Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Kultur Meristem
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bioteknologi Tumbuhan
Dosen Pengampu: Dr. Tia Setiawati, S. Si., M. Si.

Oleh:
Kelompok 2

Nisrina Novianty Supriatna 140410200004


Maysandra Azka Ufhaira Telia Hadisaputra 140410200017
Jihan Syahira 140410200024
Ghaida ‘Afifah Wahyu Putri 140410200031
Luthfiah Ghina Nafsi 140410200096

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2022
ABSTRAK
Penyediaan bibit sebagai upaya pengembangan suatu tanaman dalam suatu proses produksi di
Indonesia menjadi penting karena Indonesia merupakan pemasok utama sejumlah komoditas
pertanian, terutama perkebunan di pasar dunia. Bioteknologi tanaman diperlukan untuk
memperoleh bibit dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat. Salah satu bioteknologi
tanaman yang sering dilakukan adalah kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan metode
untuk mengkultur sel, jaringan, organ, dan komponen lain secara in vitro dalam kondisi
aseptik di bawah lingkungan yang terkontrol. Jaringan meristem dapat digunakan sebagai
eksplan dalam kultur jaringan. Jaringan meristem yang umum digunakan dalam kultur
jaringan adalah ujung tunas (shoot tips). Tahapan kultur jaringan meristem terdiri atas
preparasi eksplan, penanaman eksplan (inisiasi), propagasi (multiplikasi), pengakaran, dan
aklimatisasi serta pemindahan tanaman ke lapangan. Keberhasilan kultur jaringan meristem
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu genotip, sumber eksplan, media, zat pengatur tumbuh
(ZPT), pertukaran gas dan kelembapan relatif, cahaya, dan suhu. Kultur meristem bermanfaat
dalam produksi bibit tanaman yang bebas virus dan penyakit yang disebabkan oleh jamur dan
bakteri. Kultur meristem juga mampu menghasilkan konservasi plasma nutfah
(kriopreservasi) yang bersifat identik dengan induknya sehingga membantu dalam teknik
pemuliaan tanaman.
Kata kunci: kultur jaringan, jaringan meristem, bioteknologi tumbuhan

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 Kultur Jaringan Tanaman.............................................................................................3
2.1.1 Sejarah Kultur Jaringan Tanaman..........................................................................3
2.1.2 Pengertian Kultur Jaringan Tanaman.....................................................................4
2.1.3 Prinsip Kultur Jaringan Tanaman...........................................................................5
2.1.4 Tipe-tipe Kultur Jaringan Tanaman........................................................................5
2.1.5 Manfaat Kultur Jaringan Tanaman.........................................................................6
2.2 Jaringan Meristem........................................................................................................7
2.2.1 Pengertian Jaringan Meristem................................................................................7
2.2.2 Karakteristik Jaringan Meristem.............................................................................7
2.2.3 Tipe Jaringan Meristem..........................................................................................7
2.3 Kultur Jaringan Meristem.............................................................................................9
2.4 Tahapan Kultur Jaringan Meristem...............................................................................9
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kultur Jaringan Meristem..............................................11
2.6 Manfaat Kultur Jaringan Meristem.............................................................................13
2.7 Contoh Kultur Jaringan Meristem..............................................................................13
BAB III PENUTUP................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sektor pertanian yang secara tidak langsung melibatkan subsektor perkebunan di
Indonesia memiliki peranan penting dalam perkembangan perekonomian negara. Hal ini
karena sebagian besar kehidupan penduduk Indonesia bergantung pada sektor pertanian.
Sektor pertanian merupakan sumber devisa negara dan menyerap banyak tenaga kerja bila
dibandingkan dengan sektor lain (Fadli & Ibrahim, 2022).
Indonesia merupakan pemasok utama sejumlah komoditas pertanian terutama
perkebunan di pasar dunia (Wulandari & Kemala, 2016). Penyediaan bibit sebagai upaya
pengembangan suatu tanaman dalam suatu proses produksi adalah aspek yang sangat
penting. Proses produksi untuk skala besar seperti pertanian dan perkebunan,
membutuhkan bibit dalam jumlah banyak seperti varietas unggul, bebas hama dan
patogen, seragam, serta penyediaan yang kontinyu. Pada umumnya perbanyakan tanaman
biasanya dilakukan secara konvensional yakni menanam dari biji, cangkok, stek, dan lain
sebagainya. Akan tetapi metode-metode tersebut memiliki banyak kendala, baik teknis di
lapangan, waktu yang cukup lama untuk memperoleh bibit dalam jumlah banyak, maupun
kualitas dari tanaman itu sendiri (Basri, 2016).
Salah satu teknologi yang digunakan untuk dapat menghasilkan bibit dalam jumlah
banyak tanpa memerlukan jumlah induk yang banyak dan waktu yang relatif singkat
adalah bioteknologi tanaman. Bioteknologi tanaman merupakan budidaya jaringan
tanaman secara in vitro yang memiliki kesejajaran dengan budidaya tanaman secara
konvensional. Bioteknologi ini biasa disebut dengan kultur jaringan (Basri, 2016). Salah
satu kultur jaringan yang sering dilakukan adalah kultur jaringan meristem.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu kultur jaringan?
2. Apa itu jaringan meristem?
3. Apa itu kultur jaringan meristem?
4. Apa saja tahapan kultur jaringan meristem?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi kultur jaringan meristem?
6. Apa saja manfaat kultur jaringan meristem?
7. Apa saja contoh kultur jaringan meristem?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kultur jaringan.
2. Untuk mengetahui jaringan meristem.
3. Untuk mengetahui kultur jaringan meristem.
4. Untuk mengetahui tahapan kultur jaringan meristem.
5. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kultur jaringan meristem.
6. Untuk mengetahui manfaat kultur jaringan meristem.
7. Untuk mengetahui contoh kultur jaringan meristem.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kultur Jaringan Tanaman


