Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penyusunan laporan Praktek Lapangan (PL) ini dapat terselesaikan dengan baik, serta
shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang membawa
kita pada zaman yang terang benderang.
Penulis laporan Praktek Lapangan (PL) yang berjudul "Teknik Pengendalian Gulma
di Gawangan dengan Cara Chemis Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
di Afdeling V Kebun Baru PT. Perkebunan Nusantara I" dibuat untuk menyelesaikan mata
kuliah dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana yang akan diperoleh
Pada Jurusan Agroteknologi di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam kelancaran pelaksanaan Praktek
Lapangan (PL) ini, diantaranya:
1. Ayahanda dan Ibunda yang telah mendukung dan memberikan motivasi.
2. Bapak Dr. Ir. Syamsuddin M. Si. selaku Koordinator Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian .
3. Bapak Dr. Ir. Bakhtiar S. P, M. Si. selaku Dosen Pembimbing
4. Bapak Edi Irianto selaku Manager PT. Perkebunan Nusantara I Kebun Baru
5. Seluruh rekan-rekan mahasiswa program studi Agroteknologi, khususnya angkatan
2020, yang telah memberikan saran dan masukkan demi kesempurnaan tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pihak yang berkepentingan umumnya.
ii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I. PENDAHULUAN
1
2
yang tumbuh pada waktu, tempat dan kondisi yang tidak diinginkan oleh manusia.
Tumbuhan ruderal merupakan tumbuhan yang tidak dibudidayakan dan tumbuh di habitat
alami yang terganggu (ruderal) tetapi digunakan untuk tujuan produksi. Tumbuhan liar
biasanya berupa tumbuhan yang tumbuh di habitat alami (Lubis dan Widanarko, 2011).
Pahan (2008) menyatakan bahwa kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit
dapat menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan air, hara, sinar matahari,
dan ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh
bagian gulma, mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu
tata guna air, dan meningkatkan biaya pemeliharaan. Selanjutnya Hakim (2007)
menambahkan, kelapa sawit mempunyai masalah gulma yang tinggi sebab salah satu
faktornya adalah jarak tanam tanaman ini lebih lebar, sehingga penutupan tanah oleh
kanopi lambat membuat cahaya matahari leluasa mencapai permukaan tanah yang kaya
dengan potensi gulma.
Terdapat tiga jenis gulma yang harus dikendalikan, yaitu ilalang di piringan dan
gawangan, rumput di piringan, dan anak kayu di gawangan. Ilalang di gawangan dan
piringan efektif dikendalikan secara kimia dengan teknik sesuai dengan populasi ilalang
yang ada. Gulma rumput di piringan dapat dikendalikan baik secara manual maupun kimia.
Gulma berkayu dapat dikendalikan dengan metode dongkel anak kayu (Pahan, 2008).
1.2 Tujuan Praktek Lapangan
1. Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan dalam bentuk
praktek kerja di lapangan.
2. Membandingkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan dengan
yang diterapkan di lapangan dan menelaahnya apabila terjadi perbedaan-perbedaan
atau penyesuaian.
3. Melatih mahasiswa untuk bekerja mandiri dilapangan dan sekaligus berlatih
menyesuaikan diri dengan kondisi lapangan pekerjaan yang nantinya akan ditekuni
oleh para lulusan.
4. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperoleh pengalaman kerja
dengan mengenali, memahami lingkungan kerja sebenarnya serta menambah
wawasan mahasiswa.
1.3 Manfaat Praktek Lapangan
Adapun manfaat dilakukannya Praktek Lapangan bagi mahasiswa adalah sebagai
berikut:
3
4
5
yang subur, daun cepat membuka sehingga semakin efektif melakukan fungsinya sebagai
tempat berlangsungnya fotositensis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses
fotosintesis berlangsung maka semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga
produksi akan meningkat. Jumlah pelepah, panjang pelepah dan jumlah anak daun
tergantung pada umur tanaman. Tanaman yang berumur tua jumlah pelepah dan anak daun
lebih banyak. Begitu pula pelepahnya akan lebih panjang dibandingkan dengan tanaman
yang masih muda (Fauzi et al., 2008).
2.2.2 Bagian Generatif
a. Bunga (Flos)
Tanaman kelapa sawit akan berbunga pada umur 14-18 bulan. Pada mulanya keluar
bunga jantan kemudian secara bertahap akan muncul bunga betina. Terkadang ditemui
bunga banci yaitu bunga jantan dan bunga betina ada pada satu rangkaian. Tandan bunga
betina dibungkus oleh seludang yang akan pecah 15-30 hari sebelum anthesis. Satu tandan
bunga betina memiliki 100-200 spikelet dan setiap spikelet memiliki 15-20 bunga betina
dan yang akan diserbuki setiap hari. Pada tandan tanaman dewasa dapat diperoleh 600-
2.000 buah tergantung pada besarnya tandan dan setiap pohon dapat menghasilkan 15-25
tandan/pohon/tahun (Tim Pengembangan Materi LPP, 2004).
