Oleh:
MUHAMMAD ISRA AULIA
E1J015096
Oleh
Muhammad Isra Aulia
E1J015096
Mengetahui
Jurusan Budidaya Pertanian
Ketua, Dosen Pembimbing Magang/ Penguji
i
RINGKASAN
Magang atau praktek kerja lapang merupakan salah satu mata kuliah wajib
pada program studi agroekoteknologi yang bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman tentang kultur jaringan, tentang budidaya jamur, kemampuan bekerja
sama dalam tim dan kemampuan manajerial. Pelaksanaan praktek lapangan atau
magang dapat menjadi pengalaman bekerja secara langsung di lapangan yang tidak
diperoleh di perkuliahan.
Pelaksanaan magang dilakasanakan pada tanggal 16 Juni 2017 – 05 Agustus
2017. Lokasi magang ini dilaksanakan di Service Laboratory Kultur Jaringan
SEAMEO BIOTROP Kota Bogor. Magang atau praktek kerja lapang ini bertujuan
khusus untuk (1) menentukan teknik sterilisasi eksplan tin yang sesuai, (2)
menentukan media yan tepat untuk kultur jaringan tanaman tin dan (3) menentukan
perbedaan teknik kultur jaringan tin dengan tanaman pisang dan talas.
Hasil dari kegiatan magang ini ialah mahasiswa memperoleh pengetahuan
keunggulan perbanyakan kultur jaringan dan dapat menerapkan kultur jaringan
pada tanaman tin seperti tahap sterilisasi eksplan tin yang dilakukan secara dua
tahap yaitu sterilisasi luar dengan perendaman bakterisida dan fungisisda selama 1
jam dan sterilisasi dalam yaitu dengan tiga kali perendaman ekslpan kedalam
bayclin 15% selama 15 menit, bayclin 10% selama 10 menit dan alkohol 70%
selama 1 menit serta penggunaan media yang tepat untuk kultur jaringan tin yaitu
media TP (penanaman), media CA (elongasi), dan media 8 (multiplikasi) dengan
media TP dan media 8 mengandung zpt sitokinin yaitu BAP 2,5ml. Mahasiswa juga
dapat melihat manfaat budidaya kultur jaringan yang dapat menghasilkan bibit
dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif singkat, sifat bibit yang sama
dengan induknya, dan perbanyakan bibit tidak tergantung perubahan iklim serta
gambaran dunia kerja seperti bekerja sama dalam tim, bekerja individu, mengatur
waktu dan memenuhi target produksi.
ii
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan terhadap rahmat Tuhan Yang Maha Esa dimana
kita masih diberiberi tubuh dan pikiran yang sehat. Salawat beriring salam kita
panjatkan terhadap Nabi Besar Muhammad SAW, dimana Ia telah mengantarkan
kita dari jaman yang gelap hingga jaman terang benderang yang penuh dengan
teknologi ini.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen pembimbing magang Dr. Ir., Rustikawati, M.Si dan pembimbing
lapang bapak Samsul A. Yani S.Si serta seluruh pegawai di SEAMEO BIOTROP
yang telah membantu dalam praktek kerja lapang.
Laporan dengan judul Perbanyakan Tanaman Tin (Ficus carica) Secara
Kultur Jaringan) ini diselesaikan dengan tujuan agar mengetahui manfaat dari
peranan kultur jaringan terhadap perbanyakan tanaman tin pada sektor pertanian,
perbedaan kultur jaringan dari tanaman tin, talas dan pisang serta spesifik dari
proses kultur jaringan tanaman tin.
Akhir kata saya mengucapkan terimakasih dan semoga hasil laporan saya
dapat bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
1.1 Pengambilan Eksplan................................................................................ 18
1.2 Sterilisasi Luar ................................................................................................... 19
1.3 Sterilisasi Dalam ............................................................................................... 20
1.4 Penanaman......................................................................................................... 21
2. Elongasi ............................................................................................................. 23
3. Multiplikasi ....................................................................................................... 24
4. Aklimatisasi ...................................................................................................... 25
5. Penanaman ke Polibag ..................................................................................... 27
6. Green House ..................................................................................................... 28
7. Lahan Terbuka .................................................................................................. 29
BAB VI PENUTUP .............................................................................................. 30
6.1 Kesimpulan....................................................................................................... 30
6.2 Saran .................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31
LAMPIRAN.......................................................................................................... 33
Lampiran 1. Alamat Perusahaan ............................................................................. 34
Lampiran 2. Logbook dan Rangkuman Kegiatan ................................................. 35
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Tanaman tin umumnya diperbanyak dengan setek, dan yang terbaik
digunakan berasal dari potongan kayu yang tumbuh baik, dengan pohon induk
sumber tanaman berumur 2 tahun. Selain itu juga diperbanyak dengan benih dan
cangkok Namun masih banyak kendala seperti keberhasilan stek dalam membentuk
akar dipengaruhi oleh umur tanaman, fase pertumbuhan dan perbedaan bagian
tanaman yang digunakan sebagai bahan stek. Perbanyakan biji sulit tumbuh,
cangkok yang sangat lambat dan terbatas, serta kualitas bibit yang kurang baik,
sehingga diperlukan alternatif lain untuk memenuhi permintaan bibit dalam jumlah
besar dan waktu relatif singkat yaitu dengan cara kultur jaringan.