2.1.1 Sejarah Kultur Jaringan Tanaman
1. Haberlandt (1902)
Sejarah kultivasi jaringan tanaman dimulai sejak Haberlandt pada tahun 1902
mempublikasikan percobaannya untuk menanam sel tanaman tunggal (Baday,
2019).
2. White (1934)
White berhasil mencapai kesuksesan di bidang yang sama dengan memproduksi
tanaman utuh dari tomat yang berasal dari bagian akar tomat (Baday, 2019).
3. Gautheret dan White (1939)
Para peneliti mulai memproduksi tanaman utuh melalui kultivasi jaringan
khusus. Gautheret dan White memproduksi tembakau melalui kultivasi jaringan
khusus (Baday, 2019).
4. Miller dan Skoog (1957)
Penelitian Miller dan Skoog pada tahun 1957 menjelaskan bahwa rasio auksin
dan sitokinin pada medium kultur jaringan memiliki peran penting dalam
menentukan sifat pertumbuhan dan spesialisasi bagian tanaman yang
ditumbuhkan (Baday, 2019).
5. Steward (1958)
Steward dan peneliti lainnya pada tahun 1958 berhasil memproduksi wortel
dengan mengembangkan massa sel non-khusus yang sebelumnya diteliti oleh
Gautheret (Baday, 2019).
6. Murashige dan Skoog (1962)
Murashige dan Skoog berhasil melakukan quantum leap dalam perkembangan
ilmu pengetahuan modern ini dengan memperoleh kombinasi media nutrisi
khusus untuk pertumbuhan jaringan tanaman tembakau (Baday, 2019).
7. Hildebrandt dan Vasil (1965)
Hildebrandt dan Vasil berhasil menggunakan food media (MS) untuk
memproduksi tanaman tembakau utuh menggunakan metode kultivasi sel
tanaman tunggal yang dilakukan oleh Murashige dan Skoog (Baday, 2019).
8. Nitsch (1969)

3
Nitsch menemukan cara untuk menumbuhkan ratusan tanaman tembakau
haploid dari kultur polen (Baday, 2019).
9. Tahun 1970
Para peneliti berhasil mengisolasi dan mengekstrak protoplas dari lapisan tengah
daun dan mengkultivasikannya pada food media untuk memproduksi tanaman
utuh (Baday, 2019).
10. Carlson (1972)
Carlson dan peneliti lainnya mampu menghasilkan tanaman tembakau hibrida
aseksual pertama melalui ekstrak dan mensintesis protoplas dari dua jenis
tembakau. Setelah itu, protoplas ditanam dalam artificial food media hingga
menjadi tanaman utuh (Baday, 2019).
11. Power (1976)
Power dan peneliti lainnya berhasil melakukan hibridisasi interspesifik melalui
fusi protoplas pada Petunia hybrida dan Petunia parodii (Harahap, dkk., 2019).
12. Melchers (1978)
Melchers dan peneliti lainnya berhasil melakukan hibridisasi somatik antara
tomat dan kentang (Harahap, dkk., 2019).
13. Zimmermann (1982)
Zimmermann pada tahun 1982 berhasil melakukan fusi protoplas melalui
rangsangan elektrik (Harahap, dkk., 2019).
14. Tahun 1985-1990
Peneliti pada tahun 1985 hingga 1990 berhasil mengembangkan transfer gen
pada tanaman dengan menggunakan Agrobacterium, particle bombardment
(gen gun), elektroporasi, dan mikro injeksi (Harahap, dkk., 2019).
15. Tahun 1990-sekarang
Pada tahun 1990 hingga saat ini, rekayasa genetik dan metabolit tanaman telah
berkembang dan produk-produk hasil rekayasa genetik mulai dipasarkan
(Harahap, dkk., 2019).
2.1.2 Pengertian Kultur Jaringan Tanaman
Salah satu teknik bioteknologi modern yang dianggap penting bagi manusia
adalah kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan sebuah metode untuk mengkultur
sel, jaringan, organ, dan komponen lain secara in vitro dalam kondisi aseptik di
bawah lingkungan yang telah diatur sedemikian rupa. Secara sederhana, suatu
bagian tumbuhan yang dipotong menjadi bagian-bagian kecil (eksplan) dapat