Pada tanaman dewasa, satu tandan mempunyai 200 cabang bunga. Setiap cabang
bunga mengandung 700-1.200 bunga jantan. Bunga jantan terdiri dari 6 helai benang sari
dan 6 perhiasan bunga. Hari pertama kelopak terbuka dan mengeluarkan tepung sari dari
ujung tandan bunga, pada hari kedua pada bagian tengah dan hari ketiga di bagian bawah
tandan yang akan keluar serbuk sari. Serbuk sari berwarna kuning pucat dan berbau
spesifik. Satu tandan bunga jantan dapat menghasilkan 25-50 gram tepung sari. Setiap
bunga akan dibuahi dengan serbuk sari yang menghasilkan buah tersusun pada tandan
(Sastrosayono, 2003).
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon
(monoeciousdiclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang
terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara
bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman kelapa sawit dengan tipe cangkang
pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam
produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan (Pahan, 2010).
7
b. Buah (Fructus)
Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan
bergerombolan pada tandan buah. Jumlah pertandan dapat mencapai 1.600 buah, berbentuk
lonjong sampai membulat. Panjang buah 2-5 cm, beratnya 15-30 gram. Bagian-bagian
buah terdiri atas kulit buah (exocarp) dan sabut dan biji (mesocarp). Exocarp dan mesocarp
disebut pericarp. Biji terdiri atas cangkang (endocarp) dan inti (kernel), sedangkan untuk
inti terdiri atas endosperm atau putih lembaga dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal
daun (plumula), bakal akar (radikula) dan haustorium (Mangoensoekarjo dan Semangun,
2005).
Tanaman kelapa sawit berdasarkan karakter ketebalan cangkang buahnya terbagi
atas tiga, yaitu Dura (D), Psifera (P) dan Tenera (D x P). Kelapa sawit Dura memiliki
cangkang yang tebalnya 2-5 mm, Pisifera memiliki ketebalan cangkang 1-2.5 mm. Tenera
adalah hibrida dari persilangan dura dan pisifera sehingga memiliki cangkang intermediate
(0.5 – 4 mm) dan merupakan tipe umum tanaman kelapa sawit yang digunakan di
perkebunan. Ketebalan cangkang sangat berkaitan erat dengan persentase mesocarp buah
(berasosiasi dengan kandungan minyak) dan persentase inti/buah (PPKS, 2003).
Buah merupakan bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi dibandingkan
dengan bagian yang lain. Tanaman kelapa sawit mulai menghasilkan buah pada umur 30
bulan setelah tanam. Buah pertama yang keluar (buah pasir) belum dapat diolah di Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) karena kandungan minyaknya yang rendah. Buah kelapa sawit normal
berukuran 12-18 g/butir. Butir-butir tersebut menyusun tandan buah yang kisaran bobotnya
20-39 kg/tandan. Setiap TBS berisi sekitar 2000 buah sawit, TBS inilah yang dipanen dan
diolah di PKS (PPKS, 2003).
2.2.3 Varietas Tanaman Kelapa Sawit
Menurut Sastrosayono (2003), varietas tanaman kelapa sawit dapat dibedakan
berdasarkan tebal cangkang/tempurung dan daging buah varietas kelapa sawit. Karena
ketebalan cangkang ataupun daging buah kelapa sawit dapat menentukan hasil produksi
yang diperolah saat pengolahan CPO. Sehingga varietas tanaman kelapa sawit dapat
dibedakan sebagai berikut :
a. Dura
Varietas ini memiliki tempurung yang cukup tebal yaitu 2-8 mm dan tidak terdapat
lingkaran sabut pada bagian luar cangkang. Daging buah relatif tipis yaitu 35-55%
terhadap buah, kernel (daging biji) lebih besar dengan kandungan minyak sedikit.
8
b. Psifera
Ketebalan cangkang sangat tipis, bahkan hampir tidak ada tetapi daging buahnya
tebal, lebih tebal daripada varietas dura. Daging biji sangat tipis, tidak dapat diperbanyak
tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan.
c. Tenera
Berdasarkan tebal tipisnya cangkang sebagai faktor homozigot tunggal yaitu Dura
bercangkang tebal jika dikawinkan dengan Psifera bercangkang tipis maka akan
menghasilkan varietas baru yaitu Tenera.