Kultur jaringan pada tanaman tin akan lebih besar presentase
keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Faktor-faktor penunjang
keberhasilan kultur tin Faktor eksplan, media, zat pengatur tumbuh dan faktor
lingkungan seperti cahaya, temperatur, kelembaban dan pH.
1.2 Tujuan
1. Menentukan teknik sterilisasi eksplan tin yang sesuai.
2. Menentukan media yan tepat untuk kultur jaringan tanaman tin.
3. Menentukan perbedaan teknik kultur jaringan tin dengan tanaman pisang
dan talas.
1.3 Manfaat
1. Mampu bekerja sama dalam tim
2. Mendapatkan pengalaman praktek lapangan kerja lapang, teori dan
menambah wawasan.
3. Mendapatkan gambaran dunia kerja
2
BAB II
GAMBARAN UMUM TEMPAT MAGANG
3
2.1.2 Tujuan perusahaan
1. Penyediaan informasi berbasis sains untuk memungkinkan masyarakat dan
institusi mengatasi masalah biologis yang kritis dan mendapatkan
keuntungan dari nilai nyata dan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya
hayati di kawasan tropis.
2. Penguatan kapasitas individu dan kelembagaan terhadap pengetahuan
terkini dan praktik yang baik dalam biologi tropis
3. Penyediaan akses yang setara terhadap informasi yang disintesis dalam
biologi tropis untuk meningkatkan pengetahuan, praktik, dan kebijakan
4. Fasilitasi intervensi dan kemitraan pembangunan yang efektif untuk
pemanfaatan berkelanjutan dan pemerataan manfaat sumber daya biologis
tropis daerah secara adil
5. Peningkatan manajemen organisasi dan efisiensi terhadap penggunaan
sumber daya secara maksimal dan pemberian layanan yang efektif kepada
klien dan mitra
4
2.2 Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI LABORATORIUM KULTUR JARINGAN
SEAMEO BIOTROP
Senior Supervisior
Koordinator Produksi
Rosadi, S.Pd.
Teknisi Lab
Teknisi Lab
Pembuatan Media
Cutter
Iwan Kurniawan
Iwan Setiawan
Amung
Hendro Sucipto M. Teknisi
Sya'roni Maja Atmaja
Persemaian
Nurwihayat Hardi
Muhammad Yususf
Dwi Cahyono Fery Dwinanda
Dede Amzah
Hasan Basri Ujang Ahmad
Andri Yansyah Adi Juandi
Sukirman Hadiat M. Abdul Kodir
Sofian Hadi Deden
Asep Nurussamsi Agus Suryani
Yana Kanyana Maksum
Usep
Saefudin
Ading Sunjaya
Khoerudin
Mad Turi
5
2.3 Sistem Manajemen Produksi
Sistem Manajemen Produksi Kultur Jaringan SEAMEO BIOTROP ialah
unit usaha. Unit usaha diterapkan sehingga setiap unit (kordinator) dapat
menjalankan tugasnya agar tercapainya produksi.
bertanggunga
jawab untuk menjaga agar tetap
Cutter mengambil eksplan
dan mengkultur di
produktif
(multiplikasi)
dalam botol
bertanggung jawab
digunakan pada
Pembuatan untuk pembuatan
media pertumbuhan
saat penanaman
dan pergantian
Media tanaman yang akan
di kultur
media
bertanggung jawab
memelihara
untuk memilih
Persemaian tanaman yang siap
tanaman yang telah
masuk fase semai
untuk disemai
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
7
4. Bidang pengendalian penyakit tanaman. Kultur jaringan dapat menghasilkan
tanaman yang bebas patogen seperti virus, bakteri, atau mikoplasma melalui
kultur maristem.
5. Bidang konservasi. Kultur jaringan dapat digunakan untuk memperbanyak
tanaman yang hampir punah atau untuk penyimpanan plasma nutfah yang
dilakukan dengan cara penyimpanan beku atau cryopreservation
Macam-macam Teknik Kultur Jaringan
1. Kultur tunas. Kultur tunas adalah perbanyakan tanaman dengan cara
merangsang pertumbuhan tunas aksiler atau lateral yang sudah ada pada
eksplan. Umunya ada 4 tahap dalam teknik kultur ini yaitu tahap inisiasi tunas,
multiplikasi tinas, induksi prakaran dan aklimatisasi.