4
ditumbuhkan menjadi tumbuhan yang utuh (Twaij, et al., 2020). Kultur jaringan
dianggap sebagai metode pembiakan yang penting bagi tanaman, sayur-sayuran, dan
buah-buahan. Kultur jaringan juga dianggap sebagai metode pengganti bagi
propagasi vegetatif konvensional dan metode yang efisien dalam propagasi klonal
atau disebut juga sebagai mikropropagasi (El-Sherif, 2017).
Dasar kultur jaringan berdasarkan pada fakta bahwa banyak sel tumbuhan yang
memiliki kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman utuh yang disebut juga
sebagai whole plant atau totipotensi. Jaringan yang sering digunakan untuk kultur
jaringan adalah daun, batang, biji, serta beberapa bagian tumbuhan lain yang dapat
digunakan untuk kultur jaringan. Sel tunggal, sel tanaman tanpa dinding sel
(protoplas), potongan daun, batang, atau akar dapat digunakan untuk menghasilkan
tanaman baru dalam media kultur dengan nutrien dan hormon tumbuhan yang
diperlukan. Setiap bagian dari tanaman yang diambil untuk kultur jaringan,
ditumbuhkan di dalam media yang kondisi lingkungan dan sterilisasinya terkontrol
(Baday, 2019).
2.1.3 Prinsip Kultur Jaringan Tanaman
Prinsip dari kultur jaringan tanaman yang utama adalah memperbanyak
tanaman melalui bagian vegetatif tanaman yang ditanam dalam media buatan di
lingkungan yang steril. Kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam
sebuah botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu sehingga disebut juga
sebagai kultur in vitro. In vitro berasal dari bahasa latin yang berarti “di dalam
kaca”. Jaringan tanaman dibiakkan di dalam tabung kaca, botol kaca, cawan petri
kaca, atau material tembus pandang lainnya (Anitasari, 2018).
2.1.4 Tipe-tipe Kultur Jaringan Tanaman
1. Kultur Kalus
Kultur kalus merupakan kultur jaringan yang menggunakan kalus sebagai
eksplan. Kalus adalah kumpulan massa sel yang terdiri atas jaringan yang terus
menerus membelah. Jaringan ini belum mengalami diferensiasi lanjut. Kalus
yang terbentuk dapat direkayasa dan diarahkan untuk membentuk organ maupun
tanaman utuh bergantung pada stimulus media pertumbuhan dan zat pengatur
tumbuh yang diberikan (Harahap, dkk., 2019).
2. Kultur Pucuk
Kultur jaringan yang menggunakan pucuk atau tunas aksiler sebagai
eksplan disebut sebagai kultur pucuk. Jika digunakan eksplan ujung pucuk

5
apikal, disebut sebagai “shoot tip culture”, sedangkan jika eksplan yang
digunakan berupa ujung pucuk apikal beserta bagian tunas lain di bawahnya
disebut sebagai “shoot culture” (Harahap, dkk., 2019).
3. Kultur Embrio
Kultur embrio adalah teknik isolasi embrio muda atau embrio dewasa
secara in vitro. Kultur ini bertujuan untuk menumbuhkan embrio yang
kemungkinan besar gugur atau mati sebelum menjadi matang (Harahap, dkk.,
2019).
4. Kultur Meristem
Kultur meristem merupakan kultur jaringan tanaman yang menggunakan
eksplan dari jaringan meristem atau jaringan yang aktif membelah. Kultur ini
merupakan salah satu metode yang banyak dilakukan untuk memproduksi
tanaman bebas virus (Harahap, dkk., 2019).
5. Kultur Protoplas
Kultur protoplas merupakan teknik kultur jaringan yang menggunakan
protoplas sebagai eksplan. Protoplas merupakan sel yang tidak mempunyai
dinding sel. Protoplas dapat diisolasi dari beberapa bagian tanaman, seperti akar,
daun, koleoptil, jaringan buah, dan kalus (Harahap, dkk., 2019)..
6. Kultur Anther dan Polen
Kultur anther merupakan teknik kultur jaringan yang menggunakan kepala
sari sebagai sumber eksplannya, sedangkan kultur polen menggunakan serbuk
sari sebagai eksplannya. Produksi tanaman haploid dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik kultur in vitro anther dan polen. Tanaman haploid hasil
produksi kultur tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi rekombinan
(Harahap, dkk., 2019).
2.1.5 Manfaat Kultur Jaringan Tanaman
Kultur jaringan dapat menyelamatkan embrio dari hasil persilangan yang tidak
kompatibel, mencegah fenomena dormansi biji pada beberapa spesies tanaman, dan
mempersingkat siklus hidup beberapa spesies tanaman yang diketahui memiliki
siklus hidup yang panjang. Kultur jaringan menjadi solusi bagi tantangan
ketersediaan pangan yang dihadapi oleh beberapa negara berkembang karena
tanaman yang dikembangkan melalui kultur jaringan membutuhkan waktu yang
relatif singkat jika dibandingkan dengan pembiakan tanaman secara konvensional
yang waktu pembiakannya lebih panjang. Selain itu, area yang dibutuhkan untuk

