Disusun oleh :
Kelompok IVB
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
ii
iii
RINGKASAN
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayahNya sehingga dapat menyelesaikan laporan praktikum Perbanyakan
tanaman. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Karno, M.Appl.Sc.,Ph.D.
selaku Koordinator Praktikum Perbanyakan tanaman, Novi Nuzulul Farikhah
selaku asisten pembimbing praktikum Perbanyakan tanaman, yang telah
membimbing dan membantu selama praktikum berlangsung sampai penyusunan
laporan Praktikum Perbanyakan tanaman ini selesai. Penulis menyadari laporan
Praktikum ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
sifatnya konstruktif sangat diharapkan oleh penulis. Akhir kata, kami berharap
semoga laporan Praktikum Perbanyakan tanaman ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang berkompeten.
Demikian kata pengantar dari penulis, penulis menyampaikan terima kasih atas
perhatian dan koreksi dari berbagai pihak.
Penulis
iv
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
RINGKASAN ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii
ACARA I. PERBANYAKAN GENERATIF
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 1
2.1. Tanaman Jeruk Medan (Citrus sinensis L.) .............................. 2
2.2. Ekstraksi Benih ......................................................................... 3
2.3. Perbanyakan Generatif Biji ..................................................... 3
2.4. Daya Kecambah ........................................................................ 4
BAB III. MATERI DAN METODE........................................................ 5
3.1. Materi........................................................................................ 5
3.2. Metode ...................................................................................... 5
v
vi
vi
vii
vii
viii
viii
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
ix
x
DAFTAR ILUSTRASI
Nomor Halaman
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
xi
1
ACARA I
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jeruk Medan (Citrus sinensis L.) merupakan salah satu varietas yang banyak
digemari masyarakat Indonesia karena kaya akan manfaat dan berasal dari
Sumatera Utara. Jeruk terkenal akan kaya vitamin C dan memiliki cita rasa yang
manis sehingga banyak digemari masyarakat (Fitriana dan Fitri, 2020). Jeruk
medan memiliki cita rasa yang manis dan mengandung banyak air serta bentuk bulir
yang besar. Jeruk medan yang matang memiliki ciri khusus kaya kandungan air,
rasanya manis, bentuk bulir besar, warna kulit hijau kekuningan atau oranye, dan
tekstur kulit tebal (Aisyah dan Winardi, 2023). Klasifikasi tanaman Jeruk Medan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus sinensis L. (Novitasari, 2018)
Syarat tumbuh tanaman jeruk medan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Jeruk memiliki syarat tumbuh dapat tumbuh secara optimal di suhu 25-30OC dan
kelembaban optimum sekitar 70-80% (Sihaloho, 2022). Tanaman jeruk dapat
tumbuh baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Jeruk dapat tumbuh
didataran rendah dan tinggi yaitu dibudidayakan di ketinggian 1 -1200 mdpl tanah
bertekstur remah dan gembur (Mawarni et al., 2022). Jeruk dapat diperbanyak
dengan cara vegetative maupun generative. Jeruk diperbanyak dengan cara
generatif menggunakan biji sedangkan vegetatif dengan melakukan penyambungan
tunas pucuk dan penempelan mata tunas (Rugayah et al., 2020).
4
genetiknya (Daryanto dan Yulianti, 2019). Ekstraksi benih paling efektif yaitu
dengan pengeringan dengan metode alami. Pengeringan dengan mengandalkan
cahaya matahari dapat menunjukkan viabilitas lebih tinggi dibandingkan
menggunakan oven (Kolo dan Tefa, 2016). Ekstraksi benih dibagi menjadi 2 tipe
buah yaitu ekstraksi benih tipe kering dan tipe basah. Ekstraksi benih tipe basah
merupakan mengekstraksi biji pada daging buah yang masih dalam keadaan basah
sedangkan ekstraksi benih kering merupakan ekstraksi yang dilakukan pada daging
buah yang kering (Talaohu dan Parera, 2022)
Daya kecambah merupakan tolak ukur yang biasa digunakan untuk melihat
viabilitas dalam suatu benih tertentu. Daya kecambah dapat digunakan sebagai uji
viabilitas benih untuk melihat proses pertumbuhan benih secara normal dalam suatu
lingkungan (Lesilolo et al., 2018). Benih yang memiliki kualitas baik akan memiliki
persentase daya kecambang yang cukup tinggi. Benih yang bermutu tinggi akan
memberikan persentase lebih dari 80% untuk adanya daya perkecambahan
(Nugrahaeni et al., 2019).
Persentase daya kecambah dapat dilakukan proses perhitungan dengan
menghitung jumlah benih yang berkecambah. Perhitungan daya kecambah yaitu
dengan dilakukan pembagian antara benih yang berkecambah dengan benih yang
ditanam lalu dikalikan 100% (Zawani dan Ujianto, 2017). Daya kecambah dalam
suatu benih dapat dipengaruhi oleh faktor internal seperti ukuran dalam suatu benih
maupun eksternal dari suatu lingkungan. Daya kecambah dari suatu benih dapat
dipengaruhi dengan adanya pengaruh internal seperti ukuran benih, kadar air benih,
dan dormansi benih serta pengaruh lingkungan seperti PH, air, temperatur, oksigen,
dan cahaya (Gea et al., 2022).
Benih yang memiliki proses perkecambahan yang baik akan memberikan
suatu karakteristik tertentu sepertu munculnya radikula primer. Benih yang
memiliki radikula primer, hipokotil, kotiledon, dan plumula merupakan salah satu
ciri yang dapat menggambarkan benih yang memiliki perkecambahan secara
normal (Parwata et al., 2017). Jeruk memiliki tipe perkecambahan secara hipogeal
dengan kotiledon yang tumbuh di dalam tanah. Perkecambahan hipogeal akan
menyebabkan adanya kotiledon yang akan tumbuh di bawah tanah selama proses
perkecambahan (Handayani, 2021).
7
BAB III
3.1. Materi
3.2. Metode
BAB IV
perkecambahan benih juga dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal.