2. Organogenesis. Ialah proses pembentukan tunas dari eksplan yang tidak
memiliki jaringan maristematik. Tunas yang dihasilkan disebut tunas adventif.
Tunas ini tumbuh pada bagian tanaman yang tidak umum seperti bagian daun,
bagian batang antar nodus, kotiledon atau akar.
3. Embriogenesis Somatik. Ialah proses pembentukan embrio dari jaringan
somatik tanaman. pada teknik mikropropagasi ini, sel-sel somatik berkembang
melalui pembelalahan sel dan membentuk embrio yang sama dengan embrio
zigotik, yaitu mempunyai struktur bipolar terdiri atas jaringan maristem tunas
dan maristem akar (Samsul, 2015).
Dengan adanya perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan, akan
mempermudah perbanyakan tanaman yang sulit di kembangkan namun berpotensi
besar seperti tanaman tin.
Tanaman Tin/Ara (Ficus carica L.) merupakan tanaman khas Timur Tengah
yang saat ini tengah dibudidayakan di Indonesia. Meskipun masih tergolong langka,
tanaman ini telah dikenal sebagai tanaman yang mempunyai khasiat. Tanaman asal
Timur Tengah menyebar sampai ke daratan Eropa dan Amerika yang dikenal
dengan nama “Figs”. Tanaman ini sendiri di Indonesia masih kurang dikenal.
Kandungan vitamin buah tin tidak kalah dengan apel dan jeruk.
Adapun taksonomi tanaman tin
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Rosales
Famili : Moraceae
Genus : Ficus
Spesies : Ficus carica
Tin adalah buah-buahan yang mengandung zat sejenis alkalin yang mampu
menghilangkan keasaman pada tubuh. Zat-zat aktif yang terdapat dalam buah tin
adalah sejenis zat-zat pembersih yang bisa dipakai untuk mengobati luka luar
8
dengan cara melumurinya. Unsur yang terkandung dalam buah Tin adalah
karbohidrat, protein, dan minyak. Buah Tin juga mengandung yodium, kalsium,
fosfor, zat besi, magnesium, belerang (fosfat), chlorin, serta malic acid dan nicotinic
acid. Hasil penelitian lebih lanjut menyebutkan bahwa buah Tin termasuk buah
yang dapat merangsang pembentukan hemoglobin darah, cocok sebagai obat
penyakit anemia. Di samping itu buah Tin juga mengandung kadar glukosa yang
cukup tinggi.
Selain itu, Departemen Pertanian Amerika Serikat mengungkapkan bahwa
buah Tin mengandung beragam nutrisi mulai dari vitamin A, C, kalsium,
magnesium hingga potasium. Buah ini juga baik untuk mengendalikan nafsu makan
dan membantu usaha penurunan berat badan. Jus buah Tin pun merupakan
minuman yang baik untuk membunuh bakteri merugikan dalam sebuah peneltian
(Khasanah, 2011).
Manfaat dari buah tin yang banyak dan saat ini masih merupakan buah-
buahan langka di Indonesia, menyebabkan buah tin memiliki peluang yang besar
untuk dibudidayakan. Tanaman tin ternasuk tanaman eksotis karena sampai saat ini
yang membudidayakannya hanya kalangan kolektor. Tanaman tin sudah bisa
ditanam dan beradaptasi dengan kondisi iklim tropis dan Indonesia memiliki tanah
yang lebih subur. Pohon tin baru ditanam di beberapa daerah di Indonesia, terutama
di Pulau Jawa dan sebatas di lingkungan penggemar (Haris, 2010).
Tanaman tin umumnya diperbanyak dengan setek, dan yang terbaik
digunakan berasal dari potongan kayu yang tumbuh baik, diameter batang ± 1,5–
2,5 cm, dengan pohon induk sumber tanaman berumur 2 tahun. Keberhasilan stek
dalam membentuk akar dipengaruhi oleh umur tanaman, fase pertumbuhan dan
perbedaan bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan stek. Tin juga
diperbanyak dengan menggunakan biji dan cangkok. Namun masih banyak
ditemukan berbagai kendala, antara lain perbanyakan biji sulit tumbuh, cangkok
yang sangat lambat dan terbatas, serta kualitas bibit yang kurang baik (Fauza,
2013).
Oleh karena itu, dibutuhkan metode perbanyakan dengan kultur jaringan.