2.2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
a. Iklim
Faktor-faktor iklim yang penting adalah curah hujan, suhu (temperatur), intensitas
penyinaran, dan angin. Faktor-faktor ini tampak berbeda jelas satu sama lain, tetapi pada
kenyataannya berkaitan erat dan saling mempengaruhi (Mangoensoekarjo dan Semangun,
2005).
b. Curah Hujan
Kelapa sawit dapat tumbuh pada curah hujan yang baik adalah 2.000-3.500
mm/tahun, tidak memiliki defisit air dan hujan relatif merata sepanjang tahun. Kebutuhan
air tanaman kelapa sawit yang efektif adalah 1.300-1.500 mm/tahun (Adi, 2011). Daerah
penanaman yang ideal untuk budidaya kelapa sawit adalah dataran rendah yakni antara 200
– 400 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian tempat lebih 500 meter di atas
permukaan laut, pertumbuhan kelapa sawit ini akan terhambat karena suhu yang rendah
dan produksinya pun akan rendah
c. Temperatur
Suhu optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29-30oC, yang terendah
18oC dan tertinggi 32oC. Kelembaban optimum yang ideal berada sekitar 80-90%.
Intensitas penyinaran cahaya matahari kurang dari 5 jam/hari dapat menyebabkan
berkurangnya asimilasi, gangguan penyakit dan rusaknya jalan karena lambat kering
(Sastrosayono, 2003).
d. Intensitas Penyinaran
Sinar matahari sangat penting dalam kehidupan tumbuhan, karena merupakan salah
satu syarat mutlak bagi proses fotosintesis. Untuk pertumbuhan kelapa saiwt yang optimal
diperlukan sekurang-kurangnya 5 jam penyinaran matahari per hari sepanjang tahun.
9
b. Penunasan/ Pemangkasan
Risza (2010) menyatakan bahwa penunasan kelapa sawit merupakan pemangkasan
daun sesuai umur tanaman serta pemotongan pelepah yang tidak produktif (pelepah
sengkleh, pelepah kering, dan pelepah terserang hama dan penyakit) untuk menjaga luasan
permukaan daun (leaf area) yang optimum agar mendapat produksi yang maksimum.
Tujuan penunasan yaitu memudahkan pemanenan, melancarkan terjadinya proses
penyerbukan secara alami, memudahkan pengamatan buah yang matang panen,
menghindari brondolan tersangkut di ketiak pelepah dan mengurangi kelembaban yang
dapat menimbulkan serangan hama Tirathaba dan cendawan Marasmius. Pemangkasan
daun juga dapat mengurangi bahaya pohon tumbang karena tiupan angin (Pahan, 2010).
Menurut Pahan (2010), pengelolaan tajuk yang sesuai merupakan kunci
maksimalisasi produksi tandan buah kelapa sawit. Efisiensi tajuk dapat mengubah radiasi
sinar matahari menjadi karbohidrat. Kegiatan pengelolaan tajuk yang tepat dapat dilakukan
melalui penunasan. Penunasan dapat dilakukan bersamaan dengan kegitatan panen
(potong) buah atau pada waktu lain secara periodik. Pemanen melakukan penunasan
terhadap pelepah yang menjepit buah guna memudahkan potong buah, terutama pada
pokok yang buah sudah tinggi (dengan alat panen egrek).
Teknik pemangkasan dilakukan secara teratur sesuai dengan perkembangan atau
umur tanaman yang ada (Setyamidjaja, 2006). Terdapat tiga jenis pemangkasan daun, yaitu
Pemangkasan pasir dengan membuat daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu
tanaman berumur 16-20 bulan. Pemangkasan produksi dengan memotong daun-daun yang
tumbuhnya saling menumpuk (songgo dua) sebagai persiapan panen pada waktu tanaman
berumur 20-28 tahun. Pemangkasan pemeliharaan dengan membuang daun-daun songgo
dua secara rutin sehingga pokok tanaman hanya terdapat sejumlah 28-54 daun. Sistem
yang umum digunakan adalah sistem ”songgo dua”, dimana jumlah pelepah daun yang
disisakan hanya dua pelepah dari tandan buah yang paling bawah. Rotasi penunasan pada
TM adalah sembilan bulan sekali. Faktor lain yang mempengaruhi potensi produksi kelapa
sawit adalah adanya gangguan hama dan penyakit. Semakin tinggi tingkat gangguan,
semakin rendah pencapaian potensi produksinya (Sunarko, 2009).
2.2.6 Pengendalian Gulma
Gulma merupakan tumbuhan yang keberadaannya tidak diharapkan pada lahan
tanaman budidaya dan keberadaannya dapat merugikan manusia secara langsung maupun
tidak langsung (Widaryanto and Zaini, 2021). Jenis gulma meliputi gulma rumput
11
(grasses), gulma golongan tekian (seedges) dan gulma golongan berdaun lebar (broad
leaves). Gulma merupakan salah satu faktor yang menghambat pertum- buhan tanaman
selain faktor alam, genetik dan budidaya tanaman (Kilkoda et. al., 2015).
Menurut Pahan (2010) kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat
menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan air, hara, sinar matahari dan
ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh
bagian gulma, mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu
tata guna air dan meningkatkan biaya pemeliharaan. Hakim (2007) menambahkan, kelapa
sawit mempunyai masalah gulma yang tinggi sebab salah satu faktornya adalah jarak
tanam tanaman ini lebih lebar, sehingga penutupan tanah oleh kanopi lambat membuat
cahaya matahari leluasa mencapai permukaan tanah yang kaya dengan potensi gulma.