Hal ini didukung oleh pendapat Paramita et al. (2018) yang menyatakan bahwa
faktor internal terdiri dari kadar air, sifat genetik, dan viabilitas, sementara faktor
eksternal yaitu lingkungan, manusia, dan kelembapan tempat.
2,5
1,5
0,5
0
MST 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5
tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Lamro et al. (2020) yang menyatakan
bahwaa secara umum pertumbuhan daun merupakan bukti bahwa tumbuhan
tersebut mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Jumlah daun dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Hal ini didukung oleh
pendapat Ramadhan et al. (2016) yang menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan daun tanaman diantaranya cahaya, suhu, air bahan
organik, dan beberapa faktor internal seperti laju fotosintesis, respirasi, dan
pengaruh gen.
Berdasarkan Ilustrasi 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah daun pada
1 MST - 2 MST menunjukkan fase lag karena pada minggu tersebut tanaman masih
beradaptasi dan akan mengalami perubahan ukuran sel. Hal ini didukung oleh
pendapat Muliyo et al. (2020) yang menyatakan bahwa fase lag adalah fase dimana
tumbuhan menyesuaikan dirinya pada lingkungan tumbuh dan perubahan ukuran
sel serta komposisi kimia pada tumbuhan terjadi pada fase lag. Pertumbuhan jumlah
daun pada 3 MST – 6 MST menunjukkan fase log dimana kurva mengalami
pertumbuhan dan perkembangan dari jumlah daun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Santi et al. (2016) yang menyatakan bahwa pada fase log atau biasa disebut fase
logaritmik merupakan fase dimana sel-sel bakteri atau mikroba membelah dengan
cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik dan kecepatan pertumbuhan sangat
dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrient,
juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara.
13
0
MST 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Astiko, W., A. Taqwim., dan B. B. Santoso. 2018. Pengaruh panjang dan diameter
stek batang terhadap pertumbuhan bibit kelor (Moringa oleifera Lam.). J.
Sains Teknologi dan Lingkungan, 4 (2) : 120 – 131.
Aulia, S., A. Ansar., dan G. M. D. Putra. 2019. Pengaruh intensitas cahaya lampu
dan lama penyinaran terhadap pertumbuhan tanaman kangkung (Ipomea
reptans Poir) pada sistem hidroponik indoor. J. Ilmiah Rekayasa Pertanian
dan Biosistem, 7 (1) : 43 – 51.
Fitriani, S., dan D. Astiani. Perbanyakan tanaman pasak bumi (eurycoma longifolia
jack) secara generatif dan vegetatif di persemaian. J. Hutan Lestari, 5 (1) :
113 – 120.
Handayani, T. 2021. Seedling functional types and cotyledons shape some species
of woody plant. J. Mangifera Edu, 6 (1) : 29 – 43.
Imanda, N., dan K. Suketi. 2018. Pengaruh jenis media tanam terhadap
pertumbuhan bibit pepaya (Carica papaya L.) genotipe IPB 3, IPB 4, dan IPB
9. J. Buletin Agrohorti, 6 (1) : 99 – 111.
Lesilolo, M. K., J. Riry., dan E. A. Matatula. 2018. Pengujian viabilitas dan vigor
benih beberapa jenis tanaman yang beredar di pasaran kota Ambon. J.
Agrologia, 2 (1) : 1 – 9.
Ni’am, A. M., dan S. H. Bintari. 2017. Pengaruh pemberian inokulan legin dan
mulsa terhadap jumlah bakteri bintil akar dan pertumbuhan tanaman kedelai
17
Ollo, L., P. Siahaan, dan B. Kolondam. 2019. Uji penggunaan pgpr (plant growth-
promoting rhizobacteria) terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman cabai
merah (Capsicum annuum L.). J. MIPA, 8 (3) : 150 – 155.
Roslinda, E., F. Diba., dan H. Prayogo. 2022. Pelatihan pembibitan secara generatif
dan vegetatif bagi petani di Kelurahan Setapuk Besar, Kota Singkawang. J.
Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, 8 (2) : 212 – 219.
Sari, K. A., B. Sukamto., dan B. Dwiloka. 2014. Efisiensi penggunaan protein pada
ayam broiler dengan pemberian pakan mengandung tepung daun kayambang
(Salvinia molesta). J. Agripet, 14 (2) : 76 – 83.
Sutapa, G. N., dan I. G. A. Kasmawan. 2016. Efek induksi mutasi radiasi gamma
60 Co pada pertumbuhan fisiologis tanaman tomat (Lycopersicon esculentum
L.). J. Keselamatan Radiasi dan Lingkungan, 1 (2) : 5 – 11.
18
Wahyudhi, A. 2020. Pembentukan poliembrioni pada biji buah jeruk peras (Citrus
sinensis L.). J. of Applied Agricultural Sciences, 2 (1) : 49 – 55.
Zawani, K., dan L. Ujianto. 2017. Kajian genetik pada hibrida hasil persilangan
antar spesies pada genus cucumis. J. Agroteksos, 26 (1) : 1 – 25.
LAMPIRAN
16
= x 100% = 80%
20
1.
Persiapan benih
2.
3.
4.
5.
6.
ACARA II
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman anggur merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada daerah dengan
iklim tropis. Anggur (Vitis vinfera) adalah jenis tanaman tropis yang biasanya
tumbuh pada daerah dataran rendah, terutama daerah yang mempunyai jangka
waktu musim kemarau yang cukup panjang (Huda et al., 2021). Klasifikasi dari
tanaman anggur sebagai berikut
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rhamnales
Famili : Vitaceae
Genus : Vitis
Spesies : Vitis vinfera (Sooai et al., 2023).
Tanaman angur merupakan tanaman perdu merambat dengan panjang
rambatan mencapai hingga 10 meter. Anggur adalah jenis perdu perambat dengan
panjang dari tanamannya bisa mencapai hingga 10 meter dengan bentuk daun bulat
dan berbentuk seperti gerigi pada sampingnya (Simanjuntak et al., 2021). Tanaman
anggur mempunyai morfologi yang cukup sama dengan tumbuhan perdu lainnya.