Teknik kultur jaringan merupakan metode alternatif yang dapat digunakan untuk
perbanyakan tanaman tin karena menghasilkan bibit dalam jumlah besar dengan
waktu yang relatif singkat (Farid, 2003).
Dibandingkan dengan perbanyakan bibit tin secara konvensional seperti
dari biji, stek, atau cangkok, perbanyakan klonal kultur jaringan pada tanaman tin
mempunyai beberapa keunggulan diantaranya (1) perbanyakan bibit tin dapat
dilakukan dengan cepat dan dalam sekala banyak, (2) kontinuitas ketersediaan bibit
akan terjaga sepanjang waktu, tanpa harus menunggu musim berbuah, dan (3) bibit
yang dihasilkan akan sama dengan induknya sehingga tingkat keseragaman
pertumbuhan bibit dilapangan sangat tinggi (Samsul, 2015)
Perbanyakan tanaman tin dengan teknik kultur jaringan untuk skala massal
dapat menggunakan metode perbanyakan tunas (maristem) karena cara ini relatif
9
tidak ada kendala yang berarti. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu
jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya
penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini
untuk kultur jaringan maristem. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu
membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur
pembelahan (Rahman 2013).
Secara umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan tanaman tin
memerlukan beberapa tahap, yaitu (1) penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari
induk terpilih, (2) sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi, (3)
penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas, (4) penanaman
pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan (5) aklimatisasi (Deden,
2013).
Faktor-faktor yang mempengasruhi keberhasilan kultur jaringan tanaman
tin ialah
1. Eksplan
Eksplan merupakan potongan yang diisolasi dari tanaman yang
dipergunakan untuk inisisasi suatu kultur jaringan. Eksplan yang baik memiliki
syarat daya regenerasi yang tinggi, lebih baik merupakan bahan tanaman yang
tertutup seperti pucuk dan meristem, sehat dan tidak mengandung bibit penyakit.
Hampir semua bagian jaringan tanaman dapat dijadikan sebagai eksplan. Organ
yang biasa digunakan sebagai eksplan antara lain tunas pucuk, tunas ketiak
(aksilar), akar, mata tunas, daun dan embrio (Hartmann et al., 1990).
Eksplan yang telah terpilih disterilisasi permukaannya dengan berbagai
bahan sterilisasi. Bahan sterilisasi yang digunakan untuk sterilisasi permukaan
misalnya sodium hipoklorit, hidrogen peroksida, bromine water, dan silver nitrat.
Penggunaan alkohol 70% dan penambahan deterjen atau tween 80 dapat lebih
mengefektifkan sterilisasi. Eksplan tanaman berkayu seringkali mengeluarkan
senyawa fenol yang menyebabkan terjadinya pencoklatan bila jaringan diisolasi.
Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan antara lain dengan membilas terus-
menerus dengan air atau menggunakan arang aktif yang dapat mengabsorpsi
senyawa fenol (Santoso dan Nursandi, 2002).
2. Media Kultur
Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung
pada media yang digunakan (Gunawan, 1987). Unsur-unsur yang penting dalam
media tersebut adalah garam-garam anorganik, vitamin, zat pengatur tumbuh,
sumber energi, dan karbon. Komposisi garam dalam medium dasar Murashige dan
Skoog (MS) merupakan media yang paling umum digunakan khususnya untuk
morfogenesis, kultur meristem, dan regenerasi tanaman. Media ini mempunyai
konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3-
dan NH4+. Media kultur jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur-unsur
hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula
untuk menggantikan karbon yang biasanya diperoleh dari atmosfer melalui
10
fosintesis. Gula yang digunakan sebagai sumber karbon misalnya sukrosa atau
glukosa. Konsentrasi sukrosa dalam media biasanya 2-4% (Santoso dan Nursandi,
2002).
3. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi
pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam
medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama
sekali. Pada umumnya media perbanyakan secara in vitro menggunakan zat
pengatur tumbuh dari golongan sitokinin, seperti BAP, kinetin, dan zeatin yang
merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan untuk memacu
pembentukan tunas dengan daya aktivitas yang kuat mendorong proses pembelahan
sel. Sedangkan golongan auksin yang sering ditambahkan dalam medium adalah
2,4-D, IAA (Indol Asam Asetat), NAA (Naftalen Asam Asetat), dan IBA (Indol
Butirik Asetat) (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tin tergantung
pada arah pertumbuhan jaringan tanaman yang diinginkan. Untuk pembentukan
tunas pada umumnya digunakan sitokinin sedangkan untuk pembentukan akar atau
pembentukan kalus digunakan auksin. Namun demikian sering pula dibutuhkan
keduanya tergantung pada perbandingan/ratio sitokinin terhadap auksin atau
sebaliknya (Lestari, 2011)
11
BAB IV
METODE MAGANG
12
Multiplikasi dilakukan pada tanaman tin yang telah berumur 1 bulan
dari jadwal penanaman baik pada penanaman elongasi maupun pada
saat inisiasi.