Pengendalian gulma merupakan aspek yang penting dalam pemeliharaan TM
kelapa sawit. Pengendalian gulma bertujuan mengurangi terjadinya kompetensi terhadap
tanaman pokok, memudahkan pelaksanaan pemeliharaan dan mencegah berkembangnya
hama penyakit tertentu. Menurut Setyamidjaja (2006) jenis-jenis gulma yang tumbuh pada
perkebunan kelapa sawit banyak macamnya. Secara garis besar jenis gulma yang dijumpai
di perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua yaitu gulma berbahaya dan
gulma lunak. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti manual,
kimia dan kultur teknis. Menurut Djoehana (2006) Pengendalian gulma pada perkebunan
kelapa sawit yang dilaksanakan secara terpadu, yaitu mengkobinasikan cara manual atau
mekanis, kimia dan hayati (mengefektifkan peran tanaman kacang penutup tanah atau
LCC) membawa hasil yang baik.
Pahan (2010) menyatakan terdapat tiga jenis gulma yang harus dikendalikan, yaitu
ilalang di piringan dan gawangan, rumput di piringan dan anak kayu di gawangan. Ilalang
di gawangan dan piringan efektif dikendalikan secara kimia dengan teknik sesuai populasi
ilalang yang ada.
2.2.7 Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit yang paling sering menyerang kelapa sawit adalah Ganoderma lucidum.
Ganoderma lucidum dikenal sebagai parasit fakultatif, parasit lemah atau parasit luka.
Hingga sekarang, belum ditemukan cara pemberantasan yang efektif, sehingga hanya dapat
dilakuakan pembatasan penyebaran penyakit. Carannya, menebang tanaman kelapa sawit
yang terserang penyakit ini, pangkal batang dan sisa-sisa akar dibakar di tempat tersebut.
Tanaman yang terserang penyakit ini akan menunjukan tanda-tanda daun menguning, daun
12
bagian bawah mengering, diikuti tumbuhnya jamur berwarna cokelat di pangkal batang
(sporofor) (Sastrosayono, 2003).
Hama yang menyerang TBM dan TM tidak selalu sama (Risza, 1994). Hama yang
menyerang setiap stadia tanaman tidak selaiu sama diakibatkan kepentingan hama akan
nutrisi yang dibutuhkan berbeda-beda. Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS)
mempakan hama utama yang bersifat permanen pada tanaman kelapa sawit. Menurut Lubis
(1992) hama utama yang bersifat permanen seperti ulat api Setora nitem, Setothosea asigna
dan Dama trima harus terus dimonitor karena suatu waktu dapat menimbulkan ledakan
populasi yang mengakibatkan kerugian secara ekonomis. Tetapi ada juga hama yang
bersifat sementara seperti gajah, babi hutan, landak, dan hama lain yang sering
mengganggu tanaman kelapa sawit.
2.2.8 Pemupukan
Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara untuk
mendorong pertumbuhan vegetatif dan generatif yang normal, sehingga dapat memberikan
produksi tandan buah segar (TBS) yang optimal serta menghasilkan minyak sawit mentah
(CPO) yang tinggi baik kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Sutarta et al. (2003),
pemupukan yang baik mampu meningkatkan produksi hingga mencapai produktivitas yang
standar sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya. Kebutuhan hara antara TBM dan (TM)
tentunya berbeda. Pemupukan pada TBM bertujuan untuk pertumbuhan vegetatif,
sedangkan pada TM bertujuan untuk memproduksi TBS yang optimal.
Pemupukan merupakan salah satu usaha pemeliharaan (kultur teknis) tanaman
untuk mengembalikan hara yang terangkut oleh tanaman guna mendapatkan tanaman yang
sehat agar produksi tanaman yang optimal dapat dicapai. Tanaman kelapa sawit
memerlukan unsur hara untuk dapat tumbuh dan berproduksi normal baik unsur hara
makro antara lain N, P, K, Mg, Ca, S maupun unsur hara mikro B, Cu, Zn, Mo, Fe, Mn dan
Cl. Seluruh unsur hara diperoleh tanaman dari dalam tanah, kecuali hara C dan O yang
diperoleh tanaman langsung dari udara melalui proses fotosintesa (Hardjowigeno, 2007).
Pemupukan pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan dan yang sudah menghasilkan
secara konvensional umumnya dilakukan dengan pupuk tunggal yaitu dengan pupuk-
pupuk standar seperti Urea/ZA/AC, SP-36/RP, MOP dan kieserit atau dolomit. Setiap
perkebunan sawit memiliki cara atau teknik memupuk yang berbeda-beda. Hal ini
dikarenkan perbedaan lahan dan kebijakan perkebunan yang berbeda sehingga teknik-
teknik yang diterapkan tidak sama.