Morfologi pada tanaman anggur adalah bunga yang tersusun di dalam malai, bentuk
buah yang bulat dan agak lonjong, kulit buah halus, dan daging buah asam dan
manis (Fajarini et al., 2018).
Tanaman anggur dapat tumbuh pada daerah dengan kategori lahan dataran
rendah. Syarat tumbuh dari tanaman anggur sendiri dapat tumbuh pada daerah
dengan ketinggian 0-300 mdpl dengan kategori dataran rendah dengan curah hujan
800 mm/tahun (Prihanta dan Purwanti, 2022). Anggur biasanya tumbuh pada saat
umur 90-100 hari. Pemanenan tanaman anggur pada umumnya dilakukan pada saat
27
anggur berumur 90-100 hari setelah pangkas pada dataran rendah, dan pada dataran
tinggi berumur 105-110 hari (Krisnata et al., 2023).
Tanaman anggur sendiri bagian yang dapat diolah dan dikonsumsi terdapat
pada buahnya. Buah anggur biasanya dapat diolah menjadi jus buah ataupun dapat
dikonsumsi secara langsung buahnya (Zulkifli dan Usman, 2016). Khasiat dari buah
anggur sendiri dapat mengatasi gangguan pembuluh darah dan jantung. Buah
anggur mempunyai berbagai manfaat bagi tubuh, terutama untuk menurunkan
tekanan darah tinggi, mengatasi gangguan pembuluh darah dan jantung, dan
mengurangi gejala yang disebabkan oleh influenza (Putra, 2022).
yaitu dengan merendam bagian bawah batang tanaman. Cara untuk pengaplikasian
auksin pada batang yang akan disetek adalah dengan mencelupkan atau merendam
batang bagian bawah sebelum dilakukan penanaman dengan larutan auksin
(Supriyadi et al., 2020).
Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai ZPT alami yaitu bawang
merah (ekstrak) karena berpengaruh pada pertumbuhan. Ekstrak dari bawang merah
ini mengandung auksin endogen yang dihasilkan dari umbi lapis yang berupa IAA
(Indole Acetid Acid) yang berperran penting dalam pertumbuhan tanaman
(Pamungkas dan Puspitasari 2019). Waktu perendaman konsentrasi ekstrak bawang
merah sebagai ZPT alami yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan akar pada
tanaman. Bawang merah mengandung hormon auksin dan sitokinini, fungsi hormon
sitokinin juga merupakan zpt yang mempengaruhi munculnya tunas yang pada
proses diferensialnya akan menjadi daun (Sofwan et al., 2018). Pemberian dosis
bawang merah ke tanaman akan mempengaruhi hasil kuantitatif pertumbuhan tunas
dan akar. Bawang merah memberi pengaruh nyata terhadap panjang tunas, jumlah
daun, tingkat kehijauan daun dan berat kering tunas pada setek tanaman (Tambunan
et al., 2019).
dalam jaringan setek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
keberhasilan penyetekan, yaitu : media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas
cahaya dan teknik penyetekan (Cokrowati dan Diniarti, 2019). Tanaman anggur
membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup besar dan suhu yang
optimal. Temperatur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan setek anggur mulai dari
23° hingga 31° C dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi. Tanah yang
digunakan media tanam umumnya tanah berlempung dan berpasir dengan
komposisi sesuai agar tanaman anggur tidak mengalami traspirasi berlebih. Tanah
yang digunakan sebagai media tanam harus subur dan gembur dengan derajat
keasaman (pH) yang netral yaitu 7 (Putra, 2022)
Keberhasilan pada setek batang ditandai dengan munculnya tunas dan akar
pada tanaman. Setek anggur yang berhasil ditandai dengan terjadinya regenerasi
akar dan pucuk tanaman sehingga menjadi tanaman baru serta munculnya tunas
pada tanaman (Hayati, 2022). Munculnya tunas-tunas baru pada bahan setek
menunjukan bahwa terjadi keberhasilan pertumbuhan pada tanaman. Waktu
muncul mata tunas yang baik yaitu 7-21 HST (Tetuka et al., 2015). Keberhasilan
setek juga memiliki presentase secara umum. Tingkat keberhasilan setek tanaman
menghasilkan persentase sebesar 80- 100% (Krisnata et al., 2023)
30
BAB III
3.1. Materi
3.2. Metode
BAB IV
Kemunculan tunas dan juga akar pada setek merupakan indikator dari keberhasilan
perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menggunkaan setek. Hal ini
didukung oleh pendapat Masli et al. (2019) yang menyatakan bahwa keberhasilan
perbanyakan tanaman dengan cara setek yaitu jumlah tunas, panjang tunas, jumlah
daun, dan kemunculan akar dari batang setek. Tingkat kegagalan dari batang setek
dapat dipengaruhi kondisi lingkungan dan kemunculan jamur pada batang. Hal ini
didukung oleh pendapat Candra (2017) yang menyatakan bahwa penyebab
kegagalan setek untuk mempertahanakan pertumbuhan batang setek yaitu
munculnya jamur pada batang ataupun media tanaman dan juga lingkungan yang
sesuai dengan kelembaban yang relatif rendah dan kondisi media tanam yang mulai
mengering.
setek bekerja. Hal ini sesuai pendapat Tetuka et al. (2015) yang menyatakan bahwa
waktu muncul mata tunas yang baik yaitu 7-21 HST.
Faktor internalnya karena tanaman setek anggur dalam keadaan sehat dan
optimal untuk tumbuh sehingga pertumbuhan di kedua perlakuan sama. Hal ini
sesuai pendapat Cokrowati dan Diniarti (2019) yang menyatakan bahwa faktor
internal dari setek umumnya sifat genetik untuk bahan setek harus sehat dan
terhindar dari penyakit tanaman, waktu muncul tunas yang terjadi pada perlakuan
kontrol memberikan hasil yang sama dengan adanya perlakuan auksin. Hal ini
didukung oleh pendapat Saepuloh (2014) yang menyatakan bahwa kesamaan waktu
tumbuh tunas dari perlakuan kontrol dan auksin dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan yang optimal seperti suhu, kelembaban dan intensitas cahaya terjaga
serte nutrisi dan pemeliharaan yang tepat.
optimal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Cokrowati dan Diniarti (2019) yang
menyatakan bahwa auksin berfungsi mempengaruhi proses fisiologis seperti
memacu pembesaran sel batang, sel akar, dan memperbanyak jumlah akar dan tunas
tanaman serta permeabilitas membran.