6. Melakukan evaluasi
Evaluasi dilakukan selesai jam kerja. Pembahasan evaluasi mengenai
pembuatan laporan bersama pembimbing magang.
7. Melakukan Aklimatisasi
Aklimatisasi dilakukan pada tanaman yang telah berumur 1 bulan
setelah di multiplikasi. Aklimatisasi yang dilakukan di laboratorium
kultur jaringan SEAMEO BIOTROP ialah dengan menggunakan media
campuran pasir dan eceng gondok.
8. Penanaman ke polibag terhadap bibit yang telah siap tanam
Penanaman ke polibag dilakukan pada tanaman yang telah 1 bulan pada
tahap aklimatisasi. Penanaman ke polibag yang dilakukan di SEAMEO
BIOTROP dengan menggunakan media campuran tanah dan arang
sekam.
13
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbanyakan tanaman tin yang dilakukan ialah dengan cara kultur tunas.
Pemilihan kultur tunas dikarenakan cara ini relatif tidak ada kendala yang berarti.
Dalam perbanyakan tanaman tin secara kultur jaringan, hal yang paling awal
dipersiapkan ialah media pertumbuhan berupa media agar. Penggunaan agar pada
media pertumbuhan bertujuan agar ekslpan tidak terendam dan tidak mengalami
pembusukan saat menjadi planlet.
Bahan Konsentrasi
Makro 500 ml
Mikro 50 ml
MSG
FeEDTA 50 ml
Myoinositol 500 ml
Melamin 5 ml
Tyamin 5 ml
BAP 2,5 ml
NAA
Adenin
Gula 150 g
Agar-agar 35 g
Casein
L-Tirosin
Kinetin
IBA
pH 5,8
Tabel. 1 Komposisi Larutan Media TP (5ltr)
14
Media CA digunakan pada saat elongasi. Elongasi merupakan pemotongan
kalus menjadi lebih kecil dengan tujuan agar tidak menghambat pertumbuhan tunas.
Larutan ini tidak memiliki zpt khusus didalamnya. Sehingga media CA berfungsi
sebagai pengontrol agar tunas tetap tumbuh dan berdiri tegak. Komposisi media CA
sama dengan media Tp namun tidak memiliki zpt.
Bahan Konsentrasi
Makro 500 ml
Mikro 50 ml
MSG 50 ml
FeEDTA 500 ml
Myoinositol 5 ml
Vit Melamin 2 ml
Tyamin
BAP
NAA
IAA
Adenin
Gula 150 g
Agar-agar 35 g
Casein 500 mg
L-Tirosin
Kinetin
IBA
pH 5,8
Tabel. 2 Komposisi Larutan Media CA (5ltr)
15
Bahan Konsentrasi
I1 50 ml
I2 50 ml
I3 50 ml
I4 50 ml
FeEDTA 50 ml
Myoinositol 500 ml
Vit Melamin 5 ml
Tyamin 2 ml
BAP 2,5 ml
Gula 150 g
Agar-agar 35 g
Casein 500 mg
pH 5,7
Tabel. 3 Komposisi Larutan Media 8 (5ltr)
16
Gambar 3. Pembuatan media TP, CA dan 8
17
Tahapan Penggunaan Media dan Kultur Jaringan Tanaman Tin
Elongasi
1 bulan
MCA
Multipfikasi
M8 1 bulan
2 minggu
dalam sungkup
Penanaman Kepolibag
2 minggu luar
sungkup
Green House
1 bulan
Lahan Terbuka
18
orang menggunakan jaringan ini untuk kultur jaringan. Sebab, jaringan meristem
keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang
mengatur pembelahan.
Tunas tin diambil dari pohon induk yang masih muda dan dipotong sekitar
3cm, dimasukan kedalam air steril 100ml yang telah dicampurkan tween 80 3 tetes
selama 1 jam. Tween 80 berfungsi membuka pori eksplan dan juga sebagai
pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan.
19
Gambar 9. Sterilisasi luar perendaman eksplan dengan bakterisida dan
fungisida.............................................................
Gambar 10. Laminar Air Flow untuk melakukan sterilisasi dalam dan
penanman..........................................
20
substansi kimia yang bersifat toksik, dipakai untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme dengan menghalangi /merusaknya dan membunuh mikroorganisme
yang terpapar secara langsung. Menurut Prayoga bagian yang kontak dengan
desinfektan biasanya mengandung sel yang telah mati karena pengaruh desinfektan,
oleh karena itu pada tanaman tin konsentrasi yang digunakan tidak terlalu tinggi.