13
Kebutuhan tanaman atas unsur hara dapat tercukupi dengan tepat jika sebelum
diadakan pemupukan terlebih dahulu perlu analisis kebutuhan unsur hara tanaman tersebut
melalui analisis daun (Pahan, 2010). Analisis kadar hara daun dilakukan setiap tahun dan
rekomendasi pemupukan tiap tahun didasarkan hasil analisis kadar hara daun tahun
sebelumnya. Berdasarkan analisi kadar hara daun dapat diketahui gejala defisiensi kadar
hara daun.
BAB III. METODOLOGI PELAKSANAAN
3.1 Tempat dan Waktu
Praktek Lapangan ini dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara I, Kebun Baru.
Dengan waktu pelaksanaan dimulai pada tanggal 18 Juli – 15 November 2022.
3.2 Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan Praktek Lapangan adalah metode deskriftif yaitu melakukan
survei dan melakukan pegamatan dilapangan meliputi seluruh kegiatan yang menyangkut
aspek teknis dilapangan dan aspek managerial. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan
dengan menyesuaikan keadaan yang terdapat dilapangan.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam kegiatan Praktek Lapang ini dilakukan pengumpulan beberapa data dikantor
dan dilapangan yang diperleh dari karyawan PT. Perkebunan Nusantara I, Kebun Baru.
Adapun cara pengumpulan data yang dilakukan yaitu;
3.3.1 Data Primer
Cara ini dilakukan dengan menggunakan observasi langsung, dokumetasi,
sampling, dan melakukan wawancara kepada narasumber baik secara umum maupun
secara khusus (mendalam).
a. Metode Observasi yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengadakan peninjauan secara langsung, seperti pegamatan lokasi, pegenalan personalia,
serta pengenalan gambaran umum lokasi atau perusahaan.
b. Metode Wawancara yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan melalui
proses tanya jawab (wawancara) dengan pihak pihak atau karyawan yang bekerja di PT.
SUPRA MATRA ABADI, ASIAN AGRI GROUP mengenai teknik pembibitan kelapa
sawit dan lainnya.
c. Metode Dokumentasi yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
pegambilan foto atau gambar yang berkaitan langsung dengan keperluan data laporan.
3.3.2 Data Sekunder
Data ini diperoleh dari informasi media elektronik,buku-buku, pustaka dan ilmu
disaat kuliah yang berkaitan dengan topik atau judul yang bersangkutan. Hal ini dilakukan
sebagai referensi yang mendukung sekaligus pembanding informasi dari data primer yang
didapat dari lokasi pelaksanaan Praktek Lapang ini. Metode studi pustaka ini yaitu cara
pengumpulan data yang didapat dari media elektrik dan buku-buku yang berkaitan untuk
mendukung laporan Praktek Lapang yang telah terselesaikan nanti.
14
BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI
4.1 Sejarah Perusahaan
PT. Perkebunan Nusantara I adalah suatu perkebunan yang dimiliki oleh Negara
yang berorientasi dibidang pekebunan dan pengolahan. Perkebunan kelapa sawit di PT.
Perkebunan Nusantara I ini mulai berkembang pada tahun 1975. PT Perkebunan Nusantara
I atau biasa disingkat menjadi PTPN I, adalah anak usaha PTPN III yang bergerak di
bidang perkebunan. Pada tahun 2014, Pemerintah Indonesia resmi menyerahkan mayoritas
saham perusahaan ini ke PTPN III, sebagai bagian dari upaya untuk membentuk holding
BUMN di bidang perkebunan.
PTPN I menerima sekaligus membekali ilmu perkebunan kepada mahasiswa
bukan yang pertama kali tetapi sudah secara rutin disetiap tahunnya dari berbagai Sekolah
Menengah Kejuruan dan Universitas. Mahasiswa/i dan siswa/i yang praktek di PTPN I
harus mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku di perusahaan dan nantinya setelah
selasai praktek harus menyerahkan satu set laporan tertulis. Disamping praktek lapangan
mereka juga dibekali tentang administrasi perkebunan oleh tenaga kerja yang ada di kantor
manajer, sedangkan praktek lapangan langsung diterjunkan ke Afdeling-afdeling yang di
bekali ilmu oleh Asisten Tanaman.
PTPN I merupakan salah satu subsidiary Holding BUMN Perkebunan yang
mengelola komoditas kelapa sawit dan karet, dengan wilayah usaha tersebar di Provinsi
Aceh. Produk akhir yang dihasilkan berupa CPO dan Lump. Sejarah PT Perkebunan
Nusantara I berdiri dari pengambilalihan kebun swasta Jepang dan Belanda menjadi PPN
Kesatuan Aceh melalui PP Nomor 142 tahun 1961, dan dirubah kembali menjadi PNP-I
sesuai dengan PP Nomor 14 tahun 1968, dengan memperhatikan tingkat kesehatannya
maka PNP-I dirubah menjadi PT Perkebunan-I (Persero) berdasarkan Akte Notaris Nomor
1 tanggal 02 Mei 1981.
