bustami, M. (2014). Pertumbuhan Anggrek Vanda
(Vanda SP) pada Berbagai Komposisi Media secara In Vitro (Doctoral
dissertation, Tadulako University).

Sriyanti, D.P. dan A.Wijayani. (2014). Teknik Kultur Jaringan. Yayasan Kansius.
Yogyakarta. Hal. 18, 54.

Sudrajad H. (2015). Upaya Pembibitan Bijisarang Semut (Myrmecodiapendans)


Dengan Kultur Jaringan. Agriekonomika, 1(1), 47–51.

Yusnita. (2015). Kultur Jaringan Tanaman Sebagai Teknik Penting Bioteknologi


Untuk Menunjang Pembangunan Pertanian. In Penerbit Aura Publishing.
Penerbit Aura Publishing.

LAMPIRAN GAMBAR
15

Gambar 1. Alat dan bahan Gambar 2. Penimbangan Gula

Gambar 3. Persiapan alat dan Gambar 4. Pencampuran larutan


bahan

Gambar 5. Penuangan agar Gambar 6. Pengadukan larutan

Gambar 7. Penuangan larutan ke Gambar 8. Penutupan botol


dalam botol

LEMBAR ASISTENSI
16

No Hari/Tanggal Paraf Asisten

Anda mungkin juga menyukai