Pada tanaman pisang, konsentrasi bayclin yang digunakan berbeda dengan tanaman
tin, hal ini dikarenakan bonggol pisang yang akan ditanam memiliki lapisan-lapisan
yang dapat menghalangi dari sifat browning yang diakibatkan pemberian bayclin.
Rhomi mengemukakan keseimbangan antara konsentrasi bahan sterilan dan lama
perendaman harus ditentukan secara empiris karena adanya sifat fitotoksis dari
sterilan.
1.4 Penanaman
Sebelum dilakukan penanaman, dianjurkan untuk sterilisasi alat yang akan
digunakan baik alat pembuatan media (botol kultur) dan alat inokulasi eksplan
(cawan petri, scalpel blade, pisau, pinset, dan tissue). Nugroho mengemukakan
sterilisasi dilakukan dengan autoklaf dengan suhu 120oC tekanan 1 atm selama 20
menit. Tidak lupa pula untuk membersihkan tangan dengan menggunakan alkohol
70%.
Sebelum ditanam, eksplan mengalami browning pada saat proses sterilisasi
dibagian ujungnya akibat perendaman dengan bayclin, sehingga perlu membuang
bagian yang berwarna coklat dengan cara memotongnya. Media yang digunakan
dalam kultur jaringan tin mengandung Fe EDTA yang berfungsi mengurangi reaksi
oksidasi enzim fenolase yang menyebabkan tumbuhan berkayu umumnya
mengalami browning dalam hal ini tanaman tin.
Kondisi eksplan yang aseptik merupakan syarat untuk dapat meningkatkan
keberhasilan eksplan tumbuh dan aseptik sehingga dapat dilanjutkan ke tahapan
berikutnya. Tahapan ini disebut dengan tahap inisiasi (penanaman). Penanaman
dilakukan di atas Laminar air flow dalam keadaan aseptik. Eksplan yang telah
dibersihkan, dimasukkan kedalam botol media TP dengan posisi vertikal.
21
Kemudian ditutup dan disiler dengan pemberian kode serta disimpan di rak
penyimpanan selama 1 bulan.
22
Arya mengemukakan proses penanaman di laboratorium Kultur Jaringan
Biotrop dilakukan cepat dan hati-hati. Dikarenakan semakin lama botol dan petri
dish terbuka, semakin besar peluang kontaminan masuk ke dalam. Selama proses
penanaman minimalkan tangan keluar dari LAF dan berbicara.
Kontaminasi merupakan masalah paling umum yang ditemui pada teknik
mikropropagasi. Umumnya ada empat sumber kontaminan yaitu: (1) pada tanaman
baik internal maupun eksternal, (2) media kultur yang tidak disterilisasi dengan
baik, (3) kondisi lingkungan, dan (4) cara kerja yang salah. Kontaminan yang
berasal dari berbagai sumber, seperti fungi dan bakteri, dapat mengurangi
produktivitas dan tingkat keberhasilan kultur
2. Elongasi
Elongasi merupakan tahap pemotongan kalus yang bertujuan agar
pertumbuhan tunas tidak terhambat. Tahap elongasi atau pemanjangan tunas,
biakan ditanam pada media dasar MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh atau
pada laboratorium ini digunakan medai CA.
Tanaman tin yang telah berumur 1 bulan dapat di elongasi. Sama hal dengan
inisiasi, elongasi dilakukan dengan cara aseptik, diatas laminar menggunakan pinset
dan pisau untuk memotong kalus. Sebelum memotong, disarankan untuk
membersihkan tangan dengan alkohol 70%. Tanaman pada botol media TP diambil
menggunakan pinset dan diltekkan diatas cawan petri yang telah dialasi dengan tisu
setril. Kalus pada tanaman tersebut diotong menjadi lebih kecil, kemudian
dimasukkan kedalam botol media CA dan disiler. Tidak lupa pula untuk memberi
kode CA dan tanggal tanam agar tidak tertukar dengan botol lainnya dan dapat
menegtahui kapan akan di multiplikasi.
Botol yang telah selesai disimpan dalam ruang penyimpanan selama 1 bulan
dan tidak lupa juga untuk mencatat nomor rak tempat diletakannya botol, hal ini
bertujuan agar mempermudah pencarian data klon tin. Setelah tahapan elongasi
selesai, laminar air flow dibersihkan. Hal ini agar menjaga tempat tetap dalam
keadaan aseptik.