Pada tanggal 14 Februari 1996, menjadi PT Perkebunan Nusantara I (Persero)
dibentuk dari hasil konsolidasi BUMN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
1996, yang dikukuhkan dengan Akta Pendirian Nomor 34 tanggal 11 Maret 1996 oleh
Notaris Harun Kamil, SH. Konsolidasi beberapa BUMN perkebunan ini terdiri dari PT
Perkebunan I (Persero) dengan komoditas kelapa sawit dan karet; PT Cot Girek Baru
(Persero) dengan komoditas kelapa sawit; Perkebunan Pengembangan PT Perkebunan V
(Persero) dengan komoditas kelapa sawit; dan PKS Cot Girek PT Perkebunan IX (Persero)
berupa pabrik kelapa sawit.
15
16
Struktur Organisasi dan uraian tugas, penetapan wewenang dan tanggung jawab serta
penetapan personil. Didalam Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara I (Persero)
terdapat tingkat kegiatan yang berbeda-beda, untuk itu telah ditetapkan pembagian tugas
dan tanggung jawab agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaaan.
Adapun tugas dan tanggung jawab dari masing-masing personil dalam Stuktur
Organisasi PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) adalah:
4.3.1 Manager
Salah satu fungsi manager adalah memberikan motifasi kepada bawahannya.
Dengan demikian motivasi yang benar maka bawahannya akan bersemangat dalam
pencapaian prestasi memproleh hasil kerja. Tugas pokok seorang manager adalah
menggerakkan serta mengkordinasi manusia, uang, metode, mesin, dan pasar, yang
meliput perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan bertanggung jawab terhadap kinerja
suatu perusahaan.
4.3.2 Kepala Tata Usaha (KTU)
Merencanakan persiapan kegiatan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga
penerimaan data, laporan dan informasi dari seluruh bagian terkordinasi dengan baik dan
cepat untuk menghasilkan laporan yang tepat waktu dan relevan.
4.3.3 Asisten Kepala
a. Menyusun dan mengevaluasi rencana kerja dan budget operasional kebun.
b. Melakukan dan mengawasi kegiatan opersional kebun
4.3.4 Asisten Afdeling
Asisten Afdeling bertugas membantu manager dalam mengelola Afdelingnya untuk
mengoptimalkan petensi tanaman terutama dalam mencapai produksi sesuai dengan target
perusahaan.
4.4 Letak dan Luas Lahan Hak Guna Usaha
4.4.1 Letak Kantor
Kantor PT. Perkebunan Nusantara 1 Kebun Baru terletak di Gampong Pondok
Kelapa Kecamatan Langsa Baroe Kota Langsa Provinsi Aceh dengan jarak tempuh dari
kota Langsa sejauh 6-8 km. Gedung PT. Perkebunan Nusantara 1 Kebun PAT-
PERKEBUNAN NUSANTARA 1.
4.4.2 Luas Lahan HGU
Areal perkebuan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) memiliki luas
lahan HGU 33.522,2 Ha, termasuk areal yang dikelola KSO PTPN III seluas 8.655 Ha.
18
19
20
physiologi tanaman sehingga menyebabkan kematian gulma. Cara kerja herbisida ini
membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya
(gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja
dengan cara mengganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan
tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas
sampai ke perakarannya. Keistimewaannya, dapat mematikan tunas-tunas yang ada dalam
tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Penggunaan herbisida sistemik
ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi.
Pemeliharaan gawangan sangat penting dilakukan pada budidaya kelapa sawit.
Gawangan merupakan tempat atau bagian di antara titik tanam, yang digunakan sebagai
jalan akses untuk pengangkutan buah dan juga perawatan tanaman. Pemeliharaan
gawangan bertujuan untuk mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman dalam
penyerapan unsure hara, air dan sinar matahari serta mempermudah pekerja untuk
mengontrol di lapangan. Selain gulma tanaman kacangan (LCC) juga harus dipotong,
terutama yang sudah menjalar/melilit pada tanaman kelapa sawit.
Adapun herbisida yang digunakan dalam kegiatan chemis gawangan adalah
herbisisda metil metsulfuron dan glyphosat bersifat sistemik dengan menggunakan alat
inter kep (sprayer) yang berukuran 10 liter air. Pencampuran herbisida dilakukan didalam
jeregen, yang berukuran 20 liter air. Dengan herbisida glyphosate 100 ml/kep sedangkan
untuk herbisida metil metsulfuron 15 ml/kep. Hasil akan terlihat 1 atau 2 hari setelah
penyemprotan. Daun yang sudah disemprot akan terlihat layu, dan lama kelamaan akan
mongering.