Indikator keberhasilan perbanyakan vegetatif dengan setek dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti jenis tanaman yang digunakan, kandungan hormon auksin
(bawang merah), media semai dan media perakaran. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nugraheni et al. (2018) yang menyatakan bahwa jenis tanaman induk, media semai,
media perakaran dan jumlah hormon auksin yang terdapat dalam suatu tanaman
dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan perbanyakan tanaman. Parameter
pertumbuhan seperti panjang dan diameter batang setek dapat menjadi indikator
dalam keberhasilan perbanyakan secara vegetatif dengan setek Hal ini sesuai
dengan pendapat Astiko et al. (2018) yang menyatakan bahwa seiring pertumbuhan
dan perkembangan tanaman setek jika tanaman tersebut semakin panjang maka
secara tidak langsung jumlah titik tunas atau buku yang dimiliki setek akan semakin
banyak.
Kontrol
2,5
Panjang Tunas (cm)
2 2,1
1,76 1,82
1,5 1,56
1,3
1
0,88
0,5 0,54
0,14
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Umur Tanaman (MST)
Auksin
3,5
3 2,94
Panjang Tunas (cm)
2,5
2,28
2
1,74
1,5 1,58
1,16
1
0,82
0,5 0,5
0 0,04
1 2 3 4 5 6 7 8
Umur Tanaman (MST)
2,5
2,28
2 2,1
1,76
1,74 1,82
1,5 1,58
1,56 Auksin
1,3
1,16 Kontrol
1
0,88
0,82
0,5 0,54
0,5
0 0,14
0,04
1 2 3 4 5 6 7 8
Umur Tanaman (MST)
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Apriliani, A., Z. A. Noli, dan S. Suwirmen. 2015. Pemberian beberapa jenis dan
konsentrasi auksin untuk menginduksi perakaran pada stek pucuk bayur
(Pterospermum javanicum jungh.) dalam upaya perbanyakan tanaman
revegetasi. J. Biologi Unand, 4 (3) : 178 – 183.
Astiko, W., A. Taqwim, dan B. B. Santoso. 2018. Pengaruh panjang dan diameter
stek batang terhadap pertumbuhan bibit kelor (Moringa oleifera Lam.). J.
Sains Teknologi dan Lingkungan, 4 (2) : 120 – 131.
Candra, H. K. 2017. Pengaruh komposisi media tanam dan dosis npk terhadap
pertumbuhan stek kantong semar (Nepenthes ampullaria Jack). J. Piper, 13
(24) : 1 – 10.
Danu, D., K. P. Putri, dan D. J. Sudrajat. 2017. Pengaruh media dan zat pengatur
tumbuh terhadap perbanyakan stek pucuk nyawai (Ficus variegata Blume). J.
Pemuliaan Tanaman Hutan, 11 (1) : 15 – 23.
Hayati, R., B. Fajara, J. Jafrizal, dan R. Harini. 2022. Kajian pertumbuhan stek
tanaman lada (Piper nigrum l) dengan pemberian auksin alami dan kombinasi
media tanam. J. Agribis, 15 (1) : 1864 – 1874.
Istiqomah, N., Mahdiannoor, dan Norasiah. 2017. Efektivitas pemberian ZPT dan
kombinasi media pada perbanyakan tanaman lada secara stek. J. Ziraa’ah. 42
(2) : 128 – 136.
Masli, M., M. P. Biantary, dan H. Emawati. 2019. Pengaruh zat pengatur tumbuh
auksin IAA dan ekstrak bawang merah terhadap perbanyakan stek meranti
sabut (Shorea parvifolia Dyer.). J. Agrifor, 28 (1) : 167 – 178.
Nugraheni, Y. M. M. A., dan K. P. Putri. 2018. Pengaruh hormon pada stek pucuk
Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke dengan metode water rooting. J.
Perbenihan Tanaman Hutan. 6 (2) : 85 – 92.
Oktaviana, S. Q., M. U. Zuhroh, dan A. Hartanti. 2022. Pengaruh jenis varietas dan
macam auksin sintetis terhadap pertumbuhan stek anggur (Vitis vinifera L.).
J. Ilmiah Pertanian, 9 (2) : 1 – 12.
Putra, I. P. A. P. 2022. Pemanfaatan kulit anggur sebagai bahan teh herbal. J. Ilmiah
Pariwisata dan Bisnis, 1 (1) : 128 – 140.
Saepuloh, A. 2014. Effect of cutting material and IBA (Indole butiric Acid)
hormone on growth of red jabon cutting. J. Silvikultur Tropika, 5 (2) : 104 –
112.
41
Supriyadi, T., KD, T. S., E. Suprapti, dan A. Budiyono. 2020. Pengaruh konsentrasi
dan lama perendaman stek lada (Piper nigrum) dalam larutan zat pengatur
tumbuh (auksin). J. Ilmiah Agrineca, 20 (2): 158 – 169.
Tetuka, K. A., S. Parman, dan M. Izzati. 2015. Pengaruh kombinasi hormon tumbuh
giberelin dan auksin terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan tanaman
karet (Hevea brasiliensis Mull. Arg.). J. Akademika Biologi, 4 (1) : 61 - 72.
Yuliana, A. I., dan M. Nasirudin. 2019 Kajian hubungan antara kadar nitrogen
media tanam dan keragaan tanaman bawang daun pada sistem vertikultur. In
Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin. 2 (1) : 313 – 317.
Zulkifli, Z., dan S. Usman. 2016. Pengaruh jus buah anggur hitam (vitas vinifera l.)
terhadap kelarutan kalsium batu ginjal secara in vitro. J. Farmasi Nasional,
13 (2) : 20 - 28.