23
3. Multiplikasi
Tahap selanjutnya ialah multiplikasi. Multiplikasi adalah kegiatan
memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini
dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang
menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Multiplikasi merupakan
perbanyakan tanaman tin tanpa mengambil eksplan dari luar lagi.
Tanaman yang dimultiplikasi dapat dapat berasal dari inisiasi tanpa
memasuki tahapan elongasi. Media yang digunakan pada tahap mutilpikasi
tanaman tin ialah media 8. Sama halnya dengan proses inisiasi dan elongasi, proses
multiplikasi juga dilakukan pada keadaan aseptik. Peralatan yang dilakukan juga
sama dan dalam keadaan steril sepeti cawan petri, pisau, pinset, tisu dan alkohol
70%.
24
Gambar 16. Planlet tin yang telah di multiplikasi
Media 8 memiliki ZPT dari golongan sitokinin yaitu BAP. Sama halnya
dengan proses inisiasi dengan media TP, media ini memiliki efek membentangkan
sel sehingga potongan tanaman dapat membentuk kalus dan organ baru.
4. Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap akhir dari lingkungan in vitro. Aklimatisasi
adalah suatu tahapan pemindahan tanaman dari lingkungan yang terkendali
(invitro) ke lingkungan mandiri (eksvitro). Aklimatisasi dapat didefinisikan sebagai
proses penyesuaian tanaman tin untuk beradaptasi pada lingkungan yang baru.
Proses aklimatisasi sangat penting karena akan menentukan apakah tanaman yang
berasal dari in vitro dapat beradaptasi atau tidak pada kondisi eks vitro.
Dalam tahap ini planlet tin mengalami penyesuaian sekaligus dengan
lingkungan luar botol, yaitu di green house. Tahap aklimatisasi berlangsung sekitar
3-4 minggu. Yustina mengemukakan dengan intensitas cahaya rendah dan
kelembapan nisbi tinggi, kemudian secara berangsur-angsur kelembapannya
diturunkan dan intensitas cahayanya dinaikkan.
Media tanam tahap aklimatisasi berupa pasir dan eceng gondok yang telah
dikomposkan dengan perbandingan 2:4. Kompos eceng gondok yang dipergunakan
laboratorium kultur jaringan ini dibeli siap. Penggunaan media ini dikarenakan
ringan, memiliki aerasi yang baik, mengandung hara atau larutan garam,
mempunyai kapasitas menyerap air, serta harganya murah. Selain itu juga
digunakan air dan zpt perangsang akar atau auksin yaitu root on F. Penggunaan zpt
dikarenakan planlet yang diaklimatisasi belum memiliki akar dan mudah dalam
pertumbuhannya. Selain itu, dalam proses in vitro, tidak menggunakan zpt auksin.
Sebelum memindahkan planlet tin, hal pertama dilakukan ialah dengan
menggemburkan media dengan sekop kecil di dalam bak, kemdian diratakan.
Setelah itu, disiram dengan air dan diberi jarak tanam. Jarak tanam yang digunakan
ialah 10 baris dengan setiap baris terdiri dari 13 tanaman. Planlet tin diambil dari
botol dan dibersihkan dari media agar yang menempel dengan air yang mengalir.
25
Selanjutnya pada pangkal batang di beri zpt dengan cara di oles (dalam bentuk
pasta) dan di tanam pada media pasir dan eceng gondok. Setelah planlet ditanam,
disiram kembali dan ditutup dengan plastik bening untuk mengurangi penguapan.
Bak yang telah siap diletakan di dalam sungkup dibawah paranet dengan
intensitas cahaya rendah dan kelembapan nisbi tinggi. Penampakan bak yang
memilki kelembaban ialah dengan melihat plastik penutup dipenuhi uap air atau
berkabut. Apabila tanaman tampak jelas dari luar maka perlu dinaikkan
kelembabannya dengan cara menyemprotkan air kedalam bak dan ditutup kembali.
26
Gambar 19. Tanaman tin dalam sungkup
Media yang telah dipakai berupa campuran pasir dan eceng gondok dapat
dipakai untuk tahap aklimatisasi berikutnya. Untuk bisa dipakai terus menerus,
harus dilakukan sterilisasi media yaitu dengan fasterisasi selama ± 6 jam di dalam
tong yang panaskan.
5. Penanaman ke Polibag
Setelah aklimatisasi dan penumbuhan akar selama 1 bulan, tanaman tin siap
dipindahkan kedalam polibag. Polibag yang digunakan ialah berukuran 10x15.
Media yang digunakan ialah campuran arang sekam dan tanah top soil dengan
perbandingan 4:1. Penggunaan arang sekam bertujuan sebagai penopang tanah agar
tidak padat ketika disiram dan juga untuk memberi ruang agar akar dapat
menembus tanah.