6
pembiakan dengan metode kultur jaringan tidak seluas pembiakan dengan metode
konvensional. Melalui kultur jaringan, beberapa tumbuhan langka dan tumbuhan
yang hampir punah dapat diselamatkan dengan propagasi (El-Sherif, 2017). Teknik
kultur jaringan dimanipulasi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, aktivitas
biologis, transformasi, dan produksi metabolit sekunder karena adanya
perkembangan dan keinginan untuk produksi tanaman dalam skala tinggi selama
beberapa dekade terakhir (Twaij, et al., 2020). Kultur jaringan juga dapat
dimanfaatkan untuk propagasi tanaman dan memproduksi tumbuhan anti penyakit
(Baday, 2019).
2.2 Jaringan Meristem
2.2.1 Pengertian Jaringan Meristem
Jaringan meristem merupakan jaringan muda yang selalu membelah untuk
membentuk jaringan lain. Jaringan meristem terdiri atas sel-sel meristem, yaitu
suatu analog dari sel-sel punca (stem cells) hewan. Jaringan ini ditemukan pada
titik-titik pertumbuhan di ujung batang dan akar (meristem apikal), di bawah kulit
kayu (meristem lateral), dan di tepi ruas atau buku, serta pangkal tangkai daun
(meristem interkalar) (Susilawati dan Bakhtiar, 2018).
2.2.2 Karakteristik Jaringan Meristem
Karakteristik dari jaringan meristem adalah dinding selnya yang tipis, selnya
berbentuk isodiametris dibanding sel dewasa, sel penyusunnya terdiri atas
protoplasma yang sangat banyak, tidak terdapat ruang antarsel (sel rapat), inti sel
besar, dan plastida belum berkembang sempurna. Pada Angiospermae, sel meristem
memiliki vakuola kecil yang tersebar di seluruh protoplas. Jaringan meristem
terletak pada puncak dan apikal (ujung pucuk, akar, atau daun) serta pada wilayah
meristematik (zona pembelahan sel) (Ramdhini, dkk., 2021).
2.2.3 Tipe Jaringan Meristem
1. Berdasarkan letak pertumbuhan
Jaringan meristem berdasarkan letaknya menurut (Nugroho, 2020)
dibedakan menjadi:
a) Meristem apikal yang letaknya pada ujung batang dan ujung akar. Meristem
apikal menyebabkan pemanjangan batang dan akar yang disebut
pertumbuhan primer.

7
b) Meristem interkalar yang terdapat di antara jaringan dewasa atau jaringan
yang sudah berdiferensiasi. Meristem interkalar menyebabkan pemanjangan
ruas batang dan menyebabkan terbentuknya bunga.
c) Meristem lateral yang letaknya sejajar dengan permukaan organ. Meristem
lateral menyebabkan terjadinya pertumbuhan sekunder pada batang maupun
akar sehingga akar atau batang tersebut membesar. Contoh dari meristem
lateral adalah kambium vaskuler yang berperan dalam penebalan batang dan
akar serta kambium gabus yang berperan untuk membentuk lapisan
pelindung periderm (gabus).
2. Berdasarkan asal pertumbuhan
Berdasarkan asal pertumbuhannya meristem terbagi menjadi:
a) Promeristem/primordial
Promeristem adalah bagian awal dari meristem yang berada di bagian
apikal batang dan akar. Promeristem akan berkembang menjadi protoderm,
procambium, dan meristem dasar. Kemudian protoderm akan berdiferensiasi
menjadi sistem jaringan pengangkut, sedangkan meristem dasar akan
berdiferensiasi menjadi jaringan dasar (parenkim) (Ramdhini dkk., 2021).
b) Meristem primer
Pertumbuhan pada jaringan meristem primer dikenal dengan
pertumbuhan primer. Pertumbuhan primer disebabkan oleh pembelahan sel-
sel pada jaringan meristem yang berada pada meristem apikal. Menurut
Ramdhini dkk. (2021) pertumbuhan primer dapat dibedakan menjadi 3
daerah:
1) Daerah pembelahan sel, yaitu sel-sel yang mengalami pembelahan yang
aktif sehingga bersifat meristematik. Daerah tersebut terletak pada
bagian ujung akar.
2) Daerah perpanjangan sel, yaitu sel-sel yang memiliki kemampuan untuk
membesar dan memanjang. Daerah tersebut berada pada bagian belakang
daerah pembelahan.
3) Daerah diferensiasi sel, yaitu sel-sel yang akan berdiferensiasi menjadi
sel-sel yang memiliki fungsi khusus. Sel-sel tersebut akan berdiferensiasi
menjadi jaringan epidermis, korteks, empulur, xilem, dan floem.
c) Meristem sekunder