42
LAMPIRAN
3
= 5 x 100%
= 60%
Jumlah setek hidup
Bawang Merah = Jumlah setek yang ditanam x 100%
4
= 5 x 100%
= 80%
43
Lampiran 11. Dokumentasi Alat dan Bahan Acara Perbanyakan Tanaman Secara
Vegetatif dengan Setek
1.
2. Polybag sebagai
media meletakkan
Polybag
media tanam dan
batang stek untuk
penanaman
3. Media tanam
sebagai media
pertumbuhan
Media tanam tanaman
4.
Sekop sebagai
pengaduk media
Sekop
tanam
46
6.
ACARA III
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dilihat secara morfologi daun, bunga, dan buah yang memiliki bentuk dan ukuran
yang beragam-ragam (Agustin et al., 2017). Tanaman mangga memiliki daun yang
berwarna hijau. Tanaman mangga memiliki daun dengan ciri-ciri bewarna hijau dan
termasuk daun tunggal (Salam et al., 2017). Ciri lain yang terdapat pada tanaman
mangga bagian akar, batang dan bunga. Akar pada tanaman mangga termasuk jenis
akar tunggang yang bercabang, bunga pada tanaman mangga memiliki jumlah 5
kelopak bunga dan termasuk bunga majemuk, batang pohon mangga berbentuk
tegak dan berkambium (Surya et al., 2021).
Tanaman mangga sering diperbanyak melaui cangkok karena merupakan
tanaman dikotil dengan batang yang berkambium. Perbanyakan secara vegetatif
secara cangkok memiliki manfaat untuk memperbanyak tanaman yang
menghasilkan karakter sifat yang sama dan dalam waktu yang singkat dalam cara
ini dapat dilakukan secara cangkok dan sambung batang (Kusumo, 2020). Cangkok
merupakan teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cara
menumbuhkan perakaran di cabang atau ranting pohon sehingga menjadi bibit
tanaman atau tanaman baru. Keberhasilan pencangkokan dapat dilihat dari
terbentuknya akar. pencangkokan yang telah berhasil ditandai dengan ciri yaitu
cangkokan sudah berakar, akarnya memenuhi media sampai 75 % dan kadang
bagian tajuk tanaman sudah mengeluarkan pucuk daun baru (Martha et al., 2018).
Bawang merah merupakan ZPT alami yang memiliki senyawa auksin yang
sangat cocok untuk pertumbuhan akar cangkok. Bawang merah merupakan ZPT
alami yang mengandung hormon auksin untuk merangsang pembentukan dan
pertumbuhan akar (Tambunan et al., 2019). Auksin adalah zat pengatur tumbuh
yang berperan dalam proses pemanjangan sel, merangsang pertumbuhan akar,
menghambat pertumbuhan tunas lateral, dan mencegah absisi daun dan buah.
Auksin berfungsi mempengaruhi sebagai proses fisiologis seperti permeabilitas
membran, mendorong pembesaran sel batang, mempercepat pembesaran sel akar,
dan juga memperbanyak jumlah akar dari tanaman (Mayang et al., 2018). Hormon
auksin yang diberikan pada tanaman juga berperan dalam aktivasi enzim.
Pemberian hormon auksin mampu meningkatkan produksi dari enzim yang
bermanfaat untuk proses sintesis protein dan juga dapat memecah cadangan
makanan (Fatma, 2020).
diantaranya yaitu menghasilkan kualitas tanaman yang sama dengan induknya dan
dapat menghasilkan tanaman baru dalam waktu yang relatif singkat sekitar 14 bulan
(Amnah dan Friska, 2018). Tidak hanya kelebihan, namun teknik cangkok ini juga
memiliki kelemahan yaitu tidak dapat dilakukan secara besar besaran. Teknik
cangkok ini hanya dapat dilakukan di beberapa batang saja dan berpotensi merusak
cabang tanaman induk karena banyaknya cabang pohon induk yang dipotong
(Rediyono, 2020). Indikator keberhasilan dari teknik cangkok ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti ukuran batang tanaman induk, umur tanaman, suhu dan
kelembaban, serta faktor pendukung lainnya seperti media tanam. Keberhasilan dari
perbanyakan dengan menggunakan cangkok ini juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor baik eksternal maupun internal seperti suhu, kelembaban, air, umur dan
ukuran batang tanaman yang dicangkok, serta teknik saat melakukan cangkok itu
sendiri (Prameswari et al., 2014). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan akar
dalam perbanyakan stek yaitu kualitas media tanam. Hal ini didukung oleh
pendapat (Aftafia et al., 2022) yang menyatakan bahwa media tanam yang memiliki
sifat drainase yang baik akan memiliki kemampuan untuk mencegah terjadinya akar
tergenang pada cangkok.
53
BAB III
3.1. Materi
3.2. Metode
BAB IV
merah pada cangkok tidak sesuai, tidak tepat sasaran dan kondisi tidak sehat pada
bawang merah nya (kerusakan fisik atau infeksi penyakit) sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan perakaran.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari perbanyakan cangkok pada
tanaman mangga dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternalnya atau
lingkungan. Hal ini sesuai pendapat Khotimah et al. (2022) yang menyatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi cangkok yaitu faktor internal yaitu hormon yaitu
sebagai penyampai antarsel yang dibutuhkan untuk mengontrol daur hidup
tumbuhan seperti perkecambahan, perakaran dan pertumbuhan sedangkan faktor
eksternalnya seperti kondisi nutrisi tanah, kelembaban kurang tepat, atau
keberadaan hama atau penyakit. Faktor lain dalam proses pencangkokan mangga
kesalahan dalam mengupas kulit bagian tanaman yang tidak bersih. Hal ini sesuai
pendapat Rediyono (2020) yang menyatakan bahwa proses pencangkokan harus
dilakukan sesuai prosedur seperti teknik, ukuran cangkok, steril alat dan saat
melakukan pencangkokan harus menjaga kebersihan agar tidak menimbulkan
bakteri atau virus kedalam batang yang akan dicangkok.