5.2 Pembahasan
Gulma merupakan tanaman pengganggu yang kehadirannya tidak diinginkan. Kehadiran
gulma ini dinilai merugikan karena secara estetika akan mengganggu keindahan taman dan
secara fungsi akan mengurangi hara, dimanfaatkan oleh tanaman utama. Gulma
menyebabkan gangguan dan kerugian pada pertumbuhandan produksi tanaman kelapa
sawit (Sembodo, 2010).
5.2 Klasifikasi Gulma
Berdasarkan pengaruhnya terhadap tanaman, gulma dibedakan menjadi lima kelas:
A, B, C, D, dan E. Gulma kelas A adalah jenis-jenis gulma yang sangat berbahaya bagi
tanaman perkebunan sehingga harus diberantas secara tuntas, contohnya Imperata
cylindrica, Mikania sp., dan Mimosa sp.. Gulma kelas B adalah jenis-jenis gulma yang
merugikan tanaman perkebunan sehingga perlu dilakukan tindakan pemberantasan atau
pengendalian, contohnya Lantana camara, Melastoma malabathricum, dan Scleria
sumatrensis. Gulma kelas C adalah jenis-jenis gulma atau tumbuhan yang merugikan
tanaman perkebunan dan memerlukan tindakan pengendalian, namun tindakan
pengendalian tersebut tergantung pada keadaan, misalnya ketersediaan biaya, atau
mempertimbangkan segi estetika (kebersihan kebun), contohnya Axonopus compressus,
Cyperus sp., dan Nephrolepis biserrata. Gulma kelas D adalah jenis-jenis gulma yang
kurang merugikan tanaman perkebunan, namun tetap memerlukan tindakan pengendalian,
contohnya Ageratum conyzoides, Cyrtococcum sp., dan Digitaria sp.. Gulma kelas E
adalah jenis-jenis gulma yang pada umumnya bermanfaat bagi tanaman perkebunan karena
dapat berfungsi sebagai pupuk hijau, contohnya Calopogonium sp., Centrosema pubescens,
dan Puerariasp (Syahputra dan Sarbino, 2014)
5.2.1 Karakteristik Gulma
Berdasarkan morfologinya gulma dikelompokan ke dalam :
a. Golongan Rumput (Grasses)
Gulma golongan rumput termasuk dalam familia Gramineae/Poaceae.
Ciri-ciri gulma rumput berbatang bulat atau pipih dan berongga, kesamaaanya dengan teki
karena bentuk daunnya sama-sama sempit tetapi dari sudut pengendaliannya respon
terhadap herbisida berbeda. Contohnya Imperata cylindrica, Echinochloa crusgalli,
Cynodon dactylon, Panicum repens (Sembodo, 2010).
b. Polongan Teki (Sedges)
Jenis gulma ini memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanik
karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulanbulan. Selain
22
itu, gulma ini menjalankan jalur fotosintesis C4 yang menjadikannya sangat efisien dalam
menguasai area pertanian secara cepat. Gulma teki-tekian mirip dengan gulma berdaun
sempit, bedanya gulma teki-tekian memiliki batang berbentuk segitiga. Contoh gulma teki-
tekian, antara lain teki (Cyperus rotundus) dan krisan (Scleria sumantrensis) (Raharja,
2011).
c. Golongan Berdaun Lebar (Broad Leaves)
Gulma ini biasanya tumbuh diakhir masa budidaya kelapa sawit. Kompetisi
terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Pada umumnya gulma ini merupakan
tumbuhan berkeping satu. Gulma berdaun lebar memiliki ciri-ciri, yaitu memiliki daun
melebar dan tumbuh tegak dan menjalar. Contoh gulma berdaun lebar, antara lain mikania
(Mikania micrantha) (Raharja, 2011).
Siklus Hidup Gulma
a. Gulma Semusim
Menurut (Sembodo, 2010) siklus hidup gulma semusim mulai dari berkecambah
sampai memproduksi biji sampai akhirnya mati berlangsung selama satu tahun. Karena
kebanyakan umurnya hanya seumur tanaman semusim, maka gulma tersebut sering disebut
sebagai gulma semusim. Pada umumnya, gulma semusim sebenarnya mudah dikendalikan,
tetapi kenyataannya kita sering mengalami kesulitan, karena gulma tersebut mempunyai
beberapa kelebihan yaitu umurnya pendek, menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak
dan masa dormansi biji yang panjang sehingga dapat lebih bertahan hidupnya. Di
Indonesia banyak dijumpai jenis-jenis gulma setahun, contohnya Ageratum conyzoides,
Digitaria sp, Amaranthus sp, lain sebagainya.
b. Gulma Dua Musim
Gulma dua musim disebut juga dengan gulma biennial, gulma yang menyelesaikan
siklus hidupnya lebih dari satu tahun, tetapi tidak lebih dari dua tahun. Pada tahun pertama
digunakan untuk pertumbuhan vegetatif menghasilkan bentuk roset dan pada tahun kedua
berbunga, menghasilkan biji dan kemudian mati. Pada periode roset gulma tersebut sensitif
terhadap herbisida. Kelompok termasuk gulma dua tahun yaitu Circium vulgare,
Verbascum thapsusdan Artemisia biennis (Tjitrosoedirdjo, 2010).
c. Gulma Tahunan
Siklus hidup gulma ini lebih dari dua tahun dan mungkin tidak terbatas. Gulma ini
berkembang biak dengan biji meskipun ada juga yang berkembang biak secara vegetatif.