8
Pertumbuhan dalam jaringan meristem sekunder dikenal dengan
pertumbuhan sekunder. Pertumbuhan sekunder dapat menambah diameter
batang karena pada meristem sekunder terdapat kambium. Contoh
pertumbuhan sekunder adalah semakin besarnya diameter batang pada
tumbuhan dikotil karena aktivitas pembelahan kambium. Kambium yang
membelah ke arah dalam akan membentuk pembuluh xilem dan kambium
yang membelah ke arah luar akan membentuk pembuluh floem (Susilawati
dan Bakhtiar, 2018).
2.3 Kultur Jaringan Meristem
Kultur jaringan meristem merupakan salah satu teknik dalam kultur jaringan yang
menggunakan jaringan meristem atau ujung tunas (shoot tips) sebagai eksplan. Eksplan
berupa jaringan meristem yang dapat beradaptasi dengan baik di media buatan akan
mampu berproliferasi dan tumbuh menjadi tanaman utuh atau planlet (Karjadi, dkk.,
2021). Kultur meristem bertujuan untuk menghasilkan tanaman bebas virus atau
konservasi plasma nutfah (kriopreservasi) (Anitasari, 2018). Selain dimanfaatkan sebagai
teknologi untuk memperbanyak tanaman, kultur meristem juga digunakan untuk
mengeliminasi virus dari jaringan tanaman. Kultur jaringan meristem merupakan salah
satu metode yang banyak dilakukan untuk menghasilkan tanaman bebas virus. Tanaman
yang dihasilkan melalui kultur jaringan meristem akan identik dengan induknya karena
dapat mempertahankan sifat genetik dari klon yang dimultiplikasi dan bersifat bebas virus
karena pembuluh xilem dan floem tidak terdapat pada meristem (Al-Taleb, et al., 2011;
Munggarani, dkk., 2018). Menurut Feryati dkk. (2018), kultur meristem dapat
meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas. Selain itu, kultur meristem mampu
memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan. Jaringan meristem sebagai sumber eksplan
dapat langsung diregenerasikan untuk membentuk tunas dengan subkultur berulang dan
penambahan variasi zat pengatur tumbuh atau melalui fase kalus terlebih dahulu (Harahap
dkk., 2019). Teknik kultur meristem telah digunakan untuk berbagai spesies tanaman,
seperti pisang, kentang, sawit, eucalyptus, krisan, dan stroberi. Penggunaan kultur
meristem untuk produksi tanaman bebas virus juga telah dilakukan, seperti tanaman
kentang, tebu, dan anggrek (Anitasari, 2018).
2.4 Tahapan Kultur Jaringan Meristem
1. Preparasi eksplan
Pada tahapan ini, bagian puncak tunas suatu tanaman dipotong sepanjang 3-5
cm dan dibilas dengan etanol 70%. Pemotongan eksplan harus dilakukan secara

9
aseptik dan lapisan daun bagian luar sampai puncak meristemnya harus terlihat. Irisan
jaringan meristem terdiri dari apical dome (ujung tunas yang posisinya paling atas)
dan dua primordia daun yang terkecil tanpa jaringan pembuluh. Kemudian eksplan
dimasukan ke dalam larutan natrium hipoklorit 7% atau larutan pemutih 50% sebagai
larutan desinfektan selama 5-10 menit. Penambahan Tween 20 atau Tween 80
(0,01%) ke dalam larutan desinfektan dapat dilakukan apabila diperlukan. Setelah itu,
eksplan dicuci dengan aquades steril sebanyak 5-6 kali (Sitinjak, 2010; Dwiyani,
2015).
2. Penanaman eksplan (Inisiasi)
Eksplan yang telah steril selanjutnya ditanam pada media tanam steril yang
sudah mengandung ZPT tertentu. Contoh media tanam yang digunakan pada kultur
meristem adalah media Murashige Skoog (MS). Pada proses penanaman ekspan,
kondisi aseptik harus tetap dijaga. Kultur meristem tersebut kemudian diinkubasi pada
suhu 15-24⁰ C pada lemari pertumbuhan. Beberapa jaringan tumbuh dengan baik
dalam kondisi cahaya rendah (sekitar 1000 lux). Pada regenerasi, periode terang dan
gelap diperlukan, sedangkan pada regenerasi planlet diperlukan kondisi terang (sekitar
3000 lux) dan 16 jam cahaya dengan 8 jam periode gelap. Kelembaban relatif spesifik
(20-98%) dan sirkulasi udara di ruang kultur harus dijaga (Sitinjak, 2010; Dwiyani,
2015).
3. Propagasi (Multiplikasi)
Eksplan yang telah ditanam kemudian akan membentuk propagul atau
bentukan baru hasil morfogenesis. Propagasi sendiri merupakan perbanyakan dengan
melakukan subkultur ke medium baru. Kondisi aseptik harus dipertahankan selama
proses pemindahan. Penundaan proses ini dapat menyebabkan terhambatnya
perkembangan jaringan dan menunda regenerasi planlet (Dwiyani, 2015).
4. Pengakaran
Tunas-tunas yang sudah tumbuh kemudian dipindahkan ke media induksi akar
agar planlet terbentuk. Proses pengakaran ini dapat dilakukan secara in-vitro (di
dalam laboratorium) atau ex-vitro (di luar laboratorium). Pengakatan in-vitro
dilakukan di laboratorium secara aseptik dengan menambahkan ZPT tertentu pada
media kultur, sedangkan pengakaran ex-vitro dilakukan dengan transplanting tunas-
tunas mini ke media semi steril di luar laboratorium (Dwiyani, 2015).
5. Aklimatisasi dan pemindahan tanaman ke Lapangan