Faktor lain dari kegagalan dari perlakuan kontrol dan pemberian bawang
merah tersebut karena membutuhkan waktu yang lama dan berhubungan dengan
kondisi fisiologis tanaman. Hal ini sesuai pendapat Khotimah et al. (2022) yang
menyatakan bahwa untuk proses terbentuknya kalus pada kambium yang lukan
dapat membutuhkan waktu 3 bulan dan untuk mencapai kondisi perakaran yang
siap sapih diperlukan waktu 5 bulan. Musim penghujan juga salah satu factor yang
mengakibatkan kelembaban yang tinggi sehingga cangkok sulit untuk tumbuh. Hal
ini sesuai pendapat Kinanti (2022) yang menyatakan bahwa cangkok sulit tumbuh
karena kelembaban yang tinggi merupakan salah satu penyebab cangkok sulit
tumbuh sehingga dilakukan menggunakan jenis pembungkus yang mampu menjaga
kelembaban media cangkok.
56
drainase yang baik, kandungan nutrisi yang cukup seperti kalium, fosfor, dan zat
besi sangatlah memiliki pengaruh dalam pertumbuhan akar.
58
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aftafia, R., M. Chatri., dan G. H. Selaras. 2022. Pengaruh media tanam lumut dan
cocopeat terhadap keberhasilan pencangkokan tanaman buah ajaib
(Synsepalum dulcificum). J. Serambi Biologi, 7 (4) : 392 – 396.
Amnah, R., dan M. Friska. 2018. Perbandingan cangkok anakan salak sidimpuan
(Salacca Sumatrana Becc.) dari pangkal pelepah daun dan batang rebah. J.
LPPM UGN, 9(1) : 23 – 26.
Fatma, I. R., F. Khanifah., dan B. Baderi. 2020. Analisis kandungan vitamin c pada
buah sawo (Achras zapota) berdasarkan lama penyimpanan. J. Insa
Cendekia, 7 (2) : 110 – 114.
Kusumo, L., dan Y. Tambing. 2020. Respons pertautan sambung pucuk dan
pertumbuhan bibit mangga terhadap pemupukan nitrogen pada batang bawah.
J. Agrisains, 5 (3) : 141 – 147.
60
Listiyani, M., R. Hendrata., dan Sutardi, 2019. Evaluasi media dan frekuensi
penyiraman terhadap pertumbuhan bibit mangga. J. Agrovigor, 3 (1) : 2 – 4.
Nugrahani, P., dan N. Anggraeni. 2021. Pengaruh pupuk organik pada pertumbuhan
awal cangkok mini tanaman tin (Ficus carica L.). J. Hortikultura Indonesia,
12(3) : 177 –182.
LAMPIRAN
Pisau
2.
Plastik
3.
Rafia
63
No Gambar Fungi
4.
Media Tanam
5.
Bawang Merah
64
ACARA IV
BAB I
PENDAHULUAN
Jambu biji merupakan tumbuhan yang memiliki potensi yang cukup besar di
Indonesia. Hal ini juga harus didukung dengan adanya proses perbanyakan
tanaman. Perbanyakan tanaman merupakan salah satu proses untuk memperbanyak
jumlah tanaman dengan mendapatkan anakan baru. Kegiatan perbanyakan tanaman
dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan tanaman secara
vegetatif akan mendapatkan hasil yang sama dengan induk tanaman. Perbanyakan
tanaman secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan metode sambung
pucuk, stek, kultur jaringan, okulasi, dan sambung sisip.
Sambung pucuk adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara
menyatukan pucuk sebagai calon batang atas dengan batang bawah tanaman dari
biji sehingga terbentuk tanaman baru yang saling menyesuaikan diri secara
kompleks. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari adanya sambung pucuk
yaitu kondisi tanaman yang digunakan, penyungkupan, dan pengaruh lingkungan.
Sambung pucuk memiliki kelebihan yaitu menghasilkan tunas yang lebih seragam
dan menghasilkan individu baru yang memiliki kualitas yang unggul daripada
indukanya. Kelemahan metode sambung pucuk yaitu membutuhkan perawatan
intensif dan juga memerlukan keterampilan khusus untuk melakukan metode
sambung pucuk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman jambu biji merupakan salah satu tanaman yang mampu hidup di
daerah yang beriklim tropis. Tanaman jambu biji berasal dari negara Taiwan dan
terus berkembang di daerah negara tropis termasuk Indonesia (Moelyohadi, 2021).
Klasifikasi tanaman buah jambu biji menurut (Syahid et al., 2018) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Mirtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidsium guajava L .
Tanaman jambu biji memiliki nama yang berbeda-beda di setiap daerahnya.
Tanaman jambu biji tumbuh di berbagai daerah yang ada di Indonesia, yaitu di
Bengkulu (Bengkulu Utara), Jawa Barat (Depok, Majalengka, Bogor, Kuningan,
Subang, Sukabumi, Sumedang), DI. Yogyakarta (Gunung Kidul) (Sialahi, 2016).
Tanaman jambu biji merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik pada lahan yang
subur dan gembur serta banyak mengandung unsur nitrogen dan bahan organik.
Tanaman jambu biji dapat tumbuh baik dan subur pada daerah tropis dengan
ketinggian antara 5 – 1200 mdpl (Maridi, 2018). Tanaman jambu biji biasanya
tumbuh pada daerah yang mempunyai tanah yang mempunyai unsur nitrogen dan
bahan organik yang cukup. syarat tumbuh dari jambu biji adalah mempunyai
struktur tanah yang mengandung nitrogen dan bertekstur liat ataupun sedikit
berpasir (Ariani et al., 2018
Morfologi tanaman jambu biji terdiri dari akar, batang, daun, buah, bunga,
dan juga biji. Tanaman jambu biji memiliki sistem perakaran tunggang dengan
67
warna dari akar putih kekuningan dan juga meruncing yang mengarah ke arah
bawah tanah (Roslinda et al., 2022). Batang tumbuhan jambu biji memiliki
percabangan batang simpodial. Tanaman jambu biji merupakan tanaman yang
memiliki batang berbentuk bulat dengan warna coklat dan memiliki percabangan
batang berbentuk simpodial (Tunjungsari et al., 2016). Bentuk daun jambu biji yang
paling dominan adalah bentuk daun lonjong. Daun tanaman jambu biji memiliki
bentuk lonjong, permukaan halus, dan memiliki warna hijau muda (Zafira et al.,
2022).