Gulma ini juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Misalnya pada musim kering
23
seolah-olah mati, tetapi bila air cukup akan bersemi kembali. Contoh gulma tahunan,
antara lain lalang (Imperata cylindrical) dan teki (Cyperus rotundus) (Raharja, 2011).
Herbisida yang dapat digunakan untuk pengendalian gulma diklasifikasikan
berdasarkan cara kerjanya, yaitu:
5.2.4 Herbisida Kontak (Tidak Ditranslokasikan)
Herbisida kontak adalah herbisida yangcara kerjanya dilakukan dengan cara
mematikan langsung jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida,
karena sifat herbisida ini tidak ditranslokasikan atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma .
Herbisida kontak cocok digunakan untuk gulma yang tergolong gulma lunak, artinya
gulma tersebut relatif lebih muda dikendalikan. Jenis gulma ini ada yang berdaun sempit
ada yang berdaun lebar. Untuk pengendalian gulma diantara atau pada barisan tanaman
baik sekali, karena akar gulma yang disemprot tidak mati. Rumput ini akan hidup kembali
setelah bagian atasnya kering terbakar herbisida. Biji-biji gulma yang terkena semprotan
tidak mati, namun jika biji tersebut telah tumbuh dan daunnya terkena semprotan akan
mati.
5.2.5 Herbisida Sistemik (Ditranslokasikan)
Herbisida sistemik adalah herbisida yang diserap dan di translokasikan ke seluruh
bagian atau jaringan gulma sehingga setelah satu minggu pemakaian gulma akan layu,
kering, dan mati. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat semprot,
termasuk sistem Ultra Low Volume (Micron Herbi), Karena penyebaran bahan aktif
keseluruh gulma memerlukan sedikit pelarut. Contoh-contoh herbisida sistemik antara lain
sebagai berikut: Ally 20 WDG, Rhodiamine, Branvell, Rhoundup, Basmilang, Strane,
DMA 6 dan Polaris. Metode Pengendalian Gulma Terdapat beberapa metode pengendalian
gulma yang dapat dipraktekkan di lapangan antara lain:
a. Pengendalian Secara Preventif
Tindakan paling dini dalam upaya menghindari kerugian akibat invasi gulma
adalah pencegahan (preventif). Pencegahan untuk mencegah pertumbuhan dan penyebaran
gulma agar pengendalian dapat dikurangi atau ditiadakan. Pencegahan sebenarnya
merupakan langkah yang paling tepat kearena kerugian yang sesungguhnya pada tanaman
budidaya belum terjadi. Pencegahan biasanya lebih murah, namun demikian tidak selalu
lebih mudah.Pengetahuan tentang cara-cara penyebaran gulma sangat penting jika hendak
melakukan dengan tepat.
24
26
DAFTAR PUSTAKA
Adi, P., 2011. Kaya dengan Bertani Kelapa Sawit. Pustaka baru press, Yogyakarta.
Andoko, Widodoro., 2013. Berkebun Kelapa Sawit Si Emas Cair. AgroMedia
Pustaka : Jakarta.
Hartanto H., 2011. Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Cetakan I. Citra Media
Publishing : Yogyakarta.
Lubis, R.E., Agus., 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Opi, Nofiandi; Penyunting. Agro
Media Pustaka : Jakarta.
Lubis, R., E, Widanarko., 2012. Buku Pintar Kelapa Sawit. Agromedia : Jakarta.
Pahan I. 2011. Panduan Lengkap Kelapa Sawit -Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga
Hilir. Cetakan 11. Penebar Swadaya, Jakarta.
Putranto. 2010., Kaya dengan Bertani Kelapa Sawit Seri Pertanian Modern. Pustaka Baru
Press, Yogyakarta.
Sembodo, D. R. J., 2010. Gulma dan Pengelolaanya. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sjahril, R., Syam'un, E., 2011. Herbisida dan Aplikasinya : Makasar.
Sunarko, 2007., Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia
Pustaka : Jakarta.
Tjitrosoedirdjo, S., 2010. Konsep Gulma dan Tumbuhan Invansif. Jurnal Gulma dan
Tumbuhan Invansif Tropika. 2(1) : 89 - 100.
Tjitrosemito, S., 2004. The concept of invasive alien species. Regional Training Course on
Integrated Management of Invasive Alien Plant Species. BIOTROP : Bogor.
27
28
LAMPIRAN