10
Tanaman hasil kultur jaringan tidak dapat langsung dipindahkan atau ditanam
di lapang secara langsung. Tanaman tersebut membutuhkan adaptasi terlebih dahulu
terhadap cekaman lingkungan luar. Proses aklimatisasi membutuhkan ruang lembab
dan proses yang lambat agar planlet terhabituasi dari kondisi kelembaban tinggi ke
kelembaban atmosfer normal. Rumah kaca atau ruang pertumbuhan harus memiliki
sistem cahaya buatan juga yang mencakup campuran lampu fluorescent dan lampu
pijar yang dirancang untuk memberikan panjang gelombang cahaya yang seimbang
untuk pertumbuhan dan fotosintesis tanaman. Tanaman yang telah melewati proses
aklimatisasi dengan baik kemudian dipindahkan ke Lapang (Dwiyani, 2015).
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kultur Jaringan Meristem
1. Genotip
Genotip adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kultur jaringan.
Salah satu contohnya adalah perbedaan genotip antara enam genotip Primula vulgaris
terlihat pada laju induksi, pembentukan akar, dan laju regenerasi tunas. Shen dkk.
(2008) juga menemukan perbedaan yang signifikan dalam pembentukan tunas dari
eksplan daun di antara empat kultivar Dieffenbachia yang berbeda.
2. Sumber Eksplan
Sumber eksplan yaitu in vitro dan in vivo sangat penting untuk regenerasi.
Eksplan in vitro dianggap paling cocok untuk organogenesis. Salah satu contohnya
adalah tanaman kaktus yang tumbuh di luar ruangan atau di bawah kondisi rumah kaca
dapat digunakan sebagai sumber eksplan untuk membuat kultur in vitro, tetapi
tanaman in vitro dari biji juga telah digunakan sebagai bahan untuk perbanyakan mikro
kaktus (Miri and Roughani, 2018).
3. Media
Komposisi media tumbuh merupakan faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis jaringan tanaman. Media kultur jaringan tanaman
terdiri dari makronutrien, mikronutrien, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen
lainnya, sumber karbon, suplemen organik, zat pemadatan dan zat pengatur tumbuh.
Yildiz dkk. telah melakukan penelitian untuk mengevaluasi pengaruh dua media
pertumbuhan yang berbeda (MS dan B5) dan dua agen pembentuk gel (Agar dan
Phytagel) terhadap kapasitas regenerasi eksplan hipokotil rami (Linum usitatissimum
L.) dari tiga kultivar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media pertumbuhan MS
(Murashige and Skoog) dan Agar sebagai pembentuk gel memberikan hasil tertinggi

11
dalam hal persentase regenerasi pucuk, jumlah pucuk per eksplan dan jumlah pucuk
total per cawan petri pada semua kultivar yang diteliti (Kadhimi, et al., 2014).
4. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Zat pengatur tumbuh merupakan campuran organik dari zat non-makanan yang
diproduksi secara alami di dalam tanaman atau diproduksi secara komersial di
beberapa laboratorium atau organisasi tertentu dengan konsentrasi rendah, yang
mempengaruhi perkembangan dan perluasan tanaman. Contoh ZPT di antaranya
adalah Auksin, sitokinin, asam alabcisc, giberelin, etilen, dan amina multi atau
poliamina (Kadhimi, et al., 2014).
5. Pertukaran gas dan kelembapan relatif
Pertukaran gas dan kelembaban relatif media kultur biasanya merupakan sistem
tertutup. Penutupan pada media harus memungkinkan ventilasi yang cukup untuk
mencegah akumulasi etilen dan penipisan CO2 yang signifikan. Penggunaan wadah
tertutup rapat yang mengurangi pertukaran gas dapat berdampak negatif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan normal tanaman selama kultur in vitro. Penggunaan
media filter atau media berventilasi dapat memungkinkan pertukaran gas,
meningkatkan kapasitas fotosintesis, tingkat multiplikasi, dan kelangsungan hidup
tanaman setelah dipindahkan ke kondisi ex vitro (Miri and Roughani, 2018).
Kelembapan relatif di dalam wadah kultur biasanya sangat tinggi sehingga
mengakibatkan tanaman memiliki lapisan lilin epikutikular yang kurang berkembang
dan stomata planlet yang tidak berfungsi. Untuk mengurangi kelemba[an udara relatif
di dalam media dapat dilakukan pembukaan wadah kultur selama beberapa hari
sebelum aklimatisasi. Hal tersebut dapat meningkatkan kondensasi uap air pada
permukaan gel. Kontrol kelembapan relatif aklimatisasi in vitro juga merupakan
faktor utama dalam meningkatkan karakter morfologi planlet ketika
ditransplantasikan ke in vivo (Miri and Roughani, 2018).
6. Cahaya
Cahaya (panjang gelombang, kerapatan fluks, dan fotoperiode) mempengaruhi
karakteristik pertumbuhan in vitro seperti pemanjangan batang, ukuran daun dan
anatomi tanaman. Siklus cahaya tidak berpengaruh pada produktivitas tetapi
fotoperiode yang lebih pendek mengurangi panjang tunas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa cahaya meningkatkan pembentukan akar dan pertumbuhan
tunas, sedangkan di tempat lain kegelapan mendukung pembentukan akar. Pada
perakaran, tunas dari kultur yang berkembang biak terlebih dahulu dipindahkan ke