Bunga jambu biji tergolong kategori bunga sempurna (hermaprodit). Bunga
jambu kristal termasuk bunga sempurna (flos completes) dengan perhiasan atau
organ bunga yang lengkap (Susanto, 2015). Buah tanaman jambu biji merupakan
buah yang berbentuk bulat agak lonjong dan bergelombang. Tanaman buah jambu
biji memiliki bentuk buah bulat bergelombang dan mempunyai diameter buah
sekitar 10 mm (Arifin dan Rachman, 2020). Biji tanaman jambu biji merupakan
salah satu jenis tanaman berbiji dikotil. Tanaman jambu biji merupakan tanaman
berjenis biji berkeping dua yang termasuk ke dalam tanaman berbiji dikotil dengan
warna putih ke kreman (Lantana, 2020).
metode sambung pucuk yaitu menumbuhkan tunas dan warna entres yang masih
segar (Ahsan et al., 2019). Kegagalan perbanyakan sambung pucuk dilihat dari ciri-
ciri fisiologis entres tanaman menunjukkan rapuh. Kegagalan dapat dilihat dari ciri
fisiologi sambung pucuk batang entres yang menghitam, permukaan yang kering
dan berjamur, serta tekstur batang yang sudah rapuh dan kering menandakan
kegagalan metode sambung pucuk karena ketidakmampuan entres dan batang
bawah dalam membentuk jaringan batang tanaman (Savitri dan Afrah, 2019).
70
BAB III
3.1. Materi
3.2. Metode
BAB IV
keterampilan saat grafting misalnya teknik dan posisi penyambungan yang kurang
tepat sehingga proses penyambungan tanaman tidak terjadi dengan maksimal.
Faktor lain yang mempengaruhi kegagalan sambung pucuk yaitu faktor
lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ardana et al. (2022) yang menyatakan
bahwa faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, cuaca, serta waktu saat
melakukan grafting juga dapat menjadi faktor utama yang menyebabkan teknik
sambung pucuk mengalami kegagalan. Tidak hanya itu, kegagalan dari sambung
pucuk juga dapat dipengaruhi oleh faktor alat yang kurang steril dan tajam serta
kurangnya keterampilan orang yang melakukan grafting. Hal ini sesuai dengan
pendapat Maulana et al. (2020) yang menyatakan bahwa keberhasilan teknik
sambung pucuk juga dipengaruhi dari ketajaman dan kesterilan alat yang
digunakan, dimana apabila alat yang digunakan sudah terkontaminasi oleh bakteri,
maka hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan dari metode sambung pucuk yang
sudah dilakukan.
73
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, A., dan I. N. A. Rachman. 2020. Identifikasi jenis pakan lebah madu hutan
(apisdorsata) di hutan lindung kesatuan pengelolaan hutan lindung (kphl)
ampang Kecamatan Empang Kabupaten Sumbawa Tahun 2020. J. Silva
Samalas, 3 (2) : 76 – 85.
Arlianzy, W. C. A., N. Syam, dan A. Aminah. 2022. Pengaruh konsentrasi iba dan
metode sambung pucuk terhadap keberhasilan pertumbuhan bibit tanaman
kakao (Theobroma cacao L.). J. Ilmu Peranian, 3 (2) : 136 – 144.
Roslinda, E., F. Diba, dan H. Prayogo. 2022. Pelatihan pembibitan secara generatif
dan vegetatif bagi petani di Kelurahan Setapuk Besar, Kota Singkawang.
J. Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, 8 (2) : 212 – 219.
Savitri, S., dan A. Afrah. 2019. Aplikasi teknik sambung pucuk (top grafting) untuk
perbanyakan tanaman durian (Durio zibethinus murr). J. Agriflora, 3 (1) :
40 – 47.
Zafira, I. P., L. Marlina, dan R. Y. Viza. 2022. Identifikasi jenis tanaman penghasil
buah-buahan komsumsi di perkarangan Desa Sungai Kapas Kecamatan
Bangko Kabupaten Merangin. J. Biocolony, 5 (2) : 10 – 19.
76
LAMPIRAN
2.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
ACARA V
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mempunyai bunga dengan jenis bunga sempurna. Bunga pada jambu biji termasuk
ke dalam golongan bunga sempurna yang mempunyai organ reproduksi jantan
berupa benang sari dan organ betina berupa kepala putik (Wirayudhana, 2021).
akan menyebabkan terjadinya kegagalan karena kulit batang atas terlalu tebal
sedangkan kulit batang bawah lebih tipis dan batang yang tidak kokoh atau kuat
(Musthofa et al., 2019).
Teknik perbanyakan vegetatif dengan okulasi memiliki kelebihan dan
kekurangan dalam pelaksanaanya. Kelebihan dari perbanyakan dengan cara okulasi
adalah sifat genetik bibit sama dengan induknya, tajuk dan tubuh tanaman kokoh,
sistem perakaran lebih intensif, serta memiliki akar tunggang sehingga penyerapan
air dan nutrisi oleh akar menjadi optimal dan produktivitas, cabang serta usia hidup
tanaman juga jauh lebih baik dibandingkan dengan tanaman hasil cangkok (Hidayat
et al., 2020). Teknik perbanyakan dengan okulasi memiliki kekurangan yaitu dalam
penyimpanan dan distribusi entres. Kendala yang sering terjadi dalam pelaksanaan
okulasi adalah terjadinya tumbuhnya hasil okulasi pada beberapa tanaman dan
disebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormon, laju pertumbuhan tunas
ditentukan oleh keseimbangan hormonal pada tempat penempelan tunas
(Adinugraha et al., 2018). Kekurangan okulasi adalah metodenya sulit dan
seringkali mengalami reaksi inkompatibilitas alami antara batang atas dan entres.