27
menghalangi hewan/serangga pengganggu tanaman. Kemudian dipindahkan keluar
sungkup selama 2 minggu namun masih dalam naungan paranet untuk melatih
tanaman beradaptasi. Untuk pemeliharaan, tanaman disiram setiap hari di waktu
sore.
6. Green House
Green house digunakan untuk pembesaran bibit tanaman dan mengurangi
rusaknya tanaman akibat faktor lingkungan seperti batang yang patah akibat angin.
Selain itu, peletakan bibit tin di green house juga bertujuan untuk menunggu
tanaman siap dipasarkan. Media yang digunakan yaitu tanah topsoil. Perawatan
bibit tin yaitu dengan penyiraman setiap hari pada waktu sore. Perlu diperhatikan,
saat penyiramana, agar kekuatan air tidak terlalu kuat, agar tanaman tidak patah dan
mati sebelum dipindahkan ke lapangan.
28
7. Lahan Terbuka
Pemindahan bibit tin dari green house ke lahan terbuka menandakan
tanaman tin sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan luar dan juga sudah siap
untuk dipasarkan. Selain itu, pemindahan ke lahan terbuka juga bertujuan agar
green house dapat di fungsikan sebagai penyiapan bibit tin yang baru.
Tanaman tin yang akan dipasarkan dari hasil perbanyakan kultur jaringan
ini memilki sifat yang sama dengan induknya, serta perbanyakannya tidak
tergangtung oleh perubahan iklim.
29
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang didapatkan pada praktek lapangan atau
magang di Laboratorium kultur jaringan SEAMEO BIOTROP kota Bogor, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Sterilisasi eksplan tin dilakukan secara dua tahap yaitu sterilisasi luar dengan
perendaman bakterisida dan fungisisda selama 1 jam dan sterilisasi dalam yaitu
dengan tiga kali perendaman ekslpan kedalam bayclin 15% selama 15 menit,
bayclin 10% selama 10 menit dan alkohol 70% selama 1 menit.
2. Media yang tepat untuk kultur jaringan tin adalah media TP (penanaman),
media CA (elongasi), dan media 8 (multiplikasi). Media TP dan Media 8
mengandung zpt sitokinin yaitu BAP 2,5ml
3. Media agar pada perbanyakan tin tidak menggunakan zpt auksin yang dapat
merangsang akar, hanya digunakan pada saat aklimatisasi. Fe EDTA pada
media yang digunakan untuk mengurangi oksidasi fenolase dan konsentrasi
bayclin yang digunakan pada saat sterilisasi lebih kecil untuk meminimalkan
terjadinya browning eksplan.
6.2 Saran
Dalam kegiatan magang di laboratorium kultur jaringan SEAMEO
BIOTROP diharapkan lebih banyak melakukan sharing dan bimbingan teknisi
mengenai kegiatan yang dilakukan. Evalusi juga harus lebih sering dilakukan
selesai melakukan kegiatan. Sebelum melakukan kegiatan juga disarankan
menanyakan terlebih dahulu kegiatan yang bisa dilakukan sehingga bisa
disesuaikan dengan kerangka rencana acuan magang yang nantinya akan dibuat.
30
DAFTAR PUSTAKA
Bonga, JM. Durjan, D.J. 1982. Tissue Culture in Forestry. Martines Nyhoff
Publishers. Boston.
Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur in vitro dalam Hortikultura. PT. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Haris, M. 2010. Buah Surga. Balai Besar Penelitian Pertanian (BBPP) Ketindan
Malang. Jawa Timur
Hartmann, H.T. Kester, D.E., Davies, F.T. and Geneve, R.L., 1997. Plant
Propagation And Principles Practices (No. Ed. 6). Prentice-Hall Inc. New
Jersey
Rahman. 2013. Induksi Tunas Tin (Ficus carica L) Secara In Vitro pada Medium
MS dengan Penambahan BAP dan NAA. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
31
Sandra, E and Karyaningsih, I. 2000. Panduan Teknis Pelatihan Kultur Jaringan.
Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Santoso, U and Nursandi, F. 2002. Kultur Jaringan Tanaman. UMM Press. Malang
Windujati, A. 2011. Kajian Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh Bap Dan Tdz Dalam
Kultur Jaringan Daun Tanaman Penghasil Gaharu (Aquilaria Malaccensis
Lamk). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Yani, S.A. 2015. Produksi Bibit Tanaman Dengan Menggunakan Teknik Kultur
Jaringan. Seameo Biotrop. Bogor
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1. Alamat Perusahaan
Website : http://www.biotrop.org
Email : services.lab@biotrop.org.
34
Lampiran 2. Logbook dan Rangkuman Kegiatan
35