12
media induksi akar dengan auksin selama 4-7 hari dalam gelap, kemudian
dipindahkan ke media yang sama tanpa auksin dan diinkubasi di bawah cahaya untuk
pemanjangan akar (Miri and Roughani, 2018).
7. Suhu
Suhu atau temperatur sangat mempengaruhi berbagai proses fisiologis
tanaman, seperti respirasi dan fotosintesis. Kisaran suhu kultur yang paling umum
adalah antara 20 ° C dan 27 ° C, tetapi suhu optimal sangat bervariasi, tergantung
pada genotip tanaman. Suhu udara disebut sebagai faktor kunci dalam mengendalikan
pertumbuhan dan perkembangan planlet (Miri and Roughani, 2018).
2.6 Manfaat Kultur Jaringan Meristem
Manfaat kultur jaringan meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman yang
bebas virus, penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri serta identik dengan
induknya. Rice dkk. (1992) mengatakan bahwa kultur meristem mampu meningkatkan
laju multiplikasi tunas, mampu memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan, mampu
mempertahankan sifat-sifat morfologi yang positif, dan pada tanaman kentang mampu
meningkatkan hasil panen sebanyak 35-90% (Budi dan Anis, 2011).
Kultur meristem juga membantu dalam teknik pemuliaan tanaman di mana
keturunan hibrida tanaman dapat tumbuh. Otoritas karantina untuk pertukaran
internasional dengan mudah menerima tanaman yang diperoleh oleh kultur meristem. Hal
Ini juga membantu dalam teknik budidaya yang melibatkan perbanyakan vegetatif atau
aseksual seluruh tanaman. Selain itu, Plasma nutfah atau bijinya dapat menghemat in-
vitro atau dengan metode kriopreservasi. Meristem mengandung konsentrasi auksin tinggi
yang mendorong pertumbuhan tanaman (Lisdayanti dkk., 2019).
2.7 Contoh Kultur Jaringan Meristem
Contohnya penelitian yang dilakukan oleh Anis dan Budi (2011), kultur meristem
pada pisang mas. Dalam penelitian ini penggunaan eksplan meristem pisang mas pada
perbanyakan secara in vitro diperoleh bibit pisang mas yang bebas patogen, hal ini dapat
dilihat dari persentase eksplan yang dapat tumbuh cukup tinggi yaitu rata-rata diatas 80
%. Contoh lain pada kultur meristem kentang, pada kentang yang terinfeksi ganda oleh
PVY dan PVA, Marani dan Pisi (1977) menghasilkan 21% regenerasi dari meristem
dengan panjang 0.3 mm, 90% diantaranya berkembang menjadi tanaman yang sehat, dan
69% beregenerasi dari meristem dengan panjang 0.8 m, dimana hanya 7% menghasilkan
keturunan bebas virus. Dengan menggunakan autoradiografi, yang menunjukkan
ketidakhadiran PVY dan PLRV pada kubah dan 4 daun primordia pertama, adalah