Keberhasilan dan kegagalan okulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kondisi lingkungan, kondisi tanaman yang digunakan, dan proses pelaksanaan
okulasi. Berhasil atau tidaknya okulasi dipengaruhi oleh inkompatibilitas batang
atas dengan batang bawah, perbedaan jenis dan umur tanaman, tipe okulasi yang
digunakan, kondisi lingkungan seperti suhu, air, dan tingkat kelembaban tanah dan
tanaman, penggunaan zat pengatur tumbuh, dan tingkat keterampilan pelaksana
kegiatan (Manullang et al., 2017). Perbanyakan dari tanaman durian dapat
dilakukan secara vegetatif ataupun secara generatif. Perbanyak durian secara
generatif dapat dilakukan dengan menggunakan biji yang ada di bagian dalam buah
(Prahudaya dan Harjoko, 2017). Perbanyakan tanaman durian dapat dilakukan
secara vegetatif yaitu dilakukan dengan cara stek batang, sambung pucuk, okulasi,
dan cangkok. Selain secara generatif, jambu biji juga dapat diperbanyak secara
vegetatif, yaitu dengan cara stek batang, cangkok, dan okulasi (Prahudaya dan
Harjoko, 2017).
83
BAB III
3.1. Materi
3.2. Metode
BAB IV
yang menyatakan bahwa okulasi dipengaruhi oleh kondisi batang atas dan bawah
serta dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan
intensitas cahaya matahari. Batang bawah memiliki syarat khusus yaitu pemilihan
harus memiliki umur batang yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Hal ini
didukung oleh adanya pendapat Setiyono dan Munir (2017) yang menyatakan
bahwa batang bawah yang terlalu tua akan menghambat pertumbuhan tunas pada
okulasi karena kondisi kambium yang kurang aktif. Kegagalan dari okulasi durian
bisa dipengaruhi oleh media tanam yang tidak memiliki cukup nutrisi untuk
pertumbuhan tunas. Hal ini didukung oleh pendapat Admojo dan Prasetyo (2019)
yang menyatakan bahwa kandungan nutrisi pada media tanam harus memiliki
persentase yang cukup tinggi untuk mendukung pertumbuhan tunas ada okulasi.
Keberhasilan yang memiliki kelembaban yang tinggi dan suhu relatif dingin.
Hal ini didukung oleh pendapat Admojo dan Prasetyo (2019) yang menyatakan
bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan okulasi yaitu tingginya
kelembaban dan suhu lingkungan antara 20- 25 derajat celcius. Kegagalan okulasi
juga dipengaruhi oleh tidak sterilnya alat yang digunakan saat pelaksanaan okulasi.
Hal ini didukung oleh pendapat Rahmadi dan Wicaksono (2020). yang menyatakan
bahwa alat yang steril akan mempengaruhi keberhasilan dari metode okulasi karena
tidak adanya proses kontaminasi dengan mikroorganisme. Ikatan okulasi yang tidak
terlalu kencang juga akan mempengaruhi kegagalan dari okulasi. Hal ini didukung
oleh adanya pendapat Ziraluo (2021) yang menyatakan bahwa ikatan okulasi yang
tidak terlalu kencang akan mengakibatkan air akan masuk pada saat penyiraman
dan sambungan akan menjadi busuk. Irisan batang bawah pada metode okulasi
harus dilakukan secara halus dengan menggunakan pisau yang tajam. Hal ini
didukung oleh adanya pendapat dari Widyawati et al. (2016) yang menyatakan
bahwa keberhasilan okulasi dipengaruhi oleh adanya irisan yang halus pada batang
bawah karena akan mengurangi luka pada batang bawah yang digunakan.
86
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, H. A., dan A. A. Efendi. 2018. Pertumbuhan bibit hasil okulasi pada
beberapa klon Jati dari Gunungkidul dan Wonogiri. J. Pemuliaan Tanaman
Hutan, 12 (1): 13 – 23.
Gusriani, T. Septirosya, dan A. Darmawi. 2019. Pertumbuhan bibit jeruk asal kuok
hasil okulasi pada berbagai tingkat naungan dan umur batang bawah. J. of
Applied Agricultural Sciences, 1 (2) : 51 – 61.
Junaidi., Atminingsih, dan N. Siagian. 2014. Pengaruh jenis mata entres dan klon
terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan tunas pada okulasi hijau di
polybag. J. Penelitian Karet, 2 (3): 21 – 30.
Manullang W., R. Astuti, dan E. Pane. 2017. Pengaruh pemberian bahan organik
kulit biji kopi dan zat perangsang tumbuh hydrasil pada pertumbuhan bibit
karet okulasi klon PB 260. J. Agroteknologi dan Ilmu Pertanian, 1 (2): 111 –
125.
Nugraha, R. A., E. W. Hidayat, dan R. N. Shofa. 2023. Klasifikasi jenis buah jambu
biji menggunakan algoritma principal component analysis dan k-nearest
neighbor. J. Generation, 7(1): 1 – 7.
Prahudaya, T. Y., dan A. Harjoko. 2017. Metode klasifikasi mutu jambu biji
menggunakan knn berdasarkan fitur warna dan tekstur. J. Teknosains, 6 (2):
113 – 123.
88
Savitri, S., dan A. Afrah. 2019. Aplikasi teknik sambung pucuk (Top Grafting)
untuk perbanyakan tanaman Durian (Durio zibethinus murr). J. Agriflora, 3
(1): 40 – 47.
Setiyono, A. E., dan M. Munir. 2017. Respon pertumbuhan bibit secara grafting
terhadap posisi entres dan beberapa varietas mangga garifta (Mangifera
indica L.). J. Ilmiah Pertanian, 4 (1): 110 – 117.
Wirayudhana, I. G. 2021. Klasifikasi mutu buah jambu biji getas merah berdasarkan
tekstur menggunakan grey level co-occurence matrix (glcm) dengan
klasifikasi knn. J. Indonesia Sosial Teknologi, 2 (6): 953 – 964.
LAMPIRAN
Minggu ke 1
2.
Minggu ke 2
3.
Minggu ke 3
90
Pisau
2.
Grafting Tape
3.
Entres