13
memungkinkan untuk menghasilkan regenerasi bebas virus dari meristem berukuran
tersebut. Eradikasi yang lebih baik untuk PVX pada beberapa kultivar kentang, dicapai
melalui ukuran meristem tip yang lebih keci (0.2 mm) daripada yang lebih besar (0.4
mm), (berturut – turut 47.4% dan 21.2% eradikasi), namun survival dan kecepatan
pertumbuhan relative dari meristem yang lebih kecil, cenderung lebih rendah. Hasil
eradikasi terakhir ini menunjukkan bahwa kandungan virus lebih rendah pada ukuran
meristem yang lebih kecil.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kultur jaringan merupakan sebuah metode untuk mengkultur sel, jaringan, organ,
dan komponen lain secara in vitro dalam kondisi aseptik di bawah lingkungan yang telah
diatur sedemikian rupa. Sedangkan jaringan meristem merupakan jaringan muda yang
selalu membelah untuk membentuk jaringan lain yang ditemukan pada titik-titik
pertumbuhan seperti di ujung batang dan akar. Sehingga kultur jaringan meristem dapat
diartikan sebagai salah satu teknik dalam kultur jaringan yang menggunakan jaringan
meristem atau ujung tunas (shoot tips) sebagai eksplan.
Tahapan kultur meristem terdiri dari preparasi eksplan, penanaman eksplan (inisiasi),
propagasi (multiplikasi), pengakaran, serta aklimatisasi dan pemindahan tanaman ke
lapangan. Faktor yang mempengaruhi kultur meristem antara lain genotip, sumber
eksplan, media, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), pertukaran gas dan kelembaban relatif,
cahaya, serta suhu. Manfaat kultur jaringan meristem adalah mampu menghasilkan bibit
tanaman yang bebas virus, penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri serta identik
dengan induknya. Salah satu contoh kultur meristem yaitu pada pisang mas yang
menggunakan eksplan meristem pisang mas pada perbanyakan secara in vitro dan
diperoleh bibit pisang mas yang bebas patogen, hal ini dapat dilihat dari persentase
eksplan yang dapat tumbuh cukup tinggi yaitu rata-rata diatas 80 %.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Taleb, M.M., Hassawi, D.S., and Abu-Romman, S.M. 2011. Production of virus free
potato plants using meristem culture from cultivars grown under jordanian
environment. American Eurasian J. Agric & Environ. Scie. 11(4): 467-472.
Anitasari, S. D. 2018. Dasar Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Yogyakarta: Deepublish.
Baday, S. J. 2019. Plant tissue culture. International. J. Agriculture and Environmental
Research, 4(4), 977-990.
Basri, A. H. H. 2016. Kajian pemanfaatan kultur jaringan dalam perbanyakan tanaman bebas
virus. Agrica Ekstensia. 10(1):64.
Budi, G. P., dan Shufiyani, A. 2011. Upaya pengembangan tanaman pisang mas (Musa
Paradisiaca L) bebas patogen melalui metode kultur meristem. Agritech: Jurnal
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 13(1):1-16
Dwiyanti, R. 2015. Kultur Jaringan Tanaman. Denpasar: Pelawa Sari “Percetakan &
Penerbit”
El-Sherif, N. A. 2017. Impact of plant tissue culture on agricultural sustainability. The
Handbook of Environmental Chemistry. doi:10.1007/698_2017_160
Fadli, dan Ibrahim. 2022. Analisa faktor produksi terhadap pendapatan usaha tani kakao
(Theobroma cacao) di Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah. Jurnal
Ilmu Pertanian dan Perkebunan. 4(1):26.
Feryati, Mukarlina, dan Linda, R.2018. Respon pertumbuhan tunas mahkota nanas (Ananas
comosus (L.) Merr) dengan penambahan benzyl amino purine (BAP) dan naphthalene
acetic acid (NAA). Protobiont, 7(1), 69-74.
Harahap, F., Hasanah, A., Insani, H., Harahap, N. K., Pinem, M. D., Edi, S., Sipahutar, H.,
dan Silaban, R. 2019. Kultur Jaringan Nanas. Surabaya: Media Sahabat Cendekia.
Kadhimi, A. A., Alhasnawi, A. N., Mohamad, A., Yusoff, W. M. W., & Zain, C. R. B. C. M.
2014. Tissue culture and some of the factors affecting them and the micropropagation
of strawberry. Life Science Journal, 11(8), 484-493.
Karjadi, A. K., Waluyo, N., dan Gunaeni, N. 2021. Pengaruh Varietas dan Penambahan
Antiviral Ribavirin pada Penumbuhan Jaringan Meristem Bawang Putirh (Allium
sativum L.). Seminar Nasional Pertanian, 151-158.
Lisdayanti, N. D., Anwar, S., dan Darmawati, A. 2019. Pengaruh iradiasi sinar gamma
terhadap induksi meristem dan seleksi tingkat toleransi padi (Oryza sativa L.)
terhadap cekaman salinitas secara In-vitro. Berkala Bioteknologi, 2(2): 67-75.

16
Marani, F., & Pisi, A. 1977. Meristem-tip culture and vegetative propagation in potato. In
Symposium on Tissue Culture for Horticultural Purposes 78 (2):415-424.
Miri, S. M., and Roughani, A. 2018. Factors affecting tissue culture success in ornamental
crops, II. genotype, explant and physical environment. In 2nd International and 3rd
National Congress on Flower and Ornamental Plants, Mahallat, Iran.
Munggarani, M., Suminar, E., Nuraini, A., dan Mubarok, S. 2018. Multiplikasi tunas
meriklon kentang pada berbagai jenis konsentrasi sitokinin. AGROLOGIA, 7(2), 80-
89.
Nugroho, L. H. 2021. Struktur dan Produk Jaringan Sekretori Tumbuhan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Ramdhini, R. N., Manalu, A. I., Ruwaida, I. P., Isrianto, P. L., Panggabean, N. H., Wilujeng,
S., Erdiandini, I., Purba, S. R. F., Sutrisno, E., Hulu, I. L., Purwanti, S., Utomo, B.,
dan Surjaningsih, D. R. 2021. Anatomi Tumbuhan. Yayasan Kita Menulis.
Sitinjak, R. R. 2010. Pemanfaatan meristem dalam teknik kultur jaringan. Akademia, 14(4).
Susilawati, dan Bakhtiar, N. 2018. Biologi Dasar Terintegrasi. Pekanbaru: Kreasi Edukasi.
Twaij, B. M., Jazar, Z. H., and Hasan, M. 2020. Trends in the use of tissue culture,
applications and future aspects. International Journal of Plant Biology, 11(1), 8385.
Wulandari, S. A., dan Kemala, N. 2016. Kajian komoditas unggulan sub-sektor
perkebunan di Provinsi Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi.
16(1):134.

17

Anda mungkin juga menyukai